Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

AUDIT PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA 1. PENGERTIAN Kerugian Keuangan Negara adalah berkurangnya kekayaan negara atau bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi dengan prestasi yang setara, yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang, dan atau disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure). Dalam konteks pasal 2 dan 3 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian keuangan negara yang dimaksud adalah yang disebabkan perbuatan melawan hukum (pasal 2), tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukannya (pasal 3). Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) adalah audit dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian keuangan negara yang timbul dari suatu kasus penyimpangan dan digunakan untuk mendukung tindakan litigasi. Bentuk-bentuk Kerugian Keuangan Negara antara lain berupa : 1. Pengeluaran, yaitu: a. Pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan b. Pengeluaran yang lebih besar daripada yang seharusnya 2. Penerimaan, yaitu: a. Sumber penerimaan yang seharusnya diterima b. Penerimaan yang lebih kecil dari yang seharusnya 3. Aset, yaitu: a. Pelepasan Aset yang merugikan. b. Pertukaran Aset yang merugikan. c. Pemanfaatan Aset yang merugikan. d. Penempatan Aset yang merugikan. 4. Kewajiban, yaitu: a. Timbulnya kewajiban yang seharusnya tidak ada. b. Timbulnya kewajiban yang lebih besar daripada yang seharusnya. 2. RUANG LINGKUP PENUGASAN Penugasan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara permintaan Aparat Penegak Hukum (APH) pada Proses Penyidikan.



berasal



dari



Penugasan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) harus didasarkan pada alasan yang cukup. Alasan dapat berupa:



1. Adanya indikasi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara dari pengembangan hasil audit operasional oleh Penyidik; 2. Permintaan instansi penyidik atau penetapan pengadilan; 3. Atas kasus yang telah dilakukan Audit Investigatif, dan telah menerbitkan Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI) yang ditingkatkan ke penyidikan oleh Penyidik, maka dapat dilakukan audit PKKN atas permintaan tertulis Instansi Penyidik. Pengumpulan bukti-bukti, klarifikasi dan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait dilaksanakan bersama penyidik. Adapun Peraturan-peraturan terkait dalam melaksanakan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah sebagai berikut: No. Kegiatan Audit Terkait 1 Pengadaan Barang dan Jasa 2 3 4 5 6 7 8



Peraturan Terkait Perpres No. 70 Tahun 2012 dan perubahannya Perpres No. 4 tahun 2015 dan Perka LKPP No. 14 Tahun 2012 Keuangan Negara UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 15 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara UU No. 1 Tahun 2004 Badan Usaha Milik Negara UU No. 19 Tahun 2003 (BUMN) Jasa Konstruksi UU No. 18 Tahun 1999 Pedoman Pelaksanaan APBN Keppres No.42 Tahun 2002 dan dan Standar Akuntansi perubahannya Perpres No. 53 Tahun 2010, Pemerintahan Pedoman Pengelolaan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Keuangan Daerah perubahannya Permendagri No. 59 Tahun 2007 jo. Permendagri 21 Tahun 2011 Standar Akuntansi PP No. 71 Tahun 2010 Pemerintahan



3. Pra Perencanaan Tahap pra perencanaan merupakan tahap awal proses penugasan yang dilakukan unit kerja untuk menentukan unit kerja akan melakukan atau tidak melakukan penugasan Audit PKKN. Berdasarkan surat permintaan untuk melakukan audit PKKN, Penyidik/Pimpinan Objek Penugasan melakukan ekspose terlebih dahulu sebelum melakukan penugasan audit PKKN tersebut. Tujuan ekspose adalah untuk meyakini layak tidaknya penyimpangan yang ditemukan. Ekspose dipimpin oleh Pimpinan Unit Kerja/Es III/setingkat, dihadiri lebih dari 3 PFA Unit Kerja. Hasil ekspose harus dituangkan dalam risalah hasil ekspose dan ditandatangani oleh para pejabat yang



berwenang. Simpulan hasil Ekspose dapat berupa permintaan audit dalam rangka PKKN dipenuhi, belum dapat dipenuhi, dan tidak dapat dipenuhi. Permintaan Audit PKKN dapat dipenuhi apabila penyimpangan yang terjadi dan niat melakukan tindak pidana korupsinya (Mens Rea) telah diketahui dengan jelas, sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2 dan 3 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam ekspose Unit Kerja berpendapat PKKN tidak dapat dipenuhi, Unit Kerja dapat melakukan penelaahan lebih mendalam untuk meyakinkan dapat atau tidaknya dilakukan audit PKKN. Penelaahan tersebut lebih ditujukan untuk memperoleh kecukupan bukti dan informasi serta menentukan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh Tim Audit. Hasil penelaahan harus dituangkan dalam dokumen hasil penelaahan dan ditandatangani oleh para pejabat yang berwenang. 4. Perencanaan Penugasan Dalam membuat rencana, auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan alokasi sumber daya. Dalam merencanakan audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara, auditor harus: 1. Mengidentifikasi pendekatan, prosedur dan teknik audit yang akan digunakan untuk menguji penyimpangan; 2. Merumuskan prosedur dan langkah kerja yang akan dilakukan dalam bentuk Program Audit; 3. Merencanakan metode penghitungan kerugian keuangan negara; Dalam tahap perencanaan ini, Auditor harus membuat Surat Tugas sebagai dasar untuk melaksanakan penugasan Audit PKKN yang akan disampaikan kepada Instansi Penyidik/Pimpinan Objek Penugasan. 5. Pelaksanaan Penugasan Dalam melaksanakan audit, Auditor bersama penyidik harus mengumpulkan bukti yang cukup, kompeten, dan relevan. Dalam audit penghitungan kerugian keuangan negara, auditor mengumpulkan dan mengevaluasi bukti sesuai dengan program kerja audit. Hal-hal khusus yang diatur dalam audit penghitungan kerugian keuangan negara sebagai berikut: 1) Permintaan data/bukti agar dilakukan melalui surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Pimpinan Unit Kerja atau pejabat lain yang berwenang dan ditujukan kepada Pimpinan Instansi Penyidik atau kepada Penyidik terkait.



2)



3)



4)



5)



6)



7) 8)



9)



Materi permintaan data/bukti dalam surat permintaan tertulis di atas agar menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti yang diperlukan, serta batas waktu penyampaian data/bukti. Apabila permintaan data/bukti belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik, surat permintaan tertulis data/bukti agar disampaikan secara berturut-turut sampai dengan 2 (dua) kali dan diberikan batas waktu. Apabila permintaan data/bukti sampai dengan 2 (dua) kali dalam batas waktu yang ditentukan tidak atau belum dipenuhi oleh Instansi Penyidik yang bersangkutan, Pimpinan Unit Kerja menerbitkan surat penghentian sementara penugasan. Dalam hal Auditor memerlukan klarifikasi atau konfirmasi secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dan peninjauan lapangan, permintaan klarifikasi atau konfirmasi dan peninjauan lapangan disampaikan oleh Auditor melalui Penyidik dan pelaksanaannya didampingi oleh Penyidik/Pimpinan Objek Penugasan. Apabila diperlukan, Auditor dapat melakukan pengumpulan bukti tambahan bersama Penyidik dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengumpulan bukti dilakukan di bawah koordinasi Penyidik. b. Auditor harus menghormati kewenangan Penyidik dalam pengumpulan bukti sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). c. Auditor harus memastikan tidak ada pelanggaran hukum atau aturan lain yang dilakukan Auditor saat pengumpulan bukti Terhadap data/bukti yang diterima dari Instansi Penyidik dibuat Daftar Penerimaan Bukti dengan menyebutkan jenis, nama, dan jumlah data/bukti. Metode penghitungan kerugian keuangan negara bersifat kasuistik dan spesifik sehingga harus dikembangkan oleh Auditor berdasarkan proses bisnis dan jenis penyimpangan yang terjadi. Metode penghitungan kerugian keuangan negara yang dikembangkan oleh Auditor dalam lingkup profesi akunting dan auditing tersebut harus dapat diterima secara umum. Semua langkah kerja dalam pelaksanaan audit harus dituangkan dalam Kertas Kerja Audit (KKA) sesuai dengan jenis penugasannya sebagaimana yang berlaku sebagai berikut: a) Kertas kerja audit harus memuat atau mempunyai referensi untuk semua informasi yang digunakan meliputi dokumen-dokumen dan bukti-bukti yang berasal dari Penyidik untuk melakukan Audit PKKN. b) Surat penugasan dan surat-menyurat lain; c) Dokumen perencanaan penugasan termasuk program audit; d) Bukti-bukti pendukung; e) Peraturan terkait; f) Laporan yang diterbitkan termasuk konsepnya;



g) Hasil analisis termasuk metode dan teknik audit yang digunakan serta semua penjelasan yang perlu dalam rangka melaksanakan program audit; h) Hasil wawancara atau berita acara klarifikasi, catatan rapat dan diskusi lainnya; i) Risalah Hasil Ekspose Kasus dan Risalah Pemaparan Hasil Audit; j) Hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak lain terutama yang berkaitan dengan temuan dan simpulan akhir. 6. Pelaporan Penugasan Laporan hasil audit berisi simpulan hasil audit yang disampaikan kepada pihakpihak yang berkepentingan segera setelah penugasan berakhir dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: 1) Tujuan dan penggunaan laporan; 2) Standar praktis yang berlaku bagi penugasan audit; 3) Kualitas, kuantitas, dan keandalan informasi yang tersedia. Pengendalian penugasan melalui reviu berjenjang, review meeting, dan pembahasan intern perlu dilakukan guna menjamin kualitas audit, mempercepat proses penugasan, dan mencari jalan keluar atas permasalahan-permasalahan yang timbul selama penugasan. Pengkomunikasian hasil audit PKKN dilakukan dengan Penyidik untuk memastikan bahwa seluruh bukti yang digunakan Auditor merupakan bukti yang lengkap yang akan digunakan sebagai bukti dalam berkas perkara dan Penyidik telah menyerahkan seluruh bukti yang mempengaruhi jumlah kerugian keuangan negara.