Bab 1-5 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • itchy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PERKEMBANGAN MAKE-UP KARAKTER PADA PERFILMAN HOROR INDONESIA ANTARA TAHUN 2000 – 2019



Ghina Ramadanty 5535151254



Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA RIAS FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020



i



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Analisis Perkembangan Make up Karakter Pada Perfilman Horor di Indonesia Antara Tahun 2000-2019". Tujuan disusunnya skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berjalan lancar tanpa mendapat bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT. yang selalu memberikan kesehatan dan berkah yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar, 2. Uswatun Hasanah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, 3. Dr. Jenny Sista Siregar, M.Hum, selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Tata Rias di Universitas Negeri Jakarta, 4. Titin Supiani, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I dan Dra. Harsuyanti RLM. Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis selama penulisan berlangsung, 5. Seluruh jajaran dosen Pendidikan Tata Rias, Universitas Negeri Jakarta yang telah membagikan begitu banyak ilmu pengetahuan selama perkuliahan berlangsung, 6. Kepada kedua mama papa (Era Agustina dan Teddy Ariestiawan) dan adikadik penulis (Salma, Dyra, dan Dimas) yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun non-materil, doa, semangat, kritik serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skrips ini, 7. Kepada Faishal Adli yang selalu menemani penulis dan telah memberikan kasih sayang serta memberikan doa, dukungan, hingga bantuan selama kegiatan perkuliahan. 8. Kepada Ayah, Ibu yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis. 9. Kepada Ella Djibran yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat kepada penulis. 10. Kepada Deretan Anak Sultan (Itchy, Gea, Dhea, Difa, Astri, Shantalia, Melati, Fiona, Erica, Dhita, dan Rifa) yang telah memberikan canda tawa, dan semangat, serta doa kepada penulis. 11. Seluruh teman-teman Pendidikan Tata Rias 2015, staff dan semua pihak yang telah memberikan banyak kenangan, yang telah membantu dan memberikan dukungan, yang namanya tidak dapat dituliskan satu persatu, kurang lebihnya penulis mohon maaf. Semoga semua bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini ii



memberikan sumbangan ilmu yang berarti terhadap berkembangnya pendidikan Program Studi Pendidikan Tata Rias. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.



Jakarta, Juli 2020 Penulis



iii



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini, film merupakan salah satu hiburan yang saat ini



masih ditunggu dan dikagumi oleh masyarakat. Tayangan yang pertama kali di tayangkan di tempat tertentu seperti bioskop, sangat dinanti masyarakat yang memang mencintai film. Lain halnya dengan tayangan televisi, masyarakat tidak perlu pergi ke bioskop untuk menonton sinema atau hiburan yang mereka inginkan, hanya dengan memiliki televisi mereka telah ditunjukan dengan tontonan yang banyak. Sebelum membuat film langkah awal yang harus ditentukan adalah membuat cerita dan menentukan tujuan pembuatan film itu sendiri. Sebagai hiburan, untuk mengangkat fenomena pembelajaran dan pendidikan, atau hanya untuk menyampaikan moral tertentu agar nantinya pembuatan film terfokus sesuai dan terarah. Dibalik kemegahan dan keseruan film terdapat orang-orang dibelakang dan didepan layar yang terus bekerja untuk membuat film menjadi layak untuk ditonton dan dipasarkan ke masyarakat. Orang-orang tersebut adalah para crew di lapangan maupun di luar lapangan, yakni produser, sutradara, penulis naskah, pemegang kamera, tata artistik, pengarah lampu, make up artist hingga pembantu umum. Sejak tahun 1950 hingga tahun 2000, pertumbuhan perfilman di Indonesia mengalami pasang surut tiada henti (Imanjaya & Ekky, 2011). Adapun genre-genre tersebut diantaranya yaitu thriller, comedy, action, adventure, animation, biography, 1



crime, documentary, drama, family, history, musical, mystery, romance, dan horror. Banyaknya peristiwa yang mempengaruhi sehingga perfilman Indonesia mengalami perubahan setiap tahunnya. Kebangkitan film nasional diikuti dengan kebangkitan film bergenre horor. Munculnya film bergenre horor salah satunya dilatarbelakangi oleh kuatnya budaya mistik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sekian banyak genre yang diproduksi, genre horor yang paling banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Genre ini juga sudah banyak dinikmati sejak tahun 1970-an dengan jumlah produksi film mencapai 22 judul, bahkan pada tahun 1980-an merupakan masa emas film horor Indonesia dengan jumlah produksi film mencapai 78 judul, kemudian pada tahun-tahun berikutnya, film horor yang didproduksi hanya mencapai 35 judul. Sementara dari tahun 1998 – 2008, film horor yang diproduksi berjumlah 74 judul, dari total produksi 281 film. (wordpress.com) Menurut Koentjaraningrat, masyarakat Indonesia menyakini makhluk halus, roh penjaga (tempat angker), setan, hantu dan kekuatan ghoib. Pada tahun 1971 muncul dua judul film bergenre horor, yaitu film “Beranak Dalam Kubur” yang disutradarai oleh Awaludin dan Ali Shahab dengan dibintangi oleh Suzzanna dan film “Lisa”. Menurut JB Kristanto, film berjudul Lisa lah yang disutradarai oleh M. Sharieffudin disebut-sebut sebagai film horor pertama di Indonesia (JB & Kristanto, 2007) Menginjak tahun 2000, menjadi puncak bermulanya acara-acara horor bermunculan di televisi dan menjadi booming, seperti pemburu hantu, uka-uka dan dunia lain. Saat pertelevisian mulai menguasai dunia horror, Jose Poernomo dan Rizal Mantovani mengambil sudut yang berbeda. Mereka justru memproduksi film horror yang berjudul Jelangkung (2001). Film ini sukses meraih 1,5 juta penonton di seluruh Indonesia. Film horor ini berhasil menyaingi kesuksesan film Petualangan Sherina pada tahun 2000 karya Riri Riza pada masa itu (IDN News, 2018).



2



Film horor dapat memacu adrenalin seseorang. Kekuatan karakter film horor tentulah tidak terlepas dari banyak faktor-faktor yang mendukung untuk memperkuat karakter tokoh antagonis, psikopat dan karakter mengerikan yang lainnya. Kemudian dari nuansa yang menyeramkan, mulai dari setting tempat yang umumnya identik dengan tempat-tempat sepi dan gelap, lalu sound effect yang menegangkan dan mengejutkan, serta make up para pemainnya yang dibuat semirip mungkin dengan tokoh yang diinginkan. Make up sendiri menjadi sesuatu yang penting dan tak terpisahkan dalam pembuatan film horor. Sehingga, para penata rias harus membuat efek yang sesuai dengan karakter horor yang diinginkan dibagian wajah atau ditubuh sang pemain menjadi seperti bentuk yang ingin ditampilkan, dengan demikian penonton dapat merasakan dan menikmati film tersebut seperti nyata. Make up karakter membutuhkan skill khusus. Kendati demikian, pembuatan tata rias atau make up horror tersebut tidaklah mudah dan sesederhana seperti yang dilihat di layar. Hal tersebut memerlukan keterampilan dan keahlian yang tinggi pada para perias make up horor di balik layar. Para perias harus memahami dan mendalami cara membuat dan membentuk make up karakter pada perfilman horror, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit. Menurut Halim (2013 :11) Character make up atau make up karakter adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang dipernakannya. Make up karakter merupakan jenis make up yang biasa digunakan untuk televisi dan film. Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangpesatnya dunia pertelevisian Indoesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami perkembangan yang signifikan.



3



Adapun jenis make up yang biasa digunakan untuk televisi dan perfilman dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu, corrective make up adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan demi mendapatkan kesempurnaan wajah. Lalu ada style make up adalah suatu tata rias yang dibuat dengan daya khayal atau imajinasi seseorang untuk menciptakan suatu tokoh sehingga menghasilkan suatu karya dalam bentuk rias wajah,. Dan yang terakhir adalah character make up yaitu suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan keinginan tokoh yang diperankan. (Halim Paningkiran, 2013 : 10) Ketiganya golongan tersebut saling berkaitan dan berperan penting dalam terbentuknya film khusus character make up pada genre film horor. Make up televisi dan perfilman pada dasarnya terdiri atas dua jenis, yaitu make up karakter dua dimensi dan make up karakter tiga dimensi. Make up karakter dua dimensi adalah make up yang mengubah bentuk wajah penampilan seseorang dari hal umur, suku, bangsa dengan cara dioleskan atau disapukan baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian sehingga hanya bisa dilihat dari bagian depan saja. Make up dua dimensi ini mengandalkan kekuatan pegecatan (painting) dari gelap terangnya warna (blending). Make up karakter tiga dimensi adalah make up yang mengubah wajah atau bentuk seseorang sacara keseluruhan atau sebagian dengan menggunakan bahan tambahan seperti anti-shine gel, latex glue for skin, fake blood, adhesive gum for make up, dan face paint (haho.co.id). Teknik riasan yang digunakan dalam film-film horor disebut Special Make up Effect (SFX). Teknik tersebut bisa membuat efek yang dimunculkan tubuh karena 4



suatu kejadian, menggunakan metode seni tata rias. Misalnya luka lebam, luka tusuk, luka tembak, darah menggumpal dan kerutan diwajah (kumparan.com). Kemudian ada Prosthetic Make up yaitu seni tata rias yang menggunakan atau menambahkan prosthetic (bagian tubuh palsu) untuk memodifikasi bagian tubuh. Keberadaan SFX Make up dan FX Make up saling berhubungan erat di industry perfilman, karena keduanya merupakan satu kesatuan. FX Prosthesic berkaitan dengan make up karakter, sebab make up karakter kadang membutuhkan tambahan prosthetic demi menampilkan karakter yang kuat. (kumparan.com) Seorang make up artist harus dapat menyesuaikan riasan sesuai kebutuhan sehingga tidak asal meletakkan atau menempelkan kosmetik ke wajah seseorang. Ia harus tahu kapan seseorang perlu di make up dan kapan ia harus menerapkan corrective make up, character make up, atau style make up. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 20002019, serta mengenalisa perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan untuk make up karakter pada perfilman horor secara lebih mendalam dan terperinci. 1.2.



Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan ala, bahan, dan kosmetik pada make up karakter pada perfilman horor Indonesia. 2. Perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019 5



3. Perlunya seorang penata rias dalam mendalami cara membuat dan membentuk make up karakter pada perfilman horor. 1.3.



Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada studi mengenai perkembangan make up karakter pada perfilman horor yang meliputi alat pendukung dalam pembuatan make up karakter serta bahan dan kosmetik. Perkembangan tersebut antara tahun 2000-2019.



1.4.



Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang dirumuskan adalah “Bagaimanakah perkembangan alat, bahan, dan kosmetik pada make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019”.



1.5.



Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana perkembangan alat, bahan, dan kosmetik make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019.



1.6.



Kegunaan Penelitian Secara teoritis, penelitian ini menjadi bahan studi dan pengembangan konsep keilmuan Tata Rias Fantas Universitas Negri Jakarta serta mengumpulkan secara menyeluruh pengetahuan tentang perkembangan make up karakter pada perfilman horor yang tersimpan dalam ingatan pakar untuk di dokumentasikan. Secara praktis, penelitian ini memberikan informasi dan masukan kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Rias, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta mengembangkan mata kuliah Tata Rias Fantasi khususnya pada 6



perkembangan alat, bahan, dan kosmetik, serta menjadi masukan para perias make up film mengenai perkembangan make up karakter pada perfilman horor. Kegunaan untuk peneliti selanjutnya, yaitu menambah pengetahuan mengenai perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia yang dapat diaplikasikan untuk pekerjaan peneliti nantinya.



7



2



BAB II KERANGKA TEORITIK DAN KERANGKA BERFIKIR



2.1 Deskripsi Teoritik 2.1.1 Hakikat Analisis Perkembangan Make up Karakter Pada Perfilman Horor Indonesia 2.1.1.1 Analisis Analisis dalam linguistic adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah pembahasan guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Menurut beberapa pakar, diantaranya Wiradi mengatakan analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilih sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dari kaitannya dan ditafsirkan maknanya. Sedangkan menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianti, analisis adalah pengurai suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti yang keseluruhan (Sugiyono: 1997: 56). Dalam sebuah proses penelitian, antara kegiatan analisa memiliki keterkaitan yang erat dengan proses pengolahan data. Dalam proses penelitian, analisa merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan dilakukan. Pada awal tahapan, dilakukan proses pencarian dan pembatasan masalah. Selanjutnya dilakukanlah proses penarikan hipotesa awal yang nantinya berfungsi sebagai praduga awal sebelum proses penelitian.



8



Fungsi dari analisa adalah : 1. Analisa diperlakukan sebagai upaya untuk mengenali dan proses identifikasi dari permasalahan yang ada pada penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, pada nantinya dari permasalahan yang muncul bisa diurai satu persatu mengenai apa saja yang memiliki hubungan atas munculnya sebuah masalah pada objek penelitian. 2. Analisa diperlakukan untuk bisa memberikan keterangan secara spesifik dan terperinci mengenai hal-hal apa saja yang dicapai dalam upaya memenuhi kebutuhan dari objek penelitian. 3. Analisa yang tepat akan mempengaruhi kesimpulan dari sebuah penelitian. Untuk itu, dalam melakukan analisa atas hasil penelitian, seorang peneliti harus melakukan dengan hati-hati serta memperhitungkan berbagai macam faktor dan data yang didapat dalam penelitian tersebut. 4. Hasil analisa dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan sebuah tindakan yang memiliki nilai lebih pada objek penelitian. Dengan kata lain, hasil analisa akan mempengaruhi pembuatan kebijakam atau strategi. 5. Analisa akan dibutuhkan sebagai media untuk mencari jalan alternative atas permasalahan yang ditemukan dalam penelitian tersebut. Hal ini bisa dimungkinkan karena dalam proses analisa akan dilakukan tahapan penguraian masalah secara detail. 6. Analisa merupakan tahapan awal dalam proses perencanaan serta penerapan rancangan sistem yang sesuai dengan kebutuhan dari objek penelitian. (Arikunto: 1998: 43) 2.1.12 Perkembangan Make Up Karakter Jika berbicara tentang make up, tidak akan pernah ada habisnya. Make up sudah menjadi “baju” sehari – hari bagi kaum hawa, bahkan belakangan kaum adam pun mulai memoleskan make up untuk menutupi kekurangannya. Bila ditelusuri dalam keyword Google search, kata make up yang banyak bermunculan mewakili tampilan rias jaman modern seperti sekarang. Banyak yang lebih penasaran dengan make up tutorial, make up ala Korea, make up natural hingga produk make up. Ini menandakan, perkembangan tren make up dari tahun ke tahun sangatlah pesat seakan menjadi rival tren fashion. Menurut harfiah make up berarti tata rias atau tata cara menggunakan kosmetik. Tata rias wajah atau make up sebenarnya memiliki banyak i



cabang. Tidak selalu identik dengan tampilan riasan wajah sehari – hari. Ilmu make up terbagi dalam make up korektif, make up seni dan make up karakter. Tata rias wajah adalah suatu kegiatan yang menggabungkan unsur-unsur seni dalam mewujudkan keindahan pada penampilan seseorang dalam mempergunakan bahan-bahan kosmetik tertentu. Secara umum make up berfungsi untuk menonjolkan kelebihan dan menutupi kekurangan yang terdapat pada wajah seseorang. Semakin berkembangnya zaman, saat ini rias wajah bukan hanya digunakan untuk kebutuhan mempercantik diri namun dapat juga digunakan untuk memperburuk atau menuakan wajah seseorang dan kerap digunakan dalam suatu pertunjukan baik diatas panggung, televisi, ataupun film. Menurut Halim Paningkiran (20013:10), jenis-jenis rias wajah yang biasa digunakan untuk make up panggung, televisi dan film dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: 1) Corrective make up atau rias wajah korektif adalah suatu riasan yang diterapkan untuk menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan demi mendapatkan kesempurnaan wajah. 2) Style make up atau rias wajah fantasi, adalah suatu tata rias yang dibuat dengan daya khayal atau imajinasi seseorang untuk menciptakan suatu tokoh sehingga menghasilkan suatu karya dalam bentuk rias wajah. 3) Character make up atau rias wajah karakter, adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diterapkan.



ii



Di dalam pertunjukan drama, make up yang sering digunakan adalah make up karakter. Make up karakter membantu para pemeran berakting dengan membuat wajahnya menerupai peran yang akan ditampilkan. Seorang penata rias harus dapat menyesuaikan make up dengan kebutuhan peran yang akan ditampilkan. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam merias wajah karakter yaitu, menganalisis gambaran watak yang diinginkan serta mewujudkan gambaran watak tersebut, (Nini Thowok, 2015:15). Seorang penata rias harus memiliki desain mengenaik tokoh yang akan diperankan oleh pemain sehingga panduan tata rias wajah karakter dibedakan menjadi dua, yaitu rias wajah karakter dua dimensi dan rias karakter wajah tiga dimensi. Tata rias wajah karakter dua dimensi adalah rias wajah yang mengubah bentuk wajah seseorang dalam hal umut, suku, dan bangsa dengan cara dioleskan atau disapukan baik secara menyeluruh maupun hanya sebagian sehingga hanya bisa dilihat dari bagian depan saja, (Halim Paningkiran, 2013:52). Make up karakter dua dimensi hanya mengandalkan kekuatan painting dalam pengaplikasiannya. Seperti yang diungkapkan oleh Richaerd Corson diacu dalam Halim Paningkiran, (2013:59), mengatakan bahwa, make up karakter dua dimensi adalah make up yang dilaukan dengan teknik pengecatan yang meliputi lima bagian pokok pada wajah yaitu, dahi, mata, hidung, pipi, dan rahang wajah. Kekurangan dari make up karakter dua dimensi adalah make up ini tidak dapat memberi perubahan secara jelas. Perubahan yang dihasilkan hanya berupa garis bayangan pada bagian wajah tertentu, baik bayangan yang memberi kesan menonjol ataupun membenamkan. iii



Namun, kelebihan dari make up karakter dua dimensi ini adalah kosmetik yang digunakan mudah didapat dan harganya pun cenderung lebih murah. Karakter yang bisa dibuat dengan menggunakan make up karakter dua dimensi adalah tokoh wayang, hewan, efek kumis, efek jenggot, hantu, tokoh usia tua, dan efek lebam. Dibawah ini terdapat contoh make up karakter dua dimensi karakter tua dan make up karakter dua dimensi karakter hewan



Gambar 2.1. Make up karakter dua dimensi karakter tua Sumber: Koleksi pribadi.



Gambar 2.2. Make up karakter dua dimensi karakter hewan Sumber: Koleksi pribadi. iv



Make up karakter tiga dimensi adalah make up yang dapat mengubah bentuk wajah seseorang secara menyeluruh atau sebagian dengan menggunakan bahan tambahan yang langsung dioleskan atau ditempelkan pada bagian wajah, sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, (Halim Paningkiran, 2013:94). Make up karakter tiga dimensi merupakan make up yang memiliki gradasi berupa lekukanlekukan yang dapat diraba. Make up yang dihasilkan pada make up karakter dua dimensi. Terdapat bahan-bahan yang biasa digunakan pada make up karakter tiga dimensi adalah latex, gelatin, fake boold, dan wax. Penata rias harus lebih mengenal dan mengetahui berebagai fungsi dari bahan yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kesalahan yang terjadi pada hasil make up atau untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada kulit seperti iritasi. Pada dasarnya, make up karakter dua dimensi dan make up karakter tiga dimensi memiliki sejumlah perbedaan, yaitu:



Tabel 2.1. Perbedaan Make Up Karakter Dua Dimensi dan Tiga Dimensi No. Make up karakter dua dimensi 1. Hanya menggunakan teknik painting. 2. Bahan mudah didapatkan. 3. Mudah dalam pemakaiannya. 4. Kemungkinan terjadi kesalahan lebih kecil. 5. Biaya lebih murah. 6. Waktu pengerjaan lebih cepat. 7. Tidak membutuhkan peralatan khusus. 8. Lebih mudah dibersihkan. 9. Hanya dapat dilihat dari satu arah.



v



Make up karakter tiga dimensi Langsung diletakkan ke wajah. Bahan sulit didapatkan. Lebih sulit dalam pemakaian. Kemungkinan terjadi kesalahan lebih besar. Biaya lebih mahal. Waktu pengerjaan lebih lama. Membutuhkan peralatan khusus. Lebih sulit dibersihkan. Bisa dilihat dari segala arah.



10. 11. 12.



Gradasi tidak terlalu terlihat. Gradasi terlihat. Hanya bisa dilihat. Bisa dilihat dan dirasakan. Hasil kurang terlihat. Hasil lebih jelas. Sumber: Halim Paningkiran, (2013:96)



Terdapat dua cara untuk pengaplikasian bahan-bahan pada make up karakter tiga dimensi. Pengaplikasian bahan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengaplikasian secara langsung yaitu dengan mengoleskan bahan secara langsung pada bagian tubuh tertentu yang akan diberikan efek tiga dimensi, sedangkan pengaplikasian secara tidak langsung yaitu melalui proses percetakan terlebih dahulu kemudian ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diberikan efek tiga dimensi. Berikut adalah contoh make up karakter horor 3 dimensi yang menggunakan bahan dan kosmetik tambahan



Gambar 2.3. Make up karakter tiga dimensi Sumber: Koleksi pribadi.



vi



Gambar 2.4. Make up karakter tiga dimensi Sumber: unjtatariasfantasi.wordpress.com Pada make up karakter dalam perfilman horor di Indonesia mengalami perubahan yang cukup terlihat dalam bentuk hasil make up maupun alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan. Dibawah ini adalah perbandingan make up karakter horor Suzzana jaman dulu dan sekarang. Terlihat bahwa terdapat perbedaan antara hasil make up jaman dulu dan jaman sekarang.



Gambar 2.5. Make up jaman dulu dan sekarang Sumber: beranak dalam kubur.jpg



vii



Gambar 2.6. Perbandingan make up karakter Suzzana Sumber: suzzana.jpg



Gambar 2.7. Suzzana beranak dalam kubur Sumber: suzzana beranak dalam kubur. Jpg 2.1.1.3 Alat dan Bahan Pada Make up Karakter Alat adalah benda yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan seharihari. Sama hal nya dengan alat yang digunakan pada make up karakter, alat berfungsi sebagai benda untuk membantu mengaplikasikan kosmetik atau bahan yang akan dilakukan pada suatu objek. Sedangkan bahan adalah zat atau benda yang dari mana sesuatu dapat dibuat darinya, untuk menunjuk ke pakaian atau kain. Alat dan bahan pada make up karakter merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan karna saling berkaitan. Alat dan bahan yang biasa digunakan dalam make up karakter yaitu:



viii



Tabel 2.2 Alat dan Bahan Pada Make up karakter No. 1.



Alat dan Kegunaan Bahan Brush make Untuk up mengaplikasikan kosmetik.



2.



Beauty blender



Untuk mengaplikasikan foundation.



3.



Head band



Untuk menahan rambut agar tidak mengganggu pada saat proses merias.



4.



Cape make Untuk melindungi up pakaian client pada saat dirias agar terhindar dari kotoran yang muncul dari kosmetik yang digunakan. Tissue Untuk membentuk tekstur, dan digunakan setelah mengaplikasikan latex



5.



6.



Kapas



Untuk membentuk tekstur, dan digunakan setelah mengaplikasikan latex



ix



Gambar



7.



Stainless Untuk membentuk stell atau tekstur-tekstur yang spatula diinginkan.



8.



Sarung tangan



Untuk menghindari tangan dari noda kotoran



9.



Celemek make up



Untuk menghindari pakaian make up artis dari noda kotoran.



Maka dari itu, sangat penting seorang make up artist memiliki alat dan bahan yang lengkap untuk melakukan proses make up karakter yang akan dibuat agar mempermudah pekerjaan.



2.1.1.4 Perkembangan Kosmetika Pada Make up Karakter Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (Yunani) yang artinya keterampilan menghias, mengatur. Kosmetik pada dasarnya adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula.



x



Dalam peraturan Mnetri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Permenkes/1998/ didefinisikan sebagai berikut : “Kosmetik adalah sediaam atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya Tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit” (Dewi Muliyawan & Neti Suriana 2013 : XIV) Kosmetik mulai dikenal manusia sejak berabad-abad silam. Manusia mengenal kosmetik berdasarkan naluri alaminya yang senantiasa ingin tampil cantik, sehingga mereka senantiasa bereksperimen menemukan cara yang tepat untuk menonjolkan kecantikan tubuhnya. Warna-warna alami yang terdapat pada hewan dan tumbuhan pada awalnya menjadi pilihan kaum wanita untuk mempercantik penampilannya. Ada banyak cerita seputar sejarah kosmetik dan wanita. Konon, manusia mulai mengenal manfaat, warna-warni pada hewan dan tumbuhan bisa memberikan efek positif bagi kecantikan, berawal dari coba-coba dan karena ketidaksengajaan. Misalnya, perona pipi (pemerah pipi) pertama kali ditemukan karena kebetulan. Konon ceritanya, seorang wanita tanpa sengaja menumpahkan minuman anggurnya sehingga mengenai daerah pipi. Tumbuhan anggur yang mengenai pipi tersebut menyebabkan pipinya berwarna kemerah-merahan. Ternyata efek semu merah tersebut justru membuat si wanita terlihat cantik. Sejak saat itu, orang-orang mulai berusaha untuk membuat kedua pipi kanan kiri tersapu warna lembut dari bahanbahan alam yang mereka ketahui. xi



Sementara itu, Cleopatra yang terkenal dengan pesona kecantikannya ternyata juga memiliki kebiasaan khusus untuk merawat keindahan kulitnya. Dikisahkan, Cleopatra secara rutin berendam dalam bak berisi cairan susu. Rutinitas itu dimaksudkan untuk menjaga kulit tubuhnya agar tetap halus, mulus, dan berkilau. Sementara itu, di China para selir kaisar memerahi bibirnya dengan cara menekan bibir mereka dengan kelopak bunga berwarna merah, agar bibir tetap terlihat merah dan menarik. Demikianlah, hingga berbagai upaya dilakukan manusia khususnya wanita untuk merawat dan mempercantik diri. Upaya meramu berbagai bahan alam untuk merawat dan mempercantik diri tersebut merupakan salah satu cikal bakal berkembangnya ilmu kosmetik di dunia. Perkembangan



kosmetik



dan



kosmetologi



moderm



pertama



kali



dikembangkan oleh Hipocrates dan kawan-kawannya. (460-370 SM). Hipocrates menetapkan dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai strategi terbaik untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Pada masa yang sama, tercatat nama-nama ahli ilmu pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastic, dermalogi, kimia, dan farmasi, seperti Cornelius Celsus, Dioscorides, dan Galen. Seiring dengan bermunculnya Universiras di Eropa Utara, Barat, dan Timur pada zaman Renaisans, perkembangan ilmu pengetahuan semakin luas. Kosmetologi mulai dipelajari secara khusus dan terpisah dari ilmu kedokteran, sehingga kemudian dikenal berbagai berbagai cabang ilmu kosmetik, diantaranya yaitu: ← - Kosmetik untuk merias (decoration) ← - Kosmetik untuk pengobatan kelainan patologi kulit xii



← - Cosmetic treatment yaitu kosmetik yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan yang lainnya. Dalam skala industry, kosmetik mulai mendapat perhatian penuh dan digarap secara besar-besaran pada abad ke-20. Teknologi kosmetik yang semakin maju, melahirkan berbagai varian produk kosmetik baru dengan manfaat dan fungsi yang beragam. Terakhir, kita mengenal teknologi kosmetik yang merupakan perpaduan antara kosmetik dan obat yang kemudian dikenal dengan nama kosmetik medic (cosmeceuticals). Selain itu, sekarang juga mengenal berbagai profesi dari beberapa disiplin ilmu yang berkaitan dengan kosmetik, di antaranya yaitu : 



Ahli bedah plastic, dokter gigi, dan ahli kulit dari disiplin ilmu jedokteran.







Ahli biologi dan fisiologi kulit dari disiplin ilmu biologi. Mempelajari struktur kulit, gigi, rambut, serta proses-proses biologi yang terjadi didalamnya.







Ahli mikrobiologi, mempelajari dan meneliti segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawetan kosmetik.







Ahli kimia organic, berperan dalam mengembangkan dan menemukan bahan dasar baru untuk industry kosmetik.







Ahli penata rambut dan kecantikan. Berperan penting membantu konsumen untuk mengaplikasikan produk kosmetik dan rambut secara tepat kepada pelanggannya.



xiii



Tanpa disadari, kosmetik telah memberikan warna berbeda bagi kehidupan manusia. Membuka beragam peluang usaha dan peluang untuk mengaktualisasikan ilmu dan keterampilan manusia. Ke depan, fungsi kosmetik akan terus berkembang. Tidak hanya untuk merias diri, akan tetapi juga sebagai produk perawatan tubuh. Kosmetik tidak hanya dibutuhkan pada sehari-hari saja, tapi digunakan juga untuk kegiatan lainnya seperti proses shooting, acara tertentu, dll. Kosmetik yang digunakan pada setiap kebutuhan terkadang berbeda-beda. Kosmetik dasar yang digunakan pada make up adalah sebagai berikut :



Tabel 2.3. Kosmetik Dasar Yang Digunakan Pada Make up Karakter Horor No. 1.



Kosmetik Base make up



Kegunaan



Gambar



Di gunakan sebagai dasar make up



yang



berfungsi



untuk



menjaga agar kulit “siap” make up, membuat tahan lama, dan mencegah kosmetik masuk ke pori-pori. 2.



Foundation



Untuk



menyeragamkan



meratakan



warna



kulit



menyamarkan kekurangan.



xiv



dan serta



3.



Bedak tabor



Untuk



memperlambat



munculnya minyak pada wajah, agar make up lebih tahan lama, dan terlihat lebih natural. 5.



Eyeshadow



Untuk memberikan warna pada bagian mata.



6.



Pensil alis



Untuk



membentuk



alis



dan



membuat aksen garis.



Selain kosmetik yang biasa digunakan pada make up karakter horor, terdapat pula beberapa kosmetik tambahan yang biasa digunakan dalam proses make up karakter horor, yaitu :



Tabel 2.4 Kosmetik tambahan yang digunakan Pada Make up Karakter Horor No. 1.



Alat dan Bahan Fake blood



Kegunaan Untuk memberi aksen darah pada karakter yang diingin dibuat



xv



Gambar



2.



Latex



Untuk menempelkan kapas atau tissue pada bagian yang ingin dibuat



3.



Body painting



Untuk melukis wajah dan memberikan aksen warna yang menonjol.



Terdapat dua jenis body painting yang biasa digunakan dalam make up karakter yaitu, water based dan oil based. Body painting water based merupakan jenis body painting yang berbahan dasar air. Cara penggunaannya adalah dengan menggunakan air yang disemprotkan dengan menggunakan water sprayer atau dengan cara membasahi kuas yang akan digunakan dengan air. Bentuk dari bodypainting ini biasanya berbentuk padat, dan apabila diaplikasikan akan sedikit terasa basah namun lambat laun akan mengering. Karena berbahan dasar air, body painting ini mudah sekali luntur jika terkena air atau keringat, sehingga bodypainting ini lebih baik digunakan untuk keperluan di dalam ruangan (indoor). Sedangkan body painting oil based merupakan jenis body painting yang memiliki banyak kadar minyak. Bentuk dari body painting ini biasanya sejenis krim seperti foundation. Body painting ini memiliki warna yang lebih terang dan mengkilat. Namun, body painting ini mudah sekali bergeser apabila terkena gesekan. Oleh karena itu harus dibantu dengan menggunakan bedak tabur berwarna putih,



xvi



sehingga tidak mudah bergeser atau hilang. Karena sifatnya lebih lebih tahan dibandingkan dengan jenis water based, body painting ini cocok digunakan pada acara diluar.



2.1.1.5 Perkembangan Perfilman Horor di Indonesia Film horor adalah film yang berusaha untuk memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur ceritanya sering melibatkan tematema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang berpusat pada sebuah tokoh antagonis yang jahat. Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari. Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin menurun pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut. Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh xvii



bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil. Setelah itu mu ncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbedabeda yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film Petualangan Sherina (diperankan oleh Derbi Romero, Sherina Munaf), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata. Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film non-komersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga filmfilm Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain xviii



itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun. Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terlihat. Genre film horor telah hadir sejak masa film awal diakhir abad ke-19. Tercatat Georges Melies, seorang pelopor film fiksi ilmiah pertama di dunia membuat sebuah film yang berjudul “Le Manoir Du Diable” pada akhir tahun 1896. Kemudian ada F.W. Murnau dari Jerman dengan film yang berjudul “Nosferatu” di film ini terdapat sosok vampire pertama yang muncul di film pada tahun 1922. Selanjutnya, tokohtokoh seperti mumi, drakula, monster, manusia srigala dan sebagainya mulai menjadi figure abadi yang menghiasi perfilman horor seoanjang zaman (Rusdiarti, S. R: 2010). Di Indonesia, genre horor telah hadir sejak dulu. Berbeda dengan masyarakat Eropa dan Amerika yang cenderung lebih rasional. Masyarakat Indonesia sangat dekat dengan dunia supranatural. Latar belakang kemunculan genre ini di Indonesia memang masih memerlukan kajian yang mendalam, namun mengingat dunia supranatural, tahayul, dan cerita-cerita hantu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakatnya, maka sangatlah masuk akal apabila genre ini sukses dan disukai. Ada dua film yang sering disebut sebagai film horor Indonesia pertama yaitu tercatat film yang berjudul “Tengkorak Hidoep” (1941) karya Tan Tjoei Hock xix



dan film “Lisa” karya M. Shariefuddin yang diproduksi tahun 1971 yang menjadi peletak genre horor di Indonesia. Menurut Adi Wicaksono dan Nurruddin Asyhadie (2006:2) adanya perbedaan penentuan film horor pertama Indonesia itu tampaknya terjadi karena definisi horor yang dipakai berbeda. Film “Tengkorak Hidoep” menampilkan sebuah horror of the demonic, monster yang bangkit dari kubur dan ingin membalas dendam. Film “Lisa” merupakan sebuah horror of the personality, yang menampilkan seorang ibu tiri yang meminta seseorang untuk membunuh anak tirinya. Apabila kita mengambil film Lisa sebagai film horor pertama, maka sejarah film horor Indonesia dimulai oleh horror of personality. Sedangkan apabila kita nenerima film Tengkorak Hidoep sebagai film horor pertama, maka sejarah film horor Indonesia dipelopori oleh film yang berjenis horror of the demonic atau horor hantu (Wicaksono dan Nurrddin Asyhadie: 2006: 2). Sebagai sebuah genre, film horor memiliki beberapa konvensi atau formula yang mencakup seting ruang dan waktu, tokoh, dan aluryang harus dipenuhi. Will Wright, seorang sineas Amerika independen, dalam tulisannya yang berjudul Understanding Genres: The Horror Filmsmemerinci beberapa konvensi genre film horor, sebagai berikut a. Tokoh utama biasanya adalah korban yang mengalami terror atau tokoh pembawa bencana. b. Tokoh Antagonis atau tokoh pembawa kejahatan biasanya terasing atau tersingkir secara sosial atau bukan bagian dari dunia nyata c. Dekor ruang relatif monoton. Misalnya sebuah rumah, kota terpencil, rumah sakit. Dekor waktu didominasi malam hari atau suasana gelap. xx



d. Tokoh agama sering dilibatkan untuk menyelesaikan masalah e. Hal-hal supranatural atau tahayul dipakai untuk menjelaskan peristiwaperistiwa yang tidak dapat dijelaskan secara rasional. f. Tokoh anak biasanya memiliki kekuatan berkat kemurnian jiwa mereka. g. Adegan kekerasan fisiksering menjadi warna utamanya, misalnya pembunuhan, teror, mutilasi, dan darah. h. Teknologi sering menjadi salah satu pemicu masalah. Kearifan lokal dan kedekatan manusia dengan alam justru yang menjadi pemenangnya Memasuki tahun 2000an, film horor Indonesia memasuki era baru. Generasi sineas baru yang muncul sebagian besar tidak memiliki ikatan langsung dengan sejarah film horor Indonesia yang sebelumnya. Beberapa diantaranya merupakan lulusan sekolah film luar negri yang sebelumnya lebih banyak kerja dibidang periklanan dan pembuatan video clip atau film documenter. Film Jelangkung (2001) karya Rizal Mantovani dan Jose Purnomo langsung mencuat memberi sentuhan yang berbeda dengan mengandalkan kekuatannya dalam fotografi, editing, dan suara. Film ini menandai kembalinya penonton ke bioskop-bioskop. Dari Oktober 2001 sampai Januari 2002 film Jelangkung ditonton lebih dari 748.003 orang di wilayah JABODETABEK. Pada Festival Film Bandung pada tahun 2002, ia mendapatkan penghargaan terpuji untuk efek khusus. Edna C. Pattisina dari harian Kompas bahkan mencatat dalam artikel “Selamat Datang di Republik Hantu” (Kompas, 25 Maret 2007), bahwa film ini mencapai rekor 1,5 juta penonton. Masih di jurnal yang sama kita dapat melihat data film-film horor yang diproduksi dan diedarkan tahun 20062007 yang mampu mendapatkan penonton lebih dari 500 ribu orang. Maka tidak xxi



heran jika dari sisi komersial film-film horor ini menjadi andalan bagi para produser yang ingin segera mendapatkan kembali modalnya dan mendapatkan keuntungan dengan cepat. Film Jelangkung (2001), Kafir (2002), Titik Hitam (2002), The Soul (2003), Ada Hantu di Sekolah (2004), Bangsal 13 (2004), Missing (2005), Rumah Pondok Indah (2006), Mirror (2006), Kuntilanak (2006), Pocong 2 (2006), Hantu Jeruk Purut (2006), Bangku Kosong (2006), Terowongan Casablanca (2007), dan Tali Pocong Perawan (2008) adalah film-film horor Indonesia yang termasuk dalam barisan film terlaris pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Seperti halnya film Jelangkung, film-film horor era baru yang “memikat” penonton Indonesia ini tidak lagi tergantung pada legenda-legenda tradisional, seperti Nyi Roro Kidul atau Nyi Blorong. Sebagian bessar film menghadirkan karakter-karakter remaja dan lingkungan perkotaan yang sebelumnya tak pernah disentuh oleh film horor Indonesia. Gelombang film horor internasional tampaknya sangat mempengaruhi film horor Indonesia. Film Jelangkung ini juga dipengaruhi film-film J-Horror (Horor Jepang) yang mencuat ke kancah internasional semenjak keberhasilan Ringukarya Hideo Nakata di tahun 1997. Melalui film Jelangkung ini pula istilah legenda urban mulai memasuki wacana perfilman Indonesia, khususnya film bergenre horor. Legenda urban yang diangkat dalam film Jelangkung adalah legenda kota berhantu yaitu angker batu, sebuah rumah sakit tua di Jakarta yang memiliki sosok berhantu yang kemudian menjadi salah satu sosok yang paling diminati dalam perfilman horor Indonesia yaitu, suster ngesot. Setelah itu kata urban lagend langsung ditangkap oleh para produser film Indonesia dan “naluri bisnis” mereka ternyata tidak salah. Pada xxii



tahun 2006, 4 dari 6 film yang sukses menarik penonton lebih dari 700 ribu penonton adalah film horor hantu dan semuanya mengangkat tema legenda urban: Rumah Pondok Indah (2006), Kuntilanak (2006), Hantu Jeruk Purut (2006), dan Hantu Bangku Kosong (2006). Selain tema urban lagend, film-film horor Indonesia banyak didominasi oleh dua sosok hantu yang menarik minat penonton Indonesia. Hal itu terlihat dari juduljudul film yang sebagian besar mengeksploitasi dua hantu tersebut yaitu, hantu pocong dan kuntilanak. Di antara dua jenis hantu tersebut, kuntilanak telah dikenal lebih luas dan menjadi sosok hantu yang paling sering muncul di film-film horor Indonesia. Penggambarannya pun relative sama yaitu dalam sosok perempuan berambut panjang, berbaju putih panjang dan raut muka putih pucat dengan mata merah. Sosok kuntilanak ini bahkan sudah tercatat sebagai salah satu hantu khas melayu yang menghantui penduduk Indonesia dan Malaysia dengan nama yang sedikit berbeda yaitu Pontianak. Di Thailand ada beberapa film horor yang juga mengangkat sosok



hantu perempuan dengan nama Nak-nak. Sedangkan hantu



pocong adalah hantu orang mati yang hidup kembali dengan masih mengenakan kain kafan yang membungkus mayatnya. Jenis hantu ini sebelumnya telah dapat dilihat dalam beberapa adegan film horor era Suzzana, tetapi masih sebagai hantu “pemeran pembantu” dan biasanya tidak lepas dari dekor tanah kuburan yang menjadi “tempat tinggalnya”. Sejak Rudi Soedjarwo membuat film berjudul Pocong (2006), yang diikuti dengan munculnya film Pocong 2 (2006), dan Pocong 3 (2007), maka dengan itu sosok pocong menjadi salah satu hantu yang paling banyak muncul dalam filmfilm horor Indonesia. Sebut saja, Pocong vs Kuntilanak (2009), Tali Pocong Perawan xxiii



(2008), 40 Hari Pembalasan Hantu Pocong (2008), The Real Pocong (2009), Sumpah Pocong di Sekolah (2008), Susuk Pocong (2009) dan Pocong Kamar sebelah (2009). Hingga tahun 2009, film-film yang menampilkan hantu jenis ini masih terus diproduksi. Genre film memiliki dinamika yang terus menerus berkembang sesuai dengan kreatifitas sineas dan keragaman penonton. Sebuah genre terkadang bercampur dengan genre lain untuk memenuhi hal tersebut. Karl Heider dalam bukunya Indonesian Cinema National Culture On Screen (1991: 44) menyatakan bahwa film horor Indonesia pada masa orde baru tidak bisa dilepaskan dari tiga hal, yaitu komedi, seks, dan religi. Ketiganya menjadi formula ampuh yang membuat film-film horor Indonesia disukai banyak penonton. Tampaknya formula itu masih digunakan dibeberapa film horor yang sekarang, hanya saja untuk tema religi sedikit berkurang. Berbeda dengan dilayar televisi, film-film yang mengangkat tema “mistik” atau “klenik” memang masih banyak dijumpai. Biasanya film-film tersebut untuk menegaskan pada penonton bahwa manusia yang menentang Tuhan akan bernasib buruk dan mendapatkan siksa, baik saat masih hidup maupun saat mereka sudah mati. Misalnya, kisah “mayat berbelatung” dan “tangisan arwah”. Biasanya masalah yang terjadi akan selesai ketika seorang tokoh agama, kyai atau ustad sudah datang bersama rangkaian doa dan tasbih dalam genggamannya. Sosok kyai ini masih bisa dijumpai dalam beberapa film horor Indonesia di awal tahun 2000, yaitu Kafir dan Peti Mati. Hanya saja setelah itu, nuansa religi tidak lagi dieksploitasi dalam film-film horor Indonesia yang sekarang. Berbeda dengan nuansa religi, komodi dan seks ternyata masih menjadi andala film horor Indonesia saat ini. Sejalan dengan munculnya film-film Indonesia bertema komedi, maka ada pula film-film komedi xxiv



yang mengangkat cerita hantu: Ada Hantu di Sekolah (2005), Film Horor (2006), dan Hantunya Kok Beneran! (2008). Sedangkan film-film hantu yang cenderung mengeksploitasi tubuh perempuan dan seks dapat ditemukan dalam film Tiren (2008), dan Tali Pocong Perawan (2008). Fenomena semacam ini banyak disayangkan oleh para pengamat film Indonesia. Film horor hantu Indonesia seharusnya bisa menjadi kekuatan dalam dunia perfilman, tetapi pertimbangan-pertimbangan komersial sering menenggelamkan potensi kuat film Indonesia. Kritikus film Eric Sasono dalam artikelnya yang berjudul “Krisis Perfilman Indonesia?” (Layarperak.com) menyoroti kemalasan berfikir produser dan sineas Indonesia dalam proses kreatifnya. Melihat film horor diminati penonton, maka produser dan sineas Indonesia saling latah membuat film horor juga. Menurut Sasono film horor adalah film yang bergenre paing kuat yang dapat melahirkan film-film yang berkelas. Hanya saja di Indonesia karena pertimbangan ekonomi yang dominan, film-film horor di Indonesia tidak dibuat dengan sungguhsungguh. Biaya yang sedikit, estetika yang kacau, jalan cerita yang tidak masuk akal menjadi buah dari rangkaian kemalasan tersebut. Pada akhirnya menurut Sasono, hal itu akan menjatuhkan film Indonesia khususnya genre horor kedalam jurang pelecehan (Rusdiarti, S.R: 2010).



2.2 Penelitian Yang Relevan Karis Singgih Angga Permana (2015) dengan judul penelitian “Analisis Genre Film Horor Indonesia Dalam Film Jelangkung (2001)”. Penelitian ini merupakan analisis genre film horor Indonesia da lam film Jelangkung (2001). Dalam penelitian xxv



ini, peneliti mengidentifikasi karakteristik genre film Jelangkung (2001) sebagai film horor Indonesia. Peneliti mengidentifikasi karakteristik film menggunakan skema dasar genre atau repertoire of elements, untuk melihat bagaimana karakteristik film Jelangkung (2001) sebagai film ber-genre horor. Repertoire of elements yang akan dianalisis oleh peneliti antara lain narrative, character, dan style. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Muhammad Lutfi dan Agus Trilaksana (2013) Universitas Negeri Surabaya, dengan judul penelitian “Perkembangan Film Horor Indonesia Tahun 1981-1991”. Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah; pertama, bagaimanakah latar belakang munculnya film horor Indonesia pada tahun 1971, dan kedua, bagaimanakah perkembangan film horor Indonesia tahun 1981-1991. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Langkah pertama adalah heuristik, yaitu mengumpulkan sumber primer dan sekunder. Selanjutnya melakukan uji validitas sumber dengan kritik intern dan ekstern yang berguna untuk menyeleksi sumber menjadi fakta. Tujuan penelitian ini yaitu menjelaskan latarbelakang munculnya film horor Indonesia pada 1971 dan mendiskripsikan perkembangan film horor Indonesia tahun 1981-1991. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat simpulan sebagai berikut: Pertama, film horor Indonesia muncul pada tahun 1971 yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yakni budaya mistik yang kental dalam masyarakat, kebebasan berkarya, keterpengaruhan baik film horor dunia maupun dalam negeri pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Kedua, film horor Indonesia mengalami puncak keemasan pada tahun 1981-1991 dengan hadirnya 84 judul film horor, namun hanya film-film horor Suzzanna yang mendapatkan apresiasi baik dari penonton. Masa xxvi



keemasan ini dipengaruhi beberapa faktor, yakni kuatnya kepercayaan mistik masyarakat Indonesia, figur artis Suzzanna dan alur cerita. Pada tahun 1991 film horor mengalami kemunduran karena cerita film horor Indonesia bersifat statis, mundurnya Suzzanna dari perfilman, dan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap mistik. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahadyah Septianingtyas dan Dra. Siti Sulandjari, M.Si. (2015) Universitas Negeri Surabaya, dengan judul penelitian “Perbandingan Pembuatan Efek Luka Bakar Dengan Menggunakan Bahan Dasar Gelatin Crystal Gel Dan Wax Pada Rias Karakter”. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan Variable bebas, yaitu penggunaan bahan kosmetik gelatin crystal gel dan wax . Variable terikat, yaitu 1) hasil penerapan pembuatan efek luka bakar antara bahan kosmetik gelatin crystal gel dengan wak-lilin dilihat dari proses pengaplikasian, kesesuaian dengan objek, efek penggunaan, efisiensi waktu pengerjaan, tingkat ketertarikan observer, dan 2). Respon terhadap hasil efek luka bakar yang meliputi warna, elastisitas, tekstur, daya tahan, daya lekat, kesesuaian dengan desain luka bakar, dan kilau hasil riasan. Variabel kontrol yaitu model, perias, waktu pengerjaan dan teknik pengerjaan. Uji perbandingan hasil penerapan antara gelatin crystal gel dan wax pada pembuatan efek luka bakar, dan respon terhadap hasil efek luka bakar dianalisis dengan menggunakan T-test independent dengan program SPSS. Hasil uji statistik T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pembuatan efek luka bakar antara menggunakan gelatin crystal gel dan wax. Derajat kebebasan sebesar 0,05dan signifikannya sebesar 0,000 taraf nyata yang digunakan adalah 0,05 (5%), maka HO ditolak. xxvii



Berdasarkan penelitian relevan di atas terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian 1, 2, dan 3 yaitu adanya perkembangan pada perfilman yang menimbulkan perkembangan pula make up karakter horor yang meliputi alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan. Selain itu ada pula perbedaan hasil akhir make up karakter pembuatan efek luka bakar menggunakan bahan crystal gel dan wax sebagai bahan tambahan pada make up karakter horor.



2.3 Kerangka Berpikir Film horor merupakan film yang berusaha memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur ceritaya sering melibatkan tematema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang berpusat pada sebuah tokoh antagonis yang jahat. Tak lepas dari itu, film horor sangat didukung dengan beberapa aspek tambahan agar filmnya lebih terasa menegangkan seperti lighting, sound, tempat, kostum dan yang tak kalah penting yaitu make up karakter yang digunakan pada pemain film horor tersebut. Make up karakter pada perfilman horor digunakan untuk mengubah bentuk wajah atau menambahkan riasan pada seorang pemain agar sesuai dengan tokoh yang ingin dimainkan. Make up karakter dibuat untuk menimbulkan ketakutan atau kengerian kepada penonton. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengemukakan perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan dalam merias wajah tokoh pemain dalam perfilman horor yang memerlukan make up karakter horor sebagai tambahan untuk memunculkan kengerian dalam perfilman horor Indonesia. Tujuan penelitian ini xxviii



adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan pada make up



Analisis Perkembangan Make-Up Karakter Pada karakterPerfilman horor Indonesia antara Horor Indonesia Antara Tahun 2000 – 2019



Perkembangan Perfilman Horor Indonesia Antara Tahun 2000 – 2019



Perkembangan Make Up Karakter



Perkembangan Make Up Karakter Horor



tahun 2000-2019.



Alat Dan Bahan Make Up Serta Kosmetika Pada Karakter Horor



Hasil Analisa Perkembangan Make-Up Karakter Pada Perfilman Horor Indonesia Antara Tahun 2000 – 2019



Bagan 2.2.1 Bagan Kerangka Berpikir



xxix



BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan dan mendatangi beberapa informan yaitu, make up artist, artist, sutradara, dan crew yang terlibat dalam pembuatan film horor Indonesia. Lokasi penelitian dilakukan di sekitar wilayah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan selama 1 bulan terhitung dari bulan September 2019 hingga Januari 2020. 3.2 Metode dan Rancangan Penelitian Metode penelitian ini adalah suatu cara yang ditempuh untuk menemukan, menggali, dan melahirkan ilmu pengetahun yang memiliki kebenaran ilmiah (Mukhtar: 2013:15). Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain: prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data yang diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu tidak bermaksud untuk menguji hipotesis tertentu tapi hanya menggambarkan apa adanya suatu gejala, variable, atau keadaan. Menurut Bogdan dan Biklen (1992:21-22) dalam Rahmat (2009:2-3) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi 37



tertentu dalam suatu settings konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistic. Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian. Salah satu alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah untuk dapat memahami dan mengetahui perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia, kemudian peneliti akan membuat kesimpulan dari berbagai hasil wawancara dan data yang diperoleh.



3.3 Fokus Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah analisis perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia anatara tahun 2000 – 2019. Sub fokus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Alat yang digunakan pada make up karakter pada perfilaman horor. 2. Bahan dan Kosmetik yang digunakan pada make up karakter pada perfilman horor.



3.4 Data dan Sumber Data Menurut Sutopo (2006:56-57), sumber data adalah tempat data yang diperoleh dengan menggunakan metode tertentu baik berupa manusia, artefak, ataupun dokumen-dokumen. Pada penelitian kualitatif, kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan untuk memperoleh suatu informasi yang diperlukan. Berbagai sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 38



3.4.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari: 1. 5 orang make up artis 2. 1 orang sutradara 3. 1 orang pemain film Sumber data utama dari penelitian ini yaitu informan dalam pengumpulan data, wawancara, dan observasi. 3.4.2



Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan



secara langsung dari sumbernya. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi yang diambil pada saat berlangsungnya proses wawancara pada narasumber.



3.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, atau orang lain yang membantu peneliti meliputi pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawancara terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti terhadap yang diteliti, kesiapan peneliti terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian. Menurut Sugiyono (2015:102) instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun social yang diamati dengan menyimpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data-data secara sistematis. 39



Instrumen penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan untuk make up artist, sutradara, dan crew film. Agar penelitian ini terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun pertanyaan yang selanjutnya dijadikan acuan untuk pedoman wawancara dan observasi, adapun pertanyaan untuk wawancara dan observasi adalah sebagai berikut Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian



No. 1.



Indikator Definisi make up karakter



1. 2. 3. 4.



2.



Make up karakter pada perfilman horor di Indonesia



5.



6.



7.



8.



Daftar Pertanyaan Menurut anda, apa itu make up karakter pada perfilman horor di Indonesia? Menurut anda, apakah make up karakter berperan penting dalam perfilaman horor? Menurut anda, adakah standar khusus dalam pembentukan make up karakter horor? Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia? Menurut anda, apakah cahaya (lighting), kostum (wadrobe), lokasi a tau tempat mempengaruhi hasil akhir pada make up karakter pada perfilman horor di Indonesia? Menurut anda, apakah sebelum proses shooting harus melakukan test make up sebelumnya? Jika iya, mengapa? Menurut anda, siapakah yang menentukan hasil akhir make up atau bentuk make up yang akan digunakan kepada tokoh? Menurut anda, faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan ketakutan pada film horor?



40



Informan Sutradara, Make up Artist, Pemain Film



Sutradara, Make up Artist, Pemain Film



3.



Perkembangan alat, bahan, dan kosmetik pada make up karaker di perfilman horor



9. Menurut anda, pentingkah pemain film horor mengetahui apa saja alat, bahan, dan kosmetik yang akan digunakan seorang make up artist kepada dirinya? Jika iya, mengapa? 10. Menurut anda, bagaimanakah perkembanga alat yang digunakan pada make up karakter horor? Apakah mengalami perkembangan disetiap tahunnya dari tahun 20002019? Jika iya apa saja perkembangannya? 11. Menurut anda, bagaimanakah perkembangan bahan kosmetik yang digunakan pada make up karakter horor? Apakah mengalami perkembangan disetiap tahunnya dari tahun 2000-2019? Jika iya, apa saja perkembanganya



Sutradara, Make up Artist, Pemain Film



3.6 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah-langkah yang paling penting dalam penelitian ini, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, metode yang bisa digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Moleong, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 teknik untuk pengumpulan data, yaitu: a) Wawancara Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai (Burhan Bungin: 2012: 155). Wawancara merupakan



41



suatu komunikasi verbal yang bertujuan untuk mendapatkan informasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan (Lexy Moleong: 2010: 186). Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan dilakukan dengan informan. Untuk wawancara, dibutuhkan instrument penelitian yaitu pedoman wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara berstruktur, terbuka dan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara terbuka (open interview) adalah wawancara yang jawabannya dikehendaki atau tidak terbatas (Burhan Bungin: 2012: 100). Pertanyaan yang diajukan kepada informan pada pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang berpusat pada focus penelitian. b) Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematis terhadap gejala dan fenomena yang diselidiki (Mukhtar: 2013: 100). Pengamatan meliputi kegiatan pemusatan terhadap objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi pengamatan dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan pengecapan. Dalam penelitian ini fokusnya adalah perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019.



42



c) Dokumentasi Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi berarti tata cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi social yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (Yusuf: 2014). Sambil melakukan observasi, peneliti juga mengumpulkan dokumentasi berupa gambar maupun video yang dapat mendukung penelitian ini.



3.7 Prosedur Analisis Data Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah menggunakan metode analisis deskriptif analisis, yaitu data-data yang didapatkan kemudian dituangkan kedalam bentuk kata-kata maupun skema, kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan yang realistis dalam perkembangan make up karakter horor. Menurut Miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alus kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang saling jalin 43



menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar yang membangun wawasan umum yang disebut “analisis” (Silalahi: 2009)



Penyajian Data



Pengumpulan Data



Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan



Reduksi Data



Gambar 3.1 Analisis data model Miles dan Huberman Sumber : Miles dan Huberman (1972:20) 1. Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang penelitian, dengan menggunakan seperangkat instrument yang telah disiapkan untuk memperoleh informasi data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka. 2. Reduksi data Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis



yang menajamkan,



menggolongkan,



tidak



mengarahkan,



membuang



yang



perlu,



dan



mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap



44



tersusun. Jadi dalam penelitian kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai macam cara yaitu melalui seleksi ketat, melalui ringkasan, dan menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas. 3. Penyajian data Penyajian data bertujuan untuk melihat gambaran keseluruhan dan bagianbagian tertentu dari penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk narasi deskriptif, tabel, dan gambar. Hal ini dilakukan agar lebih memudahkan seseorang dalam membaca data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini. 4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Data Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah suatu tahap lanjutan dimana pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data. Ini adalah pendapat atau pandangan peneliti atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen. Setelah kesimpulan diambil, peneliti kemudian mengecek lagi kebenaran pendapat atau pandangan dengan cara mengecek ulang proses reduksi data dan penyajian data untuk memastikan tidak ada kesalahan yang telah dilakukan. Setelah tahap ini dilakukan, maka peneliti telah memiliki temuan penelitian berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap suatu hasil wawancara atau sebuah dokumen.



45



3.8 Uji Keabsahan Data Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap hal tersebut (Sutopo: 2006: 92). Menurut William Wiersma dalam Sugiyono (2005: 372) Traigulasi dalam pengujian kreadibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Sehingga triangulasi dapat dikelompokan kedalam tiga jenis yakni, triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Peneliti menggunakan triangulasi sumber untuk penelitian ini. 1. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Mukhtar: 2013: 138). Data yang diperoleh dari narasumber pertama dicek kembali apakah ada perbedaan dalam penulisan yang didapat dengan data yang ditulis. Kemudian dari



narasumber pertama



dibandingkan dengan narasumber kedua dan ketiga. 2.



Triangulasi Teori Triangulasi dengan teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa kepercayaannya hanya dengan satu teori. Artinya, fakta yang diperoleh dalam penelitian ini harus dapat di konfirmasi dengan dua teori atau lebih.(Mukhtar:2013:1)



46



BAB IV HASIL PENELITIAN



4.1 Deskripsi Data Data penelitian ini diperoleh melalui instrument wawancara. Informan yang di wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada tujuh orang ahli yaitu make up artist, sutradara, dan pemain film horor dengan memberikan pertanyaan yang diajukan kepada para informan yang terlibat dalam perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Make up merupakan tindakan yang bertujuan untuk memperindah wajah seseorang, dan make up karakter juga bertujuan untuk menyesuaikan dengan peran dan alur cerita yang akan diperankan oleh seorang pemain. Make up merupakan hal yang umum dan sering digunakan banyak orang dalam kegiatannya sehari-hari. Selain digunakan untuk kepentingan sehari-hari, make up juga sangat penting digunakan dalam dunia perfilman terutama pada perfilman horror Indonesia. 4.1.1 Deskripsi Tempat



47



Gambar 4.1 Peta DKI Jakarta (Sumber : Wikipedia) Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Indonesia. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan beberapa nama di antaranya Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia. Jakarta memiliki luas sekitar 664,01 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 10.557.810 jiwa (2019). DKI Jakarta terdiri dari 1 kabupaten, 5 kotamadya, 44 kecamatan dan 267 kelurahan, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Administrasi Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Wilayah metropolitan Jakarta (JABODETABEK) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia. Sebagai pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembagalembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN.



48



4.1.2Deskripsi Informan Penelitian ini akan menguraikan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan dengan para informan mengenai perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Untuk mendapatkan hasil data yang objektif dan akurat dalam penelitian ini informan yang di wawancara dilakukan kepada informan ahli yaitu, make up artist, sutradara, dan pemain film horor yang terlibat pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Berikut merupakan data informan dalam penelitian ini :



Informan



Nama



Pekerjaan



Asal Daerah



Umur



Informan 1



Angling Sagaran



Sutradara



Bekasi



36 tahun



Informan 2



Eba Sheba



Make up artist



Bekasi



39 tahun



Informan 3



Yonna Kairupan



Make up artist



Tebet



42 tahun



Informan 4



Ernaka Puspita Dewi



Make up artist



Tanggerang



24 tahun



Informan 5



Dodi Setiadi



Make up artist



Jatiwaringin



33 tahun



Informan 6



Nancy Utari



Make up artist



Cilandak



30 tahun



Informan 7



Ciccio Manassero



Aktor



BSD



24 tahun



Tabel 4.1 Data Infroman 4.1.2.1 Deskripsi Informan Ahli Informan ahli pada penelitian ini merupakan seorang make up artist, sutradara, dan pemain film yang terlibat dalam perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Berikut data diri dari informan ahli : 1. Angling Sagaran



49



Angling Sagaran adalah seorang sutradara yang dikenal juga sebagai producer dan writer. Beliau lahir di Sukabumi pada tanggal 11 Juni 1983 yang sekarang bertempat tinggal di Bekasi. Hingga sekarang beliau masih sangat aktif menyutradari beberapa ftv dan film di Indonesia, seperti film Tabu (2018), Total Chaos (2017), Aku Cinta Kamu (2014), dan masih ada beberapa judul film dan ftv yang sudah pernah Beliau sutradarai.



2. Eba Sheba Eba Sheba adalah seorang make up artist lulusan Pendidikan Tata Rias di Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2007. Beliau lahir di Cirebon pada tanggal 1 Mei 1981 yang sekarang bertempat tinggal di Bekasi. Dari tahun 2004 hingga sekarang beliau masih aktif menjadi make up artist dalam dunia entertainment. Dalam menjalani profesinya menjadi seorang make up artist, beliau sudah menghasilkan beberapa karya dibeberapa film diantaranya, 13 The Haunted (2018), Bangsal 13 (2009), Susi Susanti (2019), My Stupid Boss 1 (2019), My Stupid Boss 2 (2020), Banyu Biru (2005), Jakarta Under Cover (2016), Pesan Dari Surga (2017), Bebas (2019), Ku Lari Kepantai (2018), Eiffle I’m In Love (2018), Abracadabra (2020), dan masih banyak lagi beberapa judul film yang sudah ia kerjakan. 3. Yonna Kairupan Yonna Kairupan merupakan seorang make up artist beauty dan SFX yang sudah terjun dalam dunia kecantikan semenjak tahun 2008. Beliau lahir di Bukit Tinggi pada tanggal 8 Agustus 1977 dan sekarang bertempat tinggal di Tebet 50



Barat Raya. Hingga saat ini, beliau juga sering menjadi pembicara diacara workshop dan beautyclass. Dalam menjalani profesinya sebagai make up artist beauty dan SFX, beliau sudah menghasilkan beberapa karya dibeberapa perfilman Indonesia diantaranya, The Doll 2 (2017), Mata Batin 1 (2019), Mata Batin 2 (2019), Sabrina (2018), Suzzana : Bernafas Dalam Kubur (2018), Jeritan Malam (2019), Dua Garis Biru (2019), Tabu (2019), Kutuk (2019), Reuni Z (2018), The Secred Riana 1 (2019), The Secred Riana 2 (2019), Gasing Tengkorak (2017), dan masih banyak lagi beberapa judul film yang sudah pernah Beliau kerjakan. 4. Ernaka Puspita Dewi Ernaka Puspita Dewi merupakan seorang make up artist SFX yang sudah terjun dalam dunia make up sejak tahun 2013. Beliau lahir di Sumedang pada tanggal 24 Juni 1995 yang sekarang bertempat tinggal di Magnolia Garden Blok I2 No. 19, Sepatan, Tanggerang. Hingga saat ini beliau masih aktif menekuni dunia make up dalam perfilman Indonesia, berikut beberapa film yang sudah ia kerjakan selama kurang lebih 7 tahun belakangan ini, Headshot (2016), The Night Come For Us (2018), Buffalo Boys (2019), Kembang Kantil (2018), HBO Series : Grisse (2018), Membabi Buta (2017), Sekte (2019), Dreadout (2019), Satu Suro (2019), Jaga Pocong (2018), Makmum (2019), Malam Jumat The Movie (2019), Mati Anak (2019), Si Manis Jembatan Ancol (2019), Rumah Kentang The Beginning (2019), Aku Tahu Kapan Aku Mati (2020), Rasuk 2 (2019), Kuntilanak 3 (2020), Ghibah (2020), dan masih banyak lagi beberapa judul film yang sudah pernah Beliau kerjakan. 5. Dodi Setiadi 51



Dodi Setiadi merupakan seorang seniman sekaligus make up artist yang sudah terjun dalam dunia seni dan make up sejak tahun 2010. Beliau lahir di Brebes pada tanggal 7 November 1986 yang sekarang bertempat tinggal di Jatiwaringin. Hingga saat ini beliau masih aktif menjadi seorang seniman dan make up artist dalam perfilman di Indonesia dan beberapa iklan di televisi , berikut beberapa judul film yang sudah pernah ia kerjakan selama kurang lebih 10 tahun belakangan, Kuntilanak 1 (2018), Kuntilanak 2 (2019), Hantu (2014), Gengster (2015), Wiro Sableng (2018), Gundala (2019), Perempuan Tanah Jahanam (2019), Gerbang Neraka (2017), Pinky Promise (2016), dan masih banyak lagi beberapa judul film layar lebar yang pernah beliau kerjakan. 6. Nancy Utari Nancy Utari merupakan seorang make up artist yang sudah terjun dalam dunia kecantikan semenjak tahun 2015. Beliau lahir di Makasar pada tanggal 22 Agustus 1989 yang saat ini bertempat tinggal di Jalan H. Jaidi I No. 11, Cilandak. Hingga saat ini beliau masih aktif menjali profesinya menjadi seorang make up artist di perfilman Indonesia maupun iklan di televisi, berikut beberapa judul film yang pernah ia kerjakan, Jaga Pocong (2019), Satu Suro (2019), Malam Jumat Ewing (2019), Grisse (2019), HBO Series : Gossip girl Indonesia (2020), dan HBO Series : Saiyo sakato (2020). 7. Cicco Manassero Cicco Manassero adalah seorang aktor yang sudah terjun dalam dunia entertainment semenjak kecil. Aktor berdarah Italia-Indonesia ini selain menjadi



52



pemain film atau sinetron, ia juga menjadi host dibeberapa stasiun televisi. Cicco Manassero lahir di Malang pada tanggal 26 Oktober 1995 yang saat ini bertempat tinggal di kawasan BSD Tanggerang. Hingga saat ini Ciccio aktif sebagai pemain film di perfilman Indonesia, berikut beberapa judul film yang pernah ia perankan, Dreadout (2019, Total Chaos (2017), Marmut Merah Jambu (2014), Kesurupan Setan (2014), Cabe-cabean (2015), 7 Hari Menembus Waktu (2015), Juara (2016), dan masih ada lagi beberapa judul film, sinetron, dan web series yang pernah ia perankan.



4.2 Temuan Penelitian Data penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian tentang perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019 diperoleh dari kegiatan wawancara yang terdiri dari 11 pertanyaan untuk satu focus penelitian dan dua sub focus penelitian yang diajukan kepada tujuh orang informan. Informan yang di wawancara adalah sutraadara, make up artist, dan pemain film yang pernah terlibat dalam perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Sub focus penelitian meliputi perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan dalam perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. 4.2.1



Definisi Make up Karakter



4.2.1.1 Pernyataan Informan Ahli 1. Definisi make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Make up saat ini sudah menajdi suatu kebutuhan bagi masyarakat umum. Selain menjadi sebuah tuntutan bagi sebagian profesi tertentu, make up 53



sendiri menjadi gaya hidup di masyarakat. Make up memiliki berbagai jenis seperti make up beauty, make up 2 dimensi, make up 3 dimensi, make up karakter, SFX dan lain sebagainya. Salah satu jenis make up yang mulai berkembang pesat dan sangat trend untuk sekarang ini yaitu ada make up karakter. Make up karakter atau tata rias karakter adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan sesorang dalam hal umur, sifat, wajah suku dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diperankannya (Paningkiran, 2013:11). Menurut Angling Saragan sebagai seorang sutradara mengatakan, make up karakter merupakan “Suatu make up karakter khusus yang dibuat untuk membentuk seorang aktor atau artist menjadi seseram mungkin



dan



dapat



meyakinkan



penonton



bahwa



film



tersebut



menyeramkan.” Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembang pesatnya dunia pertelevisian Indonesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan trend mode saat ini meningkat semakin pesat di dunia industry hiburan seperti sinetron, film dan panggung hiburan lainnya. Dalam sebuah pembuatan film horror salah satu penunjang utama untuk mendalami karakter dalam scenario atau cerita film tersebut yaitu menggunakan make up karakter atau SFX. Menjadi seorang make up artist karakter atau SFX memang tak sepopuler make up artist untuk kecantikan atau make up beauty. Seiring dengan berkembaangnya seni pertunjukkan di Indoesia, baik dalam perfilman, pertelevisian, music, teater hingga performing



54



art, membuat profesi sebagai seorang make up artist tanpa disadari mulai menjadi sebuah kebutuhan. Salah satu make up artist yaitu Yonna Kairupan mengatakan bahwa make up karakter adalah suatu jenis make up yang satu tingkat diatas make up beauty. Karna dalam make up karakter seorang make up artist dituntut untuk menggunakan imajinasinya untuk membuat suatu karakter tertentu yang ingin ditampilkan. Seorang make up artist karakter atau SFX dituntut untuk dapat berimajinasi dan memiliki pengetahuan yang seluas-luasnya terutama dalam berbagai macam effect agar dapat menyesuaikan dengan karakter dalam scenario dan alur cerita sebuah film tersebut. Make up karakter tidak semudah make up beauty, karena menurut Ciccio Mannasero sebagai salah satu actor mengatakan bahwa seorang aktor atau artis di make up sedemikian rupa menjadi sebuah karakter yang akan diperankan dan dibuat senyata mungkin agar tidak terlihat seperti buatan. Salah satu seorang make up artist juga mengatakan bahwa make up karakter merupakan suatu keterampilan yang digunakan untuk menampilkan watak tertentu bagi seorang aktor atau artist dengan bantuan alat, bahan, dan kosmetik ( Ernaka Puspita Dewi). Pengertian make up karakter sendiri adalah merias seorang artis atau actor menjadi orang lain ataupun makhluk lain, agar sesuai dengan karakter dalam cerita atau karakter yang ingin ditampilkan oleh sutradara dalam film tersebut. Karakter yang dimaksud tak selalu harus yang unik atau aneh. Misalnya untuk peran-peran menjadi orang tua, orang sakit, orang cacat, luka-luka, orang



55



gemuk ataupun kurus dan karakter lainnya. Sedangkan karakter-karakter yang unik atau extraordinary, biasanya sangat comical dan imajinatif. Hal ini diperkuat pula oleh beberapa make up artist seperti Eba Sheba, Dodi Setiadi dan Nancy Utari. Mereka mengungkapkan bahwa dalam sebuah make up karakter diperuntukan untuk mendukung seorang aktor atau artist menjadi karakter yang dibutuhkan dalam perfilman. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui definisi make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh orang informan data yang diperoleh adalah sebanyak enam orang mengatakan bahwa make up karakter merupakan suatu kegiatan make up yang digunakan untuk membentuk atau menampilkan suatu karakter yang akan diperankan. Sedangkan salah satu informan mengatakan bahwa make up karakter merupakan suatu jenis make up yang satu tingkat diatas make up beauty. Berdasarkan data di atas mengenai definisi make up karakter pada perfilman horor Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa make up karakter merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah bentuk wajah seseorang dengan menggunakan imajinasinya agar menyerupai suatu tokoh yang akan diperankan.



2. Make up karakter berperan penting dalam perfilaman horor? Seiring



dengan



berkembangnya



industry



hiburan



membuat



berkembang pula macam-macam karakter dan tokoh yang biasa diperankan dalam dunia perfilman serta semakin berkembang juga teknik make up yang



56



digunakan seorang make up artist. Jenis pertunjukan hiburan dimana karakter tersebut berperan pun mempengaruhi jenis make up yang akan digunakan baik dalam tingkat ketebalan, maupun dalam teknik pengaplikasian make up yang digunakan. Untuk make up karakter dalam pertunjukan teater pemain atau talent harus tampil di depan penonton dengan jarak yang cukup jauh, dan didukung dengan pencahayaan yang terang, menuntut seorang pemain atau talent agar menggunakan make up yang tebal. Namun dalam dunia perfilman dan televise, make up karakter harus dibuat lebih nyata agar mendekati sempurna, sekalipun pada akhirnya ada yang dikombinasi dengan teknik CGI atau Green Screen. Dalam dunia perfilman terdapat film horror yang sedang berkembang dengan pesat di Indonesia maupun luar negeri. Dimana dalam film horror terdapat berbagai macam karakter hantu dan effect luka-luka untuk mendukung scenario atau cerita dalam film tersebut. Seperti yang dikatakan oleh salah satu seorang make up artist yaitu Ernaka Puspita Dewi ia mengatakan bahwa make up karakter berperan sangat penting dalam perfilman horor, karna untuk memperkuat tokoh yang akan diperankan, karna jika tanpa make up sepertinya tidak mungkin dapat menimbulkan kesan horor atau menyeramkan. Dalam dunia perfilman horor di Hollywood yang sudah semakin berkembang, teknik make up yang digunakan untuk pemain film horor di tuntut agar tampak “nyata” dan natural. Dapat dilihat dari hasil pembuatan film horor yang di produksi oleh Production House Hollywood. Semua tokoh 57



tampak nyata, menyeramkan, dan “hidup”. Yonna Kairupan berpendapat dalam wawancara yang dilakukan bahwa make up karakter sangat penting terutana dalam pembuatan film horor, karena jika make up karakter horor dibuat asal-asalan atau tidak sesuai dengan alur cerita yang akan digunakan maka film tersebut tidak akan memberikan kesan yang menyeramkan. Sesungguhnya make up karakter tidak selalu kearah film horor, tetapi kebutuhan make up karakter di film horor lebih spesifik. Seberapa spesifiknya tergantung dari alur cerita film itu sendiri (Eba Sheba). Penggunaan make up karakter dalam perfilman horror merupakan hal yang dibutuhkan dan sangat penting sebagai penunjang tokoh dan scenario dalam film tersebut. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui seberapa penting make up karakter digunakan pada perfilman horor. Berdasarkan hasil wawancara kepada tujuh orang informan data yang diperoleh sebanyak tujuh orang narasumber mengatakan bahwa make up karakter sangat penting untuk menunjang penampilan pada perfilman horor. Berdasarkan data di atas mengenai peran penting make up karakter pada perfilman horor dapat ditarik kesimpulan bahwa make up sangat berperan penting dalam perfilman horor maupun tidak horor karna jika tidak menggunakan make up karakter yang ingin ditunjukan tidak akan terlihat.



3. Standar khusus dalam pembentukan make up karakter horror. Keberhasilan suatu pertunjukan salah satunya didukung oleh make up yang



sesuai dengan karakter yang akan diperankan, ada beberapa macam 58



teknik yang biasa digunakan dalam pembuatan make up karakter, yaitu: 1) Rias wajah dengan tuntutan peran sesuai jenis kelamin, 2) Rias dengan karakteristik wajah sesuai suku bangsa, 3) Rias wajah sesuai usia, 4) Rias wajah sesuai dengan karakteristik tokoh. Seorang make up artist harus memiliki basic make up karena ketika sudah mengetahui basic make up dan mempunyai keterampilan, maka seorang make up artist dapat berimajinasi sebuah bentuk make up sesuai dengan alur cerita pada film tersebut menurut Ciccio Manesero dalam wawancaranya. Make up karakter dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu make up karakter dua dimensi dan make up karakter tiga dimensi. Dalam kedua kategori tersebut memiliki standart, ketentuan dan proporsi masingmasing. Pada make up karakter dua dimensi adalah make up yang mengubah bentuk atau wajah seseorang dari hal umur, suku bangsa, dengan cara dioleskan atau disapukan baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian sehingga hanya bisa dilihat dari bagian depan saja. Sedangkan make up karakter tiga dimensi adalah make up yang mengubah wajah atau bentuk seseorang secara keseluruhan atau sebagian dengan menggunakan bahan tambahan yang langsung dioleskan atau ditempelkan pada bagian wajah sehingga dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Seperti yang dikatakan oleh salah satu make up artist yaitu Dodi Setiadi mengatakan bahwa make up karakter memiliki standart khusus tersediri, ada yang paint dan ada juga yang prosthetic. Kalau yang paint make up nya harus terlihat natural dan nyata, sedangkan prosthetic gradasinya harus pas agar tidak terlihat seperti menggunakan bahan tambahan.



59



Dalam industry perfilman horror yang semakin berkembang membuat para make up artist mengembangkan ilmu dan pengetahuannya serta keterampilannya dalam mendalami pembentukan make up karakter dan SFX. Yonna Kairupan mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa standar khusus dalam pembentukan make up karakter yang terpenting adalah seorang make up artist memiliki skill dasar dalam dunia make up misalnya, coloring, correcting, dan countering. Karna ada banyak make up artist yang belum memiliki skill tersebut. Menurut beberapa make up artist yang sudah diwawancarai mereka mengatakan bahwa standart khusus make up karakter dalam film horror tentu ada, karena mereka harus membaca alur cerita, naskah dan scenario sehingga dapar berjalan selaras dan terlihat nyata, dan tentunya tidak bisa sembarangan mengaplikasikan make up karna seorang make up artist dituntut untuk membuat sebuah image karakter pada actor atau artis tersebut. Namun ada juga seorang make up artist yang mengatakan bahwa make up karakter tidak ada standar khususnya karena seorang make up artist dituntut untuk menggunakan imajinasinya membuat sebuah make up karakter yang diinginkan (Eba Sheba). Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui adakah standar khusus dalam pembentukan make up karakter horor. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat empat orang informan mengatakan bahwa terdapat standar khusus dalam pembentukan make up karakter yang tidak bisa sembarang dibentuk, harus mengikutin alur cerita yang dibutuhkan. Sedangkan informan dua orang informan mengatakan 60



bahwa seorang make up artist harus memiliki basic skill make up agar dapat membentuk make up sesuai dengan alur cerita. Kemudian seorang informan mengatakan bahwa make up karakter tidak memiliki standar khusus karena seorang make up artist dituntut untuk meggunakan imajinasinya untuk membuat sebuah karakter yang diinginkan. Berdasarkan data di atas mengenai standar khusus dalam pembentukan make up karakter horor, satu orang informan mengatakan bahwa terdapat standar khusus dalam pembentukan make up karakter, sedangkan satu orang informan selanjutnya mengatakan bahwa tidak ada standar khusus dalam pembentukan make up karakter horor.



4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia Tidak dapat dipungkiri bahwa make up karakter pada film horror sangat berkembang dan semakin nyata sehingga penonton dapat tertipu oleh make up karakter tersebut. Seorang sutradara bernama Angling Saragan mengatakan bahwa trend menjadi salah satu faktor utama, seiring bergantinya waktu trend make up juga mengikuti trend di tahun



tersebut.



Kemudian



seorang



make



up



artist



itu



yang



mengembangkan imajinasinya untuk membuat suatu karakter horor. Selain trend yang mempengaruhi make up karakter dalam film horror terdapat juga teknologi yang dapat mempengaruhi seperti yang dikemukakan oleh dua orang make up artist bernama Eba Sheba dan 61



Yonna Kairupan. Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan Eba Sheba, beliau mengatakan bahwa teknologi menjadi faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia, karna semakin mudah mendapatkan informasi masuk secara bebas. Kemudian yang kedua kandungan yang terdapat dalam kosmetik yang digunakan. Kosmetik yang mengandung HOD dapat bekerjasama dengan baik dengan lighting untuk hasil yang lebih memuaskan. Kemudian dalam wawancara bersama Yonna Kairupan mengatakan bahwa perkembangan teknologi sangat bebeda sekali dengan zaman dulu, pada jaman dulu jika membutuhkan efek darah harus berusahan sedemikian rupa, tetapi sekarang bisa menggunakan green screen atau CGI saja. Lalu yang kedua perkembangan cerita dalam film tersebut. Dan yang ketiga tersedianya make up artist yang betul-betul ahli dalam bidangnya. Make up karakter dalam perfilman horror sangat didukung oleh bahan dan kosmetik yang dipakai. Bahan-bahan kosmetik yang digunakan pun berbeda dengan kosmetik pada make up beauty atau make up cantik. Namun untuk mendapatkan bahan-bahan kosmetik tersebut mengalami kesulitan untuk didapatkan di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Ernaka Puspita Dewi selaku make up artist, beliau mengatakan bahwa kesulitan untuk mendapatkan bahan, dan kosmetik yang akan digunakan. Karna rata-rata import dari luar negeri jadi harus beli minimal satu bulan sebelum proses shooting berlangsung. Karna di Indonesia masih berbeda 62



jauh dengan Hollywood dengan segala kecanggihan teknologi dan tersedianya bahan dan kosmetik yang memadai. Dodi Setiadi (Make up Artist) juga mengatakan bahwa faktor bahan sangat mempengaruhi, karna hingga saat ini bahan dan kosmetik yang digunakan dalam pembuatan make up karakter masih import dari luar negeri, sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengembangkan make up karakter tersebut. Berdasarkan pendapat dari dua orang informan yang berprofesi sebagai seorang make up artist tersebut bahwa yang mempengaruhi make up karakter dalam film horror adalah bahan-bahan kosmetik yang digunakan seperti latex, silicon, colouring dan lain-lain sebagai pendukung utama dalam pembuatan make up karakter dalam film horror. Namun terdapat kendala yaitu kesulitan mendapatkan bahanbahan dan kosmetik yang digunakan, sehingga harus mencarinya import dari luar negeri. Namun hal itu tidak menjadi hambatan besar karena seiring berjalannya waktu dan perkembangan film horror di Indonesia membuat film horror terus diproduksi. Menurut Nancy Utari faktor kebutuhan yang semakin bervariasi agar semakin terlihat nyata make up nya. Karna penonton akan semakin antusis jika make up yang ditampilkan lebih nyata. Dan selanjutnya faktor perkembangan teknologi yang semakin canggih. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dari 63



tujuh orang informan data yang diperoleh sebanyak tiga orang informan mengatakan bahwa teknologi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Sebanyak empat informan lainnya menambahkan alasan bahwa faktor perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia adalah faktor tersedianya bahan dan kosmetik yang tidak memadai di Indonesia, karena hingga saat ini seorang make up artist Indonesia harus mengimport bahan dan kosmetik yang akan mereka gunakan dari luar negeri. Berdasarkan data di atas mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor perkembangan teknologi dan tersedia alat dan bahan sangat mempengaruhi perkembangan tersebut.



4.2.2 Make up Karakter Pada Perfilman Horor di Indonesia 4.2.2.1 Pernyataan Informan Ahli 1. Pengaruh cahaya (lighting), kostum (wadrobe), lokasi (set) terhadap hasil akhir pada make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Industri panggung hiburan mempengaruhi perkembangan trend mode, baik penampilan di dalam (indoor) maupun diluar (outdoor), sehingga konsumen menjadi lebih bersikap konsumtif. Seperti halnya dalam proses pembuatan film horror yang membutuhkan faktor pendukung seperti cahaya (lighting), kostum (wardrobe) dan lokasi (set). Menurut Angling Saragan cahaya (lighting), kostum (wadrobe), dan lokasi (set) sangat mempengaruhi 64



hasil akhir pada make up karakter karena teorinya adalah pembentukan make up yang bagus berdasarkan titik cahaya yang benar. Kemudian kostum juga sangat mempengaruhi karena hakikatnya make up tidak bisa berdiri sendiri, harus ditunjang dari beberapa aspek seperti, kostum, hair do, dan set. Sehingga cahaya (lighting), kostum (wardrobe), lokasi (set) mempengaruhi hasil dari make up karakter. Seperti halnya pada lighting atau pencahayaan terhadap suatu hasil make up, jika cahayanya terlalu gelap atau terang maka dapat merubah hasil akhir make up yang diinginkan, maka dari itu perlu dilakukan koordinasi dengan crew lighting agar tercipta hasil make up yang sesuai. Begitupun dengan kostum (wadrobe) dan lokasi (set) yang juga sangat mempengaruhi agar terjadi sinkronisasi antara make up dan pakaian yang dikenakan dan sesuai dengan naskah atau scenario yang diinginkan dalam cerita film tersebut sehingga menajdi satu kesatuan yang saling mendukung. Seperti halnya yang dikatakan oleh Yonna Kairupun bahwa ketiga elemen tersebut sangat saling mempengaruhi. Karena seorang make up artist harus “berteman” dengan crew lighting agar mengetahui jenis make up apa yang bisa di implementasikan. Begitu juga dengan wadrobe, make up yang digunakan harus dicocokan dengan wadrobe agar “menyatu” dengan alur cerita yang ingin disampaikan. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui pengaruh cahaya (lighting), kostum (wadrobe), dan tempat (set), pada hasil akhir make up karakter di perfilman horor Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh orang informan, data yang 65



diperoleh mengatakan bahwa cahaya (lighting), kostum (wadrobe), dan tempat (set), sangat mempengaruhi hasil akhir pada make up karakter di perfilman horor Indonesia. Berdasarkan data di atas mengenai pengaruh cahaya (lighting), kostum (wadrobe), dan tempat (set) pada hasil akhir make up karakter di perfilman horor Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa cahaya (lighting), kostum (wadrobe), tempat (set) sangat mempengaruhi hasil akhir pada make up karakter karena tiga elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dari make up karakter horor pada perfilman.



2. Perlu dilakukan test make up sebelumnya proses shooting. Dan penentuan hasil akhir bentuk make up yang akan digunakan kepada tokoh. Make up karakter bertujuan untuk membantu actor menggambarkan suatu peranan dengan membuat wajahnya menyerupai wajah peranan tokoh yang dimainkan. Didik Nini Thowok, (2012:1) dalam bukunya stage make up by Didik Nini Thowok menyatakan bahwa make up karakter membantu para pemeran berakting, dengan membuat wajahnya menyerupai watak yang akan dimainkan. Rias wajah karakter seringkali dipergunakan untuk pertunjukan teater, photo session, televisi, film, dan acara pementasan baik on air atau off air. Oleh karena itu, sebelum dilakukannya proses shooting pada biasanya akan dilakukan test make up. Eba Sheba mengatakan bahwa ia selalu melakukan test make up sebelum shooting agar dapat memunculkan karakter 66



yang sutradara inginkan atau sesuai dengan scenario film tersebut. Kemudian seorang make up artist bernama Ernaka Puspita Dewi mengatakan bahwa tujuan dilakukannya test make up sebelumnya untuk melihat apakah make up sudah sesuai dengan referensi atau belum, dan apakah bahan dan kosmetik yang digunakan aman untuk pemain film tersebut. Dan untuk mengetahui seberapa lama proses waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu karakter. Namun menurut salah satu make up artist yaitu Yonna Kairupan mengatakan bahwa beberapa ada yang melakukan test make up sebelum shooting, ada pula yang tidak melakukannya, tergantung kepercayaannya. Menurut segi pandang dari seorang actor film yaitu Ciccio Mannesero mengatakan bahwa kembali lagi ke sutradaranya, kalau perlu dilakukan test make up ya akan mengikuti. Dan sebetulnya menurutnya test make up penting agar tahu bentuk visualnya akan bagaimana. Setelah dilakukan test make up, kemudian akan dilakukan penentuan hasil akhir make up seperti apa yang sesuai dengan tokoh yang ada didalam naskah atau scenario cerita film tersebut. Yang menentukan hasil akhir pada make up karakter yang akan digunakan yaitu sutradara dan make up artist, tetapi ada pula sutradara yang membebaskan imajinasi seorang make up artist tersebut lalu didiskusikan untuk menentukan hasil akhir yang diinginkan. Seperti yang dikatakan oleh Nancy Utari seorang make up artist bahwa sejauh ini selalu melakukan test make up. Biasanya make up artist selalu berdiskusi dengan sutradara apakah design make up nya sudah sesuai dengan alur cerita atau belum. Sedangkan dari sudut pandang seorang Sutradara, Angling 67



Saragan mengatakan bahwa penentuan hasil akhir make up adalah sutradara dan produser. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan untuk mengetahui apakah sebelum proses shooting dilakukan test make up sebelumnya dan siapakah yang menentukan hasil akhir pada make up yang akan digunakan kepada tokoh. Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh orang informan data mengatakan bahwa sebelum dilakukannya proses shooting harus melakukan test make up sebelumnya agar mengetahui apakah design yang dikerjakan sudah sesuai atau belum dengan design yang diinginkan. Yang menentukan hasil akhir suatu make up yang akan digunakan kepada para pemain yaitu sutradara dengan berdiskusi bersama make up artist. Berdasarkan data di atas mengenai apakah sebelum proses shooting dilakukan test make up sebelumnya dan siapakah yang menentukan hasil akhir pada make up yang akan digunakan kepada tokoh. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum melakukan proses shooting selalu dilakukan test make up sebelumnya, dan yang menentukan hasil akhir make up yang akan digunakan kepada aktor atau artis adalah sutradara



3. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketakutan pada film horror Film horror selalu identic dengan suasana film yang gelap, warna gambar yang pucat dan minim cahaya di setiap bagian filmnya. Sedari kecil, kita takut akan gelap. Bukan karena gelap itu sendiri, tapi apa yang ada di dalam kegelapan itu. Film horror selalu menyimpan hal yang membuat 68



penasaran didalam gelap, entah sosok wanita, makhluk halus, atau boneka dibalik kegelapan. Seperti yang dikatakan oleh Ernaka Puspita Dewi ketika diwawancara mengenai faktor yang menimbulkan ketakutan pada film horror, Ernaka mengatakan bahwa make up karakter hantunya, set atau tempat yang gelap, dan sound dapagt menimbulkan ketakutan pada film horor. Dalam film horror, biasanya disajikan musik-musik bernada rendah, sunyi lalu tiba-tiba keras dan mengagetkan. Bahkan, tak jarang kita tak mendengar apapun kecuali suara langkah atau bunyi engsel pintu. Ciccio mannasero mengatakan yang membuat ketakutan pada film horror yaitu jumpscare atau adegan yang mengejutkan. Kemudian pemilihan karakter di film tersebut, dan sound effect yang tepat. Sound atau musik menjadi salah satu faktor utama dalam film horror yang membuat ketakutan, hal ini dilanjutkan dengan munculnya hantu, pembunuhan, atau hal lainnya secara tiba-tiba dibarengi dengan suara music keras yang cukup mengagetkan, meski telah diduga, namun effect kejut seperti ini selalu berhasil membuat penonton kaget dan ketakutan. Angling Saragan sebagai seorang sutradara mengatakan bahwa di bagian sound, pengambilan gambar kamera, make up dan pengemasan dalam artian editing sih untuk memunculkan efek ketakutan atau seram. Proses pengambilan gambar disetiap adegan pun menjadi salah satu faktor yang dapat memunculkan ketakutan pada penonton. Seperti bayangan yang muncul dibelakang tokoh pemain atau ketika adegan berjalan di sebuah lorong dan tiba-tiba muncul sesuatu yang mengejutkan.



Selain itu, faktor yang



mempengaruhi ketakutan pada film horror yaitu make up karakter. Enam dari 69



tujuh informan yang diwawancari mengatakan bahwa make up menjadi faktor yang mempengaruhi ketakutan pada film horror. Seperti make up hantu, terluka parah, darah, pucat dan lain-lain yang terlihat nyata dan menambah ketakutan pada penonton. Sejak kecil manusia sudah takut tentang sesuatu yang tidak semestinya, seperti wajah yang hancur, bentuk tubuh yang aneh, suara yang tak biasa, dan lain sebagainya. Sesuatu yang tidak biasa tersebut membuat tidak nyaman, cenderung takut namun penasaran. Kemudian ada lokasi (set) sebagai salah satu faktor yang membuat ketakutan pada film horror. Banyak film horror bertemakan tempat angker, legenda masa lalu tentang kejadian ditempat tersebut, dan masih banyak lagi. Dari cerita berkembang di kehidupan nyata maupun penguatan cerita di film tersebut, mengubah pola pikir penontonya bahwa di tempat tersebut bersembunyi sesuatu yang menunggu mereka. Kemudian film horror tidak selalu berkaitan dengan kematian. Terkadang seorang pemain berusaha dibunuh oleh pembunuh berantai atau si tokoh kerasukan dan berujung pada kematian. Hal ini tak akan pernah lepas dari film horor. Secara psikologi, manusia sangat takut akan kematian, rasa takut yang kemudian membuat jantung berdegup cepat dan menimbulkan reaksi adrenalin pada otak saat menontonya. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat menimbulkan ketakutan pada film horor. Berdasarkan hasil wawancara dengan enam orang infroman mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketakutan yaitu, lighting, sound effect, dan make up karakter yang digunakan. Sedangkan 70



seorang informan mengatakan bahwa tidak perlu menambahkan faktor apapun untuk menimbulkan ketakutan Berdasarkan data di atas mengenai fakor yang dapat menimbulkan ketakutan pada film horor yaitu sound effect yang tepat, lighting yang tepat, dan make up karakter yang sesuai dengan alur cerita.



4. Pentingnya pemain film horor mengetahui apa saja alat, bahan, dan kosmetik yang akan digunakan seorang make up artist kepada dirinya. Proses make up karakter tak semata-mata berurusan dengan teknik dan material. Siapapun yang memeranka karakter-karakter dengan visual yang berbeda dengan dirinya sehari-hari, harus rela “diubah” dalam waktu yang cukup lama, rela menggunakan make up yang sangat tebal dan berat, atau menggunakan topeng yang sudah dibuat lebih dahulu dengan menggunakan latex, silicon maupun sejenisnya, ditempeli menggunakan bahan-bahan seperti sillicon, lem, darah buatan, prostetik, wig, bulu, dan lain sebagainya. Untuk itu para pemain yang akan di make up karakter perlu mengetahui kosmetik apa saja yang digunakan. Angling Saragan (Sutradara) mengatakan bahwa seorang pemain harus tahu alat, bahan, dan kosmetik apa saja yang akan diaplikasikan kepada dirinya karena pemain harus tahu kandungan apa saja yang terdapat dalam bahan dan kosmetik yang akan digunakan. Ini menjadi tugas make up artist untuk menjelaskan ke pemain sebelum dilakukannya proses make up”. 71



Hal tersebut juga dikatakan oleh seorang make up artist yaitu Eba Sheba bahwa hal tersebut sangat penting, apalagi banyak bahan-bahan tambahan untuk make up karakter yang tidak banyak orang tahu. Seperti silicon, atau skin illustrator, mereka harus tahu apa saja yang akan digunakana kepada meraka. Selain kosmetik yang akan digunakan dan diaplikasikan kepada pemain, ada pula pemakaian softlens dan tambahan aksesoris pendukung lainnya, seperti gigi palsu, darah palsu khusus di mata dan lainnya.Yona Kairupan seorang make up artist mengatakan saat diwawancarai bahwa softlanse



dan



pewarna



gigi



mengandung



alcohol



jadi



hanya



diimplementasikan kepada pemain yang non-muslim saja. Pemain perlu mengetahui kosmetik yang akan digunakan pada dirinya sebab kosmetik dalam make up karakter atau SFX biasanya lebih berat dibandingkan kandungan pada kosmetik make up beauty. Dan bahan kosmetik tersebut digunakan langsung mengenai kulit talent atau pemain, jadi seorang make up artist perlu menjelaskan kepada pemain tersebut untuk mencegah alergi atau kulit sensitive yang tidak bisa diaplikasikan bahan kosmetik tersebut. Cicco Manassero (Aktor) menjelaskan dari sudut pandang sebagai seorang actor mengatakan bahwa ia tidak mementingkan hal tersebut selama bahan-bahan yang digunakan aman untuk wajahnya. Tetapi, make up karakter tidak selalu seberat itu, terkadang hanya perlu permainan shading, gradasi warna, tarikan garis-garis kerutan, dana tau hanya sebatas mencoret-coret wajah sesuai dengan naskah atau scenario yang diinginkan. 72



Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan untuk mengetahui pentingkah pemain film horor mengetahui apa saja alat, bahan, dan kosmetik yang akan digunakan seorang make up artist pada perfilman horor di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dari tujuh orang informan data yang diperoleh seluruh informan ahli mengatakan bahwa pemain film perlu dan penting untuk mengetahui apa saja alat, bahan dan kosmetik yang akan digunakan oleh make up artist. Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pentingnya pemain film mengetahui alat, bahan dan kosmetik make up karakter yang akan digunakan oleh make up artist. Karena ada beberapa kosmetik yang mengandung alcohol seperti pewarna gigi yang hanya bisa digunakan oleh pemain non muslim saja. Kemudian ada pemakaian softlens yang pemain harus mengetahui kondisi softlens yang baru dan lama pemakaian softlens yang bisa digunakan, sebab ada softlens yang berukuran sangat besar dan menutupi seluruh bagian mata hanya bisa digunakan 4 jam setelah dipakaikan. Make up artist pun harus pintar dan mengerti alat, bahan dan kosmetik yang dipakai aman untuk digunakan kepada client.



4.2.3. Perkembangan alat, bahan, dan kosmetik pada make up karaker di perfilman horror 4.2.3.1.Pernyataan Informan Ahli 1. Perkembangan alat yang digunakan pada make up karakter horror disetiap tahunnya dari tahun 2000-2019. 73



Menurut harfiah make up berarti  tata rias atau tata cara menggunakan kosmetik. Tata rias wajah atau make up sebenarnya memiliki banyak cabang. Tidak selalu identik dengan tampilan riasan wajah sehari – hari. Ilmu make up terbagi dalam make up korektif, make up seni dan make up karakter. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan make up semakin berkembang dari tahun ke tahunnya. Saat ini teknik make up dan video make up sudah banyak bersebaran. Produk make up pun banyak pilihan dan beraneka ragam. Mulai dari harga terjangkau hingga sangat mahal. Mulai dari produk yang aplikasinya hanya tahan sementara, jika berkeringat banyak akan luntur, hingga aplikasi yang tahan lama sampai 24 jam. Angling Sagaran mengatakan bahwa kini alat yang digunakan dalam pembuatan make up semakin berkembang mengikuti trend dan seiring bergantinya waktu. Semakin berkembang pula alat dan teknologi yang dapat digunakan untuk membuat make up karakter. Seperti yag diungkapkan oleh Yonna Kairupan saat diwawancarai kendala di Indonesia adalah alat dan kosmetiknya yang kurang lengkap. Adapun beberapa yang mengimport dari luar negeri tapi hanya sedikit. Alat yang berkembang contohnya seperti penggunaan air brush. Berkembangnya teknologi dan alat yang digunakan setiap tahun ke tahun dapat mempermudah para make up artist dalam pekerjaannya. Seperti penggunaan air brush khusus untuk make up, kemudian ada alat sculpting untuk membuat tekstur pada cetakan prostetik dan kecanggihan sebuah teknologi berupa CGI atau Green Screen yang dapat digunakan untuk menyempurnakan hasil make up karakter atau effect yang diinginkan sesuai 74



dengan naskah atau cerita dalam film tersebut agar terlihat lebih nyata dan penonton tertipu dengan make up yang dihasilkan. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui perkembangan alat yang digunakan dalam pembentukan make up karakter di perfilaman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Berdasarkan hasil wawancara kepada tujuh orang informan, data yang diperoleh adalah sebanyak tujuh orang informan mengatakan bahwa perkembangan alat yang digunakan sudah cukup berkembang seiring dengan mengikut zaman, salah satu temuan alat yang sering digunakan dalam dunia kecantikan yaitu air brush. Berdasarkan data di atas mengenai perkembangan alat yang digunakan dalam pembentukan make up karakter di perfilaman horor Indonesia antara tahun 2000-20019 tujuh orang informan mengatakan bahwa perkembangan alat yang digunakan pada dunia kecantikan sangat berkembang mengikuti teknologi yang semakin maju.



2. Perkembangan bahan kosmetik yang digunakan pada make up karakter horror disetiap tahunnya dari tahun 2000-2019. Praktek merias wajah saat ini sudah dianggap kebutuhan wanita sehari – hari. Berbanding terbalik dengan jaman dahulu. Make up seakan masih menjadi hal yang cukup tabu. Produk make up yang dimiliki pun masih terdengar agak seram. Bedak menjadi bagian oleh semua bangsa di dunia selama berabad-abad lamanya. Pada mulanya, bedak bukan untuk keindahan 75



tapi lebih ke spiritual. Membalur seluruh tubuh dengan bedak dianggap bisa menjauhkan diri dari roh-roh halus. Orang-orang Timur menggunakan bedak untuk acara pernikahan atau pertemuan penting lainnya. Ketika Ratu Cleopatra menggunakan bedak sebagai lapisan dasar kosmetik, fungsi estetis bedak lebih menonjol. Saat ini banyak referensi juga tutorial make up yang sangat mudah diikuti oleh pemula sekalipun. Bukan tak mungkin, seorang amatir make up menjelma menjadi make up professional handal. Sapuan tangannya, mampu merubah wajah kusam nan lelah menjadi bersinar layaknya penyanyi di atas pentas. Begitu pun dengan bahan dan kosmetik untuk make up karakter. Yonna kairupan mengatakan bahwa berkembang, cuma kendala di Indonesia adalah alat dan kosmetiknya yang kurang lengkap. Adapun beberapa yang mengimport dari luar negeri tapi hanya sedikit. Kalau saja kami diberikan kemudahan seperti di Amerika sana, pasti make up karakter di Indonesia akan semakin berkembang. Contohnya adalah bahan prostetik dimana sangat berkembang diluar negeri sedangkan di Indonesia sangat susah di cari atau bahkan tidak ada. Namun beberapa bahan-bahan atau kosmetik sudah lebih mudah ditemukan sih dibanding waktu aku pertama kali terjun di dunia make up



karakter. Contohnya colouring, dulu kita



menggunakan eyeshadow sekarang kita bisa menggunakan alcohol based agar waterproof. Make up karakter juga mengikuti trend di tahun tersebut dan berkembang serta make up artist itu sendiri yang mengembangkan imajinasi nya untuk menciptakan sebuah karakter horror menurut Angling Saragan 76



sebagai seorang sutradara saat diwawancarai. Kemudian ada Eba Sheba berprofesi sebagai make up artist mengutarakan pendapatnya bahwa ia kembali ke tipe make up yang natural dan realis, yang selalu menggunakan bahan make up yang bisa bekerja sama dengan lampu. Oleh karena itu perkembangan alat dan bahan kosmetik sangat membantu banget.. Kandungan make up itu sendiri, sekarang udah banyak yang mengandung HOD. Make up yang mengandung bahan HOD sangat bisa bekerja sama dengan lampu untuk hasil yang memuaskan. Berdasarkan pengalaman aku sih 2006 ya, karena di tahun 2003 aku masih pake kryolan dan di 2006 aku udah pake shu uemura. Jadi di 2006 menurut aku perkembangan kosmetik udah mulai aku rasakan.” Dunia make up saat ini sudah sangat berkembang dengan teknologi super canggih. Para wanita sudah tidak dibuat ribet dengan rutinitas dandan yang menghabiskan waktu. Mereka yang sibuk, malas dandan atau tidak bisa dandan sekalipun, sangat memanfaatkan kemajuan teknologi make up untuk tampilan wajah yang mereka inginkan. Seiring berkembangnya bahan kosmetik dan teknologi yang berkembang, membuat para make up artist pun mengembangkan ilmu dan skill nya dalam dunia make up karakter dan SFX bahkan ada yang sudah hamper setara dengan make up artist SFX Hollywood. Contohnya bahan kosmetik make up karakter yang berkembang yaitu, penggunaan latex dapat digantikan mnggunakan sillicon kemudian body painting sudah berkembang seperti skin illustrator, telesys, skin illustrator, rigid collodion dan lain sebagainya. Lem yang dapat digantikan menggunakan pros-aide. Lalu kemudian ada proses pencetaka wajah atau tubuh yang akan di 77



buat make up karakter sesuai dengan naskah atau scenario dalam film horror tersebut sehingga bentuk dan visualnya terlihat lebih nyata dan seperti sungguhan. Kemudian ada pula pembuatan darah buatan atau darah palsu yang semakin aman digunakan dan terlihat seperti darah sungguhan. Pertanyaan yang diajukan kepada tujuh orang informan bertujuan untuk mengetahui perkembangan bahan dan kosmetika yang digunakan dalam pembentukan make up karakter di perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019. Berdasarkan hasil wawancara kepada tujuh orang informan mengatakan jawaban yang berbeda-beda. Berdasarkan data di atas mengenai perkembangan bahan dan kosmetika yang digunakan dalam pembentukan make up karakter di perfilman horor Indonesia antara tahun 2000-2019 yaitu sangat berkembang sekali karna dibantu dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan mudahnya informasi yang didapat.



4.3



Pembahasan Berdasarkan temuan lapangan dan penelitian yang telah dilakukan dapat



dibahas dalam focus : a. Definisi Make up Karakter Make up karakter adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Make up karakter merupakan jenis 78



make up yang biasa digunakan untuk televisi dan film. Tidak bisa dipungkiri bahwa berkembangpesatnya dunia pertelevisian Indonesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami perkembangan yang signifikan. Make up televisi dan film sendiri terdiri atas beberapa jenis. Seorang penata rias tidak bisa begitu saja memulas wajah seseorang tanpa mengetahui program apa yang akan dibawakannya, apakah news, non-drama, ataukah drama. Selain itu, ada pula beberapa hal yang perlu dihindari dalam penggunaan jenis kosmetik untuk televisi dan film sehingga. (Lefi Kusuma Sari, 2012:53) Definisi make up karakter adalah suatu kegiatan make up yang digunakan untuk membentuk atau menampilkan suatu karakter yang akan ditampilkan dengan menggunakan teknik make up yang satu tingkat diatas make up beauty. Make up karakter sangat berperan penting dalam pembentukan film horor. Dalam pembentukan make up karakter pada perfilman horor terdapat standart khusus dalam pembentukan make up yang akan dibuat yaitu dengan mengikuti alur cerita dalam film yang akan dimainkan, dan dengan menggunakan imajinasi dan skill yang dimiliki oleh seorang make up artist untuk membuat karakter yang diinginkan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan make up karakter pada perfilman horor Indonesia yaitu perkembangan teknologi yang semakin canggih dan alat, bahan dan kosmetik yang semakin memadai.



b. Make up karakter pada perfilman horor di Indonesia Make up di sebuah film berfungsi untuk menunjang pembentukan karakter yang lebih dalam. Make up juga berperan dalam membantu penyampaian naratif. 79



Ada tiga tipe make up yang secara umum sering digunakan dalam perfilman yang pertama straight make up yang digunakan untuk menonjolkan watak karakter atau biasa digunakan untuk “mengkoreksi” wajah pemain, dan dapat digunakan juga untuk memberikan kesan natural look. Yang kedua character make up yaitu make up yang digunakan untuk membantu menyesuaikan aktor atau artist berdasarkan kebutuhan cerita. Yang ketiga special make up effect yaitu make up yang dapat membuat efek-efek tertentu sesuai kebutuhan suatu cerita, contohnya membuat seorang aktor tersebut terkesan luka, atau mengubahnya menjadi monster atau hantu. (Christy Pramarsita) Make up karakter pada perfilman horor Indonesia merupakan elemen penting yang sangat dibutuhkan dalam perfilman horor. Selain make up, kostum (wadrobe), tempat (set), dan cahaya (lighting) juga berperan penting dalam pembentukan film horor, karna elemen-elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Elemen-elemen tersebut juga sangat berpengaruh untuk menimbulkan ketakutan pada film horor, termasuk juga sound yang digunakan. Sebelum dilakukannya proses shooting selalu dilakukan test make up sebelumnya agar dapat menentukan durasi yang dibutuhkan oleh seorang make up artist untuk membuat suatu karakter dan agar make up yang dibuat sesuai dengan alur cerita yang ingin ditampilkan. Dalam pembentukan make up karakter dalam perfilman horor Indonesia seorang sutradara dan make up artist saling berdiskusi untuk menentukan sketsa wajah karaker yang akan digunakan kepada seorang aktor atau artist. Seorang pemain yang akan dirias penting untuk mengetahui apa saja alat bahan dan kosmetik yang akan digunakan kepada dirinya untuk 80



menimbulkan rasa nyaman dan nyaman kepada aktor atau artist tersebut. sudah menjadi tugas make up artist untuk menjelaskan hal tesebut sebelum mengaplikasikan make up pada wajah.



c. Perkembangan alat, bahan, dan kosmetik pada make up karakter di perfilman horor Tren kecantikan yang menjadi acuan kita saat ini memiliki sejarah yang sangat panjang. Banyak dari tren kecantikan dulunya merujuk ke dunia barat. Namun kini kita juga banyak dipengaruhi oleh tren dari Korea. Asia Pasifik memimpin pasar global dalam industri kosmetik yaitu mencapai 40%. Kategori dengan angka penjualan tertinggi adalah produk perawatan kulit. Diperkirakan pada 2024 nanti pasar kosmetik internasional akan bernilai lebih dari 80 trilyun US dollar. Perkembangan pasar kosmetik dunia dan terutama di Asia juga turut memengaruhi Indonesia. Bisa dibilang lima tahun terakhir industri kosmetik dalam negeri meningkat pesat. Ada sangat banyak produk lokal, terutama yang memproduksi lipstick. Harga produk juga semakin murah meski kualitasnya tidak murahan. Perkembangan alat, bahan, dan kosmetik tidak lepas dari perkembangan teknologi. Teknologi merupakan terapan dari beberapa ilmu yang kita jumpai seperti ilmu sains, matematika dan beraam ilmu seni. Selain itu, teknologi juga harus mampu memberikan faedah dalam hidup manusia. Salah satu contoh mudah yang dapat kita temui sekarang ini adalah berkembangnya teknologi komunikasi 81



yang dapat membantu manusia terhindar dari hambatan atau mengurangi hambatan tersebut dan juga membangkitkan budaya budaya tertentu. Perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang terjadi didunia perfilman sangat mempengaruhi



hasil



akhir



make



up



yang



akan



ditampilkan.



Seiring



berkembangnya zaman, teknologi semakin berkembang pula. Semakin mudah mendapatkan bahan dan kosmetik yang bagus, dan alat yang digunakan dapat semakin canggih.



4.4



Kelemahan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan dalam data yang diperoleh, kelemahan tersebut sebagai berikut : 1. Kurangnya pendokumentasian setiap alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan. 2. Sulitnya mendapatkan make up artist yang bersedia untuk diwawancara. 3. Penelitian ini masih banyak kelemahan mengingat terbatasnya waktu.



82



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Make up karakter adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Make up karakter merupakan jenis make up yang biasa



digunakan



untuk televisi



dan



film.



Tidak



bisa dipungkiri



bahwa



berkembangpesatnya dunia pertelevisian Indonesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami perkembangan yang signifikan. Bisa dikatakan make up yang digunakan untuk membentuk atau menampilkan suatu karakter yang akan ditampilkan dengan menggunakan teknik make up yang satu tingkat diatas make up beauty. Make up karakter sangat berperan penting dalam pembentukan film horor. Dalam pembentukan make up karakter pada perfilman horor terdapat standart khusus dalam pembentukan make up yang akan dibuat yaitu dengan mengikuti alur cerita dalam film yang akan dimainkan, dan dengan menggunakan imajinasi dan skill yang dimiliki oleh seorang make up artist Make up di sebuah film berfungsi untuk menunjang pembentukan karakter yang lebih dalam. Make up juga berperan dalam membantu penyampaian naratif. Ada tiga tipe make up yang secara umum sering digunakan dalam perfilman yang yaitu straight make up, character make up, dan special make up effect. Make up karakter pada perfilman horor Indonesia merupakan elemen penting yang sangat dibutuhkan 83



dalam perfilman horor. Selain make up, kostum (wadrobe), tempat (set), dan cahaya (lighting) juga berperan penting dalam pembentukan film horor, karna elemenelemen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.



5.2 Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan telah dilakukannya penelitian tentang perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia, dapat membawa dampak positif bagi masyarakat dan mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta. Banyak yang belum mengetahui tentang perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan dalam pembentukan make up karakter terutama dalam perfilman horor di Indonesia. Dengan diaadakannya penelitian ini, diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta agar dapat lebih mengenal dan mengetahui perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan pada saat ini



5.3 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan hasil penelitian yang telah diperoleh, untuk harapan pengembangan yang lebih baik, maka peneliti ingin memberikan saran-saran sebagai berikut: 1.



Sebaiknya dilakukan sosialisasi berkala untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia.



84



2. Mengingat berkembangannya alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan dalam pembentukan make up karakter terutama dalam perfilman horor di Indonesia, dapat membuat seorang make up artist dan mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta tertarik itu lebih mengembangkan imajinasinya dengan menggunakan alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan saat ini. 3. Untuk seseorang yang berprofesi sebagai make up artist bertujuan untuk mengembangkan kreatifitas dan imajinasinnya atau bahkan untuk menambah pengetahuan seorang make up artist tentang bagaimana perkembangan alat, bahan dan kosmetik yang digunakan dalam pembentukan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia saat ini. 4. Untuk mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta bertujuan untuk mengembangkan kreatifitas dan imajinasinya dan mempermudah dalam pembentukan make up karakter dan menambah pengetahuan tentang perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan dalam pembentukan make up karakter saat ini.



85



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Make up karakter adalah suatu tata rias yang diterapkan untuk mengubah penampilan seseorang dalam hal umur, sifat, wajah, suku, dan bangsa sehingga sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Make up karakter merupakan jenis make up yang biasa



digunakan



untuk televisi



dan



film.



Tidak



bisa dipungkiri



bahwa



berkembangpesatnya dunia pertelevisian Indonesia membuat dunia make up televisi dan film ikut mengalami perkembangan yang signifikan. Bisa dikatakan make up yang digunakan untuk membentuk atau menampilkan suatu karakter yang akan ditampilkan dengan menggunakan teknik make up yang satu tingkat diatas make up beauty. Make up karakter sangat berperan penting dalam pembentukan film horor. Dalam pembentukan make up karakter pada perfilman horor terdapat standart khusus dalam pembentukan make up yang akan dibuat yaitu dengan mengikuti alur cerita dalam film yang akan dimainkan, dan dengan menggunakan imajinasi dan skill yang dimiliki oleh seorang make up artist Make up di sebuah film berfungsi untuk menunjang pembentukan karakter yang lebih dalam. Make up juga berperan dalam membantu penyampaian naratif. Ada tiga tipe make up yang secara umum sering digunakan dalam perfilman yang yaitu straight make up, character make up, dan special make up effect. Make up karakter pada perfilman horor Indonesia merupakan elemen penting yang sangat dibutuhkan 86



dalam perfilman horor. Selain make up, kostum (wadrobe), tempat (set), dan cahaya (lighting) juga berperan penting dalam pembentukan film horor, karna elemenelemen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.



5.2 Implikasi Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa karakter pada perfilman horor di Indonesia semakin berkembang. Selain itu, alat, bahan, dan kosmetik nya juga semakin beragam. Sehingga memberikan kemudahan dalam pembuatan make up karakter terutama dalam pembuatan karakter di perfilman horor Indonesia. perkembangan make up karakter pada perfilman horor di Indonesia. Perkembangan yang terjadi terhadap alat, bahan, dan kosmetik yang digunakan dalam pembentukan make up karakter dalam perfilaman horor di Indonesia membawa dampak positif bagi seorang make up artist dan mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta. Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat membantu seorang make up artist dan mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta agar dapat lebih mengenal dan mengetahui perkembangan alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan pada saat ini



5.3 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dan hasil penelitian yang telah diperoleh, untuk harapan pengembangan yang lebih baik, maka peneliti ingin memberikan saran-saran sebagai berikut:



87



1.



Menjadi seorang make up artis pada perfilman horor merupakan salah satu pekerjaan yang menantang kemampuan seseorang karena dituntunt untuk menggunakan imajinasinya agar dapat membuat suatu tokoh yang diinginkan.



2. Untuk Program Studi Pendidikan Tata Rias, Universitas Negeri Jakarta agar dapat diadakannya suatu kegiatan kompetensi dalam bidang make up karakter agar dapat meningkatkan imajinasi mahasiswanya. 3. Mengingat berkembangannya alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan dalam pembentukan make up karakter terutama dalam perfilman horor di Indonesia, dapat membuat seorang make up artist dan mahasiswa pendidikan tata rias di Universitas Negeri Jakarta tertarik itu lebih mengembangkan imajinasinya dengan menggunakan alat, bahan, dan kosmetik yang dapat digunakan saat ini.



88