4 0 342 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN ASTRESIA ANI DAN HISPRUNG D I S U S U N OLEH: KELOMPOK 4 Yolanda Wulandari
170204076
Ira Agustyne Damanik
170204026
Tiwi Christi Rajagukguk
170204073
Ubay Anwairi
170204074
DOSEN PENGAJAR: Ns.Marthalena Simamora S.Kep., M.Kep
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2019
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Anak II tepat waktu. Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah ini. Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada: 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 5. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep. dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak II dengan topik Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Ganagguan Atresia Ani dan Hisprung Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan pembuatan makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Atresia Ani dan Hisprung yang namanya tidak kami cantumkan satu persatu, demikian makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi kita semua. Medan, 27 September 2019 Penyusun
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................2 DAFTAR ISI.................................................................................................3 BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................4 1.1 Latar Belakang..............................................................................4 1.2 Tujuan...........................................................................................4 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS...................................................................5 2.1 Pengertian.....................................................................................5 2.2 Klasifikasi.....................................................................................6 2.3 Etiologi..........................................................................................8 2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................9 2.5 Patofisiologi................................................................................11 2.6 Pemeriksaan Penunjang..............................................................13 2.7 Penatalaksanaan..........................................................................14 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................16 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................37
3
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atresia ani dan hisprung adalah kelainan pada neonatus. Atresia ani merupakan kelainan congenital di mana saat proses perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus dan terjadi saat usia kehamilan 5-7 minggu. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan perineum. Pertimbangan utama apakah ujung usus ada dibawah atau di atas muskulus levator ani. Sedangkan hisprung merupakan masalah saluran cerna yang dapat dialami anak semenjak lahir sampai masa kanak-kanak. Gejala yang timbul dapat mulai diketahui semenjak lahir dengan adanya keterlambatan pengeluaran mekonium. Penyakit ini disebut juga megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang sering ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonates. Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan bawaan tunggal. Kelainan ini jarang sekali ditemukan pada bayi premature atau disertai kelainan bawaan lain. 1.2 Tujuan 1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian atresia ani dan hisprung 2. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi atresia ani dan hisprung 3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi atresia ani dan hisprung 4. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis atresia ani dan hisprung 5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi atresia ani dan hisprung 6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan atresia ani dan hisprung 7. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan atresia ani dan hisprung 8. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang atresia ani dan hisprung
4
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Atresia ani merupakan kelainan congenital di mana saat proses perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus dan terjadi saat usia kehamilan 5-7 minggu. Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2009). Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa bentuk. Rektum dapat berakhir pada kantong buntu yang tidak terhubung dengan kolon. Ataupun dapat memiliki lubang yang terhubung ke uretra, kandung kemih, atau skrotum pada anak laki-laki atau vagina pada anak perempuan. Kondisi stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat yang dapat mungkin terjadi atau benar terjadi.
Gambar 2.1.1 Atresia ani dan anal normal
Hisprung merupakan suatu kelainan yang kongenital yang dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis (sel-sel saraf yang mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal). Keadaan abnormal ini menyebabkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke
5
bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal. Gambar 2.1.2 Kolon normal dan Hisprung
2.2 Klasifikasi 1. Atresia Ani a) Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan
bayi
perempuan
dengan
fistula
rectovagina
atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu. b) Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1) Anomali rendah Rectum
mempunyai
jalur
desenden
normal
melalui
otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet
6
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi Keadaan yang ditandai dengan ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Kondisi ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius, rektouretral pada pria dan rektovaginal pada wanita.
Gambar 2.2.1 Atresia Ani pada Laki-laki
Gambar 2.2.2 Atresia Ani pada Perempuan
2. Hisprung a) Segmen Pendek Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70% kasus penyakit Hisprung, dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen ini, insiden lima kali lebih besar bagi saudara laki-laki anak yang menderita kelainan yang sama, yaitu 1 dalam 20. b) Segmen Panjang Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat menyerang seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan
7
perempuan memiliki peluang yang sama, satu dalam 10 tanpa membedakan jenis kelamin (Sodikin, 2011). 2.3 Etiologi 1. Atresia Ani Pada kondisi normal, lubang anus, saluran kemih, dan kelamin janin terbentuk pada usia kehamilan tujuh hingga delapan minggu melalui proses pembelahan dan pemisahan dinding-dinding pencernaan janin. Gangguan pada masa perkembangan janin inilah yang akan menyebabkan atresia ani. Penyebab di balik gangguan perkembangan tersebut belum diketahui secara pasti. Para pakar menduga bahwa terdapat keterlibatan faktor keturunan atau genetika di balik terjadinya cacat lahir ini. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. c) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu lima sampai ketujuh usia kehamilan. d) Berkaitan dengan sindrom down (kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom 21). 2. Hisprung Otot-otot usus dikendalikan oleh sel saraf yang disebut sel ganglion (selsel saraf yang mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal). Pada penyakit ini, sel-sel ganglion ini hilang dari bagian akhir usus, membentang hingga anus. Ketika tidak ada saraf, maka bagian ini akan berukuran kecil dan tidak dapat mengembang dan oleh karena itu sebagai akibatnya feses tidak dapat melewatinya. Feses akan tertahan dan menumpuk pada usus besar dibagian sebelumnya. Mengapa
8
sel saraf tidak berkembang? Sel saraf memang tidak berkembang didaerah itu ketika bayi tumbuh didalam rahim. Namun sayangnya tidak ada yang tahu mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan tidak ada kaitannya dengan kebiasaan ibu lakukan ketika hamil. 2.4 Manifetasi Klinis 1. Atresia Ani a) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. b) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi. c) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya. d) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula). e) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. f) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal. g) Perut kembung. (Sodikin, 2011) h) Jika anus tidak dijumpai, maka setelah lahir kotoran tidak dapat keluar. Usus menjadi buntu sehinga kotoran bayi yang disebut mekonium tetap berada di usus. Hal ini dapat menyebabkan muntah dan pembengkakan abdomen. Pada beberapa kasus, rektum dapat berakhir pada letak tinggi di pelvis atau letak rendah mendekati posisi anus seharusnya berada. i) Jika dijumpai adanya fistula atau jalur hubungan antara usus dan kandung kemih, maka kotoran akan ditemukan bersama dengan urine. Jika fistula menghubungkan usus dengan vagina maka kotoran akan keluar melalui vagina. 2. Hisprung Penyakit hirschsprung harus di curigai bila seorang bayi cukup bulann terlambat mengeluarkan feses. Beberapi bayi akan mengeluarkan meconium secara normal, tetapi selanjutnya memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Kemungkinan ada
9
riwayat keterlambatan keluarnya mekonim selama 3 hari atau bahkan lebih. Mungkin terdapat obstruksi rectum dengan distensi abdomen progresif dan muntah. Kegagalan mengeluarkan feses menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar, yang mengakinbatkan perut terjadi kemmbung. Usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningka, mengakibatkan aliran darah menurun dan menjadi perintang mukosa terganggu. Sebagiaan besar tanda dapat di temukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain di temukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan bertambah seiring pertambahan usia anak. Tanda dan gejala pada bayi yang baru lahir: a) Tidak ada pengeluaran mekonium 24 jam pertama kelahiran b) Perut membengkak atau buncit c) Muntah berwarna hijau d) Distensi abdomen, konstipasi e) Sembelit atau gas, menyebabkan bayi rewel f) Menyusui dengan buruk g) Kenaikan BB yang buruk h) Jarang dan buang air yang meledak-ledak Tanda dan gejala pada anak: a) Perut membengkak b) Nyeri abdomen dan distensi c) Sembelit kronis d) Impaksi tinja e) Malnutrisi f) Mudah merasa lelah g) Diare berulang h) Mengalami gangguan pertembuhan
10
2.5 Patofisiologi Atresia Ani Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membrane. Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan pada proses tersebut. Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan kemudian menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus. Hisprung Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas. Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan
11
dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak. Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian atau bayi anak dengan penyakit Hirschsprung. 2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Atresia Ani Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium. c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal. d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong. e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi 2. Hisprung a. Pemeriksaan Colok Dubur Pada pasien hirschsprung, pemeriksaan colok dubur sangat penting di lakukan. Pada pemeriksaan ini, jari pemeriksa merasakan jepitan karena lumen rectum yang sempit dan pada waktu di tarik di ikuti dengan keluarnya udara dan meconium (feses) yang menyemprot.
12
b. Pemeriksaan lain 1) Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. 2) Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon. 3) Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema bariun. Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon di atas segmen aganglionik. 4) Biopsi rectum Untuk menunjukkan hilangnya sel-sel ganglion. Metode biopsi yang digunakan ada dua jenis yaitu full-thickness dan suction. Biopsi rektal suction. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit Hirschsprung pada anak yang lebih besar, yang memiliki luas segmen yang pendek. 5) Manometri Anorektal Untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna. Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal
dilaksanakan
apabila
hasil
pemeriksaan
klinis,
radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.
13
2.7 Penatalaksanaan 1. Atresia Ani Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur tindakan yang dilakukan. Untuk kelainan kolostomi setelah beberapa hari kelahiran bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Jenis tindakan yang dilakukan adalah: a. Aksisi membran anal (membuat anal buatan) b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
Jika ujung usus berada pada letak rendah di pelvis, maka akan dilakukan pembuatan anus dengan operasi tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus yang baru dibuat. Dengan teknik minimal invasive yang dikenal dengan laparoskopi. Pada kasus ini stoma tidak diperlukan karena jika anus berada pada posisi yang salah maka anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang benar.
Jika anus tidak berkembang dengan baik, maka akan dilakukan pembedahan untuk membuat lubang anus buatan agar kotoran dapat keluar. Pengobatan dapat berbeda bergantung jenis anorektal anomaly. Jika ujung usus berada pada letak tinggi, maka pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur: 1. Pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan Kolostomi, agar bayi yang baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk mengumpulkan feses. 2. Anoplasti yaitu menarik turun rektum ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. 3. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru sudah sembuh maka dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.
14
2. Hisprung Operasi untuk memotong bagian usus besar yang tidak memiliki sel saraf dapat mengatasi penyakit Hirschsprung. Lapisan bagian usus yang bermasalah diangkat, dan usus besar yang normal ditarik dari bagian dalam kolon dan dipasangkan dengan asus. Pada anak-anak yang sangat sakit, operasi dapat dilakukan dalam 2 tahap a. Pertama, bagian usus besar yang abnormal diangkat dan bagian usus besar atas yang sehat disambungkan pada lubang yang dibuat oleh ahli bedah pada perut anak. Feses kemudian keluar dari tubuh melalui lubang ke kantung yang menempel pada ujung usus yang menjulur melalui lubang pada perut (stoma). Hal ini memberikan waktu untuk bagian bawah usus besar untuk pulih. b. Prosedur ostomi meliputi:
Ileostomi Dokter mengangkat seluruh usus besar dan menyambungkan usus kecil kepada stoma. Feses keluar dari tubuh melalui stoma ke dalam kantung.
Kolostomi Prosedur kolostomi dilakukan dengan cara membedah usus besar, lalu membuat bukaan atau lubang pada dinding perut untuk disambungkan dengan bagian ujung bawah dari usus besar yang masih berfungsi. Bagian usus besar tersebut akan dijahit menempel pada lubang di dinding perut. Kotoran yang berada di dalam usus besar nantinya akan keluar melalui lubang itu, ke sebuah kantong yang dipasang di bagian luar lubang. Kantong ini dapat dikosongkan atau dibuang setelah penuh. Selain itu kolostomi untuk menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis.
15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI DAN HISPRUNG 1. ATRESIA ANI PENGKAJIAN Biodata a. Identitas Klien b. Identitas Penanggung Jawab Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Distensi abdomen b. Riwayat Kesehatan Sekarang Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin c. Riwayat Kesehatan Dahulu Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran d. Riwayat Kesehatan Keluarga Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan atau penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain e. Riwayat Kesehatan Lingkungan Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi terhadap kesehatan Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal atau bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan b. Pola aktifitas kesehatan atau latihan Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi
16
c. Pola istirahat/tidur Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain d. Pola nutrisi metabolik Klien hanya minum ASI atau susu kaleng e. Pola eliminasi Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium f. Pola kognitif perseptual Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik pada orang lain g. Pola konsep diri 1) Identitas diri : belum bisa dikaji 2) Ideal diri
: belum bisa dikaji
3) Gambaran diri
: belum bisa dikaji
4) Peran diri
: belum bisa dikaji
5) Harga diri
: belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi Klien masih bayi dan belum menikah i. Pola nilai dan kepercayaan Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan j. Pola peran hubungan Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara mandiri k. Pola koping Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap adanya suatu masalah
Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum b. Tanda-tanda vital -
Nadi
:
-
Tekanan darah
:
-
Suhu
:
17
-
Pernafasan
:
-
BB
:
-
PB
:
c. Data sistematik 1) Sistem kardiovaskuler Tekanan darah normal Denyut nadi normal (120 – 140 kali per menit ) 2) Sistem respirasi dan pernafasan Klien tidak mengalami gangguan pernapasan 3) Sistem gastrointestinal Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit 4) Sistem musculosceletal Klien tidak mengalami gangguan sistem muskuloskeletal 5) Sistem integumen Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen 6) Sistem perkemihan Terdapat mekonium di dalam urin. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx Pre Operasi : a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion. b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah. c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi : a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan. b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi. c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan. d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
18
INTERVENSI KEPERAWATAN No 1.
Pre Operasi Diagnosa Konstipasi b/d ganglion
Tujuan Setelah dilakukan
Intervensi 1. Lakukan enema
Rasional 1. Evaluasi
tindakan
atau irigasi
bowel
keperawatan selama
rectal sesuai
meningkatka
1x 24 jam
order
n kenyaman
Klien mampu
2. Kaji bising usus
pada anak
mempertahankan
dan abdomen
2. Meyakinkan
pola eliminasi BAB
setiap 4 jam
berfungsinya
Ukur lingkar
usus
denganteratur
3.
KH : Penurunan
abdomen
3.
Pengukuran
Distensi abdomen,
lingkar
meningkatnya
abdomen
kenyamanan
membantu mndeteksi terjadinya
2.
Resiko
Setelah dilakukan
1. Monitor intake
kekurangan
tindakan
volume cairan
keperawatan selama
b/d menurunnya
1x 24 jam
pemasangan
intake, muntah
Klien dapat
infuse dan
mempertahankan
berikan cairan
keseimbangan
IV
–output cairan 2. Lakukan
distensi 1. Dapat mengidentifi kasi status cairan klien 2. Mencegah dehidrasi 3. Mengetahui
cairan
3. Observasi TTV
kehilangan
KH: Output urin 1-2
4. Monitor status
cairan
ml/kg/jam, capill
hidrasi
melalui suhu
ary refill 3-5 detik,
(kelembabanme
tubuh yang
turgor kulit baik,
mbran
tinggi
membrane mukosa
mukosa,nadi
lembab
adekuat,
19
4. Mengetahui tanda tanda
tekanan darah 3.
Cemas orang tua Setelah dilakukan
ortostatik) 1. Jelaskan dg
dehidrasi 1.
Agar orang
b/d kurang
tindakan
istilah yg
tua mengerti
pengetahuan
keperawatan selama
dimengerti
kondisi klien
tentang penyakit
1x 24 jam
tentang anatomi 2. Pengetahuan
dan prosedur
Kecemasan orang
dan fisiologi
tersebut
perawatan
tua dapat berkurang
saluran
diharapkan
KH: Klien tidak
pencernaan
dapat
Lemas
normal.
membantu
2. Gunakan alat, media dan gambar 3. Beri jadwal
4.
menurunkan kecemasan 3. Membantu mengurangi
studi diagnosa
kecemasan
pada orang tua
klien
Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
No 1.
Post Operasi
Diagnosa Gangguan
Tujuan Setelah dilakukan
Integritas kulit
Tindakan
pada tempat
perlukaan
b/d kolostomi.
keperawatan selama
tidur
pada kulit
1 x 24 jam
Intervensi Rasional 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
2. Jaga
2. Menjaga
diharapkan
kebersihan
ketahanan
integritas kulit dapat
kulit agar tetap
kulit
dikontrol.
bersih dan
KH : - temperatur
kering
jaringan dalam
3. Monitor kulit
20
3. Mengetahui adanya tanda kerusakan
batas normal,
akan adanya
sensasi dalam batas
kemerahan
normal, elastisitas
4. Menjaga
4. Oleskan
kelembaban
dalam batas normal,
lotion/baby oil
hidrasi dalam bats
pada daerah
normal, pigmentasi
yang tertekan
keadekuatan
5. Monitor status
nutrisi guna
dalam batas normal, perfusi jaringan 2.
jaringan kulit
kulit 5. Menjaga
nutrisi klien
penyembuhan
Resiko
baik. Setelah dilakukan
infeksi b/d
Tindakan
dan gejala
tanda infeksi
prosedur
keperawatan selama
infeksi sistemik
lebih dini
pembedahan
1 x 24 jam
dan lokal
diharapkan klien bebas dari tanda tanda infeksi
1. Monitor tanda
luka 1. Mengetahui
2. Menghindari
2. Batasi
kontaminasi
pengunjung
dari
3. Pertahankan
pengunjung
KH : bebas dari
teknik cairan
tanda dan gejala
asepsis pada
penyebab
infeksi
klien yang
infeksi
beresiko 4. Inspeksi
3.
Mencegah
4. Mengetahui kebersihan
kondisi
luka dan tanda
luka/insisi
infeksi
bedah 5. Ajarkan
5. Gejala infeksi dapat di
keluarga klien
deteksi lebih
tentang tanda
dini
dan gejala infeksi 6. Laporkan
6. Gejala infeksi dapat segera teratasi
kecurigaan infeksi 3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
21
Nyeri yang terjadi pada pascapembedahan disebabkan karena dampak insisi pembedahan, dan rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah mengatasi nyeri agar dampak dari nyeri yang ditimbulkannya dapat teratasi. Tindakan : a. Berikan rendam duduk pascapembedahan 1 minggu lebih. b. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien. c. Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi. d. Lakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik. 4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi. Masalah risiko terjadinya gangguan integrasi kulit ini dapat disebabkan adanya insisi pembedahan , dan rencana yang dapat dilakukan adalah mncegah agar tidak terjadi gangguan integrasi kulit. Tindakan : a. Lakukan monitoring terhadap dilatasi anus. b. Pantau daerah insisi. c. Jangan mengukur suhu melalui rectal, memberi obat parektal atau melakukan pemeriksaan melalui daerah rectal. d. Pertahankan agar anus tetap bersih dan kering. e. Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi. f. Hindari tekanan pada garis sutura (jahitan). g. Berikan posisi miring atau telungkup pada bayi..
2.
HISPRUNG
22
PENGKAJIAN Biodata a. Identitas Klien b. Identitas Penanggung Jawab
Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Klien Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah. b. Riwayat kesehatan sekarang -
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
-
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi. d. Riwayat Nutrisi Meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak e. Riwayat psikologis Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya. f. Riwayat kesehatan keluarga Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung. g. Riwayat social Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. h. Riwayat tumbuh kembang Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB. i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
23
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
Pemeriksaan Fisik a. Sistem integument Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit. b. Sistem respirasi Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan c. Sistem kardiovaskuler Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal. d. Sistem penglihatan Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata e. Sistem Gastrointestinal Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes. Pre Operasi : 1) Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran) 2) Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus. 3) Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis 4) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap pembedahan yang akan datang 5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak Post Operasi : 1) Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen) 2) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan 3) Kaji adanya komplikasi 4) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
24
5) Kaji tingkat nyeri yang dialami anak 6) Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan. 7) Kaji kemampuan orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi : 1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong. 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat. 3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare. 4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Post operasi 1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan 2. Nyeri b/d insisi pembedahan 3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre operasi
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1.
Konstipasi berhubungan
BAB lancar, dengan kriteria :
1. Bowel management
dengan mekanik :
Fases lunak
Catat BAB terakhir
megakollon
Anak tidak kesakitan Monitor tanda konstipasi Anjurkan keluarga untuk
saat BAB.
Tindakan colostomi
operasi
mencatat warna, jumlah, frekuensi BAB. Berikan supositoria jika
25
perlu. 2. Bowel irrigation Jelaskan tujuan dari irigasi rektum. Check order terapi. Jelaskan prosedur pada orangtua pasien. Berikan posisi yang sesuai. Cek suhu cairan sesuai suhu tubuh. Berikan jelly sebelum rektal dimasukkan. Monitor effect dari irigasi. 3. Persiapan preoperatif
Jelaskan persiapan yang harus dilakukan
Lakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, elektrolit, AGD.
2.
Cemas berhubungan
Cemas keluarga pasien
Transfusi darah bila perlu. 1. Anxiety reduction
dengan perubahan dalam
tertangani dengan kriteria:
Jelaskan semua prosedur
status kesehatan anak
Ibu terlihat lebih tenang
Ibu dapat bertoleransi dengan keadaan anak.
yang akan dilakukan. Kaji pemahaman orangtua terhadap kondisi anak, tindakan yang akan dilakukan pada anak. Anjurkan orang tua untuk berada dekat dengan anak. Bantu pasien
26
mengungkapkan ketegangan dan 3.
Defisit pengetahuan
Orang tua tahu mengenai
kecemasan. 1. Teaching: proses penyakit
berhubungan dengan
perawatan anak dengan
tidak mengenal dengan
kriteria:
sumber informasi
tentang penyakit.
Mampu menjelaskan
perawatan bersama
operasi Mampu menyebutkan tindakan keperawatan
dengan dokter.
tanggal, dan tempat
Mampu menyebutkan cara perawatan.
Informasikan jadwal rencana operasi: waktu,
yang harus dilakukan.
Jelaskan tentang penyakit, prosedur tindakan dan cara
penyakit, prosedur
Kaji pengetahuan pasien
operasi, lama operasi.
Jelaskan kegiatan praoperasi : anestesi, diet, pemeriksaan lab, pemasangan infus, tempat tunggu keluarga.
Jelaskan medikasi yang diberikan sebelum operasi: tujuan, efek samping.
2. Health education: Jelaskan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Jelaskan mengenai penyakit,prosedur tindakan dan cara perawatan dengan dokter. Lakukan diskusi dengan
27
keluarga pasien dengan penyakit yang sama. Jelaskan cara perawatan 4.
post operatif. Kaji nafsu makan,
Ketidakseimbangan
Status nutrisi baik, dengan
nutrisi kurang dari
kriteria:
lakukanpemeriksaan
kebutuhan tubuh
Diet seimbang, intake
abdomen,adanya distensi,
adekuat.
hipoperistaltik.
berhubungan dengan penurunan absorbsi usus.
BB normal.
Ukur intake dan output,
Nilai lab darah normal:
berikan per oral / cairan
HB, Albumin, GDR.
intravenasesuai program (hidrasi adalah masalah yang paling penting selama masa anak-anak). Sajikan makanan favorit anak, dan berikan sedikit tapi sering. Atur anak pada posisi yang nyaman (fowler) Timbang BB tiap hari pada
5.
Gangguan koping
Meknisme koping keluarga
keluarga berhubungan
efektif, dengan kriteria:
dengan krisis situasional, ancaman fungsi peran,
Keluarga menunjukkan bisa menyesuaikan
perubahan lingkungan.
dengan lingkungan rumah
mengenal staf/perawat yang merawat Gambarkan kegiatan rutin di RS yang mempengaruhi anak.
sakit.
skala yang sama. Kenalkan keluarga untuk
Anggota keluarga aktif bertanya.
Anjurkan keluarga untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang baru dan asing. Informasikan tentang area
28
di luar unit yang mungkinmereka perlukan. Ciptakan kondisi yang mendukunguntuk bertanya, mengungkapkan kekecewaan dan perasaannya. Hadirkan keluarga terdekat dengan pasien. Jaga privasi, awasi tanda6.
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume caian secara aktif
Status hidrasi: Kriteria:
Menunjukkan urine output normal
Menunjukkan TD, nadi dan suhu dbn
Turgor kulit, kelembaban
tanda ketegangan keluarga. 1. Manajemen cairan
hari
Mampu menjelaskan yang dapat dilakukan untuk
Kelola catatan intake dan output
Monitor status hidrasi (membran mukosa, nadi
mukosa dbn.
Timbang berat badan tiap
adekuat, ortostatik TD)
Monitor hasil laboratorium yang
mengatasi kehilangan
menunjukkan retensi
cairan
cairan
Monitor keadaan hemodinamik
Monitor vital sign
Monitor tanda-tanda kelebihan atau kekurangan volume cairan
Administrasi terapi Intra vena
29
Monitor status nutrisi
Berikan cairan dan intake oral.
2. Monitor cairan
Kaji jumlah dan jenis intake cairan dan kebiasaan eliminasi
Kaji faktor resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan
Monitor intake dan output
Monitor serum, dan elektrolit
Jaga keakurtan pencatatan intake dan output administrasi pemberian cairan
3. Managemen hipovolemi
Monitor status cairan termasuk intake dan output
Jaga kepatenan terpi intra vena
Monitor kehilangan cairan
Monitor hasil laboratorium\
Hitung kebutuhan cairan
Administrasi pemberian cairan hipotonik/isotonic
Observasi indikasi dehidrasi
30
Kelola pemberian intake
oral
Monitor tanda dan gejala over hidration
No 1.
Post Operasi Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervesi
Nyeri akut berhubungan
Level nyeri berkurang dengan 1. Management nyeri
dengan agen injuri fisik
kriteria :
Kaji nyeri meliputi
Anak tidak rewel
karakteristik, lokasi, durasi,
Ekspresi wajah dan sikap
frekuensi, kualitas, dan
tubuh rileks
faktor presipitasi.
Tanda vital
Observasi ketidaknyamanan non verbal
Berikan posisi yang nyaman
Anjurkan ortu untuk memberikan pelukan agar anak merasa nyaman dan tenang.
Tingkatkan istirahat
2. Teaching
Jelaskan pada ortu tentang proses terjadinya nyeri
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit
Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan
31
Perhatikan lokasi nyeri.
3. Administrasi analgetik
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
Cek program medis tentang jenis obat, dosis dan frekuensi pemberian
Ikuti 5 benar sebelum memberikan obat
Cek riwayat alergi
Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat
Dokumentasikan pemberian obat
2.
Resiko infeksi
Resiko infeksi terkontrol
1. Infektion control
berhubungan dengan
dengan kriteria :
prosedur invasif
universal cuci tangan
Bebas dari tanda-tanda
sebelum dan sesudah
infeksi
melakukan tindakan
Tanda vital dalam batas normal Hasil lab dbn
Terapkan kewaspadaan
keperawatan.
Gunakan sarung tangan setiap melakukan tindakan.
Berikan personal hygiene yang baik.
2. Proteksi infeksi
Monitor tanda-tanda infeksi lokal maupun sistemik.
32
Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang lain.
Batasi pengunjung
Inspeksi kondisi luka insisi operasi.
3. Ostomy care
Bantu dan ajarkan keluarga pasien untuk melakukan perawatan kolostomi
Monitor insisi stoma.
Pantau dan dampinggi keluarga saat merawat kolostomi
Irigasi stoma sesuai indikasi.
Monitor produk stoma
Ganti kantong kolostomi setiap kotor
4. Medikasi terapi
Beri antibiotik sesuai program
Tingkatkan nutrisi
Monitor keefektifan terapi.
5. Health education
Ajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda infeksi.
Ajarkan cara mencegah infeksi.
33
3.
Ajarkan cara perawatan
Kekurangan volume
Status hidrasi:
colostomi 1. Manajemen cairan
cairan b.d kehilangan
Kriteria:
volume caian secara aktif
Menunjukkan urine output normal
hari
Menunjukkan TD, nadi dan suhu dbn
Timbang berat badan tiap Kelola catatan intake dan output
Monitor status hidrasi
Turgor kulit, kelembaban
(membran mukosa, nadi
mukosa dbn.
adekuat, ortostatik TD)
Mampu menjelaskan yang
Monitor hasil laboratorium
dapat dilakukan untuk
yang menunjukkan retensi
mengatasi kehilangan
cairan
cairan
Monitor keadaan hemodinamik
Monitor vital sign
Monitor tanda-tanda kelebihan atau kekurangan volume cairan
Administrasi terapi Intra vena
Monitor status nutrisi
Berikan cairan dan intake oral.
2. Monitor cairan
Kaji jumlah dan jenis intake cairan dan kebiasaan eliminasi
Kaji faktor resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan
34
Monitor intake dan output
Monitor serum, dan elektrolit
Jaga keakurtan pencatatan intake dan output
Administrasi pemberian cairan
3. Managemen hipovolemi
Monitor status cairan termasuk intake dan output
Jaga kepatenan terpi intra vena
Monitor kehilangan cairan
Monitor hasil laboratorium
Hitung kebutuhan cairan
Administrasi pemberian cairan hipotonik/isotonic
Observasi indikasi dehidrasi
Kelola pemberian intake oral
Monitor tanda dan gejala over hidration
DISCHARGE PLANNING 1. Atresia Ani a. Ajarkan keluarga mengenai tanda dan gejala (demam, kemerahan didaerah luka dan terasa panas atau tanda infeksi) b. Ajarkan bagaimana cara pengamanan bayi dan melakukan dilatasi anal
35
c. Beritahu keluarga bagaimana cara perawatan luka post operasi secara mandiri d. Tetap ingatkan keluarga untuk terus menstimulasi tumbuh kembang anak 2.
Hisprung a. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka panjang 1) Stenosis dan kontriksi 2) Inkontinensia 3) Pengosongan yang tidak edekuat b. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada ornag tua dan anak 1) Pengguanaan alat kolostomi 2) Komplikasi stomal (perdarahan,gagal defekasi,diare meningkat,prolaps feses seperti kita) 3) Perawatan dan pembersihan alat kolostomi 4) Irigasi kolostomi 5) Ajarkan orang tua cara mengkaji distensi abdomen dan obstruksi c. Beri dan kuatkan informasi – informasi tentang penatalaksanaan diet 1) Makanan diet tinggi serat 2) Masukan cairan tanpa batas 3) Tanda – tanda ketidak seimbangan dan dehidrasi
DAFTAR PUSTAKA Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC Sodikin 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
36