Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA” (Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Medah I) Dosen: Nina Rosdiana, S.Kp., M.Kep



Disusun Oleh Kelompok 1: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Khoerunnisa Silvia Dewi Reza Mauli Ayu Agustina Yeni Nuraeni Nisa Fitri Nurhasanah Devantry Januartika Gunawan



8. Deni Arbie Setiadi 9. Suci Nisa Anazmi 10. Siska Putri Utami 11. Dimas Septian 12. Robi Mesti 13. Tia Nirmala 14. Maulana Mahfub



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GALUH CIAMIS 2019/2020 Jl. R.E. Ma rtadinata No. 150 Ciamis Telp. (0265) 2752593 KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia”. Alhamdulillah kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah  ini dengan baik meskipun kami juga menyadari masih ada kekurangan di dalamnya. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok, menambah wawasan bagi para pembaca, memberikan gambaran tentang tanda baca secara rinci dan mudah dipahami. Kemudian, kami berharap para pembaca bisa mengambil pelajaran dan mempraktikkannya dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam makalah-makalah lainnya khususnya bagi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I di masa yang akan datang. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.



Ciamis, Desember 2019



Penyusun,



DAFTAR ISI Kata Pengantar...............................................................................................i



Daftar Isi..........................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1 1.1 Latar Belakang....................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan................................................................................2 1.3 Manfaat...............................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................4 2.1 Konsep Penyakit.................................................................................4 2.1.1 Definisi Anemia........................................................................4 2.1.2 Etiologi......................................................................................4 2.1.3 Manifestasi Klinis.....................................................................5 2.1.4 Patofisiologi..............................................................................5 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang............................................................8 2.1.6 Penatalaksanaan........................................................................9 2.1.7 Masalah yang Lazim Muncul....................................................12 2.1.8 Discharge Planning...................................................................13 2.2 Konsep Keperawatan..........................................................................14 2.2.1 Pengkajian.................................................................................14 2.2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................17 2.2.3 Intervensi Keperawatan.............................................................17 2.2.4 Implementasi Keperawatan.......................................................21 2.2.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................21 BAB 3 PENUTUP...........................................................................................23 3.1 Kesimpulan.........................................................................................23 3.2 Saran...................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di



seluruh dunia, terutama



di Negara



berkembang (Developing countries) dan pada kelompok sosio – ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan



di samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu:



kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan/ atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi (Arisman, 2007). Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam sekali makan. Padahal pangan hewani



merupakan



sumber



(Waryana, 2010). Data



Profil



zat besi yang tinggi absorbsinya Kesehatan Indonesia tahun 2008



menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil



di Indonesia



adalah 70% mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah 19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah kerja UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun 2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009 sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak 21,1%.



Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281). Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi



merupakan masalah gizi utama bagi semua



kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu hamil (70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40% (Supariasa, 2002). Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009 sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus. Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus. Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia. 1.2 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mendapat



pengatahuan



dan



perjalanan



penyakit



tentang



gangguan system kardivaskuler pada pasien dengan anemia. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia.



c. Penulis



mampu



merumuskan



rencana



tindakan



keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia. d. Penulis



mampu melakukan tindakan/ implementasi



keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia. 1.3 Manfaat Penulisan 1. Manfaat Bagi Penulis Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien anemia. 2. Manfaat Bagi Institusi Dapat



dijadikan sebagai



acuan ataupun referensi dalam



pembelajaaran di kampus.



BAB 2 TINJAUN TEORI



2.1 Konsep Penyakit 2.1.1



Definisi Anemia Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit



atau kadar Hb sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga SDM,



kualitas



Hb,



dibawah



dan



nilai



normal



jumlah



volume packed red blood cell



(hematokrit) per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar



hematokrit



dibawah



normal.



Anemia



bukan



merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan



satu



kesatuan



tetapi



merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935). 2.1.2



Etiologi Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya: a. Anemia Pasca Pendarahan Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan. b. Anemia Defisiensi Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah. c. Anemia Hemolitik Terjadi



penghancuran



(hemolisis)



eritrosit



yang



berlebihan karena: 1) Factor Intrasel Misalnya



talasemia,



hemoglobinopati



(talasemia



HbE, sickle cell anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit



(G







6PD,



piruvatkinase,



alutation



reduktase). 2) Factor Ekstrasel Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah). d. Anemia Aplastik Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum – sum tulang (kerusakan sumsum tulang). 2.1.3



Manifestasi Klinis Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat



menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah: a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis/ trombositopenia, pansitopenia; b. Penurunan BB, kelemahan; c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi, kulit pucat; d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi); e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang. 2.1.4



Patofisiologi Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum



atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang



menyababkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami hemplitik)



penghancuran maka



(hemoglobinemia).



dalam



hemoglobin Apabila



sirkulasi,



akan



muncul



konsentrasi



(pada dalam



plasmanya



kelainan plasma melebihi



kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria). Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya hiperbilirubinemia. Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4  –  6 bulan) dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan makanan



padat kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak



tahan



panas. Pada anak sembarang umur



kehilangan darah sebanyak 1  –  7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi. Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik



(eritropoetik, granulopoetik, dan



trombopoetik). Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis (penyakit Schultz), dan yang mengenai



system



trombopoetik



disebut



amegakariositik



trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Kekurangan



asam



folat



akan



mengakibatkan



anemia



megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.



2.1.5



Pemeriksaan Penunjang 1.



Pemeriksaan diagnostik :



a.



Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun. 1)



Jumlah eritrosit: menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),



peningkatan



(AP),



pansitopenia



(aplastik). 2)



Jumlah retikulosit bervariasi: menurun (AP), meningkat (hemolisis).



3)



Penurunan



SDM:



mendeteksi



perubahan



warna dan bentuk (dapat mengidentifikasikan tipe khusus anemia). 4)



LED: peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.



5)



Massa



hidup



SDM:



untuk



membedakan



diagnose anemia. 6)



Tes kerapuhan eritrosit: menurun (DB).



7)



SDP: jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).



 b.



Jumlah trombosit: menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi (hemolitik).



c.



Hb elektroforesis: mengidentifikasi tipe struktur Hb.



d.



Bilirubin serum (tidak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik)



e.



Folat serum dan vit. B12: membantu mendiagnosa anemia.



f.



Besi serum: tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).



g.



TIBC serum: menurun (DB).



h.



Masa perdarahan: memejang (aplastik).



i.



LDH serum: mungkin meningkat ( AP).



 j.



Tes Schilling: penurunan eksresi vit B12 urin (AP)



k.



Guaiac: mungkin positif untuk darah pada urin,



feses, dan isi gaster, menunjukan perdarahan akut / kronis (DB) l.



Analisa



gaster:



penurunan



sekresi



dengan



peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorotik bebas (AP). m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy: sel mungkin tampak  berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia. n.



Pemeriksaan



endoskopi



dan



radiografik:



memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI. 2.1.6



Penatalaksanaan Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya, yaitu a. Anemia Karena Perdarahan Pengobatan



terbaik



adalah



transfuse



darah.



Pada



perdarahan kronik diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2). b. Anemia Defesiensi Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih



baik 500



ml/24 jam.



Jumlah makanan



ini



mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya



akan



besi



bertambah



dan



kehilangan



darah



karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia



defesiensi asam



folat, meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553). c. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 – 2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam



menanggulangi



kelainan



itu,



atau



penyakit



mengalami kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan splektomi.



Apabila



keduanya



untuk



dilakukan



tidak menolong, maka



dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat



imunosupresif.



Immunoglobulin



dosis



tinggi



intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1  –  4 hari) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran; 552). Anemia hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat



atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah umur 5  – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson; 1713). Sferositosis herediter. Anemia



dan



hiperbilirubenemia



yang



cukup



berat



memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak, meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi



anemia



retikalositosis



dan



hiperbilirubinemia



membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh



tidak



mau



makan



atau



lemah.



Untuk



mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi



tidak



banyak



splenektomi biasanya



gunanya



frekuensi



lagi.



Sesudah



transfuse



darah



menjadi



jarang. Diberikan pula bermacam  –  macam



vitamin,



tetapi



preparat



yang



mengandung



besi



merupakan indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2). d. Anemia aplastik sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan antithimocyte globin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan platelet. e. Anemia pada penyakit ginjal



Pada pasien dialysis harus ditangani denngan pemberian besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin rekombinan. f. Anemia pada penyakit kronis Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang mendasariya, maka anemia akan terobati dengan sendirinya. g. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi diberika sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr % . h. Anemia megaloblastik a) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya factor intrinsic dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM. b) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi. c) Pada aemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/hari. d) Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbs, penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara IM. 2.1.7



Masalah Yang Lazim Muncul 1. ketidakefektifan



pola



nafas



b.d



sindrom



hipoventilasi,



penurunan transfer oksigen keparu. 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d



intake yag kurang, anoreksia. 4. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung 5. Difisit perawatan diri b.d kelemahan fisik 6. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin 7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu 2.1.8



Discharge Planning 1.



Menjalani diet dengan gizi seimbang



2.



Asupan zat besi yang terlalu berlibihan bisa membahayakan yang menyebebkan sirisis, kardiomiopati, diabetes, dan kangker jenis tertentu. Suplemen zat besi hanya boleh dikonsumsi atas anjuran dokter.



3.



Makan-makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12, seperti ikan, produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau tua, jeruk, dan biji-bijian.



4.



Batasi minum alcohol dan pada ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi



suplemen



asam



folat



untuk



mencegah



terjadinya anemia defisiesi asam folat. 5.



Pastikan untuk menggunakan sepatu atau sandal untuk menghindari resiko kecacingan.



6.



Hindari pemeparan berlebihan terhadap minyak, insektisida, zat kimia da zat toksik lainnya karena juga dapat menyebabkan anemia.



7.



Konsultasi kembali jika gejala anemia menetap dan untuk mengetahui factor penyebab.



8.



Ajarkan kepada orang tua tentang cara-cara melinndugi anak dari infeksi.



9.



Kenali tanda-tanda komplikasi



2.2 Konsep Keperawatan 2.2.1



Pengakajian a. Identitas klien dan keluarga



Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama, pendidikan, alamat. b. Keluhan utama Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing. c. Riwayat kehamilan dan persalinan Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat  – obatan dalam jangka waktu lama. Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan berat badan waktu lahir. Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partun akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI. d. Riwayat kesehatan dahulu 1) Adaya



menderita



penyakit



anemia



sebelumnya,



riwayat imunisasi. 2) Adanya riwayat trauma, perdarahan 3) Adanya riwayat demma tinggi. 4) Adanya riwayat penyakit ISPA. e. Keadaan kesehatan saat ini Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah, diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran. f. Riwayat keluarga 1) Riwayat anemia dalam keluarga. Riwayat penyakit  –  prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan. g. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.



2) Kesadaran : Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma. 3) Tanda – tanda vital TD



: tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70



mmHg)  N



: frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah



( N : 60 – 100 x/i) S



: bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37,



20C ) RR



: meningkat ( anak N : 20 –30 x/i ).



4) TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak adalah sebagai berikut : a) Lahir -3,25 kg b) 3 – 12 bulan =



umur ( bulan ) −9 2



c) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2  – 8 d) 6 – 12 tahun =



umur ( tahun ) x 7−5 2



Tinggi badan rata  –  rata waktu lahir adalah 50 cm.



secara



garis besar, tinggi badan anak dapat



diperkirakan, sebagai berikut: 1 tahun



: 1,5 x TB lahir



4 tahun



: 2 x TB lahir



6 tahun



: 1,5 x TB setahun



13 tahun



: 3 x TB lahir



Dewasa



: 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).



5) Kulit Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan dibawah kulit. 6) Kepala Biasanya bentuk dalam batas normal. 7) Mata Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra



tidak ikterik, terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex cahaya biasanya tidak ada kelainan. 8) Hidung Keadaan/ bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan. 9) Telinga Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan. 10) Mulut Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah  –  pecah atau perdarahan. 11) Leher Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar, tidak ada distensi vena jugularis. 12) Thoraks Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau ronchi, wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40  – 60 x/i, anak 20  –  30 x/i irama jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100x/i. 13) Abdomen Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias dibawah normal bias juga meningkat. 14) Genetalia Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum Perempuan : labia minora tertutup labia mayora. 15) Ekstremitas Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral dingin. 16) Anus



Keadaana anus, posisinya, anus + 17) Neurologis Refleksi fisiologis + seperti reflex patella, reflex patologis – seperti babinskin tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = 2.2.2



Diagnosa Keperawatan 1.



Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel



2.



Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen



3.



Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan untuk mencerna makan atau absorbsi nutrisi yang diperlukan



4.



Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis gangguan mobilitas.



5.



Resiko tinggi terjadi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (menurunnya Hb)



2.2.3



Intervensi Keperawatan 1. Dx : Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponenkomponen seluler yang diperlukan untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel Tujuan : Perfusi jaringan adekuat Kriteria hasil :



- Tanda vital - Membran mukosa merah - Akral hangat



Intervensi -



Awasi TTV, kaji warna kulit atau membran mukosa dasar kulit R/ Memberikan informasi tentang denyut perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya.



-



Atur posisi lebih tinggi



R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi -



Observasi pernafasan R/ Dispnea menunjukkan gejala gagal jantung ringan



-



Kaji untuk respon verbal melambatkan mudah terangsang gangguan memori R/ Mengindikasikan definisi dan kebutuhan pengobatan



-



Kolaborasi dalam pemberian transfusi R/



Meningkatkan



memperbaiki



jumlah



defisiensi,



sel



pembawa



menurunkan



resiko



oksigen, tinggi



pendarahan 2. Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen Tujuan : Dapat melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan Kriteria hasil :



- Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas - Menunjukkan penurunan tanda-tanda vital



Intervensi -



Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan jaya jalan atau kelemahan otot R/ Menunjukkan perubahan neorologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien atau resiko cidera.



-



Awasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas R/ Manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.



-



Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing R/ Hipotensi atau hipoksia dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera



-



Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu



R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri. -



Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru



3. Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan untuk mencerna makanan atau absorbsi nutrisi yang diperlukan Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil :



- Menunjukkan peningkatan berat badan - Nafsu makan meningkat - Pasien tidak mual dan muntah



Intervensi -



Kaji riwayat nutrisi termasuk makan yang disukai R/ Mengidentifikasi defisiensi



-



Observasi dan catat masukan makanan klien R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan makanan



-



Timbang berat badan tiap hari R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi



-



Berikan makanan sedikit tapi sering R/ Menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan mencegah disiensi gaster



-



Pantau pemeriksaan Hb, albumen protein dan zat besi serum R/



Meningkatkan



efektivitas



program



pengobatan



termasuk diet nurtrisi yang diberikan 4. Dx : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis gangguan mobilitas Tujuan : Integritas kulit adekuat Kriteria hasil :



- Mempertahankan integritas kulit



-



Mengidentifikasi faktor resiko / perilaku individu untuk mencegah cedera dermal



Intervensi -



Kaji integritas kulit catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi



-



Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau tidur di tempat tidur R/ Meningkat sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan atau mempengaruhi hipoksia seluler



-



Anjuran permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun R/ Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogen, sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan dapat meningkatkan iritasi.



5. Dx : Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat (penurunan Hb) Tujuan : Tidak adanya infeksi pada sistem tubuh Kriteria hasil :



-



Mengidentifikasi untuk mencegah



atau menurunkan resiko infeksi -



Meningkatkan penyembuhan luka,



eritema dan demam Intervensi -



Tingkatkan cuci tangan yang baik untuk pemberi perawatan dan pasien R/ Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri



-



Pertahankan teknik aseptik tepat pada prosedur perawatan luka R/ Menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri



-



Pantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan R/ Membatasi pemajaran pada bakteri infeksi



-



Pantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam R/ Indikator proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan



2.2.4



Implementasi Keperawatan Menurut Carpenito (2009. Hal 57). komponen implementasi dalam



proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada: Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan



yang



tepat.



Memberi



tindakan



yang spesifik untuk



menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri, membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia. 2.2.5



Evaluasi Keperawatan Menurut Asmadi  (2008. Hal 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari



proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara bersinambungan



dengan



melibatkan



klien



dan



tenaga



kesehatan



lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya, kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :



Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah



dan



kadar



hematokrit



dibawah



normal.



Anemia



bukan



merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasar.  Penyebab Umum dari Anemia Yaitu: Kehilangan darah atau Perdarahan hebat, Berkurangnya pembentukan sel darah merah, dan Gangguan produksi sel darah merah. Tanda – tanda dari penyakit anemia yakni: Lesu, lemah , letih, lelah, lalai (5L),  Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, dan konjungtiva pucat, Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan  menjadi pucat, serta  Nyeri tulang, pada kasus yang lebih parah, anemia menyebabkan tachikardi, dan pingsan. Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,jenis kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit,atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut:      Hb