Bab II Ikan Makarel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab II



2.1 Biologi Ikan Makerel atau makarel (dari bahasa Inggris, mackerel) adalah sebutan bagi sekelompok ikan laut yang terdiri dari beberapa marga anggota famili Scombridae. Dalam peristilahan bahasa Inggris, sebutan mackerel juga mencakup kelompok ikan tenggiri dan kembung. Makerel adalah ikan pelagis, umumnya hidup jauh di laut lepas, meski beberapa jenisnya juga bisa didapati di perairan teluk yang tak jauh dari pantai. Jenis-jenis ikan ini tersebar di pelbagai lautan tropis dan ugahari. Sebagian jenisnya mampu menyelam hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Beberapa spesies makerel yang lebih besar, seperti makerel sirip biru (bluefin mackerel), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam.



2.1.1 Taksonomi Menurut Hart (1973), klasifikasi ikan Scomber japonicus adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub-ordo : Scombroidea Famili : Scombridae Genus : Scomber Spesies : Scomber japonicas



2.1.2 Morfologi Secara umum ikan Scomber japonicus memiliki tubuh berbentuk compressed dan mempunyai batang ekor yang ramping. Ikan salem mempunyai gigi-gigi kecil yang runcing pada rahang atas dan bawah, deretan gigi serupa juga terdapat di langit-langit mulut. Ikan yang bertubuh kecil hingga sedang bentuk sedikit mirip cerutu, dengan batang ekor yang kecil ramping. Panjang tubuh FL (fork length) maksimal 50 cm, namun umumnya sekitar 30 cm saja. Moncongnya meruncing. Bagian depan dan belakang mata terlindungi oleh pelupuk lemak yang bening. Rahang atas dan bawah dengan sederetan gigi kecil-kecil yang runcing mengerucut deretan gigi serupa juga terdapat di langit-langit mulut. Sisir saring berjumlah 25-35 pada lengan bawah lengkung insang yang pertama. Sirip punggung yang pertama tersusun oleh IX-X jarijari keras (duri) jarak terbuka antara duri terakhir sirip ini dengan awal sirip punggung kedua adalah lebih pendek daripada jarak duri pertama hingga terakhir pada sirip punggung pertama. Sebuah duri pendek yang kaku dan kuat berada di belakang anus, di muka sirip anal. Lima buah sirip kecil (finlet) terdapat masingmasing di belakang sirip punggung dan sirip anal, di muka sirip ekor. Dua lunas kecil menonjol di pangkal sirip ekor, pada masing-masing sisi tubuh. Sirip pektoral (dada) sangat pendek. Punggung berwarna biru baja, dengan pola garis berliku-liku; sisi bawah dan perut kuning keperakan. (Crone et al., 2009). Ikan tersebut mempunyai tapisan insang (gill raker) 24-28 pada bagian bawah busur insang pertama, dilengkapi juga dengan dua sirip punggung yang saling berjauhan, dimana sirip punggung pertama berjari-jari keras 10-13 dan 12 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti lima finlet, begitu pula pada sirip dubur. Terdapat dua lunas (keel) kecil pada pangkal sirip ekor, tanpa lunas tengah. Bagian dorsal berwarna biru keabuan, sedangkan bagian ventral berwarna putih perak. Pada bagian dorsal terdapat pita serong berwarna hitam, bergelombang, kadang-kadang bersiku-sikuan. Sirip bewarna abu-abu kekuningan (Murniyati, 2004). Perbedaan ikan salem dengan ikan jenis mackerel lainnya terletak pada bagian dorsal tubuhnya yang mempunyai pita serong yang bergelombang berwarna hitam. Ikan salem mempunyai panjang rata-rata 15-50



cm. Berdasarkan ukurannya ikan salem dibagi menjadi tiga kategori, antara lain kategori juvenil ( dibawah 15 cm), muda (15-28 cm), dan dewasa (diatas 28 cm) (Hernandez and Ortega, 2000).



2.1.3 Habitat Habitat ikan Scomber japonicus yaitu pada perairan pantai, terumbu karang, hidup secara menyendiri atau bergerombol kecil. Scomber japonicus merupakan ikan pelagis pantai yang hidup di zona epipelagic sampai mesopelagic, dimana banyak ditemukan di kedalaman 50-300 m. Pada siang hari, ikan ini tetap berada di bagian bawah laut dengan kedalaman sekitar 300 m, sedangkan pada malam hari secara bergerombol naik ke permukaan laut untuk memakan euphausida, kopepoda, amphipoda, engraulidae dan cumi-cumi (Hernandez and Ortega, 2000) Makerel adalah ikan pelagis, umumnya hidup jauh di laut lepas, meski beberapa jenisnya juga bisa didapati di perairan teluk yang tak jauh dari pantai. Jenis-jenis ikan ini tersebar di pelbagai lautan tropis dan ugahari. Sebagian jenisnya mampu menyelam hingga kedalaman lebih dari 1.000 meter. Beberapa spesies makerel yang lebih besar, seperti makerel sirip biru (bluefin mackerel), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Ikan Mackarel banyak ditemukan di perairan beriklim sedang dan tropis, sebagian besar tinggal di sepanjang pantai atau laut lepas (Muhammad, 2011).



2.1.4 Pertumbuhan



2.1.5 Reproduksi Ikan mackarel tergolong ke dalam ikan laut yang menyukai daerah laut dangkal. Bagian-bagian yang terdapat batu karang (reef) merupakan habitat yang cocok bagi ikan mackarel. Perairan yang memiliki salinitas (salinity) rendah dan kekeruhan (turbidity) tinggi disukai pula olehnya. Ikan mackarel dapat menetap pada suatu habitat dan terkadang bermigrasi ke tempat yang cukup jauh.Pola migrasi ikan mackarel sangat khas, karena bergantung kepada temperature air laut dan musim bertelur (spawning season). Jatuhnya musim bertelur ini bervariasi di setiap habitat yang ditinggali (Muhammad, 2011). Reproduksi ikan mackarel Tergantung pada suhu, musim pemijahan lebih atau kurang panjang. Di perairan Australia, setiap betina memijah beberapa kali selama musim ini, sekitar 2 sampai 6 hari terpisah, tergantung pada lokalitas. Di Spanyol mackarel menelurkan dari lereng karang dan tepi, dan mereka membentuk agregasi pemijahan di daerah tertentu. Makanan: Termasuk ikan buas karnifora, predator, makan ikan kecil (sarden, tembang, teri), cuni-cumi. Ukuran : Panjang dapat mencapai 200 cm dan biasanya 60-90 cm (Novri,2006). Pemijahan ikan mackarel terjadi di sekitar perairan pantai yang agak ke tengah dan biasanya mencapai daerah spawning yang agak terlindung seperti di perairan karang. Telur atau pre larva terbawa arus ke dekat garis pantai atau di sekitar muara sungai. Seluruh siklus hidup ikan mackarel ini berada pada perairan pantai ( coastal water ). Di perairan sekitar Pulau Rameswaram antara India dan Srilanka terjadi pemijahan Scomberomorus guttatus pada bulan April – Juli. Pada bulan Mei di perairan Thailand diketemukan banyak ikan betina yang sudah matang telur pada ukuran panjang standart ( forked length ) 32,5 – 46,5 cm (Mantova, 2012). 2.1.6 Kebiasaan Makanan Sangat sedikit yang kita ketahui tentang preferensi makarel untuk massa air tertentu di Laut Norwegia serta pemilihan makanan umumnya. Makarel seperti banyak lainnya spesies ikan merupakan pemakan oportunistik, tetapi bila tersedia beberapa mangsa lebih disukai di atas lainnya (Maurer 1976; Pepin et al. 1987; Pepin et al. 1988). Kelompok mangsa utama mackerel di Laut Norwegia sebelumnya telah ditemukan sebagai Copepoda, Limacina spp. dan Apendikularia dalam urutan kepentingan yang menurun (Skjoldal et al. 2004). Ikan pelagis seperti tenggiri juga merupakan predator penting pada telur ikan dan larva terutama di perairan Pesisir. Ikan hering pemijahan musim semi Norwegia (Clupea harengus) mungkin adalah yang utama pesaing ikan tenggiri karena pola makannya lebih mirip dibandingkan ikan pelagis lainnya spesies plankctivores (Maurer 1976; Skjoldal et al. 2004). Ikan haring yang luas migrasi makan yang meliputi sebagian besar Laut Norwegia dari awal Mei hingga akhir Juli (Dalpadado et



al. 2000; Skjoldal 2004), dan ukuran besar serta biomassa (Holst et al. Al. 2004), meningkatkan kepentingannya sebagai pesaing potensial untuk pangan yang tersedia. Namun, pengetahuan tentang persaingan makan yang sebenarnya dibandingkan dengan ketersediaan mangsa di Laut Norwegia terbatas. Copepoda, khususnya Calanus finmarchicus, memiliki sebelumnya ditemukan penting dalam makanan kedua spesies (Maurer 1976; Iversen 2004; Skjoldal dkk. 2004), sedangkan Euphausiids dan Amphipoda dimakan musiman (Maurer 1976; Skjoldal et al.2004; Prokopchuk dan Sentyabov 2005). 2.2 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah proses perubahan jumlah individu/biomas pada periode waktu tertentu (Affandi 2002). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh factor luar dan factor dalam. Faktor luar sulit dikontrol yang meliputi keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan (Effendi 2002). 2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol ada yang tidak. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya adalah keturunan, jenis kelamin, dan umur. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat dikontrol dengan menggunakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya. Tetapi di alam, tidak ada control yang dapat diterapkan, begitu pula dengan jenis kelamin juga tidak dapat di control (Effendie 1997). Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan ialah pakan, suhu perairan, penyakit, dan parasite. Di daerah tropic, makanan merupakan faktor yang lebih penting dari suatu perairan. Bila keadaan faktor-faktor lain normal, ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat. Penyakit dan parasite juga mempenngaruhi pertumbuhan terutama jika yang diserang adalah alat pencernaan makanan atau organ vital lainnya, sehingga efisiensi berkurang akibat kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan (Effendie 1997). 2.2.2 Pola Pertumbuhan Pola pertumbuhan terbagi menjadi dua, yaitu pola pertumbuhan allometrik dan isometrik. Pertumbuhan allometrik adalah pertambahan panjang tidak seimbang pertembahan berat, atau sebaliknya pertumbuhan isometrik adalah pertambahan panjang dan berat seimbang (Effendie 1976) Hubungan pertumbuhan ikan lele dapat dilihat melalui hubungan panjang dan bobot dengan suatu bentuk eksponensial. Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang berat ikan ialah dengan menggunakan regresi, yaitu dengan menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan atau dengan



mengikuti jalan pendek seperti dikemukakan oleh (Carlander 1969) yaitu dengan mengadakan pengkelasan berdasarkan logaritma. Dasar perhitungan dari cara tersebut adalah sama namun metoda yang dikemukakan oleh Carlender lebih pendek dan dapat dipakai tanpa menggunakan mesin hitung. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang berat ini ialah kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan kemontokan, dan perubahan dari lingkungan serta baik digunakan terutama untuk ikan-ikan yang besar. Namun, kelemahan dari perhitungan ini yaitu hanya berlaku untuk sementara waktu saja.  Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b (Effendi 1997) :  Bila b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat).   Bila b ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik;  Bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang, menunjukkan keadaan ikan tersebut montok.   Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat, menunjukkan keadaan ikan yang kurus. Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka tolak hipotesis nol (𝐻0) dan jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti gagal menolak hipotesis nol (𝐻0). 2.2.3 Faktor Kondisi Faktor kondisi didefinisikan sebagai keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan, baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk hidup dan reproduksi (Effendie 1997). Di dalam penggunaan secara komersial, maka kondisi ikan ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia untuk dimakan. Kebutuhan ikan usia muda terhadap makanan cukup tinggi yang berguna untuk bertahan hidup dan melangsungkan pertumbuhannya sehingga faktor kondisi ikan yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun ketika ikan bertambah besar (Effendie 1997) Harga K berkisar antara 1-3 untuk ikan yang mempunyai badan kurang pipih. Harga K berkisar antara 2-4 untuk badan ikan agak pipih. Faktor kondisi dipengaruhi oleh makanan umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Selama dalam pertumbuhan tiap pertambahan berat material akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap (Effendie 2002). Dalam hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil dan besar. Dari seluruh nilai K (TI) yang didapatkan nilai yang berkisar



antara 1-3 maka dari data hasil yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa ikan memiliki bentuk yang kurang pipih. Hal ini menyebabkan kemontokan ikan kurang dikarenakan pengaruh makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Pertumbuhan ini disebut dengan pertumbuhan allometrik karena nilainya kurang dari 3 menunjukkan keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya. (Effendie 1997).  Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi ikan menurut Effendie (2002) adalah sebagai berikut: 1. Makanan Makanan sangat berpengaruh terhadap faktor kondisi, seperti perubahan makanan ikan yang berasal dari ikan pemakan plankton berubah menjadi ikan pemakan ikan atau sebagai karnivor. Hal demikian juga dapat terjadi apabila ada perubahan kebiasaan dari perairan estuarine ke perairan laut. 2. Umur Umur berperan dalam pertumbuhan, pertumbuhan cepat terjadi pada ikan ketika dalam stadia larva dan benih, karena sebagian sumber energi di gunakan untuk pertumbuhan badan dalam hal ini ukuran somatik. Sedangkan ikan yang sudah dewasa pada umumnya sebagian besar sumber energi digunakan untuk perkembangan gonadnya. 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin menentukan tingkat faktor kondisi pada ikan untuk ikan betina yang sudah matang gonad biasanya bentuk tubuhnya lebih besar dan membuncit pada bagian perutnya, sedangkan pada ikan jantan bentuk tubuhnya lebih ramping. 4. Kematangan Gonad Kematangan gonad ikan terjadi saat ikan akan memijah. Pada saat tersebut, gonad akan mengalami pertambahan berat hingga mencapai maksimum dan kemudian akan mengalami penurunan berat setelah terjadi pemijahan. Selama proses reproduksi berlangsung, energi yang dihasilkan tubuh sebagian besar digunakan untuk perkembangan gonadnya. 5. Ukuran Ikan Faktor kondisi berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relatif yang tinggi, kemudian menurun ketikan ikan bertambah besar 2.3 Reproduksi Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunanya sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Tidak setiap individu mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya reproduksi akan berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup dipermukaan bumi ini. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu setiap tahun (Yushinta Fujaya 2004: 151).



Aspek reproduksi yang akan dibahas meliputi pengertian reproduksi rasio kelamin, faktor-faktor yang mempengaruhi pemijahan tingkat kematangan gonad , indeks kematangan gonad, hepatosomatik indeks, fekunditas, diameter telur, tingkat kematangan telur dan reproduksi ikan mas. Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet jantan dan betina akan 11 membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru (Effendi 2002). 2.3.1 Rasio Kelamin Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 1997). Apabila raso kelamin ikan di alam tidak seimbang adalah sebagai pertanda bahwa kondisi lingkungan perairan tersebut telah terganggu. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.  Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Ketika melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina. (Effendie 1997) 2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan godan sebelum dan sesudah ikan itu berpijah (Effendi 2002). Kematangan gonad ikan dapat digunakan untuk menentukan perbandingan anatara ikan yang telah masak gonadnya dengan yang belum dalam suatu peraiaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali mencapai matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur dan ukuran serta sifat-sifat fisiologi individu. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, arus, adanya individu yang berbeda jenis kelamin dan tempat berpijah yang sesuai. Sedangkan menurut (Rizal 2009), Tingkat kematangan gonad adalah tahaptahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan mengamati perkembangan gonad. Dalam proses reproduksi, perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari proses produksi ikan sebelum pemijahan. Selama itu, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan akan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai



Pengamatan kematangan gonad ini dilakukan dengan dua cara, pertama cara histologi yang dilakukan di laboratorium dan kedua dapat dilakukan di Laboratorium atau di lapangan. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di dalam testis (Effendi 1997). Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah (Sukiya 2005: 20). Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-kadang memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia (Yushinta Fujaya 2004: 151). Keterangan tentang kematangan gonad ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dan yang belum matang dari suatu stok ikan, ukuran atau umur ikan pertama kali memijah, apakah ikan sudah memijah atau belum, kapan terjadi pemijahan, berapa lama saat pemijahan, berapa kali memijah dalam satu tahun dan sebagainya. Perubahan gonad ikan berupa meningkatnya ukuran gonad dan diameter telur dinyatakan dengan tingkat kematangan gonad (TKG) (Kordi 2010). 2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad dapat menggunakan tanda utama untuk membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Secara ilmiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh ikan keseluruhannya atau tanpa berat gonad. Perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh (Effendie 1997). Perbedaan nilai IKG dapat disebabkan perubahan tingkat metabolisme pada suhu yang berbeda. Dimana perbedaan suhu akan mempengaruhi tingkat metabolisme suatu organisme budidaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa tingkat metabolisme berhubungan dengan suhu air, sehingga tingkat metabolism akan mengalami perubahan jika dipelihara pada suhu yang berbeda (Effendie 1997). Ikan yang mempunyai berat tubuh lebih berat maka secara otomatis ia akan memiliki berat gonad yang jauh lebih berat, hal ini berkaitan langsung dengan ukuran telur yang dihasilkan. Menurut (Effendie 1997), umumnya sudah dapat diduga bahwa semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan (Yolanda et.al 2016) Indeks Kematangan gonad ikan lele pada TKG (II, III, dan IV) yaitu bernilai 2,68%, 3,72%, dan 5,36%.



2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI) Hemato somatik indeks merupakan indeks yang menunjukan perbandingan berat tubuh dan berat hati dan dinyatakan dalam persen. Hepatosomatik indeks pada saat perkembangan kematangan gonad menjadi salah satu aspek penting, karena menggambarkan cadangan enegi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikanmengalami perkembangan kematangan gonad (Effendi 2002). Hepatosomatic Index (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan tempat terjadinya proses vitelogenesis.  2.3.5 Fekunditas Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peran penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubunganya dengan studi dinamika populasi, sifat- sifat rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal 1978). Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peran penting dan sangat erat hubungannya dengan sterategi reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam, selain itu fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama respons terhadap makan. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya (Moch. Ikhsan Effendie 1997: 18). Atau singkatnya, semua telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan disebut fekunditas. Menurut (Nikolsky 1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu. Dalam hal ini ia memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Bila ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas mutlakatau fekunditas total. Dalam ovarium biasanya ada dua macam ukuran telur, yaitu telur yang berukuran besar dan yang berukuran kecil. Ada telur yang berukuran besar akan dikeluarkan tahun ini, dan telur yang berukuran kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya, tetapi sering terjadi apabila kondisi perairan baik telur yang sekecilpun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Effendi, 1979) Besar-kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan, dan kondisi lingkungan. Fekunditas dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas mutlak atau fekunditas total. Dalam ovarium biasanya ada dua macam ukuran telur, yaitu telur yang berukuran besar dan yang berukuran kecil. Ada telur yang berukuran besar



akan dikeluarkan tahun ini, dan telur yang berukuran kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya, tetapi sering terjadi apabila kondisi perairan baik telur yang sekecilpun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Nickolsky dalam Effendi 1979). Dalam ovari biasanya ada dua macam ukuran telur, yang besar dan yang kecil. Telur yang besar akan dikeluarkan pada tahun itu dan yang kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya. Metode perhitungan fekunditas dapat dilakukan dengan cara berikut: a. Mengitung langsung satu persatu telur ikan b. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur  c. Metode gravimetrik Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air. Selajutnya telur diambil sebagian kecil diukur beratnya dan jumlah telur dihitung.  Besar-kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan, dan kondisi lingkungan. Fekunditas dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Fekunditas atau jumlah telur ikan Lele 203-702 butir dan diameternya kurang lebih 0,5-1,5mm (Yolanda 2016). Induk ikan Lele jantan akan siap memijah pada umur 12 bulan, sedangkan yang betina pada umur 18 bulan (Soetomo 2003). Nikolsky (1969) menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu pula. Didalam ovarium biasanya ada dua macam ukurn telur, yaitu besar dan kecil. 2.3.6 Diameter Telur Diameter telur adalah garis tengah suatu telur yang diukur dengan micrometer berskala yang sudah tertera. Ukuran diameter telur di pakai untuk menentukan kualitas kuning telur. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada telur yang berukuran kecil. Perkembangan telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). Effendie (2002) menyatakan semakin berkembang gonad maka semakin besar pula garis tengah telurnya sebagai hasil daripada pengendapan butir-butir minyak yang berjalan seiring dengan perkembangan tingkat kematangan gonad. Menurut Sjafei dan Saadah (2001), sebaran diameter telur menggambarkan pola pemijahan ikan. Diameter telur ikan bervariasi antar spesies maupun antar individu dalam spesies yang sama. Diameter ikan berkisar antara 0.25- 7.00 mm (Wooton 1990). Hasil penelitian dari Prabowo et al,. (2016) ini menunjukkan nilai diameter telur yang dihasilkan ikan nila antara 2,24-2,86 mm. Hal ini diperkuat oleh SNI (2009), yang menyatakan bahwa diameter telur ikan nila yaitu ≥ 2,5 mm. Menurut Wootton (1998), saat menjelang ovulasi akan terjadi peningkatan diameter oosit karena diisi oleh massa kuning telur yang homogeny akibat adanya peningkatan kadar ostrogen dan vitelogenin.



2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT) Proses kematangan telur ditentukan berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal vesicle migration) dan peluruhan atau penghancuran membrane telur. Berdasarkan pergeseran posisi inti tersebut terdapat empat kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat diovulasikan yaitu central germinal vesicle (cGV) atau tahap inti ditengah, migrating germinal vesicle (mGV) atau tahap inti di tepid an germinal vesicle breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Yaron dan Levavi 2011) Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan, suhu, cahaya, kepadatan dan populasi (Yulfiperius 2011). Menurut Darwisito et al. (2006), vitamin E berperan penting dalam meningkatkan kualitas telur ikan. Kualitas telur yang baik dapat dilihat dari derajat tetas telur, abnormalitas larva, dan jumlah total larva yang dihasilkan. Penambahan vitamin E dalam pakan sampai batas tertentu akan menghasilkan derajat tetas telur yang tinggi, sedangkan rendahnya derajat tetas telur dapat disebabkan oleh hambatan perkembangan embrio atau gangguan pada embrio, sehingga embrio tidak berkembang dengan baik. 2.4 Kebiasaan Makanan Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kualitas dan oleh kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu tempat dan cara makanan itu didapatkan ikan (Effendi 2002). Tidak keseluruhan makanan yang ada dalam suatu perairan dimakan oleh ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu zat makanan oleh ikan diantaranya yaitu ukuran makanan ikan, warna makanan dan selera makan ikan terhadap makanan tersebut. Sedangkan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada kebiasaan makan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan serta kondisi makanan ikan tersebut. Ikan lele adalah pemakan hewan dan pemakan bangkai (carnivorous scavanger). Makanannya berupa binatang-binatang renik, seperti kutu-kutu air (daphnia, cladocera, copepoda), cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput kecil dan sebagainya. Ikan ini biasanya mencari makanan di dasar perairan, tetapi bila ada makanan yang terapung maka lele juga dengan cepat memakannya. Dalam mencari makanan, lele tidak mengalami kesulitan karena mempunyai alat peraba (sungut) yang sangat peka terhadap keberadaan makanan, baik di dasar, pertengahan maupun permukaan perairan. (Ghufran 2010) 2.4.1 Indeks Bagian Terbesar Indeks bagian terbesar dikenal juga sebagai indeks propenderan yang dikemukakan oleh (Natardjan dan Jhingran 1961). Metode ini adalah metode



gabungan dari berat jenis satu makanan dengan frekuensi kejadian satu jenis makanan sehingga dapat diketahui presentase setiap jenis makanan yang dimakan ikan. Berdasarkan nilai Indeks of Preponderance persentase makanannya dibagi tiga kategori yaitu:  IP > 40 % Sebagai makanan utama  IP 4-40 % Sebagai makanan pelengkap  IP < 4 % Sebagai makanan tambahan (Saputra 2013) Kelompok pakan utama : IP > 25% Kelompok pakan pelengkap : 5% ≤ IP ≤ 25% Kelompok pakan tambahan : IP < 5% 2.4.2 Indeks Ivlev Indeks pilihan (Ivlev 1961) mengacu pada suatu konsep faktor ketersediaan yaitu perbandingan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.  Indeks pilihan merupakan perbandingan antara organisme pakan ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat dalam perairan. Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam usus ikan ditentukan berdasarkan indeks pilihan. Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1, apabila 0 < E < 1 berarti pakan digemari, dan jika nilai -1 < E < 0 berarti pakan tersebut tidak digemari oleh ikan. Jika nilai E=0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya (Effendie 1979). Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1, 0