Bab 1 Optika Geometri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Elf
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab 1



sehingga dapat menjelaskan konsep difraksi dan interferensi, serta sifat cahaya



OPTIKA GEOMETRI



ketika berinteraksi dengan bahan sehingga kita dapat memperoleh pola spektrum bahan yang menjelaskan tingkat energi bahan tersebut. Dalam bab ini akan kita



Optika, ilmu tentang cahaya, dibagi dalam tiga bagian yaitu optika



bahas lebih dulu sifat yang pertama, yaitu cahaya merambat lurus.



geometri, optika fisis, dan optika kuantum. Optika geometri didekati dengan konsep bahwa cahaya merambat lurus, optika fisis didekati dengan konsep cahaya sebagai gelombang, dan optika kuantum didekati dengan konsep interaksi cahaya dengan bahan. Dalam kehidupan sehari-hari panjang gelombang dianggap sangat kecil bila dibandingkan dengan besar penghalang atau lubang, sehingga difraksi atau pembelokan cahaya di sekitar penghalang sering diabaikan. Dalam optika geometri gelombang cahaya dianggap merambat dalam garis lurus, seperti tampak dalam percobaan-percobaan sederhana dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bab ini akan kita pelajari tentang fenomena-fenomena dengan pendekatan sinar (gelombang merambat dalam garis lurus), yaitu tentang hukum-



1.1.1.



Laju Cahaya



Pengukuran laju cahaya secara nonastronomis mula-mula dilakukan oleh fisikawan Perancis Fizeau tahun 1849, di atas sebuah bukit di Paris. Fizeau menempatkan sebuah sumber cahaya dan sebuah sistem lensa yang diatur sedemikian rupa sehingga cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin semi transparan difokuskan pada sebuah celah di dalam sebuah roda bergerigi. Di atas sebuah bukit yang berjarak 8,63 km dari bukit pertama, ia menempatkan sebuah cermin untuk memantulkan kembali cahaya, supaya dapat dilihat oleh pengamat, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.



hukum pembiasan dan pemantulan dan penerapannya dalam cermin dan lensa. Selain itu akan kita pelajari juga tentang fenomena dispersi.



L1



L2



L3



M



G 1.1. SIFAT-SIFAT CAHAYA



E



8,67 km



Sifat sifat cahaya dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari dan dapat Roda bergerigi



pula ditunjukkan dengan beberapa percobaan. Berdasarkan percobaan dan pengamatan tersebut, kita dapat membagi sifat-sifat cahaya menjadi tiga golongan, yaitu sifat cahaya yang merambat lurusyang bermanfaat pada konsep pemantulan dan pembiasan, sifat cahaya ditinjau dari sifat gelombangnya S



1



v



Gambar 1.1. Percobaan Fizeau dalam pengukuran laju cahaya



d 2  8,67 km   312.000 km s t 1 18000 s



Hasil percobaan dengan alat Fizeau memang kurang teliti, hasil ini kemudian diperbaiki oleh Foucault. Kira-kira tahun 1850, Foucault mengukur laju cahaya di



Roda bergerigi tersebut diputar dengan laju putaran yang diubah-ubah. Misal



udara dan di air. Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju cahaya di air lebih



mula-mula roda dalam keadaan diam, dan pada saat itu cahaya dapat melewati



kecil dari pada laju cahaya di udara. Dengan metode yang pada intinya sama,



salah satu celah diantara gigi sehingga membentuk bayangan di cermin M. Oleh



fisikawan Amerika A A Michelson melakukan pengukuran yang tepat untuk laju



cermin M cahaya dipantulkan kembali melalui jalan semula, sebagian dipantulkan



cahaya dari tahun 1880 sampai tahun 1930.



oleh pelat G, dan sebagian diteruskan melalui L 1 selanjutnya diterima oleh



Metode lain dalam penentuan laju cahaya melibatkan pengukuran



pengamat E. Jika roda dalam keadaan berputar, maka cahaya dari sumber S dibagi menjadi bagian-bagian rentetan gelombang yang panjangnya tertentu. Jika



konstanta



 0 (permitivitas



c



muka gelombang untuk berjalan bolak-balik, sementara itu bagian roda yang tak tembus cahaya telah bergerak ke kedudukan awal, maka cahaya yang dipantulkan



Jika kecepatan sudut dikalikan dua, cahaya yang melewati salah satu celah telah kembali melalui celah berikutnya, dan cahaya dari S akan tampak lagi. Pada saat itu frekuensi roda adalah 25 putaran/sekon, dan roda berisi 720 gigi. Sehingga waktu yang dibutuhkan oleh tiap pulsa gelombang untuk pulang pergi adalah



1 1 1   s 720 25 18000



 0 (permeabilitas



vakum) dengan



persamaan



kecepatan rotasi roda sedemikian sehingga sesuai dengan waktu yang digunakan



oleh cermin M tidak sampai kepada pengamat.



vakum) dan



1



 0 0



(1.1) Dengan



 0 = permitivitas vakum = kapasitansi vakum tiap satuan panjang = 8,85 x 10-12 C2/m2.N (farad / m)



 0 = permeabilitas vakum = induktansi vakum tiap satuan panjang = 4  x 10-7 N / A2 (henry / m)



Dengan demikian cepat rambat cahaya adalah



2



Dari berbagai metode pengukuran laju cahaya pada dasarnya terdapat



Jika indeks bias dari suatu keping gelas adalah 1,5250 berapakah cepat



kesamaan hasil yang diperoleh. Saat ini laju cahaya dalam vakum didefinisikan



rambat cahaya di dalam gelas tersebut ?



secara tepat, c = 299.792.457 m / sekon



Penyelesaian Indeks bias gelas dapat dinyatakan sebagai



1.1.2. Indeks Bias



n gelas  1,5250 



Laju cahaya di dalam medium seperti kaca, air atau udara ditentukan oleh hampa c terhadap laju tersebut dalam medium, yaitu



1 n



1



v gelas 



1.1.3.



(1.2)



 0 0 







  0 0



(1.3) 0



nudara (0 C, 76 cm Hg) = 1,000292 Rapat optik medium transparan (bening) merupakan ukuran dari indeks biasnya,



c n gelas







3  10 8 m 1,5250



s  1,9672  10 8 m



s



Lintasan Optik (Optical Path) Salah satu besaran yang sangat penting didalam optika geometri adalah



lintasan optik. Jika lintasan cahaya di dalam suatu medium adalah d, maka dapat dinyatakan



d  vt (1.4) Dengan v adalah kecepatan cahaya di dalam medium dan t adalah waktu. Sudah kita ketahui bahwa



artinya jika indeks bias tinggi, maka rapat optik juga tinggi dan sebaliknya. Contoh 1.1



v gelas



Maka cepat rambat cahaya di dalam gelas adalah



indeks bias n, yang didefinisikan sebagai perbandingan laju cahaya dalam ruang



c n v



c



n



c c v v sehingga n



3



Maka



d



Penyelesaian



ct n atau dn  ct



Lintasan optik total adalah



Perkalian dn inilah yang dinamakan lintasan optis 



  nd



  nd  n' d ' n" d "  1,5250  10  1,3330  30,5  1,5250  5  63,5315cm



(1.5) Lintasan optik = nd, menyatakan jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam hampa



1.1.4.



Hukum Pemantulan dan Pembiasan



dengan waktu yang sama jika cahaya tersebut melewati medium dalam jarak d. Jika cahaya melewati suatu susunan medium optik dengan ketebalan d, d’, d’’,



Pada Gambar 1.3 seberkas cahaya jatuh pada permukaan batas dua



…………… dan dengan indeks bias n, n’, n’’,……………………, maka lintasan



medium 1 dan medium 2, maka sebagian dipantulkan oleh permukaan dan



optik totalnya adalah



sebagian lagi dibelokkan (dibiaskan, direfraksikan) masuk ke dalam medium 2.



  nd  n' d ' n' ' d ' '.....................



Berkas gelombang datang digambarkan dengan garis lurus, sinar datang, sejajar



(1.6)



dengan arah perambatan. Kita anggap berkas datang pada Gambar 1.3 adalah n



d



n’



d’



n”



d”



gelombang datar dengan muka gelombangnya tegak lurus sinar datang. Sudut datang (  1), sudut refleksi (  1’) dan sudut refraksi (  2) diukur dari normal bidang batas ke sinar yang bersangkutan.



Gambar 1.2. lintasan optik yang melewati susunan medium optik Contoh 1.2 Seberkas cahaya melewati keping gelas setebal 10,0 cm, kemudian



udara



 11'



melewati air dengan jarak 30,5 cm, dan terakhir melalui keping gelas dengan tebal 5,0 cm. Jika indeks bias kedua keping gelas adalah 1,5250 dan indeks bias air adalah 1,3330, berapakah panjang lintasan optik yang



air



2



ditempuh oleh cahaya tersebut ?



4



Gambar 1.3. Pemantulan dan pembiasan pada permukaan batas udara air



1 n2   2 n1 (1.10)



Berdasarkan hasil eksperimen, diperoleh hukum-hukum mengenai pemantulan dan pembiasan sebagai berikut : 1.



Sinar yang dipantulkan dan dibiaskan terletak pada satu bidang yang dibentuk oleh sinar datang dan normal bidang batas di titik datang.



2.



Untuk pemantulan berlaku: sudut datang = sudut pantul,



1 '  1 (1.7) 3.



Untuk pembiasan berlaku: perbandingan sinus sudut datang dengan sinus



Tabel 1.1 menunjukkan indeks refraksi beberapa bahan terhadap vakum untuk panjang gelombang (cahaya natrium) 589 nm. Tabel 1.1. Beberapa indeks bias untuk Medium Air Etil alcohol Karbon bisulfida Udara Natrium khlorida



  589 nm Indeks bias 1,33 1,36 1,63 1,0003 1,53



sudut bias berharga konstan.



sin 1 n 2   n 21 sin  2 n1 (1.8) n21 adalah konstanta yang disebut indeks refraksi dari medium 2 terhadap medium



1.1.5 Melukis sinar bias dengan metode grafik Cara sederhana untuk melukiskan jalannya cahaya yang melewati dua medium transparan adalah dengan cara grafik. Misal kita akan melukis jalannya sinar yang berasal dari medium 1 dengan indeks bias n 1 yang memasuki medium 2



1. Pernyataan 1 dan 2 dinamakan hukum pemantulan Snellius, sedangkan pernyataan 1 dan 3, dinamakan hukum pembiasan Snellius. Hukum pembiasan



dengan indeks bias n2 dengan sudut datang



terlebih dulu bidang batas AB dan garis normal N. Kita lukiskan sinar datang PO



dapat ditulis



n1 sin 1  n2 sin  2



1 . Pertama kali, kita lukiskan



dengan sudut datang



1 , kemudian



kita buat dua buah lingkaran dengan jari-jari



OQ dan OR yang memiliki perbandingan



(1.9) Jika sudut datang dan sudut bias kecil sehingga sin    (dalam radian), persamaan (1.8) dapat dinyatakan sebagai



5



OQ n1  OR n2



sin  2 



(1.11)



(1.13)



O”R adalah proyeksi O’Q pada lingkaran kedua, dengan demikian OR adalah



O" R OR sehingga O" R  OR sin  2



Pada Gambar 1.4. tampak bahwa O’Q = O”R, maka



OQ sin 1  OR sin  2



sinar bias.



n1 sin  1  n2 sin  2 N atau



sin 1 n2  sin  2 n1 (1.14)



1



n1



1.1.6. Prinsip Fermat



O



A 0’ n2



2



0”



B Q



Telah kita pahami bersama bahwa rambatan cahaya dan gelombang-



R



gelombang lain dapat dijelaskan dengan prinsip Huygens. Rambatan gelombang juga dapat dijelaskan dengan prinsip Fermat, yang pertama kali dinyatakan oleh matematikawan Perancis Pierre de Fermat pada abad ke-17. Secara umum prinsip



Gambar 1.4. Lukisan sinar bias dengan metode grafik



Fermat dinyatakan sebagai berikut : “Lintasan yang dilalui oleh cahaya untuk merambat dari satu titik ke titik



Pada Gambar 1.4. ditunjukkan bahwa



lain adalah sedemikian rupa, sehingga waktu perjalanan itu tidak berubah sehubungan dengan variasi-variasi dalam lintasan tersebut.”



O' Q sin 1  OQ sehingga O' Q  OQ sin 1



Jika waktu t diungkapkan sebagai beberapa parameter x, lintasan yang dilalui



(1.12)



cahaya akan sedemikian rupa sehingga



dt dx  0; artinya t mungkin minimum,



maksimum, atau konstan. Ciri-ciri penting dari lintasan yang tidak berubah adalah



6



bahwa waktu yang diperlukan sepanjang lintasan-lintasan terdekat akan kira-kira



Misal kita pilih lintasan dengan waktu tersingkat adalah AP-PB, maka lintasan



sama seperti sepanjang lintasan yang sebenarnya. Lebih khusus lagi prinsip



optiknya adalah



  n1 AP  n 2 PB



Fermat dinyatakan sebagai : “Lintasan yang dilalui oleh cahaya untuk merambat dari satu titik ke titik



(1.15)



lain adalah sedemikian rupa, sehingga waktu perjalanannya minimum.” Pada bagian ini kita akan menggunakan prinsip Fermat sebagai alternatif lain



Karena disini



n1  n2  n , maka lintasan optiknya dapat ditulis sebagai



  n AP  PB 



dalam menurunkan hukum-hukum pemantulan dan pembiasan.



(1.16) A. Prinsip Fermat pada Pemantulan



Waktu yang dibutuhkan oleh cahaya melalui lintasan total adalah



mengenai permukaan datar dan dipantulkan menuju titik B. Kita ingin mengetahui



2 2 2  n AP  PB  n a  x  n b   d  x  t   c c c



lintasan mana yang dilalui oleh cahaya tersebut. Permasalahan yang akan



(1.17)



Dalam Gambar 1.5 kita berasumsi bahwa cahaya berasal dari titik A,



2



dipecahkan dengan prinsip Fermat adalah di titik manakah P pada Gambar 1.5,



Menurut prinsip Fermat, lintasan yang benar haruslah memenuhi syarat



sehingga cahaya akan berjalan dari A ke B?



dt dx  0; sehingga



A



B



a



b



 1 2 x



P







dt 1 n 2  a  x2 dx 2 c



d-x



x



d atau Gambar 1.5. Geometri untuk menurunkan hukum pemantulan dengan mengunakan prinsip Fermat



a2  x2















1 2







 2x  1 n b 2   d  x 2 2c











1 2



 2  1 d  x   0



dx b 2   d  x



2



(1.18)



sin 1  sin  2 atau 1   2 (1.19)



7



Persamaan (1.19) menunjukkan bahwa besarnya sudut datang sama dengan sudut



sehingga cahaya akan berjalan dari A ke B? Misal kita pilih lintasan dengan waktu



pantul, pernyataan ini pula yang merupakan bunyi hukum pemantulan.



tersingkat adalah AP-PB, maka lintasan optiknya adalah



  n1 AP  n 2 PB (1.20)



  n1 a 2  x 2  n2 b 2   d  x 



B. Prinsip Fermat pada Pembiasan



2



(1.21) Waktu yang dibutuhkan oleh cahaya untuk melewati lintasan tersebut adala



A



n1



a



2 2 2  n a  x  n2 b   d  x  t  1 c c



1



(1.22)



P



memenuhi syarat



2



n2



2



Menurut prinsip Fermat, lintasan yang benar haruslah



dt dx  0; sehingga



b



d-x



x







B



dt 1 n1 2  a  x2 dx 2 c



d



n1



Gambar 1.6. Geometri untuk menurunkan hukum pembiasan dari prinsip Fermat atau Dalam Gambar 1.6 kita berasumsi bahwa cahaya berasal dari titik A,



x a x 2



2



  2 x   12 nc b   d  x    2  1 d  x   0 



1 2



 n2



2



2



1 2 2



dx b   d  x 2



2



(1.23)



mengenai permukaan datar dan diteruskan menuju titik B. Kita ingin mengetahui



n1 sin 1  n2 sin  2



lintasan mana yang dilalui oleh cahaya tersebut. Permasalahan yang akan



(1.24)



dipecahkan dengan prinsip Fermat adalah di titik manakah P pada Gambar 1.6,



8



Persamaan (1.24) menunjukkan bahwa lintasan cahaya yang benar adalah lintasan yang melalui P, sehingga



Untuk sinar-sinar paraksial, dapat dianggap bahwa



n1 sin 1  n2 sin  2 , pernyataan ini pula yang



merupakan bunyi hukum pembiasan.



PA’



≈ OA’ = s’ dan



PA



≈ OA = s, maka



AC : CA’ = s : s’ Tetapi AC = s - R dan CA’ = R – s’ , sehingga



1.1.7. PEMANTULAN



(s – R) : (R – s’) = s : s’



CERMIN CEKUNG DAN CERMIN CEMBUNG



Atau



Cermin Cekung Sebuah cermin yang mempunyai permukaan pemantul cekung (R



ss’ – Rs’



= Rs – ss’



Rs + Rs’



= 2ss’



1 1 2 + = s s' R



Jadi



positip), disebut cermin cekung. Dalam hal ini yang kita bicarakan (1.25)



adalah cermin cekung bola (sferik).



Bila titik benda itu jauh sekali, maka s =



P



R s F



A’ A



S’



(1.25) dapat dituliskan



1 1 2 + = ∞ s' R



O C Atau



O



∞ , sehingga persamaan



F



O



Dalam hal ini titik bayangan disebut titik api (fokus) F dan jarak bayangannya disebut



Gambar 1.7. Cermin cekung



jarak fokus f, maka



1 1 2 = = s' f R



Pada Gambar 1. titik C adalah titik pusat kelengkungan cermin , dan titik O disebut Vertex. Titik benda A dan titik bayangannya A’.



1 2 = s' R



(1.26)



Jarak benda (s) dan jarak bayangannya (s’) keduanya positip. Dari Gambar 1 tersebut dapat diamati, bahwa AC : CA’ = PA : PA’



9



Gambar 1.9. Tiga sinar istimewa pada cermin cekung Cermin Cembung Sebuah cermin yang mempunyai permukaan pemantul cembung, disebut cermin cembung (R negatip). Dalam hal ini hanya akan dibahas cermin cembung bola (sferik).



F F



gambar 1.8. (a) Sinar datang dari tak hingga, bayangan berada di F. (b) Sinar datang dari titik F, bayangan berada di tak hingga Untuk



dapat



melukiskan



bayangan



dipergunakan sinar-sinar berikut :



pada



cermin



C



Gambar 1.10. Lukisan pembentukan bayangan pada cermin cembung dengan menggunakan sinar-sinar istimewa. Benda di depan cermin, bayangan bersifat maya.



cekung, dapat C F



a. Berkas sinar yang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan lewat titik fokus b. Berkas sinar lewat titik fokus, dipantulkan sejajar sumbu utama c. Berkas sinar lewat titik pusat kelengkungan, dipantulkan lewat titik itu juga.



Gambar 1.11. Lukisan pembentukan bayangan pada cermin cembung. Benda maya akan menghasilkan bayangan nyata 1.1.8. Dispersi Warna (a)



(b)



O Cahaya putih sesungguhnya terdiriFdari beberapa warna. Di ruang hampa C semua warna mempunyai cepat(c) rambat yang sama, yaitu sama dengan c. Ketika berkas cahaya masuk kedalam medium lain, maka cepat rambat untuk masingmasing warna berbeda. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan indeks



10



bias masing-masing warna, sehingga sinar putih yang datang dengan sudut datang akan dibiaskan menjadi berbagai warna dengan sudut bias



V 



 ' yang besarnya



n F  nC nD  1



(1.27)



malar (kontinu).



Indeks dispersi adalah kebalikan dari daya dispersi



nD  1 n F  nC



v



(1.28)



 n gambar 1.12. Peristiwa dipersi, cahaya putih terurai menjadi spectrum



Tabel 1.2. Harga indeks bias di dalam empat jenis gelas (Jenkins and White, 2001)



n’ ' Harga indeks bias dalam medium berbedauntuk tiap warna (lihat Tabel 1.2), sehingga besarnya sudut bias juga berbeda, hal ini akan menyebabkan terjadinya



C merah



deviasi tiap sinar dan dispersi antar sinar .



kuning Jika sudut datang dan sudut bias kecil, dapatDdituliskan F biru



 n'  ' n



Elemen sumber



C D F G’



H Na H H



Panjang gelombang (0A) 6563 5892 4861 4340



Spectacle crown



Light flint



Denise flint



Extra denise flint



1,52042 1,52300 1,52933 1,53435



1,57208 1,57600 1,58606 1,59441



1,66650 1,67050 1,68059 1,68882



1,71303 1,72000 1,73780 1,75324



Contoh 1.3



Dispersi antara sinar F dan C =



  ' C



' F



yang besarnya sebanding dengan



Seberkas cahaya putih datang pada permukaan halus plat gelas dengan sudut datang 55o , jika indeks bias untuk sinar biru F, kuning D dan merah



n F  nC Deviasi sinar D =



Kode



C adalah nF = 1,66270; nD = 1,64900 dan nC = 1,64357, a) Tentukan sudut



   D'



yang besarnya sebanding dengan



nD  1



Daya dispersi didefinisikan sebagai perbandingan antara dispersi antara birumerah dengan deviasi sinar kuning.



dispersi antara sinar biru dan merah! b) Jika gelas tersebut akan dibuat lensa, berapakah daya dispersi dan konstanta dispersinya ? Penyelasaian a. Untuk sinar biru F berlaku persamaan hukum Snellius



11



n sin   n F sin  F' 1 sin 55 0  1,66270 sin  F' sin  F' 



0,81915  0,49266 '   29,52 0 1,66270 ; F



maka sebagian dipantulkan oleh permukaan kembali ke medium pertama, dan sebagian lagi masuk ke dalam medium kedua dengan dibelokkan atau dibiaskan. 1.2.1. Pemantulan Sempurna



Untuk sinar merah C berlaku persamaan hukum Snellius



n sin   nC sin C' 1 sin 55 0  1,64357 sin C' sin  C' 



0,81915  0,49840 '   29,89 0 1,64357 ; C



Sudut dispersi antara sinar biru dan merah adalah ' ' 29,89 0  29,52 0  0,37 0    C F D= =



b. Daya dispersinya adalah



V 



n F  nC 1,66270  1,64357  0,02948 nD  1 = 1,64900  1



n 1 v D n F  nC = 33,92577 Konstanta dispersinya adalah



n



n



n’



n’



n



c



n’



Gambar 1.13.a) Cahaya datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat. b) Cahaya datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dengan sudut datang lebih lebih rapat ke a kecil dari sudut kritis. c) b Cahaya datang dari medium c medium kurang rapat dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis, terjadi pemantulan sempurna Jika cahaya datang dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat, misal dari udara ke gelas, maka akan terjadi sudut bias lebih kecil dari pada sudut datang. Apabila sudut datang terus diperkecil maka sudut bias akan selalu ada (Gambar 1.8a). Jika cahaya datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat, misal dari gelas ke udara, akan terjadi sudut bias lebih besar dari pada sudut datang. Jika sudut datang diperbesar sampai sudut tertentu sehingga sudut bias sama dengan



1.2. PEMBIASAN OLEH PERMUKAAN DATAR DAN PRISMA 90o, sudut datang tersebut disebut sudut kritis Sudah kita ketahui bahwa jika seberkas cahaya datang dari medium pertama jatuh pada permukaan batas dua medium pertama dan medium kedua,



 C 



(Gambar 1.8b). Besar sudut



kritis dapat ditentukan sebagai berikut: sesuai dengan hukum Snellius



12



n ' sin  C  n sin 90 0



sin  m 



n ' sin C  n



sehingga



sin C 



1,1518  0,7066   44,96 0 1,63 ; m



Dengan demikian sudut datang minyak-udara adalah 44,96o



n n'



Menetukan sudut kritis minyak-udara (1.29)



Gambar 1.8c menunjukkan bahwa jika cahaya datang dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis, maka tidak ada cahaya yang dibiaskan, atau semua cahaya datang akan dipantulkan. Peristiwa ini disebut pemantulan total atau



sin  cm 



nudara 1   0,61350 nmin yak 1,63



 cm  37,84 0



pemantulan sempurna. Jadi sudut kritis antara dua medium optik didefinisikan



udara



sebagai “sudut datang yang terbesar dalam medium yang mempunyai indeks bias lebih besar, dan apabila cahaya datang dengan sudut datang yang melebihi sudut



minyak



kritis, cahaya tersebut akan dipantulka sempurna”. Contoh 1.4



air



600



Lapisan minyak setebal 1 mm dengan n = 1,63 terapung di atas permukaan air dengan n = 1,33. Ada seberkas cahaya yang melalui air dan datang ke bidang batas air-miyak dengan sudut datang 600. Dapatkah cahaya tersebut



Karena sudut datang minyak-udara lebih besar dari sudut kritis minyak-udara,



menembus minyak ?



maka cahaya akan dipantulkan sempurna, atau cahaya tidak dapat menembus



Penyelesaian Menentukan sudut bias di dalam minyak



nair sin 60 0  nmin yak sin  m



1,33 0,8660  1,63 sin  m



lapisan minyak. 1.2.2. Pembiasan oleh Prisma Dalam suatu prisma dua permukaan mengapit satu sudut yang sama, sehingga deviasi yang diakibatkan oleh permukaan pertama tidak dihilangkan oleh



13



 , adalah sudut yang dibentuk oleh sinar dating dan sinar yang



permukaan kedua, tetapi justru diberbesar. Pada Gambar 1.9 kita perhatikan



Sudut deviasi



jalannya cahaya monokhromatis yang melalui sebuah prisma.



dibiaskan oleh prisma. Kita akan menetukan besarnya sudut deviasi tersebut dengan memperhatikan geometri jalannya sinar monokhromatik pada Gambar 1.14.







N



1



  C



A







'  2 ' 1



B



  1  1' M



2



N’ pada prisma n nGambar 1.14. Pembiasan n’ Pembiasan pada permukaan pertama, berlaku



n sin 1  n sin  '



' 1



(1.32)



   2   2' (1.33)



    (1.34)



 adalah sudut pembias prisma yang besarnya   1'   2'



(1.30.a)



sin 1 n '  n sin 1'



(1.35) Dengan menyulihkan persaman (1.32), (1.33), dan (1.35) ke persamaan (1.34), maka akan kita dapatkan besar sudut deviasi sebagai berikut



(1.30.b) Pembiasan pada permukaan kedua berlaku



  1  1'    2   2' 



n ' sin  2'  n sin  2



  1   2  1'   2' 



(1.30.c)



  1   2  



sin  2 n  n sin  2'



'



(1.36) Contoh 1.5



(1.31)



14



Sebuah prisma yang terbuat dari gelas crown dengan sudut pembias 50 o



   2   2'  35,530  22,34 0  13,19 0



mempunyai indeks bias nD = 1,5230 untuk cahaya kuning sodium, datang



c) Deviasi total prisma adalah



pada salah satu permukaan dengan sudut datang 45 o. Tentukan a) sudut deviasi pada permukaan pertama  , b).sudut deviasi pada permukaan



      17,34 0  13,19 0  30,530



1.2.3. Deviasi minimum



kedua  , dan c) sudut deviasi pada total oleh prisma.



Besar sudut deviasi yang terjadi ternyata bervariasi, jika sudut datang diperbesar, maka besar sudut deviasi akan berkurang dan akhirnya akan mencapai



Penyelesaian



minimum, kemudian membesar lagi, seperti pada Gambar 1.15 Perhatikan Gambar 1.9 a) Pembiasan pada permukaan pertama berlaku 60



n sin 1  n ' sin 1' 1,00 sin 45 0  1,5230 sin 1'



50



sin 1'  0,4643  1'  27,66 0







40 Gambar 1.15. Grafik sudut deviasi yang dihasilkan oleh prisma dengan sudut



Deviasi pada permukaan pertama adalah



pembias 60o dan indeks bias = 1,50, diperoleh deviasi minimum 30 20 30 40 50 60 70



  1  1'  45 0  27,66 0  17,34 0 b) Sudut datang pada permukaan kedua adalah



      50  27,66  22,34 ' 2



' 1



0



0



0



Pembiasan pada permukaan kedua berlaku



n ' sin  2'  n sin  2



Sudut deviasi mencapai minimum jika cahaya memotong prisma secara 20 simetri seperti dilukiskan pada Gambar 1.16, sehingga dalam hal ini berlaku



1   2 , 1'   2' dan    (1.37)



1,5230 sin 22,34 0  1,00 sin  2 sin  2  0,5789   2  35,530



 m = 37,2o 1 80



N







1 A



Sudut deviasi pada permukaan kedua adalah



n



  C



m



  2' ' 1 N’



n’



B



M



2 15 n



90



sin 1 n '  n sin 1' '



Gambar 1.16. Geometri cahaya yang melewati prisma dan membentuk deviasi minimum



  180   m  180       Pelurus m 0



0



(1.38)



Dengan







= sudut pembias prisma



 m = sudut deviasi minimum Untuk prisma dengan sudut pembias kecil (prisma tipis), persamaan (1.41) dapat



Dalam  ABN’, tampak bahwa Pelurus



Sehingga



1    m  2 1 sin  2



(1.41)



Dalam  ABC, tampak bahwa



  180    180     0



n  n



sin



0



' 1



' 2







(1.39)



dituliskan sebagai



n '    m   n  (1.42)



Sehingga



1 1'     2 , 2



Dan untuk prisma tipis di udara (nudara = 1)



1  m  2 ,   2  m



Dengan n’ indeks bias prisma



 m   n '  1



' 1



1  1'    , atau



1 



(1.43)



1    m  2



(1.40) Menurut hukum Snellius, pada permukaan pertama berlaku persamaan (1.19)



Contoh 1.6 Pada suatu prisma gelas flinta dengan sudut pembias 50 o dan mempunyai indeks bias 1,6705 untuk cahaya kuning sodium terbentuk deviasi minimum. Tentukan a) sudut deviasi minimum dan b) sudut datangnya



16



Penyelesaian



Contoh 1.7 Pada suatu prisma gelas flinta dengan sudut pembias 10 o dan mempunyai



a) Ketika terjadi deviasi minimum berlaku persamaan (1.41) '



n  n



sin



indeks bias 1,6705 untuk cahaya kuning sodium terbentuk deviasi



1    m  2 1 sin  2



minimum. Tentukan sudut deviasi minimumnya. Penyelesaian







Sudut pembias prisma pada soal ini adalah 10 o, jadi termasuk prisma tipis,







1 sin 50 0   m 1,6705 2  1 1 sin 50 0 2



sehingga untuk menentukan deviasi minimum kita gunakan persamaan



 



1,6705 



sin







1 0 50   m 2 0,4226



(1.43)



 m   n '  1 







1   sin  25 0   m  2   0,70598 = 



1  sin  25 0   m  2  = sin 44,910 



 m  1,6705  1 10 0  6,705 0 1.2.4. Daya Prisma Daya prisma adalah kekuatan prisma membelokkan sinar (dalam cm) dalam jarak 1 meter. Satuan daya prisma adalah dioptri prisma (D, prism diopter). Suatu prisma mempunyai daya 1 dioptri prisma, jika prisma tersebut menyimpangkan cahaya pada layar yang berjarak 1 meter, sejauh 1 centimeter.



1  m  19,910   39,82 0 2 , sehingga m



(a)



(b)



(c)



b) Sedangkan besarnya sudut datang sama dengan







1   25   m  2  = 44,910  0



100 cm



δ2



δ1 x δ



β



γ



δ



17



Daya kombinasi prisma Gambar 1.17. Prisma tipis. (a). Penyimpangan x dalam centimeter pada jarak 1 meter menyatakan daya prisma dalam dioptri prisma. (b). Kombinasi prisma untuk mendapatkan daya prisma yang bervariasi. (c). Penjumlahan vektor daya deviasi prisma Untuk mendapatkan daya prisma yang bervariasi, dapat kita lakukan dengan mengkombinasikan beberapa prisma tipis. Penjumlahan deviasi adalah



  5 2  7 2  2  5  7 cos 0  12 D



b. Dua prisma disusun berlawanan, berarti   180 Daya kombinasi prisma



  5 2  7 2  2  5  7 cos180 0  2 D



c. Dua prisma saling membuat sudut 600, berarti   60 Daya



penjumlahan vektorial.



   12   22  2 1 2 cos 



0



0



kombinasi



prisma



  5 2  7 2  2  5  7 cos 60 0  10,4 D



(1.44) Dengan



 adalah sudut antara dua prisma, sedangkan  1 dan  2 adalah daya



masing-masing prisma.



1.3. PEMBIASAN OLEH PERMUKAAN SFERIS



1.3.1. Titik Fokus dan Panjang Fokus pada Pembiasan oleh Permukaan Sferis Tunggal



Contoh 1.8 Dua buah prisma, masing-masing mempunyai daya prisma 5 dan 7 dioptri. Tentukan besar daya kombinasi prisma, jika kedua prisma tersebut disusun secara: a) sejajar, b) berlawanan, dan c) membuat sudut 600. Penyelesaian a. Dua prisma sejajar, berarti



 0



Pada Gambar 1.13 tampak bahwa dua medium yang berbeda dibatasi dengan bidang lengkung sferis. Sudah kita ketahui bahwa setiap cahaya yang datang pada permukaan cembung atau cekung akan dibiaskan sesuai dengan hukum Snellius, yaitu



n1 sin 1  n2 sin  2 , dengan 1 adalah sudut datang dan



 2 adalah sudut bias. Gambar 1.13a. menunjukkan bahwa berkas cahaya yang datang menyebar dari titik F (F terletak pada sumbu) ke permukaan cembung akan dibiaskan sejajar



18



sumbu. Gambar 1.13b menunjukkan bahwa berkas cahaya yang datang pada n’ permukaan cekung ndan seolah Q mengumpul di titik F (F terletak pada sumbu) akan dibiaskan sejajar sumbu utama. Dalam hal ini F dinamakan titik fokus pertama dan f adalah jarak fokus pertama. Gambar 1.13c menunjukkan bahwa berkas M F cahaya sejajar sumbu utama yang datang pada permukaan cembung, akan



1.3.2. Pembentukan Bayangan oleh Pembiasan pada Permukaan Lengkung Tunggal F’



C



M’



C Q’



dibiaskan menuju titik F’. Sedangkan Gambar 1.13d menunjukkan bahwa berkas cahaya sejajar sumbu utama yang datang pada permukaan cekung akan dibiaskan seolah berasal dari sutu titik pada sumbu F’. Dalam hal ini F’ dinamakan titik fokus kedua dan f ’adalah jarak fokus kedua.



Gambar 1.19. Pembentukan bayangan dengan sinar-sinar istimewa pada permukaan cembung Dengan syarat bahwa semua sinar adalah paraksial, maka pembentukan bayangan dengan menggunakan sifat-sifat sinar istimewa adalah sebagai berikut: 1.



Cahaya yang datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan menuju atau seolah berasal dari titik fokus kedua. cahaya yang datang melalui atau seolah menuju titik fokus pertama, akan dibiaskan sejajar sumbu utama. Cahaya yang datang melalui atau menuju titik pusat



Gambar 1.18. F dan F’adalah titik fokus, f dan f ‘ adalah panjang fkcus dari permukaan bias tunggal sferis dengan jari-jari r, dalam hal ini n < n’



kelengkungan tidak dibelokkan. Pada Gambar 1.14 M’Q’ adalah bayangan nyata, yaitu bayangan yang



Jadi titik fokus pertama F adalah titik yang terletak pada sumbu, dan cahaya yang datang dari titik tersebut atau menuju ke titik tersebut akan dibiaskan



dibentuk oleh perpotongan sinar-sinar bias. Bayangan nyata tersebut dapat ditangkap oleh layar.



sejajar sumbu utama. Titik fokus kedua F ’ adalah titik yang terletak pada sumbu, dan cahaya yang datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan menuju ke titik



n



Q



tersebut atau seolah berasal dari titik tersebut.



n’



Q’ M



F’



M’



C



F



19



M



Dengan anggapan bahwa semua sinar-sinar adalah paraksial, maka dapat digunakan pendekatan untuk sudut-sudut kecil sin    , sehingga kita dapatkan



n1  n ' 2 Gambar 1.20. Pembentukan bayangan dengan sinar-sinar istimewa pada permukaan cekung Pada Gambar 1.15 M’Q’ adalah bayangan maya, yaitu bayangan yang dibentuk  oleh perpotongan perpanjangan sinar-sinar bias. Bayangan maya tersebut 1







 ditangkap tidak dapat layar. 2 



A



(1.45) Dalam segitiga TCM’, kita dapatkan



  2   



n 1   n'



n



(1.46)







T



Dari segitiga TMC, kita dapatkan hubungan



1     f s



s’



(1.47) Dengan menghilangkan



1



dari persamaan (1.46) dan (1.47), maka persamaan



(1.45) dapat kita tuliskan sebagai



n      n '      (1.48) Gambar 1.21. Geometri yang menghubungkan antara jarak benda dan jarak bayangan











n  n '   n '  n  (1.49)



Pembentukan sebuah bayangan oleh pembiasan pada sebuah permukaan lengkung yang memisahkan dua medium dengan indeks bias n dan n’ dilukiskan



Dengan menggunakan pendekatan sudut kecil



pada Gambar 1.16. Menurut hukum Snellius untuk pembiasan dapat dituliskan



maka persamaan (1.49) dapat ditulis







TA TA TA ,  ,  ' s r s ,



n sin  1  n ' sin  2



20



n n' n'  n   s s' r (1.50) Persamaan (1.50) dinamakan persamaan Gaussian. Kita dapat memperoleh pernyataan untuk perbesaran sebuah bayangan yang dibentuk oleh permukaan pembias lengkung tunggal, dengan memperhatikan Gambar 1.17 yang menunjukkan sebuah sinar dari puncak obyek ke puncak



Gambar 1.22. Geometri untuk menetukan perbesaran lateral dari sebuah bayangan yang dibentuk oleh pembiasan dari sebuah perukaan lengkung tunggal



bayangan. Sinar tersebut dibelokkan mendekati garis normal saat melewati permukaan lengkung tersebut, sehingga sudut Menurut hukum Snellius



h sin  1  tan 1  s paraksial berlaku



2



lebih kecil dari



 sudut 1 .



n sin 1  n' sin  2 . Untuk sinar-sinar h' sin  2  tan  2  s' . dan



1.3.3. Panjang Fokus pada Permukaan Lengkung Tunggal Pada Gambar 1.13 tampak bahwa jika obyek terletak pada titik fokus pertama F, maka cahaya yang dibiaskan adalah sejajar sumbu dan bayangan terbentuk di tak hingga. Dengan demikian persamaan (1.50) dapat dituliskan sebagai



Dengan



n n' n' n   f  r



pendekatan ini hukum Snellius menjadi



n



h  h'  n' s s'



Tanda minus muncul, karena h’ negatif, sehingga perbesaran bayangannya



n n'n  f r



Sehingga (1.52)



menjadi



h' ns ' m  h n' s (1.51)



Jika obyek diletakkan di tak hingga, maka cahaya yang datang seakan sejajar sumbu dan bayangan terletak di titik fokus kedua F’. Persamaan (1.50) dapat dituliskan sebagai n



h h’



n n' n'n  n’   f' r



1



2 s



s’



21



sehingga



2.



n' n' n  f' r



Jarak obyek (s) disebut positif, jika jarak diukur kearah kiri dari verteks dan negatif jika diukur ke arah kanan dari verteks.



3.



Semua jarak bayangan (s’) adalah positif, jika diukur ke arah kanan dari



(1.53)



verteks, dan negatif jika diukur kekiri dari verteks.



Dari persamaan (1.52) dan (1.53) kita peroleh



4.



n n' n' f '   f f ' atau n f



untuk sistem cekung. 5.



(1.54)



n n'n Jika r dari persamaan (1.50) digantikan dengan f dari persamaan (1.52) n' atau dengan f ' dari persamaan (1.53) maka kita peroleh n n' n n n ' n'     s s' f atau s s ' f '



Kedua jarak fokus dinyatakan positif untuk sistem cembung dan negatif



Dimensi obyek dan bayangan adalah positif, jika menghadap ke atas (dilihat dari sumbu) dan negatif jika menghadap ke bawah.



6.



Semua permukaan cembung dinyatakan mempunyai jari-jari positif dan semua permukaan cekung dinyatakan mempunyai jari-jari negatif.



Contoh 1.9 Suatu permukaan cekung yang mempunyai jari-jari 4 cm memisahkan dua medium dengan indeks bias n = 1,00 dan n’ = 1,50. Obyek setinggi 2 mm (1.55)



diletakkan di medium pertama dengan jarak 10 cm dari verteks. Tentukan



Kedua persamaan ini memberikan jarak yang konjugat untuk permukaan sferis



a) jarak fokus pertama, b) jarak fokus kedua, c) jarak bayangan, dan d)



tunggal.



tinggi bayangan. Penyelesaian



1.3.4. Kesepakatan Tanda



a.



Jarak fokus pertama diperoleh, jika cahaya yang dibiaskan oleh permukaan lengkung adalah sejajar sumbu, maka diterapkan



Berikut ini adalah kesepakatan tanda yang perlu kita pahami jika kita akan bekerja dalam bab optika geometri. 1.



Semua gambar dilukiskan dengan cahaya dari arah kiri ke kanan.



persamaan (1.52)



n n'n  f r



22



1 1,5  1 1     f  8,0 cm f 4 8 b. Jarak fokus kedua diperoleh, jika cahaya datang sejajar sumbu, untuk



(contoh: jari-jari kelengkungan, jarak fokus 1 dan jarak fokus 2, jarak benda, dan jarak bayangan), maka lensa tersebut dinamakan lensa tipis. Ketebalan lensa tipis



itu diterapkan persamaan (1.53)



dapat diabaikan. Lensa adalah benda transparan (bening) yang dibatasi dengan



n' n'n  f' r



dua permukaan lengkung. Gambar 1.18 menunjukkan sebuah lensa yang dibatasi dengan dua



1,5 1,5  1 1     f '  12 cm f' 4 8 c.



dibandingkan dengan jarak-jarak yang berhubungan dengan sifat-sifat lensa



Jarak bayangan dapat ditentukan dengan persamaan Gaussian



n n n n   s s' r '



permukaan lengkung yang berjari-jari r1 dan r2, indeks bias bahan lensa n’. Medium di sebelah kiri lensa berindeks bias n dan disebelah kanan lensa n”. Bayangan yang dibentuk oleh lensa, terjadi oleh pembiasan masing-masing permukaan lengkung.



'



Cahaya yang berasal dari titik sumber M dibiaskan oleh permukaan lengkung pertama dan bayangan berada di M’, berlaku persamaan



n n' n' n   s1 s1' r1



1 1,5 1,5  1    s '  6,66 cm 10 s ' 4 d. Untuk menentukan tinggi bayangan



Perbesaran bayangan :



m



m



(1.56)



h' ns '  h n' s



h' 1    6,66    h'  2 mm  2 mm 1,5  10 0,44 = 0,88 mm



N1 N2



M



r2 r



C2 n



1.4. LENSA TIPIS Lensa adalah benda transparan (bening) yang dibatasi dengan dua



r1 C1 n’



M”



M’



n”



s2” s1 s1’ Gambar 1.23. Geometri terjadinya bayangan pada lensa t



s2



permukaan lengkung. Suatu lensa dengan ketebalan yang diangap kecil bila



23



Oleh permukaan lengkung kedua, bayangan M’ dianggap sebagai benda, sehingga jarak benda dari permukaan kedua adalah



s 2   s1 't  , t adalah ketebalan



lensa, yang dalam pembahasan lensa tipis t dianggap berharga nol, maka



s 2   s1 ' .



n' n" n"n'   s2 s2 " r2



n n n' n n  n'    s s' r1 r2 , atau



(1.61) Jika medium lensa adalah udara, maka n = 1, maka persamaan (1.61) dapat



(1.57)



dinyatakan dengan



n' n" n" n'    s1 ' s 2 " r2



 1 1 1 1    n'1    s s' r r2  1 



(1.58)



(1.62)



Pembiasan oleh dua permukaan lengkung berlaku



Jika benda terletak di tak hingga, maka bayangan akan terletak di titik fokus atau



n n' n' n" n' n n"n'      s1 s1 '  s1 ' s 2 " r1 r2 n n" n' n n"n'    s s " r r2 1 2 1 Atau



dapat dituliskan



 1 1 n n    n' n     s s' r  1 r2 



Pembiasan oleh permukaan lengkung kedua berlaku persamaan



atau



Jika medium di sekitar lensa adalah sama sehingga n = n”, maka persamaan (1.60)



jarak bayangan adalah f, dan persamaan (1.62) dapat ditulis



 1 1 1   n'1   f  r1 r2 (1.59)



  



(1.63)



Jika jarak benda s1 dinyatakan dengan s, dan jarak bayangan akhir s 2” dinyatakan



Jika ruas kanan persamaan (1.62) digantikan dengan ruas kiri persamaan (1.63),



dengan s’, maka persamaan (1.59) dapat dituliskan



maka persamaan (1.62) dapat dituliskan sebagai



n n" n'n n"n'    s s' r1 r2



1 1 1   s s' f



(1.60)



(1.64)



24



Contoh 1.10



1,33  7   0,32   f air  71,25 cm f air  120 



Sebuah lensa bikonveks mempunyai jari-jari kelengkungan 40 cm dan 30 cm, dan terbuat dari kaca dengan indeks bias 1,65. Jika lensa tersebut



Contoh 1.11



terletak di udara, berapakah jarak fokusnya? Berapakah jarak fokus lensa Sebuah lensa cembung tipis ganda memiliki indeks bias n = 1,6 dan jari-



tersebut jika dibenamkan ke dalam air (indeks bias air = 1, 33)?



jari kelengkungannya sama besar. Jika panjang fokusnya 15 cm, berapa Penyelesaian Jarak fokus lensa di udara



besar jari-jari masing-masing permukaan? Penyelesaian



 1 1 1   n'1    f  r1 r2 



Jari-jari masing-masing permukaan sama, maka r1 = r dan r2 = -r



1  1 1   1,6  1    15  r r



1 1   1  1,65  1    f  40  30 



1  2  0,6   r  18 cm 15  r



1 4,55  3 4   0,65   f  26,37 cm  / cm  f 120 cm  120 



1.4.1. Diagram-diagram Sinar untuk Lensa Untuk menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh lensa dengan Jarak fokus lensa di dalam air



 1 1 n air   n' n air     f r  1 r2  1,33 1   1  1,65  1,33    f air  40  30 



metode grafik, kita gunakan tiga sinar utama. Untuk penyederhanan, dapat kita anggap bahwa sinar berbelok pada bidang yang melalui pusat lensa. Untuk lensa positif, sinar-sinar utamanya adalah : 1.



Sinar Sejajar, yang digambarkan sejajar dengan sumbu utama, sinar ini dibelokkan melalui titik fokus kedua dari lensa tersebut.



2.



Sinar Pusat, yang digambar melalui pusat lensa. Sinar ini tidak dibelokkan.



25



3.



Sinar Fokus, yang digambar melalui titik fokus pertama. Sinar ini memancar sejajar dengan sumbu utama.



gambar 1.25. Sinar-sinar utama untuk lensa negatif Contoh 1.12



Ketiga sinar ini mengumpul pada titik bayangan, seperti Gambar 1.19. +



Sebuah benda bercahaya berada pada jarak 50 cm dari lensa cembung A, bayangan sejati yang terjadi berada 50 cm dari lensa itu. Di belakang lensa A diletakkan lensa cekung B pada jarak 20 cm. Ternyata bayangan



Q F



P



F’



P’ Q’



terakhir ini sejati dan berada 80 cm dari A. a) Hitung jarak titik api masing-masing lensa dan b). Lukiskan jalannya sinar pada pembentukan bayangan! Penyelesaian



Gambar 1.24. Sinar-sinar utama untuk lensa positif Untuk lensa negatif (penyebar), sinar-sinar utamanya adalah 1.



Sinar Sejajar, yang digambar sejajar sumbu utama. Sinar ini menyebar dari lensa seolah-olah berasal dari titik fokus kedua.



2. 3.



Sinar pusat, yang digambar melalui pusat lensa. Sinar ini tidak



a). Pembiasan oleh lensa A



1 1 1   sA sA ' f A 1 1 1 2     f A  25cm f A 50 50 50



dibelokkan.



Pembiasan oleh lensa B



Sinar Fokus, yang digambar menuju titik fokus pertama. Sinar ini



1 1 1   sB sB ' f B



memancar sejajar dengan sumbu utama. Perpotongan perpanjangan ketiga sinar ini membentuk bayangan maya, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.20



(-)



s B '  80  20  60cm



1 1 1 1      f B  60cm f B  30 60 60



Q Q’ P



F’



P’



s B   s A ' AB    50  20  30cm



F



b). Lukisan pembentukan bayangan (Coba gambarkan dengan pensil!)



26



1.5. LENSA TEBAL



a.



Pembiasan oleh permukaan I



n n' n' n   s1 s1' r1



Lensa tebal adalah lensa dengan ketebalan yang tidak dapat diabaikan, sehingga dalam semua perhitungan ketebalan (t) tidak dapat dianggap sama



1 1,5 1,5  1    s1 '  30 cm 5 s1 ' 2



dengan nol.



Pembiasan oleh permukaan II Contoh 1.13



n' n" n"n'   s2 s2 " r2



Suatu lensa bikonveks dengan ketebalan 2 cm, mempunyai radius



s 2 '   s1 't    30  2   28 cm



kelengkungan 2 cm, diletakkan pada ujung tabung yang berisi air. a) Tentukan letak bayangan akhir dari sebuah benda diletakkan 5 cm dari



1,5 1,33 1,33  1,5    s 2 "  9,6 cm  28 s 2 " 2



verteks. Indeks bias udara, kaca dan air adalah 1,00; 1,50; dan 1,33. b) Tentukan jarak fokus lensa tersebut. c) Tentukan pula jarak fokus lensa



Bayangan akhir terletak pada jarak 9,6 cm dari verteks kedua



tersebut jika lensa diangkat dari air. b.



Penyelesaian



Lensa tebal memiliki dua titik fokus yaitu titik fokus pertama dan titik fokus kedua. Jika benda berada di titik fokus pertama, maka bayangan akan berada di jauh tak hingga sehingga jarak fokus pertama dapat kita tentukan sebagai berikut:



r2



r1 C1



C2 n



n’



t



n”



Pembiasan oleh permukaan I



n n' n'n   f s1 ' r1 1 1,5 1,5  1 6f    s1 '  f s1 ' 2  f  4 27



n n' n' n   s1 s1' r1



Pembiasan oleh permukaan II



n' n" n"n'   s2 s2 " r2



1 1,5 1,5  1    s1 '  6 cm  s1 ' 2







 6f 4 f 8  2    f 4  f 4 



s 2 '   s1 't    



Pembiasan oleh permukaan II



1,5 f  4  1,33 1,33  1,50    f  2,89 cm 4f 8  2



n' n" n"n'   s2 s2 " r2



Titik fokus kedua diperoleh jika cahaya datang dari tak hingga



s 2 '   s1 't    6  2   4 cm



Pembiasan oleh permukaan I



1,5 1 1  1,5    f "  1,6 cm 4 f" 2



n n' n' n   s1 s1' r1 1 1,5 1,5  1    s1 '  6 cm  s1 ' 2



1.5.1. Titik Fokus dan Titik Utama n



Pembiasan oleh permukaan II



n' n" n"n'   s2 s2 " r2 s 2 '   s1 't    6  2   4 cm 1,50 1,33 1,33  1,50    f "  2,89 cm 4 f" 2 c.



F



n



A1 H



n



A2



n



n



A1



H



n



A2



F



f



f



Jika medium di sekitar lensa adalah udara, maka untuk menentukan jarak fokus pertama dan kedua adalah Pembiasan oleh permukaan I



Gambar 1.26. Diagram sinar yang menunjukkan bidang utama pertama (bidang H) dan bidang utama kedua (bidang H) pada lensa tebal



28



H H”



Dua titik fokus pada lensa tebal ditunjukkan pada Gambar 1.21.



H H



Selanjutnya, Gambar 1.21a menunjukkan cahaya datang menyebar dari titik fokus



H H”



H H



H



H



H H



H H



pertama F dan dibiaskan sejajar sumbu utama dan f adalah panjang fokus pertama yang diukur dari titik fokus pertama ke titik utama pertama H. Gambar 1.21b menunjukkan cahaya datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan mengumpul di titik fokus kedua F”, sedangkan f” adalah panjang fokus kedua, yang diukur dari titik utama kedua H” ke titik fokus kedua. Pada Gambar 1.21 tampak bahwa perpotongan perpanjangan sinar datang



Gambar 1.27. Beberapa macam posisi bidang utama pertama dan kedua dari lensa tebal



dan sinar bias membentuk suatu bidang yang disebut bidang utama pertama dan



4



didang utama kedua. Titik H adalah perpotongan bidang utama pertama dengan sumbu utama, yang disebut juga titik utama pertama. H” adalah perpotongan bidang utama kedua dengan sumbu utama, yang disebut sebagai titik utama kedua.



T1 N h



F1



C2



n 5



8



A1



H



C1



F1



F



n 2



utama, bukan dari verteks A1 dan A2. Jika medium pada kedua sisi lensa sama (n”



3



F2 6



7 f



 n, maka



f1 d



f " n"  f n



j



1



Jadi pada lensa tebal, panjang fokus dan jarak-jarak yang lain diukur dari titik-titik



= n) maka f” = f, tetapi jika n”



T2



n



f2



B



Gambar 1.28. Lukisan jalannya sinar paraksial yang melalui lensa tebal



(1.65) Buktikan persamaan (1.65)! Pada umumnya titik-titik fokus dan titik-titik utama tidak terletak simetri terhadap lensa, walaupun medium pada kedua sisi sama dan panjang fokus



Secara geometri dapat kita peroleh hubungan antar jarak pada lensa tebal. Pada Gambar 1.23 dapat dilihat bahwa dari segitiga T1A1F1’ dan segitiga T2A2F1’ yang sebangun, dapat dituliskan



pertama dan kedua sama, seperti dilukiskan pada Gambar 1.22.



29



A1 F1 ' A2 F1 ' f1 ' f1 'd   A1T1 A2T2 atau h j



A1 H   f



d f2 '



Dari segitiga N”H”F” sebangun dengan segitiga T 2A2F”, sehingga dapat kita



(1.68)



tuliskan



 d  A2 F "   f " 1   f1 '  



H " F " A2 F " f " f " H " A2   H " N " A2T2 atau h j Selanjutnya kita selesaikan dua persamaan di atas untuk j/h, sehingga kita peroleh



f1 'd f " H " A2 d  H " A2  f " f1 ' f" f1 ' atau



(1.69)



A2 H "   f "



d f1 '



(1.70)



Jika kita mengubah H”A2 menjadi A2H”, maka kita mengubah tanda positif (+) menjadi negatif (-), sehingga dapat kita tulis



A2 H "   f "



d f1 '



Dengan cara analisis geometri pula dapat kita peroleh persamaan-persamaan yang berlaku dalam lensa tebal, seperti berikut ini (Formula Gaussian):



n n' n" dn" n"     f f 1 ' f 2 " f1 ' f 2 " f " (1.66)



 d   A1 F   f  1  f '  2  (1.67)



Contoh 1.14 Sebuah lensa memiliki ciri-ciri sebagai berikut, r 1 = +1,5 cm, r2 = +1,5 cm, d = 2,0 cm, n = 1,00, n = 1,60, dan n = 1,30. Tentukan a) panjang fokus pertama dan kedua dari masing-masing permukaan, b) panjang fokus pertama dan kedua sistem, dan titik utama pertama dan kedua. Penyelesaian a)



panjang fokus pertama dan kedua masing-masing permukaan adalah



n nn n n  1,60 n   11,00 ,30 01,,60  40   0,20    f1 r1 1,5 r 1 , 5 2 f2 1,00 f1    1,60 2,5 cm   8,0 cm 0f,240  0,20  1,60 f1    1,30 4,0 cm f02,40   6,5 cm  0,20



30



menghasilkan panjang fokus kedua, yaitu H F = 2,167 + 2,167 = 4,334 cm. Untuk solusi secara grafik coba Anda lakukan sendiri!. b) panjang fokus pertama dan kedua sistem adalah



n n n  d n  1,60 1,30 2,0 1,30        0,4  0,2  0,1  0,3     4,0  6,5 4,0  6,5 ALAT-ALAT OPTIK f f1 f1 f1 f1 f  c)



1,00 1,30   3,333 cm dan f     4,333 cm 0,3 0,3



1. Mata dan Kacamata Diagram sederhana mata ditunjukkan pada Gambar 1.29 berikut ini



titik utama pertama dan kedua adalah



 d  2,0   A1 F   f  1    3,333 1     4,166 cm    8,0   f 2    d  2,0   A2 F    f   1    4,333 1     2,167 cm   4 , 0   f1   A1 H   f



d f2



A2 H    f 







  3,333



d



 f1



2,0   0,833 cm  8,0



  4,333



2,0   2,167 cm 4,0



Tanda positif melambangkan jarak yang diukur ke kenan terhadap acuan verteks dan tanda negatif diukur ke kiri. Dengan mengurangkan besar dua nterval, A1F dan A1H, diperoleh panjang fokus pertama FH = 4,166 – 0,833 = 3,333 cm dan dapat digunakan untuk memverifikasi jawaban b). Demikian pula pada penjumlahan dua interval yaitu A2F dan A2H akan



Gambar 1.29. Diagram mata manusia Keterangan gambar 1. Lensa kristalin 2. Pupil 3. Iris 4. Kornea 5. Bintik kuning 6. Syaraf mata 7. Retina



31



8. Otot Siliar Bagian depan mata mempunyai kelengkungan yang lebih tajam dan dilapisi oleh selaput transparan yang disebut kornea (n kornea = 1,37). Di belakang kornea terdapat cairan (aquaeous humor) dengan n = 1,33 yang berfungsi membiaskan cahaya yang masuk ke mata. Lebih kedalam lagi terdapat lensa yang terbuat dari bahan bening, berserat dan kenyal yang disebut lensa kristalin (npenutup lensa = 1,38, ntengah-tengah lensa = 1,41) . Lensa ini berfungsi mengatur pembiasan yang disebabkan oleh cairan di depan lensa. Di depan lensa kristalin terdapat selaput yang membentuk celah lingkaran. Selaput ini disebut iris yang berfungsi memberi warna pada mata. Celah lingkaran yang dibentuk oleh iris disebut pupil. Lebar pupil diatur oleh iris sesuai dengan intensitas cahaya yang mengenai mata. Di tempat yang gelap (intensitas cahaya kecil), pupil membesar supaya cahaya yang masuk ke mata lebih banyak. Di tepat yang sangat terang (intensitas cahaya besar) pupil mengecil, supaya cahaya yang masuk ke mata lebih sedikit, sehingga mata tidak silau. Cahaya yang masuk ke mata difokuskan oleh lensa mata (lensa kristalin) ke permukaan belakang mata, yang disebut retina. Di antara lensa dan retina terdapat cairan yang disebut vitreus humor (n = 1,33). Permukaan retina terdiri atas berjuta-juta sel sensitif, yang karena bentuknya disebut sel batang dan sel kerucut. Ketika dirangsang oleh cahaya, sel-sel ini mengirim sinyal-sinyal melalui syaraf optik ke otak. Di otak, arti bayangan diterjemahkan, sehingga kita mendapat kesan melihat benda. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa suatu bayangan nyata dari benda dapat diterima dengan jelas, jika bayangan tersebut jatuh di retina.



yang sangat jauh, otot siliar mengendor (relaks), sehingga lensa mata lebih pipih. Perubahan-perubahan ini disebut akomodasi mata. Akomodasi mata adalah daya untuk membuat lensa mata lebih cembung atau lebih pipih, sesuai dengan jarak benda yang dilihat oleh mata supaya bayangan tetap jatuh di retina



Gambar 1.30. (a) Benda dekat, lensa lebih cembung, bayangan difokuskan di retina. (b) Benda jauh, lensa lebih pipih, bayangan difokuskan di retina. Mata dapat melihat dengan jelas jika letak benda berada dalam jangkauan penglihatan, yaitu di antara titik dekat mata (punctum proximum) dan titik jauh mata (punctum remotum)



PR



 PP



Akomodasi Mata Jarak antara lensa mata dan retina sebagai layar selalu tetap, tetapi kelengkungan lensa mata dapat diubah-ubah oleh otot siliar (Gambar 1). Dengan kelengkungan lensa mata dapat diubah-ubah. mata Dengan berubahnya kelengkungan lensa, berarti jarak fokus lensa pun Gambar 1.31. Jangkauan penglihatan antara punctum proximum (PP) dan berubah. punctum remotum (PR) Untuk memfokuskan benda-benda yang dekat, otot-otot siliar Jangkauan penglihatan tegang sehingga lensa mata lebih cembung. Untuk melihat benda-benda



32



Titik dekat mata (punctum proximum) adalah titik terdekat yang dapat dilihat oleh mata dengan jelas dengan akomodasi maksimum. Titik jauh mata (punctum remotum) adalah titik terjauh yang dapat dilihat oleh mata dengan jelas tanpa akomodasi.



Gambar 1.33. Mata rabun jauh (miopi)



Cacat Mata Ada kemungkinan terjadi beberapa ketidaknormalan pada mata, yang disebut cacat mata. Cacat mata dapat diatasi dengan memakai kacamata atau operasi. Mata normal (emetropi) memiliki titik dekat 25 cm dan titik jauh tak hingga (Gambar 4). Jadi mata normal dapat melihat benda dengan jelas pada jarak paling dekat 25 cm dan paling jauh tak hingga tanpa bantuan kacamata.















PP= 25 cm



Gambar 1.34. (a) Rabun jauh (b) Rabun jauh ditolong dengan kacamata lensa cekung



mata



1 1 1   s s' f 1 1 1    f   pr   pr f



Gambar 1.32. Mata norrmal (emetropi) a.



Rabun jauh (miopi) Seseorang yang memiliki cacat mata rabun jauh atau terang dekat mempunyai titik dekat lebih kecil dari 25 cm dan titik jauh pada jarak tertentu (Gambar 5). Orang yang menderita rabun jauh dapat melihat dengan jelas pada jarak 25 cm, tetapi ia tidak dapat melihat benda-benda jauh dengan jelas. Keadaan ini terjadi karena lensa mata tidak dapat menjadi pipih sebagaimana mestinya, sehingga bayangan benda yang sangat jauh terbentuk di depan retina (Gambar 6)







PR tertentu







PP 25 cm



mata



Gambar 1.35. Mata rabun dekat (hipermetropi)



1 1 1 25 pp    f  25  pp f pp  25 Dengan menggunakan persamaan untuk kekuatan lensa



P



Mata Tua (presbiopi) Daya akomodasi dapat berkurang karena bertambahnya usia, sehingga letak titik dekat maupun titik jauh mata telah bergeser. Jadi mata tua adalah cacat mata akibat berkurangnya daya akomodasi karena usia lanjut. Titik dekat presbiopi lebih besar dari 25 cm dan titik jauhnya pada jarak tertentu (Gambar 9). Oleh karena itu penderita presbiopi tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas, dan dia juga tidak dapat membaca pada jarak baca normal. Mata presbiopi ditolong dengan kacamata berlensa rangkap, untuk melihat jauh dan untuk membaca.







PR tertentu



Gambar 1.36. (a) Rabun dekat (b). Rabun dekat ditolong dengan kacamata lensa cembung Supaya dapat membaca pada jarak normal (s = 25 cm), penderita rabun dekat harus menggunakan lensa kacamata yang menghasilkan bayangan di depan lensa pada jarak yang sama dengan titik dekat penderita. s’ = - titik dekat penderita = -pp Dengan menggunakan persamaan untuk lensa



1 1 1   s s' f



1 f dengan f dalam satuan meter







PP> 25 cm



mata



Gambar 1.36. Mata presbopi



LUP Perbesaran Sudut



34



Ketika membahas lensa, kita telah membahas perbesaran linier, yaitu perbndingan antara tinggi bayangan dengan tinggi benda. Pada bagian ini kita akan membahas perbesaran sudut. Bagaimana ukuran bayangan pada retina mata, jika benda berada pada jarak yang berbeda dari mata. Gambar 10 menunjukkan bahwa makin dekat benda ke mata, sudut penglihatan (  ) makin besar.



O1



O2



O3



mata



 



digunakan untuk melihat benda-benda yang sangat kecil, biasanya banyak digunakan oleh tukang arloji. Perbesaran sudut (







) lup adalah perbandingan antara sudut



penglihatan dengan menggunakan lup (  ) dan tanpa lup (  ).



 



 



Secara matematis Ada dua kasus mengenai perbesaran sudut sebuah lup, yaitu 1. Perbesaran sudut lup untuk mata berakomodasi maksimum 2. Perbesaran sudut lup untuk mata tak berakomodasi. 1. Perbesaran sudut lup untuk mata berakomodasi maksimum Untuk mata berakomodasi maksimum, bayangan maya yang dibentuk lup terletak di titik dekat mata (s’ = - s n , dengan sn = jarak titik dekat mata)



Ukuran bayangan pada retina membesar







Gambar 1.37. Perbesaran sudut Jika benda kita bawa terus mendekati mata, maka ada jarak terdekat ke mata yang bayangannya masih tampak jelas. Jika benda terus kita bawa mendekati mata, maka bayangan tampak kabur. Titik terdekat yang bayangannya masih tampak jelas, disebut titik dekat mata (titk dekat mata normal sekitar 25 cm).



sn



Lup (Kaca Pembesar) Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri atas sebuah lensa cembung (lensa konvergen) yang digunakan untuk memperbesar sudut penglihatan yang tidak dapat dilakukan oleh mata. Lup dapat



35



F







F



Gambar 1.38. Perbesaran sudut lup untuk mata berakomodasi maksimum Pada Gambar 11 dilukiskan sudut buka benda  dilihat dengan mata berakomodasi maksimum tanpa lup. Sedangkan dengan lup sudut bukanya adalah  . Perbandingan sudut







 dengan  disebut perbesaran



Gambar 1.39. Perbesaran sudut lup untuk mata tak berakomodasi Untuk mata tak berakomodasi, bayangan di tak hingga, maka benda harus



diletakkan



pada titik fokus F . Perbesaran sudutnya



adalah :



y s  tan      s  n y  tan  s sn 1 1 1   s s' f



y s  tan  f      n y  tan  f sn



Untuk lup s’ = -sn



s Sehingga



sn . f sn  f



s s  f sn   n  n  1 s f f



SOAL-SOAL 1.1. Seorang mahasiswa Fisika akan melakukan percobaan Fizeau untuk menentukan cepat rambat cahaya. Jika dia menggunakan roda bergigi dengan



2. Perbesaran sudut lup untuk mata tak berakomodasi. Mata tidak cepat lelah (lebih relaks) jika bayangan yang dibentuk lup terletak sangat jauh di depan mata



1440 gigi, dan jarak antara dua cermin yang berhadapan adalah 412,60 m, berapakah kecepatan putar roda, supaya pulsa cahaya yang kembali pertama menyebabkan intensitas maksimum?.



36



1.2. Jika jarak bumi – bulan adalah 3,840 x 10 5 km berapa waktu yang



1.8. Sinar datang normal pada sisi pendek dari prisma 30o- 60o- 90o . Pada



dibutuhkan oleh gelombang mikro untuk menempuh jarak bumi – bulan



hipotenusanya kita teteskan cairan di atasnya. Bila indeks bias prisma 1,50,



pulang balik?



hitung indeks bias maksimum pada cairan tersebut bila sinar tersebut



1.3. Sebuah bak gelas berisi air, mempunyai dinding tepi setebal 2,5 cm, panjang bagian dalam bak 62,00 cm, indeks bias gelas adalah 1,5258 dan indeks bias air 1,3330. Berapakah lintasan optik seluruhnya? 1.4. Seberkas cahaya datang dari udara ke kaca dengan sudut datang 67 o. Jika



mengalami pemantulan sempurna pada bidang batas gelas-cairan! 1.9. Sebuah prisma yang terbuat dari gelas flinta dengan sudut pembias 55o (mempunyai indeks bias nD = 1,5230 untuk cahaya kuning sodium). Sinar datang pada salah satu permukaan dengan sudut datang 60o. Tentukan a)



indeks bias kaca adalah 1,65, a) hitung sudut biasnya dengan menerapkan



sudut deviasi pada permukaan pertama  , b).sudut deviasi pada permukaan



hukum Snellius, b) tentukan sudut biasnya dengan metode grafik!



kedua  , dan c) sudut deviasi total oleh prisma.



1.5. Seberkas cahaya putih datang pada permukaan kaca dengan sudut datang 55,0o. Indeks bias untuk cahaya merah adalah n C = 1,52042, sedangkan untuk cahaya biru adalah nF = 1,52933. a) Tentukan sudut bias masing-masing warna, b) tentukan sudut dispersi antara kedua warna tersebut. 1.6. Cahaya jatuh tegak lurus pada permukaan yang terpendek dari prisma 30 o-



1. 10. Sebuah prisma sama sudut dari silikat flint memiliki indeks bias nflint(400 nm)= 1,639. nflint(700nm)= 1,612.



Cari deviasi minimum dari sinar-sinar dengan



panjang gelombang 400 nm dan 700 nm



60o-90o yang mempunyai indeks bias 1,5218. Selapis cairan dituangkan pada



1.11. Sebelah kiri ujung pipa air terdapat lapisan tipis transparan dengan jari-jari



hipotenusa prisma tersebut. Tentukan indeks bias maksimum cairan jika



kelengkungan – 2,0 cm. Benda setinggi 2,5 cm diletakkan di udara di atas



cahaya dipantulkan seluruhnya!



sumbu pada jarak 10,0 cm dari vertex. Tentukan (a) panjang fokus pertama



1.7. Suatu refraktometer Pulfrich digunakan untuk menentukan indeks bias suatu minyak yang transparan. Prisma yang terbuat dari gelas mempunyai indeks bias 1,5218 dan sudut pembias



 = 80,0o . Jika batas antara daerah gelap



membuat sudut 29,36o dengan normal permukaan prisma kedua. Tentukan indeks bias minyak tersebut (Pelajari dahulu tentang kerja refraktometer Pulfrich).



dan kedua, (b) daya permukaan, (c) jarak bayangan dan (d) tinggi bayangan, anggap nair = 1,3330 1.12. Sebuah lensa cembung digunakan untuk membentuk bayangan yang jelas dari sebuah nyala lilin pada layar. Lensa kedua dengan jari-jari kelengkungan r1 = 10,0 cm dan r2 = -20,0 cm dan indeks bias bahan 1,650 dilelakkan dibelakang lensa pertama, dan berjarak 30 cm dari layar. (a) Tentukan daya lensa kedua, (b) berapa jarak pergeseran layar supaya mendapatkan



37



bayangan yang jelas, (c) Lukiskan jalannya sinar sehingga terbentuk



DAFTAR PUSTAKA



bayangan! 1.13. Lensa biconveks dengan njari-jari kelengkungan sama yaitu 5,20 cm, indeks bias 1,680 dan tebal 3,50 cm. Tentukan (a) panjang fokus, (b) daya lensa, (c) jarak titik-titik fokus dari vertex, (d) Jarak titik-titik utama dari vertex 1.14. Lensa gelas tebal diletakkan pada ujung tabung yang berisi cairan bening



1.



Field and Wave. Tokyo: Addison Wesley Publishing Company 2.



Ajoy Ghatak. 2005. Optics. New Delhi: Tata Mc Graw-Hill College



3.



Fancon. M. 1974. Holography. New York and London: Academic Press



4.



Halliday & Resnick. 1989. Fisika, Terjemahan oleh Pantur Silaban Ph.D dan



dengan indeks bias 1,420. Lensa dengan jari-jari kelengkungan r 1 = +3,80 cm dan r2 = -1,90 cm, tebal 4,60 cm dan indeks bias 1,620. Jika r 1 bersinggungan



Drs. Erwin Sucipto. Jakarta: Penerbit Erlangga 5.



dengan udara dan r2 bersinggungan dengan cairan, tentukan (a) panjang fokus pertama dan kedua, (b) daya lensa, (c) letak titik-titik fokus dan (d)



Alonso Marcelo & Finn Edward. J. 1980. Fundamental University Physics,



Jenkins, F.A & White, H.E. 2001. Fundamentals of Optics (fourth edition). Tokyo: McGraw-Hill International Book Company



6.



letak titik-titik utama



John Crisp & Barry Elliot. 2005. Serat Optik, Terjemahan oleh Soni Astranto, SSi. Jakarta : Penerbit Erlangga



7.



Klein & Furtak. 1986. Optics. Singapore: Wiley



38