BAB II Makalah Pneumonia Wes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep PenyakitPneumonia 2.1.1



Definisi Pneumonia adalah infeksi yang umum ditemukan di komunitas (Community



Acquired Pneumonia,CAP)dan rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia, HAP). Kasus ini dihadapi oleh perawat keperawatan kritis ketika infeksi tersebut memperberat kondisi penyakit yang serius atau menyebabkan gawat napas (Morton dkk, 2014).Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli menjadi terhambat dan tidak berfungsi makasimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri, 2009). Ventilator-associated Pneumonia (VAP) merupakan infeksi pernafasan yang beresiko untuk terjadi pada pasien yang di rawat di ICU yang terpasang selang trakeal dan/atau ventilator (Rahmiati & Kurniawan, 2013). 2.1.2



Klasifikasi



Menurut Ward dkk (2008), klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut: 1. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP) yaitu infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat dieumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari. 2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) yaitu setiap infeksi LRT yang berkembang >2 hari setelah dirawat di rumah sakit. 3. Pneumonia aspirasi/anaeorob yaitu infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi isi orofaringeal (misalnya CVA). 4. Pneumonia oportunistik yaitu pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikrobakteri selain organisme bakterial lain. 5. Pneumonia rekuren yaitu disebabkan oleh organisme aerob dan anaeorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkiektasis.



2.1.3



Etiologi



Menurut Morton dkk (2014), penyebab penyakit pneumonia adalah sebagai berikut: 1. Pneumonia yang didapat dari komunitasantara lainusia 65 tahun, merokok, penyalahgunaan alkohol, komorbiditas: penyakit paru, penyakit kardiovaskular, penyakit hepar, penyakit ginjal, penyakit sistemsaraf pusat. 2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit a. Terkait pajemu: pertambahan usia, perubahan tingkat kesadaran, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),penyakit berat, malnutrisi, karang gigi, rauma tumpul, trauma kepala berat, trauma dada, merokok. b. Terkait Pengobatan: ventilasi mekanis, reintubasi atau ekstubasi sendiri, bronkoskopi, slang nasogatrikdan pemberian makanan enteral, adanya alat pemantau tekanan intrakranial (TIK), terapi antibiotik sebelumnya, pembedahan kepala, toraks atau abdomen atas, terapi antasid, posisi telentang. c. Terkait infeksi: mencuci tangan kurang bersih, mengganti slang ventilator kurang dari 48 jam sekali. 2.1.4 Manifestasi Klinis Menurut Somantri (2009)tanda dan gejala yang muncul pada pneumonia adalah demam 39-40oC, nyeri dada karena batuk, nyeri dada pleuritis, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, batuk produktif ataupun kering, sputum hijau dan purulen serta mungkin mengandung bercak darah, bisa juga berbau busuk, adanya retraksi interkostal, penggunaan otot aksesorius, dispnea berat, sianosis, hipoksemiadan malaise. 2.1.5 Patofisiologi Pneumonia merupakan respons inflamasi terhadap benda asing yang tanpa sengaja teraspirasi atau multiplikasi mikroorganisme tidak terkontrol yang menginvasi saluran pernapasan bawah. Respons tersebut menyebabkan akumulasi neutrofil dan sel efektor di bronkus perifer dan ruang alveolar. Sistem pertahanan tubuh yang mencakup pertahanananatomis, mekanis, humoral, dan seluler dirancang untuk menyingkirkan organisme yang memasuki saluran pernapasan. Sebagian besar penyakit sistemik meningkatkan risiko pneumonia



pada pasien dengan cara mengubah mekanisme pertahanan pernapasan. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru yang normal terganggu atau bekerja terlalu berat, sehingga mikroorganisme berkembangdengan cepat (Morton dkk, 2014). Saat terjadi inhalasi bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia diaspirasi melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan responsradang (Somantri, 2009). Patogen dapat memasuki saluran pernapasan bawah melalui empat cara; aspirasi, inhalasi, penyebaran hematogen dari lokasi yang jauh, dan translokasi. Rute utama bakteri memasuki paru adalah melalui aspirasi mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi(>45% waktu) pada individu yang sehat ketika mereka tidur. Risiko aspirasi yang signifikan dari segi klinis meningkat pada pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau disfagiadanpada mereka yang terpasang slang endotrakea atau slang enteral. Penyebaran hematogen merupakan mekanisme yang efektif,sirkulasi pulmonal menjadi jalan masuk yang efektif bagi mikroba. Kapiler paru membentuk jaringan padat di dinding alveoli yang ideal untuk pertukaran gas. Mikroba hematogen dari lokasi infeksi yang jauh dapat bermigrasi melalui jaringan tersebut dan menyebabkan pneumonia (Morton dkk, 2014).



2.1.6 Pathway Pneumonia



2.1.7 Komplikasi Komplikasi pneumonia menurut Manurung(2016) yaitu : 1. Abses paru 2. Efusi pleura 3. Empiema 4. Bakteremia dan septicaemia 5. Bronkiektasis 2.1.8 Pentalaksanaan



1. Terapi SuportifmenurutWard dkk (2008) a. Oksigensuplemental untuk mempertahankan PaO2>8 kPa (SaO2 < 90%). b. Cairan intravena (± vasopresor/inotrop) untuk stabilisasi hemodinamik. c. Bantuan ventilasi, misalnya tekanan jalan napas positif konti u pada gagal napas. d. Fisioterapi membantu bersihan sputum pascaoperasi dan pada pasien imobilisasi. e. Posisi setengah telentang (yaitu elevasi kepala tempat tidur 300)pada pasien yang harus berbaring terus ditempat tidur dapat mengurangi risiko aspirasi. 2. Terapi Antibiotikmenurut Ward dkk (2008) yaitu: a. Pada HAP onset dini (4 hari dirumah sakit) dengan faktor risiko patogen MDR, terapi kombinasi dengan antibiotik spektrum luas untuk mencakup hasil gram-negatif MDR dan MRSA (resisten mitisilin) misalnya sefalospirin antipseudomonas, karbapenem antipseudomonas, vankomisin, dll. Terapi tambahan dengan aminoglikosida inhalasi atau polimiksin dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi sistemik. 2.1.9



Pemeriksaan Penunjang



Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada pneumonia adalah sebagai berikut : 1. Sinar X: untuk mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronkial, dapat juga menyatakan abses). 2. Biopsi Paru: untuk menetapkan diagnosis. 3. Pemeriksaan kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. 4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. 5. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.



6. Bronkoskopi:untuk menetapkan diagnosa dan mengangkat benda asing. 2.2 Asuhan Keperawatan 2.2.1



Pengkajian Menurut Hidayatdkk(2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan



proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber & Kelley 2009). 1. Biodata Anamnesis yang diperoleh dari anamnesis umum merupakan identitas diri pasien yaitu nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan hobi(Febrianto, 2013). 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri pleuretik, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsolidasi paru. b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (infeksi pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, posr-operasi, infeksi pernapasan, dan klien dengan imunosupresi (kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya) akan meninggal dunia. 3. Pengkajian Fokus Menurut Muttaqin (2014), pengkajian fokus pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut:



a. Breathing



Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. a) Inspeksi Bentukdada



dan



pergerakan



pernapasan:gerakan



pernapasan



simetris, pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal sternum space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama pada anak-anak. Batukdan sputum:saat dilakukan pengkajian batuk pada klien demgan pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen. b) Palpasi Gerakan dinding thoraksanterior/ ekskrusi pernapasan: padapalpasi klien dengan pneumonia, gerakan pada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus fokal): taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal. c) Perkusi Klien



dengan



pneumonia



tanpa



disertai



komplikasi,



biasanya



didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusipada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonoia menjadi satu sarang (kunfluens). d) Auskultasi Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untukmendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana didapatkan adanya ronkhi. b. Blood Pada pasien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi: a) Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah



c) Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan c. Brain Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. d. Bladder Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. e. Bowel Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. f. Bone Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 4. Pemeriksaan Fisik Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan keadaan klinis a. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, Streptococcus spp, dan Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering yang nonproduktif. b. Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik. c. Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasiparu (perkusi paru yang dullnes, ronchi nyaring, serta suara pernapasan bronkial). d. Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.



Pengkajian



kardiovaskular



dan



paru



harus



dilakukansecara



komperhensif, perawat harus mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia (kulit keabu-abuan atau sianosis) dan dispnea (napas cuping hidung). Pasien memperlihatkan gejala awitan awal pada pernapasan (misal batuk, produksi sputum dan dispnea) yang biasanya disertai dengan demam dan menggigil, inspeksi



dada



meliputi



pengkajian



pola



pernapasan



dan



frekuensi



pernapasan, observasi postur tubuh pasien dan kerja pernapasan, serta inspeksi adanya retraksi interkosta. Perkusi dada biasanya menghasilkan bunyi pekak pada pneumonia lobus. Penurunan bunyi napas terdengar pada saat auskultasi. Craclke awal yang halus (dulu disebut rales) atau bunyi napas bronkus terdengar di area konsoldasi (Morton dkk, 2014). 2.2.2



Diagnosa Keperawatan



Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis (Hermand dkk 2015). Menurut Herdmandkk(2015), masalah yang muncul pada pasien pneumonia adalah : 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas 2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 4. Resiko Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi 2.2.3



Intervensi



1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas Kriteria hasil: selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan : a. Produksi sputum berkurang b. Mengi berkurang c. Wheezing berkurang d. Gelisah berkurang Intervensi



Observasi a. Monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift b. Posisikan semi fowler atau fowler c. Berikan minum hangat d. Lakukan fisioterapi dada e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik f.



Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal



g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill h. Berikan oksigen Edukasi a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu 2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas Kriteria hasil: selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan : a. Tidak mengalami dispnea b. Tidak ada penggunaan otot bantu napas c. Frekuensi napas membaik d. Kedalaman napas membaik Observasi a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas b. Monitor pola napas c. Monitor adanya produksi sputum d. Monitor adanya sumbatan jalan napas e. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru f.



Auskultasi bunyi napas



g. Monitor AGD



h. Monitor hasil X-ray thoraks Terapeutik a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien b. Dokumentasikan hasil pemantuan Edukasi a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu 3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen Kriteria hasil: selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan : a. Tidak mengeluh Lelah b. Dispnea saat aktivitas menurun c. Dispnea setelah aktivitas menurun d. Frekuensi napas membaik Observasi a.



Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan



b.



Monitor kelelahan fisik dan emosional



c.



Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas



Terapeutik a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi a. Anjurkan tirah baring Kolaborasi a. Kolaborasi dengan ahli gizii tentang cara meningkatkan asupan makanan 4. Resiko ketidak seimbangan cairan Kriteria hasil: selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien diharapkan : a. Asupan cairan meningkat b. Haluaran urine meningkat c. Edema menurun



d. Asietes menurun Observasi a. Monitor status hidrasi b. Monitor berat badan harian c. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik a. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam b. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan c. Berikan caran intravena jika perlu Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu 2.2.4



Implementasi Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Efendi & Makhfudli, 2009).



2.2.5



Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan. Proses evaluasi terdiri atas dua tahap yaitu mengukur pencapaian tujuan klien yang baik kognitif, afektif, psikomotor dan perubahan fungsi tubuh serta gejalanya serta membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Efendi & Makhfudli, 2009). Dari masalah yang muncul, evaluasi yang diharapkan oleh penulis yaitu: 1. Kebersihan jalan nafas kembali efektif 2. Pola nafas kembali efektif



3. Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri 4. Tidak terjadi dehidrasi