ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN TRAFFICKING (KLMPK 3) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN TRAFFICKING ” Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II DOSEN “ Ns. Nur Uyun I Biahimo, M. Kep ” DISUSUN OLEH 1. FITRIYANTY OKYAVIANI 2. FRISKAWATY S. AHMAD 3. HENDRA JAMIL 4. IJUL ADHI SATRIA 5. INDRIANITAMI LIHU 6. IZRAK HABU 7. LARA SISWATI ALIWU 8. LILIS NUGRAWATI 9. MARYAM KAU KELOMPOK 3



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Korban Trafficking ” yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan dan belajar dari suatu kesalahan. Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Korban Trafficking ” mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin....



Gorontalo, 10 November 2020



Kelompok 3



DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan BAB II Tinjaun Teori A. Definisi Human Trafficking B. Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking C. Bentuk dan Modus Human Trafficking D. Undang- undang tentang Human Trafficking E. Dampak/ Pengaruh Human Trafficking F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking BAB III Tinjauan Kasus A. Kasus B. Asuhan Keperawatan Pada Isolasi Sosial berdasarkan Kasus BAB IV Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya teknologi informasi, komunikasi dan transformasi maka modus kejahatan perdagangan manusia semakin canggih. “Perdagangan orang/manusia



bukan



kejahatan



biasa



(extra



ordinary),



terorganisir



(organized), dan lintas negara (transnational), sehingga dapat dikategorikan sebagai transnational organized crime (TOC)”. Demikian canggihnya cara kerja perdagangan orang yang harus diikuti dengan perangkat hukum yang dapat menjerat pelaku. Diperlukan instrument hukum secara khusus yang meliputi aspek pencegahan, perlindungan, rehabilitasi, repratriasi, dan reintegrasi sosial. Perdagangan orang dapat terjadi pada setiap manusia, terutama terhadap perempuan, dengan demikian upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan hal yang harus diimplementasikan. Kasus perdagangan orang yang terjadi, hampir seluruh kasus yang ditemukan dalam perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak. Diperkirakan setiap tahunnya 600.000-800.000 laki-laki, perempuan dan



anak-anak



diperdagangkan



menyeberangi



perbatasan-perbatasan



internasional. Di Indonesia jumlah anak yang tereksploitasi seksual sebagai dampak perdagangan anak diperkirakan mencapai 40.000-70.000 anak. Disamping itu, dalam berbagai studi dan laporan NGO menyatakan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber dalam perdagangan orang, disamping juga sebagai transit dan penerima perdagangan orang. Dari berbagai macam kejahatan yang ada, masalah perdagangan orang



sangat



kompleks,



sehingga



upaya



pencegahan



maupun



penanggulangan korban perdagangan harus dilakukan secara terpadu. Adapun beberapa factor pendorong terjadinya perdagangan orang antara lain meliputi kemiskinan, desakan kuat untuk bergaya hidup materialistik, ketidakmampuan system pendidikan yang ada maupunmasyarakat untuk mempertahankan anak supaya tidak putus sekolah dan melanjutkan ke



jenjang yang lebih tinggi serta petugas Kelurahan dan Kecamatan yang membantu pemalsuan KTP. Secara umum korban perdagangan orang terutama perempuan yang dilacurkan dan pekerja anak adalah korban kriminal dan bukan pelaku kriminal. Elemen perdagangan orang meliputi pelacuran paksa, eksploitasi seksual, kerja paksa mirip perbudakan, dan transplantasi organ tubuh. Korban perdagangan orang memerlukan perlindungan, direhabilitasi, dan dikembalikan kepada keluarganya. B. Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu: 1. Jelaskan Definisi Trafficking Human! 2. Jelaskan Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking! 3. Jelaskan Bentuk dan Modus Human Trafficking 4. Jelaskan Undang- undang tentang Human Trafficking 5. Jelaskan Dampak/ Pengaruh Human Trafficking! 6. Jelaskan Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking C. Tujuan Penulisan Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu: 1. Untuk Mengetahui dan Memahami Definisi Human Trafficking 2. Untuk Mengetahui dan Memahami Faktor- Faktor Penyebab Human Trafficking. 3. Untuk Mengetahui dan Memahami Bentuk dan Modus Human Trafficking 4. Untuk Mengetahui dan Memahami Undang- undang tentang Human Trafficking 5. Untuk Mengetahui dan Memahami Dampak/ Pengaruh Human Trafficking 6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking



BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Trafficking Human Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktu kewaktu, sesuai perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak ada definisi trafficking yang disepakati secara internasional, sehingga banyak perdebatan dan respon tentang definisi yang dianggap paling tepat tentang fenomena kompleks yang disebut trafficking ini. Pada tahun 1994 PBB mendefinisikan trafficking sebagai pergerakan dan penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang dan negara-negara yang ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi secara seksual maupun ekonomi terkompresi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu. Human trafficking atau perdagangan manusia oleh Perserikatan Bangsabangsa (PBB) mendefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, perbudakan, pemaksaan, pemerangkapan utang ataupun bentuk-bentuk penipuan yang lainnya dengan tujuan eksploitasi (Course Instruction, 2011:2). Perdagangan manusia berhubungan dengan menjajakan



diri



(memperdagangkan),



tawar-menawar,



membuat



kesepakatan, melakukan transaksi dan hubungan seksual (Taiwan Medicare, 2012). Perdagangan manusia melakukan pemindah tanganan seseorang dari satu pihak ke pihak yang lainnya dengan menggunakan ancaman, penipuan dan penguasaan. Perdagangan manusia mengandung elemen pengalihan yang tujuannya bisa untuk apa saja baik eksploitasi tenaga kerja, pembantu rumah tangga, pengambilan organ tubuh dan sampai kepada eksploitasi seks komersil (Wagner, 2004).



Misalnya Caouette memberi batasan tentang perdagangan sebagai suatu perekrutan dan transfortasi orang atau sekelompok orang di dalam dan melawati perbatasan nasional menggunakan kekerasan terhadap orang lain. para korban dirayu, ditipu, diculik atau dalam berbagai cara diakali untuk masuk prostitusi. Sebelum Undang-undang tindak pidana disahkan, pengertian tindak pidana perdagangan orang (trafficking) yang umum paling banyak digunakan adalah protokol PBB. Adapun menurut protokol PBB tersebut pengertian trafficking adalah : a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penjualan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau



bentuk-bentuk



lain



dari



pemaksaan,



penculikan,



penipuan,



kebohongan atau penyaalah gunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitassi termasuk, paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek serupa perbudakan, pengahambaa atau pengambilan organ tubuh. b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub line (a). c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam subbabline (a). d. Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun. B. Faktor- Faktor Penyebab Trafficking Human Terjadinya Trafficking baik itu berupa kasus kekerasan maupun eksploitasi terhadap anak-anak dan perempuan disebabkan oleh beberapa factor khususnya di Indonisia diantaranya ialah sebagai berikut:



1. Faktor Ekonomi Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi factor penyebab utama terjadinya Human Trafficking. Ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia merupakan ancaman yang sangat membahayakan bagi orang miskin. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa rendahnya ekonomi membawa dampak bagi prilaku sebagian besar masyarakat. Ekonomi yang pas-pasan menuntut mereka untuk mencari uang dengan berbagai cara. Selain itu budaya konsumvitisme, juga ikut andil menambah iming-iming masyarakat untuk mencari biaya penghidupan. Semua ini menjadikan mereka dapat terjerumus ke dalam prostitusi dan tindak asusila lainnya. Di sisi yang lain kurangnya lahan pekerjaan atau masih banyaknya angka pengangguran melengkapi rendahnya pendapatan atau ekonomi masyarakat. Keterbatasannya lahan pekerjaan yang dapat menampung perempuan dengan tingkat keterampilan yang minim menyebabkan banyak perempuan-perempuan menganggur sehingga kondisi inilah yang dipergunakan dengn baik oleh para perantara yang menyarankan perempuan-perempuanuntuk bekerja. Mereka dijanjikan untuk bekerja di dalam kota, atau di luar negeri. Dalam bujukan tersebut, tidak dijelaskan secara detail pekerjaan apa yang akan didapatkan. Pada wilayah anakanak, putus sekolah menyebabkan mereka untuk memaksakan diri mereka sendiri untuk memasuki dunia kerja. Mereka dipaksa kerja untuk bisa meringankan beban keluarga. Tidak jarang anak-anak menjadi korban eksploitasi seksual komersial dan trafficking terhadap anak karena orang tua mereka sudah tidak sanggup lagi membiayai. Keluarga yang miskin mungkin tidak sanggup untuk mengirim anak mereka ke sekolah dan biasanya akan mendahulukan pendidikan bagi anak laki-laki jika mereka hanya mampu mengirim sebagian anak-anak mereka ke sekolah. Jika orang tua tidak mampu mencari pekerjaan, maka anak akan mereka suruh bekerja diladang atau di pabrekatau di dalam situasi yang lebih berbahaya serta jauh dari rumah seperti diluar kota atau di luar negeri.



2. Posisi Subordinat Perempuan dalam Sosial dan Budaya Seperti halnya kondisi pedagangan manusia yang terjadi di dunia, untuk Indonisia penelitian-penelitia yang dilakukan di lembaga pendidikan dan LSM menunjukkan sebagian besar korban perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak. Indonisia adalah suatu masyarakat yang patrialkhal, suatu struktur komonitas dimana kaum laki-laki yang lebih



memegang



kekuasaan,



dipersepsi



sebagai



struktur



yang



mendegorasi perempuan baik dalam kebijakan pemerrintah maupun dalam prilaku masyarakat. Misalnya perumusan tentang kdudukan istri dalam hokum perkawinan, kecenderungan untuk membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh laki-laki, atau kecenderungan lebih mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu refleksi keberadaan permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Kondisi perekonomian yang lemah serta kontrusksi masyarakat yang ada menempatkan hakperempuan dalam posisi yang lebih tidak menguntungkan. Meskipun dalam pasal 3 perjanjian tentang hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 menyatakan bahwa adanya persamaan bagi lakilaki dan perempuan untuk memperoleh hak ekonomi, sosial dan budaya. Namun kenyataannya HAM di Indonesia masih belum menyentuh masyarakat karena masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan 3. Faktor Pendidikan Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi kekerasan dan eksploitasi terhadap anak dan perempuan. Banyaknya anak yang putus sekolah, sehingga mereka tidak mempunyai skill yang memadai untuk mempertahankan hidup. Implikasinya, mereka rentan terlibat kriminalitas. Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2000 lalu melaporkan bahwa 34,0% penduduk Indonisia berusia 10 tahun ke atas belum atau tidak tamat pendidikandasar (SD) dan hanya 15% tamat SLTP. Menurut laporan BPJS Tahun 2000 juga terdapat 14% anak usia 7-12 tahun dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutka kejenjang pendidikan SLTP karena alasan ketidak mampuan dalam hal biaya. Melihat data di atas tampak bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih banyak yang bertaraf rendah tingkatannya dalam hal pendidikan.



Rendahnya tingkat pendidikan serta minimnya keterampilan atau skill menyebabkan



sebagian



besar



dari



permpuan



menganggur



serta



menghabiskan sebagian besar hidup dan waktunya di rumah. Dan pada akhirnya tidak menghasilkan keuangan bahkan mengurani pemasukan. Sebenarnya tidak hanya kaum perempuan yang menganggur akan tetapi laki-laki juga mengalami hal yang serupa. Tampak bahwa setip tahun ribuan orang meninggalkan kampung halamannya dan snak keluarganya demi mencari keja atau penghidupan yan lebih layak di daerah lain Indonesia atau bahkan keluar negeri. Namun dari data di atas menunjukkan bahwa kaum perempuan yang paling banyak menganggur. Kedaan inilah yangmenyebabkan mereka menerima tawaran pekerjaan oleh para perantara yang yang mereka tidak menyadarinya sebagai trafficker meskipun belum menegtahui seberapa besar uapah atau gaji yang akan diterimanya. 4. Tidak Ada Akta Kelahiran Sebuah studi yang dipublikasikan oleh UNICEF APADA mei 2002 yang lalu memperkirakan bahwa hingga tahun 2000 lalu, 37% balita Indonesia belum mempunyai akta kelahiran. Pasal 9 konvensi mengenai hak-hak anak menentukan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus mempunyai nama serta kewarganegaraan. Ada bermacam macam alasan mengapa banyak anak tidak terdaftar kelahirannyaa. Orang tua yang miskin mungkin merasa biaya pendaftaran terlalu mahal atau mereka tidak menyadari pentingnya akta kelahiran. Banyak yang tidak tahu bagaimana mendaftarkan seorang bayi yang baru lahir. Rendahnya registrasi. Kelahiran, khususnya di masyarakat desamenjadi



fasilistas



perdagangan



perdagangan



memanfaatkan



manusia.



ketiadaan



akta



Agen kelahiran



dan asli



pelaku untuk



memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. karena mereka tidak mempunyai dokumin yang disyaratkan, maka mereka dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan. 5. Kebijakan yang Bias Gender Perempuan di Indonesia umumnya menikmati kesetaraan gender di mana hukum Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan hak untuk lakilaki dan perempuan. Indonisia juga telah meratifikasi beberapa



konvensi PBB yang menjamin kesetaraan hak bagi perempuan, antara lain rativikasi konvensi untuk penghpusan deskriminasi untuk perempuan (CEDAW) pada tahun 1984. Namun kenyataannya hukum perlindungan hanya di atas kertas sedangkan prakteknya masih jauh dari yang diaharapkan. Kesetaraan gender belum sepenuhnya terwujud, perempuan masih tertinggal secara sosial, politik, dan ekonomi dari kaum laki-laki. Adapun dalam hal pendidikan misalnya, ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin lebar kesenjangan antara partisipasi perempuan



dan laki-laki. UU



perkawinan



tahun 1974



menaikkan usia minimum bagi seorang gadis untuk meniah menjadi 16 tahun. Namun pernikahan diusia lebih muda dimungkinkan dengan izin dari peradilan. UU perkawinan secara hukum mengannggap mereka sebagai orang dewasa sekalipun mereka masih di bawah 18 tahun. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdikari (pasal 45) sekalipun tidak ada larangan bagi anak yang sudah menikah untuki bersekolah, anak perempuan yang sudah



menikah



sangat



jarang



meneruskan



pendidikan



mereka.



Kenyataannya sekolah-sekolah formal untuk tingkat SMP atau SMA tidak menerima siswa yang sudah menikah, walaupun ada itu hanya disekolah kesetaraan yang kejar paket B atau C. 6. Pengaruh Globalisasi Pemberitaan



tentang



trafficking



(perdagangan



manusia),



pada



beberapa waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual, baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan industri seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa paa masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek teknologi,



politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek tersebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi. Dampak negatif dari perrubahan dan kemudahan tersebut menjadi konsekuensi termasuk



bagi



pada



munculnya perempuan



permasalahan-permasalahan dan



anak,



salah



satunya



sosial adalah



berkembangannya perdagangan seks pada anak. C. Bentuk dan Modus Trafficking Human 1. Bentuk Trafficking Seiring berjalannya waktu bentuk dan modus trafficking pun semakin komplek, banyak model dan bentuk perdagangan yang dipergunakan agar misi trafficking berhasil. Ini tidak dapat dipungkiri karena sudah menjadi fenomena yang menjamur diberbagai belahan dunia termasuk Indonisia. Adapun bentuk-bentuk tarfficking diantaranya adalah: a. Eksploitasi Seksual Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi. Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya jam kerja yang tak terbatas



agar



menghasilkan



uang



yang



jumlahnya



tidak



ditentukan.8 Korban tidak berdaya untuk menolak melayani lakilaki hidung belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia menolak



maka



sang



mucikari



tidak



segan-segan



untuk



menyiksanya karena biasanya mereka punya bodigard-budigard yang mengawasi mereka. 2) Eksploitasi non komersial. Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus menderita secara lahir dan batin seumur hidup



bahkan ada yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena tidak sanggup menghadapi semuanya terganggu jiwanya. Eksploitasi seksual baik yang komersial maupun yang non komersial kedua-duanya sama-sama menjadi penyakit penyebar HIV dan AIDS, sebuah virus yang menggerogoti sistem kekebalan tubuh sehingga jika seseorang sudah tertular maka kekebalan tubuhnya sudah tidaki ada lagi. Dari tahun ke tahun penularan penyakit ini perkembangannya semakin pesat, yang tertular tidak hanya di kalangan masyarakat kota tapi juga sampai ke pelosok desa seperti papua. Ini adalah masalah yang sangat besar, satu sisi agama dan negara mencegah dengan peraturanperaturannya namun disisi lain kejahatan semakin merajalela dan semakin canggih. b. Pekerja Rumah Tangga Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di dalam wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat rendah dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, dimana jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur, bahkan banyak yang tidak ada waku untuk istirahat. Perlakuan yang lebih buruk lagi adalah mereka diperlakukan layaknya budak, baik ketika menyuruh suatu pekerjaan atau dalam hal makan, di mana mereka diberi makan yang sedikit dan tidak memenuhi standar gizi yang dapat memberikan asupan tenaga, dilarang menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya bahkan di luar negeri seringkali majikan dan agen menyita paspor TKW agar tidak bisa kabur jika mereka diperlakukan oleh semua majikan karena ada juga majikan yang baik dalam memperlakukan pembantu rumah tangganya bahkan menganggapnya sebagai keluarga.



c. Penjualan Bayi Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker. Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengadopsi



anak.



Kebutuhan



adopsi



massal



itulah



yang



menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya. Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian



anak-anak



yang



akan



diadopsi



melalui



proses



perdagangan. Misalnya hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke Amerika. d. Jeratan Hutang Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas. Ini terjadi mislanya pada para TKW, di mana ketika mereka berangkat ke negara tujuan dibiayai oleh PJTKI dan mereka harus mengganti dengan gaji sekitar empat bulanan yang padahal jika dihitung-hitung baiaya yang dikeluarkan oleh PJTKI tidak sebanyak gaji TKW tersebut. Ini menjadikan para TKW harus tetap bekerja apapun kondisi yang dihadapi di lapangan sampai habis masa kontrak. Karena itulah jeratan hutang dapat mengarah pada kerja paksa dan membuka kemungkinan terjadinya kekerasan dan eksploitasi terhadap pekerja. Pekerja kehilangan kebebasannya untuk bekerja karena orang yang menghutangkan ingin memastikan bahwa pekerja tidak akan lari dari hutangnya. Meskipun secara teori mereka hutang tersebut dapat dibayarkan dalam jangka waktu tertentu tetapi hutang tersebut akan terus ditingkatkan sampai si peminjam tidak dapat melunasinya.



e. Pengedar Narkoba dan Pengemis Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang namanya narkoba. Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding dengan pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang menyebabkan orang-orang terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain ia sulit menemukan pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun resikonya juga sangat besar. Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-bandar narkoba untuk mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya. Misalnya banyak kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi. Mereka sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik mereka, karena biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk tidak membuka dan kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak pertama atau pemilik barang haram tersebut. Akhirnya merekalah yang harus menerima resikonya sementara bandar narkobanya bebas melenggang. f. Pengantin Pesanan Pos (Mail order bride) Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya mahar yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya tidak mampu secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia mereka lebih dari cukup untuk menikah. Maka salah satu caranya adalah dengan membeli perempuan dari luar negeri untuk dinikahinya karena tidak perlu memberikan mahar yang besar dan lebih mau menuruti apa maunya si lakilaki. Ini dialami oleh seorang TKW dimana ia menceritakan bahawa ia telah menikah dengan laki-laki asal timur tengah,



namun



ironinya



ketika



perempuan



tersebut hamil



ia



dipulangkan ke Indonesia dengan tanpa sepersenpun diberi nafkah dan biaya persalinan. Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat perkawinan sebagai salah satu penipuan.



1) Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai di wilayah tujuan perempuan tersebut disalurkan dalam industri seks atau prostitusi. Ini sangat ironi sekali dan sangat bias gender, dimana seorang suami yang harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan istri. Mungkin ini karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli si perempuan sehingga ia menganggap bahwa perempuan itu adalah budaknya yang bisa bebas ia perlakukan. 2) Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang sangat eksploitatif bentuknya. Fenomina pengantin pesanan ini banyak terjadi dalam masyarakat keturunan cina di Kalimantan Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa. g. Donor Paksa Organ Tubuh Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring dengan kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja teknologi cangkok jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita jantung yang berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan untuk para pasien yang datang ke negara-negara miskin untuk membeli organ tubuh orang-orangmiskin. Di Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia rela menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan mengambil organ tubuh korban kemudian dijual. Modus lain adalah memanfaatkan organ tubuh para TKW yang meninggal di luar negeri. Untuk kasus ini seringkali ketika jenazah sampai di dalam negeri biasanya pihak keluarga tidak diperkenankan meliahat atau membuka peti jenazah. Sebenarnya ini sering terjadi tapi karena ketidak tahuan



pihak keluarga akhirnya pihak keluarga hanya menuruti saja, padahal mungkin saja jenazah yang cukup lama tapi juga karena organ tubuh mayat sudah diambil untuk dijual yang mingkin saja dilakukan oleh pihak majikan ataupun pihak rumah sakit yang sudah bekerjasama dengan sindikat penjualan organ tubuh manusia. 2. Modus Trafficking Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu: 1. Tawaran Kerja Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat. Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku. Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar. Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat hiburan malam. 2. Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga sangat merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah dari transaksi. pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang sekitar kurang lebih 500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih oleh para germo sebagai pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias bagus serta modis agar lebih menarik. 3. Bius Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius. Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal



dari



penculikan



terhadap



korban,



kemudian



pelaku



membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat yang lain yang digunakan



untuk



membius.



Kemudian



korban



dibawa



dan



dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan



jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks. pihak, termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri. Dari pihak orang tua korban D. Undang- Undang Tentang Trafficking Undang Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisinya adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut,baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Berdasarkan pasal tersebut, unsur tindak pidana perdagangan orang ada tiga yaitu: unsurproses, cara dan eksploitasi. Jika ketiganya terpenuhi maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang. 1. Proses: tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut 2. Cara:



ancaman



kekerasan,



penggunaan



kekerasan,



penculikan,



penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut. 3. Eksploitasi: tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,



perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. 4. Lokus: Tempat kejadian tindak pidana perdagangan orang bisa terjadi di dalam negara ataupun antar negara. a. Sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang Kurungan Penjara dan atau Denda. Sanksi kurungan penjara, minimal 3 tahun maksimal 15 tahun. Sanksi denda bagi pelaku perorangan Rp 150-600 juta, sementara untuk perusahaan sanksi penjaranya minimal 9 tahun dan maksimal 45 tahun, atau denda minimal sebesar Rp 360 juta, dan maksimal Rp 1,8 miliar. b. Korban Human Trafficking Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental. fisik, seksual, dan atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang (Pasal 1 ayat 3 UU No 21 Tahun 2007). c. Ciri-ciri perdagangan orang dalam konteks migrasi ketenagakerjaan? 1) Perekrutan tanpa Perjanjian Penempatan; 2) Ditempatkan tanpa perjanjian Kerja; 3) Perekrutan dibawah umur (-18 thn) dokumen dipalsukan; 4) Perekrutan tanpa izin suami/orang tua/wali; 5) Ditempatkan tanpa sertifikat kompetensi (tidak dilatih); 6) Hanya menggunakan paspor dengan visa kunjungan; 7) Ditempatkan oleh perorangan, bukan Perusahaan yang memiliki izin dari Menteri Tenaga Kerja; 8) Dipindahkan ke majikan lain tanpa perjanjian Kerja; 9) Dipindahkan ke negara lain yang peraturannya terbuka walaupun tidak sesuai dengan peraturan Indonesia. 10)Beban biaya diatas ketentuan yang ditetapkan pemerintah (over charging). 5. Hak Korban dan/ atau Saksi a. Hak Korban dan/ atau Saksi juga diberikan kepada keluarganya dengan rincian sebagai berikut:



1) Memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal 44) Hak ini diberikan juga kepada keluarga korban dan/ atau saksi sampai derajat kedua. 2) Hak untuk mendapat jaminan perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya (Pasal 47). 3) Restitusi (Pasal 48). Restitusi ini adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/ atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya (Pasal 1 angka 13 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007). Pengaturan restitusi berupa ganti kerugian atas garis besarnya adalah sebagai berikut: a) kehilangan kekayaan atau penghasilan, b) penderitaan, c) biaya untuk tindakan perawatan medis dan/ atau psikologis, dan/atau d) kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang. E. Dampak/ Pengaruh Trafficking Human Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab human trafficking, maka hal tersebut menempatkan perempuan korban trafficking dalam situasi yang beresiko tinggi yang berdampak terhadap fisik, psikis maupu kehidupan sosial perempuan korban trafficking sebagaimana yang digambarkan Course Instruction (2011: 13, 14) sebagai berikut. 1. Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban trafficking sering mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan cedera aktual atau terancam kematian yang serius, atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain" dan tanggapan mereka terhadap peristiwa ini sering melibatkan "rasa takut yang sangat, dan ketidakberdayaan, sebagai reaksi umum dari post traumatic stress disorder (PTSD). Pengalaman traumatis dan ketakutan dialami perempuan korban trafficking sejak awal mereka ditangkap secara paksa,



mengalami penyekapan di daerah transit sebelum dikirim ke tempat tujuan untuk dijual dan di eksploitasi (American Association, 2005: 467). Setelah kedatangan ke tempat tujuan, perempuan korban trafficking perempuan korban trafficking terisolasi secara sosial, yang diselenggarakan dalam kurungan, dan kekurangan makanan. Semua milik pribadi dilucuti dari mereka, surat identitas, paspor, visa, dan dokumen lainnya (Course Instruction, 2011:1). Korban mengalami banyak gejala psikologis yang dihasilkan dari kekerasan mental sehari-hari dan penyiksaan. Ini termasuk depresi,



stres



yang



berhubungan



dengan



gangguan,



disorientasi,



kebingungan, fobia, dan ketakutan. Korban shock, mengalami penolakan, ketidakpercayaan, tentang situasi mereka saat itu, perasaan tidak berdaya dan malu (Stotts & Ramey, 2009:10). Rasa takut yang terus-menerus untuk keamanan pribadi mereka dan keselamatan keluarga mereka, ancaman deportasi akhirnya berkembang menjadi rasa kehilangan dan tidak berdaya. Hal ini tidak mengherankan bahwa depresi, kecemasan, dan post traumatic stress disorder (PTSD) adalah gejala yang umum dialami oleh para korban yang diperdagangkan. Berdasarkan penelitian Rose (2002) ada 3 tipe gejala yang sering terjadi pada PTSD, yaitu: a. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. b. Penghindaran



dan



emosional



yang



dangkal,



ditunjukkan



dengan



menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal. c. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah marah



/



tidak



dapat



mengendalikan



marah,



susah



konsentrasi,



kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu. d. Kecemasan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Satu



studi melaporkan bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan dengan gejala kegugupan (95%), panik (61%), merasa tertekan (95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%) (Bradley, 2005). e. Ketidakberdayaan



Ketidakberdayaan



adalah



persepsi



yang



menggambarkan perilaku seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil, suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Secara kognitif korban umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, fokus menyempit / preokupasi, misinterpretasi, bloking, berkurangnya kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan, mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa. Afek korban terkadang tampak sedih, bingung, gelisah, apatis / pasif, kesepian, rasa tidak berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal. Korban sering semakin sering mengeluh kelemahan, pusing, kelelahan, keletihan, sakit kepala, perubahan siklus haid. Keluarga mungkin melaporkan perubahantingkat aktivitas pada korban, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, mudah menangis. Kecenderungan untuk isolasi, partisipasi sosial berkurang pada tingkat lanjut mungkin akan tampak pada korban (Rahmalia, 2010) 2. Dampak Sosial Secara sosial para perempuan korban trafficking teralenasi, karena sejak awal direkrut, diangkut atau ditangkap oleh jaringan trafficker mereka sudah disekap, diisolir agar tidak berhubungan dengan dunia luar atau siapapun sampai mereka tiba ditempat tujuan. Eksploitasi seksual yang di alami para korban ditempat pekerjaan membatasi mereka untuk bertemu dengan orang lain (Course Instructions, 2011: 3, 4), kecuali harus melayani nafsu bejat para tamu (lelaki hidung belang). Para korban semestinya memandang dunia dan masa depan dengan mata bersinar, hidup aman tentram bersama perlindungan dan kasih sayang keluarganya, tibatiba harus tercabut masuk ke dalam situasi yang eksploitatif dan kejam, menjadi korban sindikat trafficking. Konsekuensi sosial tersebut sebagai salah satu dampak yang banyak dialami oleh perempuan. Korban trafficking. Korban mengalami isolasi sosial,



yang berfungsi sebagai strategi untuk perbudakan dan eksploitasi seksual. Sementara diperbudak, para korban terutama anak-anak biasanya kehilangan kesempatan pendidikan dan sosialisasi dengan teman sebayanya (Stotts & Ramey, 2009: 10). Karena trafficking perempuan tampaknya mengorbankan seluruh masyarakat, anak dan wanita, isolasi sosial merupakan upaya untuk mencegah mereka mendapatkan pendidikan dan meningkatkan kerentanan masa depan mereka untuk diperdagangkan. Menurut Chatterjee et al. (Wickham, 2009: 12, 13), persoalan sosial yang sangat tragis dan semakin meningkatkan stress dan depresi para korban adalah ketika keluarga dan masyarakat menolak untuk menerima mereka kembali. Selain itu, para pria sering melihat perempuan korban trafficking sebagai orang yang kotor, telah ternodai dan karena itu menolak untuk menikahi mereka. Diskriminasi terhadap para perempuan korban trafficking terjadi dalam berbagai sector dan berbagai bentuk. Kenyataan ini telah menggugah rasa kemanusiaan dari berbagai pihak untuk terus berjuang agar nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, kesederajatan, bisa diwujudkan. Jadi dampak sosial yang dimaksud adalah isolasi sosial, penolakan dari keluarga & masyarakat mengakibatkan perempuan korban trafficking kehilangan makna dan tujuan hidup serta penghargaan atas dirinya. 3. Dampak Kesehatan Fisik Secara fisik, Cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi, karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja dalam kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan dikenakan penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis, apabila mereka tidakmemberikan pelayanan seksual yang diinginkan pelanggan (“lelaki hidung belang”) atau karena penolakan para korban terhadap eksploitasi seksual. Korban sering tidak memiliki akses ke perawatan medis yang memadai dan tinggal dilingkungan yang najis dan tidak layak (Stotts & Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit seksual menular terhadap para korban hampir tidak ada, dan kesehatan biasanya diabaikan sampai mereka semakin terpuruk menderita penyakit HIV / AIDS, sipilis, gonorea dan penyakit seksual menular lainnya.



Para perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai metode yang digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk pemerkosaan, pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban atau keluarga korban, kronis pada pendengaran, dan kardiovaskular atau masalah pernapasan yang disebabkan oleh penyiksaan, trans-seksual dan memaksa penggunaan narkoba. Luka fisik termasuk hal-hal seperti patah tulang, gegar otak, luka bakar, dan vagina atau dubur robek. Kehamilan korban yang tidak diinginkan akibat pemerkosaan atau prostitusi. Infertility sebagai akibat infeksi kronis menular seksual yang tidak diobati atau gagal atau melakukan aborsi tradisional bukan oleh para medis dan tanpa perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak terdeteksi atau tidak diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai ancaman masa depan para korban (Stotts & Ramey, 2009: 11). Jadi dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah cedera aktual & ancaman terhadap integritas diri para korban yang mengalami kekerasan fisik dan seksual. Penderitaan secara fisik yang dialami para perempuan korban trafficking, menciptakan citra diri negatif, konsep diri para korban semakin terpuruk, kehilangan makna hidup, harkat dan martabat para korban menjadi hancur. F. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian professional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesame apparat penegak hokum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak- pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (Kementrian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik local maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengankewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan



untuk memastikan agar korban mendapatkan ha katas perlindungan dalam hukum. Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama apparat penegak hokum lainnya didalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan apparat penegak hokum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara. Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention ofChild Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah: 1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan. 2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar 3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan 4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri. 5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.



BAB III TINJAUAN KASUS A. Kasus Human Trafficking Artikel Perdagangan Manusia (Masih) Marak, Berbungkus Berbagai Modus Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang terjadi pada salah satu putrinya, yang perna menjadi korban perdagangan orang pada akhir 2013. Walapun ibu sulis perna menjadi korban perdangan. “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,” kata Ibu Sulis berapi-api. “Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia memutuskan pergi,” jelas Ibu Sulis yang berasal dari Palopo, Sulawesi Selatan. “Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,” tegas ibu Sulis, 45 tahun. Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan imingiming gaji Rp 10 juta per bulan sebagai SPG. Dia mendapat tawaran dari teman masa kecilnya yang memang sudah lebih dulu bekerja di Dobo, kota kecil di Kepulauan Aru di Maluku. Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya. Dari kampung mereka, Rawamangun di Palopo, gadis-gadis sebaya ini berangkat ke Makassar., Menginap satu malam di sebuah hotel dan bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik kelab malam. Lalu berangkat dengan pesawat menuju Ambon pada keesokan harinya. Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan sistem sel yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain., Hampir serupa dengan cara sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari Ambon, gadis-gadis Palopo ini bertemu dengan orang yang berbeda yang membawa mereka ke Pulau Aru. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka. “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai



pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,” kata Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya anaknya tampak takut. Bella



dan



teman-temannya



melihat



perlakuan



buruk



kepada



perempuan yang bekerja di sana.; Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta pemilik tempat hiburan itu. “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.” “Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi dari pulau dan tidak pernah kembali.” Cerita Bella hanyalah satu dari ribuan kisah pilu perdagangan orang. Tersamarkan dengan berbagai modus yang terus diperbaharui seiring dengan perkembangan jaman untuk menjerat korbannya. Iming-iming gaji bulanan dengan jumlah fantastis masih sering digunakan, tetapi para pemangsa mulai menggunakan media sosial untuk menjerat targetnya. Dan sudah ada pula kasus-kasus dimana korban dijerat melalui perjalanan umrah. B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. B DENGAN KORBAN TRAFFICKING I.



IDENTITAS KLIEN Nama



: Ny. B



Umur



: Lahir tahun 1995



Jenis Kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: SPG



Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopo IBU Penanggung Jawab : Ny. S (45 Tahun) Hubungan dg Klien



: sebagai Ibunya



II.



POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN KESEHATAN a. Keluhan Utama: Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,” b. Riwayat Penyakit Sekarang : Anak frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga c. Lamanya Keluhan : dimulai ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka. d. Faktor yang Memperberat : Menurut Ny. S “Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat orangtua



tidak



akur.



Mungkin



itu



yang



menyebabkan



dia



memutuskan pergi,” e. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan : Menurut Ny. S bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya. f. Riwayat Penyakit Dahulu : perna menjadi korban perdagangan orang pada akhir 2013. g. Persepsi Klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan : merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya. h. Riwayat Kesehatan Keluarga : ibu sulis perna menjadi korban perdangan. III.



KLASIFIKASI DATA DATA SOBJEKTIF:  Ibu Klien mengatakan klien frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga  ibu



klien



mengatakan



bahwa



klien



perna



menjadi



korban



perdagangan orang  Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya.,



Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,”  Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka



bayar.



Ada



ibu-ibu



yang



sama



sekali



tidak



bisa



meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”  Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,” DATA OBJEKTIF:  Klien tampak takut  Klien tampak merasa tertekan dan kurang mampu menentukan pilihan  Klien tampak sedih IV.



ANALISA DATA DATA DS:



PENYEBAB



 Ibu



PROBLEM



Klien



mengatakan klien



frustasi



dan tidak tahan kondisi keluarga  ibu



klien



mengatakan bahwa perna



klien menjadi



korban perdagangan



Riwayat korban perilku Sindrom kekerasan



trauma



pasca



orang  Menurut Ny. S “Tidak



bisa



saya bayangkan ketakutannya., Dia



jauh dari



rumah, bekerja untuk



rumah



biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti



jadi



orang



lain



ketika



saya



pertama



kali



mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama



tidak



berhubungan,” DO:  Klien



tampak



takut  Klien



tampak



sedih DS:



Perubahan  NY.S



mental



mengatakan Keluarga kami broken



home.



status Isolasi sosial



Anak-anak melihat orangtua akur.



tidak



Mungkin



itu



yang



menyebabkan dia memutuskan pergi DO:  Klien



tampak



merasa tertekan



dan



kurang mampu menentukan pilihan



V.



POHON MASALAH



Teringat kembali pada kejadian



halusinasi



Sindrom pasca trauma



Isolasi Sosial Riwayat korban perilku kekerasan



Perubahan status mental



VI.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Isolasi sosil Kategori



:relasional



Subkategori



:interaksi sosial



Tanda mayor/minor: DS:  Merasa ingin sendiri  Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas DO:  Efek sedih 2. Sindrom pasca trauma Kategori:psikologis Subkategori:integritas ego



Tanda mayor/minor DS:  Merasa cemas  Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaraan kejadian trauma DO:  Ketakutan berulang  Minat berinteraksi dengan orang lain menurun VII.



RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN



INTERVENSI



NO/DX



DIAGNOSA



LUARAN



DX:012



KEPERAWATAN 1. Isolasi sosial



Setelah dilakukan Observasi:



1



Pengertian:



asuhan



 Identivikasi



ketidak mampuan keperawatan



kemampuan



membina



melakukan



hubungan erat,



selama 2x 24 jam yang diharapkan hangat dengan



terbuka,



DS: ingin



sendiri tidak



mempunyai tujuan



yang



jelas DO:  Efek sedih



dengan



orang



lain



 Minat



dengan orang lain



 Merasa



kriteria



dan hasil:



interpenden



 Merasa



interaksi



 Identifikasi



interaksi



habatan



meningkat



melakukan



 Verbalisasi



interaksi



tujuan



dengan



yang jelas



lain



meningkat  Efek sedih menurun  Perilaku



Terapeutik:  Motivasi meningkatkan keterlibatan



bermusuh



dalam



an



hubungan



menurun



orang



 Motivasi



suatu



 Minnat



kesabaran



terhadap



dalam



aktivitas



mengembangka



meningkat



n



suatu



hubungan  Motivasi berpartisivasi dalam aktivitas baru



dan



kegiatan kelompok  Diskusikan kekuatan



dan



keterbatasan dalam berkomunikasi dengan



orang



lain  Diskusikan perencanaan di masa depan  Berikan umpan balik



positif



dalam perawata diri Edukasi:  Anjurkan berinteraksi dengan



orang



lain



secara



bertahap  Anjurkan serta dan



ikut



kegiatan



kenyasyarakat  Anjurkan berbagi pengalaman dengan



orang



lain  Anjurkan meningkatkan kejujuran



diri



dan menghormati hak orang lain  Latih mengespresika n DX:010



1. Sindrom



4



marah



dengan tepat Setelah dilakukan Observasi:



pasca trauma



asuhan



 Identifikasi



Pengertian:



keperawatan



pengalaman



respon



selama 2x 24 jam



tidak



maladaptif



diharapkan



menyenangkan



yang



dengan



berkelanjutan



hasil:



traumatis(mis,



terhadap



 Perilaku



penganiyayaan,



kriteria



atau



kejadian



konsisten



penlakan



trauma



meningkat



berlebihan



DS:



 Hubungan yng



 Identifikasi



 Merasa cemas



efektif



adanya



 Mengungkapk



meningkat



perbedaan



an



secara  Perasaan



kritik



perlakuan



berlebihan



fluktuatif



dalam keluarga



atau



terhadap



menghindari



menurun



pembicaraan



 Kebingungan



diri



 Identifiksi situasi yang



krisis memicu



kejadian



dengan tujuan



trauma



hidup



DO:



menurun



 Ketakutan berulang  Minat



penganiyayaan  Identifikasi tingkat



isolasi



sosial



dalam



keluarga  Identifikasi



berinteraksi



adanya ketidak



dengan orang



sesuaian pern



lain menurun



 Periksa



tanda



tanda penganiyayaan Terapeutik:  Fasilitasi keluarga dalam mengidentifikasi strategi



koping



terhadap situasi stres  Laporkan situasi penganiyayaan kepada



pihak



berwajib Edukasi:  Informasikan informasi hukum



yang



relevan dengan peristiwa peganiyayaan  Jelaskan harapan



yang



realistis



pada



anak



sesui



tingkat perkembangan  Anjurkan untuk menghubungi polisi



jika



keamanan fisik terancam Kolaborasi:  Rujuk



ke



dukung kelompok ke



atau



tempat



perlindungan jika perlu  Rujuk



anggota



keluarga beresiko



pada



spesialis



yang



sesuai



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia ‘trafficker’ dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan



kekerasan,



penculikan,



tipu



penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan.



daya,



penipuan



ataupun



Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional, eksploitasi seksual phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan penari erotis. Faktor penyebab utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah karena kemiskinan dan beberapa diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan yang rendah, penganiyaan terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan kondisi sosial budaya masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa ditimbulkan dari trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan. B. Saran Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis



banyak



berharap



para



pembaca



yang



budiman



sudi



memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA Doenges, M,E., Morhouse, F.,& Muur, A. C.(2013) Nersing Diagnosis Manual Planning, Individualizing And Documenting Client Care. 4 th Ed. Philandelphia: F. A. Davis Company Ackley, B. J., Ladwing. G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook An Evidence-Based Guide To Planning Care. 11 th Ed. Lous: Elsevier.



Townsed, M. (2014). Psychiatric Nursing: Assesment, Care Plans, And Medications. (9th Ed.) Piladelphia: F. A. Davis Company.