Bab 11 Ekuitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

II. PEMBAHASAN Pada bab ini dalam Suwardjono menyebutkan bahwa teori tentang ekuitas pemegang saham berfokus pada bagaimana informasi ekuitas pemegang saham beserta perubahannya disajikan dalam statemen laporan keuangan. Dalam kerangka dasar Standart Akuntansi Keuangan (2002) misalnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mandefinisi ekuitas sebagai berikut : “Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”. Godfrey, Hodgson,dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar criteria sebagai berikut: a. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim b. Hak penggunaan aset dalam operasi c. Substansi ekonomik perjanjian d. Perbedaan antara modal setoran dan laba ditahan adalah modal setoran merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan bagi pihak lain. Sedangkan, laba ditahan merupakan salah satu komponen untuk menunjukkan daya melaba, dan jumlahnya harus dipisahkan dengan modal setoran, walaupun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. 2.1 KOMPONEN EKUITAS PEMEGANG SAHAM Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dn laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuiridis dan modal setoran tambahan dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik.



1



Komponen Ekuitas Pemegang Saham Ekuitas Pemegang Saham



Modal Setoran Modal Yuridis



a.Penerbitan saham baru b.Kapitalisasi laba ditahan c. Dividen saham d.Konversi obligasi atau saham istimewa e.Stock subscriptions



Laba



Lain-lain



Modal setoran lain a.Premium modal saham b.Penjualan saham treasuri c. Penyerapan defisit d.Deklarasi dividen likuidasi e.Restrukturisasi kapital



a.Laba rugi b.Dividen c. Rekapitalisasi d.defisit e.koreksi f. perubahan



Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuitas pemegang saham. Pos-pos ini misalnya adalah untung penahanan belum terealisasi (unrealized holding gains), penyesuaian kapital belum terealisasi lainnya, selisih revaluasi, dan hak pemegang saham minoritas (Suwardjono, 2010:516). 2.2 TUJUAN PENYAJIAN EKUITAS Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statement keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan manajemen (Suwardjono 2005). Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah : 1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya. 2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan modal setoran kepada pemegang saham. 3. Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya. 2



2.3 PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Dengan demikian untuk mengukur seluiruh hak pemegang saham atas asset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran (Suwardjono 2005). Terdapat beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham, yaitu: a. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham b. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen c. Jumlah rupiah yang timbulakibat revaluasi aset fisis tertentu d. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham e. Sumber lainnya Pembedaan anatara dua bagian elemen ekuitas pemegang saham sangat penting.  Dari segi administrasi keuangan Laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran, meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham (ekuitas pemegang saham = modal setoran + laba ditahan).  Pembedaan dari segi Yuridis Modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen (Suwardjono, 2010:517). 2.4 MODAL YURIDIS Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan rehadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalahbahwa saham harus mempunyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukkan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.



3



Akuntansi menganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak penting karena akuntasi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang saham. Dalam hal perusahaan berjalan terus, pengungkapan modal yuridis kemudian akan berfungsi semata-mata untuk menunjukan batas jumlah aset yang dapat didistribsikan kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen maupun likuidasi modal dan dianggap hal ini memberi informasi terhadap batas perlindungan bagi kreditor (Suwardjono, 2010:518). Besarnya Modal Yuridis Dalam hal saham bernilai nominal(par stock), modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal saham merupakan batas tanggungjawab pemegang saham dan batas kerugian pribasi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya, dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian kekayaan atas dasar modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). 2.5 MODAL SETORAN LAIN Transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagao sumber laba ditahan. Demikian juga, tidak sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini. 2.6 PERUBAHAN MODAL SETORAN Tujuan utama dari perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi operasi. Dalam kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen (Suwardjono 2005). Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah: 1. Pemesanan saham 2. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar. 4



3. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar, 4. Dividen saham. 5. Hak beli saham, Opsi saham, dan Waran. 6. Saham treasuri. 2.6.1 Pemesanan Saham Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham perusahaan harus memesan (to subscribe) lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhi: 1. Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim yuridis bagi perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan. 2. Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup pasti dan tidak terlalu lama (Suwardjono, 2010:522). 2.6.2 Obligasi Terkonversi Perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut digunakan (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoretisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu: 1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat penukaran. 2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling obyektif). 2.6.3 Saham Prioritas Terkonversi Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan pertama, nilai nominal saham prioritas 5



plus porsi premium/diskun ditransfer ke modal pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa. Pendekatan kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba ditahan. Setelah konversi berarti perusahaan menjadi bebas dari kewajiban membayar dividen secara tetap. Ini berarti likuiditas perusahaan bertambah dan akan mengurangi risiko pemegang saham biasa. Penggunaan harga pasar juga pararel dengan transaksi pertukaran untuk potensi jasa atau aset yang tidak sejenis (dissimilar) yang menggunakan harga pasar sebagai dasar penentuan cost-nya 2.6.4 Dividen Saham Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham (stock split). a. Karakteristik Dividen Saham Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada transfer kemakmuran (wealth) ke pemegang saham. Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba pemilik. Oleh karena itu, dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya.sehingga tidak ada tambahan kemakmuran. Dividen sahan juga bukan merupakan laba tetapi sekedar reklasifikasi ekuitas. b. Kapitalisasi Atas Dasar Nilai Nominal



6



Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk menunjukkan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham haruslah hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya. Jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis. Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah dividen saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupakan pendapatan yang di reinvestasi kedalam perusahaan. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar menggambarkan harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba ditahan). c. Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham Dividen saham dapat dipandang sebagai pengganti dividen kas karena dividen saham mempunyai nilai. Nilai tersebut diukur atas dasar harga saham. Dengan demikian, harga pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan kapitalisasi. d. Hak Beli Saham Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk membeli sejumlah saham saham (proporsional dengan pemilikan). Hal ini biasanya dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada umumnya hak beli saham umurnya tidak lama dan harga beli saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa hak beli tersebut dikapitalisasi. e. Opsi Saham Opsi saham ini biasanya di gunakan sebagai sarana untuk meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan mereka pemilik perusahaan dan untuk menambah penghasilan karyawan (sebagai kompensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat ditentukan pada saat hak opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian di masa mendatang seperti pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham. Opsi Saham Non Imbalan Kalau opsi saham tersebut non imbalan, harga saham atau harga pengambilan ditentukan sama dengan harga saham pada saat opsi diberikan. Dengan demikian pada saat 7



tersebut karyawan dianggap tidak menerima manfaat atau penghasilan tambahan karena karyawan akan membayar jumlah yang sama dengan jumlah yang harus dibayar oleh non karyawan untuk saham bersangkutan di pasar saham Opsi Saham Imbalan Kalau program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi saham non imbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan. Misalnya saja, opsi saham ditawarkan hanya kepada para eksekutif tertentu bukan pada seluruh karyawan. f. Waran Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai berikut: Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal 03). Pemegang waran dapat membeli sejumlah saham dengan mengembalikan waran tersebut dan membayar sejumlah uang kas tertentu. Waran berbeda dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu : 1. Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham (call dan put) diterbitkan oleh investor (baik individual maupun institusional). 2. Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat tahunan) dari pada jangka waktu opsi hak beli saham. 3. Waran dijual atau diterbitkan kepada umum (bukan kepada pemegang saham atau karyawan perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli 4. Saham dijual dengan harga tertentu atau tunai (tidak gratis). 5. Harga pembelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran ditawarkan 6. Bila hak opsi tidak diambil kos waran tidak dapat ditarik kembali oleh pemengang waran 7. Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang (obligasi) Apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke modal saham dan agio saham (bila ada). Apabila waran tidak diambil sampai masa opsi berakhir, jumlah rupiah tercatat waran tetap diperlakukan sebagai modal setoran lain.



8



2.7 PENURUNAN MODAL SETORAN Pada umumnya lebih banyak faktor yang bersifat menaikan modal setoran daripada yang menurunkan modal setoran. Alasannya adalah begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan maka modal tersebut akan menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau melepas investasinya, maka pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak mempegaruhi operasi ataupun posisi keuanagn perusahaan (Suwardjono, 2010:533). Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau pembagian deviden yang dapat dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau penarikan kembali saham yang beredar secara permanen. 2.7.1 Saham Treasuri Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali untuk sementara menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan melakuka penarikan kembali saham sebagai saham terasuri adalah : 1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi saham. Proporsi pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang dibandingakan kalau digunakan saham baru. 2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi penggabungan usaha.



2.7.2 Konsep Satu Transaksital Konsep ini disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan,diangap seakan-akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Apabila saham treasuri tidak segera dijual maka kos pembelian tersebut tidak dapat dianggap sebagai aset, tetapi akan diklasifikasikan sebagai pengurang ekuitas pemegang saham secara keseluruhan. 2.7.3 Konsep Dua Transaksi Konsep ini juga disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan dianggap seakan–akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Disebut satu transaksi karena pembelian saham terasuri dan penjualannya kembali dianggap sebagai satu transaksi. Artinya,



9



pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut. 2.8 PERUBAHAN LABA DITAHAN Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam satu periode berubah selain karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu : 1. Penyesuaian periode-lalu. 2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya. 3. Pengaruh perubahan akuntansi. 4. Kuasi-reorganisasi. 2.8.1 Penyesuaian Periode Lalu Penyesuaian periode lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi periode masa lalu (yang baru ditemukan atau baru dapat diakui dalam periode sekarang) bukan sebagai pengurang atau penambah perhitungan laba tahun sekarang (masuk dalam statment laba/rugi tahun sekarang atau berjalan) tetapi sebagai penyesuai tehadap laba ditahan awal periode sekarang. Perlakukan semacam ini dimaksudkan untuk menjadikan laba ditahan awal periode sekarang menunjukan saldo semestinya seandainya jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam periode yang lalu (Suwardjono, 2010:539). Sebagai contoh perusahaan yang pada periode lalu dituntut untuk mengganti rugi sejumlah uang tertentu karena dituduh melanggar hak paten perusahaan lain. Sampai akhir periode yang lalu perkara tuntutan ini belum diputuskan pengadilan karena belum dapat dipastikan apakah perusahaan bersalah dan juga tidak ada kepastian tentang jumlah yang akhirnya dibayarkan. Baru dalam periode sekarang dapat dipastikan bahwa perusahaan benarbenar dinyatakan salah dan harus membayar ganti rugi sejumlah tertentu. Jumlah tersebut jelas harus diakui dan merupakan rugi bagi perusahaan. Persoalanya adalah apakah jumlah rugi tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu (laba diatahan awal tahun) atau sebagai pengurang pendapatan tahun sekarang? Dengan kata lain apakah rugi tersebut diakui sebagai penyesuaian terhadap laba bersih periode yang lalu ketika peristiwa yang menyebabkan rugi tersebut terjadi atau apakah rugi tersebut diakui sebagai elemen penentuan laba periode sekarang 10



ketika peristiwa yang menguatkan atau memastikan terjadi (ketika kepastian tentang status dan jumlah telah diperoleh) (Suwardjono, 2010:539-540). Beberapa pendapat ada yang mendukung dan ada yang menolak perlakuan rugi tersebut sebagai penyesuaian periode lalu, pihak yang mendukung beragumen sebagai berikut: 1. Laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang timbul akibat kejadian masa lalu dilaporkan sebagai elemen laba rugi periode yang bersangkutan dan bukan sebagai elemen laba rugi periode sekarang. Memasukkannya sebagai elemen laba rugi periode sekarang akan menimbulkan distorsi pelaporan laba periode sekarang. 2. Pelakuan semacam ini menggambarkan penerapan penandingan pendapatan dan biaya yang tepat (Suwardjono, 2010:540). Sementara pihak yang menolak penyesuaian periode lalu mengajukan argumen sebagai berikut: 1. Semua pendapatan, untung, biaya, dan rugi yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan pendapatan harus dilaporkan dalam statement laba rugi. Dengan cara ini statment laba rugi selama beberapa periode akan menyajikan riwayat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kalau rugi diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu (penyesuaian akun laba ditahan awal) maka jumlah tersebut tidak akan pernah masuk dalam riwayat laba perusahaan ini berarti daya melaba jangka panjang tidak dapat digambarkan secara lengkap. 2. Pemakai laporan kemungkinan besar tidak akan pernah mengetahui bahwa rugi tertentu pernah dialami oleh perusahaan kalau jumlah tersebut tidak dimasukkan dalam statement laba rugi. Ini berarti bahwa pemakai kurang mendapat informasi tentang kejadian yang mempengaruhi daya melaba (Suwardjono, 2010:540). FASB menganut gagasan Paton dan Littleton diatas dan menetapkan secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan periode lalu harus diperlakukan sebagai komponen statment laba rugi sekarang kecuali syarat-syarat tertentu dipenuhi.



2.8.2 Koreksi Kesalahan Sistem akuntansi biasanya sudah dirancang dengan cukup cermat sehingga kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat dideteksi sehingga dapat dilakukan koreksi. Dalam hal tertentu, kesalahan tidak segera diketahui dan baru ketahuan beberapa waktu atau bahkan



11



beberapa periode setelah statement keuangan disusun dan diterbitkan. APB Opinion nomor 20 paragraf 13 mendefinisikan kesalahan sebagai berikut : Errors in financial statements result from mathematical mistakes, mistakes in application of accounting principles, or oversight or misue of facts that existed at the time the financial statements were prepared Jadi, untuk dapat disebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus berasal dari kesalahan hitung, kesalahan aplikasi, atau penerapan prinsip akuntansi, atau kekhilafan atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia dalam penyusunan laporan keuangan. APB membedakan antara kesalahan dengan perubahan taksiran atau perubahan akuntansi. Perubahan taksiran muncul dari adanya informasi atau perkembangan baru yang berarti dari tilikan yang lebih baik atau pertimbangan yang lebih mantap. Untuk disebut kesalahan, harus ada unsur kekhilafan atau salah pakai informasi (Suwardjono, 2010:542). Misalnya saja kesulitan dalam memecah kos menjadi biaya dan bagian yang ditunda pembebanannya pada akhir periode membuka kemungkinan untuk melakukan koreksi di kemudian hari terhadap asset dan laba yang sebelumnya telah dilaporkan. Juga dapat terbukti bahwa setelah beberapa periode ternyata depresiasi telah dibebankan terlalu besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang sekarang dialami. Hal ini berarti bahwa nilai buku asset telah dilaporkan terlalu rendah dan perhitungan laba pada masa yang lalu juga menjadi terlalu rendah ditinjau dari segi fakta yang sekarang diperoleh. Demikian juga, kalau terbukti bahwa beban depresiasi telah ditentukan terlalu kecil sehingga depresiasi akumulasian kemungkinan tidak mencapai jumlah rupiah yang dapat menutup kos asset pada saat diberhentikan maka ini berarti bahwa saldo asset telah dilaporkan terlalu besar pula. Yang manapun dari situasi di atas, suatu koreksi diperlukan segera setelah cukup bukti bahwa kesalahan telah terjadi (Suwardjono, 2010:543). 2.8.2.1 Koreksi Sebagai Penyesuai Laba Ditahan Pendekatan ini disarankan dalam APB nomer 20 paragraf 36 yang menyatakan bahwa kesalahan dalam statement keuangan periode sebelumnya harus diperlakukan sebagai penyesuian periode lalu. Laba ditahan awal periode berjalan disesuaikan dengan jumlah rupiah pengaruh kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba periode-periode sebelumnya dan kalau statemen komparatif disajikan, pengaruh retroaktif kesalahan harus ditunjukkan dalam statment keuangan periode-periode yang terpengaruh. Perlakuan semacam ini sebenarnya hanya berlaku untuk 12



kesalahan yang memenuhi ketentuan umum dalam SFAS No. 16 paragraf 1 yang dibahas sebelumnya (Suwardjono, 2010:543). Metode ini dapat diterima dari sudut pandang neraca saja dan tidak mengganggu kenormalan atau keutuhan (integrity) beberapa statemen laba rugi berikutnya. Di lain pihak, prosedur ini tidak layak karena riwayat laba yang pernah dilaporkan menjadi tidak lengkap dan besar kemungkinan angka laba dapat menyesatkan (Suwardjono, 2010:543). 2.8.2.2 Koreksi Sebagai Penyesuai Modal Setoran Lain Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan dengan penggunaan asset (asset utilization) dalam periode-periode yang lalu dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan dengan premium modal saham. Premium modal saham merupakan komponen modal setoran dan kalau pemisahan antara modal setoran dan modal operasi (laba) harus tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali kalau : (1) Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis. (2) Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat persetujuan pemegang saham. (3) Laba ditahan yang diakumulasi setelah penyesuaian modal tersebut diberi tanggal. Artinya, laba ditahan yang dilaporkan kemudian diperoleh dari operasi setelah penyesuaian tersebut (perusahaan dianggap baru mulai atau fresh start) (Suwardjono, 2010:544). Jadi, sangatlah tidak tepat memperlakukan koreksi dengan cara menggabungkan semua penyesuaian dalam statment perubahan laba ditahan dan terpisah dengan statment laba rugi. Penyajian seperti itu cenderung mengacaukan antara koreksi laba yang pernah dilaporkan dengan penyesuaian modal pemegang saham yang tidak ada sangkut pautnya dengan proses pemanfaatan asset. 2.8.2.3 Koreksi sebagai Komponen Statment Laba Rugi Statemen laba rugi kumulatif (serial komparatif) yang didasarkan atas statment-statment terdahulu harus menunjukkan laba (atau rugi) komprehensif sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang. Dengan demikian, kalau koreksi langsung dilakukan dalam akun laba ditahan tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statment laba rugi, beberapa statment laba rugi yang pernah diterbitkan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Prinsip penyesuaian langsung ke laba ditahan 13



membuka kemungkinan untuk menimbulkan prosedur yang mengaburkan atau menyembunyikan pengaruh rugi atau untung luar biasa dengan akibat timbulnya salah tafsir pada pihak pemegang saham atau pihak lain yang berkepentingan..



2.8.3 Perubahan Akuntansi Karena alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut dengan perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan akuntansi yaitu : (1) Perubahan prinsip atau metode akuntansi (change in accounting principle or method). (2) Perubahan taksiran akuntansi (change in accounting estimate). (3) Perubahan kesatuan pelaporan (change in the reporting entity) (Suwardjono, 2010:545). Jumlah rupiah laba dan asset berkaitan yang mula-mula dilaporkan dalam statemen keuangan periode yang lalu sebelum adanya perubahan tentunya akan berbeda dengan jumlah rupiah seandainya perubahan tersebut telah dilakukan dalam periode yang lalu dan bukan dalam periode sekarang atau berjalan. Salah satu elemen yang terpengaruh adalah laba periode yang lalu (Suwardjono, 2010:545). 2.8.3.1 Penyesuaian Retroaktif Metode ini mengakui kumulatif perubahan dalam laba periode yang lalu sebagai penyesuaian periode lalu. Ini berarti saldo awal akun laba ditahan periode sekarang disesuaikan dengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan-laporan periode sebelumnya disusun kembali sesuai dengan perubahan tersebut (Suwardjono, 2010:546). Pendukung penyesuaian retroaktif mengajukan argument seperti pendukung penyesuaian periode lalu. Riwayat laba perusahaan yang sebenarnya selama beberapa periode menjadi tidak menggambarkan laba yang konsisten cara penghitungannya sehingga analisis statment keuangan dapat menyesatkan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, prinsip akuntansi harus diterapkan secara konsisten dalam statment keuangan komparatif. Menggunakan prinsip yang berbeda untuk pos yang sama dalam statment keuangan komparatif dapat menimbulkan interpretasi yang salah mengenai kecenderungan (trend) atau analisis lainnya. Prinsip akuntansi harus sama antara periode sekarang dan beberapa periode sebelumnya. Jadi, kalau terjadi perubahan akuntansi, statment keuangan periode yang lalu harus disusun kembali untuk mrefleksi prinsip akuntansi yang baru (Suwardjono, 2010:546). 14



2.8.3.2 Penyesuaian Sekarang Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba periode yang lalu sebagai komponen dalam menghitung laba periode sekarang (periode terjadinya perubahan). Perlakuan ini didasari oleh beberapa gagasan. Pertama, semua pos yang mempengaruhi laba perusahaan harus dilaporkan melalui statment laba rugi. Argumen ini sejalan dengan gagasan tentang perlunya pemisahan yang tegas antara transaksi operasi dan transaksi modal. Kedua, pada umumnya perubahan akuntansi cukup sering terjadi sehingga tidak praktis untuk selalu mengadakan revisi statment keuangan periode-periode sebelumnya. Ketiga, pengungkapan yang jelas dalam pelaporan laba periode sekarang sudah cukup memadai untuk mengungkapkan pengaruh perubahan tersebut sehingga kemungkinan pembaca laporan akan melewatkan informasi perubahan dapat diatasi. Keempat, penyusunan kembali statment keuangan periode lalu dapat menuunkan keyakinan publik terhadap statment keuangan dan dapat membingungkan pemakai. Akhirnya, karena serangkaian statment masa lalu telah disusun atas dasar prinsip akuntansi berterima umum, mereka harus dianggap final kecuali untuk perubahan entitas pelaporan atau untuk koreksi kesalahan. 2.8.3.3 Penyesuaian Sekarang dan Prospektif Metode ini menyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba periode yang lalu ke periode sekarang dan beberapa periode mendatang yang sesuai. Perlakuan ini dilandasi oleh argumen bahwa perubahan akuntansi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam proses akuntansi yang bersifat memenuhi kebutuhan yang berkembang. Dalam banyak hal, perubahan akuntansi tidak menyangkut jumlah yang cukup material untuk mengharuskan revisi statemen keuangan. Lagipula, manfaat tambahan yang diperoleh dengan revisi tidak sepadan kos perevisian tersebut. Oleh karena itu, cara terbaik adalah melakukan perubahan akuntansi dan menerapkan metode tersebut mulai dari periode perubahan dan seterusnya tanpa perlu mengadakan revisi terhadap apa yang sudah terjadi walaupun pengungkapan yang memadai tentang perubahan tetap diperlukan.



2.8.3.4 Aplikasi dalam Standar Karena setiap metode di atas mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, ketentuan umum yang digariskan dalam standar pada umunya merupakan kompromi dari ketiga perlakukan diatas bergantung pada sifat dan jenis perubahan akuntansinya. Jadi, beberapa 15



perubahan akuntansi mengikuti perlakuan tertentu dan beberapa perubahan lain mengikuti perlakuan yang lain. Berikut ini adalah pedoman umum yang diberikan dalam APB No. 20 untuk memperlakukan berbagai perubahan akuntansi (Suwardjono, 2010:547).  Perubahan Prinsip atau Metode Akuntansi Perubahan dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru yang menetapkan penggunaan metode tertentu atau menolak sama sekali metode tertentu. Misalnya saja, pelaporan sewa guna yang harus menggunakan metode kapitalisasi untuk sewa guna yang memenuhi kriteria kapitalisasi padahal sebelum adanya standar tersebut perusahaan menggunakan metode sewa guna operasi. Perubahan peraturan pajak dapat memicu perusahaaan untuk mengganti metode akuntansi. Misalnya, di amerika, diperbolehkannya menggunakan metode MTKP dalam penilaian sediaan untuk penentuan laba kena pajak membuat banyak perusahaan mengubah metode penetuan kos sediaan dari MPKP ke MTKP (Suwardjono, 2010:547). Dalam hal ini APB Opinion No 20 menganut penyesuaian sekarang memperlakukan perubahan metode akuntansi. APB berargumen bahwa konsistensi dalam penggunaan metode antar periode akan meningkatkan manfaat statment keuangan. Perusahaan dapat mengganti metode akuntansi kalau memang metode baru lebih baik dan efektif untuk melaporkan kejadian yang masih akan tetap berlangsug di masa datang. Tentu saja perusahaan harus memberi justifikasi yang kuat akan manfaat metode baru. Akan tetapi, metode lama yang hanya diterapkan untuk suatu kejadian yang khusus atau tidak berulang tidak selayaknya diganti (Suwardjono, 2010:547). Secara teknis, perlakukan tersebut dilaksanakan sebagai berikut: a. Statment keuangan beberapa periode sebelum perubahan disertakan dalam perlaporan seperti apa adanya untuk tujuan perbandingan. b. Pengaruh kumulatif perubahan terhadap laba ditahan awal periode sekarang dilaporkan dalam statement laba rugi periode sekarang ( terjadinya perubahan). c. Pengaruh penggunaan metode baru terhadap laba sebelum pos luar biasa dan terhadap laba bersih (termasuk EPS) untuk periode pergantian metode perlu diungkapkan. d. Laba sebelum pos-pos luar biasa dan laba bersih (termasuk EPS) yang dihitung secara pro forma atas dasar metode baru harus ditunjukkan dalam statement laba rugi untuk periodeperiode yang disajikan seakan akan prinsip baru telah diterapkan untuk periode periode tersebut (Suwardjono, 2010:548). 16







Perubahan Taksiran Akuntansi Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau informasi baru atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan bersangkutan dengan taksiran tertentu. Contoh klasik adalah perubahan taksiran umur fasilitas fisis setelah perusahaan menggunakannya dalam beberapa periode akuntansi. Hal yang perlu dicatat adalah perubahan semacam ini bukan merupakan kesalahan statement keuangan periode sebelumnya. Untuk dapat dikatakan kesalahan, penyebab perubahan tersebut harus memenuhi pengertian kesalahan seperti yang didefinisi dalam perbahasan kesalahan. Perubahan taksiran biasanya berbeda dengan perubahan akuntansi. Misalnya, pengurangan umur ekonomik suatu fasilitas fisis merupakan perubahan taksiran sedangkan penggantian dari metode garis lurus ke metode lain merupakan perubahan akuntansi walaupun kedua perubahan tersebut mungkin menghasilkan jumlah rupiah dan pengaruh perubahan yang sama terhadap laba (Suwardjono, 2010:549). APB Opinion No. 20 paragraf 31 menentukan bahwa perubahan estimasi diperlakukan sebagai penyesuaian sekarang dan prospektif yaitu pengaruh perubahan diakui (1) pada periode perubahan kalau perubahan hanya mempengaruhi periode tersebut atau (2) pada periode perubahan dan mendatang kalau perubahan mempengaruhi kedua periode tersebut. Juga ditetapkan bahwa perubahan estimasi hendaknya tidak diperlakukan sebagai penyesuaian retroaktif atau pelaporan pro forma untuk periode lalu Alasan perlakuan tersebut adalah perubahan estimasi merupakan hal yang sering terjadi karena memang sifat yang melekat dalam akuntansi yang memungkinkan digunakannya angka taksiran. Kalau selalu diadakan penyesuian retroaktif, kepercayaan masyarakat terhadap statement keuangan dapat berkurang (Suwardjono, 2010:549).  Perubahan Kesatuan / Subjek Pelaporan Perubahan entitas pelaporan berarti perubahan organisasi atau lingkup kesatuan usaha yang dilaporkan dalam statement keuangan. APB membatasi perubahan entitas pelaporan pada hal-hal sebagai berikut : 1. Penyajian statement keuangan konsolidasian atau gabungan sebagai ganti statement perusahaan secara individual. 2. Perubahan grup perusahaan anak yang dimasukan dalam statement keuangan konsolidasian. 17



3. Perubahan grup perusahaan-perusahaan yang membentuk statement keuangan (Suwardjono, 2010:549). Termasuk pula sebagai perubahan entitas adalah kombinasi bisnis yang dipertanggung jelaskan dengan metode penyatuan kepentingan. Ketentuan perlakuan ini mengikuti penyesuaian retroaktif. Alasannya adalah perubahan seperti itu jarang terjadi sehingga manfaat penyusunan kembali statement keuangan sebelumnya masih dianggap cukup memadai dibandingkan dengan kerepotannya. Disamping itu, perubahan semacam ini biasanya menyangkut perubahan yang besar sehingga kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat mempunyai dampak ekonomi yang luas sehingga konsistensi dan statement yang cukup teliti perlu disampaikan para pengambil keputusan (Suwardjono, 2010:550).



2.8.4 Kuasi-reorganisasi Kuasi organisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit. PSAK No. 51 Pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi-reorganisasi sebagai berikut:



Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secara hukum yang dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo defisit.



Selanjutnya ditegaskan bahwa kuasi-reorganisasi merupakan prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan untuk merestrukturisasi ekuitasnya dengan menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh asset dan kewajbannya, tanpa melalui reorganisasi secara hukum. Dengan mekanisme ini, diharapkan perusahaan dapat meneruskan usahanya secara lebih baik seperti baru mulai (fresh start) dengan modal yuridis baru tanpa dibebani defisit (Suwardjono, 2010:550). Paton dan Littleton (1970) menyebutkan bahwa kalau terjadi defisit, tidak perlu segera diserap oleh modal setoran. Defisit dapat dianggap sebagai kontra jumlah modal setoran dengan harapan operasi perusahaan di masa mendatang dapat menutup atau menghilangkan defisit tersebut. Akan tetapi, kalau defisit tersebut berkelanjutan dan perusahaan terus mendapat rugi, tidak ada jalan lain kecuali mengadakan kuasi-reorganisasi agar secara yuridis perusahaan



18



dianggap sehat dan dapat membagi dividen. Proses kuasi-reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut : 1. Aset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai wajar pada saat reorganisasi. 2. Modal setoran lain atau agio saham (paid in capital in excess of par) harus ditentukan jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila sudah cukup besar maka defisit dapat langsung dikompensasi dengan agio modal saham ini. Kalau tidak cukup, nominal saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari pemegang saham untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagian modal sahamnya (ini berarti sebagian modal saham dilikuidasi tanpa kompensasi apapun kepada pemegang saham). 3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit agio/premium modal saham (Suwardjono, 2010:550). Setelah kuasi-reorganisasi, laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan mungkin masih terdapat sisa agio modal saham. Statment keuangan untuk tahun terjadinya kuasi-reorganisasi harus mengungkapkan rincian jumlah yang membentuk struktur modal yang baru (misalnya hasil penilaian kembali asset dan kewajiban, agio/premium yang diciptakan, dan besarnya defisit yang diserap). Laba ditahan sebelum reorganisasi tidak dapat diteruskan lagi dan laba ditahan dalam neraca setelah reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya, harus ditunjukkan bahwa kalau terjadi laba ditahan maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah tanggal reorganisasi. Pengungkapan ini harus dilakukan sampai informasi tersebut tidak cukup signifikan untuk diungkapkan. Accounting Research Buletin (ARB) No. 46 Paragraf 2 menyebutkan bahwa pemberian tanggal tersebut harus berlangsung paling tidak 10 tahun kecuali keadaan menjustifikasi untuk mengungkapkan hal tersebut kurang dari waktu tersebut (Suwardjono, 2010:551). Dewan Standar Akuntansi menegaskan bahwa kuasi-reorganisasi bukan sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi keuangan yang lebih baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani defisit yang material padahal perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik. Kalau prospek memang tidak baik, defisit merupakan kegagalan perusahaan dan kepailitan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu Dewan Standar Akuntansi menetapkan syarat-syarat perusahaan yang dapat melakukan kuasireorganisasi yaitu (PSAK No. 51, Pasal 11): (a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material. 19



(b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan. (c) Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan. (d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. (e) Saldo ekuitas sesudah kuasi-reorganisasi harus positif (Suwardjono, 2010:551).



2.8.4.1 Pengaruh Defisit terhadap Kreditor Setiap defisit akan mengurangi batas perlindungan (margin of protection) yang sebelumnya dinikmati oleh kreditor perseroan dan tingkat pengurangan ini akan menjadi makin berpengaruh kalau defisit semakin besar. Kalau laba ditahan jumlahnya cukup untuk menyerap rugi tertentu maka tidak akan timbul defisit ditinjau dari segi neraca meskipun posisi kreditor menjadi kurang terjamin dibandingkan dengan posisi sebelum terjadinya rugi. Kalau rugi melebihi laba ditahan jaminan kreditor mula-mula yang berupa ekuitas pemegang saham menjadi berkurang. Kalau sebagian ekuitas pemegang saham telah disisihkan sebagai agio saham cukup untuk menyerap sisa rugi, maka jaminan penyangga bagi kreditor akan terpengaruh juga. Kalau modal saham yuridis harus dikurangi untuk membentuk agio yang cukup untuk menyerap defisit maka jelaslah ada pengerutan elemen jaminan penyangga total mula-mula (original margin) yang menjadi dasar utama kepercayaan kreditor dalam menanamkan dananya (Suwardjono, 2010:551552). Proses pengurangan modal saham yuridis untuk menyerap defisit akan mendekatkan posisi perusahaan pada garis batas yang menandai timbulnya hak kreditor yaitu hak yang berkaitan dengan kesulitan keuangan (insolvency) debitor. Arti pentingnya proses kuasireorganisasi akan sangat berpengaruh terhadap kreditor bilamana ada petunjuk bahwa defisit secara berangsur-angsur menjadikan jaminan penyangga bagi kreditor habis. Itulah sebabnya Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa hanya perusahaan yang prospeknya baik dapat melakukan kuasi-reorganisasi (Suwardjono, 2010:552). Yang jelas kuasi-reorganisasi tidak akan dilakukan kalau laba ditahan masih dapat menyerap defisit. Bila kuasi-reorganisasi dilakukan padahal masih terdapat laba ditahan, kuasireorganisasi semacam ini dapat menimbulkan distribusi asset sebagai dividen padahal sebenarnya asset tersebut merupakan jaminan bagi kreditor untuk pinjaman yang ditanamkan. Dengan kata



20



lain, perusahaan mengumumkan deviden dengan membebankannya terhadap modal pemegang saham yang menjadi batas perlindungan kreditor (Suwardjono, 2010:552). Kuasi-reorganisasi yang memenuhi syarat tidak dengan sendirinya merugikan kreditor. Seperti juga pemegang saham, kreditor akan lebih dirugikan oleh adanya rugi daripada oleh fleksibilitas penyesuaian modal. Akan tetapi, dengan cara pengungkapan yang bagaimanapun, membiarkan laba ditahan tetap utuh sementara rugi diserap dengan modal setoran merupakan perlakuan yang menyesatkan bagi semua pihak yang berkepentingan. 2.9 PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan yang mengalami defisit dan dalm kondisi perusahaan dilikuidasi. Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan: 1. Urutan penyerapan rugi: a. Pendapatan kotor. Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan debit/beban yng berasal dari transaksi nonpemilik. b. Laba bersih. Hal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk menutup semua kos terhabiskan baik yang bersala dari konsumsi manfaat maupun hilangnya manfaat. Bila digunakan pendekatan laba komprehensif, laba bersih akan menjadi laba komprehensif. c. Laba ditahan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih periode berjalan tidak cukup untuk menyerap suatu rugi tertentu atau rugi luar biasa. d. Premium modal saham. Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi. Dengan kata lain, modal saham harus tetap dijaga kebutuhannya sampai premium modal saham benar-benar telah habis e. Modal saham. Bila kebutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara subtansial, kebijakan untuk melakukan kuasi-reorganisasi atau bahkan likuidasi perusahaan mungkin diperlukan. 2. Urutan menerima distribusi asset 21



Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat dikemukakan sebagai berikut : 



Karyawan dan pemerintah. Pihak ini dapat dipandang sebagai kreditor yang diprioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan hak atas pajak terhutang.







Kreditor berjaminan. Pihak ini adalah pemegang obligasi atau kreditor lain yang haknya dijamin dengan hak sita atas aset tertentu.







Kreditor takberjaminan. Pihak ini terdiri atas para kreditor yng tidak dijamin yang terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka pendek maupun jangka panjang.







Pemegang saham prioritas. Pihak ini dilindungi oleh laba ditahan sebagai penyangga modal saham atau yuridis.







Pemegang saham biasa. Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa kekayaan yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus menanggung lebih dahulu rugi atau defisit. Hubungan antara urutan penyerapan rugi dan urutan perlindungan yang terrefleksi dalam



penyajian di neraca dilukiskan dalam gambar di bawah ini. Gambar 2.2 Penyajian Secara Umum Kewajiban dan Ekuitas dalam Neraca Dan Hubungannya Dengan Urutan Perlindungan



Kewajiban



Modal saham istimewa Agio saham istimewa Urutan Penyerapan Rugi



Urutan Perlindungan Modal saham biasa Agio saham biasa



Laba ditahan 2.10 PERINCIAN LABA DITAHAN 22



Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar sumber. Terdapat pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan memerincinya atas dasar tujuan (by purposes) dengan cara yang disebut apropriasi (appropriation) dan pembatasan (restriction). 2.10.1 Perincian Atas Dasar Sumber Dengan dasar ini, laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang berasal dari operasi normal atau rutin dan yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam. Namun, sebenarnya tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah rupiah bersih laba periodic atas dasar klasifikasi sumber bilamana statment laba-rugi telah memuat semua faktor yang menentukan laba bersih (pendekatan laba komprehensif) dan laba komprehensif ini telah ditransfer ke laba ditahan menjadi bagian dari ekuitas pemegang saham. Jadi, bila perubahan akibat transaksi operasi dipisahkan secara tegas dengan transaksi modal, statment laba-rugi telah merefleksi sumber laba ditahan sehingga perincian laba ditahan akan percuma. 2.10.2. Perincian Atas Dasar Tujuan Penggunaan Dalam praktik, perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan jaminan sosial, laba ditahan terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan umum. Perincian semacam itu sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba ditahan dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya, dalam aset apa saja laba ditahan terikat. Klasfikasi ini mendasarkan pada tujuan penggunaan laba ditahan sebagaimana ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait. Paton dan Littleton beragumen bahwa tidak diperlukannya perincian Laba ditahan karena laba ditahan pada dasarnya tidak lebih daripada sebagai bagian hak pemegang saham atas dana yang tertanam dalam seluruh aset sebagai kesatuan sehingga tidak diperlukan perincian laba ditahan. Jumlah rupiah laba ditahan tidak dapat diidentifikasi atas dasar ke jenis aset apa jumlah rupiah tersebut terikat. Seperti juga modal setoran, laba ditahan terikat dalam aset sebagai satu kesatuan. Ini berarti bahwa setiap bentuk klasifikasi laba ditahan atas dasar untuk apa jumlah rupiah laba ditahan digunakan dalam perusahaan adalah bersifat hipotesis belaka dan sama sekali tidak bermakna. 23



Bentuk lain penyisihan adalah untuk tujuan penyerapan kemungkinan rugi atau ketidakpastian lainnya (contingencies). Penyisihan ini juga tidak bermakna karena pada dasarnya total jumlah rupiah laba ditahan dapat dipandang sebagai penyangga atau cadangan umum (general purpose buffer). Kalau memang terdapat suatu tuntutan ganti rugi atau klaim yang suatu saat memang harus dipenuhi maka jumlah rupiahnya (bila perlu ditaksir) harus ditunjukkan sebagai kewajiban. Kalau ketidakpastian tersebut tidak lebih dari sekedar kemungkinan dan khususnya apabila jumlah rupiah kerugiannya tidak dapat ditentukan maka suatu catatan kaki akan cenderung lebih informative daripada penyisihan laba ditahan. 2.11 LABA KOMPREHENSIF Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik, semua perubahan akibat transaksi operasi harus dilaporkan melalui statment laba-rugi (Suwardjono, 2010:557). Pos-pos operasi dalam arti luas sebagai lawan pos-pos transaksi nonpemilik meliputi pospos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya khusus atau luar biasa tetapi berasal dari transaksi nonpemilik. Masalah teoritis dalam hal ini adalah pos-pos mana saja yang disajikan melalui statment laba-rugi dan pos-pos mana saja yang dilaporkan melalui statment laba ditahan. 2.11.1 Laba Kinerja Sekarang Pendekatan ini hanya memasukkan ke dalam statment laba-rugi pos-pos operasi yang dianggap bertalian dengan tahun berjalan dan penggunaan asset (sumber ekonomik) untuk mencapai tujuan utama. Pendekatan ini meenekankan makna periode sekarang atau berjalan (current) dan operasi (operating) dalam arti sempit (Suwardjono, 2010:558). Pendukung pendekatan ini mengajukan beberapa argumen sebagai berikut: 1. Laba harus mengukur efisiensi penggunaan sumber ekonomik untuk periode berjalan sehingga laba harus bebas dari hal-hal yang mengaburkan efisiensi. Efisiensi, yang diukur atas dasar



24



kembalian atas aset (return on assets), merupakan angka penting untuk memprediksi kemampuan laba masa datang. 2. Laba merupakan pengukur kinerja manajemen. Oleh karenanya, laba haruslah angka yang benar-benar merupakan hasil penggunaan sumber ekonomik yang ada dalam batas-batas pengendalian manajemen. Faktor-faktor yang terjadi di luar kendali manajemen harus dikeluarkan dari perhitungan laba. Ini berarti, laba yang harus disajikan dalam statment labarugi adalah laba yang berasal dari operasi normal. 3. Laba harus dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antar perioda dan antar perusahaan secara bermakna. Hal ini hanya dapat dilakukan kalau angka laba hanya berisi pospos yang bersifat operasi dan rutin. 4. Karena fiksasi fungsional (functional fixation) pembaca statment laba-rugi yang hanya melihat angka akhir, pemasukan pos-pos luar biasa dalam statment laba-rugi dapat menyesatkan pemakai. 2.11.2 Laba Semua-Termasuk Pendekatan ini menekankan pemisahan secara tegas transaksi operasi dalam arti luas dan transaksi modal. Dengan kata lain, yang diperhitungkan sebagai laba dan disajikan melalui statment laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik. Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar kontinuitas usaha yang memandang statment laba-rugi merupakan penggalan aliran operasi (pendapatan dan biaya) dalam jangka panjang. Untuk dapat memprediksi kemampuan melaba jangka panjang, statment laba-rugi tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus disajikan sebagai serangkaian statment laba-rugi sepanjang umur perusahaan. Dengan demikian, laporan laba-rugi periodik (tahunan) harus memuat pos-pos yang tidak normal (regular) atau luar biasa. Tidak ada pos selain yang berasal dari transaksi pemilik langsung masuk atau menerobos ke statment laba ditahan. Sebagai contoh, pengaruh kumulatif perubahan akuntansi misalnya tidak selayaknya dilaporkan sebagai penyesuai laba ditahan. Paton dan Littleton (1970) berkebaratan terhadap perlakuan seperti itu. Memang sebagian atau seluruh pengaruh tersebut sebenarnya telah terhimpun beberapa periode sebelumnya dan baru diketahui akibatnya dalam periode berjalan sehingga keliatan logis bahwa jumlah tersebut disesuaikan terhadap laba ditahan. Akan tetapi, perlakuan semacam itu sama saja dengan menyembunyikan riwayat tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba jangka panjang. 25



2.11.3 Alasan Mendasar Paton dan Littleton (1970) mengajukan argumen mendasar dalam mendukung pendekatan laba semua-termasuk yaitu konsep pemanfaatan aset (asset utilization). Konsep ini memandang bahwa manajemen mengelola aset sebagai satu kesatuan. Dari segi pemanfaatan, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset keuangan dan aset tetap sehingga keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba. Lawan dari konsep pemanfaatan aset adalah konsep aset kapital (capital asset). Konsep ini membedakan aset kapital (yang terdiri atas aset tetap fisis) dan aset lainnya sehingga pengaruh transaksi aset kapital (terutama yang luar biasa) terhadap laba harus berbeda dengan transaksi aset lainnya. Berikut ini dibahas argumen Patton dan Littleton mengenai pemanfaatan aset : a. Konsep Pemanfaatan Asset Statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari pemanfaatan aset yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan laba menjadi normal dan tidak normal dalam dua statment akan cenderung mengalihkan pusat perhatian pemakai secara tidak semestinya ke laba normal dan dengan demikian secara tidak sadar mengurangi perhatian pembaca akan keefektifan manajemen secara keseluruhan. Misalnya saja, kalau laba normal yang dilaporkan melalui statment laba-rugi sudah memuaskan, kemungkinan pembaca akan melalaikan sama sekali arti pentingnya suatu penghapusan fasilitas fisis yang sudah ketinggalan zaman sebelum waktunya dihentikan yang langsung dibebankan ke laba ditahan. Manajemen mengelola aset yang dipercayakan kepadanya. Memang ada berbagai cara untuk memanfaatkan aset. Penggunaan aset yang utama adalah untuk menghasilkan barang atau jasa untuk mendatangkan laba. Dalam hal ini, aset atau sumber ekonomik akan berkurang dengan terjadinya kos produksi, biaya, dan rugi, serta akan bertambah dengan terjadinya pendapatan, 26



laba, dan untung luar biasa. Penggunaan aset yang kedua adalah untuk dijadikan jaminan kontrak utang atau pendanaan dan untuk alat pelunasan kontrak tersebut. Dalam hal ini, aset akan berkurang dengan dibayarnya utang dan dikembalikannya modal dan akan bertambah dengan adanya pinjaman atau modal baru. Karena perbedaan mendasar ini, perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan yang berbeda ini harus dipisahkan dengan tegas dan jelas tetapi harus tetap dalam kategori perubahan akibat transaksi operasi (nonpemilik). Dengan kata lain, perubahan tersebut harus dilaporkan melalui statment laba-rugi. b. Konsep Aset Kapital Konsep ini membedakan fungsi aset lancar dan aset tetap. Dengan demikian, perubahan aset tetap karena penjualan atau penghentian berbeda dengan perubahan karena pemanfaatan aset untuk menciptakan laba (melalui depresiasi) sehingga laba atau rugi pemberhentian aset harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuai laba ditahan. Laba atau rugi ini dipandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal pemegang saham tertanam dalam aset tetap. Ini berarti jenis aset fisis tertentu sebagai potensi jasa dianggap berbeda dengan aset lainnya sehingga rugi atau laba yang melekat pada jenis aset tertentu dapat dilaporkan terpisah dari perubahan aset yang berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan. Namun Paton dan Littleton (1970) menyangkal konsep di atas. Secara konseptual, laba atau rugi yang berkaitan dengan pemanfaatan aset tetap tidak berbeda dengan laba atau rugi yang berkaitan dengan pengelolaan aset lancar. Lagipula, tidak ada alasan kuat untuk mengaitkan aset tetap fisis dengan kontribusi modal oleh investor karena jenis aset tertentu secara umum tidak dapat ditelusuri dengan pasti asal sumber dananya. Dengan kata lain, jumlah rupiah dana melekat dan campur jadi satu (commingled) dalam aset secara keseluruhan. Dengan dasar pikiran ini, tidaklah dapat dibenarkan untuk menggolongkan laba atau rugi tertentu sebagai ”rugi kapital” 27



(capital loss) yang sebenarnya tidak lebih daripada laba atau rugi biasa lantaran pemanfaatan aset. Uraian di atas melandasi pendekatan laba semua-termasuk yaitu bahwa semua faktor penentu dalam pengukuran laba periodik dalam arti luas termasuk faktor luar biasa dan tidak rutin harus dilaporkan dalam statment laba-rugi sebelum hasil bersihnya dipindahkan ke kelompok modal pemegang saham di neraca. 2.12 PENYAJIAN LABA KOMPREHENSIF Laba komprehensif merupakan salah satu elemen statment keuangan. Laba komprehensif didefinisi sebagai perubahan ekuitas selama perioda yang berasal dari sumber-sumber nonpemilik. Dengan dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau laba komprehensif, masalahnya adalah bagaimana menyajikan komponen-komponen pembentuk laba komprehensif dan bagaimana penyajian dalam statment laba-rugi. Berikut ini memuat komponen-komponen pembentuk statment laba-rugi: Gambar 2.3 Komponen-Komponen Pembentuk Statemen Laba-Rugi 1. Seksi operasi utama (major operating activities section) : a. Penjualan atau pendapatan (sales or revenues) b. Kos barang terjual (cost of goods sold) c. Biaya penjualan (selling expenses) d. Biaya administrative atau umum (administrative or general expenses) 2. Seksi operasi tambahan (secondary or auxiliary activities section) : a. Pendapatan lainnya dan untung (other revenues and gains) b. Biaya lainnya dan rugi (other expenses and losses) 3. Pajak penghasilan (income taxes) 4. Operasi hentian / taklanjutkanan (discontinued operations) 28



5. Pos-pos luar biasa / ekstraordiner (extraordinary items) 6. Pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi (cumulative effects of changes in accounting principles) 7. Pengaruh kumulatif perubahan estimate / taksiran (cumulative effects of changes in accounting estimates) 8. Perubahan ekuitas nonpemilik lainnya (other nonowner changes in equity) termasuk pos-pos penerobos. Dengan pendekatan semua termasuk, FASB memperluas cakupan laba yang meliputi apa yang sebelumnya disebut dengan pos-pos penerobos (bypassing items). Pos-pos penerobos adalah pos-pos yang dilaporkan langsung dalam statement laba ditahan tanpa melalui statement laba rugi. Contoh pos-pos ini antara lain adalah laba menahan/penahanan atau laba fluktuasi harga belum terealisasi (unrealized holding gains) dan penyesuaian penjabaran mata uang asing (foreign currency transaction adjustments). Selain kedua pos ini, FASB juga mengantisipasi adanya pos-pos lain yang merepresentasi perubahan ekuitas non pemilik yang harus dilaporkan melalui statement laba rugi. Terdapat dua pendekatan penyusunan statment laba-rugi untuk menyajikan nomor 1 sampai 8. Pendekatan satu-statemen (one-statement approuch) menyajikan kedelapan komponen tersebut dalam satu statment yang diberi judul statment laba-rugi dan laba-rugi komprehensif (statement of income and comprehensive income). Pendekatan dua-statemen memisahkan pelaporan komponen 1 sampai 7 dalam statment laba-rugi (statement of income) dan menyajikan pengaruh komponen 8 terhadap laba perioda bersih dalam statment laba-rugi komprehensif (statement of comprehensive income). Kriteria unutk mengklasifikasi suatu kejadian atau transaksi yang membentuk pos-pos luar biasa yaitu : a. ketakbiasaan (unusual nature) b. ketakseringan keterjadian (infrequency of occurence) c. materialitas (materiality) (Suwardjono, 2010:565). Untuk mengkategori suatu kejadian atau transaksi ke dalam pos luar biasa, ketiga karakteristik tersebut harus dipenuhi. Ketakbiasaan berarti bahwa kejadian atau transaksi yang melandasi suatu pos mempunyai tingkat keabnormalan yang tinggi dan harus jelas-jelas merupakan jenis yang sama sekali tidak berkaitan atau hanya berkaitan secara insidental dengan kegiatan perusahaan dalam konteks lingkungan beroperasinya perusahaan. 29



Materialitas berarti bahwa kejadian atau transaksi yang melandasi suatu pos harus diklasifikasi secara terpisah sebagai pos luar biasa hanya kalau jumlah yang terlibat material dalam kaitannya dengan atau relatif terhadap angka laba sebelum pos luar biasa, kecenderungan (trend) laba periode sebelum pos luar biasa, atau ukuran materialitas yang lain (Suwardjono, 2010:566). Bila suatu pos material tetapi hanya memenuhi kriteria a atau b, tidak dapat diklasifikasi sebagai pos luar biasa. Hal ini dinyatakan dalam APBO No. 30 paragraf 23 sebagai berikut: Certain gains and losses should not be reported as extraordinary items because thet are usual in nature or may be expected to recur as a consequence of customary and continuing business activities. Contoh pos-pos yang dapat dimasukkan dalam kategori ini misalnya adalah penghapusan piutang, sediaan, serta kos riset dan pengembangan; untung atau rugi penjabaran valuta asing termasuk akibat devaluasi atau revaluasi; untung atau rugi pelepasan segmen bisnis; untung atau rugi penjualan aset fisis; efek pemogokan; dan penyesuaian akrual atas kontrak jangka panjang. Intinya, pos-pos material yang tak biasa atau taksering, tetapi tidak keduanya, masuk dalam kategori ini. Mereka dilaporkan dalam seksi/komponen terpisah di atas pos ekstraordiner. Dapat juga dilaporkan dalam seksi operasi tambahan kalau jumlahnya tidak material (Suwardjono, 2010:566). Secara umum dapat disimpulkan bahwa pos-pos takregular dilaporkan seperti pada contoh di atas. Pos-pos material yang tidak memenuhi kriteria ekstraordiner dilaporkan terpisah antara seksi operasi hentian dan seksi pos ekstraordiner. Di bawah ini melukiskan kaidah keputusan untuk menyajikan semua pos atau komponen pembentuk statemen laba-rugi komprehensif. Dalam PSAK No.1, Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statemen laba-rugi harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur kinerja keuangan yang bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi minimal harus menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut : a. pendapatan b. laba atau rugi usaha c. biaya pinjaman d. bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan terasosiasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas 30



e. pajak penghasilan f. laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan g. pos luar biasa h. hak minoritas i. laba atau rugi bersih perioda berjalan (Suwardjono, 2010:568). Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa, perdagangan, maupun pemanufakturan. Butir b sebenarnya adalah laba antara setelah pendapatan atau butir a dikurangi dengan biaya-biaya usaha. PSAK no 1 menetapkan bahwa penyajian biaya-biaya usaha dapat menggunakan klasifikasi (format) atas dasar sifat biaya atau fungsi biaya.



31