B Indo [PDF]

  • Author / Uploaded
  • arina
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KUMPULAN PUISI JOKO PINURBO 1980-1992 Layang - layang Dulu pernah kaubelikan aku sebuah layang-layang pada hari ulang tahun. Aku pun bersorak sebagai kanak-kanak tapi hanya sejenak.



Sebab layang-layang itu kemudian hilang, entah ke mana ia terbang. Seperti aku pun tak pernah tahu kapan kau hilang dan kembali kutemu. Lehermu masih hangat meskipun selalu dikikis waktu.



Sekarang umur pun tak pernah lagi dirayakan selain dibasahkuyupkan di bawah hujan. Tapi kutemukan juga layang-layang itu di sebuah dahan meskipun tanpa benang dan tinggal robekan. Aku ingin berteduh di bawah pohon yang rindang. (1980)



PENYAIR TARDJI



Tardji minta bir buat pesta di malam buta. “Sampai tuntas pahit-asamnya. Sampai pecah ini botolnya.”



Dalam mabuk ia minta tuak dari jantungMu. “Mana kapak? Biar kutetak leher panjangMu.”



Sampai huruf habislah sudah. Sampai nganga luka dibelah. “Ya Allah, sajak terindah kutemu dalam Kau darah.” (1986)



TUKANG CUKUR



Ia membabat padang rumput yang tumbuh subur di kepalaku. Ia membabat rasa damai yang merimbun sepanjang waktu.



“Di bekas hutan ini akan kubangun bandar, hotel, dan restoran. Tentunya juga sekolah, rumah bordil, dan tempat ibadah.



Ia menyayat-nyayat kepalaku. Ia mengkapling-kapling tanah pusaka nenekmoyangku.



“Aku akan mencukur lentik lembut bulu matamu. Dan kalau perlu akan kupangkas daun telingamu.” Suara guntingnya selalu mengganggu tidurku. (1989)



BULU MATAMU: PADANG ILALANG



Bulu matamu: padang ilalang. Di tengahnya: sebuah sendang.



Kata sebuah dongeng, dulu ada seorang musafir datang bertapa untuk membuktikan apakah benar wajah bulan bisa disentuh lewat dasar sendang.



Ia tak percaya, maka ia menyelam. Tubuhnya tenggelam dan hilang di arus mahadalam. Arwahnya menjelma menjadi pusaran air berwarna hitam.



Bulu matamu: padang ilalang. (1989)



TENGAH MALAM



Badai menggemuruh di ruang tidurmu. Hujan menderas, lalu kilat, petir dan ledakan-ledakan waktu dari balik dadamu.



Sesudah itu semuanya reda. Musim mengendap di kaca jendela. Tinggal ranting dan dedaunan kering berserakan di atas ranjang. Hening.



Waktu itu tengah malam. Kau menangis. Tapi ranjang mendengarkan suaramu sebagai nyanyian. (1989)



SENANDUNG BECAK



Ada becak melenggang sendirian di sebuah gang. Pemiliknya, katanya, telah mati di tiang gantungan.



Ada becak hanyut di sungai. Sungainya keruh, mengalir ke laut yang jauh.



Orang-orang berkumpul di atas jembatan, mengira si pemiliknya telah mati tenggelam. Tapi ada yang berbisik kepada saya: “Akulah yang menghanyutkannya dan ternyata kalian amat suka menontonnya.”



Ada juga yang berkata: “Sesampainya di laut, becak itu akan menjelma menjadi sebuah perahu yang harus bertarung sendirian melawan badai, ombak dan malam.” (1990)



PADA LUKISAN MONALISA



Di rambutmu burung-burung membuat sarang. Burung-burung yang terbang dari khasanah senja; yang sudah berapa lama terkurung dalam himpian Hawa. Burung-burung yang memintal benang-benang cahaya dengan kepak lembut sayap-sayapnya yang luka. Burung-burung yang menggurat padang langit hijau dengan cakar-cakar perih dan kicau-kicaunya yang parau.



Dan engkau adalah pohon yang dahan-dahannya menjulur lentur karena adalah kenangan. Yang akar-akarnya menjuntai ke wilayah malam. Yang ranting-rantingnya lembut karena adalah igauan. Yang daunnya rimbun menghalau kobaran jaman. Yang pucuk-pucuknya menjulang karena adalah jeritan. (1990)



POHON BUNGUR



: anno 1968 - 1973



Pohon bungur di puncak bukit dalam naungan senja.



Bunga-bunganya berceceran dihirup angin selatan.



Pohon bungur di puncak bukit dalam belaian usia.



Kuingat selalu bunga merahnya yang ranum diguyur hujan menjelang malam turun.



(1990)



HUTAN KARET



in memoriam: Sukabumi



Daun-daun karet berserakan. Berserakan di hamparan waktu.



Suara monyet di dahan-dahan. Suara kalong menghalau petang.



Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan. Berloncatan di semak-semak rindu.



Dan sebuah jalan melingkar-lingkar. Membelit kenangan terjal.



Sesaat sebelum surya berlalu masih kudengar suara bedug bertalu-talu. (1990)