Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Persarafan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: HIDROSEFALUS D I S U S U N OLEH KELOMPOK 7 IWAN ALIANSY



( 180204033 )



RISTINIATI NAZARA



(180204037)



SONYA D. P. WARUWU



(180204121)



SRI NOVA N.HABEAHAN



(180204046)



WINA SINAGA



(180204040 )



DOSEN : Ns. Marthalena Simamora M.Kep



PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2020



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa Karna Kasih-Nya, dan Perlindungan-Nya kami bisa menyelasaikan makalah kami ini yang berjudul “asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem persarafan: hidrosefalus“, dimana untuk memenuhi tugas keperawatan anak, jurusan S1 Keperawatan. Dalam penulisan makalah ini kami berterimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah, Ns. Marthalena Simamora M.Kep yang telah membimbing, memotivasi dan mendampingi kami dalam proses belajar.



Meskipun banyak hambatan yang kami lalui dalam proses pembuatan makalah ini, namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan yang masih banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari temanteman semua. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Medan,26 April 2020



Kelompok 7



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................. 1.2 TUJUAN.................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2.1 DEFENISI............................................................................................... 2.2 ETIOLOGI.............................................................................................. 2.3 PATOFISIOLOGI.................................................................................. 2.4 TANDA DAN GEJALA........................................................................ 2.5 MANIFESTASI KLINIK...................................................................... 2.6 KLASIFIKASI....................................................................................... 2.7 KOMPLIKASI....................................................................................... 2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................... 2.9 PENATAKLASANAAN....................................................................... ASUHAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS...................................... BAB III PENUTUP.................................................................................................. 3.1 KESIMPULAN........................................................................................ 3.2 SARAN.................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus. Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.



B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan umum Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus. 2. a. b. c. d. e. f.



Tujuan Khusus Mengetahui pengrtian dari Hidrosefalus Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalu Mengetahui Tanda dan Gejala Hidrosefalus Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada Hidrosefalus Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus



BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 DEFINISI Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997). Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001). Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau eksternal melebar ( Mumenthaler, 1995). Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempa sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi. Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Kongenital Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu 2. Non Kongenital Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya. Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2 bagian, terbagi yaitu 1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus) Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan 2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus) Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.



2.2 ETIOLOGI



Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 ); 1. Sebab-sebab Prenatal Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Sebab-sebab Postnatal a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum. b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler. c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah 1. Kelainan bawaan a. Stenosis Aquaductus sylv Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. b. Spina bifida dan cranium bifida Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total. c. Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior. d. Kista Arachnoid Dapat terjadi conginetal yang berupa kantong atau baon yang berdinding tipis dan terisi oleh cairan e. Anomali Pembuluh Darah Kelainan perkembangan pembuluh darah yang dapat mempengaruhi bagianbagian pembuluh darah.



2. Infeksi Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis. 3. Perdarahan 4. Neoplasma Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:  Tumor Ventrikel kiri  Tumorfosa posterior  Pailoma pleksus khoroideus  Leukemia, limfoma 5. Degeneratif. Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe. 6. Gangguan Vaskuler • Dilatasi sinus dural • Thrombosis sinus venosus • Malformasi V. Galeni • Ekstaksi A. Basilaris 2.3 PATOFISIOLOGI Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.



Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi. 2.TANDA DAN GEJALA Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan badan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. 2.4 MANIFESTASI KLINIK Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. a) Bayi  Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.  Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.  Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :  Muntah  Gelisah  Menangis dengan suara ringgi  Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.  peningkatan tonus otot ekstrimitas 



Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas







Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah diatas iris







Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”







Strabismus, nystagmus, atropi optic







Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas



b) Anak yang telah menutup suturanya; Tanda – tanda peningkatan intarakranial       



Nyeri kepala Muntah Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer Strabismus Perubahan pupil



2.5 KLASIFIKASI Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan; 1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus ) dan hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus ) 2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. 3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. 4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)



2.6 KOMPLIKASI Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004) 1. Pembesaran Kepala 2. Kerusakan Ota 3. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen 4. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun 5. Kerusakan jaringan saraf



6. Proses aliran darah terganggu 7. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik 8. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak 2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu; 1. Rontgen foto kepala Dengan prosedur ini dapat diketahui: a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior. b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial. 2. Transimulasi Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm. 3. Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh. 4. Ventrikulografi Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan. 5. Ultrasanografi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan. 6. CT Scan Kepala



Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan 7. MRI ( Magnetic Resonance Image ) Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.



2.8 PENATALAKSANAAN Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni: 1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. 2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: a. Drainase ventrikule-peritoneal b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural d. Drainase ventrikule-Uretrostomi e. Drainase ke dalam anterium mastoid f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. 4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. 5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “: a. Eksternal



CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal b. Internal 1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :  Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)  Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior  Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.  Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum  Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 2. Lumbo Peritoneal Shunt” CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan Teknik Shunting: 1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe. 2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis. 3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O. 4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7). Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.



ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS A. Pengkajian 1. Anamnesa a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. c. Riwayat Penyakit dahulu a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma d. Riwayat penyakit keluarga e. Pengkajian persiste a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang d) B4 ( Bladder ) : Oliguria e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas 2. Observasi tanda – tanda vital 1. Peningkatan systole tekanan darah 2. Penurunan nadi / bradikardia 3. Peningkatan frekuensi pernapasan 3. Pemeriksaan Fisik a) Masa bayi :



kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah. b) Masa Kanak-Kanak Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi , Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.



4. Pemeriksaan Diagnostik a. Lingkar Kepala pada masa bayi b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang abnormal c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas" d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema e. CT Scan f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang intra cranial g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid. 5. Perkembangan Mental/ Psikososial a. Tingkat perkembangan b. Mekanisme koping c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit 6. Pengetahuan Klien dan Keluarga a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan b. Tingtkat pengetahuan B. Diagnosa KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal 2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolism. 4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial 5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang informasi dalam keadaan krisis.



6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan 7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala. C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal. Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam klien tidak mengalami peningkatan TIK. Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal. Intervensi a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan. b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Adanya peningkatan tekanan darah, bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. c. Evaluasi pupil R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK. e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan komulatif.



g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana atau pembicaraan yang tidak gaduh. R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahan TIK yang rendah. h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver. R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK. i. Bantu pasien jika batuk, muntah. R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam thorak dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari. R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan Tik k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab akibat TIK meningkat. R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan m engurangi kecemasan 2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intracranial, terpasang shunt . Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala klien hilang. Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal. Intervensi : a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali) R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.



b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani dengan baik. R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha menangani nyerinya dengan baik. c. Pantau dan catat TTV. R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak. d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan. R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan kepercayaan anak. e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng menggunakan boneka, nafas dalam, dll. R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.



3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme. Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan



diharapkan



Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah. Intervensi : a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah mengunyah makanan. R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual. b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung. R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus. c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan pada saat individu ingin makan.



R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat. d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama. R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat. R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra karnial. Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat. Intervensi: Observasi TTV a. Kaji data dasar neurologi b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi pembedahan c. Tentukan posisi anak :  tempatkan pada posisi terlentang  tinggikan kepala d. Hindari penggunaan obat – obat penenang 5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan penekanan dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala. Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik Intervensi : a. Berikan perawatan kulit Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ). b. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda kemerahan atau pembengkakan. D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip : Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat: a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori



c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka E. EVALUASI Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga : • Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan) • Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan) • Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi dirubah).



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu : 1. Hidrochepalus komunikan 2. Hidrochepalus non-komunikan 3. Hidrochepalus bertekanan normal B. Saran. Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas serta dapat mengetahui askep pada hidrochepalus. Akhir kata kami ucapkan terimakasih



DAFTAR PUSTAKA http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-Askep %20Hidrosefalus.html https://www.academia.edu/19961303/Makalah_hidrosefalus https://id.scribd.com/doc/51141218/lap-askep-HIDROSEFALUS http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/hidrosefalus-pada-anak-dandewasa.pdf