5 0 333 KB
Tugas kelompok III ( TIGA ) Dosen : Ns, AMBO ANTO, S, Kep,, M,MKep
TUGAS “ASUHAN KEPERAWATAN STATUS ASMATIKUS”
DISUSUN OLEH : Leni Kosaplawan Mansye F Solissa Maria masriat Martafina Yawar Nonsiata Refutu Moses Tawun Neli Iiintamon Mia Satria Amir
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Adapun materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai Asuhan Keperawatan Kegawatan Status Asmatikus. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Kardiopulmonal dan untuk menambah wawasan kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga segala upaya kami dalam membuat makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Makassar,13 April 2021
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... ii Daftar isi................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................................2 C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Status Asmatikus...............................................................3 B. Algoritma Penanganan Kegawatdaruran Status Asmatikus.....................12
BAB III PENUTUP A. Asuhan keperawatan Status Asmatikus.......................................31 BAB IV A Penutup....................................................................................................... 34 Daftar Pustaka
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zatzat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008). Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya yaitu status asmatikus. Status asmatikus merupakan serangan asma yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan ini merupakan keadaan darurat medis, bila tidak segera diatasi akan terjadi gagal napas. Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak merespons terapi konvensional (Muttaqin, 2008). Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungan serta factor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama sering menjadi problem tersendiri (Medlinux, (2008). B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah mengenai konsep dasar status asmatikus, algoritma penanganan kegawatdaruratan status asmatikus, dan asuhan keperawatan kegawatan status asmatikus.
1
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep dasar status asmatikus 2. Untuk
mengetahui asmatikus
algoritma
penanganan
kegawatdaruratan
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatan status asmatikus
2
status
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Status Asmatikus
1. Pengertian
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus
akibat
reaksi
hipersensitif mukosa bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009). Status asmatikus adalah keadaan suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional. Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dimana keadaan asma tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma
dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian
bisa
berlanjut
menjadi
pernapasan
labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dispnea dan kemudian berakhir dengan takipnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Purnomo, 2008). Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik pada pemberian bronkodilator inisial di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul beberapa hari setelah infeksi virus di saluran napas, diikuti pajanan terhadap alergen atau iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat di dada, sesak napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi dan penggunaan betaagonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi) sampai hitungan menit.
3
2. Etiologi
Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak diakibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya reaksi hipersensistifitas berupa :
saluran pernapasan
dapat
1. Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah tangga.
2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran. 3. Hirup
aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti
nitrogen). 4.
Pajanan
hawa
5.
Bulu
dingin. binatang.
6. Stress yang berlebihan. Selain faktor-faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitif terhadap faktor pemicu diatas tetapi penderita lain tidak (Sukarmin, 2009).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah
batuk,
dyspnoe
(sesak nafas), dan wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang
bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : a. Tingkat I : 1) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru. 2) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
4
b. Tingkat II : 1) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing). 2) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. c. Tingkat III : 1) Tanpa keluhan. 2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas. 3) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali. d. Tingkat IV : 1) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. 2) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas. e. Tingkat V : 1) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. 2) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel (Sukarmin, 2009).
Gambaran klinis pada pasien dengan status asmatikus antara lain : a. Penderita tampak sakit berat dan sianosis. b. Sesak nafas, bicara terputus-putus. c. Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
5
d. Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.
4. WOC
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat
dalam
mengkaji obstruksi jalan nafas akut. b. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bilapasien tidak berespon terhadap tindakan c. Arus puncak ekspirasi (APE) mudah di periksa dengan alat yang
sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnnya penyakit
6
d. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk
melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penanganan seperti atelektasis, pneuonia, dan pneumothorax e. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan reversibel setelah terjadi perbaikan klinis adalah gelombang p meninggi ( p =pulmonal), takikardi dengan atau tanda aritmia supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan (Nugroho, 2016). 6. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu. Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat,
kebutuhan
oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya,individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk
berinspirasi
dan
berwkspirasi
melawan
spasme
bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menyebabkan
pneumotoraks
akibat
besarnya
tekanan untuk
melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik,gagal nafas,dan kematian. 7. Penatalaksanaan
a. Penanganan pada saat hospitalisasi Penatalaksanaan status asmatikus semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit menunjukkan keada mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman.
Pemantauan harus dilakukan secara ketat, berpedoman pada klinis, uji
7
faal paru (APE) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi baik oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah barang tentu memerlukan pengobatan yang lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drip aminofilin. Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut : 1) Pemberian oksigen diteruskan 2) Agonis β2
Dilanjutkan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis setiap jam, kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagai alternatif lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler/volumatic atau
secara
injeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drip salbutamol atau terbutalin. 3) Aminofilin
Diberikan
melalui
infuse
atau
drip
dengan
dosis
0,5-0,9
mg/kgBB/jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual,muntah atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konvulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya. 4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intravena diberikan setiap 2-8 jam tergantung beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan
8
adalah hidrokortison 200-400mg dengan dosis keseluruhan 1-4 gr/24 jam. Sediaan lain yang juga dapat diberikan sebagai alternatif adalah triamisinolon 40-80 mg, deksametason/betametason 5-10 mg. dalam tersedianya kortikosteroid intravena, dapat diberikan kortikosteroid peroral yaitu prednisone atau prednisolon 30-60 mg/hari. 5) Antikolinergik
Iptropium bromide dapat diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara inhalasi nebulisasi, penambahan ini tidak diperlukan bial pemberian agonis β 2 sudah
memberikan
hasil yang baik. 6) Pengobatan lainnya a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk rehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan natrium bikarbonat. b) Mukolitik dan ekspektorans Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan napas berat, ekspektoran seperti obat batuk
hitam
dan
gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein. c) Fisioterapi dada
Drainase postural, vibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita dengan hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulen dengan neutrofil leukositosis. e) Sedasi dan antihistamin
Obat-obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan
intensif.
Sedangkan
9
antihistamin
tidak
terbukti
bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat, malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus. b. Penatalaksanaan lanjutan adalah sebagai berikut : Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respons pengobatan dengan menilai parameter klinis: sesak napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, foto toraks, analisis gas arteri, kadar serum aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya. Indikasi Perawatan Intensif : Penderita yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi intensif yang diberikan perlu dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke Unit Perawatan
Intensif.
Penderita
dengan
keadaan
berikut
biasanya
memerlukan perawatan intensif sebagai berikut : 1) Terdapat tanda-tanda kelelahan 2) Gelisah, bingung, kesadaran menurun. 3) Henti napas membakat (PaO2 < 40 mmHg atau PaCO 2 > 45 mmHg)
sesudah pemberian oksigen.
c. Penatalaksanaan Lanjutan di Ruangan : Pada penderita yang telah memberiakn respons yang baik terhadap pengobatan, terapi intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6-8 kali per hari atau preparat oral 3-4 kali perhari. Pada hari 5-10, steroid oral (prednisone, prednisolon) diturunkan, obat β 2 dan aminofilin diteruskan.
10
d. Penatalaksanaan Lepas Rawat : Penderita dapat dipulangkan, apabila : Tidak ada sesak waktu istirahat
2) Bising tidak ada atau minimal 3) Retraksi otot bantu napas minimal Tidur sudah normal APE > 70% dari nilai normal atau nilai terbaik Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama dengan hari-hari t Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid
dilakukan sampai dosis rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis tunggal pagi hari setiap hari atau selang sehari. Kalau memungkinkan, le Pendidikan terhadap penderita juga penting, diberikan pengetahuan tentang obat-obat yang harus di mencari pertolongan medic ke unit pelayanan kesehatan
11
B. Algoritma Penanganan Kegawatan Status Asmatikus
Primary Survey :
Airway : Terdapat sputum Breathing : Terdapat sumbatan jalan nafas, sesak nafas / nafas lemah / henti nafas, wheezing, Takipnea
Circulation : Kaji TTV, Takikardi, Penurunan tekanan darah sistolik, pulsus paradoksus, sianosis, kaji saturasi O 2 danCRT
Disability : Kaji tingkat kesadaran klien
Secondary Survey
Pemeriksaan AMPLE :
Pemeriksaan Penunjang : Saturasi O2 Pemeriksaan faal paru (APE atau VPE) Pemeriksaan AGD Pemeriksaan foto thoraks
A : Alergi (adakah alergi pada
obat- obatan, debu, makanan, dll)
M:
Medikasi/obat-obatan
(obat- obatan
yang
diminum)
dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent history (penyakit yang diderita dan
medical pernah
pengobatan yang dilakukan)
L :
Last
meal
(obat
atau
makanan yang baru saja dikonsumsi sebelum kejadian)
E : Events,
hal-hal
yang
bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
12
Pemeriksaan EKG
SERANGAN ASMA RINGAN
SERANGAN ASMA
SERANGAN ASMA
SEDANG/BERAT
MENGANCAM JIWA
Pengobatan awal :
Oksigenasi dengan kanul nasal Inhalasi agonis beta 2 kerja singkat (nebulisasi setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi ( terbutalin 0,5 cc subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 cc subkutan)
Kortikosteroid sistemik : - serangan asma berat
- tidak respon segera dengan bronkodilator - dalam pengobatan kortikosteroid oral
Penilaian ulang setelah 1 jam : Pemeriksaan fisik, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi
Respon baik : Respon baik dan stabil
Respon tidak sempurna : Resiko tinggi distress
13
Respon buruk dalam 1 jam Resiko tinggi disstres
dalam 60 menit
Pemeriksaan fisik
normal
. . . . .
APE >70% predikdi/nila terbaik Saturasi O2 > 90%
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik :
gejala ringan – sedang
berat, gelisah dan
APE > 50% tetapi
kesadaran menurun
APE
Bila tidak ada
60%
perbaikan dalam
waktu 6 - 12 jam
Prediksi/terbaik.
masker venturi
Pulang :
Terapi O2 menggunakan
nasal atau masker
Ada Perbaikan
Inhalasi agonis beta 2
Kortikosteroid
kortikosteroid oral
pengonatan
Dirawat di ICU :
Tetap berikan pengobatan oral/ inhalasi
15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian A. Identitas pasien
Nama
: Ny. NS
No RM
: 052949
Umur
: 57 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Hindu
Tanggal Masuk RS
: 29 November 2016
Jam Kedatangan
: 08.00 Wita
Jam Pengkajian
: 08.10 Wita
Alasan Masuk Rs : Pasien rujukan dari Puskesma I Mengwi, datang dengan keluhan sesak nafas sejak seminggu yang lalu dan memberat sejak semalam, di puskesmas pasien mengalami penurunan kesadarann sempat tidak ada nadi, dan diberikan adrenalin 0,3cc. Initial Survey A (alertness)
:+
V (verbal)
:+
P (pain)
: + (Nyeri ulu hati seperti ditusuk tusuk skala 4 dari 10)
U (unrespons)
:-
Survey Primer dan Resusitasi A. AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL 1. Keadaan Jalan Nafas Tingkat Kesadaran
: Somnolen
Pernafasan
: Pernafasan cuping hidup (+), SPO2 = 59 %
Upaya Bernafas
:+
Benda asing di jalan Nafas
: Secret (+)
Bunyi Nafas
: Wheezing
Hembusan Nafas
:+
2. Masalah Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas B. BREATHING 1. Fungsi Pernafasan Jenis Pernafasan
: Snoring (-), Gurgling (-), Stridor (-), Wheezing (+)
Frekwensi Pernafasan
: Respirasi 34x/menit
Retraksi Otot Bantu Nafas
:+
16
Kelainan Dingding Thoraks : simetris, perlukaan (-), jejas (-), trauma (-) Bunyi Nafas
: Whezing
Hembusan Nafas
:+
2. Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas C. CIRCULATION 1. Keadaan sirkulasi Tingkat Kesadaran
: Somnolen
Perdarahan (internal/eksternal): Tidak ada perdarahan Nadi Radial/carotis
: Teraba
Akral Perifer
: Hangat
Kapilari Refill
: