BAB II Diagnosa Komunitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



GANGGUAN JIWA



2.1.1. Definisi Gangguan Jiwa Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala



yang



diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa gelisah,



cemas,



perbuatan-perbuatan



terpenting



dan



yang terpaksa



murung,



(convulsive),



hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). 2.1.2. Penyebab Gangguan Jiwa Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), (psikogenik),



di



lingkungan



(Maramis,



2010).



sosial



(sosiogenik),



Biasanya



tidak



ataupun



terdapat



psikis



penyebab



tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang



5



saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa. Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas : a.



Faktor Biologis 1. Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat. 2. Jasmaniah Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan



ganggua



jiwa



tertentu.



Misalnya



yang



bertubuh



gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia. 3. Temperamen Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa. 4. Penyakit dan Cedera Tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri. b. Ansietas dan Ketakutan Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya terancam. c.



Faktor Psikologis Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang



dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan



6



menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan. d. Faktor Sosio-Kultural Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu : 1.



Penyebab primer (primary cause) Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.



2.



Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause) Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu bentuk gangguan jiwa.



3.



Penyebab yang pencetus (precipatating cause) Ketegangan-ketegangan



atau



kejadian-kejadian traumatik



yang



langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan gangguan jiwa. 4.



Penyebab menguatkan (reinforcing cause) Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi tingkah laku maladaptif yang terjadi. Serangkaian



faktor



penyebab



yang



kompleks



serta



saling



mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan penyebab lainnya. e.



Faktor Presipitasi Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.



Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit,



7



perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen,2008). 2.1.3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa Gejala-gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatic, psikologik, dan sosio-budaya. Gejala-gejala inilah sebenarnya menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran, perasaan dan perilaku (Maramis, 2010). Gangguan mental dan penyakit mental dalam taraf awal gejala-gejalanya sulit dibedakan, bahkan gejala itu kadangkala menampak pada orang normal yang sedang tertekan emosinya dalam batas-batas tertentu. Pada taraf awal sulit dibedakan dengan gejala pada gangguan mental gejala umum yang muncul mengenahi keadaan fisik, mental, dan emosi. Tanda dan gejala gangguan jiwa secara umum menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut : a. Ketegangan (tension), Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,



rasa lemah,



tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. b. Gangguan kognisi pada persepsi merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang disekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain. c.



Gangguan kemauan klien memiliki kemauan yang lemah, susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau, dan acakacakan.



d. Ganggaun emosi klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung Karno tetapi dilain waktu ia bisa



8



merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) samapai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. e. Gangguan psikomotor Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik keatas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncatloncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. Menurut Yosep, (2009) dalam keadaan fisik dapat dilihat pada anggota tubuh seseorang yang menderita gangguan jiwa, diantaranya sebagai berikut : a) Suhu Badan berubah Orang normal rata-rata mempunyai suhu badan sekitar 37 derajat celcius. Pada orang yang sedang mengalami gangguan mental meskipun secara fisik tidak terkena penyakit kadangkala mengalami perubahan suhu. b) Denyut nadi menjadi cepat Denyut nadi berirama, terjadi sepanjang hidup. Ketika menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, seseorang dapat mengalami denyut nadi semakin cepat. c) Nafsu makan berkurang Seseorang yang sedang terganggu kesehatan mentalnya akan mempengaruhi pula dalam nafsu makan. Keadaan mental dan emosi nampak ditandai dengan : 1) Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikkan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2) Halusinasi yaitu pengelaman panca indera tanpa ada rangsangan misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu. 3) Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.



9



4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. 5) Tidak atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada upaya usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih. 2.1.4. Macam-Macam Gangguan Jiwa Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis Maramis, (2010). Jenis-jenis gangguan jiwa menurut Keliat, (2009) : Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan



neurotik,



gangguan



somatoform,



sindrom



perilaku



yang



berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja. Menurut Keliat, (2009) jenis-jenis gangguan jiwa yaitu: a. Skizofrenia Merupakan



bentuk



psikosa



fungsional



paling



berat,



dan



menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatubentuk psikosa yang sering dijumpai dimana- mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat”. Skizofrenia mempunyai macam-macam jenisnya, menurut Maramis (2010) Jenis-jenis skizofrenia meliputi: 1) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-



10



gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia. 2) Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat”. 3) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis (2010) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanakkanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak sekali. 4) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. 5) Pada



skizofrenia



skizoafektif,



di



samping



gejala-gejala



skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala- gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan. b. Depresi Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,



11



kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan, dapat berupa



serangan



yang



ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam. Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akandatang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih. c. Kecemasan Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya. Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Stuart & Sundeen (2008) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam



12



empat tingkatan yang meliputi kecemasan ringan, sedang, berat, dan kecemasan panik. d. Gangguan Kepribadian Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orangorang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian



anankastik atau obsesif-konpulsif, kepribadian histerik,



kepribadian astenik, kepribadian antisosial, kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate. e. Gangguan Mental Organik Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengeni otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun. f. Gangguan Kepsikomatik Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah. Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetative. Gangguan



psikosomatik



dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ.



13



Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik. g. Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hilangnya



keterampilan



selama



masa



perkembangan, sehingga



berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. h. Gangguan Perilaku Masa Anak Dan Remaja Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran asuhan



dan



pendidikan.



Gangguan



dalam



perilaku mungkin berasal dari



anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma



dapat



mengakibatkan



perubahan



kepribadian.



Faktor



lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena



lingkungan



itu



dapat



diubah,



maka



dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah. 2.1.5. Dampak Gangguan Jiwa bagi Keluarga Menurut Wahyu, (2012) dari anggota yang menderita gangguan jiwa bagi keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan: a.



Penolakan Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka cintai. Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit dari orang



14



lain dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit untuk perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang sakit. Tanpa informasi



untuk



membantu



keluarga



belajar



untuk



mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis tentang masa depan. Sangat penting bahwa keluarga menemukan sumber informasi yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu bahwa dengan pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang kembali ke gaya kehidupan normal. b.



Stigma Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam anggota



keluarga



mengetahuinya.



Keluarga menganggap penderita



tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita dalam



kegiatan



tertentu. stigma dalam begitu banyak di kehidupan



sehari-hari, tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari. c.



Frustasi, tidak berdaya dan kecemasan Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan, menakutkan, dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga memahami kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi marah-marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan



kembali



ke



rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan. d.



Kelelahan dan Burn out Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa



15



terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan jika hanya



sehari-hari,



terutama



ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar



diluar kendali. Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki batas yang ditetapkan di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu dijelaskan kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-support penderita. e.



Duka Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan sehari-hari, dan penurunan yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat menerima kenyataan penyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi berkurang secara substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah.



f.



Kebutuhan pribadi dan mengembangkan sumber daya pribadi Jika anggota keluarga memburuk akibat stress dan banyak pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak memiliki sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, keluarga harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik, mental, dan spiritual yang sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika menghadapi anggota keluarga yang sakit mereka. Namun, dapat menjadi bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa kebutuhan mereka tidak boleh diabaikan.



2.1.6. Terapi Gangguan Jiwa Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan. Beberapa diantaranya untuk menangani keluarga yang menderita gangguan jiwa : 1. Psikofarmaka



16



Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun (Nurdiana, 2010). 2. Psikoterapi Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Hartono,2011). 3. Terapi Psikososial Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarma (Hawari, 2008). 4. Terapi Psikoreligius Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah



17



keagamaan, kajian kitab suci. Serangkaian penelitian terhadap pasien pasca epilepsi sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang dirasa menjadi sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa merasa berdekatan dengan cahaya illahi (Hawari, 2008). 5. Rehabilitasi Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok yang bertujuan membebaskan penderita dari stres dan dapat membantu agar dapat mengerti jelas sebab dari kesukaran dan membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi (Ambarwati, 2012). Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2012). 2.2.



Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu



seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian objek.



Sebagian



besar



dan



persepsi



terhadap



pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera



pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan



itu



sendiri



dipengaruhi



oleh



faktor



pendidikan



formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan



18



semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010). 2.2.1 Proses Perilaku “TAHU” Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan



sebelum



mengadopsi



perilaku baru didalam diri orang



tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest(merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus. c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi. d. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung lama. Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung



lama.



Perilaku



manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan



seperti



pengetahuan,



motivasi,



persepsi, sikap dan



19



sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial budaya.



2.2.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahun yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara



benar



tentang



objek



yang



diketahui,



dan



dapat



menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu



20



struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi



atau penilaian terhadap



suatu



materi



atau objek.



Penilaian- penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.2.3



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan



a.



Faktor Internal 1) Pendidikan 2) Pekerjaan 3) Umur



b.



Faktor Eksternal 



Faktor lingkungan







Sosial Budaya



2.3 Kader Kesehatan 2.3.1 Pengertian Kader Kader kesehatan adalah tenaga yang berasal dari masyarakat yang dipilih oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela (Astuti, 2014). Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat



dan



dilatih



untuk



menanggani



masalah-masalah



kesehatan



21



perseorangan maupun masyarakat setra untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat- tempat pemberian pelayanan kesehatan (WHO, 1995). Kader sebagai warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader secara sukarela bersedia berperan melaksanakan dan mengelola kegiatan keluarga berencana di desa (Karwati, dkk, 2010). Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat dan diharapkan mereka dapat melakukan pekerjaannya secara sukarela tanpa menuntut imbalan berupa uang atau materi lainnya. Namun ada juga kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat (Meilani, N., dkk, 2008). 2.3.2. Proses Pembentukan Kader Kesehatan Jiwa Manajemen pemberdayaan kader kesehatan jiwa berfokus pada proses rekruitmen dan seleksi kader (Keliat, 2011). 1. Proses rekruitmen kader kesehatan jiwa Rekruitmen kader kesehatan jiwa merupakan salah satu proses pencarian dan pemikatan para calon kader yang mempunyai kemampuan dalam mengembangkan desa siaga sehat jiwa. Proses awal dalam merekrut kader adalah dengan melakukan Sosialisasi tentang pembentukan desa siaga sehat jiwa disertai dengan kriteria kader yang dibutuhkan. Kriteria kader meliputi: l) Bertempat tinggal di desa siaga sehat jiwa 2) Sehat jasmani dan rohani 3) Mampu membaca dan menulis dengan lancar menggunakan bahasa Indonesia 4) Bersedia menjadi kader kesehatan jiwa sebagai tenaga sukarela 5) Bersedia berkomitmen untuk melaksanakan program kesehatan jiwa komunitas 6) Menyediakan waktu untuk kegiatan. 7) Mendapatkan izin dari suami atau istri atau keluarga.



22



Rekruitmen dilakukan di tiap desa pada wilayah puskesmas yang akan dikembangkan menjadi desa siaga sehat jiwa. Kader kesehatan jiwa direkrut dengan data KKJ bertanggung jawab terhadap 15 - 20 keluarga. Proses rekruitmen dilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat yang dapat menentukan calon kader yang mampu dan mau melakukan kegiatan kesehatan jiwa dilingkungan tempat tinggalnya. Perawat CMHN (Community Mental Health Nursing) melakukan koordinasi dengan kepala desa, kepala dusun atau organisasi masyarakat yang ada diwilayah kerjanya, seperti PKK. Proses rekruitmen kader dilakukan sebagai berikut: 1) Perawat CMHN mengadakan penemuan dengan kepala desa dan tokoh masyarakat setempat untuk menjelaskan pembentukan desa siaga sehat jiwa dan kebutuhan kader kesehatan jiwa. 2) Perawat CMHN menjelaskan kriteria kader dan jumlah kader yang dibutuhkan tiap desa dan dusun. 3) Tokoh masyarakat melakukan pencarian calon kader berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, 4) Kader yang telah direkrut mengisi biodata pada formulir yang telah disiapkan untuk proses seleksi selanjutnya. 2. Proses seleksi kader kesehatan jiwa Proses seleksi adalah serangkaian kegiatan yang dilakuan



untuk



memutuskan apakah calon kader diterima atau tidak sebagai kader kesehatan jiwa. Proses ini penting dilakukan untuk mendapatkan sumber daya manusia yang mempunyai motivasi dan kemampuan yang tepat sesuai dengan yang dibutuhkan. Proses seleksi sebagai berikut; 1) Perawat CMHN melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat dalam menentukan calon kader yang memenuhi syarat. 2) Kader terpilih harus mengisi surat pernyataan bersedia menjadi kader kesehatan jiwa dan bersedia menjalankan program. 3) Kader terpiih diwajibkan mengikuti pelatihan kader kesehatan jiwa. 2.3.3. Tugas Kader



23



Salah satu tugas kader adalah ikut serta dalam penyelenggarakan posyandu, tugastugasnya antara lain: 1. Persiapan Posyandu Jiwa a. Petugas Dan Kader Membagi tugas sesuai dengan meja dalam posyandu jiwa b. Petugas dan kader menyiapkan form, KMS dan sarana dan prasarana posyandu kesehatan jiwa. c. Mempersiapkan komunikasi dengan ODGJ dan keluarga 2. Pelaksanaan Posyandu Jiwa a. Meja 1 kader kesehatan jiwa dan perawat CMHN) 1. Pendaftaran 1. Mencatat tanggal kegiatan posyandu dilaksanakan pada format pendaftaran dan KMS 2. Mengisi nomor register klien/ keluarga 3. Menanyakan nama lengkap klien/ keluarga 4. Menanyakan usia klien 5. Mencatat jenis kelamin klien 6. Menanyakan alamat klien/ keluarga 2. pemantauan kesehatan fisik 1. Menimbang berat badan klien 2. Mencatat berat badan klien 3. Mengukur tinggi badan klien 4. Mencatat tinggi badan klien 5. Pemeriksaan fisik b. Meja 2 ( Dokter dan Kader Kesehatan Jiwa dan ahli gizi) 1. Pemantauan Gejala Psikis 2. pemberian Terapi psikofarmaka, Vitamin dan penambahan Nutrisi c. Meja 3 (Perawat CMHN) 1. Terapi non psikofarmaka 2. pengendalian gejala oleh perawat d. Meja 4 ( Kader kesehatan jiwa)



24



1. peningkatan keterampilan perawatan diri a. latihan kebersihan diri b. latihan cara makan c. latihan berdandan e. Meja 5 (kader kesehatan jiwa) 1. Peningkatan Keterampilan Hidup Sehari-hari a. Latihan mencuci baju b. Latihan membersihkan kamar 2. Peningkatan Produktifitas a. Latihan membuat keset b. Latihan membuat tas 2.3.4 Peran Kader Kesehatan Jiwa Dalam program kesehatan jiwa Kader kesehatan jiwa memiliki peran sebagai berikut : l. Pencegahan Primer l) Mengidentifikasi kelompok resiko tinggi. situasi stress kejadian yang berpotensi terjadinya sakit jiwa. 2) Pemberian pendidikan kesehatan kepada komunitas dengan memanfaatkan strategi koping untuk mengatasi stress dan cara memecahkan masalah. 3) Menguatkan kemampuan individu dengan menurunkan stress. tekanan, cemas yang bisa menyebabkan sakit jiwa. 2. Pencegahan Sekunder l) Skrinning atau deteksi dini untuk menemukan kasus masalah kesehatan jiwa di masyarakat 2) Menggerakkan individu. keluarga dan masyarakat untuk mengikuti kegiatan kesehatan jiwa yang dilaksanakan di komunitas 3. Pencegahan Tersier l) Membantu dalam proses rehabilitasi dan mencegah komplikasi dari gangguan jiwa 2) Melakukan pendampingan kepada pasien dan keluarga terkait pengobatan 3) Merujuk klien ke agen kesehatan profesional.



25



2.4 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tenentu. Pengindraan terjadi melalui



pancaindra



manusia.



yakni



indra



penglihatan,



pendengaran,



penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga dan secara nyata terkandung dalam otaknya (Notoatmodjo, 2007). Dalam domain kognitif, terdapat enam tingkatan pengatahuan yakni: a. Tahu (know) : seseorang dapat mengingat kembali materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara menyebutkan, menguraikan dan seterusnya. b. Memahani (comprehension) : yakni kemampuan untuk menjelaskan sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan dari suatu materi. c. Aplikasi (application) : berani seseorang mampu menerapkan materi yang telah dipelajari kedalam sebuah tindakan yang nyata. d. Analisis (analysis) : merupakan tahap dimana seseorang dapat menjabarkan masing masing materi. tetapi masih memiliki suatu kaitan satu sama lain. Dalam menganalisis, seseorang bisa membedakan atau mengelompokkan materi berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. e. Sintesis (synthesis) : merupakan kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya. f. Evaluasi (evaluation) : merupakan tingkat pengetahuan yang paling tinggi. Hasil pembelajaran yang sudah dilakukan. seseorang dapat mengevaluasi seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan, dari hasil evaluasi tersebut dapat dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi pembelajaran baru yang lebih efektif. Proses pembelajaran yang di berikan kepada kader melalui pelatihan pelatihan membantu meningkatkan pegetahuan kader kesehatan jiwa dalam menagani



masalah



Sulistyarini,2016.)



kesehatan



jiwa



dimasyarakat



(Kurniawan



&



26



2.5 Sikap Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Sikap individu dapat diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan objek sikap (Azwar,2013). Berdasarkan fungsinya, sikap dibedakan menjadi empat dalam Wawan dan Dewi(2011)yaitu: a. Fungsi Manfaat/ Instrumental/ Penyesuaian Pada fungsi ini, sikap merupakan sebuah sarana untuk mencapai tujuan. Sejauh mana objek sikap dapat digunakan dalam mencapai tujuan. Apabila objek sikap membantu individu mencapai tujuannya, maka individu akan bersikap positif terhadap objek. Sebaliknya, apabila objek sikap menghambat individu mencapai tujuan, maka individu bersikap negatif terhadap objek sikap. b. Fungsi Pertahanan Ego Pada fungsi ini, sikap diambil untuk mempertahankan ego individu. Hal tersebut dilakukan jika individu merasa terdesak. c. Fungsi Ekspresi Nilai Sikap yang ada pada pada diri seseorang merupakan jalan baginya untuk mengekspresikan nilai-nilai dalam dirinya. Pengekspresian nilai-nilai tersebut akan menghasilkan kepuasan. Sikap yang diambil individu menggambarkan nilai-nilai yang terdapat dalam dirinya. d. Fungsi Pengetahuan Individu mempunyai dorongan untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman. Sikap tertentu yang ditunjukkan oleh individu terhadap suatu objek akan menggambarkan pengetahuan yang dimiliki tentang sesuatu tersebut.



27



Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling mendukung dalamWawan dan Dewi (2011)yaitu: 1. Komponen kognitif (komponen perseptual) Merupakan



komponen



yang



berkaitan



dengan



pengetahuan,



pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana individu mempersepsi terhadap sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional) Merupakan komponen yang berkaitan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.Rasa senang merupakan hal positif, sebaliknya rasa tidak senang merupakan hal negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif dan negatif. 3. Komponen konatif (komponen perilaku) Merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan individu bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak seseorang kepada objek sikap. Sikap terdiri dari empat tingkatan dalam Wawan dan Dewi (2011), yakni: a. Menerima (receiving) diartikan bahwa individu sebagai subjek mau dan memerhatikan stimulus yang diberikan (objek sikap). b. Merespon (responding) dapat dilihat dari menjawab ketika ditanya, melakukan dan menyelesaikan ketika diminta melakukan sesuatu. c. Menghargai (valuing) dapat diwujudkan dengan salah satunya mengajak orang lain untuk berinteraksi. Hal itu membuktikan bahwa individu menghargai keberadaan atau kemampuan orang lain untuk melakukan sesuatu. d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko ialah tingkatan sikap yang paling tinggi. Dilihat dari sifatnya, sikap dapat dibagi menjadi dua dalam Wawan dan Dewi (2011), yakni:



28



a. Sikap positif adalah adanya kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu. b. Sikap negatif adalah adanya kecenderungan untuk bertindak menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu.Kimball Young menyatakan bahwa sikap mempunyai kecenderungan stabil, sekalipun itu dapat mengalami perubahan. Sikap dapat dibentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu. Hal tersebut menunjukkan pentingnya faktor pengalaman dalam rangka pembentukan sikap. Sikap mempunyai beberapa karakteristik dalam Wawan dan Dewi(2011), yaitu: a. Sikap bukan merupakan sesuatu yang dibawa sejak lahir. Sikap dapat dibentuk atau dipelajari selama berhubungan dengan objek tertentu. b. ikap dapat berubah sehingga sikap dapat dipelajari. Perubahan sikap



dipengaruhi



keadaan



dan



syarat



tertentu



yang



mempermudah sikap pada individu. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan objekobjek tertentu. d. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi juga dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki individu. Terdapat beberapa hal yang dapat memengaruhi sikap terhadap objek tertentu, faktor –faktor tersebut antara lain dalam Wawan dan Dewi(2011) : a. Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Sikap akan lebih mudah diambil pengalaman pribadi terjadi dengan melibatkan faktor emosional di dalamnya.



29



b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting sebab umumnya individu cenderung mempunyai sikap searah dengan orang yang dianggap penting. c. Pengaruh kebudayaan yang tanpa disadari telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai hal. Kebudayaan memberikan pengalaman kepada individu yang hidup dalam budaya tersebut. d. Media massa seperti surat kabar dan televisi terkadang menyampaikan informasi yang dipengaruhi oleh penulisnya. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada sikap konsumennya. e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama membentuk konsep moral dan ajaran yang berpengaruh terhadap sistem kepercayaan dan sikap orang-orang di dalamnya. f. Faktor emosional. Pada suatu waktu sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 2.6 Pengetahuan dan Sikap Kader pada ODGJ Kader dalam program kesehatan jiwa ini adalah membantu penanganan masalah kesehatan jiwa di komunitas untuk mencapai tujuan tersebut, membantu mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat yang dapat berdampak pada masyarakat, membantu dalam memberikan pemecahan masalah kesehatan yang sederhana kepada masyarakat (Kemenkes RI,2007). Pengetahuan pada kader akan mampu melakukan deteksi dini, menjelaskan tentang kesehatan jiwa dan cara penanganannya serta mampu menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam penanganan masalah jiwa. Sehingga kader memiliki peran sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik kesehatan fisik atau pun kesehatan mental. pemberdayaan kader di desa dapat memungkinkan kesehatan jiwa mencapai seluruh masyarakat. Sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa, kader kesehatan jiwa memberikan konstribusi yang cukup besar dan menyeluruh (Wawan, 2010)



30



Pengetahuan pengetahuan



kader



keluarga



kesehatan



dalam



juga



berpengaruh



penanganan



pasien



terhadap



gangguan



jiwa



tingkat yang



meyimpulkan pendidikan kesehatan (Shyamanta, 2013), selain itu Pengetahuan dalam penangan pasien gangguan jiwa dapat diperoleh dari pengalaman, teman, buku, selebaran, media masa penuyuluhan dan pendidikan dari tenaga medis. Hendaknya kader juga menerangkan pengetahuan tentang pasien gangguan jiwa lebih dini terutama dari anggota keluarga bahwa penyakit kejiwaan dapat dicegah salah satunya yaitu dengan interfensi yang lebih efektif (Champion 2012) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2013). Kader perlu memiliki sikap peduli kepada odgj, dengan begitu tujuan untuk deteksi dini masalah kesehatan jiwa lebih pasien akan lebih ditingaktkan dengan cakupan yang lebih luas pada masyarakat. Sikap kader ke keluarga juga akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan keluarga dalam. Sikap kader pada pasien atau keluarga pasien akan mencegah terjadinya keparahan pada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa serta berpengaruh terhadap kesembuhan pasien (Sulistyorini, 2013). 2.7 Profil Puskesmas Sumberpucung 2.7.1 Visi dan Misi Visi



Puskesmas



Sumberpucung



yaitu



Terwujudnya



masyarakat



sumberpucung yang MADEP MANTEB MANETEP. Misi Puskesmas Sumberpucung antara lain : 1. Memberikan Informasi & edukasi kesehatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat 2. Meningkatkan kualitas & kuantitas pelayanan kepada masyarakat. 3. Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat, jejaring & lintas sektor terkait. 4. Menjaga keharmonisan hubungan internal puskesmas & eksternal dengan masyarakat pengguna layanan. 5. Membangun citre puskesmas yang enerik, komunikatif, sopan tulus & ikhlas dalam menjalankan semua tanpa diskriminatif.



31



Motto Puskesmas Sumberpucung adalah: berfikir kreatif, bertindak inovatif, biaya minimal hasil maksimal Tata nilai



Puskesmas Sumberpucung



yaitu “Eksotik”



Enerjik,



Komunikatif, Sopan, Tulus, Ikhlas Kepada Masyarakat.



2.7.2 Gambaran Geografis Batas – batas wilayah Puskesmas Sumberpucung : 



Sebelah Utara



: Kec. Kromengan







Sebelah Barat



: Kec. Selorejo Kab. Blitar







Sebelah Selatan



: Kec. Kalipare dan Kec. Pagak







Sebelah Timur



: Kecamatan Kromengan dan Kec. Kepanjen



Gambar 2.1 Peta Kecamatan Sumberpucung (Google Maps, 2019) Luas Wilayah Kecamatan Sumberpucung 37,16 Km² dengan Jumlah penduduk 54.176 (th 2016). Desa/Kelurahan (7), Dukuh (17), RW (53), RT (261), KK (13962) dan Posyandu (62) Hubungan lalu lintas antar-desa semua dapat dilalui kendaraan roda dua atau roda empat baik di musim hujan ataupun musim kemarau. Jarak terjauh : 20 hingga 30 menit. Jarak puskesmas ke: 



Kantor Kab.Malang



: 12km







Kantor Dinkes



:12 km







RSUD Kanjuruhan



:12,5km







RSSA



: 30km



Karakteristik Daerah wilayah Puskesmas Sumberpucung : 



Puskesmas Sumberpucung termasuk Puskesmas pedesaan



32







Sebagian besar masyarakat Kecamatan Sumberpucung bermata pencaharian petani, pedagang dan pegawai swasta/negeri.







Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.







Sebagian besar memeluk agama Islam.



2.7.3 P2PTMKESWA P2PTMKESWA merupakan singkatan dari Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa (Dinkes, 2018). Sasaran kegiatan P2PTMKESWA (Dinkes, 2018): 1. Orang sehat (lifecycle) 



Dilaksanakan



oleh



keluarga,



lembaga



(pendidikan,



keagamaan,



pemasyarakatan, tempat kerja fasyankes & media massa). 



Kegiatan : kie keswa dan napza, pola asuh, keterampilan hidup.



2. Orang sehat populasi berisiko & khusus: korban bencana, tindak kekerasan, korban konflik & pekerja migran. 



Dilaksanakan



oleh



keluarga,



lembaga



(pendidikan,



keagamaan,



pemasyarakatan, tempat kerja, masyarakat fasyankes & media massa). 



Kegiatan : deteksi dini / screning, konseling, dukungan sosial & keswa, kie keswa & napza.



3. GME 70% estimasi %, ODGJ berat 0,22 %, penyalahgunaan NAPZA. 



Dilaksanakan olehfasyankes fktp & fktrl, masyarakat & fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan & fasilitas pelayanan berbasis masyarakat.







Kegiatan : deteksi dini



4. ODGJ, korban penyalahgunaan NAPZA. 



Dilaksanakan oleh : fasyankes FKTP & FKTRL, masyarakat & fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan & fasilitas pelayanan berbasis masyarakat.







Kegiatan :rehabilitasi psikososis & IPWL



33



Target pelayanan kesehatan jiwa (Dinkes, 2018) yaitu: 1. Sehat jiwa 2. Risiko gangguan jiwa jadi sehat jiwa 3. Gangguan jiwa jadi mandiri dan produktif 4. Bebas pasung



Sepuluh Strategi Kesehatan Jiwa Masyarakat Provinsi Jawa Timur



Gambar 2.2 Strategi Kesehatan Jiwa Masyarakat (Dinkes, 2018)



2.7.4 Kesehatan Jiwa Masyarakat Sumberpucung Puskesmas Sumberpucung talah melakukan survey terhadap penduduk dengan gangguan jiwa dalam penerapan Indikator Keluarga Sehat. Hasil menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa di Kecamatan Sumberpucung yaitu 214 orang. Berikut rinciannya (Data Puskesmas Sumberpucung, 2018). Berdasarkan Survey KS, Masalah ODGJ di Desa Sambigede merupakan prioritas utama Indikator Keluarga Sehat yang belum tercapai. Sebelumnya sudah dibentuk kader posyandu jiwa namun kegiatan masih belum berjalan karena belum ada pelatihan terhadap kader tentang berbagai kegiatan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien ODGJ di masyarakat. No 1 2 3



Desa Sambigede Ngebruk Senggreng



Jumlah ODGJ 41 41 24



34



4 5 6 7



Jatiguwi 33 Ternyang 21 Karangkates 40 Sumberpucung 36 Total 236 Tabel 2.1. Jumlah Pasien Orang dengan gangguan jiwa di masing-masing desa di kecamatan sumberpucung