BAB 2 Thalasemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi Darah



Gambar 2.1 Anatomi Darah Pada Pasien Thalasemia Sumber: Aslinar (2017) a. Sel Darah Merah Kandungan dalam darah berupa air 91%, protein 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinigen), mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium, dan zat besi) serta bahan organik 0,1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino) (Sausan, 2020). Sel darah merah (eritrosit) bentuknya seperti cakram atau bikonkaf dan tidak mempunyai inti. Ukuran diameter kira-kira 7,7 unit (0,007 mm), tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2 juta). Warnanya kuning kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak



mengandung oksigen. Eritrosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas



tinggi.



Membran



ini



elastis



dan



flexible,



sehingga



memungkinkan eritrosit menembus kapilar (pembuluh darah terkecil). Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pernafasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume sel. Hemoglobin adalah protein pigmen yang memberi warna merah pada darah. Setiap hemoglobin terdiri dari protein yang disebut globin dan pigmen nonprotein yang disebut heme. Setiap heme berikatan dengan rantai polipeptida yang mengandung besi (Fe2+). Funsi utama hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru membentuk oksihemoglobin (Sausan, 2020). Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen dari paru–paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb + karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida tersebut akan dikeluarkan di paru-paru (Nugrahaeni, 2014). Sel darah merah (eritrosit) diproduksi di dalam sumsum tulang merah, limpa dan hati. Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis. Eritropoiesis terjadi di sumsum tulang. Pembentukannya diatur oleh suatu hormon glikoprotein yang disebut dengan eritropoietin. Sel pertama yang diketahui sebagai rangkaian pembentukan eritrosit disebut Proeritroblas. Dengan rangsangan yang sesuai maka dari sel-sel tunas (stem cell) ini dapat dibentuk banyak sekali sel. Proeritoblas kemudian akan membelah beberapa kali. Selsel baru dari generasi pertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan zat warna basa. Sel-sel ini mengandung sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap berikutnya akan terbentuk cukup hemoglobin yang disebut Polikromatofil eritroblas. Sesudah terjadi pembelahan berikutnya maka akan terbentuk lebih banyak lagi hemoglobin. Sel-sel ini disebut Ortokromatik eritroblas dimana warnanya menjadi merah. Akhirnya bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh hemoglobin hingga mencapai



konsentrasi kurang lebih 34%, nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Sel-sel ini di sebut retikulosit. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit dalam satu sampai dua hari setelah di lepaskan dari sumsum tulang dan siap diedarkan dalam sirkulasi darah, yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama kebih kurang 114-115 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang mengandung zat besi (Fe) yang berguna untuk membuat eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrisit yang berguna untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida. Eritrosit yang telah tua akan dimakan oleh sel-sel fagosit yang ada di dalam hati dan limpa. Di dalam hati hemoglobin akan di ubah menjadi pigmen empedu (Bilirubin) yang berwarna kehijauan (Nugrahaeni, 2014). Jumlah normal pada orang dewasa kira- kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terdiri dari asam amino dan memerlukan pula zat besi, sehingga diperlukan diit seimbang zat besi. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya disebabkan oleh perdarahaan yang hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat pembuatan eritrosit terganggu (Nugrahaeni, 2014). b. Sel Darah Putih Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit apabila kita lihat di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam- macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna), banyaknya dalam 1 mm3 darah kira-kira 6000-9000. Leukosit memiliki sebuah nukleus, tidak berwarna dan menunukkan gerakan amuboid. Leukosit keluar dari pembuluh kapiler apabila ditemukan antigen. Proses keluarnya leukosit disebut dengan Diapedesis. Rentang kehidupan Leukosit, setelah diproduksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya (Devi, 2015).



Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10000/mm3 disebut leukositosis/leukimia dan kurang dari 6000 disebut leukopenia. Sedangkan leukosita ini menyebabkan mudah alergi. Sel darah putih meliputi: 1) Agranulosit Sel leukosit yang tidak mempunyai granula didalamnya yang terdiri dari: a) Limfosit merupakan macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya besar, banyaknya kira- kira 20%-15% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Rentang hidupnya dapat mencapai beberapa tahun. Struktur: limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi ; ukuran kecil 5µm sampai 8 µm. Ukuran terbesar 15 µm. Asal dan fungsi: limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang merah, tetapi melanjutkan diferensiasi dan poliferasinya dalam organ lain. Sel ini berfungsi dalam reaksi imunologis. b) Monosit dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit, mencapai 3-8% jumlah total. Struktur: merupakan sel darah terbesar. Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru abu-abu mempunyai bintikbintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat dan panjang, warnanya lembayung muda. Fungsi: sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan



aliran darah, maka sel ini menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap) (Nugrahaeni, 2014). 2) Granulosit Disebut juga leukosit granular terdiri dari: a) Neutrofil (polimorfonuklear leukosit) banyaknya mencapai 50% -60%. Struktur: neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya



dan



banyak



bintik-bintik



halus



atau



glandula.



Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diametrnya mencapain9 µm -12 µm. b) Eusinofil mencapai 1-3% jumlah sel darah putih Struktur: memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 12µm-15µm. Fungsi: merupakan fagositik lemah, jumlahnya akan menigkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama sters berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam detoksifikasi hestamin yang diproduksi sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung. c) Basofil mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit Struktur: memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S dan diameternya 12µm-15µm. Fungsi: basofil menyerupai sel mast. Sel ini mengandung histamin mungkin untuk menigkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan juga antiglukagon heparin mungkin untuk membantu mencegah penggumpalan darah intravaskuler, fungsi sebenarnya belum diketahui. (Nugrahaeni, 2014) c. Trombosit (Sel Pembeku atau Keping Darah) Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3.bagian ini merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tulang. Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu



membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah. Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah (hemostasis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terus- menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit memiliki masa hidup dalam darah antara 5-9 hari. Trombosit yang tua atau mati diambil dari sistem peredaran darah, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah melewati organ tersebut (Nugrahaeni, 2014). Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan mengeluarkan zat yang dinamakan trombokinase. Trombokinasi ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin di buat didalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah (Nugrahaeni, 2014). d. Plasma Darah Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari berat badan, merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah juga sebagai media transportasi bahan organik dan anorganik dari suatu jaringan atau organ. Plasma darah adalah bagian darah yang cair. Plasma darah tersusun dari 91,5% air dan 8,5% zat-zat terlarut. Dalam plasma darah terlarut molekul-molekul dan berbagai ion, yang meliputi glukosa sebagai sumber utama energi untuk sel-sel tubuh dan asam-asam amino. Ion-ion yang banyak terdapat dalam plasma darah adalah natrium (Na+) dan klor (Cl-). Ion-ion dan molekul tersebut akan diedarkan ke seluruh tubuh atau berfungsi untuk membentuk peredaran zat-zat lainnya. Kira-kira 7% plasma darah terdiri dari molekul-molekul protein, yaitu serum albumin 4%; serum globulin 2,7%; dan fibrinogen 0,3% (Devi, 2015).



Berikut adalah jenis-jenis plasma darah: 1) Serum adalah cairan darah yang tidak mengandung fibrinogen (komponen untuk proses pembekuan darah). Serum berfungsi sebagai penghasil zat antibodi yang dapat membunuh bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita. 2) Albumin adalah protein plasma yang terbanyak ,tetapi ukurannya paling kecil. Albumin disintesis di hati dan bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah. 3) Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Ada dua globulin yaitu alfa dan beta globulin dan gamma globulin. Berfungsi untuk membentuk zat antibody 4) Fibrinogen disintesis di hati dan merupakan komponen asensial dalam mekanisme pembekuan darah. Protein plasma juga berperan sebagai antibodi. Antibodi merupakan protein yang dapat mengenali dan mengikat antigen tertentu.



Sedangkan



antigen merupakan molekul (protein) asing yang memacu pembentukan antibodi. Antibodi terebntuk jika ada antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi ini berasal dari globulin dalam sel-sel plasma. Antibodi bekerja melalui dua cara yang berbeda untuk mempertahankan tubuh terhadap penyebab penyakit, yaitu dengan menyerang langsung penyebab penyakit tersebut, atau dengan mengaktifkan sistem komplemen yang kemudian akan merusak penyebab penyakit tersebut. Antibodi dapat melemahkan penyebab penyakit dengan cara sebagai berikut: 1) Aglutinasi: terbentuknya gumpalan-gumpalan yang terdiri dari struktur besar berupa antigen pada permukaannya, misalnya bekteri atau sel darah merah. 2) Presipitasi: terbentuknya molekul yang besar antara antigen yang larut, misalnya racun tetanus dengan sehingga berubah menjadi tidak larut dan akan mengendap 3) Netralisasi: antibodi yang bersifat antigenik akan menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen penyebab penyakit 4) Lisis: beberapa antibodi yang bersifat antigenik yang sangat kuat kadamgkadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga menyebabkan sel-sel tersebut rusak.



Pada penyakit ginjal plasma albumin turun sehingga terdapat kebocoran albumin yang besar melalui glomerulus ginjal. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, di samping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya (Devi, 2015). 2. Fisiologi Darah a. Sebagai alat pengangkut yaitu: 1) Mengambil oksigen atau zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh 2) Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru 3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh 4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit. 5) Mengedarkan hormon;hormon untuk membantu proses fisiologis b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibody atau zat–zat anti racun c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh d. Menjaga keseetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan (Devi, 2015). B. DEFINISI Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal yaitu berusia 120 hari (Marnis, Indriati, & Nauli, 2018). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi, 2010). Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit genetik tersering di dunia. Penyakit genetic ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts & Mandleco, 2007). Hemoglobin



merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh (McPhee & Ganong, 2010) dalam (Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, 2015). C. ETIOLOGI Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin.



Dimana



terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur sel darah merah menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia). Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena factor turunan genetik pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang tua (Suriadi, 2006). Sementara menurut Ngastiyah (2006) Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS, HbF, HbD dan sebagainya, selain itu gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalassemia. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.



D. KLAFIKASI Klasifikasi dari penyakit thalassemia menurut Suriadi (2006) yaitu: 1. Thalassemia Alfa Thalassemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan sintesis dalam rantai alfa. 2. Thalassemia beta Thalassemia beta merupakan jenis thalassemia yang mengalami penurunan pada rantai beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan thalasemia menjadi:



a) Thalasemia minor Thalasemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen Thalasemia pada anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya. b) Thalasemia intermedia Thalasemia intermedia



merupakan



kondisi



antara thalasemia mayor



dan minor. Penderita thalasemia ini mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan penderita Thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai dewasa. c) Thalasemia mayor Thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan terjadi apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa Thalasemia (Carrier). Anak-anak dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita Thalasemia mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun apabila penderita tidak dirawat penderita Thalasemia ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun (Potts



&



Mandleco,



2007).



(Bakta,



2003;



Permono,



dkk, 2006;



Hockenberry & Wilson, 2009). Thalasemia mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia (Nelson, 2000) dalam (Putri, 2015). E. EPIDEMIOLOGI Berdasarkan data WHO (2019) terdapat sekitar 7% populasi dunia sebagai pembawa sifat thalasemia dengan kematian sekitar 50.000-100.000 anak dimana 80% nya terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan negara yang berada dalam sabuk thalasemia dengan prevalensi kejadian thalasemia mencapai sekitar 3,8% dari seluruh populasi. Berdasarkan data dari Yayasan Thalasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus thalasemia yang terus menerus sejak tahun 2012 (4896) hingga tahun 2018 (8761) (Kemenkes, 2019).



Menurut Riskesdas 2018, 8 provinsi dengan prevalensi lebih tinggi dari prevalensi nasional, antara lain Provinsi Aceh (13,4), DKI Jakara (12,3), Sumatera Selatan (5,4), Gorontalo (3,1), Kepulauan Riau (3,0), Nusa Tenggara Barat (2,6), Maluku (1,9), dan Papua Barat (2,2). Berdasarkan data YTI dan POPTI tahun 2014, dari hasil skrining pada masyarakat umum dari tahun 2008-2017, didapatkan pembawa sifat sebanyak 699 orang (5,8%) dari 12.038 orang yang diperiksa, sedangkan hasil skrining pada keluarga thalasemia (ring 1) tahun 2009-2017 didapatkan



sebanyak



1.184



orang



(28,61%)



dari



4.137 orang. Sedangkan



berdasarkan data RSCM, sampai dengan bulan Oktober 2016 terdapat 9.131 pasien thalassemia yang terdaftar di seluruh Indonesia (Riskesdas, 2018). Menurut data Kemenkes RI tahun 2016 angka kejadian kasus thalassemia pada anak di Kalimantan ditemukan bahwa Provinsi Kalimantan Barat memiliki angka kejadian kasus tertinggi sebanyak 116 kasus, Provinsi Kalimantan Timur ditemukan 76 kasus, Provinsi Kalimantan Selatan ditemukan 48 kasus sedangkan Provinsi Kalimantan Selatan ditemukan jumlah kasus thalassemia sebanyak 13 kasus dan banyak terjadi pada anak usia < 15 tahun (4.710 kasus). F. MANIFESTASI KLINIS Pada beberapa kasus Thalassemia dapat ditemukan gejala-gejala seperti badan lemah, mudah lelah, pucat, kulit kekuningan (jaundice), urin gelap, cepat lelah, denyut jantung meningkat, tulang wajah abnormal dan pertumbuhan terhambat  serta  permukaan  perut  yang  membuncit dengan pembesaran hati dan limpa (Kemenkes, 2019). Pasien  Thalassemia  mayor  umumnya  menunjukkan  gejala-gejala fisik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit  akibat  hepatosplenomegali  dengan  wajah  yang  khas, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, dan maloklusi gigi. Perubahan ini terjadi akibat sumsum tulang yang terlalu  aktif  bekerja  untuk  menghasilkan  sel  darah  merah,  pada Thalassemia bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah, selain itu anak akan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Akibat dari anemia kronis dan transfusi berulang,  maka  pasien  akan mengalami  kelebihan  zat besi  yang kemudian akan tertimbun di setiap organ, terutama otot jantung, hati, kelenjar pankreas, dan kelenjar pembentuk hormon lainnya, yang dikemudian hari akan menimbulkan komplikasi. Perubahan tulang yang paling sering terlihat terjadi pada tulang tengkorak  dan  tulang  wajah.  Kepala 



pasien  Thalassemia  mayor menjadi besar dengan penonjolan pada tulang frontal dan pelebaran diploe (spons tulang) tulang tengkorak hingga beberapa kali lebih besar dari orang normal (Kemenkes, 2019). G. PATOFISIOLOGI 1. Narasi Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil- badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Sausan, 2020). Penyebab



anemia pada



talasemia bersifat primer dan



sekunder.



Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah



karena



defisiensi



asam



folat,



bertambahnya



volume plasma



intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolysis (Sausan, 2020).



2. Pathway Klinik Pernikahan penderita thalasemia carrier



keturunan thalasemia



Gangguan sintesis rantai globulin α dan β



Ketidakseimbangan pembentukan rantai globin α dan β



Thalasemia β



Rantai α kurang terbentuk daripada rantai β Thalasemia α



Gangguan pembentukan rantai globin α dan β



Pembentukan rantai globin α dan β



Penimbunan dan pengendapan rantai globin α dan β di dinding eritrosit



Tidak terbentuk HbA



Kerusakan dinding eritrosit



Hemolisis



Eritropoesis darah yang tidak efektif



Pembentukan Hb



Eritrosit hipokrom dan mikrositer Anemia



Anemia



Pengikatan O2 menurun Aliran darah ke organ vital dan jaringan O2dan nutrisi tidak ditranspor adekuat



Pucat, akral dingin, CRT > 3 detik



Kekentalan darah



Tahanan aliran darah dan pembuluh darah



Hipoksia jaringan



Rangsangan simpatik



Perfusi ke jaringan GIT



Kerja saluran cerna