Bab 8 Teori Akuntansi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 8 PENDAPATAN DAN BIAYA Urutan yang logis setelah pembahasan aset dan kewajiban adalah ekuitas karena ketiganya merupakan elemen neraca.Pendapatan dan biaya dibahas terlebih dahulu sebelum ekuitas karena merupakan penyebab penting perubahan ekuitas yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan dan pembentuk statemen laba rugi yang menentukan laba perusahaan.Konsep dasar upaya dan hasil menyatakan bahwa hasil dan capaian harus diperoleh dengan upaya atau bukan sebaliknya capaian dulu baru capaian menanggung biaya.jadi, tidak ada capaian tanpa upaya.Konsep dan hasil mempunyai implikasi bahwa pendapatan dihasilkan oleh biaya.Artinya, hanya dengan biaya pendapatan dapat tercipta dan bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya. Walaupun demikian, secara teknis akuntansi, pendapatan biasanya diukur lebih dahulu dan baru kemudian biaya yang diperkirakan menghasilkan pendapatan tersebut diukur sehingga laba dapat ditentukan dengan tepat.Seperti aset dan kewajiban, pembahasan pendapatan meliputi pengertian, pengukuran, pengakuan dan penilaian.Masalah teoritis pendapatan dapat dilukiskan dalam gambar berikut. 2.1



DEFINISI PENDAPATAN Berbagai sumber mamaknai pendapatan kurang kebih sama walaupun dengan



variasi yang berbeda. Dalam SFAC No. 6 FASB mendefinisikan pendapatan dan untung sebagai berikut : Revenues are inflows or other enhancements of asset of an entity or setlements of its liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods, rendering service, or other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations (prg 78). Pendapatan adalah arus masuk atau perangkat tambahan lain aset dari suatu entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari pengiriman atau produksi barang, jasa tender, atau kegiatan lainnya yang merupakan operasi yang sedang berlangsung oleh entitas besar atau pusat (prg. 78) Gains are increasea in equity (net assets) from peripheral or incedental transaction of an entity and from all other transaction and other events and circumstances affecting the entity except those that result from revenues or invesment by owners (prg 82).



Keuntungan adalah kenaikan ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi perifer atau insidental dari suatu entitas dan dari semua transaksi lain dan peristiwa lain dan keadaan yang mempengaruhi entitas kecuali yang dihasilkan dari pendapatan atau investasi oleh pemilik (prg 82). Paton dan Littleton (1970) mengkarakterisasi pendapatan sebagai berikut : Revenues is the product of enterprise, masured by amount of new assets received from customer; ... Steted in terms of asset the revenue of the enterprise in presented, finally, by the flow of fund from the customer or patrons in exchange for the product of the business, either commodities or service (hlm. 47-47). Pendapatan adalah produk dari perusahaan, diukur dengan jumlah aset baru yang diterima dari pelanggan, ... dinyatakan dalam hal aset pendapatan dari perusahaan diwakili, akhirnya, oleh aliran dana dari pelanggan atau pelanggan dalam pertukaran untuk produk bisnis, baik komoditas atau jasa (hlm, 47-47) Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002), IAI mengadopsi definisi pendapatan dari IASC yang menempatkan pendapatan (revenue) sebagai unsur penghasilan (income) sebagai berikut : Income is increase in economic benefits during the accounting period in the form inflows or enhancement of assets or decreases of liabilities that result in increase in equity, other than those relating to equity participants (hlm. 17). Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau perangkat tambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, selain yang berkaitan dengan peserta ekuitas (hlm. 17) Definisi



penghasilan



ecompasses



baik



pendapatan



dan



keuntungan.



Pendapatan timbul dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan disebut dengan berbagai nama yang berbeda termasuk penjualan, biaya, bunga, dividen, royalti, dan sewa (hlm.18) Keuntungan merupakan item lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin, atau tidak mungkin, timbul dalam perjalanan dari aktivitas normal perusahaan.Keuntungan merupakan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian tidak berbeda di alam dari pendapatan. Oleh karena itu, mereka tidak dianggap sebagai merupakan elemen yang terpisah dalam kerangka kerja ini (hlm. 18) Definisi-definisi di atas memisahkan antara pengertian dan pengakuan sehingga tidak ada yang menjukkan kriteria pengakuan. Sementara itu, APB (1970)



mendefinisikan pendapatan dengan memasukkan kriteria pengakuan sebagai berikut (APB Statement No 4 prg 134) : Pendapatan - kenaikan bruto dalam aset atau penurunan bruto dalam kewajiban yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dihasilkan dari jenis-jenis laba-kegiatan diarahkan kegiatan perusahaan yang dapat mengubah ekuitas pemilik. 2.2



KARAKTERISTIK PENDAPATAN Dari beberapa definisi di atas dapat didaftar karakteristik karakteristik atau



kata kata kunci yang membentuk pengertian pendapatan dan untung. Yang membentuk pengertian pendapatan dan untung adalah : 1.



Aliran masuk atau kenaikan aset



2.



Kegiatan yang mempresentasi operasi utama atau sentral yang menerus.



3.



Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban.



4.



Suatu entitas



5.



Produk perusahaan



6.



Pertukaran produk



7.



Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk.



8.



Mengakibatkan kenaikan ekuitas.



Beberapa karakteristik di atas dikatakan merupakan turunan/konsekuensi dsari atau dikandung secara implisit oleh kata kunci yang lain. Karakteristik (3) sampai (8) sebenarnya merupakan penjabaran atau konsekuensi dari ketiga karakteristik sebelumnya.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa karakteristik (1) dan (2) merupakan karakteristik konsekuensi, pendukung, atau penjelas. 1.



Kenaikan Aset



Paton dan Litleton (1970:47) menyebutkan bahwa aset dapat bertambah karena berbagai transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai berikut: a. b.



Transsaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor. Laba yang berasal dari kegiatan investasi, misalnya penjualan aset tetap,



surat berharga, segmen bisnis, dan anak perusahaan. c.



Hadiah, donasi atau temuan



d.



Revaluasi aset yang telah ada.



e.



Penyediaan dan/atau penyerahan produk (barang dan jasa)



Untuk disebut sebagai pendapatan, aliran aset masuk adalah jumlah rupiah kotor.FASB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah jumlah rupiah yang datang dari p-enyerahan produk atau pelaksanaan jasa. (IASC) menunjuk jumlah kotor dengan menyebutkan bahwa jumlah rupiah pendapatan dapat berupa penjualan, imbalan jasa, bunga, dividen, royalitas, dan sewa. Pendefinisian pendapatan sebagai kenaikan aset merupakan pendefinisian dengan konsep aliran masuk. Konsep ini mempunyai kelemahan karena pendapatan dianggap baru ada setelah transaksi penjualan terjadi.dengan kata lain pendapatan timbul karena peristiwa atau transaksi pada saat tertentu dan bukan karena proses selama suatu periode. Kelemahan lain adalah definisi ini mengacaukan pengukuran dan penentuan saat pengakuan dengan proses penciptaan pendapatan.



IAI harus



membatasi bahwa kenaikan aset tersebut adalah yang menaikkan ekuitas kecuali yang berasal dari transaksi dengan pemilik.konsep ka\enaikan aset mengalami masalah dalam hal aliran masuk yang berupa pembayaran di muka yang berasal dari pelanggan.Walaupun pembayaran semacam ini merupakan bagian dari operasi utama perusahaan, pada kenyataannya aliran masuk tersebut tidak atau belum dianggap pendapatan.Demikian juga, walaupun penjualan kredit menimbulkan piutang usaha, piutang sering dianggap buakan suatu aliranmasuk aset. 2.



Operasi Utama Berlanjut



Tidak semua kenaikan aset di atas membentuk pendapatan.Kegiatan utama atau sentral yang menerus atau berlanjut merupakan karakteristik yang membatasi kenaikan yang dapat disebut pendapatan.Kenaikan aset harus berasal dari kegiatan operasi dan bukan kegiatan investasi dan pendanaan.Kegiatan operasi ini diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirimkan berbagai barang kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa. Pengertian operasi utama menunjukkan kegiatan sebagaimana pengertian operasi dalam klasifikasi kegiatan yang membentuk statemen aliran kas yaitu, operasi, investasi, dan pendanaan.Akan tetapi, pendapatan atau untung yang tidak berasal dari operasi utama dengan sendirinya lalu dapat disebut sebagai pos nonoperasi. a.



Operasi dan Non-operasi



Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau insidential sering dianggap sebagai pos pendapatan “non-operasi” dan dipisahkan penyajiannya. Pembedaan



memang perlu tetapi mengklasifikasinya sebagai



non-operasi dapat menyesatkan



dalam pengukuran kinerja atau daya melaba perusahaan. Paton dan Litleton (1970) berpendapat bahwa pemisahan laba atau rugi sebagai pos operasi dan non-operasi hanya dapat dibenarkan kalau laba atau rugi sebagai pos operasi tesebut benar benar luar biasa dan berkaitan dengan tujuan perusahaan utama hanya secara sangat kebetulan saja.Jadi, istilah “non-operasi” kurang deskriptif untuk mengklasifikasikan beberapa pendapatan atau untung yang sebenarnya masuk dalam pengertian operasi dalam arti luas.Bila tidak bersifat luar biasa, pos-pos tersebut lebih tepat dilaporkan sebagai pendapatan lain-lain dan untung (other revenue and gains). 3.



Penurunan Kewajiban



Hal ini terjadi bila suatu entitas telah mengalami kenaikan aset sebelumnya misalnya menerima pembayarn di muka dari pelanggan penerimaan ini bukan merupakan pendapatan karena perusahaan belum melakukan prestasi yang menimbulkan hak penuh atas aset yang diterima.Oleh karena itu, jumlah rupiah yang diterima biasanya diperlukan sebagai pendapatan tekterhak atau pendapatan tangguhan yang statusnya adalah kewajiban sampaiada prestasi dari perusahaan berupa pengirimkan barang atau pelaksanaan jasa. Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban yang menimbulkan pendapatan. Kejadian itu mengubah kewajiban menjadi pendapatan. 4.



Suatu Entitas



Dimasukkan kata entitas atau perusahaan dalam definisi mengisyaratkan bahwa konsep kesatuan usaha dianut dalam pendefinisian.Pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas bersih.Jadi, aset yang masuk itulah yang disebut pendapatan.Aset tersebut dikuasai oleh perusahaan. Akan tetapi, karena hubungan perusahaan dengan pemilik merupakan hubungan utang-piutang, pada saat aset naik sebagai pendapatan utang perusahaan kepada pemilik juga naik dengan jumlah yang sama. Hal ini mengisyaratkan bahwa konsep kesatuan usaha dianut dalam pendefinisian. Karena pendapatan didefinisikan sebagai kenaikan aset bukan kenaikan ekuitas. 5.



Produk Perusahaan



Paton



dan Littleton



menyatakan



bahwa pendapatan



adalah



produk



perusahaan.Di sini pendapatan didefinisikan secara fisis bukan moneter.Definisi ini juga netral terhadap saat pengakuan.Aliran aset dari pelanggan berfungsi hanya sebagai pengukur tetapi bukan pendapatan itu sendiri; produk fisis yang dihasilkan oleh kegiatan usaha itulah pendapatan.Pengertian semacam ini sesuai dengan konsep upaya dan capaian (efford and accomplishment) yaitu pendapatan merupakan capaian upaya produktif perusahaan.Produk merupakan capaian dari tiap kegiatan produktif.Dengan pengertian ini, pendapatan terbentuk atau terhimpun bersamaan dengan atau selama kegiatan produktif tanpa harus menunggu kejadian atau saat penyerahan produk kepada pelanggan. Ada dua aliran yang berkaitan dengan pendapatan yaitu aliran fisis dan moneter.Pendapatan merupakan aliran masuk aset (unit moneter dan hal tersebut berkaitan dengan aliran fisis berupa penyerahan produk (output) perusahaan.Dalam hal ini, Kam (1990, hlm. 237) mempertanyakan apakah pendapatan itu objek atau kejadian. Untuk menjawab hali tersebut, Kam merinci lebih lanjut kedua aliran tersebut yaitu: a.



Aliran fisis berupa :







Kejadian memproduksi dan menjual produk







Objek, yaitu produk fisis itu sendiri.



b.



Aliran moneter berupa :







Kejadian menaiknya nilai aset perusahaan karena produksi atau penjualan



produk ke konsumer. • 6.



Objek, yaitu jumlah rupiah aset atau produk yang dihasilkan atau dijual. Pertukaran



Ini dikarenakan pendapatan akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam sistem pembukuan.Satuan moneter yang paling objektif adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil transaksi atau pertukaran antara pihak independen. 7.



Berbagai bentuk dan Nama



Pendapatan adalah konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos dengan berbagai bentuk dan nama apapun. Pendapatan untuk perusahaan perdagangan misalnya disebut dengan penjualan.



FASB membedakan antara untung dan pendapatan karena adanya karakteristik sumber yang dapat dibedakan dengan operasi utama. Karakteristik sumber dari untung itu sendiri adalah : a.



Periferal dan insidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat



berharga, penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh tempo. b.



Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfer) dengan pihak lain :



misalnya hadiah dan donasi (bagi organisasi nonprofit) dan penerimaan ganti rugi pemenangan tuntutan perkara hukum. c.



Penahanan aset (holding asset) : misalnya kenaikan harga sekuritas



investasi, kenaikan nilai tukar valuta asing, dan kenaikan karena penahanan sediaan (holding gains) d.



Faktor lingkungan : misalnya ganti rugi asuransii musibah alam yang



melebihi kos aset yang rusak. FASB sendiri mengakui bahwa pembedaan tersebut sebenarnya lebih dimaksudkan untuk kepentingan penyajian pendapatan atas dasar sumbernya daripada untuk membedakan secara tegas karakteristik antara pendapatan dan untung. (Sumber Suwardjono, 2005 : 351-362).



2.3



PEMBENTUKAN dan REALISASI PENDAPATAN Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem



akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi dalam statemen keuangan.Pengertian atau definisi pendapatan harus dipisahkan dengan pengakuan pendapatan bahkan pengertian pendapatan sebenarnya juga harus dipisahkan dengan pengukuran pendapatan.Dengan demikian, suatu jumlah yang memenuhi definisi pendapatan tidak dengan sendirinya jumlah tersebut diakui (dicatat secara resmi) sebagai pendapatan. Pendapatan sebagai produk perusahaan tidak mengisyaratkan berapa jumlahnya dan berapa harus dicatat tetapi lebih mengisyaratkan berapa jumlahnya dan kapan harus dicatat tetapi lebih mengisyaratkan bahwa pendapatan memang ada atau terwujud, definisi tersebut lebih difokuskan pada eksistensi pendapatan. Pengakuan



pendapatan



tidak



boleh



menyimpang



dari



landasan



konseptual.Oleh karena itu, secara konseptual pendapatan hanya dapat diakui kalau memenuhi



kualitas



keterukuran



(measurability),



dan



keterandalan



(reliability).Kualitas tersebut harus diopersionalkan dalam bentuk kriteria pengakuan pendapatan.Sebagai produk perusahaan, kriteria keterukuran berkaitan dengan masalah berapa jumlah rupiah produk tersebut dan kriteria keterandalan berkaitan dengan masalah apakah jumlah tersebut objektif serta dapat diuji kebenarannya.Kedua kriteria harus dipenuhi untuk pengakuan pendaptan. Pendapatan yang diukur dengan jumlah penghargaan sepakatan produk yang terjual baru akan menjadi pendapatan yang sepenuhnya setelah produk selesai diproduksi dan penjualan benar-benar. Untuk menjabarkan kriteria kualitas informasi menjadi kriteria pengakuan pendapatan, perlu dipahami dua konsep penting yaitu pembentukan pendapatan dan realisasi pendapatan. a.



Pembentukan Pendapatan (Earning Process)



Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul dan menjadi ada. Dengan kata lain, apakah pendapatan itu timbul dari keadaan produktif atau karena kejadian tertentu. Konsep ini menyatakan bahwa pendapatan terbentuk , terhimpun atau terhal bersamaan dan dengan melekat pada seluruh atau totalitas proses berlangsungnya operasi perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu. Konsep dasar ini sering disebut pendekatan proses pembentukan pendapatan atau pendekatan kegiatan. Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar upaya dan hasil capaian serta kontiuitas usaha.Biaya merepresentasikan upaya dan pendapatan merepresentasikan capaian.Karena tujuan perusahaan adalah menciptakan laba, manajemen atau pengusaha mengharapkan diharapkan bahwa pendapatan selalu lebih besar dari biaya. Pendekatan ini juga dilandasi oleh konsep homogenesitas kos yaitu bahwa semua tahap kegiatan atau unsur di dalamnya (direpresentasikan) mempunyai kedudukan atau arti penting yang sama dalam menghasilkan pendapatan (Paton dan Littleton 1970 : 67 dalam Suwardjono, 2005 : 364). Implikasi dari konsep ini adalah semua tahap kegiatan memberi sumbangan dalam penciptaan pendapatan yang secara proporsional sama dengan besarnta kos. Jadi, begitu kos suatu objek biaya terjadi, pendapatan dapat dianggap terbentuk sehingga laba juga terbentuk.



b.



Realisasi Pendapatan



Kosep realisasi pendapatan:



Menurut konsep ini, pendapatan baru dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen untuk membayar produk baik produk telah selesai dan diserahkan atau belum dibuat sama sekali. Dengan kata lain, pendapatan terbentuk pada saat produk selesai dikerjakan dan terjual langsusng atau pada saat terjual atas dasar kontrak penjualan (barang mungkin belum jadi atau belum diserahkan). Berdasarkan konsep, pendapatan sebenarnya terjadi akibat transaksi tertentu yaitu transaksi penjualan atau kontrak sehingga sebelum transaksi atau kontrak tersebut terjadi pendapatan belum terjadi atau terbentuk. Konsep realisasi lebih berkaitan dengan masalah pengukuran pemdapatan secara objektif dan lebih bersifat kriteria pengakuan daripada bersifat makna pendapatan. Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan kejadian yang dapat menandai pengakuan pendapatan yaitu : 1.



Kejadian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses



penjualan yang sah atau semacamnya. 2.



Penguatan atau validassi transaksi penjualana tersebut dengan



diperolehnya aset lancar. Dari kedua kejadian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses realisasi merupakan koonfirmasi proses penghimpunan dana. 2.4



PENGAKUAN PENDAPATAN Kriteria Pengakuan Pendapatan Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesei diproduksi dan



penjualan benar-benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang. Dengan kata lain, pendapatan belum dapat dikatakan ada dan diakui sebelum ada penjualan yang nyata. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi harus didasarkan pada konsep dasar keterukuran dan reliabilitas; jumlah rupiah harus cukup pasti dan ditentukan secara objektif oleh pihak independen. Sebaliknya, terjadinya kontrak penjualan belum cukup untuk mengakui pendapatan sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai dikerjakan walaupun jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi karena belum ada upaya yang membentuk pendapatan.Atas dasar konsep kesatuan usaha, tidak ada pendapatan tanpa upaya.Tanpa upaya yang cukup pendapatan belum dapat diakui. FASB mengajukan



dua kriteria pengakuan pendapatan (dan untung) yang keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC No. 5, prg. 83): a.



Terealisasi atau cukup pasti terealisasi



Pendapatan dikatakan terealisasi bilamana produk telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klai atas kas.Dan dikatakan cukup pasti terealisasi bilamana aset berkaitan yang diterima atau ditahan mudah dikonversi menjadi kas atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya. b.



Terbentuk atau terhak



Pendapatan dikatakan dapat terbentuk bila mana perusahaan telah melakukan secara substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat atau nilai yang melekat pada pendapatan. Walaupun kedua kriteria harus dipenuhi, bobot pentingnya untuk suatu kegiatan tertentu dapat berbeda artinya dalam keadaan tertentu perhimpun menjadi lebih kritis daripada realisasi dan sebaliknya.Terbentuknya pendapatan, tidak selalu harus mendahului realisasi pendapatan, dapat terjadi pendapatan sebelum realisasi terbentuk.Kam (1990) mengemukakan kriteria pengakuan secara teknis. Pendapatan baru dapat diakui kalau dipenuhi syarat-syarat berikut : 1.



Keterukuran nilai asset (measurability of asset value)



2.



Adanya suatu transaksi (existence of a transaction)



3.



Proses perhimpunan secara substansial telah selesai



Syarat (1) dan (2) telah dicakupi dalam kriteria dari FASB.Agar dapat dikatakan terealisasi pendapatan memang harus diukur secara objektif dan hal tersebut pada umunya dapat dicapai setelah adanya transaksi penjualan atau kontrak.Syarat (1) berkaitan dengan masalah apakah aliran masuk asset harus bersifat likuid dan bila pendapatan dalam bentuk piutang apakah ketertagihan (collectability) cukup pasti sehingga jumlah rupiah pendapatn yang dicatat benar merefleksi jumalh rupiah yang akhirnya diterima.Dengan demikian pengukkuran pendapatan sangat andal.Syarat (3) tidak berbeda dengan kriteria b dari FASB. (Sumber Suwardjono, 2005 : 362-369) 2.4.1



Saat Pengakuan Pendapatan



Masalah kapan suatu pendapatan dapat diakui berkaitan dengan saat (timing) pengakuan pendapatan itu sendiri. Ada beberapa gagasan mengenai hal ini : a.



Pada Saat Kontrak Penjualan



Dapat terjadi ketika perusahaan telah menandatangani kontrak perusahaan dan bahkan sudah menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai memproduksi barang.Pendapatan sudah terealisasi tetapi belum terbentuk karena hanya satu kriteria yang terpenuhi dan tidak dapat diakui sebagai pendapatan.Sementara itu, pembayaran dimuka harus diakui sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, biasanya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.Pada umumnya, perlakuan semacam ini berlaku untuk perusahaan yang memproduksi barang konsumsi dan jarak antara penandatangan kontrak dan penyerahan barang cukup pendek (kurang dari satu tahun). b.



Selama proses produksi secara bertahap



Dalam industri tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama.Misalnya dalam industri konstruksi bangunan.Biasanya produk semacam itu diperlakukan sebagai projek dan dilaksankan atas dasar kontrak sehingga pendapatan terealisasi untuk seluruh periode kontrak tetapi mungkin belum cukup terbentuk pada akhir tiap periode akuntansi. Dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat projek selesai dilakukan. Yang pertama disebut metode persentase penyelesaian, sedangkan yang terakhir disebut metode kontrak selesai. Permasalahan teoritis yang kemudian dapat terjadi jika seluruh pendapatan diakui dengan memakai metode kontrak selesai, akan terjadi kemungkinan terjadi ketidakseimbangan volume pendapatan dan kegiatan produksi antar tahun. Masalah juga timbul kalau perusahaan tidak memperlakukan tiap kontrak sebagai projek dan mengakui pendapatan pada saat produk diserahkan tanpa mengakumulasi kos yang berkaitan dengan produk sehingga penandingan yang tepat tidak tercapai. Suatu alternatif untuk memecahkan masalah di atas adalah penggunaan projek atau angkatan produksi sebagai wadah atau takaran penentuan dan pelaporan laba bukannya periode waktu. Sebagai alternatif lain, perusahaan dapat mengakui pendapatan secara bertahap dan tetap menggunakan periode sebagai takaran penghitung laba. Masalah yang yang timbul dari pengakuan selama proses produksi ini adalah : 1.



Akresi. Yaitu pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisis atau prose



alamiah lainnya.Per definisi, akresi memenuhi pengertian pendapatan karena aset jelas telah bertambah dan banyaknya tambahan fisis tersebut dapat ditentukan secara objektif.Tapi yang terjadi sekarang adalah pendapatan sudah terbentuk tapi belum



terealisasi.Untuk merealisasikan pertambahan tersebut nilai tersebut, proses produksi masih diperlukan dan masih diikuti dengan perubahan aset menjadi aset lancar baru.Oleh karena itu, tidak selayaknya karesi dianggap sebagai pendapatan. 2.



Apresiasi. Yaitu, selisih “nilai pasar wajar” aset perusahaan dengan kos



(atau nilai buku aset terdepresiasi). Dibandingkan akresi, apresiasi lebih kurang memenuhi definisi pendapatan karena tidak berkaitan langsung dengan operasi perusahaan tetapi lebih berkaitan dengan kondisi pasar. 3.



Penghematan Kos. Penghematan kos sering dikenal dengan potongan



pembelian. Hal ini bukanlah suatu pendapatan, kalau pembelian dilakukan dengan cara bijaksana, yang terjadi yang terjadi hanyalah bahwa kos akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pembelian biasa. Memang benar bahwa efisiensi dan keberuntungan dalam pembelian akan mempunnyai pengaruh terhadap labayang akhirnya diperoleh. Akan tetapi, diperolehnya laba tersebut masih menunggu realisasi penjualan. c.



Pada saat produk selesai



Pengakuan semacam ini setara dengan pengakuan pendapatan metode kontrak selesai.Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk industri ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian.Bahan dasar hasil produksi biasanya memiliki harga yang sudah pasti.Kondisi ini memungkinkan untuk menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat direalisasi suatu sediaan barang jadi ada pada tanggal tertentu, sehingga kedua kriteria pengakuan dianggap dapat terpenuhi. d.



Pada saat penjualan



Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi. Kriteria terealisasi telah terpenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk membayar jumlah rupiah pendapatan secara objektif. Dengan demikian, saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan. Transaksi penjualan mengakibatkan masuknya aset baru ke dalam perusahaan (kas atau piutang) untuk: •



Menutup kos (potensi jasa) yang terserap untuk melaksanakan kegiatan



produksi yang berkulminasi dengan penyerahan produk.







Menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada



pemerintah, bunga kepada kreditor, dan dividen kepada pemegang saham. Kendati saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar tersebut. Hal pertama yaitu berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat kos purna jual dan masalah kedua adalah adanya kemungkinan retur barang. Akhirnya kemungkinan akan ada piutang tak tertagih, sehingga piutang tidak dapat dijadikan bukti terealisasinya pendapatan. Masalah pengakuan saat penjualan : 1.



Kembalian dan potongan tunai



Adanya hak pengembalian tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat penjualan. FASB menyatakan bahwa suatu perusahaan menjual produknya dengan hak mengembalikan maka pendapatan dapat diakui pada saat penjualana kalau syarat-syarat berikut terpenuhi (SFAS No. 48 prg.6) : -



Harga jual cukup pasti



-



Pembeli sudah membayar kepada penjual



-



Kewajiban membayar oleh pembeli tidak berubah dalam hal terjadi



penculikan atau kerusakan fisis produk. -



Pembeli benar-benar ada secara substantif Penjual tidak mempunyai kewajiban yang material untuk melakukan



tindakan di masa datang yang secara langsung menjadikan pembeli mampu menjual produk bersangkutan -



Jumlah rupiah kembalian dapat ditaksir secara layak.



Adanya potongan tunai tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada saat penjualan.Masalah yang timbul tidak berkaitan dengan pengakuan pendapatan tetapi berapa jumlah rupiah pendapatan harus dicatat. 2.



Kos purna-jual Masalah yang paling pelik dan sulit adalah masalah yang bersangkutan



dengan penyesuaian yang diperlukan untuk mengakui pengaruh kegiatan yang mungkin akan terjadi setelah penjualan dan harus dibebankan terhadap penjualan tersebut. Prosedur yang umum dilakukan untuk mengantisipasi kos semacam itu adalah mendebit jumlah rupiah yang sama ke dalam satu akun cadangan melalui penyesuaian akhir tahun.



3.



Kerugian piutang



Keberatan lain terhadap dasar penjualan adalah pendapat yang menyatakan bahwa piutang bukanlah merupakan bukti yang efektif terhadap realisasi pendapatan. Alasannya, piutang bukan merupakan sarana yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran sehingga kurang tepat digunakan sebagai pengukur pendapatan. Masalah kerugian piutang dapat diatasi dengan perlakuan yang sama seperti kos purna jual, yaitu dengan membentuk cadangan kerugian piutang. Dengan demikian pendapatan disajikan dalam statemen sejumlah piutang yang benar-benar dapat direalisasi. 4.



Transaksi penjualan



Secara umum, penjualan adalah transaksi pertukaran barang atau jasa hasil produksi perusahaan dengan kas atau klaim atas kas.Secara teknis, transaksi penjualan adalah transaksi pertukaran aset secara aktual bukan transaksi kontrak itu sendiri.Penjualan dikatakan telah terjadi secara teknis bila produk (dan risiko yang melekat) telah ditransfer ke pembeli dan sebagai penghargaan penjual mendapat kas atau klaim atas kas. e.



Pada saat kas terkumpul



Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan pengakuan pendapatan berdasarkan asas kas.Penerapan pengakuan berdasarkan kas paling banyak dijumpai pada perusahaan jasa dan perusahaan yang melakukan penjualan secara angsuran. Pengakuan dasar kas digunakan untuk transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah diserahkan/dilaksanakn tetapi kasnya baru akan diterima secara berkala dalam waktu yang cukup panjang. Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektabilitas atau ketertagihan piutang 2.4.2



Saat Pengakuan Penjualan Jasa



Pengakuan pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti pemikiran yang melandasi pengakuan pendapatan untuk penjualan barang.Masalah teoritis yang dihadapi lebih banyak menyangkut kriteria realisasi daripada pembentukan pendapatan.Yang sering sulit ditentukan adalah mengenali kejadian atau kegiatan yang menandai bahwa penyerahan jasa telah terjadi dan selesai.



AICPA memberikan kaidah pengakuan umum untuk penjualan jasa sebagai berikut: •



Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan atau tindakan,



pendapatan harus diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan. •



Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkain pekerjaan atau



tindakan secara bertahap, pendapatan harus diakui selama periode pelaksanaan pekerjaan secara proporsional. •



Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau



tindakan secara bertahap, pendapatan dapat diakui pada saat seluruh pekerjaan telah selesai dilaksanakan bila kondisi berikut terpenuhi: i.



Proporsi jasa yang dilaksanakan pada tahap akhir pekerjaan begitu



kritisnya sehingga seluruh pekerjaan tidak dapat dikatakan selesai sebelum tahap akhir dilaksanakan. ii.



Jasa harus diberikan dalam beberapa tahap yang tidak dapat ditetukan di



muka selama waktu yang tidak pasti dan tidak ada cara yang cukup layak untuk menentukan tingkat penyelesaian pekerjaan. •



Terdapat tingkat ketidak pastian yang tinggi berkenaan dengan



ketertagihan atau kolektabilitas pendapatan jasa, pendapatan baru diakui setelah kas terkumpul. Dalam PSAK No. 23, IAI menetapkan bahwa pengakuan pendapatan atas dasar kemajuan pelaksanaan merupkan ketentuan utama sedangkan kaidah lain merupakan pengecualian dari kaidah ini 2.4.3



Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan



FASB meringkas pedomam umum dalam SFAC No. 5 paragraf 84 sebagai berikut: •



Kriteria terbentuk dan terealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk



diserahkan kepada konsumen. •



Kalau kontrak penjualan atau penerimaan kas mendahului produksi atau



pengiriman barang, pendapatan dapat diakui pada saat terhak dan pengiriman. •



Kalau produk dikontrak sebelum diproduksi, pendapatan dapat diakui



secara bertahap dengan metode persentase penyelesaian pada saat sudah terbentuk asalkan dapat diukur secara andal.







Kalau jasa diberikan atau hak untuk menggunakan aset berlangsung secara



terus-menerus selama suatu periode dengan kontrak harga yang pasti, pendapatan dapat diakui bersamaan dengan berjalannya waktu. •



Kalau produk atau aset lain dapat segera terealisasi karena dapat dijual



dengan harga yang cukup pasti tanpa biaya tambahan berarti, pendapatan dan untung rugi dapat diakui pada saat selesainya produksi atau pada saat harga aset tersebut berubah. •



Kalau produk, jasa atau aset lain ditukarkan dengan aset non moneter yang



tidak segera dapat dikonversi menjadi kas, pendapatan atau untung rugi dapat diakui pada saat telah terhak atau transaksi telah selesai asalkan nilai wajar aset non moneter yang dapat ditentukan dengan layak. •



Kalau ketertagihan aset yang diterima untuk produk, jasa, atau aset lain



meragukan, pendapatan dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul. Prosedur Pengakuan Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau kegiatan internal apa yang dapat digunkan sebagai pemicu pencatatan ke dalam sistem akuntansi. Kegiatan Internal Sebagai Pemicu dan Bukti Pengakuan Pendapatan: Kaidah Pengakuan



Kegiatan Internal yang Terlibat



Kegiatan Pemicu dan



Bukti Pengakuan 1.



Pada saat kontrak penjualan.



Penandatanganan kontrak, penerimaan



uang muka.Pendapatan belum diakui.Surat kontrak dan penerimaan bukti setor bank sebagai dasar pencatatan uang muka. 2.



Selama proses produksi secara bertahap.



Penggunaan BB, BTKL, dan



BOP.Pembayaran biaya Adm. Penagihan.Penyesuaian akhir tahun.



Penyiapan dan



pengiriman surat penagihan. Penyesuaian akhir tahun atas dasar catatan akumulasi kos. 3.



Pada saat proses produksi selesai.



Pemindahan barang jadi dari pabrik



ke gudang.Penyesuaian akhir tahun. - Belum ada kontrak : (1) penyerahan barang ke gudang disertai nota penerimaan, atau (2) penyesuaian akhir tahun. - Sudah ada kontrak :



Penyerahan barang ke bagian gudang disertai nota penerimaan dan surat kontrak atau order pembelian. 4.



Pada saat penjualan.



Penerimaan order pembelian. Penerimaan uang



muka.Pengiriman barang.Pengiriman faktur penjualan.Penerimaan nota terima barang dari pembeli. -



Pengiriman barang disertai pengiriman faktus sesuai syarat.



-



Penerimaan



nota



terima



barang



didukung



faktur



dan



order



pembelian/penjualan. 5.



Pada saat kas terkumpul



Pengiriman surat tagihan angsuran. Penerimaan



kas atau alat pembayaran lain. Penyesuaian akhir tahun.Penerimaan kas didukung nota pembayaran atau bukti transfer.Penyesuaian akhir tahun atas dasar catatan kas yang terkumpul sampai akhir periode. Penyajian Masalah



penyajian



berkaitan



dengan



penyajian



pendapatan



adalah



memisahkan antara pendapatan dan untung dan pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos biasa dan luar biasa dan cara menuangkannya dalam statemen laba rugi. (Sumber Suwardjono, 2005 : 369-392) 1.



Pendapatan (IAS18/PSAK23)



No.



Keterangan



IAS 18



PSAK 23



Pengertian Pendaptan (revenue) itu sendiri didefinisikan sebagi pendapatan yang timbul dari aktivitas normal suatu entitas—baik perseorang atau badan usaha yang melakukan aktivitas usaha—dalam berbagai varian, mungkin disebut: 1.



Penjualan;



2.



Fee;



3.



Bunga;



4.



Dividend;



5. Royalti



-



Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun



keuntungan (gain). -



Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas normal



entitas dan dikenal dengan bermacam-macam sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen dan royalti.



Ruang lingkup (a) penjualan barang; (b) penjualan jasa; dan (c) penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen. (a) penjualan barang; (b) penjualan jasa; dan (c) penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen. Istilah penting/ definisi Nilai wajar adalah jumlah darimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas yang diselesaikan antara pihak-pihak yang berpengetahuan, berkeinginan dalam transaksi yang wajar. Pendapatan (revenue) adalah arus masuk kotor dari imbalan ekonomis selama periode yang ditimbulkan dalam rangkaian aktivitas biasa dari suatu entitas apabila arus masuk menimbulkan kenaikan dalam ekuitas selain dari kenaikan yang terkait dari iuran peserta ekuitas.



-



Nilai wajar adalah jumlah dimana suatu aset dapat



dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction). Pendapatan(income) adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pengukuran pendapatan Pendapatan diukur atas dasar jumlah nilai wajar yang diterima atau ditagihkan dengan memperhitungkan jumlah potongan perdagangan dan volume rabat yang diperbolehkan suatu entitas.



Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang



diterima atau dapat diterima. Pengidentifikasian transaksi Dalam kondisi yang umum, kriteria standar pengakuan diterapkan terhadap setiap transaksi. Akan tetapi, dalam transaksi yang lebih kompleks, kriteria perlu diterapkan kepada kompomem suatu transaksi.Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. Pendapatan atas penjualan barang



Pendapatan (revenue) dari penjualan barang harus diakui hanya bilamana seluruh kondisi ini terpenuhi : a.



Risiko dan imbalan yang signifikan dari kepemilikan atas barang tersebut



yang telah ditransfer oleh entitas kepada pembeli. b.



Entitas tidak memiliki kendali yang efektif atas banrang sudah dijual atau



tidak memiliki keterlibatan menajerial yang berkelanjutan hingga suatu tingkatan yang biasanya berhubungan denga kepemilikan. c.



Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal



d.



kemungkinan besar imbalan secara ekonomi yang terkait dengan transaksi



yang akan mengalir kepada entitas tersebut; dan e.



biaya yang terjadi atau akan terjadi dalam kaitan dengan transaksi dapat



diukur dengan andal Pendapatan dari penyerahan jasa Pendapatan (revenue) dari penyerahan jasa harus diakui melalui rujukan kepada tahap penyelesaian dari transaksi pada akhir periode pelaporan bilamana: a.



Jumlah pendapatan (revenue) dapat diukur dengan andal.



b.



Kemungkinan bahwa imbalan ekonomis yang terkait dengan trasaksi akan



mengalir ke dalam entitas. c.



Tahapan penyelesaian dari transaksi pada akhir periode pelaporan dapat



diukur dengan andal. d.



Biaya yang terjadi atas transaksi dan biaya untuk menyelesaikan



transakasi dapat diukur dengan andal



(Penjualan jasa);



Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil transaksi dapat diestimasi dengan andal jika seluruh kondisi berikut ini dipenuhi: a. b.



jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal; kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi



tersebut dapat diperoleh entitas; c.



tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur



dengan andal; dan d.



biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya menyelesaikan transaksi



tersebut dapat diukur dengan andal.



8



Bunga, royalti, dan dividen



Pendapatan (revenue) yang timbul dari



penggunaan aset entitas oleh pihak ketiga dan menghasilkan bunga, royalti dan deviden baru diakui bilamana : a.



Dimungkinkan bahwa imbalan ekonomis yang terkait dengan transaksi



akan mengalir kepada entitas. b.



Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal



Pendapatan (revenue) harus diakui atas dasar sebagai berikut: a.



Bunga harus diakui dengan menggunakan metode bunga efektif (IAS 39)



b.



Royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan syarat perjanjian



yang relevan c.



Dividen harus diakui bilamana pemegang saham berhak menerima



pembayaran.



Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain



yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui atas dasar yang dijelaskan dalam paragraf 30, jika : a. Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh entitas; dan b. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal. Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut: a. Bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif seperti yang dijelaskan di PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran paragraf 8 dan PA 17-20; b. Royalti diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan; dan c. Dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan. Pengungkapan Pengungkapan berikut harus dilakukan : a.



Kebijakan akuntansi yang diadopsi untuk pengakuan pendapatan



(revenue) termasuk metode yang diadopsi untuk menentukan tahapan penyelesaian dan transaksi yang terkait dengan penyerahan jasa. b.



Jumlah dari setiap kategori dari pendapatan yang signifikan yang diakui



selama periode berjalan , termasuk pendapatan(revenue) yang berasal dari: o



penjualan barang;



o



penjualan jasa;



o



bunga; royalti dan dividen.



c. Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa termasuk di dalam setiap kategori pendapatan yang signifikan



Entitas mengungkapkan:



a. Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, termasuk metode yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan pemberian jasa; b. Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut, termasuk pendapatan yang berasal dari: o



penjualan barang;



o



penjualan jasa;



o



bunga;



o



royalti;



o



dividen;



c. Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa yang tercakup dalam setiap kategori signifikan dari pendapatan. (Sumber Ankarat, 2012 : 117-124) dan (PSAK 23 Edisi Revisi 2009).



BIAYA 2.1 PENGERTIAN Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset dan juga rugi(loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila



kos



tidak



memenuhi



difinisi



asset



(



dapat



ditangguhkan



pembebanannya terhadap pendapatan), kos tersebut dapat masuk sebagai biaya



atau



rugi.



Dalam



SFAC



No.



6,



FASB



mendefinisi



biaya(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut: Expenses are outflows or other using up of assets or incurrence of liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods, rendering services, or carrying out other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations (prg.80); Losses are decreases in equities (net assets) from peripheral or incidental transactions of an entity and from all other transactions and other event and circumstances affecting the entity except those that result from expenses or distribution to owners (prg.83). Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh FASB di atas merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan. Pendapatan arahnya masuk sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha. APB juga mendefinisi biaya sebagai kebalikan pendapatan sebagai berikut (APBN statement No. 4, prg. 134): Expenses – gross decreases in assets or gross increases in liabilities recognized and  measured in conformity with generally accepted accounting principles that result from those types of profit-directed activities of an enterprise that can change owners’ equity. APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul hanya



dalam



kaitannya



dengan



kegiatan



penciptaan



laba



yang



mengakibatkan perubahan ekuitas. IAI (IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi Keuangan (2002)sebagai berikut: Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities that result in decrases in equity, other than those relating to equity participants (hlm.17).



Beberapa sumber atau literature lain selalu mendefinisikan biaya dalam kaitannya dengan definisi kos. Sprouse dan Moonits (1962) mendefinisi pengertiancost dan expense sebagai berikut: Cost  is a foregoing, a sacrifice made to secure benefit, and is measured by an exchange price. Expense is the decrease in net assets as aresukt of the use of economic services in the creation of revenues or the imposition of taxes by govern mental unit (hlm.8-9). Grady (1965) mengemukakan  definisi cost sebagai berikut: Cost  is the amount, measured in money, or cash expended or other property transferred, capital stock issued, services performed, or a liability incurred, in consideration of goods or services received or to be received. Costs can be classi fied as unexpired and expired. Unexpired cost (assets) are those which are applicable to the production of future revenues,… Expired costs are those which are not applicable to the production of future revenues, and for that reason are treated as deductions from current revenues or charged against retained earnings… Unexpired cost may be transferred from one classification to another before becoming expired cost as above defined,..(hlm.228). Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods sold dan perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut: Cost  is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to achive a particular purpose. An expense is the consumtion of assets for the purpose of generating revenue. Cost of goods sold is the expense measured by the cost of the finished goods sold during a period of time (hlm.36). Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat dua karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu: 1) Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in assets, decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of assets, use of economic services, expired costs, applicable costs to current period).



2) Akibat



kegiatan



yang



membentuk



operasi



utama



yang



menerus (ongoing major operations, profit-directed activities, for the purpose of generating revenues, creation of revenues, earning activities). Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang bersifat sebagai konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama dan pendukung dibahas berikut ini:  Penurunan Aset Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar asset atau sumber ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua asset perusahaan sebagai satu kesatuan (bukan hanya asset tertentu misalnya sediaan bahan baku). Pemakaian bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya kalau produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena kalau produk belum terjual belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.  Operasi Utama yang Menerus Tidak semua penurunan atau konsumsi asset membentuk biaya. Agar menjadi biaya konsumsi tersebut harus berkaitan dengan kegiatan utama atau sentral kesatuan usaha. Yang dimaksud dengan kegiatan utama adalah kegiatan penciptaan pendapatan (laba) yang direpresentasi dalam kegiatan memproduksi / mengirim barang atau menyerahkan/ melaksanakan jasa. Karena dianggap bahwa perusahaan ingin mendapatkan dan mengukur laba dengan tepat, harus ada kaitan yang logis antara biaya dan pendapatan. Jadi, sebagaimana berlaku untuk pendapatan, pengertian operasi menunjuk kegiatan operasi yang merupakan elemen statemen aliran kas yaitu,



operasi (operating),investasi (investing), dan



pendanaan (financing). Biaya adalah penurunan asset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.  Kenaikan Kewajiban



Semua badan autoritatif mendefinisi biaya tidak hanya dari sudut penurunan asset tetapi juga dari kenaikan kewajiban. Alasannya adalah agar makna biaya cukup luas untuk mencakupi pula pos-pos yang timbulkan dalam penyesuaian akhir tahun.      Itulah sebabnya Kam (1990) menyarankan penggunaan frasa “ using up of goods and services” daripada “using up of assets” (pemanfaatan asset). Memang barang dan jasa yang telah diperoleh perusahaan umumnya diakui sebagai asset. Akan tetapi, tidak semua barang dan jasa dicatat sebagai asset tetapi langsung dimanfaatkan menjadi biaya. Penggunaan frasa “pemanfaatan asset” dalam definisi FASB menjadi kurang deskriptif Karena dengan frasa tersebut seakan-akan yang namanya biaya hanyalah berasal dari pemanfaatan asset dan tidak termasuk pemanfaatan potensi jasa yang tidak dicatat dahulu sebagai asset. alasan konseptual tetap berlaku yaitu kos potensi jasa diperlakukan sebagai asset walaupun seketika itu langsung dibebankan ke pendapatan.      Gagasan Kam justru relevan untuk mendukung pendefinisian biaya sebagai kenaikan kewajiban. Bila barang dan jasa telah dimanfaatkan oleh perusahaan tetapi perusahaan tidak mengakuinya sebagai asset sebelumnya



atau perusahaan belum



mengakui kewajiban



atas



penggunaan barang dan jasa yang dikuasai pihak lain, perusahaan mempunyai keharusan untuk membayar atau melakukan pengorbanan sumber ekonomik di masa datang sehingga kewajiban timbul.  Penurunan Ekuitas Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan asset akhirnya akan mengubah ekuitas (can change owners’equity) atau



menurunkan



ekuitas (result



in



decrases



in



equity). Pendefinisian ini sebenarnya menegaskan bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan usaha sehingga ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan kepada pemilik. Bila ekuitas akhirnya tidak terpengaruh, jelas turunnya asset bukan merupakan biaya. FASB tidak memasukkan karakteristik ini dalam definisinya karena makna operasi sentral mengandung pengertian sebagai proses penciptaan laba (profit-



directted



activities)  sehingga



penurunan



ekuitas



merupakan



lebih



menegaskan



konsekuensi logis dari pengertian tersebut.      Walaupun



demikian,



penurunan



ekuitas



pengertian biaya karena tidak setiap penurunan asset mengakibatkan penurunan ekuitas. Misalnya, pembagian deviden kas merupakan penurunan asset tetapi tidak dapat disebut sebagai biaya.  Aliran Fisis atau Moneter? Tampaknya FASB memisahkan antara pengertian biaya dan pengukuran biaya. Bahwa biaya timbul dari penyerahan atau produksi barang (from



delivering



or



producing



goods) atau



dari



pelaksanaan  jasa (rendering servise) memberi isyarat bahwa FASB memaknai biaya (penurunan asset) sebagai kejadian fisis (physical event). Bila asset diganti dengan barang dan jasa ( seperti disarankan Kam), aliran tersebut jelas menunjukkan aliran fisis. Untuk mencapai makna semantic biaya yang tepat, Kam (1990) menggabungkan berbagai



makna



yang



dikandung



oleh



berbagai



definisi



dan



mengusulkan pendefinisian biaya sebagai berikut:      Expenses are decreases in the value of assets or increases in the value of liabilities or stockholders’ equity that represent the cost of using up goods or services by entity to generate revenue for the current period (hlm.277).      Definisi Kam dilandasi oleh pemikiran bahwa biaya merupakan kejadian moneter yaitu perubahan nilai asset, kewajiban, atau ekuitas. Nilai ini diukur dengan melalui penyerahan asset (pembelian tunai), penimbulan kewajiban (pembelian kredit), dan peningkatan ekuitas (pembelian dengan saham perusahaan sebagai penghargaan). Definisi Kam mengisyaratkan bahwa pemanfaatan barang dan jasa merupakan upaya kesatuan usaha dalam rangka mengahsilkan pendapatan. Keunggulan definisi Kam dibanding FASB adalah pemasukan perioda sekarang sebagai wadah atau takaran untuk menghubungkan pendapatan



dengan



biaya.



Dengan



demikian,



konsep



penandingan (matching) secara jelas terkandung dalam definisi biaya oleh Kam. Definisi FASB sama sekali tidak menunjukkan secara



eksplisit asosiasi antara pendapatan dan biaya. Definisi biaya oleh FASB seakan-akan independen terhadap pendapat.  Rugi Seperti halnya untung, argument yang diajukan untuk menjawab perlu atau tidaknya biaya dibedakan dengan rugi. FASB memfokuskan pengertian biaya hanya untuk penurunan asset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sebagai lawan makna untung, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian rugi adalah: 1) Penurunan ekuitas (asset bersih). 2) Transaksi peripheral atau incidental. 3) Selain apa yang didefinisikan sebagai biaya atau selain distribusi ke pemilik. Seperti untung, dari tiga karakteristik diatas, yang paling membedakan rugi dengan biaya adalah karakteristik (2). Karakteristik (1) sebenarnya juga karakteristik biaya tetapi dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menurunkan ekuitas. Seperti untung, rugi dapat merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik biaya karena biaya harus berkaitan dengan operasi dalam arti luas dan bukan dengan kegiatan pendanaan. Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6, prg. 85): a. Periferal dan incidental: misalnya penjualan investasi dalam suratsurat berharga, penjualan asset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatug tempo. b. Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain: misalnya pencurian dan pembayaran ganti rugidari kekalahan dalam tuntutan perkara hokum. c. Penahanan



aset (holding assets);



misalnya



penurunan harga



sekuritas inevstasi, penurunan nilai – tukar valuta asing, dan penurunan harga karena penahan sediaan (holding losses).



d. Factor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih rendah dari kos asset yang rusak. Contoh lain adalah lenyapnya manfaat asset yang tidak diasuransi akibat kebakaran. Paton dan Littleton (1970, hlm. 93-96) mendefinisi rugi sebagai hal yang berbeda dengan biaya yang merupakan penyerapan atau pengorbanan kos tanpa suatu kompensasi atau kembalian (return). Yang dimaksud kembalian disini adalah bahwa kos yang diserap tersebut tidak ditutup melalui pendapatan karena dianggap bahwa keluarnya kos tersebut tidak merupakan upaya untuk menghasilkan pendapatan. Kos yang telah dikorbankan tetapi tidak ada imbalan barang atau jasa yang diterima (tidak dapat dihubungkan dengan pendapatan) tidak dapat dianggap sebagai rugi begitu saja. Mungkin dari kondisi lingkungan tertentu kos tersebut dapat dianggap rugi, tetapi tidaklah demikian kalau dipandang dari sudut kondisi perusahaan dalam lingkungan ekonomi dan sosial yang lain tempat perusahaan beroperasi. Misalnya, sumbangan untuk Palang Merah tidak memberi kontribusi secara teknis terhadap produksi tetapi kalau pengeluaran tersebut memang benar-benar diperlukan dalam sistem lingkungan yang ada maka sumbangan tersebut lebih merupakan biaya operasi daripada sebagai rugi. Pengeluaran tertentu yang diperlukan dalam rangka kegiatan mendapatkan dan pengembangan fasilitas fisis tertentu acapkali menjadi sia-sia atau tidak produktif kalau ditinjau dari segi kegiatan secara individual. Akan tetapi, dari segi kegiatan secara keseluruhan, pengeluaran tersebut mungkin harus diperlakukan sebagai biaya yang selayaknya terjadi. 2.2 PENGAKUAN BIAYA Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan pengakuan rugi. Pengakuan menyakut masalah kriteria pengakuan (recognition criteria) yaitu apa yang harus dipenuhi agar penurunan nilai asset yang memenuhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah saat pengakuan (recognition rules atau timing) yaitu peristiwa atau kejadian apa yang menandai bahwa kriteria pengakuan telah dipenuhi. Tidak seperti pendapatan atau untung, biaya dan rugi tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi.



Kriteria Pengakuan Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria berikut dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85): a. Konsumsi manfaat (consumption of benefits) Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi dalam pengiriman atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau kegiatan lain yang merepresentasi operasi utama atau sentral entitas tersebut. b. Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or lack of future benefits). Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui



sebelumnya



diperkirakan



telah



berkurang



manfaat



ekonomiknyan atau tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik.  Kaidah atau Saat Pengakuan Kejadian (event) apa yang menandai bahwa salah satu dari kriteria di atas telah dipenuhi? Dengan kata lain, kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan diakui? Sebagai pedoman bagi penyusun standar atau manajemen (kebijakan akuntansi perusahaan), perlu dirumuskan pedoman umum saat pengakuan di tingkat rerangka konseptual.  Konsumsi Manfaat Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui langsung pada saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapatan yang berkaitan. Berbagai jenis atau pos biaya menghendaki cara pengakuan yang berbeda yaitu (SFAC No. 5, prg. 86): a. Beberapa



pos



biaya,



seperti



kos



barang



terjual,



dibandingkan (matched with)dengan pendapatan yang terkait. Meretia diakui pada saat atau perioda yang sama dengan pengakuan



pendapatan



yang



dihasilkan



langsung



atau



bersama(directly or jointly) dari transaksi atau kejadian lain yang sama dengan yang menimbulkan biaya.



b. Banyak pos biaya, seperti gaji staf penjualan dan administrative, diakui selama periode pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk barang dan jasa yang dimanfaatkan/ dikonsumsi bersamaan dengan pemerolehan atau segera setelah itu. c. Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, dialokasi (diakui) dengan prosedur sistematik dan rasional untuk periodaperioda yang menikmati manfaat asset bersangkutan.  Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa manfaat ekonomik masa datang suatu asset yang diakui sebelumnya telah berkurang atau lenyap atau bahwa kewajiban timbul atau bertambah tanpa adanya manfaat.  Kaidah Pengakuan APB Kaidah pengakuan di atas sebenarnya dilandasi oleh basis asosiasi yang



oleh



APB



disebut



sebagai  prinsip



pengakuan



biaya



pervasive atau luas (pervasive expense recognition principles). Hal ini dinyatakan oleh APB sebagai berikut (APB Statement No. 4, prg.157160): a. Mengasosiasi



sebab



dan



akibat (associating



cause



and



effect). Beberapa kos diakui sebagai biaya atas dasar asosiasi langsung dengan pendapatan tertentu b. Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation). Bila tidak ada cara langsung untuk mengasosiasi sebab dan akibat, beberapa kos diasosiasi dengan periode sebagai biaya atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos secara systematic dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati manfaat. c. Pengakuan



segera (immediate



recognition). Beberapa



kos



diasosiasi dengan perida berjalan sebagai biaya karena: 1) Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat masa datang yang cukup nyata (discernible).



2) Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda sebelumnya tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik yang cukup nyata. 3) Mengalokasiberbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan pendapatan atau atas dasar perioda akuntansi dipandang tidak mempunyai manfaat yang berarti.  Hubungan Kos dan Biaya Beberapa sumber mendefinisi biaya dalam kaitannya dengan pengertian kos karena memang biaya tidak dapat dipisahkan dengan kos. Akan tetapi, kos tidak selalu dapat disebut biaya karena kos dapat juga merepresentasi asset. Dengan kos sebagai pengukur, kriteria konsumsi manfaat dan kelenyapan manfaat dapat dinyatakan dalam bentuk keterbatasan kos (cost expiration). Kriteria konsumsi lebih berkaitan dengan pengakuan biaya sehingga kriteria ini oleh paton dan Littlen (1970) disebut kehabisan kos penciptaan pendapatan (revenue producing cost expiration) sedangkan kriteria kelenyapan lebih berkaiatan dengan rugi sehingga krtiteria ini dapat disebut keterhabisan kos non penciptaan pendapatan (not revenue produsing cost expiration).  Proses dan Konsep Penandingan Laba akan mempunyai makna kalau laba merupakan selisih pendapatan dan biaya yang mempunyai hubungan tertentu yang bermakna (bukan acak). Dua tahap kritis perlakuan kos adalah pengakuan (aliran masuk sebagai asset) dan pembebanan (aliran keluar sebagai biaya). Untuk menentukan laba yang bermakna (meaningful), perlu dipahami dua



pengertian



penting



yaitu



proses



penandingan (matching



process) dan konsep atau prinsip penandingan (matching concept or principle). Proses penandingan adalah proses penentuan laba dengan mengukur atau menakar dahulu pendapatan untuk suatu perioda dan barulah kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan pendapatan



tersebut. Konsep atau prinsip penandingan adalah dasar pemikiran untuk menghubungkan pendapatan dan biaya sehingga laba yang dihasilkan lebih bermakna. Prinsip penandingan menjadi suatu kebutuhan (necessity) dalam akuntansi karena alasan berikut: 1) Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan biaya karena teknik pembukuan tidak memungkinkan hal tersebut. Dengan kata lain, proses penandingan tidak dilakukan pada saat transaksi pendapatan terjadi tetapi pada umumnya dilakukan pada akhir tahun. 2) Transaksi terjadinya pendapatan pada umumnya tidak berkaitan langsung dengan transaksi terjadinya biaya. Sebagai contoh, pemerolehan dan pembayaran barang dan jasa untuk menghasilkan produk tidak selalu bersamaan (tidak terjadi dalam perioda yang sama) dengan penjualan dan pengumpulan kas. Atas dasar konsep upaya dan capaian, konsep penandingan menyatakan bahwauntuk mendapatkan laba periodic yang bermakna maka pendapatan yang diakui untuk suatu perioda harus ditandingakan (diasosiasi) dengan biaya yang dianggap telah menciptakan pendapatan tersebut. Prinsip penandingan ini dikemukakan olehconcepts and standards



Research



Study



Committee,



American



accounting



Associstion sebagai berikut:



… costs (defined as product and service factors given up) should be related to revenues realized within a specific period on the basis of some discernible positif correlation  of such costs with the recognized revenues. Karena pendapatan suatu perioda ditentukan lebih dahulu, prinsip penandingan akhirnya juga menentukan saat pengakuan biaya. Bila dianalisis, tiap ketentuan selalu didasarkan atas pertimbangan berikut: 1) Hubungan atau asosiasi dengan pendapatan. 2) Biaya diakui/ dilaporkan dalam perioda yang sama dengan perioda diakui/ dilaporkannya dengan pendapatan.



 Kelayakan Ekonomik Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan bukan fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi manfaat asset atau jasa secara fisis tetapi nilai asset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara tepat dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar penandingan yang paling



utama



adalah



kelayakan



ekonomik (economic



reasonanbleness) bukannya dasar aliran fisis semata-mata. Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang dibebankan ke produksi adalah semua kos lembar kulit yang masuk proses walaupun secara fisis yang bagian dari kulit yang tidak menjadi sepatu tetapi menjadi potongan-potongan sisa kulit sebagai bahan buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam operasi hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang dianggap telah menghasilkan pendapatan.  Menandingkan Bukan Mengkompensasi Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang (ekspedisi), dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi penjualan dikurangkan langsung terhadap hasil penjualan dan hanya jumlah rupiah netonya dicatat dalam akun penjualan dan penjualan dilaporkan sebesar jumlah netonya. Perlakuan semacam ini secara teoritis tidak layak. Karena karakteristik yang berbeda, upaya harus dipisahkan dengan hasil. Semua kos yang mempresentasi upaya harus tetap dicatat sebagai kos (atau biaya kalau langsung dibebankan). Sebaliknya, seluruh hasil penjualan produk harus dicatat seluruhnya secara utuh sebagai pendapatan. 2.3 Basis Asosiasi Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan basis asosiasi yang menggambarkan penandingan yang secara ekonomik layak. Berbagai basis asosiasi dibahas berikut ini.  Asosiasi Sebab dan Akibat



Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan. Ini berarti ada hubungan sebab akibat antara biaya dan pendapatan. Oleh karena itu, basis penandingan yang paling masuk akal adalah sebab akibat. Walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada kenyataan karena dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa biaya menyebabkan pendapatan. Walaupun demikian, hubungan sebab akibat mempunyai validitas karena



pengamatan



terhadap



operasi



perusahaan



pada



umumnya



menunjukkan bahwa pendapatan tidak akan terjadi tanpa penyerahan barang atau jasa. Dalam hal perusahaan pemanufakturan, produk fisis dapat digunakan sebagai sarana atau takaran hubungan sebab akibat. Bila penyerahan 800 unit produk (dengan kos  Rp 10.800) mendatangkan prndapatan Rp 15.000, dapat dikatakan penyerahan produk tersebut menyebabkan pendapatan. Dalam hal ini, kos yang harus ditandingkan dengan pendapatan (yang menjadi biaya) adalah seluruh kos potensi jasa yang melekat pada produk yang telah terjual yang mendatangkan pendapatan (sales revenues). Secara umum dapat dikatakan bahwa semua kos produksi yang wajar dan perlu harus dilekatkan pada unit produk dan baru diakui sebagai biaya pada saat produk tersebut terjual. Penandingan sebab-akibat semacam ini disebut penandingan



langsung (direct



matching) dan



untuk



perusahaan



pemanufakturan penandingan langsung seperti itu disebut dengan penandingan produk (product matching).  Paton dan Littleton (1970) menyatakan dasar ini adalah yang paling ideal ini menuntut bahwa semua potensi jasa (termasuk kos administrative dan penjualan) tergabung menjadi satu dan melekat pada produk (menjadi kos produk). Bila dikaitkan dengan klasifikasi kos secara fungsional, penandingan produk yang ideal dapat dilukiskan sebagai berikut.



Kos bahan baku dan kos tenaga kerja sering disebut kos produksi langsung dan biasanya bersifat variabel. Kos overhead disebut pula dengan kos produksi tak langsung dan biasanya bersifat tetap per perioda. Penandingan langsungseperti di atas dapat merepresentasikan hubungan sebab-akibat dengan jelas. Tidak dapat diragukan bahwa penyerahan produk sebanyak 800 unit dengan kos Rp10.800 menyebabkan penjualan Rp15.000. Tanpa penyerahan produk, tidak ada pendapatan (penjualan) sebesar Rp 15.000. walaupun demikian, penandingan langsung menghadapi beberapa masalah teknis.  Identifikasi Kos Produk Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk akan dipecah menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah terjual dan Kos produk yang belum terjual dan masih menjadi aset perusahaan. Kos yang melekat pada produk terjual akan langsung dibebankan sebagai biaya. Kos sdiaan baru dibebankan sebagai biaya kalau produk telah terjual. Masalah teknik yang timbul adalah tidak semua Kos potensi jasa dapat dengan mudah dikaitkan dengan unit produk. Demikian juga, tidak semua unsur Kos produksi dapat secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk atau dengan suatu angkatan produksi. Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan dalam suatu periode hanya sebesar kas yang diterima, penandingan langsung atas dasar sebabakibat mengalami kesulitan teknis untuk menentukan Kos yang dianggap telah menghasilkan penerimaan tersebut. Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cujkup teliti untuk memecah Kos kedalam bagian yang telah menjadi sebab. Dalam hal tertenti pemecah tersebut menjadi sangat arbitrer sehingga penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk penjualan angsuran.  Produk Usang Atau Musiman Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebab-akibat adalah adanya produk musiman yang tidak laku dijual. Persoalanya adalah apakah Kos produk musiman yan tidak terjual merupakan sebab ( sebagai biaya ) atau bukan (sebagai rugi ). Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang tidak terjual dalam suatu periode secara logis dapat dijadikan komponen Kos barang terjual. Sebagai contoh, suatu toko pakaian musiman harus menyediakan berbagai ukuran dan warna yan cukup banyak untuk memenuhi selera konsumer dengan konsekuensi yang tidak



terhindarkan dan cukup pasti bahwa sebagian dari sediaan pakaian jadi tersebut tidak akan laku terjual pada akhir musim tertentu.  Barang Rusak Pesoalan yang sama dengan barang musiman dapat diterapkan untuk produk rusak. Apakah Kos produk rusak dapat dianggap sebagai sebagai upaya atau sebab untuk menimbulkan pendapat? Kelayakan ekonomik menuntut pertimbangan dengan memperhatikan kodisi yang melingkupi suatu masalah. Bila kerusakan produk merupakan hal yang normal atau bahkan merupakan prasyarat. Untuk menghasilkan barang dengan kualitas baik, Kos barang yang rusak dapat di anggap sebagai upaya menghasilkan pendapatan.  Identifikasi Kos Nonproduk Kalau penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan maka secara logis tidak seluruh Kos nonproduksi akan dibebankan sebagai biaya. Oleh karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapatdicapai penandinganyang tepat antara biaya dan pendapatan yang dihasilkan. Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit secara teknis untuk menelusuri hubungan sebab-akibat tersebut. Sulit untuk mengatakan bahwa bagian dari Kos nonproduksi yang ditunda pembebananya tersebut akan menghasilkan pendapatan dimasa mendatang. Dalam kaitanya dengan penandingan sebab-akibat, Koa nonproduksi tidak harus ditunda pembebananya untuk dikaitkan dengan pendapatan masa datang yang dapat dikaitkan dengan Kos nonproduksi tersebut.  Biaya Antisipasian Biaya Antisipasian ( anticipated expenses ) adalah biaya yang dianggap menyebabkan timbulnya pendapatan tetapi baru terjadi setelah pendapatan diakui. Sebagai contoh adalah Kos yang berkaitan dengan kegiatan purna-jual (after- sale costs) seperti jaminan penjualan, jaminan reparasi gratis, dan pengumpulan piutang.  Alokasi Sistematik dan Rasional Alokasi sistematik dan rasional merupakan penandingan dengan periode sebagai penakar pendapatan dan biaya. Proses ini sering disebut penandingan periode (period



matching). Dalam pengkuan biaya, diasumsi bahwa yang menerima manfaat dari potensi jasa adalah periode bukanya produk. Dasar penandingan ini sebenarnya merupakan alternatif dasar sebab-akibat karena tidak selalu mudah mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya. Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi aset. Paton dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya merupakan beban tangguh (deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik tidak dilakukan karena alokasi akan memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) padahal kenyataanya tidak demikian.  Kriteria Penangguhan Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi pada suatu periode akandibebankan langsung atau akan ditunda. Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan ini, pada umumnya Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada periode terjadinya kecuali untuk sediaan barang dan biaya prabayaran (prepaid expenses). Dapat disimpulkan bahwa Kos nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan untuk langsung dibebankan dari pada ditunda atau disediakan untuk mencapai tepat- tanding  Alokasi Kos Bergabung atau Bersama. Alokasi merupakan proses yang tidak dapat dihindari untuk mencapai penandingan sebab-akibat. Karena karakteristik operasi perusahaan pada umumny, penentuan kos produk secara tepat membutuhkan alokasi untuk kos bergabung (joint cost) atau kos bersama (common cost) betapapun dasar alokasi tersebut agak bersifat arbitrer. Kedua jenis kos ini sama-sama merupakan kos fasilitas, kegiatan, proses, atau departemen jasa yang dinikmati oleh beberapa angkatan produk atau objek kos lain (misalnya departemen produksi). Akan tetapi keduanya berbeda dalam hal penyerapan oleh produk. Kos bersama tidak diserap langsung oleh produk tetapi diserap melalui departemen produksi. Kos bergabung terjadi karena satu fasilitas atau proses proses terpaksa digunakan untuk mengolah beberapa produk sekaligus karena secara teknis atau alamiah beberapa produk tersebut tidak dapat dipisahkan pengolahannya sampai titik tertentu ( split pont). Kos fasilitas pengolahan pabrik gula sampai titik dipisahkannya guka dan tetes merupakan contoh kos bergabung.



Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu perioda sehingga hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total untuk perioda tersebut meskipun dasar alokasi agak arbitrer. Alokasi semacam ini hendaknya tidak diterapkan untuk alokasi secara arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya daripada tidak dilakukan alokasi karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan (preciseness) yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak dapat dipenuhi.  Alokasi Bukan Sarana Pemerataan Laba. Dalam akuntansi manajerial dikenal metoda yang disebut pengkosan normal (normal costing). Dengan metoda ini, kos overhead dibebankan ke produk atas dasar tarif taksiran untuk suatu perioda. Tujuannya adalah agar kos produksi untuk perioda interim (bukanan) menggambarkan kos yang tepat dibanding kos aktual perioda tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pos-pos overhead tidak terjadi merata sepanjang tahun. Misalnya kos pemeliharaan mesin hanya terjadi sekali setahjun di bulan Mei, depresiasi baru diperhitungkan dan diakui pada bulan Dsember, dan gaji ke-13 dibayarkan pada bulan Puasa. Dengan demikian, menentukan kos produksi untuk keperluan keputuan manajerial atas dasar kos aktual bulanan dapat menyesatkan. Misalnya, penentuan harga untuk order khusus yang datang pada bulan Juli harus memeperhitungkan kos pemeliharaan yang dibayar pada bulan Mei dan depresiasi yang baru dicatat akhir tahun. Bila didasarkan atas kos aktual, harga yang ditawarkan dapat menjadi terlalu rendah. Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah menerbitkan serangkaian statemen laba-rugi tahunan seperti apa adanya bukan serangkaian laba yang telah diratakan.  Pendekatan Nonalokasi Alokasi hanya dapat dipertahankan bila tiga karakteristik berikut dipenuhi : 1. Ketertambahan (additivity).



Keseluruhan



harus



sama



dengan



hasil



penggunggungan bagian-bagian. 2. Ketakraguan (unambiguity). Metode alokasi harus unik dan jelas untuk tiap tujuan. 3. Ketepertahankanan (defensibibiy). Untuk metoda alokaso yang dipilih, penentu kebijakan harus  dapat mempertahankan argumen yang meyakinkan.



Hanya karakteristik pertama dan kedua dipenuhi oleh alokasi dalam akuntansi. Alokasi mengalami masalah dalam karakteristik ketiga. Hampir seluruh alokasi dalam akuntansi bersifat takterjelaskan; artinya tidak dapat didukung tetapi dapat ditolak. Lebih tegasnya, para akuntan tidak dapat membuktikan bahwa alokasi memberi informasi yang bermanfaat sementara itu tidak ada bukti yang dapat membantah bahwa informasi hasil alokasi tersebut tidak bermanfaat. Bila alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara filosofis dengan



semangat



refutasi



ilmiah (scientific



refutation) dan



prinsip



ketersalahan (principle of falsifiability). Alokasi ditempatkan sebagai hipotesis nol (default hypothesis) yang harus disanggah validitasnya. Bila tidak dapat dibuktikan dengan meyakinkan bahwa alokasi tidak benar atau valid (sehingga nonalokasilah yang valid), maka alokasi terpaksa harus "diterima" atau tidak dapat ditolak.  Pembebanan Arbitrer. Suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda terjadinya (immediate recognition). Ini berarti bahwa kos ditandingkan dengan pendapatan secara arbitrer. Konsep yang melandasi pembebanan semacam ini sematamata adalah kepraktisan(expediency). Memang pada umumnya pengakuan segera kos sebagai biaya atau rugi dilakukan karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak cukup pasti. Contoh yang paling jelas adalah pengakuan segera selisih kurs utang valuta asing akibat kenaikan nilai tukar mata uang asing atau pengakuan segera kos riset dan pengembangan. Walaupun demikian, kalau terdapat alasan yang kuat atau karena kebijakan khusus akibat kejadian luar biasa, dapat saja selisih kurs tersebut dikapitalisasi meskipun manfaat ekonomik masa datang tidak ada lagi atau sulit dihubungkan dengan perioda masa datang. Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi. Kos suatu potensi jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau terbukti bahwa manfaat ekonomiknya menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future benefits).  Penandingan dan Penyajian Pos-Pos Biaya Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan dengan menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu, idealnya tiap unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan,



administrasi, dan pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar, kos objek atau kegiatan sebagai pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam penakar tidak harus jelas dan tegas berkaitan dengan pendapatan yang masuk dalam penakar (perioda) tersebut. Di bawah ini meringkas konsep penandingan dan implikasi terhadap klasifikasi biaya sebagai pengurang pendapatan. Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk semua jenis potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset tetap, khususnya fasilitas fisis yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant and equipments). Uraian berikut membahas masalah teoretis yang menyangkut pos-pos tersebut. 



Sediaan Secara umum masalah teoretis sediaan berkaitan dengan pengukuran kos



barang terjual dalam rangka penandingan dengan pendapatan dan masalah penilaian. Proses pengukuran dan penilian pada umumnya dilakukan pada akhir periode. Dengan demikian masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhirnya periode dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Penentuan besarnya kos barang terjual untuk ditandingkan dengan penjualan sehingga dapat ditentukan besarnya laba perusahaan. Penentuan ini melibatkan berbagai metoda asosiasi sebagai dasar pemecahan kos produksi menjadi kos yang melekat pada sediaan dan ang melekat pada barang terjual. 2. Penentuan nilai sediaan sebagai unsur aset lancar perusahaan. Penentuan nilai sediaan sangat penting untuk menilai likuiditas operasi perusahaan.  Metoda Asosiasi Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos yang melekat dengan jumlah rupiah penjualan. Dengan demikian metoda asosiasi dapat pula diartikan sebagai asumsi aliran kos dalam mengikuti aliran fisis barang. Metoda asosiasi atau asumsi aliran kos yang telah dikenal adalah : 1. Identifikasi khusus (specific identification) 2. Masuk pertama keluar pertama/MPKP (first-in, first-out/FIFO).



3. Rata-rata berbobot (weighted average). 4. Sediaan normal/minimal (normal stock). 5. Masuk terakhir keluar pertama/MTKP (last-in, first-out/LIFO). Dasar pemilihan metoda sangat tergantung pada tujuan atau kondisi yang dihadapi perusahaan. Tujuan utama pemilihan metoda biasanya adalah mengasosiasi biaya dan pendapatan untuk menentukan laba yang tepat. Tujuan lain adalah menentukan nilai sediaan untuk dicantumkan dalam neraca.  Identifikasi Khusus Metoda ini adalah yang paling ideal. Bila sistem akuntansi memungkinkan, metoda ini sangat dianjurkan penerapannya. Untuk jenis barang mahal dan perputarannya rendah, metoda ini sangat cocok sekali untuk tujuan pengendalian di samping tujuan penandingan yang tepat. Namun demikian, metoda ini mengandung beberapa kelemahan antara lain: a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos khusus karena pendapatan perusahaan merupakan hasil dari seluruh upaya perusahaan sebagai kesatuan. b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relatif murah, metoda ini menjadi terlalu mahal dan tidak sepadan dengan nilai tambahan informasi yang diperoleh. c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat digunakan sebagai alat manipulasi laba atau earnings management.  Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) `Metoda ini berasumsi bahwa faktor kos mengalir melalui perusahaan secara berurutan seperti antrean; tidak ada saling mendahului. Dalam banyak kasus, aliran fisis faktor jasa yang sesungguhnya memang harus mengalir seperti ini terutama kalau bahan, barang, atau produk harus segera digunakan karena meretia merupakan jenis yang mudah rusak atau usang karena waktu. Metoda ini sangat logis dalam merefleksi asosiasi sebab-akibat karena sangat sederhana dan jelas untuk memecah kos ke dalam dua komponen (sediaan dan barang terjual) atas dasar kos yang benar-benar melekat dalam kedua komponen tersebut.



Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan, metoda ini paling didukung atas dasar argumen berikut: a. Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar pemecahan kos. Metoda ini sistematik dan konsisten dengan aliran fisis yang sesungguhnya sehingga penandingan yang ideal dipenuhi. b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terrealisasi dan diakui bersamaan dengan terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan melekat dalam angka laba. c. Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang mendekati kos sekarang atau kos pengganti, Tentu saja hal ini tergantung pada fluktuasi kos setelah pembelian atau produksi terakhir. Bila fluktuasi harga yang sangat tajam, metoda ini tidak dapat memisahkan untung atau rugi fluktuasi harga sebagaimana disebut dalam butir b.  Rata-rata Berbobot Metoda ini menganggap bahwa dalam proses produksi terjadi peleburan faktor produksi yang sama selama satu perioda menjadi satu massa yang homogenus. artinya, bahan baku tertentu yang dibeli berkali-kali atau produk yang dihasilkan dari beberapa angkatan produk dalam suatu perioda dianggap sebagai satu kesatuan (massa). Barulah kemudian massa tersebut dipecah menjadi dua bagian yaitu sediaan barang dan barang terjual. Sebagai konsekuensi, tiap sediaan yang ada pada saat tertentu akan selalu mengandung proporsi tertentu tiap pembelian yang pernah terjadi. Dengan demikian, metoda rata-rata akan menjadi logis, obyektif, atau valid. Walaupun demikian, metoda ini tidak sejalan dengan aliran fisik yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya, separti bahan baku yang dikonsumsi pada saat tertentu jarang sekali terdiri atas semua bahan baku yang diperoleh dari berbagai pembelian secara proporsional. Jadi kalau pemakaian bahan baku untuk produksi mengikuti pola ini maka akan terjadi bahwa separtai barang yang berasal dari pembelian tertentu tidak akan pernah habis.  Sediaan Normal Metoda ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (ironstock method). Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan investasi permanen dalam sediaan. Tujuannya adalah penandingan pendapatan sekarang



dengan kos sekarang sekaligus meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan sediaan atau fluktuasi harga. Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan harga satuan yang cukup pasti. Biasanya harga satuan yang ditentukan untuk sediaan minimal cukup rendah. Karena pendapatan sekarang ditandingkan dengan kos sekarang, laba yang diperoleh tidak mengandung untung atau rugi akibat menahan sediaan.  Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) Metoda ini berasumsi bahwa sediaan merupakan aset tetap yang tidak berkaitan dengan aliran kos. Dengan demikian, begitu sejumlah sediaan tertentu telah tertimbun maka aliran faktor kos berikutnya dianggap hanya melewati timbunan tersebut dan langsung melekat pada penjualan (sebagai kos barang terjual). Metoda ini akan menghasilkan laba operasi yang bebas dari untung atau rugi akibat fluktuasi harga. Asumsi metoda ini adalah bahwa perusahaan perlu mempertahankan investasi dalam sediaan selama umur perusahaan tersebut. Keuntungan metoda ini adalah investasi permanen (disebut LIFO layer) dapat dijaga dan pekerjaan administrasi pencatatan barang dapat dikurangi. Walaupun cukup menawan secara teoretis, metoda ini sama sekali tidak dapat menuhi tujuan pelaporan keuangan umum.  Implikasi Motoda Asosiasi Terhadap Laba Dalam bidang-bidang usaha tertentu yang voluma penjualan dan harga bahan bakunyaberfluktuasi cukup besar antarperioda, metoda MTKP mendapat dukungan yang kuat sebagai salah satu cara untuk menstabilkan laba periodik sampai tingkat tertentu. Dalam suatu sistem perpajakan yang sangat menekankan perhitungan labaperiodik, praktik penstabilan laba tersebut menjadi konsekuensi logis yang akhirnya banyak dianut. Namun demikian, laba yang distabilisasi hendak-tidak dilaporkan sebagai laba sebenarnya untuk tahun tertentu. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, pemecahan yang terbaik untuk mengatasi fluktuasi harga adalah melengkapi (to supplement) statemen tahunan dengan beberapa laporan kumulatif dan rata-rata bukan mengembangkan metoda untuk menghilangkan fluktuasi tahunan yang memang benar-benar atau nyata-nyata terjadi.  Fasilitas Fisis



Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada umumnya diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui sebagai biaya sesuai dengan pola penyerapan manfaat yang direpresentasi dengan kos.  Karakteristik dan Tujuan Pelaporan Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya, Fasilitas fisis mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok ini adalah aset yang berkaitan dengan operasi. b. Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian. c. Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk menggunakannya bukan lantaran hak miliknya. d. Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan berupa



potensi



jasa (service



potentials) bukan



daya



beli



atau



ketertukarannya(exchangeablility). Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk menentukan penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah menghasilkan pendapatan. Tujuan yang lain adalah members informasi kepada pemakai laporan tentang kuantitas fisis dan kapasitas atau daya (potensi jasa) yang masih melekat pada aset fisis tersebut.  Istilah Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai karakteristik di atas tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi. Banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset tetap (fixed assets), aset tetap berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud (tangible assets), aset operasi (operating assets), aset jangka panjang (long-lived/long-term assets), tanah, pabrik/bangunan, dan perlengkapan (property, plant and equipments), dan fasilitas fisis (plant assets).



Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia mempunyai makna sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas karena tia mencakupi investasi jangka panjang, aset tak berwujud, sumber alam, dan aset jangka panjang lainnya. Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis sehingga fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset tetap. Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum menggambarkan sifat sebagai aset yang digunakan dalam operasi. Aset berwujud mempunyai arti yang terlalu luas dan kurang menggambarkan sifat permanen yang melekat pada aset fisis. Dengan istilah ini, sediaan barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini. Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan mencakupi pula aset tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan pembayaran di muka lainnya. Aset operasi jelas terlalu luas karena semua aset baik berwujud atau tidak selama aset tersebut diperlukan dalam operasi dapat disebut sebagai aset operasi. Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur dewasa ini adalah tanah, pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas fisis. Dapat disebut deskriptif karena dapat merefleksikan karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas. Dalam hal perusahaan non pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan dapat digunakan. Istilah fasilitas fisis sebenarnya cukup deskriptif untuk menggambarkan karakteristik aset yang masuk dalam pengertian property, plant, and equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam pembahasan di sini walaupun istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.  Basis Pembebanan Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya (misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu, kos daya atau kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian kos produksi dan akhirnya menjadi beban pendapatan. Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis adalah penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan manfaat sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan sediaan, masalah timbul karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka panjang dan penyerapan manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan secara fisis. Di lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos yang terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.



Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration), tidak ada proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi, pembebanan kos fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar pengukuran fisis yang objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan (judgment) atas dasar taksiran faktor-faktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan nilai residual) yang sering tidak dapat diuji validitasnya secara objektif.  Makna Depresiasi Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat untuk membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut diperoleh atau diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk menghasilkan produk dan produk bersangkutan adalah seluruh unit produk yang dihasilkan selama umur efektif fasilitas bersangkutan bukannya selama tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu “sediaan” jasa (service-capacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik aset tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada pembebanan langsung seluruh kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian. Bagian dari kos yang dibebankan untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi untuk aset tak berwujud dan deplesi untuk sumber alam). Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara sistematika dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang sama seperti kos manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan sekaligus dalam perioda terjadinya. Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan (out of pocket costs) seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk perioda tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan tetapi, biaya depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang dipandang layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda berjalan. Jadi dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi depresiasi merupakan sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke produksi



atau perioda berjalan. Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal ini sebagai berikut : Plant renders an essential service to production, and its cost is a form of deferred charge which should be gradually absorbed in the cost of production(hlm. 65) Ungkapan gradually absorbed memberi isyarat bahwa harus tersedia metoda penyerapan atau depresiasi. Metoda depresiasi sendiri bukan merupakan masalah penting sepanjang tidak bertentangan dengan konsep-konsep: jasa di balik kos, kos melekat, dan upaya dan hasil. Juga tidak menjadi masalah yang prinsip bagi akuntansi bahwa metoda depresiasi yang digunakan tidak sejalan dengan proses keausan fisis atau tidak menunjukkan adanya fluktuasi nilai aset yang serupa. Dengan asas akrual, depresiasi bukan merupakan proses penilaian dan juga bukan sarana untuk menutup harga pengganti aset tetap dari konsumen melainkan suatu langkah (prosedur) dalam proses penandingan yang tepat antara biaya dan pendapatan. Alokasi sistematik merupakan konsekuensi logis dari karakteristik fasilitas fisis sebagai potensi jasa. Alokasi lebih sesuai dengan kondisi objektif dan empiris yang melingkupi operasi perusahaan daripada nonalokasi. Uraian di atas merupakan argument untuk menyanggah pendapat bahwa depresiasi merupakan biaya hipotesis dan arbitrer sehingga dapat dikeluarkan dari perhitungan laba. Uraian tersebut juga menyanggah gagasan Thomas bahwa alokasi tidak dapat dipertahankan. Walaupun demikian, untuk tujuan pengembangan pelaporan keuangan, depresiasi secara teoritis dapat dimaknai selain sebagai prosedur atau alokasi sistematik dalam rangka penandingan biaya dan pendapatan yang tepat. Berikut dibahas beberapa pemaknaan atau interpretasi terhadap depresiasi.  Depresiasi Sebagai Proses Akumulasi Dana Pengertian



ini



didasari



oleh



gagasan



bahwa



untuk dapat



mempertahankan kelangsungan hidup, perusahaan harus dapat mengganti fasilitas fisik yang habis umurnya. Akibatnya, perusahaan harus menyisihkan dana dari pendapatan yang diperoleh. Dengan mengurangi pendapatan, laba akan berkurang sebesar depresiasi yang dibebankan. Ini berarti bahwa laba sejumlah depresiasi tidak dapat dibagi kepada pemegang saham. Bagian inilah yang dianggap sebagai dana untuk membeli kembali fasilitas fisis di kemudian hari. Dengan demikian, depresiasi



adalah sarana untuk menjaga keutuhan sumber daya. Konsep pemertahanan sumber daya semacam ini disebut konsep pemertahanan kapital (capital maintenance concept) yang akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan laba di bab lain. Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena kebiasaan untuk menghitung sumber dana atau aliran kas masuk (proceeds) dengan cara menambahkan kembali depresiasi ke laba akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam literatur manajemen keuangan yang membahas topik penganggaran kapital (capital budgeting). Cara menghitung semacam itu sebenarnya hanyalah salah satu teknik penghitungan sumber dana karena data yang tersedia adalah statemen laba-rugi. Hal ini juga terjadi dalam menghitung aliran kas dari kegiatan operasi untuk menyusun statemen aliran kas dengan metoda tak langsung. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa depresiasi merupakan suatu sumber dana atau penyisihan dana untuk penggantian. Pengakuan biaya depresiasi tidak mempunyai kaitan langsung dengan masalah penggantian. Kalau laba periodik akan diukur dengan tepat maka perlu untuk menandingkan pendapatan dengan semua biaya yang layak termasuk depresiasi dan proses ini akan tetap dilakukan walaupun tidak ada rencana untuk mengganti fasilitas fisis. Lagipula, tidak ada dana yang timbul dengan proses pembebanan depresiasi. Kos yang dibebankan diperoleh kembali melalui aliran pendapatan dari penjualan produk. Aliran pendapatan ini tidak dipengaruhi oleh besarnya depresiasi. Jadi aliran dana masuk (pendapatan) merupakan aliran yang berbeda dengan aliran dana keluar (termasuk depresiasi). Bila pendapatan cukup untuk menutup semua biaya yang bersangkutan dengan pendapatan, aliran masuk dana yang tertanam dalam perusahaan dalam berbagai bentuknya akan menjadi bertambah dan sebaliknya. Memang yang diharapkan adalah bahwa pemertahanan kapital dapat dijamin dengan akuntansi depresiasi yang tepat. Memang benar bahwa kalau semua biaya dapat ditutup oleh pendapatan maka akan terdapat dana yang cukup untuk mempertahankan seluruh elemen modal kerja dan untuk menutup bagian kos fasilitas fisis yang telah dikonsumsi. Akan tetapi, dengan pikiran ini tidak berarti bahwa akuntansi depresiasi merupakan proses penghimpunan dana atau bahwa depresiasi merupakan sumber dana.  Depresiasi Sebagai Pemulihan Investasi



Konsep pemulihan investasi (investment cost recovery) ini secara konseptual sama dengan pandangan di atas tetapi dianggap bahwa fasilitas fisis didanai dengan utang. Agar perusahaan mampu membayar kembali investasinya maka harus dilakukan penyisihan dana dengan cara mengurangi pendapatan perusahaan sebesar depresiasi. Pandangan ini dapat disanggah dengan argument yang sama dengan yang dijelaskan di atas.  Depresiasi Sebagai Proses Penilaian Pendefinisian depresiasi sebagai bagian kos yang dibebankan secara sistematik dan rasional merupakan pemaknaan depresiasi secara sintaktik. Artinya, depresiasi didefinisi sebagai penerapan prosedur. Kelemahan pendefinisian ini adalah bahwa alokasi sistematik dalam banyak hal tidak merepresentasi fenomena atau kegiatan operasi yang sesungguhnya. Dengan kata lain, alokasi kos hanya merupakan mekanisme yang tidak merepresentasi realitas ekonomik. Misalnya, dengan metoda garis lurus, depresiasi tetap diperhitungkan meskipun mungkin dalam suatu perioda kegiatan produksi sedang rendah atau berhenti sehingga depresiasi tidak merepresentasi realitas yang ada. Oleh karena itu, diperlukan definisi yang bersifat semantik. Salah satu pendefinisian secara semantik adalah depresiasi dipandang sebagai penurunan potensi jasa (decline in service potential) selama perioda operasi akibat keausan fisis, konsumsi manfaat, atau keusangan teknologis. Dengan demikian, penurunan potensi jasa selama perioda dapat dipandang sebagai selisih penilaian antara potensi jasa awal dan potensi jasa akhir baik secara fisis maupun moneter. Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services), depresiasi merupakan penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat dalam perioda-perioda yang diantisipasi.



Pada



umumnya,



perusahaan



membeli



fasilitas



fisis



dengan



memperhitungkan jasa fisis total atau kapasitas yang melekat pada aset tersebut. Kapasitas fisis dapat dinyatakan dalam unit produk yang dapat dihasilkan, jam pemakaian, kilometer terpakai (untuk kendaraan), atau unit lain yang dapat menjadi pengukur konsumsi fisis. Metoda unit produksi (units of production method) merupakan implementasi makna depresiasi sebagai penurunan jasa fisis ini. Karena penekanan pada pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi basis pengukuran depresiasi. Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk mempresentasi dan merunut (to trace) aliran fisis potensi jasa. Dengan demikian, fungsi neraca adalah



menunjukkan sisa potensi jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos yang masih melekat pada sisa jasa fisis tersebut (sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu perioda adalah konsumsi jasa fisis yang diukur atas dasar kos historis (kos yang melekat pada aset). Bila fasilitas fisis dipandang sebagai suatu kapital (capital), depresiasi merupakan penurunan nilai kapital bukan hanya karena konsumsi melainkan juga karena keausan, keusangan, dan faktor ekonomik lainnya. Depresiasi untuk suatu perioda merupakan selisih penilaian ekonomik antara fasilitas fisis awal dan akhir perioda. Dengan pendekatan ini, depresiasi bukan lagi merupakan proses alokasi sehingga kos historis tidak harus menjadi basis pengukuran. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menilai fasilitas fisis awal dan akhir. Berbagai atribut penilaian aset yang telah dibahas di Bab 6 dapat dijadikan basis penilaian. Penilaian dapat didasarkan atas nilai masukan dan keluaran. Penentuan depresiasi dapat dilakukan tiap akhir perioda semata-mata atas dasar penilaian aset pada saat itu tanpa memperhatikan taksirantaksiran yang pernah dilakukan sebelumnya. Dapat juga depresiasi ditentukan pada saat aset diperoleh untuk perioda-perioda masa datang yang memperoleh manfaat. Pada umumnya, pendekatan terakhir ini yang digunakan karena keperluan untuk menyusun tabel depresiasi. Tentu saja pendekatan ini memerlukan penaksiran faktorfaktor penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa pendekatan penilaian kapital awal dan akhir perioda untuk menentukan depresiasi sebagai penurunan nilai.  Nilai Setara Tunai (current cash equivalents). Dengan basis ini, penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini adalah harga pasar aset yang sama dalam kondisi yang sama sebagai barang bekas. Di sini dianggap bahwa daya beli uang stabil. Kalau tidak, dalam hal tertentu nilai pasar dapat naik sehingga nilai tidak turun atau bahkan menjadi lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini kadangkadang nilai jual ini disesuaikan dengan indeks harga yang berlaku untuk menghilangkan pengaruh kenaikan harga karena perubahan daya beli uang.  Kontribusi Pendapatan Neto Diskunan (discounted netrevenue contributin). Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan dengan cara menghitung selisih nilai diskunan aliran kontribusi pendatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi pendapatan neto adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan) karena adanya



investasi fasilitas fisis bersangkutan. Penilain ini mirip dengan penerimaan kas masa datang diskunan (discounted future cash receipst) untuk penilaian investasi jangka panjang misalnya obligasi. Bedanya, aliran kas masuk investasi jangka panjang berasal langsung dari investasi yang jumlah dan saatnya cukup pasti sedangkan aliran kas masuk dari fasilitas fisis tidak langsung dan harus ditaksir melalui pendapatan neto (laba tunai) yang dikontribusi oleh penggunaan aset. Penilaian semacam ini merupakan contoh imputasi pendapatan. Tambahan aliran masuk ini juga dapat berupa penghematan kos (cost saving). Penilaian ini memerlukan informasi tarif diskun yang biasanya didasarkan atas tingkat kembalian (rate of return) investasi bebas risiko atau tingkat bunga umum yang berlaku. Penilaian fasilitas fisis pada tiap awal perioda tertentu dapat diformulasi sebagai berikut (nilai diskunan akhir suatu perioda sama dengan nilai diskunan awal perioda berikutnya): Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu fasilitas fisis dapat memberi kontribusi aliran kas aliran masa datang tahunan selama lima tahun berturut-turut sebagai berikut : Rp. 1.200.000, Rp. 1.000.000, Rp. 1.500.000, Rp. 900.000, dan Rp. 1.000.000. Nilai residual telah termasuk dalam aliran kas terakhir. Bila tingkat kembalian diperhitungkan 25%, depresiasi tahunan atas dasar penurunan nilai disajikan dalam Gambar 9.5 berikut ini. Nilai sekarang Rp. 2.552.320 pada awal tahun pertama dapat diinterpretasi sebagai proksi atau estimator nilai sepakatan pada saat pemerolehan. Seandainya fasilitas fisis diperoleh dengan kos di bawah atau di atas nilai tersebut, selisihnya harus disebar selama umur aset secara proporsional dengan kontribusi pendapatan neto atau dengan cara lain. Untuk mengatasi adanya selisih, diusulkan metoda yang disebut depresiasi sesuaian-waktu (time-adjusted depreciation). Metoda ini sama dengan metoda di atas tetapi tarif diskun ditentukan atas dasar tingkat kembalian internal (internal rate of return) yaitu tingkat kembalian yang menjadikan nilai sekarang aliran kontribusi pendapatan neto samadengan kos pemerolehan. Tingkat kembalian ini dikalikan dengan nilai buku pada tiap awal perioda merupakan estimator laba yang dihasilkan oleh investasi fasilitas fisis dalam perioda tersebut. Laba ini merepresentasi kontribusi pendapatan neto dikurangi biaya depresiasi. Dengan kata lain, biaya depresiasi periodik adalah selisih antara kontribusi pendapatan neto dengan estimator laba



tersebut. Dari contoh di atas, seandainya kos pemerolehan adalah Rp. 2.552.320, tingkat kembalian internal adalah 25%. Laba (tingkat kembalian investasi) dan depresiasi. Kelemahan pemaknaan depresiasi seperti di atas adalah depresiasi bersifat deterministik atau statistik. Artinya, sekali ditetapkan, semua perhitungan tidak akan berubah selama masa depresiasi. Kelemahan-kelemahan lain melekat pada kelemahan aliran kas masa datang diskunan (discounted future cash receipts) sebagai dasar penilaian aset.  Depresiasi Sebagai Sarana Penandingan Kos dengan Kontribusi Pendapatan Neto Pemaknaan depresiasi ini sebenarnya sama dengan pemaknaan depresiasi secara konvensional yaitu alokasi kos atas dasar pola penyerapan. Perbedaannya adalah pola penyerapan tidak langsung didasarkan atas penyerapan jasa tetapi atas dasar pendapatan neto yang dihasilkan oleh fasilitas fisik bersangkutan. Pendapatan neto di sini adalah pendapatan yang dihasilkan oleh fasilitas fisik dikurangi biaya pengoperasian fasilitas fisis. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa variasi pendapatan merefleksi variasi penyerapan jasa fasilitas fisik. Dengan kata lain, pola penyerapan sejalan dengan pola kontribusi pendapatan neto. Dengan pemaknaan ini, kos disebar selama umur aset atas dasar proporsi atau rasio kos terhadap kontribusi pendapatan neto total sebagai berikut : Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp) dapat ditentukan sebagai berikut : Dp = R x Kp Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh dengan kos Rp. 2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah sebesar 0,60 atau 60%.  Metoda Alokasi Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional bukan sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut sistematik dan rasional? Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling tepat adalahmetoda unit produksi (production or output method). Kesulitan utama yang dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang



dapat dihasilkan selama umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak selalu proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor keusangan (obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan fluktuasi produk yang dihasilkan. Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan secara garis lurus merupakan metoda alternatif yang paling banyak digunakan karena kepraktisannya dan juga karena dalam banyak hal pola penyerapan tiap perioda cukuk seragam. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan metoda garis lurus tidak menghalangi pengalokasian depresiasi tahunan ke dalam beberapa perioda interim atas dasar fluktuasi musiman selama satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda garis lurus terletak pada sifatnya yang mengabaikan hubungan antara tingkat kembalian investasi (rate of return) dan sisa nilai investasi seperti yang dicontohkan sebelum ini. Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran (appraisal) pada tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan. Metoda ini memberikan hasil yang sama sekali kurang memuaskan. Biaya depresiasi bukan semata-mata didasarkan atas hasil pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten dari perioda ke perioda. Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi yang sistematik dan logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang melingkupi fasilitas fisis bersangkutan.  Hubungan Depresiasi dan Laba Telah dibahas sebelum ini bahwa mengaitkan depresiasi dengan kontribusi pendapatan neto sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Ini berarti besarnya biaya depresiasi bergantung pada besarnya pendapatan dalam perioda tertentu. Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup kecil, akan terjadi semacam penundaan biaya depresiasi atau “tahun gemuk menutup tahun kurus.” Sekali depresiasi telah deprogram secara sistematik dan rasional, depresiasi hendaknya tidak ditunda pembebanannya semata-mata karena “pendapatan tidak dapat menutup biaya.” Alasannya adalah bahwa proses keausan/kerusakan tidak akan berhenti karena aset fisis tidak digunakan dan perkembangan teknologi juga tetap berjalan selama perioda depresiasi. Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat suatu upaya untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa memperhatikan berapa



akhirnya laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun akuntansi menganut asas himpun (aktual), hal ini tidak mengisyaratkan bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya. Jadi, meskipun tetap dituntut untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama, rasional, dan objektif, hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi besarnya laba.  Koreksi Terhadap Kesalahan Taksiran Mengingat kesulitan dalam meramalkan saat pemberhentian unit fasilitas fisis, program depresiasi tidak memberikan hasil yang sama persis dengan kenyataannya setelah berjalannya waktu. Misalnya, fasilitas fisis menjadi usang lebih cepat dari yang diantisipasi sehingga tahun-tahun yang telah berjalan dibebani terlalu sedikit dengan depresiasi. Sebaliknya, fasilitas fisik yang seharusnya sudah dihentikan dari pemakaian (dan habis didepresiasi) ternyata masih berfungsi dengan baik sehingga depresiasi telah dibebankan terlalu tinggi. Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara saksama dan objektif dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada, perbedaan antara taksiran dan kenyataan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Perbedaan dapat juga disebabkan oleh ketaksaksamaan atau kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang akhirnya muncul paling tidak merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi sehingga koreksi taksiran harus dilakukan. Program depresiasi harus direvisi bilamana kenyataan jelas menunjukkan bahwa revisi tersebut diperlukan. Kalau misalnya ada bukti yang makin kuat tentang kemungkinan pemberhentian lebih awal sebagai akibat kemajuan teknologi atau faktor lainnya maka akselerasi depresiasi harus segera dilakukan demikian pula sebaliknya. Yang penting adalah semua penyesuaian yang berlaku surut harus dilaporkan melalui statemen laba rugi. Dalam kasus tertentu, penghapusan fasilitas fisis (write-down) yang cukup besar dapat dibenarkan sebagai cara untuk menunjukkan adanya rugi yang sebenarnya telah terhimpun beberapa perioda tetapi belum masuk dalam biaya operasi tiap perioda tersebut karena rugi ini baru diketahui kemudian. Kalau suatu fasilitas fisis tidak lagi digunakan dan kemungkinan membangun atau memperbaiki kembali untuk diaktifkan adalah kecil, penghapusan seluruh sisa nilai buku sekaligus dapat dibenarkan meskipun fasilitas tersebut belum dibongkar. Penghapusan tersebut harus dilaporkan



sebagai rugi dalam statemen laba-rugi tahun berjalan bukan sebagai penyesuai laba ditahan. Bila penghapusan tersebut berkaitan dengan pembelian fasilitas fisis baru, penghapusan tersebut sering diperlakukan sebagai kos fasilitas fisis baru. Perlakuan ini tidak layak. Meskipun menaikkan harga barang atau jasa di perioda berikutnya merupakan pemecahan masalah yang terbaik untuk menutup rugi masa lampau, tidak berarti bahwa nilai buku fasilitas fisis yang dihentikan dapat dibebankan ke periodaperioda yang tidak menikmati jasa fasilitas fisis tersebut. Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos yang melekat pada fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak dapat lagi dibebankan ke produksi setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi rugi pemberhentian sama saja dengan menyangkal adanya rugi tersebut. Sekali diputuskan untuk dihentikan kos yang belum dikonsumsi akan hilang selamanya (menjadi rugi). Kos yang harus dibebankan ke operasi selama umur fasilitas fisis yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah daya atau kapasitas fasilitas fisis baru. 



Tanah



Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik atau fungsi tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak akan pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi atau diamortisasi menjadi biaya operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik permanen. Karena karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan dari fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi dalam pelaporannya.  Tanah Bukan Hak Milik Permanen Kos tanah sewaguna (leasehold), tanah hak guna bangunan (HGB), atau bentuk investasi non permanen lainnya dalam bentuk tanah harus secara sistematik dibebankan ke produksi selama umur ekonomik atau selama jangka kontrak. Dalam kondisi tertentu, tanah pertanian tidak dapat diperlakukan sebagai investasi permanen. Kesuburan tanah jelas akan dipengaruhi oleh frekuensi panen dan lapisan



atas tanah (topsoil) yang subur mungkin habis akibat erosi sehingga suatu saat tanah tersebut secara ekonomik tidak dapat ditanami lagi. Dalam keadaan seperti ini, akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan kos tanah menjadi bagian yang dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau ada) dan bagian yang menunjukkan kos elemen tanah yang dapat habis jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian ditentukan alokasi kos sistematik yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi, dengan akuntansi seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan kesuburan tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus didepresiasi.  Sumber Alam Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses penambangan (extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti (renewable) sering disebut dengan “aset habis pakai” (wasting assets). Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan gas) adalah contoh utama aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi oleh perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos sumber alam tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara sistematik ke produksi atas dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang diserap ini disebut deplesi. Seperti juga pada depresiasi, deplesi sebagai kos atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus ditentukan secara objektif dan rasional tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap laba bersih. 



Aset Tak Berwujud



Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos seperti hak cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama seperti fasilitas fisis, kos aset tak berwujud harus secara sistematik dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap pendapatan selama umur yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk menyerap kos tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya. Penghapusan langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi menunjukkan bahwa aset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti ekonomik yang penting. Karena banyak masalah teoritis yang timbul, dua jenis aset tak berwujud yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah ini.  Goodwill



Goodwill timbul apabila suatu perusahaan membeli perusahaan lain yang sudah berjalan secara keseluruhan. Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau setaranya yang dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai buku kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterpretasi sebagai kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal perusahaan yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut tidak dapat diperoleh secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau cara lainnya. Secara akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendiri oleh perusahaan tetapi harus melalui pembelian suatu perusahaan yang sedang berjalan. Kos kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill. Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or discounted value) kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Kelebihan laba ini merupakan jumlah rupiah kelebihan yang diharapkan akan terjadi sehingga akhirnya investasi dengan pembelian perusahaan di atas nilai buku tersebut menghasilkan suatu tingkat pembelian investasi (rate of return) yang normal. Dengan demikian goodwill yang dibeli tersebut menunjukkan pengakuan lebih dahulu sejumlah debit yang mengukur sebagian dari laba yang diharapkan akan diperoleh kemudian. Jadi, jumlah debit goodwill diharapkan dapat ditutup atau diperoleh kembali melalui laba lebih perusahaan yang dibeli. Dengan demikian, sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai goodwill harus diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang dijadikan dasar dalam mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga laba yang tampak dalam statemen laba-rugi menunjukkan laba bersih normal. Kenyataan menunjukkan bahwa pada kebanyakan perusahaan, kelebihan kemampuan untuk menghasilkan laba tidak berlangsung selamanya tetapi hanya berlangsung dalam kurun waktu yang terbatas. Dengan demikian, goodwill hendaknya diamortisasi sepanjang taksiran masa diperolehnya laba lebih. Seandainya tingkat laba lebih tersebut tetap terjadi sesudah kurun waktu yang diantisipasi, amortisasi kos goodwill tetap dilakukan hanya selama waktu yang diantisipasi semula atas dasar faktor-faktor yang ada pada saat pengakuan goodwill. Kemampuan memberi laba lebih sesudah jangka waktu yang diantisipasi mungkin bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor dan kondisi yang dipertimbangkan pada saat perusahaan bersangkutan dibeli. Dengan kata lain, kesuksesan yang dicapai



perusahaan



sesudah



goodwill



habis



besar



kemungkinan



disebabkan



oleh



perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh goodwill tersebut. Selain diinterpretasi sebagai kemampuan melaba lebih (superior earnings atauexcess earning power) secara keseluruhan, goodwill dapat pula dipandang sebagai pengukur kelebihan spesifik perusahaan yang dibeli atau pengukur sikap masyarakat yang menguntungkan terhadap perusahaan (favorable attitudes to word the firm). Sikap atau atribut yang dilekatkan masyarakat terhadap perusahaan dapat berupa lokasi yang strategik, reputasi bisnis yang baik, merek yang sudah terkenal, kesetiaan konsumen, pangsa pasar yang besar, dan faktor spesifik lainnya. Bila harga beli melebihi penjumlahan harga wajar semua aset secara individual, kelebihan tersebut dianggap melekat pada atribut spesifik tersebut. Ini berarti bahwa goodwill dapat dikaitkan dengan aset tak berwujud spesifik sehingga dapat dipisahkan dari berbagai aset lainnya. Lokasi yang strategic dikaitkan dengan harga tanah yang lebih tinggi dari harga tanah di tempat lain. Pangsa pasar yang besar dianggap sebagai hak monopoli. Interpretasi goodwill seperti di atas disanggah oleh argument bahwa laba perusahaan dihasilkan oleh interaksi dari seluruh aset perusahaan. Goodwill merupakan kelebihaan



residual



yang



melekat



pada



perusahaan



secara



keseluruhan.



Memperlakukan goodwill sebagai atribut spesifik sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Di lain pihak, tidak layak jugauntuk menyebar kos goodwill ke semua aset karena kesulitan untuk mengidentifikasi atau mengaitkan goodwill dengan aset tertentu. Oleh karena itu, goodwill sebenarnya dapat diakui dalam satu akun debit dan dimaknai sebaga akun penilaian induk (master valuation account) terhadap semua aset sebagai satu kesatuan. Fungsi goodwill dianggap sama dengan fungsi premium investasi dalam obligasi atau cadangan penghapusan piutang. Dengan perlakuan ini, goodwill bukan lagi merupakan kemampuan melaba lebih melainkan hanya sebagai jumlah rupiah pengimbang (a plug) yang berfungsi sebagai penilaian. Persoalan teoritis yang timbul kemudian adalah apakah jumlah debit goodwill dilaporkan sebagai penambah aset atau pengurang ekuitas pemegang saham.  Kos Organisasi Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi sebelum perusahaan mulai beroperasi biasanya ditampung dalam satu akun menjadi kos pendirian atau kos organisasi (organization cost). Pengeluaran tersebut meliputi kos pencetakan saham, tarif akte notaris, pengeluaran untuk ijin perusahaan, dan kos kegiatan selama proses pendirian. Kos



organisasi diperlakukan sebagai aset tak berwujud karena kos tersebut tidak dapat dikaitkan dengan aset tetap berwujud yang ada dalam perusahaan. Seperti telah diuraikan dalam pembahasan tanah, kos organisasi menunjukkan suatu aset permanen (tidak perlu diamortisasi) sepanjang perusahaan dapat mempertahankan diri sebagai perusahaan yang beroperasi secara penuh dan yang bertumbuh sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan untuk menghasilkan laba dan posisi keuangannya. Akan tetapi, kos pendirian tersebut harus mulai diserap atau dihapuskan bila terjadi penurunan laba dan pengerutan (contraction) kekayaan yang terus menerus akibat kegagalan usaha atau proses likuidasi. Jadi, kos organisasi tidak semestinya diamortisasi dalam hal perusahaan berjalan terus dan berkembang tetapi tidak semestinya dipertahankan tetap utuh dalam hal perusahaan mengalami kemunduran yang terus-menerus. Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha eksploitasi sumber alam, penyerapan secara sistematik kos organisasi selama umur fasilitas fisis (pabrik) adalah perlakuan yang paling layak. Dengan dasar pikiran yang sama, jumlah rupiah komisi atau berbagai pengeluaran lain yang berkaitan dengan penerbitan suratsurat berharga harus diserap (dihapuskan) selama sisa umur surat berharga tersebut. 2.4 Penyajian Biaya Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan sarana untuk itu adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan, untung, biaya, dan rugi bergantung pada konsep tentang apa saja yang membentuk laba.