LP Dan Askep Retinoblastoma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK “ ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SNA ”



OLEH KELOMPOK 17 :



NI LUH RIA SUGIANTARI



17.321.2743



NI WAYAN WENA WARDANI



17.321.2757



A11-B PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2019



KATA PENGANTAR Om Swastyastu Puji syukur kami panjatkan kehadiranTuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNyalah Makalah Keperawatan Anak “Asuhan Keperawatan Dengan Sindrome Nefrotik Akut ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali. Akhirnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan makalah ini, penulis berharap semoga paper ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca Om Shanti, Shanti, Shanti, Om



Denpasar, 03 Desember 2019 Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 1 1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi ............................................................................................................................... 3 2.2 Penyebab/Etiologi ............................................................................................................................... 4 2.3 Patofisiologi ............................................................................................................................... 4 2.4 Pathway ............................................................................................................................... 8 2.5 Gejala Klinis ............................................................................................................................... 8 2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................................................... 9



ii



2.8 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ............................................................................................................................... 10 2.8.1 Penatalaksanaan Medis ........................................................................................................................ 10 2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan ........................................................................................................................ 11 BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ............................................................................................................................... 12 3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................................... 15 3.3 Rencana Keperawatan ............................................................................................................................... 15 3.4 Implementasi Keperawatan ............................................................................................................................... 18 3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................................................................... 18 BAB III PENUTUP...................................................................................................... 22 4.1 Simpulan ............................................................................................................................... 22 4.2 Saran ............................................................................................................................... 22 DAFTARPUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik akut (SNA) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian SNAdi Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.Sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi



SNA



secara



garis



besar



dapat



dibagi



3,



yaitu



kongenital,glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainankongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan ini hanyaakan dibicarakan SN idiopatik. SNA (Sindrom Nefritis Akut) merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses in" amasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010) Penyakit ginjal yang paling diketahui adalah Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut. Anak mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. 1



Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibody, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus. Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3 Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dasar penyakit Sindrome Nefrotik Akut ? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Sindrome Nefrotik Akut? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Sindrome Nefrotik Akut 2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari penyakit Sindrome Nefrotik Akut



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010). Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus. Glomerulonefritis akut (GNA), adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh penurunan mendadak laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi klinik berupa edema, hematuria, hipertensi, oligouria serta insufisiensi ginjal. Oleh karena itu, menurut Wong (2009), GNA sering juga disebut sebagai sindrom nefritik akut (SNA), glomerulonefritis akut pasca streptokokkus (GNAPS), merupakan bentuk GNA/SNA akibat infeksi Streptococcus βhemolyticus grup A (SBHA), yang paling banyak ditemukan pada anak umur 3-8 tahun dengan rasio anak laki-laki : perempuan adalah 2,3 :1. Sindrom nefritis akut merupakan manifestasi klinik dari inflamasi glomerulus. Glomerulonephritis merupakan inflamasi kapiler glomerulus yang dapat terjadi secara akut dan kronik. (Smeltzer, 2011)



2.2 Penyebab/ Etiologi Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya SNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian



3



atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya SNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. SNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous 1. Infeksi; Penyebab SNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus  haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah SNA pasca streptokokus. (Pardede dkk, 2005) 2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. 3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus 2.3 Patofisiologi Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakitpenyakit



parenkim



ginjal



baik



primer



maupun



sekunder,



seperti



glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi



4



aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular. Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa factor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat hypoalbuminemia (Rena dan Suwitra, 2010). Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus sehingga menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada ginjal. Glomerulonefritis dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit) dan infeksi virus akut (infeksi saluran nafas atas, gondongan, virus varisela zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B). (Smeltzer, 2011). Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen



jalur



klasik atau alternatif



dari sistem



koagulasi dan



mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya : 1. Hematuria dan Proteinuria Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi



tubulus



serta



adanya



sekresi



yang



meningkat



dari



makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi. Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak 5



memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan atau didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai silinder sel darah merah pada urin. Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Penyebab kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam ruang urinari 2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. 3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. 4. Edema Anasarka Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh tubuh, baik di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi garam dan air. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan



bergesernya cairan plasma sehingga terjadi 6



hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan memperbaiki volume



inravaskular



hipoalbuminemia



tetapi



sehingga



juga



edema



mengeksaserbasi semakin



berlanjut.



terjadinya (menurut



Prodjosudjadi, 2006 dalam Yuktina Sarma 2017) Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.



2.4 Pathway ( Terlampir) 2.6 Gejala klinis Sindrom nefritik akut memiliki distribusi usia dengan puncaknya pada usia 7 tahun. Anak terlihat sehat sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang atau kecoklatan. Edema wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi, dan mungkin didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha Bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan darah biasanya meningkat (SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi



post



streptokokal).



Pada



awalnya



edema



timbul



sebagai



pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya : 1. Onset akut (kurang dari 7 hari)



7



2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak. 3. Oliguria 4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan sedang sampai berat. 5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi. 6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo. 7. Kadang disertai dengan gejala spesifik : mual dan muntah, purpura pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Gejala lain yang mungkin muncul : 1. Pengelihatan kabur 2. Batuk berdahak 3. Penurunan kesadaran 4. Malaise 5. Sesak napas 2.7 Pemeriksaan Penunjang 1. Kriteria klinis 1) Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari) 2) Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai, abdomen, dan genitalia. 3) Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuria didefinisikan apabila jumlah eritrosit dalam urin >5/lapang pandang besar (LPB) dan leukosituria jika jumlah leukosit urin



>5/LPB.



Proteinuria



diartikan



dengan



hasil



urinalisis



menunjukkan proteinuria >1+. 4) Hipertensi. Muncul pada 50-90% Hipertensi pada anak didefinisikan berdasarkan Task Force on Blood Pressure Control in Children yaitu jika tekanan darah > persentil 95 berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan



pemeriksaan



3



kali



berturut-turut.



Hipertensi



krisis



didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik >180 mmHg dan atau diastolik >120 mmHg atau setiap tingkat hipertensi yang disertai komplikasi ensefalopati hipertensi, gagal jantung, dan edem papil. Pada bayi dan anak berumur 1 ½ kali batas atas tekanan darah normal berdasarkan



8



umur dan jenis kelamindi atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. 5) Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Oliguria didefinisikan sebagai jumlah urin