ASKEP SIFILIS Kel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SIFILIS



OLEH: KELOMPOK 2/ KELAS : A/V



Nama anggota



: 1. Meldaria Amalo(132702718) 2. Melinda J. Malingara 3. Melkianus Lede Malo 4. Mira Boimau 5. Oktavianus Dawa 6. Romario Atollo 7. Rudy Faah 8. Sourpi H. Otu 9. Sefrianti Wulan Ninef 10. Toni H. Natonis 11. Yakobet M. Sae 12. Yohana Lauata 13. Eunike F. N. suek 14. Defrianti Dima Djo 15. Yustinus Suku Lahamukang



Prodi



: S1 Keperawatan



Mata kuliah



: Manajemen Penyakit Tropis



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG 2020



KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah yang maha ESA, karena berkat kemurahanNYA makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan dalam makalah ini kami membahas “MAKALAH SIFILIS”. Makalah ini di buat dalam rangka memperdalam pemahaman pada penyakit sifilis. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam kami sampaikan kepada dosen mata kuliah manajemen penyakit tropis 2, dan rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat .



Kupang, Oktober 2020



Penulis



DAFTAR ISI



Halaman Cover.........................................................................................................i Kata Pengantar.........................................................................................................ii Daftar Isi...................................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang....................................................................................... B. Tujuan..................................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Medis........................................................................................... 1. Definisi............................................................................................... 2. Klasifikasi........................................................................................... 3. Etiologi............................................................................................... 4. Patofisiologis...................................................................................... 5. Patway ............................................................................................... 6. Manefestasi Klinis.............................................................................. 7. Komplikasi ......................................................................................... 8. penatalaksanaan ................................................................................. B. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................. 1. Pengkajian.......................................................................................... 2. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 3. Intervensi Keperawatan...................................................................... BAB 3 PENUTUP A. Simpulan................................................................................................ B. Saran....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama Treponemapallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangatkecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genitogenital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak dapat ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC. Peningkatan insidens sifilis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol sifilis belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan perilaku (Daili, 2012). Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan sekunder meningkat pada tahun 2000-2007. Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US Centersfor Disease Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah meningkat



2%



sifilis



juga



merupakan



faktor



terjadinya



infeksi



HIV,



sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS (Farida, 2012). Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi organisme. Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola



perilaku. Jadi bisa dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit perilaku (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010). Menurut Soekidjo (2010) model Perilaku Kesehatan berdasarkan Lawrence Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: 1) faktor presdisposisi (predisposingfactors), 2) faktor pendukung (enablingfactors), 3) faktor pendorong (reinforcingfactors). Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya sifilis cukup banyak. Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari sifilis sehingga penderita sifilis dapat berkurang secara signifikan, namun tidak hilang. Selama penderita melakukan kontak langsung (seks) dengan pasanganpasangannya sifilis tidak dapat dikatakan sudah tertangani sepenuhnya. Dari pembahasan diatas maka penulis mencoba memberikan pemahaman lebih mengenai penyakit sifilis mulai dari definisi, tanda terkena penyakit sifilis (gejala), diagnosis, dan khususnya cara penularannya yaitu dengan kontak langsung. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Stelah di berikan tugas dalam membuat makalah mahasiswa di harapkan untuk lebih paham dalam terori sifilis. 2. Tujuan Khusus a. Memahami Pengertian Sifilis b. Memahami Etiologi Sifilis c. Memahami Patofisiologi Sifilis d. Memahami Klasifikasi Sifilis e. Memahami Gejala Klinis Sifilis f. Memahami Penatalaksanaan Sifilis g. Memahami Komplikasi Sifilis h. Membuat Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis



BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Penyakit 1. Definisi Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual. Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta. Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah. 2. Klasifikasi Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula. a. Stadium Dini atau I (Primer) Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk



bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum. Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi b. Stadium II (Sekunder) Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh. c. Sifilis Stadium III Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri. d. Sifilis Tersier Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah



infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut). Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis. 3. Etiologi Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidumendemicum. Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan. Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.



4. Patofisiologi Patofisiologi sifilis dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sifilis yang didapat maupun sifilis kongenital. Perbedaan patofisiologi keduanya terdapat pada cara masuknya bakteri Treponema pallidum. Pada sifilis didapat, bakteri masuk melalui mukosa atau kulit, sedangkan pada sifilis kongenital, bakteri menembus sawar plasenta dan menginfeksi fetus. Sifilis Didapat, Treponema pallidum mula-mula masuk melalui mikroabrasi dermal atau membran mukosa yang intak. Hal ini akan menyebabkan munculnya lesi tunggal tidak nyeri (chancre) pada area inokulasi. Dalam beberapa jam setelahnya bakteri akan masuk ke dalam aliran limfe dan darah yang kemudian menjadi infeksi sistemik. Sifilis Primer, Sifilis primer memiliki karakteristik dengan terbentuknya chancre yang tidak nyeri pada lokasi inokulasi setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Lesi ini memiliki dasar berbentuk punched out, bagian tepi bergelombang, dan sangat infeksius. Chancre memiliki gambaran histologi berupa infiltrasi leukosit mononuklear, makrofag dan limfosit. Umumnya, chancre akan berkembang menjadi indurasi, kemudian membentuk ulkus yang tidak purulen. Lesi akan sembuh sendiri dalam 4-6 minggu. Sifilis Sekunder, Dalam hitungan jam setelah inokulasi, saat terjadi evolusi stadium primer, Treponema pallidum menyebar dan berdeposit pada jaringan tubuh secara luas, tetapi umumnya pada area kutan atau mukosa. Pada tahap ini, akan muncul lesi makulopapular, papular, makular, atau anular papular. Lesi kulit umumnya ditemukan pada telapak tangan dan kaki. Lesi berbatas tegas, berwarna merah kecoklatan, dengan diameter sekitar 5 mm dan merupakan lesi paling infeksius. Sifilis sekunder terbentuk dalam 4-10 minggu setelah munculnya lesi primer. Condyloma lata dan patchy alopecia merupakan gambaran yang hanya ditemukan pada sifilis sekunder. Condyloma lata adalah lesi yang tidak nyeri, berwarna merah keabu-abuan, umumnya terbentuk pada lokasi yang hangat dan lembab. Patchy alopecia merupakan alopesia berbentuk bercak-bercak dengan gambaran moth eaten pada kulit kepala dan rambut wajah. Sifilis Laten, Lesi sifilis sekunder dan manifestasi lainnya umumnya menghilang sendiri dalam 3 bulan. Periode tanpa gejala ini disebut sebagai sifilis laten. Namun, kendati tidak terdapat gejala, sifilis laten tetap menular dan dapat diturunkan pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diobati. Sifilis Tersier, Beberapa tahun setelah periode laten, orang dengan sifilis dapat mengalami gejala tersier berupa neurosifilis, penyakit kardiovaskular, dan sifilis gummatosa. Pada sifilis gummatosa terbentuk lesi granulomatosa yang disebut. Gumma memiliki gambaran berupa jaringan nekrotik sentral dengan tekstur seperti karet yang dapat terbentuk di berbagai organ. Pada gambaran histopatologinya terdapat makrofag berbentuk palisade disertai fibroblas dan sel plasma di tepi lesi. Gumma dapat pecah, membentuk ulkus, dan berangsur-angsur menjadi fibrotik. Sifilis kardiovaskular biasanya terjadi 10 tahun setelah infeksi primer, umumnya terjadi pembentukan aneurisma pada aorta ascendens yang disebabkan oleh inflamasi kronik yang merusak vasa vasorum. Neurosifilis memiliki gambaran yang bervariasi. Meningitis sifilis terjadi akibat invasi spiroseta pada sistem saraf pusat.



Sifilis meningovaskular menyebabkan infark dan kerusakan neurologi luas akibat kerusakan pembuluh darah meninges, otak, dan korda spinalis. Parese generalis terbentuk karena kerusakan pada daerah kortikal otak dengan gejala awal menyerupai demensia dimana terjadi gangguan memori dan berbicara, gangguan kepribadian, iritabilitas, dan gejala psikotik. Sifilis Kongenital, Treponema pallidum dapat menembus barier plasenta dan menginfeksi fetus. Transmisi ini dapat terjadi pada seluruh stadium sifilis. Pada kehamilan, penurunan respon imun menyebabkan klirens Treponema pallidum yang inkomplit sehingga menyebabkan infeksi kronik. Meningkatnya produksi IL-2, IFN-ᵞ, TNF-α, dan prostaglandin yang diinduksi oleh infeksi pada fetus disertai dengan respon inflamasi intens yang berkaitan dengan aktivasi makrofag oleh lipoprotein treponema dapat menyebabkan abortus dan kematian bayi intrauterine. Apabila bayi lahir hidup, pada dua tahun pertama dapat muncul gejala yang mirip dengan sifilis sekunder orang dewasa disertai condyloma lata. Sifilis kongenital dapat menyebabkan sekuele berupa deformitas tulang dan gigi seperti saddle nose (akibat destruksi septum nasi), saber shins (akibat inflamasi dan deformitas berupa lengkungan pada tibia), Clutton’s joint (akibat inflamasi pada sendi lutut), Hutchinson’s teeth (insisivus pada bagian atas melebar dan bertakik), dan mulberry molar (molar memiliki banyak puncak).



5. Patway Sifilis akuisita didapat, sifilis kongetinal



Kuman treponema pallidum Perjalanan hematogen menyebar ke semua jaringan



Kuman berkembang biak di kelenjar getah bening



Kelenjar getah bening membesar generalisata



Hipertermi



Sumsum tulang belakang



Kuman masuk ke kulit mikroseli atau selaput lendir



Kuman berkembang biak



Reaksi jaringan membentuk infiltrat



Terjadi fibriosis: darah ke otak berkurang



Hepar dan liem Terjadi fibriosis



SSP (sistem saraf pusat) Pembentukan bilirubin pada bayi terganggu, udema



otak



Interik neonatus Kelemahan dan impotensi



TIK meningkat, mengingitis



Difungsi Seksual



Nyeri kepala, pusing dan mual



Nyeri akut



Jaringan kulit papul ulkus



Lokasi : lidah, tonsil, anus, dan genital Kerusakan integritas kulit



Terasa gatal dan panas Resiko infeksi



6. Manefestasi klinis Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan : a. Fase Primer. Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan. b. Fase Sekunder. Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita



mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian. Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia. c. Fase Laten Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul. d. Fase Tersier Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama : 1) Sifilis tersier jinak Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari. 2) Sifilis kardiovaskuler Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian. 3) Neurosifilis Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati.



3



jenis



utama



dari



neurosifilis



adalah



neurosifilis



meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.



a. Neurosifilis meningovaskuler. Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis : a) Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan



pupil,



gangguan



berbicara



(afasia)



dan



kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan. b) Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan kelumpuhan



dan



penciutan



disertai



kejang



otot



bahu



otot



dan



(paralisa



lengan; spastis);



ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan



sebagian



dari



medulla



spinalis



yang



menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid). b. Neurosifilis paretik Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi. c. Neurosifilis tabetik Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan



goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih. Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian



tubuh,



terutama



lambung.



Kejang



lambung



bisa



menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera. 7. Komplikasi a.



Komplikasi Pada Janin Dan Bayi Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.



b. Komplikasi Terhadap Ibu 1)



Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung



2)



Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar,



pucat, keabu-abuan dan licin 3)



Kehamilan