Askep Transkultural Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA PADA KLIEN MENJELANG AJAL DAN SETELAH KEMATIAN



OLEH KELOMPOK IV MARGIATI



MARNIATI



MARTINA



MARWAN



MOH.RAMLI



NASRUL



STIKES WIDYA NUSANTARA PALU PRODI S1 KEPERAWATAN 2014 / 2015



KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah yang maha kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan segala keterbatasan. Berdasarkan tugas matakuliah Transkultural , maka dalam rangkah pemenuhan kebutuhan, kami telah berusaha untuk menyajikan dalam bentuk yang sederhana untuk digunakan dalam lingkungan sendiri guna memenuhi kewajiban kami sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas Transkultural pada tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, namun mudah-mudahan sumbangan pemikiran ini dapat bermanfaat bagi pembaca mengenai Asuhan Keperawatan Lintas Budaya dengan klien menjelang ajal dan setelah kematian Akhirnya dengan tulus hati Kami mengucapkan terima Kasih Yang sebesar- besarnya kepada Semua Pihak Yang telah membantu Proses penyelesain Makalah ini. Kami akan sangat menghargai dan berterima kasih apa bila berkenan memberikan kritik atau tanggapan yang berguna bagi penyempurnaan yang lebih lanjut.



Palu, Desember 2014 Kelompok penyusun



DAFTAR ISI Halaman Judul ...................................................................................................... Kata Pengatar ....................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................... BAB I



PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................ B. Tujuan Penulisan ..............................................................................



BAB I



LANDASAN TEORITIS .................................................................... A. Tinjauan Teoritis .............................................................................. Konsep dalam transkultural......................................................... Proses Keperawatan Trsankultural ............................................. Pengkajian .................................................................................. Diagnosa Keperawatan................................................................ Perencanaan Keperawatan ........................................................ Evaluasi ...................................................................................... B. Konsep Dasar menjelang Ajal; dan setelah kematian ...................... Menjelang ajal ............................................................................ Kematian……………………………………………………… C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Terminal Ca.Mamae……......



BAB III PEMBAHSANAN KASUS …………………………………………. BAB IV PENUTUP ........................................................................................... Kesimpulan .................................................................................... Saran-saran .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA Lampiran



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian. Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)



B.



Tujuan 1. Tujuan umum Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian. 2. Tujuan khusus a) Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan. b) Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural c) Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian d) Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien e) Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart keperawatan



BAB II LANDASAN TEORI



A.



KONDEP TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN 1. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat, 1986) Wujud-wujud kebudayaan antara lain : 1. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan 2. Kompleks aktivitas atau tindakan 3. Benda-benda hasil karya manusia Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat. Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya. Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan



2.



fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural Konsep dalam transcultural nursing adalah : a) Budaya Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. b) Nilai budaya. Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan c) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan d) Etnosentris Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik e) Etnis. Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim f) Ras Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid. g) Etnografi: Ilmu budaya Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu. h) Care. Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia i) Caring Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia



j) Culture care Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai k) Cultural imposition Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain. Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu : a) anusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). b) Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995). c) Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim



3.



seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. d) Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:  Cara I : Mempertahankan budaya Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.  Cara II : Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien



sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.  Cara III : Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut. Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu: 1. Faktor teknologi (technological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini. 2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors ) Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara



3.



4.



5.



6.



7.



pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors ) Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways ) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors ) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ) Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat. Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. Faktor pendidikan ( educational factors ) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat



4.



belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali. Prinsip-prinsip pengkajian budaya:  Jangan menggunakan asumsi.  Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus.  Menerima dan memahami metode komunikasi.  Menghargai perbedaan individual.  Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.  Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi. Instrumen Pengkajian Budaya Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya: a. Sunrise model (Leininger) Yang terdiri dari komponen: 1) Faktor teknbologi (Technological Factors)  Persepsi sehat-sakit  Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan  Alasan mencari bantuan/pertolongan medis  Alasan memilih pengobatan alternative  Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan 2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)  Agama yang dianut  Status pernikahan  Cara pandang terhadap penyebab penyakit  Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan 3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)  Nama lengkap & nama panggilan  Umur & tempat lahir,jenis kelamin  Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga  Pengambilan keputusan dalam Keluarga



4)



5)



6)



7)



5.



Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)  Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas  Bahasa yang digunakan  Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan  Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors) Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi:  Peraturan dan kebijakan jam berkunjung  Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu  Cara pembayaran Faktor ekonomi (Economical Factors)  Pekerjaan  Tabungan yang dimiliki oleh keluarga  Sumber biaya pengobatan  Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.  Patungan antar anggota keluarga Faktor Pendidikan (Educational Factors)  Tingkat pendidikan klien  Jenis pendidikan  Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif  Pengetahuan tentang sehat-sakit



Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : a) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur b) gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural



6.



c) ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :  mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,  mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan  merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan. Cultural care preservation/maintenance  Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat  Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien  Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat Cultural care accomodation/negotiation  Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien  Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan  Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. Cultual care repartening/reconstruction  Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya  Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok  Gunakan pihak ketiga bila perlu  Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua  Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan



7.



B.



Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik. Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien



KONSEP DASAR MENJELANG AJAL( SAKRATUL MAUT ) DAN SETELAH KEMATIAN 1. Menjelang ajal (dying) a) Definisi Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti mendekati kematian. Dengan kata lain, dying adalah proses ketika individu semakin mendekati akhir hayatnya. Atau disebut proses kematian. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh sakit yang parah / terminal, atau oleh kondisi lain yang berujung pada kematian individu. b) Tahapan Menjelang Ajal Elisabeth Kubler-Ross, seorang ahli kejiwaan dari Amerika, menjelaskan secara mendalam respons individu dalam menghadapi kematian. Berdasarkan pandangannya, Kubler-Ross menyatakan bahwa respons tersebut: Tidak selamanya berurutan secara tetap, dapat tumpang tindih, lama tiap tahap bervariasi, perlu perhatian perawat secara penuh dan cermat. Ada pula fase ketidaktahuan dan ketidakpastian yang dikemukakan oleh Sporken dan Michels (P.J.M.Stevens, 1999). Akan tetapi, kali ini akan dibahas lima fase menjelang kematian menurut Kubler-Ross. Secara umum, ia membedakan respons tersebut menjadi 5 fase (Tailor dkk.,1989), yaitu:















Penyangkalan dan isolasi  Penyangkalan dan Isolasi. Karakteristiknya antara lain :  Menunjukkan reaksi penyangkalan secara verbal, “ Tidak, bukan saya. Itu tidak mungkin.”  Secara tidak langsung pasien ingin mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia.  Merepresi kenyataan.  Mengisolasi diri dari kenyataan.  Biasanya begitu terpengaruh dengan sikap penolakannya .  Tidak begitu memperhatikan fakta-fakta yang dijelaskan padanya.  Mensupresi kenyataan.]  Meminta penguatan dari orang lain untuk penolakannya.  Gelisah dan cemas. Tugas perawat pada tahap ini adalah :  Membina hubungan saling percaya.  Memberi kesempatan klien untuk mengekspresikan diri dan menguasai dirinya.  Melakukan dialog di saat klien siap, dan menghentikannya ketika klien tidak mampu menghadapi kenyataan.  Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan memberinya kesempatan untuk bermimpi tentang hal-hal yang menyenangkan. Marah  Marah. Karakteristiknya antara lain:  Mengekspresikan kemarahan dan permusuhan.  Menunjukkan kemarahan, kebencian, perasaan gusar, dan cemburu.  Emosi tidak terkendali.  Mengungkapkan kemarahan secara verbal “ Mengapa harus aku?” Dilihat dari sudut pandang keluarga dan staf rumah sakit, kondisi ini sangat sulit diatasi karena kemarahan terjadi



di segala ospek dan diproyeksi pada saat yang takterduga.  Apaun yang dilihat atau dirasa akan menimbulkan keluhan pada diri individu.  Menyalahkan takdir.  Kemungkinan akan mencela setiapa orang dan segala hal yang berlaku.  Tugas perawat adalah :  Menerima kondisi klien.  Berhati-hati dalam memberikan penilaian ,mengenali kemarahan dan emosi yang takterkendali.  Membiarkan klien mengungkapkan kemarahannya.  Menjaga agar tidak terjadi kemarahan destruktif dan melibatkan keluarga.  Berusaha menghormati dan memahami klien,memberinya kesempatan memperlunak suara dan mengurangi permintaan yang penuh kemarahan.  Tawar-menawar  Tawar-menawar. Karakteristiknya adalah :  Kemarahan mulai mereda.  Respons verbal ‟‟Yah benar aku,tapi …”  Melakukan tawar- menawar /barter,misalnya untuk menunda kematian.  Mempunyai harapan dan keinginan.  Terkesan sudah menerima kenyataan.  Berjanji pada Tuhan untuk menjadi manusia yang lebih baik.  Cenderung membereskan segala urusan.  Tugas perawat adalah sedapat mungkin berupaya agar keinginan klien terpenuhi.  Depresi  Depresi. Karakteristiknya antara lain :  Mengalami proses berkabung karena dulu ditinggalkan dan sekarang akan kehilangan nyawa sendiri.  Cenderung tidak banyak bicara, sering menangis.







Klien berada pada proses kehilangan segala hal yang ia cintai.  Tugas perawat adalah :  Duduk tenang disamping klien.  Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan kedudukannya.  Tidak terus-menerus memaksa klien untuk melihat sisi terang suatu keadaan.  Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.  Memberi dukungan dan perhatian pada klien ( misal : sentuhan tangan, usapan pada rambut ,dll ).  Penerimaan  Penerimaan. Karakteristiknya antara lain :  Mampu menerima kenyataan.  Merasakan kedamaian dan ketenangan.  Respons verbal, “Biarlah maut cepat mengambilku, karena aku sudah siap.”  Merenungkan saat-saat akhir dengan pengharapan tertentu.  Sering merasa lelah dan memerlukan tidur lebih banyak.  Tahap ini bukan merupakan tahap bahagia, namun lebih mirip perasaan yang hampa.  Tugas perawat adalah :  Mendampingi klien.  Menenangkan klien dan meyakinkannya bahwa Anda akan mendampinginya sampai akhir.  Membiarkan klien mengetahui perihal yang terjadi pada dirinya. Upaya yang dapat perawat lakukan ketika klien melalui kelima tahap tersebut adalah menjadi katalisator agar klien dapat mencapai tahap akhir. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan mengenali dan memenuhi kebutuhan klien, mendorong dan member klien kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan emosinya secara bebas , selalu siap membantu klien, dan menghormati perilaku klien (Taylor dkk.,1989).



c)



Dampak sakit Penyakit yang diderita klien, dapat berdampak khusus pada klien maupun keluarga. Secara umum, dampak sakit pada klien dan keluarga dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Dampak sakit pada diri klien dan keluarga KLIEN



Menderita sampai saat kematian tiba; memerlukan bantuan dan dukungan dalam melewati masamasa tersebut. Memutuskan perawatan yang akan dijalani. Mendapat dukungan untuk setiap keputusan yang diambilnya. Dengan kata lain ada kecenderungan keluarga untuk memenuhi semua keinginannya.



KELUARGA Berpartisipasi aktif dalam perawatan untuk penyembuhan klien. Memperoleh dukungan dan perhatian selama proses berduka.



2. Kematian ( death ) a) Definisi Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara definitive, kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang tentang definisi kematian, yakni:  Kematian  kematian otak,yakni kerusakan otak yang tidak dapat pulih  kematian klinik, yakni kematian orang tersebut ( Rapor,2002 ).  Pandangan tentang kematian  Seiring waktu pandangan masyarakat tentang kematian mengalami perubahan. Dahulu kematian cenderung dianggap sebagai hal yang menakutkan dan tabu. Kini kematian telah dipandang sebagai hal yang wajar dan merupakan proses normal kehidupan.



 Tanda-tanda kematian Tanda-tanda kematian terbagi kedalam tiga tahap, yakni menjelang kematian, saat kematian, dan setelah kematian. Mendekati kematian. Tanda-tanda fisik menjelang kematian meliputi : - Penurunan tonus otot  Gerakan ekstremitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada kaki dan ujung kaki.  Sulit berbicara  Tubuh semakin lemah  Aktivitas saluran pencernaan menurun sehingga perut membuncit  Otot rahang dan muka mengendur  Rahang bawah cenderung menurun  Sulit menelan, reflex gerakan menurun  Mata sedikit terbuka - Sirkulasi melemah  Suhu tubuh pasien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien terasa dingin dan lembap  Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu atau pucat  Nadi mulai tidak teratur, lemah dan cepat  Tekanan darah menurun  Peredaran darah perifer terhenti - Kegagalan fungsi sensorik  Sensari nyeri menurun atau hilang  Pandangan mata kabur/berkabut  Kemampuan indera berangsur-angsur menurun  Sensasi panas, lapar, dingin dan tajam menurun - Penurunan / kegagalan fungsi pernapasan  Mengorok (death rattle) / bunyi napas terdengar kasar  Pernapasan tidak teratur dan berlangsung melalui mulut  Pernapasan Cheyne stokes



C.



 Saat kematian. Fase ini ditandai dengan : - Terhentinya pernapasan, nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak berfungsinya paru,jantung dan otak ). - Hilangnya respons terhadap stimulus eksternal. - Hilangnya control atas sfingter kandung kemih dan rectum (inkontinensia) akibat peredara yang terhambat; kaki dan ujung hidung menjadi dingin. - Hilangnya kemampuan pancaindera; hanya indera pendengaran yang paling lama dapat berfungsi (Stevens,dkk.,2000). - Adanya garis daftar pada mesin elektroensefalografi menunjukkan terhentinya aktivitas listrik otak untuk penilaian pasti suatu kematian.  Setelah kematian. Fae ini ditandai dengan : - Rigor mortis (kaku). Tubuh menjadi kaku 2-4 jam setelah kematian. - Algor mortis (dingin). Suhu tubuh perlahan-lahan turun. - Livor mortis (post-mortem decomposition). Perubahan warna kulit pada daerah yang tertekan; jaringan melunak dan bakteri sangat banyak - Setelah klien meninggal, perawat bertugas melakukan perawatan pada jenazahnya. Disamping itu, perawat juga bertugas memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan orang terdekat klien. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TERMINAL CA.MAMAE 1. Pengertian Pasien Terminal Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, dan sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan



bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang dapat didiskusikan, bahkan lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju kematian yang lebih baik. Proses menuju kematian (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup. Kematian atau ajal (death) adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami sepertipenyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan. Istilah lain yang sering digunakan adalah meninggal, wafat, tewas, atau mati.



2. Konsep Kanker Payudara a) Anatomi dan Fisiologi Payudara merupakan bagian dari organ reproduksi yang fungsi utamanya mensekresi susu untuk nutrisi bayi. Payudara terdiri dari jaringan duktural, jaringan fibrosa yang mengikat lobus-lobus, dan jaringan lemak didalam dan diantara lobuslobus. Sekitar 85% darijaringan yang terdapat di payudara terdiri dari lemak. Payudara pada pria dan wanita adalah sama sampai masa pubertas, namun pada wanita terdapat hormon estrogen dan hormon lainnya yang dapat mempengaruhi perkembangan payudara pada wanita. Pada wanita perkembangan payudara aktif sedangkan pada pria kelenjar dan duktus mammae kurang berkembang dan sinus berkembang tidak sempurna. Pada payudara terdapat tiga bagian utama yaitu: Korpus, Areola, Papila mamaria b)



Pengertian Kanker Kanker merupakan buah dari perubahan sel yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan tidak terkontrol. Peningkatan jumlah sel tak normal ini umumnya membentuk benjolan yang disebut tumor atau kanker. Tidak semua tumor bersifat kanker. Tumor yang bersifat kanker disebut tumor ganas, sedangkan yang bukan kanker disebut tumor jinak. Tumor jinak biasanya merupakan gumpalan lemak yang terbungkus dalam suatu wadah yang menyerupai kantong. Sel tumor jinak tidak menyebar ke bagian lain pada tubuh penderita. Diantara semua jenis kanker, kanker payudara adalah salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi. Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh dan berubah menjadiganas. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di payudara. Kanker payudara dapat terjadi dibagian mana saja dalam payudara, tetapi mayoritas terjadi pada kuadran atas terluar di mana sebagian besar jaringan payudara terdapat. Kanker payudara bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Pada kasus kanker payudara terdapat benjolan kanker yang apabila tidak dibuang atau terkontrolsel kanker tersebut bisa menyebar lewat aliran darah maupun sistem getah bening, sering kali sel-sel tumor dan racun yang dihasilkan keluar dari



kumpulannya dan menyebar ke bagian lain tubuh. Sel-sel yang menyebar ini kemudian akan tumbuh berkembang di tempat baru, yang akhirnya membentuk segerombolan sel tumor ganas atau kanker baru. Proses ini disebut metastasis. Metastasis bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak maupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paruparu, hati, kulit, dan bawah kulit. Kanker payudara akan memperlihatkan kekhasannya dalam menyerang penderitanya. Keganasan kanker ini ditunjukkannya dengan menyerang sel-sel nomal di sekitarnya, terutama sel-sel yang lemah. Sel kanker akan tumbuh pesat sekali, sehingga payudara penderita akan membesar tidak seperti biasanya. Kanker payudara biasanya dimulai pada sel di lobules, kelenjar yang memproduksi susu, atau pada duktus saluran kelenjar susu, saluran yang menghubungkan lobulus ke papila mamaria. c)



Etiologi Etiologi dari kanker payudara belum diketahui secara pasti karena sifatnya yang multifaktoral. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat memunculkan resiko kanker payudara, faktor-faktor tersebut antara lain:  Usia  Tinggi badan  Faktor genetik (keturunan)  Hormon  Pernah menderita penyakit payudara lainnya  Menarke dini  Nulipara dan usia maternal  Menopause pada usia lanjut  Kontrasepsi oral  Masukan alkohol setiap hari  Pernah mengalami radiasi di daerah dada  Riwayat infeksi atau trauma  Obesitas pasca menopause.  Bahan kimia



d) Patofisiologi Transformasi sel – sel kanker dibentuk dari sel – sel normal dalam suatu proses yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam



bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen,yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari, tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,menyebabkan sel lebih rentan trehadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. Pada tahap promosi suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi oleh karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen). Setelah suatu sel mengalami transformasi selanjutnya pada sel tersebut akan terjadi mutasi gen. Dengan terjadinya mutasi gen tersebut maka sel-sel yang ada di payudara menjadi terus berkembang biak dan bertambah banyak secara tidak terkendali. Sel-sel yang terus berkembang biak itupun kemudian menginfiltrasi jaringan sekitar dikarenakan jumlahnya yang semakin banyak. sambil menginfiltrasi, sel-sel inipun merusak jaringan sekitar yang ada di payudara. Diantara sel-sel yang menginfiltrasi tersebut terdapat juga neoplasma ganas yang mengenai payudara. Apabila neoplasma ganas ini telah menyerang payudara maka selanjutnya yang terjadi adalah kanker payudara. Pada kanker payudara terdapat tiga keadaan yang terjadi yaitu obstruksi sirkulasi, infiltrasi ke pembuluh limfe, dan peningkatan kebutuhan jaringan. Pada obstruksi sirkulasi keadaan yang selanjutnya terjadi adalah hipoksia pada sel kanker yang terjadi karena sel-sel yang ada pada tubuh tersebut tidak mendapat asupan oksigen yang seharusnya didapatkan dari darah, hal ini dikarenakan adanya obstruksi tersebut. Setelah terjadi hipoksia maka selanjutnya munculah jaringan nekrosis yang dapat menyebabkan perubahan pada payudara. Pada infiltrasi ke pembuluh limfe, keadaan yang terjadi adalah adanya bendungan pada limfe setempat yang menyebabkan edema di sekitar tumor. Dengan adanya edema tersebut maka akan muncul benjolan yang dapat terlihat dengan jelas, benjolan ini dinamai peau d‟orange. Peau d‟orange adalah tanda kanker payudara yang berupa gambaran seperti kulit jeruk karena metastasis sel tumor pada saluran limfe kulit. Munculnya peau d‟orange ini tentunya menyebabkan gangguan integritas kulit.



Pada keadaan peningkatan kebutuhan jaringan terjadilah hipermetabolik jaringan yang dikarenakan pada saat kanker payudara terjadi kebutuhan tubuh tubuh akan nutrisi tentunya akan meningkat, dan apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul gangguan kebutuhan nutrisi yang dapat dilihat tau dimanifestasikan dari penurunan massa otot dan massa tubuh penderita kanker payudara. e) Manifestasi klinis Manifestasi klinis yang terdapat pada penderita kanker payudara ialah:  Terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri  Keluar cairan abnormal dari puting susu yang dapat berupa nanah, darah, dan cairan encer  Ada perlengketan dan lekukan pada kulit sekitar payudara  Perubahan warna atau tekstur kulit pada payudara  Edema dengan peau d‟orange pada payudara  Adanya benjolan atau massa di ketiak yang menyebabkan perubahan ukuran atau bentuk payudara  Payudara tampak kemerahan dan kulit disekitar puting susu bersisik  Terasa gatal dan disertai pembengkakan salah satu payudara  Terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama  Rasa tidak enak dan tegang  Areola tertarik ke dalam (retraksi areola)  Pembengkakan local di daerah sekitar payudara  Konsistensi payudara yang keras dan padat  Pada stadium lanjut, bisa timbul nyeritulang, penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau ulserasi kulit. f) Stadium Stadium dalam kanker adalah suatu cara yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kankeryang meliputi letak, sampai dimana penyebarannya, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap organ tubuh yang lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penujang lainnya seperti histopatologi atau PA, rontgen, USG, dan bila memungkinkan dengan CT Scan,MRI. Berikut adalah pembagian stadium pada kanker payudara. 1. Stadium I Pada stadium ini Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang di bawahnya (otot), besar tumor 1 - 2 cm dan tidak dapat terdeteksi dari



luar. Kelenjar getah bening regional belum teraba. Perawatan yang sangat sistematis diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak berlanjut pada stadium selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%. 2. Stadium II Pada stadium ini tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm, sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %. 3. Stadium III A Keadaan di stadium ini ialah Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10 cm, tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain. 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini. 4. Stadium IIIB Pada stadium ini tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara), ulserasi, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2-5 cm. Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. 5. Stadium IV Pada stadium ini tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supraklavikula dan metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet menyerang bagian tubuh lainnya,biasanya tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, dan kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara. Tujuan pengobatan pada stadium ini adalah paliatif bukan lagi kuratif (menyembuhkan) g) Pencegahan Terdapat beberapa upaya pencegahan untuk mencegah terjadinya kanker payudara. Upaya tersebut antara lain: 1. Pencegahan primordial Upaya ini dimaksudkan dengan memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Upaya pencegahan ini



sangat kompleks dan tidak hanya merupakan upaya dari pihak kesehatan saja. Upaya pencegahan pada tingkat promordial ini lebih ditekankan pada upaya promosi kesehatan yang ditujukan pada orang yang sehat melalui upaya pola hidup sehat. 2. Pencegahan Primer Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang yang memiliki resiko untuk terkena kanker payudara. Upaya ini dilakukan melalui upaya menghindarkan diri dari berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker payudara. Beberapa cara yang dilakukan adalah :  Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak mengandung vitamin yang dapat melindungi tubuh dari kanker.  Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi  Konsumsilah makanan yang banyak mengandung serat.  Makanlah produk kedelai seperti tahu dan tempe. Kedelai selain mengandung flonoid yang berguna untuk mencegah kanker, juga mengandung genestein yang berfungsi sebagai estrogen nabati (fitoestrogen). Estrogen nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker.  Kurangi makan makanan yang diasinkan, dibakar, diaasap atau diawetkan dengan nitrit. Makanan tersebut dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat berubah menjadi karsinogen aktif.  Hindari alkohol dan rokok.  Pengontrolan berat badan dengan diet seimbang dan olahraga akan mengurangi resiko terkena kanker payudara.  Hindari stress.  Lakukan “sadari”. Kaum perempuan harus mewaspadai setiap perubahan yang terjadi pada payudaranya. Untuk mengetahui perubahan-perubahan tersebut, ada cara sederhana yang disebut "sadari" atau periksa payudara sendiri. Pada wanita produktif, sadari harus dilakukan sebulan sekali, 5-7 hari setelah haid berakhir, karena saat ini pengaruh hormonal estrogen progesteron sangat rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam keadaan tidak oedema sehingga lebih mudah meraba adanya tumor atau kelainan.



3.



Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat kanker payudara dengan mengidentifikasi kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker payudara dan deteksi dini pada individu yang tanpa gejala.Pencegahan sekunder pada kanker payudara dapat dilakukan dengan skrining melalui mammografi yang diklaim memiliki akurasi 90% untuk menentukan kanker payudara. 4. Pencegahan Tersier Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis, dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. h) Penatalaksanaan Pentalaksanaan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan ialah: 1. Terapi secara pembedahan a. Mastektomi partial Mastektomi pasrtial merupakan tindakan konservatif terhadap jaringan payudara yang terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan statusKGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut jugas ebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif ini merupakan terapi standar untuk kanker payudara invasif stadium I atau II.



b.



Modified Radical Mastectomy Modified radical mastectomy dilakukan untuk mempertahankan M. pectoralis mayor dan M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia. 2. Terapi secara medikalis (non-pembedahan) 1. Radioterapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy. Radiasi adjuvant diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIA, atau IIB setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi. Pada kanker payudara lanjut (Stadium IIIa atau IIIb) dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi, maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan. 2. Kemoterapi Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada kanker payudara tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan dallam kemoterapi iniialah adanya invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikankemoterapi adjuvan. 3. Terapi anti-estrogen Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi. Terapi antiestrigen ini dilakukan dengan menggunakan tamoxifen. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat, nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan yang dapat terjadi pada penggunaan tamoxifen.



 3.



Terapi antibodi anti-HER2/neu Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua kanker payudara yang baru didiagnosis saat ini direkomendasikan. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan.



BAB III PEMBAHASAN I.



KASUS : Ny.R adalah seorang wanita lemah yang berusia 88 tahun. Suaminya, meninggal 14 tahun yang lalu akibat cedera serebrovaskuler. Ny. P tinggal dirumahnya bersama anaknya hingga satu tahun yang lalu. Ketika klien pertama kali di diagnosis kanker payudara , klien sempat berobat alternatif ke beberapa tempat, namun tidak ada perubahan hingga klien hrus menjalanai pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Selama sakit klien selalu control dirumah sakit. Saat ini kanker yang di deritanya sudah bermetastase. Klien diinformasikan bahwa harapan hidupnya hanya tinggal kurang dari setahun, pada suatu saat tiba-tiba kondisinya menurun dan mengalami kondisi yang terminal, pasien mengalami penurunan keyakinan terhadap tuhannya dan keluarganya pun mengalami kecemasan akan kondisi terminal yg dihadapi klien.



II. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang: 1) Identitas pasien Identitas yang kita kaji disini ialah identitas pasien dan identitas penanggung jawab. Identitaspasien berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis. Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji ialah identitas penanggung jawab pasien. Identitas penanggung jawab setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien. Identitas penanggung jawab perlu untuk dikaji untuk mendapatkan kemudahan baik terhadap perawat maupun pasien. 2) Riwayat kesehatan a. Riwayat penyakit sekarang Saat ini klien menderita kanker payudara stadium IV dan hampir tidak memiliki harapan untuk hidup. Pada saat ini tumor sudah meluas dalam payudara dan melekat pada kulit atau dinding dada dan juga sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula. Selain itu pada kondisi



ini metastasis kanker sudah sangat jauh dan sel-sel kanker sudah sangat menyebar ke bagian tubuh yang lain. Sel-sel kanker tersebut menyerang bagian tubuh lainnya yaitu tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, dan kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. b. Riwayat penyakit dahulu Hal yang perlu dikaji ialah apakah klien memiliki penyakit payudara lainnya sebelum ia menderita kanker payudara ataupun penyakit lain pada payudara yang dapat mengakibatkan resiko kanker payudara. dikarenakan dengan adanya penyakit pada payudara, berarti payudara tersebut telah terganggu. Komplikasi yang terburuk dari hal ini adalah kanker payudara. Selain itu seseorang yang payudaranya pernah ditangani mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita kanker payudara. Selain penyakit payudara terdahulu hal lain yang perlu dikaji ialah siklus menstruasi klien dan kapan kehamilan atau melahirkan anak pertama. Pada siklus menstruasi yang perlu dikaji disini ialah kapan menstruasi pertama dialami oleh klien dan kapan klien mengalami menopause (pada klien yang berusia lanjut). Selain tu perlu juga dikaji kapankah klien mengalami kehamilan atau melahirkan anak pertama. c. Riwayat penyakit keluarga Kaji apakah klien memiliki keluarga yang menderita kanker payudara sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan karena salah satu faktor resiko kanker payudara adalah faktor genetik. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga yang menderita kanker payudara memiliki risiko 2-3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar apabila keluarga tersebut menderita kanker bilateral atau pramenopause. 3) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan Head to Toe dan hasil yang didapat pada pemeriksaan ini adalah: a. Pasien kurang rensponsif b. Fungsi tubuh melambat c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja d. Rahang cendrung jatuh e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal



f.



Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah g. Kulit pucat h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya 4) Kaji masalah kebutuhan fisiologis yang dihadapi pasien. Masalah fisiologis yang mungkin dihadapi adalah: a) Problem Oksigenisasi: respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler. b) Problem Nutrisi dan Cairan: asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun. c) Problem suhu: terjadi penurunan suhu tubuh terutama pada bagian ekstremitas yang terasa dingin. d) Problem Sensori: Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun. e) Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan. f) Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkanØ masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering 5) Faktor-faktor lain yang perlu dikaji a) Faktor fisik Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.



b) Faktor psikologi Perubahan psikologi tentunya akan dihadapi oleh klien terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Disini peran perawat sangat diperlukan sebagai pendamping bagi klien. c) Faktor Sosial Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan sosial bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien. d) Faktor Spiritual Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saatsaat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin menolak dan tidak menerima keadaannya. Perawat juga harus mengetahui apakah pasien memerlukan bantuan dari pemuka agama untuk membimbing klien B. Pengkajian Transkultural  Sun Rise Model 1. Faktor Tekhnologi Persepsi Sehat Sakit Ny.R adalah seorang wanita lemah yang berusia 88 tahun. Suaminya, meninggal 14 tahun yang lalu akibat cedera serebrovaskuler, menurut Keluarga klien Ketika klien pertama kali di diagnosis kanker payudara , klien sempat berobat alternative ke beberapa tempat, namun tidak ada perubahan hingga klien hrus menjalanai pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Selama sakit klien selalu control dirumah sakit.



2. Faktor Agama Klien beragama Islam dan menikah secara Hukum Islam. Menurut keluarga saat ini klien mengalami penurunan keyakinan terhadap Tuhannya karena penyakitnya tersebut. keluarganya pun mengalami kecemasan akan kondisi terminal yg dihadapi klien, namun keluarga berusaha menerima kondisi klien dan tetap berharap klien bisa membaik 3. Faktor Sosial Nama panggilan pasien di keluarganya adalah Y, klien adalah perempuan yang berusia 88 tahun. Saat ini klien hanya tinggal dengan salah seorang anaknya. Keluarganya mengharapkan klien bisa segera sembuh. Hubungan klien dengan keluarganya cukup harmonis 4. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, sehingga pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain. Kebiasaan makan pasien adalah 3x sehari sebelum sakit . Persepsi sakit berkaitan dengan aktifitas pasien sehari-hari adalah aktifitas pasien menjadi terbatas dan tidak diperbolehkan dilakukan secara berlebihan. 5. Faktor Kebijakan dan Peraturan Yang Berlaku Peraturan waktu berkunjung di Rumah Sakit adalah jam 10.00 dan jam 16.00. Jumlah anggota keluarga yang diperbolehkan berkunjung maksimal 5 orang dan yang boleh menunggu pasien maksimal 2 orang. Cara pembayaran pasien yang di rawat inap di Rumah Sakit adalah membayar biaya pendaftaran dan pemeriksaan saat masuk dan sisanya dibayarkan setelah pasien pulang 6. Faktor Ekonomi Sumber biaya pengobatan adalah ditanggung oleh Keluarga klien sendiri, karena Keluarga tidak memiliki kartu jamkesmas. 7. Faktor Pendidikan Berdasarkan data dari buku status klien berpendidikan SMA. Konsep sehat sakit yang dipahamai Keluarga adalah bahwa sakit yang dierita klien saat ini sudah sangat parah dan Keluarga merasa cemas dengan kondisi klien saat ini karena pada saat ini tiba-tiba kondisinya menurun dan mengalami kondisi yang terminal.



C. Analisa Data No Data 1 DS: Pasien mengatakan khawatir dengan penyakitnya dan cemas menghadapi kematian.



2



3



4



DO: pasien terlihat bingung, terlihat pucat, dan terkadang menunduk sambil menangis. DS: Pasien mengatakan dirinya merasa lelah dengan penyakit yang ia hadapi. DO: pasien nampak murung, sulit mengungkapkan perasaan, dan berdiam diri DS: pasien mengatakan dirinya sedih dikarenakan ia tidak memiliki harapan untuk hidup. DO: pasien mengalami kesedihan, menutup diri, dan bingung DS: Klien mengatakan dokter telah memvonis saya hanya bias bertahan kurang dari 1 tahun Keluarga mengatakan keyakinan klien tehadap tuhan menurun



Etiologi



Masalah



Ancaman kematian



Ansietas ; Kematian



Penyakit yang diderita



Keputusasaan



Kematian yang akan dihadapi



Dukacita ,maladaftif: resiko



Kesedihan tentang diri sendiri



Distres spiritual



DO: pasien menjadi tertutup, hanya berdiam diri, dan terkadang menunjukkan kesedihan



D. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang dapat muncul pada pasien terminal kanker payudara stadium IV adalah: 1. Ansietas; Kematian (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.



2. Keputusasaan (klien) berhubungan dengan kondisi penyakit, kehilangan keyakainan terhadap nilai dan mukjizat Tuhan Berduka berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang akan dihadapi 3. Dukacita maladaftif; Resiko berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain 4. Distres Spiritual berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian. E. Rencana Intervensi Diagnosa 1. Ansietas; Kematian (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup. Tujuan : Kecemasan pasien dan atau keluarga akan berkurang / hilang. Kriteria hasil : Klien atau keluarga akan : 1. Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan. 2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup. Intervensi : Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care preservation / maintenance atau mempertahankan budaya yang dimiliki klien yang tidak bertentangan dengan kesehatan 1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya.  Berikan kepastian dan kenyamanan.  Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari pertanyaan.



 Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya.  Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif Klien yang cemas mempunpunyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. 2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang. 3. Dorong keluarga atau klien untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka. Dengan menjadi pendengar yang baik 4. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care accommodation / negotiation atau mengakomodasi /memodifikasi budaya yang dimiliki klien yang kurang menguntungkan kesehatan 1. Libatkan keluarga dalam rencana perawatan klien 2. Dorong anggota keluarga untuk hadir sesering mungkin sesuai dengan hrapan klien 3. Dorong klien untuk mengekspresikan kemarahann dan sakitnya. Serta mengizinkan klien untuk menangis dengan syarat tidak sampai mengganggu pasien lain. 4. Gunakan metode terapi SEFT untuk mengurangi kecemasan klien. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care repartening / reconstruction atau merubah total budaya yang dimiliki klien yang merugikan kesehatan 1. Berikan informasi mengenai kondisi dan prognosis klien secara sederhana sehingga klien dapat memahami dan bisa menerima keadaannya. 2. Berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan secara verbal perasaannya 3. Berikan jawaban langsung dan jujur



terhadap pertanyaan klien /



keluarga tentang proses menjelang kematian 4. Gunakan pihak ketiga bila perlu seperti teman dekat/sahabat/ustad untuk



memberikan pencerahan spritual sehingga kepercayaan terhadap Tuhan bisa menguatkan spiritual klien ( Buku Saku ; Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC, hal 51 ) Diagnosa 2. Keputusasaan (klien) berhubungan dengan kondisi penyakit, kehilangan keyakainan terhadap nilai dan mukjizat Tuhan Tujuan : Keputusasaan klien berkurang Kriteria hasil : Klien akan : 1. Klien mengugkapkan untuk hidup 2. Keyakinan terhadap Tuhan meningkatkan Intervensi : Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care preservation / maintenance atau mempertahankan budaya yang dimiliki klien yang tidak bertentangan dengan kesehatan 1. Bantu klien untuk bisa berdaptasi dengan persepsi



stersor, atau



ancaman kematian 2. Dampingi klien dalam menggali dan mengidentifikasi factor penyebab keputusasaan yang dirasakan klien 3. Berikan penguatan positif terhadap perilaku yang menunjukkan inisiatif , seperti kontak mata , membuka diri dll. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care accommodation / negotiation atau mengakomodasi /memodifikasi budaya yang dimiliki klien yang kurang menguntungkan kesehatan 1. Buat rujukan kebagian konseling spiritual, kaitannya dengan penurunana keyakinan klien terhadap nilai dab mukjizat Tuhan, jika klien mengizinkan 2. Berikan advis yang positif kepada klien tentang sikap dan cara pandanganya terhadap nilai dan keyakinan terhadap Tuhan. 3. Bantu klien untuk mengklarifikasi nilainya sendiri terhadap



penurunan keyakinannya terhadap tindakan keperawatan dan keyakinannya terhadap nilai dan keyakinan kepada Tuhan 4. Indentifikasi bentuk keinginan, semangat dan upaya bertahan hidup klien ( Buku Saku ; Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC, hal 383 - 386 ) Diagnosa 3. Dukacita maladaftif; Resiko berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain Tujuan : Pasien dan keluarga siap secara mental menghadapi kondisi dan kenyataan yang akan terjadi. Kriteria Hasil : Klien akan : 1. Mengungkapakan kehilangan dan perubahan 2. Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan 3. Menyatakan kematian akan terjadi 4. Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif , yang dibuktikan dengan cara sbb :  Menghabiskan waktu bersama klien  Mempertahankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien  Berpartisipasi dalam perawatan Intervensi : Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care preservation / maintenance atau mempertahankan budaya yang dimiliki klien yang tidak bertentangan dengan kesehatan 1.



Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan, jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang



umum dan sehat. 2.



Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu.



3.



Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif.



4.



Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur.



5.



Tingkatkan



harapan



dengan



perawatan



penuh



perhatian,



menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care accommodation / negotiation atau mengakomodasi /memodifikasi budaya yang dimiliki klien yang kurang menguntungkan kesehatan 1. Persiapkan klien dan keluarga untuk menghadapi situasional yang akan terjadi 2. Memotivasi klien secara sdar dan tidak sadar serta sikap klien terhadap tubuhnya sendiri 3. Memberikan dukungan terhadap penerimaan dan dorongan kepada klien dan keluarga selama periode stress. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care repartening / reconstruction atau merubah total budaya yang dimiliki klien yang merugikan kesehatan 1. Ajarkan klien dan keluarga tentang proses berduka yang baik 2. Diskusikan dengan keluarga pola proses berduka klien dan keluarga (sesuai agama klien) 3. Libatkan orang terdekat dalam mendiskusikan dan memutuskan sesuatu hal bila diperlukan 4. Ajurkan keluarga / klien untuk mengimplementasikan kebiasaan budaya, agama dan social yang dianut klien dan keluarga yang berhubungan dengan kelihangan, namun tidak merugikan kesehatan misalnya ; berteriak dan membenturkan kepala ke dinding , memukul-mukul tubuh



( Buku Saku ; Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC, hal 342 - 343 ) Diagnosa 4. Distres Spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian. Tujuan : Tidak terjadi distres spiritual pada pasien dan keluarga. Kriteria Hasil : 1. Klien dan keluarga mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit. Intervensi : Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care preservation / maintenance atau mempertahankan budaya yang dimiliki klien yang tidak bertentangan dengan kesehatan 1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya. 2. Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien. 3. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan. 4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo‟a bersama klien lainnya atau membaca buku keagamaan. 5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care accommodation / negotiation atau mengakomodasi /memodifikasi budaya yang dimiliki klien yang kurang menguntungkan kesehatan 1. Ajurkan keluarga / klien untuk mengimplementasikan kebiasaan budaya, agama dan social yang dianut klien dan keluarga yang



berhubungan dengan kelihangan, namun tidak merugikan kesehatan misalnya ; berteriak dan membenturkan kepala ke dinding , memukul-mukul tubuh 2. Gunakan metode SEFT untuk meningkatkan kesiapan klien menghadapi kematian 3. Berikan jaminan kepada klien bahwa perawat akan



selalu



mendampingi klien untuk mendukung klien saat klien merasakan kesakitan dan penderitaan Intervensi yang berkaitan dengan Cultural care repartening / reconstruction atau merubah total budaya yang dimiliki klien yang merugikan kesehatan 1. Anjurkan dan damping klien untuk selalu berdo‟a kepada tuhan 2. Dengarkan dan berikan klien penguatan positif terhadap pandangan klien tentang hubungan kepercayaan spiritual dan kondisi kesehatannya terutama ketika klien mengungkapakan pernyataan seperti “ Mengapa Tuhan membiarkan hal ini menimpa saya?” ( Buku Saku ; Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC, hal 735 - 740 )



F.



Implementasi Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan intervensi G. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil, termasuk di dalamnya evaluasi proses. Evaluasi dilakukan melalui catatan perkembangan.



BAB IV PENUTUP A.



Kesimpulan Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435). Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho: 153). Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh dan berubah menjadi ganas. Kanker payudara terdiri dari beberapa stadium dan stadium yang paling berbahaya adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker payudara stadium IV sel-sel kanker sudah sangat parah dan sel kanker telah menyerang anggota tubuh lain. Pada kondisi ini pasien sudah tidak mungkin disembuhkan lagi atau tidak memiliki harapan untuk hidup (terminal). dalam kondisi terminal pasien kondisi psikolgis pasien akan sangat menurun. Pada kondisi ini tiap orang mempunyai respon yang berbeda dalam menghadapi situasi dan kondisi penyakitnya. Perbedaaan tersebut didasari dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pasien yang sedang dalam kondisi terminal membutuhkan perawatan yang lebih bersifat memperbaiki dan membangun psikologis pasien, hal ini dikarenakan pasien yang sedang dalam kondisi terminal cenderung memiliki perasaan maupun prilaku yang berubah dari biasanya. Disini peran seorang perawat sangat dibutuhkan dalam membangun psikologi pasien dan membimbing pasien menuju sikap dan penerimaan yang lebih baik.



B.



Saran Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa. a. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada lansia mennjelang ajal. b. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan-pendekatan melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.



c. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien dituntut meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan pendidikan kaesehatan sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga. d. Kanker payudara adalah salah satu jenis kanker yang sering terjadi dan sering menyebabkan kematian untuk itulah diperlukan pemahaman terhadap penyakit kanker baik itu pengobatan maupun pencegahan terhadap penyakit kanker. Selain pemahaman terhadap kanker payudara diperlukan juga pemahaman terhadap perawatan pasien terminal. Hal ini diperlukan karena pada kanker payudara stadium akhir kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil. Jadi, perawat diharapkan mampu memahami dan menguasai konsep dan asuhan keperawatan terhadap kanker payudara, serta tidak lupa pula asuhan keperawatan pasien terminal terhadap kanker payudara stadium IV.



DAFTAR PUSTAKA             



Maryam,R.Siti, dkk.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:SalembaMedika. Mass,Meridean.2011.Asuhan Keperawatan Geriatrik.EGC:Jakarta. Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC. Stanley,mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerotik edisi 2.EGC:Jakarta. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005 Hidayat, Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika http://bared18.wordpress.com/2011/10/14/kanker-payudara-ca-mamae/ http://www.lenterabiru.com/2008/12/kanker-payudara.htm Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values. California : Addison Wesley Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3, cet.1 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Wahyuningsih dan Subekti. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Judith M. Wilkinson , Nancy R. Ahren Buku Saku ; Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta EGC, 2011



Lampiran METODE TERAPI SEFT APA ITU SEFT? Spiritual Emotional Freedom Technique atau SEFT dikembangkan oleh Ahmad Faiz Zainuddin, lulusan psikologi Unair yang sedang menempuh studi master di Malaysia, dari terapi asalnya, EFT (Emotional Freedom Technique) yang dikembangkan oleh Gary Craig, seorang insinyur lulusan Stanford University. Padahal, EFT sendiri merupakan tehnik terapi yang merupakan penyederhanaan dari terapi TFT (Tought Field Therapy) yang ditemukan oleh Roger Callahan, yang tidak lain adalah gurunya sendiri. Faiz menambah unsur Spiritual pada EFT, sehingga menjadi SEFT. SEFT adalah teknik penyembuhan yang memadukan keampuhan energi psikologi dengan kekuatan doa dan spiritualitas. Energi psikologi adalah ilmu yang menerapkan berbagai prinsip dan teknik berdasarkan konsep sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan perilaku seseorang. Konsep energi tubuh bisa dianalogikan dengan energi elektromagnetik pada pesawat televisi. Kita tidak dapat melihat dan merasakannya, tetapi keberadaannya dapat diketahui dari akibat yang ditimbulkan, yaitu berupa gambar hidup acara televisi yang kita tonton Gangguan kecil pada aliran sistem energi tv akan menimbulkan kacaunya proses siaran televisi. Begitu juga dengan tubuh kita, setiap sel, sistem syaraf dan organ dalam tubuh kita mengandung energi elektromagnetik. Maka sebagaimana pada sistem energi tv, gangguan



pada sistem energi tubuh kita akan menjadi pemicu utama segala macam gangguan emosi negatif seperti depresi, stress dan cemas. Dan sebagaimana telah diketahui, gangguan emosi dapat termanifestasi dalam berbagai penyakit fisik. Pemahaman sistem energi tubuh menjadi dasar ilmu pengobatan timur seperti akupunktur, akupresur, refleksiologi dan sebagainya.



Para ahli akupunktur percaya, gangguan pada sistem energi tubuh menyebabkan penyakit fisik seperti jantung, sakit kepala, sesak nafas dan sebagainya. Cara penyembuhannya dengan merangsang titik-titik tertentu yang berhubungan dengan sumber penyakit. Terdapat 361 titik akupunktur di sepanjang 12 jalur energi meridian tubuh yang sangat berpengaruh pada kesehatan kita. SEFT menyederhanakan 361 titik tersebut menjadi 18 titik yang mewakili 12 jalur utama energi tubuh. Efek doa dan spiritualitas terhadap kesembuhan penyakit telah diteliti secara mendalam oleh Dr. Larry Dossey, MD. Hasilnya menunjukkan adanya bukti ilmiah bahwa doa dan spiritualitas berpengaruh positif terhadap kesehatan. Pada penyakit yang umum sekalipun, kondisi pikiran, emosi, sikap, kesadaran, dan doa-doa yang dipanjatkan oleh atau untuk pasien sangat berpengaruh bagi kesembuhannya.Fakta-fakta ilmiah tentang keampuhan energi psikologi, kekuatan doa dan spiritualitas, menginspirasi Faiz untuk mensinergikan k eduanya menjadi terapi SEFT, yang menghasilkan efek pelipatgandaan (amplifiying effect) yang secara empiris lebih ampuh daripada EFT



CARA MELAKUKAN SEFT SEFT terdiri dari 3 langkah: 1. The Set-Up, 2. The Tune-In, 3. The Tapping 1. The Set-Up The Set-Up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan



dengan



tepat.



Langkah



ini



dilakukan



untuk



menetralisir



psychological reversal (perlawanan psikologis yang berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif), seperti :  Saya selalu gagal mencapai sesuatu  Saya tidak mungkin mampu bersaing  Saya tidak bisa lepas dari kecanduan rokok  Saya sakit hati karena orangtua selalu menyalahkan saya, dsb. Caranya dengan mengucapkan The Set-Up Words, yaitu kata-kata yang diucapkan dengan khusyu, ikhlas dan pasrah untuk menetralisir keyakinan dan pikiran negatif. Contoh kalimat set-up :“Yaa Allah… meskipun saya (menderita sakit kepala yang tak kunjung sembuh), saya ikhlas, saya pasrah pada-Mu sepenuhnya” Sambil mengucapkan kalimat di atas sebanyak tiga kali, kita menekan dada kita, tepatnya di bagian Sore Spot (Titik Nyeri = daerah di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit) ATAU mengetuk dengan dua ujung dari di bagian Karate Chop. Lihat gambar.



2. The Tune-In Untuk masalah fisik, kita melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran kita ke tempat rasa sakit dan sambil terus melakukan 2 hal tersebut, hati dan mulut kita mengatakan, „Saya ikhlas, saya pasrah … Yaa Allah..” Untuk masalah emosi, kita melakukan tune-in dengan cara memikirkan sesuatu



atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut dsb) hati dan mulut kita mengatakan, “Saya ikhlas, saya pasrah … Yaa Allah..” 3. The tapping Bersamaan dengan tune-in, kita melakukan langkah ke-3, The Tapping. Pada proses inilah (tune-in yang dibarengi tapping) kita menetralisir emosi negatif atau



rasa



sakit



fisik.



Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh kita sambil terus tune-in. Titik-titik ini adalah titik-titik kunci dari The Major Energy Meridians, yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali. Titik-titik tersebut adalah: 1.



Cr



Crown yaitu titik di bagian atas kepala



2.



EB Eye Brow, yaitu titik permulaan alis mata



3.



SE



4.



UE Under the Eye, yaitu 2cm di bawah kelopak mata



5.



UN Under the Nose, yaitu tepat dibawah hidung



6.



CB Collar Bone, yaitu diujung tempat bertemunya tulang dada, collar



Side of the Eye, yaitu di atas tulang di samping mata



bone dan tulang rusuk pertama 7.



8.



Ch



Chin, yaitu diantara dagu dan bagian bawah bibir



UA Under the Arm, yaitu dibawah ketik sejajar dengan putting susu (pria) Atau tepat dibagian tengah tali bra (wanita).



9.



BN Bellow Nipple, yaitu2,5cm di bawah putting susu (pria) atau di Perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara (wanita).



10.



IH



Inside of Hand, yaitu dibagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan



11. OH Outside of Hand, yaitu dibagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan 12.



Th



Thumb, yaitu ibu jari disamping luar bagian bawah kuku



13.



IF



Index Finger, yaitu jari telunjuk disamping luar bagian bawah kuku



(di



bagian yang menghadap ibu jari) 14. MF Middle Finger, yaitu jari tengah samping luar bagian bawah kuku



(di



bagian yang menghadap ibu jari) 15.



RF



Ring Finger, yaitu jari manis di samping luar bagian bawah kuku



(di



bagian yang menghadap ibu jari) 16.



BF



Baby Finger, yaitu di jari kelingking di samping luar bagian bawah



kuku



(dibagian yang menghadap ibu jari) 17. KC Karate Chop, yaitu di samping telapak tangan, bagian yang kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate. 18. GS Gamut Spot, yaitu dibagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking.



Khusus untuk titik terakhir, sambil men-tapping titik tersebut kita melakukan THE 9 GAMUT PROCEDURE. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang bagian



otak tertentu. Sembilan gerakan itu dilakukan sambil tapping pada salah satu titik energi tubuh yang dinamakan Gamut Spot, yang terletak diantara ruas tulang jari kelingking dan jari manis. 9 Gerakan itu adalah : 1.



Menutup mata



2.



Membuka mata



3.



Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah



4.



Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah



5.



Memutar bola mata searah jarum jam



6.



Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam



7.



Bergumam dengan berirama selama 3 detik



8.



Menghitung 1, 2, 3, 4, 5



9.



Bergumam lagi selama 3 detik



Ini adalah langkah yang terlihat aneh dan lucu. Dalam psikoterapi kontemporer, ini disebut teknik EMDR (Eye Movement Desensitization Repatterning). Setelah menyelesaikan 9 Gamut Procedure, langkah terakhir adalah mengulang lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di Karate Chop). Dan diakhiri dengan mengambil nafas panjang dan menghembuskannya, sambil mengucap rasa syukur, Alhamdullilaah.. Tapping tidak harus dilakukan secara berurutan seperti dikemukakan di atas, bisa secara acak asal dilakukan semua, dan kita boleh melakukannya pada sisi sebelah kiri atau sebelah kanan atau kedua-duanya. Tetapi dianjurkan untuk melakukannya secara berurutan dari bagian tubuh atas ke bagian bawah, seperti tadi disebutkan, agar mudah dihafal



KELEBIHAN SEFT 1. SEFT terbukti efektif, it works in the real world 2. Mudah dipelajari dan mudah dipraktikkan oleh siapa saja 3. Cepat dirasakan hasilnya 4. Sekali belajar bisa digunakan untuk selamanya pada berbagai masalah. 5. Efektivitasnya relatif permanen 6. Jika dipraktikkan dengan benar, tidak ada rasa sakit atau efek samping, jadi sangat aman dipraktikkan oleh siapapun 7. Bisa diterapkan untuk masalah fisik dan emosi apapun. 8. Konselor sekolah dapat bekerja jauh lebih efektif dan efisien dengan mempraktikkan SEFT Sumber : Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), Cara Tercepat dan Termudah Mengatasi Berbagai Masalah Fisik dan Emosi, Ahmad Faiz Zainuddin, Arga, Jakarta, 2007.



Catatan : A. Sebelum melakukan terapi Klien di anjurakan untuk minum segelas air. B. Identfikasi masalah klien, yang ingin klien hilangkan/ selesaikan. Apakah itu fobia, depresi, kecemasan, kecanduan, kurang percaya diri dll C. Menggali sebanyak mungkin aspek emosi yang ada kaitannya dengan masalah yang akan di hilangkan.misalnya: malu Karen sulit bergaul, susah bekerja karna kurang konsentrasi, marah atau kecewa Karen di bohongi atau sakau karena kecanduan



D. Kemudian mengskalakan masalah yang di hadapi klien dengan skala 0 – 10 ( 0 artinya masalah itu tidak mengganggu/selesai dan 10 masalah itu sangat mengganggu) E. Setelah itu ajukan 5 pertanyaan Kunci yaitu : 1. Sudah berapa lama anda mengalami masalah ini ? Contohnya : Sudah berapa lama anda kecanduan rokok ? atau mulai kapan anda merokok ? berapa hari anda bisa menghabiskan sebungkus rokok dalam sehari ? 2. Bagaimana hidup anda selama menyimpan masalah ini ? Contohnya : bagaimana hidup dan kesehatan anda selama anda merokok ? Apa yang ada rasakan selama ini kaitannya dengan masalah ini ? 3. Apa ruginya jika anda menyimpan masalah ini lebih lama lagi ? 4. Apakah anda ingin menghilangkan masalah ini dari diri anda sekarang juga untuk selama – lamanya ? apa alasannya ? 5. Apa yang akan terjadi jika anda terbebas dari masalah/emosi ini ? (minta klien untuk mengvisualisasikan atau membayangkan seolah – olah saat ini masalah itu sudah hilangkan saat ini. Jika sudah maka anda bisa melakukan terapi seperti yang dijelaskan diatas tadi.