6 0 291 KB
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas. Ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung setiap kali jantung berkontraksi. Ini berarti bahwa sekitar 1,2 L darah melewati ginjal tiap menitnya dan volume darah seluruh tubuh disaring melalui ginjal 340 kali per hari. Dengan volume darah yang besar ini, ginjal memiliki peran besar dalam filtrasi dan peran kecil dan metabolisme. Oleh karena itu, ginjal mempunyai kebutuhan tekanan yang besar dan kebutuhan oksigen yang relatif kecil. Pengaturan dan pemeliharaan konsentrasi zat terlarut di cairan ekstrasel (CES) tubuh adalah fungsi primer ginjal. Ginjal membuang produksi sisa metabolik dan konsentrasi zat yang berlebihan dan memelihara jumlah zat yang tetap normal dan rendah. Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh. Trauma ini biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-12. Jika terdapat hematuria kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum. Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien, mendiagnosis trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat mungkin. Penanganan yang efisien dengan tehnik resusitasi dan pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan untuk menjelaskan manajemen klinik yang tepat. Para radiologis memainkan peranan yang
1
sangat penting dalam mencapai hal tersebut, memainkan bagian yang besar dalam diagnosis dan stadium trauma. Lebih jauh, campur tangan dari radiologis menolong penanganan trauma arterial dengan menggunakan angiografi dengan transkateter embolisasi. Sebagai bagian yang penting dar
trauma,
radiologi
harus
menyediakan
konsultasi
emergensi,
keterampilan para ahli dalam penggunaan alat-alat radiologis digunakan dalam evaluasi trauma, dan biasanya disertai trauma tumpul pada daerah abdominal. 1.2.Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini agar supaya mahasiswa/i mampu memahami tentang konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan pada trauma ginjal. 1.2.2. Tujuan Khusus 1. Memahami Konsep Dasar Medis dari Trauma Ginjal : - Agar memahami definisi dari Trauma Ginjal - Agar memahami Etiologi dari Trauma Ginjal - Agar memahami Patofisiologi dari Trauma Ginjal - Agar memahami Manifestasi Klinis dari Trauma Ginjal - Agar memahami Komplikasi dari Trauma Ginjal - Agar memahami Pemeriksaan Diagnostik dari Trauma Ginjal - Agar memahami Penatalaksanaan dari Trauma Ginjal 2. Memahami Konsep Dasar Keperwatan dari Trauma Ginjal : - Pengkajian Keperawatan - Diagnosa Keperawatan - NOC dan NIC
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1.
Konsep Dasar Medis 2.1.1. Pengertian
2
Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10 % dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang dan yang tidak langsung merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba – tiba di dalam rongga retroperitoneum (Purnomo, 2011) 2.1.2. Anatomi dan Fisiologi
Gambar : Struktur Ginjal GINJAL Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan komeostasis cairan tubuh secara baik. Ginjal terletak dalam rongga abdomen,
retroperitonial
3
primer
kiri
dan
kanan
kolumna
vertebralis, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium. Batas atas ginjal setinggi iga ke -11, ginjal kanan setinggi iga ke-12, batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis ke-3. Tiap – tiap ginjal mempunyai panjang 11,25 cm , lebar 5-7 cm,tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan, berat ginjal padalaki – laki dewasa 150-170 gram, wanita dewasa 115-155 gram. Bentuk gijal sperti kacang, sisi kanan menghadap ke vertebra torakalis, sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat sebuh kelenjar suprarenal (Syaifuddin, 2012). URETER Ureter terdiri dari dua buah saluran, masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemihn (vesika urinaria), panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm mempunyai 3 jepitan di sepanjang jalan. Piala ginjal berhubungan dengan ureter, menjadi kaku ketika melewati tepi pelvis ureter menembus kandung kemih. Lapisan ureter terdiri dari : 1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) 2. Lapisan tengah (otot polos) 3. Lapisan sebelah dalam (mukosa) Ureter pria terdapat di dalam visura seminalis bagian atas dan disilang oleh duktus deferens dan dikelilingi oleh fleksus vesikalis. Akhirnya ureter berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria, dinding atas dan dinding bawah ureter. Ureter wanita terdapatb di belakang fossa ovarika, berjalan ke bagia medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian atas vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanan ureter di dampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm.
4
Ureter mempunyai jarak 2 cm dari sisi serviks uteri (Syaifuddin, 2012). VESIKA URINARIA Vesika urinaria terletak tepat di belakang os pubis. Bagian ini tempat menyimpan urine, berdinding otot kuat, bentuknya bervariasi sesuai dengan jumlah urine yang dikandung. Membran mukosa vesika urinaria dalam keadaan kosong berlipat – lipat. Lipatan ini menghilang apabila vesika urinaria terisi penuh. Daerah membran mukosa permukaan dalam adalah basis vesika urinaria yang dinamakan juga trigonum. Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos, tersusun dan saling berkaitan disebut M. Detrusor visika. Perdarahan darah vesika urinaria berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna (Syaifuddin, 2012). URETRA Uretra merupakan alur sempit yang berpangkal pada kandung kemih dan fungsinya menyalurkan urine keluar. Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium utetra eksterna pada penis, panjangnya 17,5 – 20 cm yang terdiri dari : Uretra Prostatika, uretra pars membranasea, uretra pars kavernosus, orifisium uretra eksterna. Uretra wanita terletak di belakang simfisis, berjalan sedikit miring ke arah atas. Salurannya dangkal, panjangnya kira – kira 4 cm mulai dari orifisium uretra interna sampai ke orifisium uretra eksterna. 2.1.3. Klasifikasi
5
1. Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa beberapa laserasi dikorteks ginjal 2. Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor diserta rupture kapsul ginjal 3. Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal diserta cedera suplay vaskuler ginjal. Kasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi pleh Federle : Grade I 1. Kontusi ginjal 2. Minor
lasera
si korteks dan medula tanpa gangguan pada sistem pelviocalices 3. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang – kadang) - 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal Grade II Lesi meliputi : 1. Laserasi
parenkim
yangberhubungan
dengan
tubulus
kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine 2. Sering terjadi hematom perinefron - Luka yang terjadi bisanya dalam dan meluas sampai ke -
medulla 10-15 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade III Lesi meliputi : 1. Ginjal yang hancur 2. Trauma pada vaskularisasi pedikal ginjal - 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
6
Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu : 1. Avulasi pada ureteropelvic junction 2. Laserasi pada pelvis renal 2.1.4. Etiologi Etiologi dari trauma ginjal yaitu : 1. Trauma Tumpul (80-85 %), langsung ke abdomen, flank atau punggung. 2. Kecelakaan kendaraan bermotor, penerbangan jatuh dan contact – sports. 3. Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi → trauma deselerasi dan trauma pada vasculer besar. 4. Luka tebak dan tusukan benda tajam → trauma penetran pada ginjal. Sehingga setiap trauma tajam didaerah tersebut, dicurigai adanya trauma ginjal sampai terbukti tidak. 5. Pada luka tusuk ginjal, juga terjadi trauma pada organ visceral abdomen sekita 80 %. 2.1.5. Patofisiologi Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
7
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal (Guerriero, 1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat dengan
kondisi
stabil
sementara
terdapat
perdarahan
retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah
8
mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan (McAninch, 2000). 2.1.6. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala trauma ginjal (Smeltzer, 2002) antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nyeri Kolik renal Hematuria Mual dan muntah Syok akibat trauma multisistem Nyeri pada bagian punggung Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin
besar 8. Massa di rongga panggul 9. Ekimosis 10. Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul 2.1.7. Komplikasi Komplikasi mencakup perdarahan ulang abses, sepsis, ektravasasi urin, dan pembentukan vistula. Komplikasi lain mencakup pembentukan batu, infeksi, kista, aneurisma vaskuler, danhilangnya fungsi renal ((Smeltzer, 2002). 2.1.8. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang menunjang adalah kadar Hb, Hematokrit, Leukosit, dan Analisa Urin ( Smeltzer, 2002)
2.
Pemeriksaan Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit
Nilai normal 14-17,5 g/dl 4,5-5,9 106/ul 4,0-11.3 103/ul 40-52%
CT Scan Untuk membantu menegakkan
diagnosis pada trauma ginjal. Tindakan lainnya yang efektif merupakan terapi infasif adalah lavase peritoneal diagnostic,
9
untuk mengetahui adanya cairan intra abdomen dan jenisnya ( Smeltzer, 2002). 3. IVP ( intravenous pyelography ) Untuk mendapatkan perkiraan fungsional dan anatomi kedua ginjal dan ureter, menentukan ada tidaknya fungsi kedua ginjal ( Smeltzer, 2002). 4. Angiography Pemeriksaan ini yaitu untuk memberikan gambaran trauma dengan abdormalitas IV atau dengan trauma vaskuler ( Smeltzer, 2002). 2.1.9. Penatalaksanaan 1. Konservatif Tindakan
konservatif
ditujukan
pada
trauma
minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti (Purnomo, 2011). 2. Eksplorasi a. Indikasi Absolut Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi. b. Indikasi Relatif 1. Jaringan Nonviable Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk dilakukan eksplorasi. 2. Ekstravasasi Urin Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah. 10
3.
Incomplete Staging Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan
pemeriksaan
imaging
dahulu
atau
eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi
tidak
stabil
yang
memerlukan
tindakan
laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di meja operasi. 4. Trombosis Arteri Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal 5.
soliter
dibutuhkan
revaskularisasi. Trauma Tembus Pada trauma tembus
eksplorasi
indikasi
segera
absolut
dan
dilakukan
eksplorasi adalah perdarahan arteri persisten. Hampir semua
trauma
tembus
renal
dilakukan
tindakan
bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior
linea
aksilaris
posterior
relatif
tidak
melibatkan cedera organ lain (Brandes, 2003) 3.
Operasi Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan pendarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renofafi atau menyambungkan vasuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan total bahkan karena kerusakan ginjal yang snagat berat (Purnomo, 2011).
11
2.2. Konsep Dasar Keperawatan 2.2.1. Pengkajian 1. Data Primer A (Airway) : Tidak ada obstruksi jalan nafas. B (Breathing) : Ada dispneu, penggunaaan otot bantu nafas C (Circulation)
dan nafas cuping hidung. : Hipotensi, pendarahan,
adanya
tanda
(Bruit), takikardia, diaforesis. D (Dissabilit) : Nyeri, penurunan kesadaran. 2. Data Sekunder a. Aktivitas / istirahat - Kelemahan atau keletihan - Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur - Keterbatasan partisipasi dalam hobi atau latihan b. Sirkulasi - Palpitasi dan nyeri - Perubahan pada tekanan darah c. Integritas ego - Faktor stress, dan cara mengatasi stress, Pencarian -
pengobatan, keyakinan religius/ spiritual Masalah perubahan dalam penampilan (mis : alopasia,
-
pembedahan ). Perasaan tidak berdaya , putus asa, tidak mampu,
tidak bermakna, depresi. d. Eliminasi - Perubahan eliminasi urinarius : misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuria, sering
berkemih. - Perubahan pada bising usus, distensi abdomen e. Makanan dan cairan - Anoreksia, mual dan muntah
12
- Intoleransi makanan - Penurunan berat badan,berkurangnya masa otot. - Perubahan pada kelembapan/trugor kulit. f. Neurosensoris - Pusing, nyeri akut g. Seksualitas - Masalah seksual : dampak pada hubungan , perubahan pada tingkat kepuasan h. Interaksi sosial - Ketidakkuatan / kelemahan system pendukung. - Dukungan atau support dari keluarga. - Masalah tentang fungsi/ tanggung jawab peran. 2.2.2.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul (NANDA, 20122014) yaitu : 1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif (00027) 2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (00132) 3. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen (00146)
2.2.3.
No 1.
Intervensi keperawatan
Diagnosa
NOC (Dochterman &
Keperawatan Bulechek, 2008) Defisit volume NOC : cairan berhubungan
Fluid balance (0601) dengan kehilangan Hydration (0602) Nutritional Status : volume cairan secara Food and Fluid aktif (00027) Intake (1008) Kriteria Hasil : Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
13
NIC (Moorhead, dkk, 2008) Fluid management (4120) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
2
Nyeri
akut
berhubungan dengan agen
injury
(00132)
fisik
Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan Berikan diuretik sesuai interuksi Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nesogatrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack ( jus buah, buah segar ) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi
NOC :
Pain Management (1400)
-
1. Lakukan pengkajian nyeri
Pain Level (2102) Pain Control (1605) Conform Status (2008)
Kriteria Hasil : 1. Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, menggunakan 14
mampu tehnik
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi nonverbal
reaksi dari
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri,
mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda nyeri) 4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri vital
rentang normal
komunikasi
dalam
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri pasien 4. Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri 5. Evaluasi
respon
pengalaman
nyeri masa lampau 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol
berkurang Tanda
ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik
nyeri
lampau 7. Bantu
masa
pasien
dan
keluarga untuk mencari dan
menemukan
dukungan 8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi
nyeri
seperti
ruangan,
suhu
pencahayaan
dan kebisingan 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri 10. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi, farmakologi
non dan
inter
personal) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
15
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15. Tingkatkan istirahat 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17. Monitor
penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri 3
Ansietas
NOC:
berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian
atau
kecacatan, perubahan dalam social
peran
NIC :
Anxiety control (1402)
(5820)
Impulse control
mengidentifikasi
yang
dan mengungkapkan
selama prosedur
Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
cemas
Temani
pasien
memberikan
Vital sign dalam
16
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
menunjukkan tehnik
batas normal
Nyatakan dengan jelas pasien
Mengidentifikasi,
untuk mengontol
pendekatan
harapan terhadap pelaku
gejala cemas mengungkapkan dan
Gunakan
yang menenangkan
(1405)
ketidakmampuan (00146)
(penurunan kecemasan)
Coping (1302)
lingkungan Kriteria Hasil : atau Klien mampu permanen
Anxiety Reduction
untuk
keamanan
dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual
Postur tubuh,
mengenai
tindakan prognosis
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan
diagnosis,
tingkat aktivitas
Dorong keluarga untuk menemani anak
menunjukkan
Lakukan back / neck rub
berkurangnya
Dengarkan dengan penuh
kecemasan
perhatian
Identifikasi
tingkat
kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi
yang
menimbulkan kecemasan
Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan,
persepsi
Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
Barikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan BAB 3 PENUTUP 3.1.
Kesimpulan Trauma ginjal adalah kecederaan yang paling sering pada sistem urinari. Walaupun ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan viscera, ginjal mempunyai mobiliti yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenchymal dan kecederaan vaskular
17
dengan mudah. Trauma sering kali disebabkan karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak. Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Tanda dan gejala trauma ginjal antara lain : Nyeri, Hematuria, Mual dan muntah, Distensi abdomen, Syok akibat trauma multisistem, Nyeri pada bagian punggung, Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar, Massa di rongga panggul, Ekimosis, Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul. 3.2.
Saran Trauma pada system perkemihan sangat fatal akibatnya bagi kesehatan
tubuh. Hal ini tidak bisa ditindak lanjuti sembarangan.
Diperlukan penanganan khusus dan serius agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah lagi. Bahkan sampai penanganannya memerlukan pembedahan. Untuk itu agar tidak terjadi trauma system perkemihan dapat tertangani dengan baik maka sebaiknya kita mempercayakan kepada tim medis yang sudah berpengalaman dan mengerti mengenai penanganan masalah trauma system perkemihan tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman & Bulechek. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. USA : Mosby Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions and Classification. Oxford : Wiley-Blackwell
19
Moorhead, dkk. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition. USA : Mosby Purnomo, B. (2011). Dasar – Dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta : Sagung Seto Smeltzer & Bare. (2002). Buju Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC
20