Asuhan Keperawatan Icu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR KEKRITISAN DENGAN GAGAL NAFAS PADA TN. L.I DI RUANGAN ICU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO



KELOMPOK III Maria Goreti Dhey



Tumbol Brylian Kavin Thimotty Susma Djabu Rosdiyana Umanahu



PROGRAM STUDI



Elita Elsye Maskikit



PROFESI NERS



Lilis Putri Utami



LANJUTAN



Alfany N. Torar



POLTEKKES



Nanang Dirjo



KEMENKES MANADO



Elgita Rondonuwu



2021



Kezya Rumengan



LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS



A.



PENGERTIAN Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)



B.



KLASIFIKASI 1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah : a. Gagal napas hiperkapneu Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu. b. Gagal napas hipoksemia Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu. 2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya : a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik



Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap. 3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ : a. Kardiak Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV)



dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang



menyebabkan



mekanisme



backward-forward



failure.



Penyakit



yang



menyebabkan disfungsi miokard : 1) Infark miokard 2) Kardiomiopati 3) Miokarditis 4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP : 5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta 6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi 7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi. b. Non cardiac Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS



C.



ETIOLOGI Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah : 1. Gangguan ventilasi Gangguan



ventilasi



disebabkan



oleh



kelainan



intrapulmonal



maupun



ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis. 2. Gangguan neuromuscular Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan. 3. Gangguan/depresi pusat pernapasan Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat. 4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas. 5. Gangguan difusi alveoli kapiler Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal. 6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.



D.



PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang ireversibel. Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.



E.



MANIFESTASI KLINIS 1. Tanda a. Gagal nafas total 1)



Aliran



udara



di



mulut,



hidung



tidak



dapat



didengar/dirasakan. 2)



Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi



3)



Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan



b. Gagal nafas parsial 1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing. 2) Adanya retraksi dada 2. Gejala a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)



b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) F.



PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisa Gas Darah Arteri Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien. a. Hipoksemia : Ringan



:



PaO2 < 80 mmHg



Sedang



:



PaO2 < 60 mmHg



Berat



:



PaO2 < 40 mmHg



b. Hiperkapnia



2.



Ringan



:



PaCO2 45 – 60 mmHg



Sedang



:



PaCO2 60 – 70 mmHg



Berat



:



PaCO2 70 – 80 mmHg



Pemeriksaan Rongent Dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh



seperti



terjadinya



hiperinflasi,



pneumothoraks,



efusi



pleura,



hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru. 3. Pengukuran Fungsi Paru Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV 1 > 83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV 1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi. 4.



Elektrokardiogram (EKG) Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang



mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi. 5.



Pemeriksaan Sputum Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.



G.



Pengkajian Primer 1. Airway 1. Peningkatan sekresi pernapasan b.



Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing



2. Breathing a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,



adanya



retraksi. b. Menggunakan otot bantu pernapasan c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis 3. Circulation a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia b. Sakit kepala c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk d. Papil edema e. Penurunan haluaran urine 4. Disability Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil. 5. Eksposure Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.



H.



Pengkajian sekunder ( Doengoes, 2000) 1. Sistem kardiovaskuler Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi 2. Sistem pernafasan Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, batuk Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. 3. Sistem integumen Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung, stupor 4. Sistem musculoskeletal Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4. 5. Sistem endokrin Terdapat pembesaran kelenjar tiroid 6. Sistem gastrointestinal Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi. 7. Sistem neurologi Sakit kepala 8. Sistem urologi Penurunan haluaran urine 9. Sistem reproduksi Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks. 10. Sistem indera a. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba.



b. Pendengaran : telinga berdengung c. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman d. Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap e. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin tajam/tumpul baik. 11. Sistem abdomen Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam. 12. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis 13. Keamanan Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi 14. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga



dengan



tuberculosis I.



PENTALAKSANAAN MEDIS 1. Jalan nafas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT. 2. Oksigen Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai. 3. Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi



peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya. 4. Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi. 5. Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas. 6. Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif. J.



PATHWAY Trauma



Kelainan neurologis



Penyakit paru



Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler Gangguan epithelium alveolar Penumpukan cairan alveoli Oedema pulmo Penurunan complain paru Cairan surfaktan menurun Gangguan pengembangan paru (atelectasis)



Gangguan endhotelium kapiler



Adanya usaha peningkatan pernafasan Tampak adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu pernafsan dan adanya pernafasan cuping



Cairan masuk ke interstitial Peningkatan tekanan jalan nafas



KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAFAS



Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS



Kolaps alveoli Ventilasi dan perfusi tidak seimbang Hipoksemia, Hiperkapnea Tindakan primer A,B,C,D, E



GANGGUAN PERTUKARAN GAS



O2 ↓, CO2 ↑



Dyspnea



Sianosis perifer, akral hangat, kulit pucat KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN PERIFER



K.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli. (00204) 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi (00030) 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan volume penurunan ekspansi paru (00032) 4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas 5. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT 6. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress



L.



INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli. (00204) Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Tujuan : Gangguan perfusi jaringan Peripheral Sensation Management berkurang atau tidak meluas selama (Manajemen sensasi perifer) (2660) dilakukan tindakan perawatan. 1. Monitor adanya daerah tertentu yang Kriteria Hasil : hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul 1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan keluarga untuk 2. Akral hangat mengobservasi kulit jika ada lsi atau 3. RR 16-20x/menit laserasi 4. SpO2 > 98% 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi 5. Tidak ada sianosis perifer 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung



6. Monitor kemampuan BAB 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Monitor adanya tromboplebitis



9. Diskusikan menganai perubahan kondisi 2.



penyebab



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi (00030) Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Gangguan pertukaran gas efektif Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan 3. Mendemonstrasikan batuk efektif 4. Suara nafas yang bersih 5. Tidak ada sianosis 6. Mampu bernafas dengan mudah 7. Tidak ada retraksi dada, pernafasan cuping hidung dan pursed lips 8. Hasil pemeriksaan BGA menunjukkan nilai normal



Intervensi



Airway Management (3140) 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berika bronkodilator bial perlu 10. Barikan pelembab udara 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi dan status O2



Respiratory Monitoring (3350) 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 5. Catat lokasi trakea 6. Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis ) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi



dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama 9. Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya



AcidBase Managemen (1910) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 3.



Ketidakefektifan pola nafas



Monitro IV line Pertahankanjalan nafas paten Monitor AGD, tingkat elektrolit Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP) Monitor adanya tanda tanda gagal nafas Monitor pola respirasi Lakukan terapi oksigen Monitor status neurologi Tingkatkan oral hygiene



berhubungan dengan penurunan volume



penurunan ekspansi paru (00032) Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih 2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 3. Mampu bernafas dengan mudah 4. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 5. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)



Intervensi



Airway Managementi (3140) 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa 6. mudah basah NaCl Lembab 7. Tidak ada retraksi dada, 11. Atur intake untuk cairan pernafasan cuping hidung dan mengoptimalkan keseimbangan. pursed lips 12. Monitor respirasi dan status O2 Oxygen therapy (3320) 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas



yang paten 3. 4. 5. 6.



Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring(6680) 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Tujuan : Setelah dilakukan Airway suction tindakan keperawatan diharapkan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning jalan nafas efektif. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan Kriteria Hasil 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih 2. Tidak ada sianosis dan dyspnea 3. Mampu mengeluarkan sputum 4. Mampu bernafas dengan mudah, Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Irama nafas regular 6. Frekuensi pernafasan 1620x/menit, SPO2 > 98% 7. Tidak ada suara nafas abnormal) 8. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat



sesudah suctioning. 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8. Monitor status oksigen pasien 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara



menghambat jalan nafas



melakukan suksion 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi dan status O2



6. Risiko infeksi saluran pernafasan atas b.d pemasangan selang ETT Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi. Kriteria hasil : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat



Intervensi Infection Control (Kontrol infeksi) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik



2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.



dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Ispeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif



7. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi pada klien. Kriteria hasil : 1. Klien terbebas dari cedera 2. Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera 3. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal 4. Mampu memodifikasi gaya hidup untukmencegah injury 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan



Intervensi Environment Management (Manajemen lingkungan) 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien. 7. Membatasi pengunjung 8. Memberikan penerangan yang cukup 9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien. 10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan 11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan 12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.



Daftar Pustaka Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993 Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997 Mansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius. Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Penafasan. Jakarta : Salemba Medika. Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992) Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999) Sarwono.1996. Buku Ajar Penyakit Dalam.Jilid pertama, EdisiKetiga. Jakarta: FKUI Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998 Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001 Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.



FORMAT PENGKAJIAN Kelompok



: III



Tempat Praktek



: ICU



Nama Pasien I.



Tanggal Praktek



: Tn. LI



: 30 April - 4 Mei 2021



Umur : .55 Tahun



Pengkajian Primer



a. Airway Look



: Klien tidak sadarkan diri, terpasang ETT pada jalan nafas yang dibantu ventilator,



Listen



:terdengar suara ronchi pada jalan nafas kemudian dilakukan pengisapan lendir.



Feel



: Pernafasan dibantu ventilator.



b. Breathing Inspeksi



: Memakai ETT dengan ventilator, nafas mesin:10, nafas klien: 26 x/mnt, SPO2: 96%, bunyi suara ronchi.



Palpasi



.



: taktil fremitus tidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan kesadaran.



Perkusi



: terdengar suara nafas tambahan pada lapang paru



Auskultasi



: terdengar bunyi napas pada paru dan bunyi nafas.



c. Circulation Frekuensi nadi klien 80 kali/menit,, akral teraba hangat, SpO2 96% (menggunakan ventilator), tidak ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 100/60 mmHg. d. Disability GCS klien 3 (E1M1V1) , tingkat kesadaran koma. e. Exposure -



Suhu tubuh klien 37oC



-



Tidak terdapat jejas pada tubuh klien



II.



Data Demografi Nama Lengkap



:Tn. LI



Tanggal masuk RS : 24-04-2021



Tempat/tgl lahir : 19-06-1966 Agama



: Islam



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Manembo



Status perkawinan : Kawin Suku



:-



Sumber Informasi : Istri Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:



III.



Nama



: Ny. K.R



Pendidikan



: SMA



Alamat



: Manembo



Pekerjaan



: IRT



Status Kesehatan Saat Ini Alasan Kunjungan/keluhan utama: Penurunan kesadaran Faktor pencetus: Karena terjadi urosepsis yang menyebar keseluruh pembuluh darah Faktor yang memperberat: Terjadi gagal nafas sehingga klien harus memakai ventilator Upaya yang dilakukan untuk mengatasi: Melakukan pemasangan ETT untuk membuka jalan nafas dengan ventilator sebagai alat bantu nafas Diagnosa Medik: Gagal nafas M ventilator



IV.



Riwayat Kesehatan yang lalu Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya mengatasi) Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya Alergi : tidak ada Kebiasaan : merokok Pola Nutrisi : Berat badan : 65kg Tinggi badan : 165cm Frekwensi makan



:3x1 Bubur saring melalui NGT



Jenis makanan



: nasi, lauk,sayur



Makanan yang disukai



: Ayam Goreng



Makanan yang tidak disukai : tidak ada Nafsu makan dalam 6 bulan terakhir : Normal Perubahan berat badan 6 bulan terakhir : 2 Kg



Berkurang



Pola Eliminasi : Buang air besar Frekwensi



: 1x/hari



Warna



: coklat Konsistensi



Kesulitan



: tidak ada



: lembek



Buang air kecil Jumlah



: 500 cc



Warna



: Kuning



Pola tidur dan istirahat Klien mengalami penurunan kesadaran dan hanya berbaring di tempat tidur Pola aktivitas dan latihan Kegiatan dalam pekerjaan : Selama sakit klien melakukan aktivitas dibantu oleh keluarga Olah raga rutin (jenis dan frekwensi) : Tidak ada Kegiatan di waktu luang : berkumpul dengan keluarga Keluhan dalam beraktivitas : tidak ada Pola Bekerja



V.



Jenis pekerjaan



: Swasta



Lama bekerja



Jadwal kerja



: Pagi sampai sore



: 8 Jam /hari



Pengkajian Sekunder Kepala Inspeksi / Palpasi



: bulat, rambut warna hitam, tampak bersih



Keluhan



: tidak ada



Mata Fungsi penglihatan : normal



Palpebra : Terbuka



Ukuran pupil



Isokor



: normal



Akomodasi : normal Konjungtiva



: anemis



Edema Palpebra



: tidak ada



Keluhan



: tidak ada



Telinga Fungsi Pendengaran : normal



Fungsi keseimbangan



: normal



Keluhan



: tidak ada



Hidung dan sinus Inspeksi



: normal



Pembangkakan



: tidak ada



Keluhan



: tidak ada



Pendarahan : tidak ada



Mulut dan tenggorok Inspeksi



: normal



Keadaan gigi



: terdapat caries



Keadaan membran mukosa : kering Kesulitan menelan : klien tidak bisa menelan makanan karena mengalami penurunan kesadaran Leher Inspeksi / palpasi



: tidak ada pembesaran kelnjar tiroid



Thoraks Inspeksi



: simetris



Sirkulasi Frekwensi nadi



: 62x/m Sa O2 : 99%



Tekanan darah



: 162/100 mmhg



Suhu tubuh



: 360 c



Sianosis



: Bibir / kuku tidak ada Pucat :ya



Turgor



: kering



Abdomen



Inspeksi



: perut datar, tidak ada jaringan parut dan lesi pada kulit perut, tidak ada spider nevi.



Auskultasi



: peristaltik usus 7 kali/menit.



Perkusi



: terdengar bunyi timpani pada area lambung



Palpasi



:tidak ada massa, tidak ada pembesaran jaringan heparFrekwensi



BAB



: 1x1/hr Konsistensi feses : lunak



Keluhan makan dan BAB



: Klien tidak bisa makan dan BAB tanpa alat bantu



Frekwensi BAK



: 500 CC tiap 6 jam



Keluhan BAK



: Terjadi infeksi disaluran kemih dan klien memakai kateter untuk BAK



Ekstremitas



 Ekstremitas atas Tidak ada lesi pada kulit dan tidak ada benjolan.



 Ekstremitas bawah Inspeksi



: tidak terdapat lesi pada kulit ekstremitas bawah.



Palpasi



: tidak terdapat benjolan, nyeri tekan saat tidak terkaji, capillaryrefill 3 detik, tidak ada sianosis, akral teraba hangat



VI.



Data Laboratorium



VII. Foto thorax Tidak ada kelainan



ANALISA DATA No 1 DS : -



Data



DO : -



Klien



Etiologi Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan



Masalah Bersihan jalan nafas tidak efektif



tidak



sadarkan



diri,



Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler



terpasang ETT pada jalan



nafas



yang



dibantu ventilator -



Gangguan endhotelium kapiler



terdengar suara



ronchi



pada



Cairan masuk ke interstitial



jalan nafas Peningkatan tekanan jalan nafas Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan



2



Bersihan jalan nafas tidak efektif Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan



DS : DO : Memakai



ETT



dengan



ventilator, nafas mesin:10,



Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler



nafas klien: 26 x/mnt, SPO2: 96, bunyi ronchi



Gangguan endhotelium kapiler Cairan masuk ke interstitial



Pola nafas tidak efektif



Peningkatan tekanan jalan nafas Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan Adanya usaha peningkatan pernafasan Tampak adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu pernafsan dan adanya pernafasan cuping Pola nafas tidak efektif



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No



Diagnosa Keperawatan dan Batasan karakteristik



Tujuan dan kriteria hasil



1.



D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif



Bersihan Jalan Napas (L.01001)



Intervensi dan Aktivitas



I. 01011 Menejemen Jalan Setelah dilakukan tindakan Napas keperawatan 3x24 jam oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida Observasi pada membran alveolus-kapiler Normal dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1. Produksi Sputum menurun kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi 2. Mengi menurun napas tambahan (mis. 3. Pola nafas Membaik Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)



 



Terapeutik 3.



4. 5. 6. 7.



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chinlift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical) Posisikan semiFowler atau Fowler Lakukan fisioterapi dada, jika perlu Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik Berikan oksigen, jika perlu



Kolaborasi 8.



2.



D.0005. POLA NAFAS TIDAK



Pola Nafas Membaik (L.01004)



Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.



Menejemen Jalan Napas (I.



EFEKTIF



Setelah



dilakukan



tindakan 01011)



keperawatan 3x24 jam inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan



ventilasi



adekuat



Observasi 1.



napas (frekuensi, kedalaman,



membaik dengan kriteria hasil : 1. Dipsnea membaik 2. Frekuensi napas membaik



Monitor pola usaha napas)



2.



Monitor bunyi napas tambahan (mis.



3. Kedalaman napas membaik



Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering) Terapeutik 3.



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)



4.



Posisikan semiFowler atau Fowler



5.



Berikan minum hangat



6.



Lakukan fisioterapi dada, jika perlu



7.



Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik



8.



Berikan oksigen, jika perlu



Kolaborasi 9.



Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika



perlu.



IMPLEMENTASI No dx 1,2



Hari/tanggal Kamis, 22/04/2021



Implementasi Memonitor pola napas



1.



Evaluasi S:-



Hasil : Klien



Memakai



ETT



dengan O :



ventilator, nafas mesin:10, nafas



-



Jalan nafas klien



klien: RR : 26 x/mnt, SPO2: 96%,



terbebaskan dengan



bunyi suara ronchi.



memakai ETT SPO2: 96%



2.



Memonitor bunyi napas



-



tambahan



klien meningkat



Hasil :



-



Bunyi suara ronchi. 3.



Ekspansi paru



Memertahankan



meningkat -



kepatenan jalan napas dengan memakaikan ETT



Mobilisasi sekresi RR : 26 x/mnt, SPO2: 96%



-



Hasil :



Ekspansi paru klien meningkat



Jalan nafas klien terbebaskan dengan memakai ETT SPO2: 96% 4.



A : Masalah belum teratasi



Memposisikan semiFowler atau Fowler Hasil :



P : Lanjutkan Intervensi 1.



Ekspansi paru klien meningkat 5.



Melakukan fisioterapi



napas 2.



dada, jika perlu Hasil : Mobilisasi sekresi yang mengganggu



Memonitor pola Memonitor bunyi napas tambahan



3.



Memertahankan kepatenan jalan napas dengan



oksigenasi 6.



memakaikan ETT Melakukan penghisapan



4.



lendir kurang dari 15 detik



semi-Fowler atau Fowler



Hasil :



5.



Jalan nafas dibebaskan dengan mengeluarkan secret 7.



6.



Melakukan



kolaborasi



Hasil :



Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik



7.



Terpasang ventilator dengan nafas Jumat, 23/04/2021



Melakukan fisioterapi dada, jika perlu



pemberian ventilator nafas mesin 10.



1,2



Memposisikan



mesin 10, SPo2 96 % 1. Memonitor pola napas



Melakukan kolaborasi



pemberian



ventilator nafas mesin 10. S:-



Hasil : Klien



Memakai



ETT



dengan O :



ventilator, nafas mesin:10, nafas



-



Jalan nafas klien



klien: RR : 25 x/mnt, SPO2: 97%,



terbebaskan dengan



bunyi suara ronchi.



memakai ETT SPO2: 97%



2.



Memonitor bunyi napas



-



tambahan



klien meningkat



Hasil :



-



Bunyi suara ronchi. 3.



Ekspansi paru



Memertahankan



meningkat -



kepatenan jalan napas dengan memakaikan ETT



Mobilisasi sekresi RR : 25 x/mnt, SPO2: 97%



-



Hasil :



Ekspansi paru klien meningkat



Jalan nafas klien terbebaskan dengan memakai ETT SPO2: 97% 4.



A : Masalah belum teratasi



Memposisikan semiFowler atau Fowler Hasil :



P : Lanjutkan Intervensi 1.



Ekspansi paru klien meningkat 5.



Melakukan fisioterapi



napas 2.



dada, jika perlu Hasil :



Memonitor pola Memonitor bunyi napas tambahan



3.



Memertahankan



Mobilisasi sekresi yang mengganggu



kepatenan jalan napas dengan



oksigenasi



memakaikan ETT



6.



Melakukan penghisapan



4.



lendir kurang dari 15 detik



semi-Fowler atau Fowler



Hasil :



5.



Jalan nafas dibebaskan dengan mengeluarkan secret 7.



Melakukan fisioterapi dada, jika perlu



6.



Melakukan



kolaborasi



Hasil :



Melakukan penghisapan lendir kurang dari



pemberian ventilator nafas mesin 10.



15 detik 7.



Terpasang ventilator dengan nafas 1,2



Memposisikan



mesin 10, SPo2 97 % 1. Memonitor pola napas



Melakukan kolaborasi pemberian



ventilator nafas mesin 10. S:-



Hasil : Klien



Memakai



ETT



dengan O :



ventilator, nafas mesin:10, nafas



-



Jalan nafas klien



klien: RR : 24 x/mnt, SPO2: 98%,



terbebaskan dengan



bunyi suara ronchi.



memakai ETT SPO2: 97%



2.



Memonitor bunyi napas



-



tambahan



klien meningkat



Hasil :



-



Bunyi suara ronchi. 3.



Ekspansi paru



Memertahankan



meningkat -



kepatenan jalan napas dengan memakaikan ETT



Mobilisasi sekresi RR : 24 x/mnt, SPO2: 98%



-



Hasil :



Ekspansi paru klien meningkat



Jalan nafas klien terbebaskan dengan memakai ETT SPO2: 97% 4.



A : Masalah belum teratasi



Memposisikan semiFowler atau Fowler Hasil :



P : Lanjutkan Intervensi 1.



Ekspansi paru klien meningkat 5.



Melakukan fisioterapi dada, jika perlu



Memonitor pola napas



2.



Memonitor bunyi napas tambahan



Hasil :



3.



Memertahankan



Mobilisasi sekresi yang mengganggu



kepatenan jalan napas dengan



oksigenasi



memakaikan ETT



6.



Melakukan penghisapan



4.



lendir kurang dari 15 detik



semi-Fowler atau Fowler



Hasil :



5.



Jalan nafas dibebaskan dengan mengeluarkan secret 7.



Memposisikan



Melakukan



Melakukan fisioterapi dada, jika perlu



6. kolaborasi



pemberian ventilator nafas mesin 10. Hasil :



Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik



Melakukan kolaborasi pemberian Terpasang ventilator dengan nafas mesin 10, SPo2 97 %



ventilator nafas mesin 10.