Askep Status Asmatikus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA STATUS ASMATIKUS



Disusun oleh : Meliai Yuanda (1711109)



Dosen Mata Kuliah



: Grace Erlyn Sitohang,S.Kep,Ns,M.Kep



PRGORAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM T.A.2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,karunia serta hidayahnya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu.Saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada setiap dukungan yang telah mendorong saya untuk menyelesaikan tugas “Asuhan Keperawatan Pada Status Asmatikus” Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai “Asuhan Asmatikus” saya juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu,saya berharap adanya kritikan yang membangun,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat,mengingat tidak adanya yang sempurna tanpa saran yang membangun.



Lubuk Pakam,27 April 2020



Penulis



DAFTAR ISI



Kata Pengantar……………………………………………………………ii Daftar Isi ………………………………………………………………….iii BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………1 Latar Belakang………………………………………………………1 Rumusan Masalah…………...………………………………………2 Tujuan ……………………………………………….……………….2 BAB II : PEMBAHASAN………………………………….………...….3 Pengertian ……………………………………………..………………3 Etiologi ………………………………………………..……….....…..4 Patofisiologi ………………………………………….……………….5 Manifestasi Klinis…………………………………….…………….…8 Komplikasi …………………………………………….…………….10 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………...…10 Penatalaksanaan…………………………………………………...…12 Pathway………………………………………………………………14 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI………………………18 BAB IV : ASUHAN KEPERAWATAN……………………………….24 BAB V : PENUTUP.................................................................................38 Kesimpulan.........................................................................................38 Saran ..................................................................................................38 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................39



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Angka kejadian penaykit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern,polusi baik lingkungan maupun zatzat yang ada didalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medilux,2008). Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam awktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya.Apalagi bila karena pekerjaan da lingkungannya serta factor ekonomi,penderita harus selalu berhadapan dengan factor allergen yang



menjadi penyebab



serangan.Biaya pengobatan simtomatik pada waaktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya,tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan



waktu



lebih



lama,sering



terjadi



problem



tersendiri



(Medilux,2008). Asma adalah penyakit saluran udara yang ditandai dengan peradangan saluran



nafas



dan



hyperreactif



(meningkat



terhadap



berbagai



pemicu).Hypereactivitas mengarah kesalurn nafas karena akut kejang otot pada otot polos dari tracheobronchial obstruksi poho,sehingga mengarah pada lumen yang menyempit.Selain kejang otot,terdapat pembengkakan mukosa yang



menyebabkan



edema.Terakhir,kelenjar



jumlah,hipertrofi dan mengeluarkan lender tebal.



lender



penignkatan



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Status Asmatikus ? 2. Bagaimana etiologi dari Status Asmatikus ? 3. Bagaimana patofisiologi dari Status Asmatikus ? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari Status Asmatikus ? 5. Apa komplikasi dari Status Asmatikus ? 6. Bagaimana penatalaksanaan medis dan Asuhan Keperawatan dari Status Asmatikus ? 1.3 Tujuan 1.



Mengetahui definisi dari Asmatikus



2.



Mengetahui etiologi dari Status Asmatikus



3.



Mengetahui patofisiologi dan Pathway dari Status Asmatikus



4.



Mengetahui manifestasi klinis dari Status Asmatikus



5.



Mengetahui komplikasi dari Status Asmatikus



6.



Mengetahui penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan dari Status Asmatikus



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Asma adalah suatu peradangan pada bronkus oleh reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap allergen.Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus.(Sukarmin,2009). Status Asmatikus adalah asma tang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional (Smelzer,2001). Status asmatikus merupaka keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI,2007). Status asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernafasan wheezing,ronchi ketika bernafas (adanya suaraa bsing ketika bernafas),kemudian bisa berlanjut menjadi pernafasan labored (perpanjangan ekhalasi),pembesaran vena leher,hipoksemia,respirasi alkalosis,respirasi sianosis,dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernafasan (Purnomo,2008). Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medis berupa serangan berat kemudian bertambah berat yang refakter bila serangan 1-2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan,aminofilin intravena atau antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah memburuk. Perubahan cepat dari kerusakan berbagai organ tubuh yang disebabkan oleh hipoksemia, hiperkapnia maupun perubahanpH, yang dapatdigolongkan ke



dalam kegagalan pernapasan. Yang dimaksud dengan kegawatan asmaadalah asma yang dapat menimbulkan akibat fatal yang meliputi: a. Asma dengan intensitas serangan yang tinggi, sehingga kematian dapat berlangsungdalam beberapa menit. b. Status asmatikus, yakni asma yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat yangkonvensional. c. Total obtruksi asmatikus, yakni asma yang dapat menimbulkan kematian karenaterdapatnya mucus plug yang dapat menimbulkan obstruksi total pada paru. d. Complicated asthmatic, yakni asma yang dapat menimbulkan komplikasi pada bagianrespirasi sehingga menimbulkan perubahan asam basa.e. e. Repetitive asthmatic, yakni asma dengan intensitas frekuensi serangan yang bertubi-tubidan tinggi. Pada umumnya penderita tidak mendapat pengobatan yang adekuat.



2.1 Etiologi Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor)dan faktor lingkungan. Faktor penjamu termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhiuntuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jeniskelamin dan ras. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat ataukecendrungan untuk terjadinya asma. Beberapa kromosom yang berpotensi menimbulkanasma, antara lain: kromosom 6p, respons IgE terhadap alergen spesifik, kromosom 11 dan 12yang mengkode mast cell growth factor, insulin-like growth factor dannictric



oxidesynthase(Mahdi, 1999).Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebabutama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalannapas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma.Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecendrungan atau predisposisi asmauntuk berkembang



menjadi



asma,



menyebabkan



terjadinya



eksaserbasi



dan/ataumenyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen,sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, statusekonomi dan besarnya keluarga (Hariadi, 2006)Menurut Mahdi (2006), interaksi faktorgenetik atau pejamu dengan lingkungan kemungkinan, yaitu: a. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan genetik asma  b. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko penyakit asma



2.3 Patofisiologi Kelainan



utama



dari



asma



diduga



disebabkan



karena



adanya



hipersensitifitas daricabang-cabang bronkus. Yang sering terserang adalah bronkus yang berukuran 3-5 mmdengan distribusi yang luas. Pada individuindividu



yang



rentan,



lapisan



dari



cabang-



cabang bronkhial tersebut akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan yang di berikan.Kerentanan dari seorang individu kemungkinan diturunkan secara genetik. Hal inidisebabkan karena adanya perubahan terhadap atau rangsangan yang



berlebih-lebihan.Walaupun asma pada prinsipnya merupakan kelainan pada bagian jalan udara, akan tetapidapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian fungsionil paru (Rab, 1992). Baikorang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang berkualitas dankomposisinya sama. Udara umumnya mengandung 3 juta partikel/mm. Partikel-partikel ituterdiri dari debu, tungau, bulu-bulu bintang, bakteri, jamur, virus dan lain-lainnya. Olehkarena adanya ekspos dari partikel-partikel ini secara terus-menerus, maka timbulmekanisme pertahanan dari tubuh, untuk melindungi diri dari partikel-partikel asing. Partikelyang berukuran lebih dari 10 um, diendapkan dimukosa hidung dan pharyng bagian atas.Partikel yang berukuran 0,3 sampai dengan 2 umsampai di alveolus dapat menetap di mukosadan di fagositosis oleh sel-sel limfosit. Partikel yang berukuran 2 umsampai dengan 10um,akan diendapkan diberbagai tempat di bronki dan bronkhiolus terminalis (Weiss, 1975,dikutip dari Mahdi, 1999).Hidung dan



nasopharyng



mempunyai



fungsi



untuk



memproteksisaluran



nafas



trakeabronkial dan alveoli dengan cara mekanis, menyaring partikel-partikel besar dan menyesuaikan suhu dan humiditas dari udara yang masuk selama respirasi, karena banyakmengandung pembuluh darah. Mulut dan pharyng juga dapat berfu ngsi sebagai “air condition”. Partikel-partikel asing yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam trakeadan bronkus, terperangkap dalam lapisan di atas mukosa yang lengket sekali  seperti gel (sol) (Bookman, 1984 dikutip dari Mahdi, 1999).rambut getar dari sel epitel saluran napas bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke daerah subligotis, yang seterusnya dikeluarkan dengan batuk. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi dan ciri dari mukus tersebut, karena aktivitas dan



kelenjar mukus dirangsang oleh aksi sarafkolinergik dan juga mediator farmakologik seperti histamin. Ini dapat disebabkan oleh stimilasin vagus, zat-zat kimia, maupun iritasi mekanis (Knapp, 1976 dikutip dari Mahdi,1999). Mekanisme pertahanan lainnya terletak di dalam alveoli. Sel-sel alveoli ditutup olehselaput tipis, yang berbentuk seperti film dan bergerak kearah bronkiolus, selaput ini membantu membersihkan alveoli, terhadap partikelpartikel yang masuk.Adakalanya partikel tersebut tinggal dalam alveoli dan menembus dinding alveoli sampai kejaringan interstitial, disini terjadi fagositosis oleh histiosit. Bila partikel tersebut tidak dapat difagositer, maka akan timbul reaksi radang, fibrosis paru, atau reaksi alergi seperti alveoloti salergika (Weiss, 1975, dikutip dari Mahdi, 1999). 2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesaknafas),



dan



wheezing



(terengah-engah).



Pada



sebagian



penderita



disertaidengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidakditemukan



gejala



klinis,



sedangkan



waktu



serangan



tampak



penderita bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga kedepan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : 1) Tingkat I : a.



Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. 



b.



Timbul



bila



ada



faktor



pencetus



baik



didapat



alamiah



maupundengan test provokasi bronkial di laboratorium. 2) Tingkat II : a.



Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi parumenunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk,sesak nafas, wheezing). 



b.



Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.



3) Tingkat III : a.



Tanpa keluhan. 



b.



Pemeriksaan



fisik



dan



fungsi



sembuh



dan



paru



menunjukkan



adanya



obstruksi jalan nafas. c.



Penderita



sudah



bila



obat



tidak



diteruskan



mudahdiserang kembali. 4) Tingkat IV : a.



Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.



b.



Pemeriksaan



fisik



dan



fungsi



paru



didapat



tanda-tanda



obstruksi jalan nafas. 5) Tingkat V : a.



Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupaserangan asma akut yang berat bersifat refrakter (tak beraksi)sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. 



b.



Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafasyang reversibel ( Sukarmin, 2009 ).



2.5 Komplikasi 1.



Pencetus serangan ( alergen, emosi / stress, obat obatan, infeksi ) .



2.



Kontraksi otot polos.



3.



Edema( penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan



mukusa. 4.



Hipersekresi ( sekresi yang berlebih) .



5.



Penyempitan saluran pernapasan( obstruksi ) .



6.



Hipoventilasi ( keadaan nafas yang lambat dan dangkal ) .



7.



Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru



8.



Gangguan difusi gas dialveoli



9.



Hipoxemia ( keadaan kadar oksigen yang menurun dalam darah) .



10.



Hiperkarpia



2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan 2. Arus puncak ekspirasi APE mudah di periksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnnya penyakit. 3. Pemeriksaan foto thorax pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal- hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asmaakut yang



perlu juga mendapat penanganan seperti atelektasis, pneuonia, dan pneumothorax. 4. Elektrokardiografi tanda- tanda abnormalita sementara dan refersible setelah terjadi perbaikan klinis adalah gelombang p meninggi ( p = pulmonal ), takikardi dengan atau tanda aritmiasupraventrikuler, tandatanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan ( Nugroho, 2016 ). 5. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru) : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 6. Tes provokasi :Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. a.



Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.



b.



Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan dekarboksilasi histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi (keadaan nafas yang cepat) dengan udara dingin dan inhalasi (penghirupan) dengan aqua destilata.



c.



Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E (kependekan immunoglobulin, protein penting dalam mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.



7. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. 8. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. 9.



Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.



10. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. 11. Pemeriksaan sputum.



2.7 Penatalaksanaan Semua



penderita



yang



dirawat



inap



di



rumah



sakit



memperlihatkankeadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian khusus harusdiberikan dalam perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoma n secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi,pneumothoraks,pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan yang lainnya..Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drip saminofilin.Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirimdari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut : 1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan Terapi



oksigen



dilakukan



megnatasi



dispena,



sianosis,dan



hipoksemia. Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliranoksigen yang diberikan didasarkan pada nilai-nilai gas darah.PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.



2. Agonis β2  Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam,kemudian dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudahada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secarainjeksi. Bila terjadi perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin. 3. Aminofilin Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5- 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila



belum



diberikan.



Dosis



drip



aminofilin



direndahkan



pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual,muntah, atau anoreksia



dosis



harus



diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya. 4. Kortikosteroid Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2-8 jam tergantung



beratnya



keadaan



serta



Preparat pilihan adalah hidrokortison 200-400



kecepatan mg



dengan



respon. dosis



keseluruhan 1- 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan



sebagai alternative adalah triamsiolon 40-80 mg,dexamethason / betamethason 5- 10 mg. bila tidak tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau predmisolon 30- 60 mg/ hari. 5. Antikolonergik Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi



dengan



agonis



β2secara



inhalasi



nebulisasi



terutama



penambahan-penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik. Pengobatan lainnyaa. a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosismetabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awaluntuk dehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.  b. Mukolitik dan ekpetorans Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin maupun Nasetilsistein. c. Fisioterapi dada Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknikfisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.



d. Antibiotic Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil leukositosis. e. Sedasi dan antihistamin Obat- obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali diruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.



2.1 Pathway



FAKTOR PENCETUS



ALERGI



EDEMA DINDING BRONKIOLUS



EKSPIRASI



MENEKAN SISI LUAR BRONKIOLUS



PENYEMITAN JALAN PERNAFASAN



HIPERVENTILASI



PENINGKATAN KERJA OTOT PERNAFASAN



IDIOPATIK



SPASME OTOT POLOS BRONKIOLUS



DIAMETER BRONKIOLUS MENGECIL



SEKRESI MUKULUS KENTAL DIDALAM LUMEN BRONKIOLUS



BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF



DYSPNEA



KEGELISAHA N



GANGGUAN POLA TIDUR



ANSIETAS



KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS



BAB III ASKEP TEORI 3.1 Pengkajian A. Pengkajian primer 1) Airway Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adnya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.  2) Breathing Adanya sumbatan pada jaan nafas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu



menyelesaikan satu



kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi. 3) Circulation



Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuatuntuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuatuntuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi.



Pulsus



paradoksus,



lebih



dari



10



Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaanatau



mmHg. nilai



tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulationini. 4) Disability Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami penurunan kesadaran.Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanyadapat mengeluarkan kalimat yang terbata-bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napasyang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan.Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.



B. Pengkajian sekunder 1) Pemeriksaan fisik head to toe.  2) Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran 3) Eliminasi Kaji haluaran urin, diare/konstipasi. 4) Makanan/cairan



Penambahan BB yang signifikan, pembengkakanekstrimitas oedema pada bagian tubuh. 5) Nyeri/kenyamanan  Nyeri pada satu sisi, ekspres imeringis. 6)  Neurosensori Kelemahan :perubahan kesadaran.



3.2 Diagnosa 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum 2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas 3. Ketidakefektian perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen



3.3 Intervensi 1.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum



Intervensi :  NOC : a. Menunjukan pembersihan jalan nafas yang efektif.  b. Mengeluarkan sekresi secara efektif c. Mempunyai irama dan frekwensi pernafasan dalam rentangnormal. d. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal  NIC :



Airway suction. a. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning . b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning c. Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suctioning d. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untukmemfasilitasi suction nasotrakeal e. Anjurkan alat yang steril setiap melakukan tindakan f. Monitor status oksigen pasien. Airway management. a. Buka jalan nafas  b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Indentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu e. Berikan bronchodilator bila perlu f. Monitor respirasi dan status O2   2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas  NOC : a. Pertukaran gas dan ventilasi pasien tidak bermasalah  b. Tidak menggunakan pernafasan mulut  NIC :



Airway management a. Buka jalan nafas  b. Posiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Pasang mayo bila perlu d. Lakukan suction pada mayo e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan f. Monitor konsentrasidan status O2 g. Terapioksigenh. h. Bersihkan mulut, hidung dan secret pada trakea i. Pertahankan jalannafas yang paten  j. Atur peralatan oksigenasik. k. Monitor aliran oksigenasil. l. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi. Vital sign management a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  b. Catat adanya fluktasi tekanan darah c. Ukur tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan d. Monitor frekuensi dan irama pernafasan e. Monitor suhu,warna dan kelembaban kulitf. f. Monitor adanya tekanana nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik



3.



Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi



 NOC : a. Dapat memepertahankan Pertukaran CO2 atau O2 dialveolar dalam keadaan normal  b. Tidak terdapat cyanosis pada pasien c. Pasien tdk mengalami nafas dangkal atau ortopnea  NIC Airway management a. Buka jalan nafas  b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Pasang mayo bila perlu d. Lakukan suction pada mayo e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan f. Monitor konsentrasi dan status O2 Respiratory monitoring : a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi  b. Catat pengerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan , retraksi otot supraclavikular dan intercostatis c. Monitor suara nafas, seperti dengkur d. Monitor kelelahan otot diafragma ( gerakan paradoksis ) e. Tentukan kebutuhan suction dengan mengaukultasi pada jalan nafas utama f. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahuihasilnya



BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN           Bpk. E 57 tahun datang ke RS. Harapan karena sejak tadi malam batukbatuk terus menerus disertai dahak yang begitu kental dan sulit untuk di keluarkan sehingga bpk. E tidak bisa tidur nyenyak bahkan tadi malam bpk.E hampir tiap jam terbangun karena batuk. Bpk. E juga mengatakan dadanya sesak untuk bernafas,



nafas



“menggeh-menggeh”



dan



bunyi



“ngik-ngik”.



Istri



bpk.E mengatakan sejak dari dulu pk. E memiliki sakit nafas, biasanya sesak nafas bpk E kambuh jika udara dingin atau ada debu serta jika bpk. E terlalu banyak pikiran.Saat dilakukan pengkajian terdapat suara nafas whezing saat ekspirasi, RR : 32x/menit, S    : 370C, N    : 110x/menit,  TD : 130/90mmHg. PENGKAJIAN KEPERAWATAN



Tanggal pengkkajian Jam pengkajian



:     22 April 2020   :     10.00



1.  Biodata: Pasien Nama                             



:     Bpk.E



Usia                               



:     57 Tahun



Agama                           



:     Islam



Pendidikan                    



:     SMP



Pekerjaan                       



:     Petani



Status pernikahan          



:     Menikah



Suku                              



:     Jawa



Bangsa                          



:     Indonesia



Alamat                          



:     Kulon Progo



Diagnosa medis             



:     Asmatikus



Waktu/tgl masuk RS     



:     10.00WIB/ 22 April 2020



Penanggung Jawab Nama                            



:     Ibu.N



Usia                               



:     56 Tahun



Agama                          



:     Islam



Pendidikan                    



:     Tani



Status pernikahan         



:     Menikah



Suku                              



:     Jawa



Bangsa                          



:     Indonesia



Alamat                          



:     Kulon progo



Hubungan dengn klien 



:     Istri



2. Keluhan utama     Pasien mengeluh sakit setiap kali bernapas karena ada sisa sekret yang tertahan Riwayat Kesehatan:



a.    Riwayat penyakit sekarang: Bp. E mengeluh sejak tiga malam yang lalu batuk  terus menerus disertai dahak yang begitu kental dan sulit untuk dikeluarkan sehingga Bp. E tidak bisa tidur nyenyak bahkan tadi malam Bp. E hampir tiap jam terbangun karena batuk. Bp. E juga mengatakan dadanya sesak untuk bernafas, nafas “menggeh – menggeh” dan bunyi “ngik-ngik”. b.    Riwayat penyakit dahulu Bpk.E pernah masuk rumah sakit dengan kasus yang sama karena sesak pada saat bernapas, penyakit bpk.E kambuh jika terkena debu, dan bpk.E terlalu banyak pikiran.  Bpk.E mempunyai kebiasaan minum kopi setiap pagi hari sebelum pergi kesawah. c.    Riwayat penyakit keluarga Bpk.E mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti bpk.E 3. Pengkajian kebutuhan dasar klien 1.    Aktivitas dan Latihan Sebelum sakit bpk.E masih bisa melakukan aktifitas seperti biasa, bertani  dan dilakuan setiap hari. Setelah sakit klien tidak dapat melakukakan aktivitasnya, karena apabila bekerja terlalu keras sesak napas klien kambuh. 2.    Tidur dan istirahat Sebelum sakit klien tidak ada masalah dengan aktivitas tetapi setelah sakit aktivitas tidur klien tertanggu karena batuk terus menerus disertai dahak yang yang begitu kental dan sulit dikeluarkan sehingga bpk.E tidak bisa tidur nyenyak dan hampir tiap jam terbangun karena batuk. 3.    Kenyamanan dan nyeri P:  klien mengatakan nyeri berkurang saat dilakukan teknik relaksasi Q: klien mengatakan nyeri yang ia rasakan seperti diikat kuat



R: klien mengatakan nyeri pada dadanya S: skala nyeri 6 T: klien mengatakn nyeri timbul selama 5-10 menit 4.    Nutrisi Sebelum sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi dewasa normal dengan berat badan normal. Tapi selama sakit klien makan dibantu oleh keluarga dengan intensitas 3x sehari dengan porsi dewasa setengah.



5.    Cairan elektrolit asam dan basa Sebelum klien sakit klien mengatakn ia minum 8 gelas sehari sebanyak 2,5liter dan setelah sakit klien juga mengatakn minumnya tetap 8 gelas sehari dengan intensitas 2,5 liter. 6.    Oksigenasi Sebelum sakit klien tidak memerlukan alat bantu  pernapasan, setelah sakit klien memerlukan alat bantu pernapasan oksigen masker  6-8 liter/ menit. 7.    Eliminasi fekal/bowel Sebelum dan selama sakit klien mengatakan BAB lancar dan fesesnya berwarna kuning padat dengan intensitas 1x/hari. 8.    Eliminasi urin Sebelum sakit frekuensi berkemih 5-6x sehari, jumlah urin klien 250cc/hari, berbau khas, warna kuning jernih. Setelah sakit klien tidak mempunyai masalah dengan urin. 9.    Sensori, persepsi dan kognitif Sebelum dan selama sakit klien dapat melihat dengan jarak yang normal, pendengaran klien juga normal, penciuman klien juga normal sensasi taktil klien normal dan pengecapan klien juga normal.



4. Pemeriksaan fisik a.    Keadaan umum: klien terlihat lemah TTV: TD : 130/90mmHg N    : 110x/menit RR  : 32x/menit S     : 370C b.    Kepala Pada saat dilakukan inspeksi dan palpasi tidak terdapat benjolan yang terdapat dikepala, bentuk tengkorak simetris dan bagian prontal menghadap kedepan dan bagian pariental menghadap kebelakang. Kulit kepala tidak mengalami peradangan, tumor, maupun bekas luka. c.    Leher Setelah dilakukan inspeksi, palpasi dan teknik gerakan leher klien dapat melakukan gerakan leher secara terkoordinasi. d.   Dada dan paru Pada saat dilakukan inspeksi dada klien terlihat kembang kempis. Saat dilakukan plapasi getaran pada dinding dada klien seimbang, pada saat dilakukan perkusi terdengar sonor.  Pada saat dilakukan auskultasi terdengar suara nafas tambahan dari ekspirasi e.    Abdomen Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, abdomen klien normal pada saat inspeksi tidak ada pembengkakan dan simetris pada saat dilakukan auskultasi  terdengar suara bising usus normal. f.     Genetalia



Pria: sebelum dan selama sakit klien tida ada masalah pada genetalia, genetalia klien normal. g.    Rectum Rectum klien normal.



5. Psiko sosio budaya dan spiritual a.    Pikologis Klien merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya. b.    Sosial Klien berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, nada bicara klien sopan. c.    Budaya Budaya klien adalah budaya asli suku jawa, tidak ada pantangan yang dapat mempengaruhi kesehatan klien. 6. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: 1)



Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristaleosinopil.



2)        



 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) daricabang bronkus.



3)



Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.



4)



Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug



b.



Pemeriksaan darah 1)



Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadihipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.



2)



Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.



3)



Hiponatremia



dan



kadar



leukosit



kadang-kadang



di



atas



15.000/mm3dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. 4)



Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan



c.



Pemeriksaan radiologi



Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktuserangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakniradiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapatadalah sebagai berikut: 1. Bila



disertai



dengan



bronkitis,



maka



bercak-bercak



di



hilus



akan bertambah. 2. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. 3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. 4. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. 5. Bila



terjadi



pneumonia



dan pneumoperikardium,



maka



mediastinum, dapat



dilihat



pneumotoraks, bentuk



gambaran



radiolusen pada paru-paru. d.



Pemeriksaan scaning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi



udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. e.



 Spirometri



 Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukansebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler ataunebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya responaerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhantetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruks.



7. Terapi medis Di UGD klien dipasangkan alat bantu pernapasan masker breathing 6-10 liter/menit, klien juga diberikan obat melalui injeksi turbutalin 1 mg.



ANALISA DATA Tanggal 22-4-20



DS:



Data Fokus



Etiologi Lingkungan:



Problem Ketidakefektifan



sejak dua malam bpk.E



Sekret yang



bersihan jalan



batuk terus menerus dan



tertahan/sisa



napas



disertai dahak yang begitu



sekret



kental serta susah dikeluarkan. DO: Bpk.E mengatakan dadanya sesak untuk bernapas dan terdengar suara napas tambahan. DS: bpk.E tidak bisa tidur



Suhu dan



Gangguan pola



nyenyak karena hampir



kelembapan



tidur



tiap jam terbanguna karena lingkungan sekitar batuk. DS:



Stress



Ansietas



Hiperventilasi



Ketidakefektifan



istri bpk.E mengatakan sejak dari dulu bpk.E memiliki sesak napas biasanya sesak napas bpk.E kambuh jika udara dingin atau ada debu serta  bila bpk.E terlalu banyak pikiran DO : Klien tampak gelisah dan tampak memikirkan sesuatu DS :klien mengatakan sesak saat bernafas



Pola napas



DO: saat dilakukan pengkajian terdapat suara napas whezing saat ekspirasi TD  : 130/90 mmHg N    : 98x/menit S     : 370C RR  : 26x/menit



PERIORITAS DIAGNOSA 1.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d sekret yang tertahan / sisa sekret



2.



Ansietas b.d Stres



3.



Ketidakbersihan pola napas b.d hiperventilasi



4.



Gangguan pola tidur b.d suhu dan kelembaban lingkungan sekitar



INTERVENSI Nama klien      :    Bpk.E                                               No.RM       :    14052 Umur               :    57 tahun                                           Alamat       :    Kulon progo Bangsal           :    Melati                                               Dx.Medis   :    Asmatikus No 1



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria hasil



Keperawatan Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan



Intrvensi 1. Bantu klien membuka



bersihan jalan



keperawatan selama 3x24



jalan napas dengan



napas b.d sekret



Jam maka ketidakefektifan



menggunakan chin



yang tertahan



jalan nafas dapat teratasi



lift/ teknik



atau sisa sekret



dengan kriteria hasil :



menganggkat dagu.



a. Mempunyai jalan napas yang paten b.  Mengeluarkan sekresi secara efektif c. Mempunyai irama dan frekuensi (1624x/menit) d. Pernapasan dalam



2. Bantu klien memberikan nasopharyngel aerway. 3. Monitor setatus respirasi dan oksigen 4. Ajarkan cara batuk secara obektif



rentang yang 2



Ansietas b.d



normal. Setelah dilakukan tindakan



1. Bantu pasien untuk



stress



keperawatan selama 3 x 24



mengidentifikasi



jam maka ansietas dapat



situasi yang mampu



teratasi dengan criteria



membuat ceas itu



hasil :



datang.



a. b.



Tingkat kecemasan klien menurun



yang dibutuhkan oleh



Klien tidak sulit lagi



klien



untuk tidur c.



3



2. Control faktor cemas



3. Indentifikasi apabila



Raut wajahnya



tingkat kecemasan



kembali normal



berubah.



Ketidakbersihan



Setelah dilakukan tindakan



pola napas b.d



keperawatan kepada klien



hiperventilasi



selama 2x24 jam maka pola napas klien kembali efektif dengan kriteria hasil: a. Klien tidak hiperventilasi b. Membuhkan alat bantu pernapasan



1. Pantau adanya pucat atau sianosis 2. Pantau efek obat pada status respirasi 3. Informasikan kepada klien atau keluarga, maka tidak boleh merokok diruangan. 4. Pantau pola



pada saat-saat



pernapasan



tertentu.



(beradipnea, takipnea,



c. Klien tidak memiliki



hiperfentilasi)



napas pendek. d. Klien punya kemudahan dalam 4



Gangguan pola



bernapas. Setelah dilakukan tindakan



tidur b.d suhu



keperawatan selama 3 x 24



dan kelembaban



jam maka gangguan pola



2. Instruksi pasien untuk



lingkungan



tidur dapat teratasi dengan



mengatur pola tidur



sekitar



criteria hasil : a. Jam tidurnnya kembali normal b. Kualitas tidurnya membaik c. Pola tidurnya teratur



1. Tentukan tidur pasien/ pola aktifitas



3. Bantu pasien untu mengeliminasi situasi stress sebelum tidur.



IMPLEMENTASI Nama klien      :    Bpk.E                                                   No.RM     : 14052 Umur               :    57 tahun                                               Alamat     : kulon progo Bangsal           :    Melati                                                  Dx. Medis : Asmatikus No 1



Tanggal Waktu 25-4-20 08.00



Implementasi 25 april 2020 ; 08.00



Evaluasi 25 april 2020 ; 14.00(Jam akir dinas)



1. Membantu klien membuka jalan napas



S: Klien mengatakan masih



dengan menggunakan



sedikit sesak



chin lift/ teknik menganggkat dagu.



O: Klien masih terlihat sulit untuk bernafas



2. Membantu klien memberikan



A: Tujuan belum tercapai



nasopharyngel aerway.



P: Lanjutkan intervensi: 1. Bantu klien membuka jalan



3. Memonitor setatus respirasi dan oksigen



napas dengan menggunakan chin lift/ teknik menganggkat dagu. 2. Bantu klien memberikan



4. Mengajarkan cara batuk secara obektif



nasopharyngel aerway. 3. Monitor setatus respirasi dan oksigen 4. Ajarkan cara batuk secara



2



25-4-20



09.30



25 april 2020 ; 09.30



obektif 25 april 2020 ; 14.00



1. Memantau



S:Klien mengatakan saat



kecepatan,



bernafas masih berbunyi



irama,   kedalama



mendengkur



n dan usaha respirasi



O:Saat di auskultasi terdengar suara mendengkur dari



2.  Memantau



pernafasan klien



respirasi yang berbunyi seperti



A: Tujuan belum tercapai



mendengkur P: Lanjutkan intervensi: 3. Mengkaji insersi jalan napas



1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi 2. Pantau respirasi yang berbunyi seperti mendengkur 3. Kaji insersi jalan napas



3



25-4-20



10.15



25 april 2020 ; 10.15 1. Memantau adanya pucat atau sianosis 2. Memantau efek obat



25 april 2020 ; 14.00 S : Klien mengatakan pernapasanya belum stabil. O : Klien terlihat sedikit pucat.



pada status respirasi A : Tujuan belum tercapai. 3. Menginformasikan kepada klien atau keluarga, tidak



P : Lanjutkan intervensi : 1. Pantau adanya pucat atau



boleh merokok diruangan.



sianosis 2. Pantau efek obat pada status respirasi



4. Memantau pola



3. Informasikan kepada klien



pernapasan



atau keluarga, maka tidak



(beradipnea,



boleh merokok diruangan.



takipnea, hiperfentilasi)



4. Pantau pola pernapasan (beradipnea, takipnea, hiperfentilasi)



4



25-4-20



11.00



25 april 2020 ; 11.00 1.



25 april 2020 ; 14.00



Menentukan tidur S:Klien mengatakan tidurnya pasien/ pola



sedikit nyenyak dari hari



aktifitas



kemarin O:Klien terlihat sedikit segar



2.



Menginstruksi pasien untuk



A:Tujuan belum tercapai



mengatur pola tidur



P:Lanjutkan intervensi 1. Tentukan tidur pasien/



3.



Membantu pasien untuk mengeliminasi situasi stress sebelum tidur.



pola aktifitas 2. Instruksi pasien untuk mengatur pola tidur 3. Bantu pasien untuk mengeliminasi situasi stress sebelum tidur.



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Asma adalah suatu peradangan pada bronkus oleh reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap allergen.Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus.(Sukarmin,2009). Status Asmatikus adalah asma tang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional (Smelzer,2001). Manifestasi klinis status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada asma hebat-pernafasan labored,perpanjangan ekhalasi,perbesaran vena leher,mengi.Namun,lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan.Dengan makin besarnya obstruksi,mengi dapat hilang,yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernafasan.



5.2 Saran Saat melaksakan pengkajian pada klien status asmatikus untuk mempertahankan keluhan yang dirasakan oleh klien,dan yang paling penting adalah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dan keluarga



klien.Dan



sebelum



membuat



perencanaan



hendaknya



memperhatikan aspek perawatan ,yaitu boi,psiko,social dan spiritual.



perawat



DAFTAR PUSTAKA



Chang,Ester. Patofisiologi



Aplikasi



Pada



Praktik



Keperawatan. EGC



:



Jakarta.Kosasih, Alvin. 2008. Muttaqin, Arif. 2008.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Kosasih,



Alvin.



2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru



Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta: Sagung Seto. Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi Dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.