BAB Pembahasan 1. Tipe Dan Cara Pembayaran Deviden [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB PEMBAHASAN 1. TIPE DAN CARA PEMBAYARAN DEVIDEN Ada beberapa tipe deviden: deviden kas dan deviden nonkas. Untuk deviden nonkas, ada diveden saham (stock dividend) dan stock splits (pemecahan saham). Mekanisme pembayaran diveden dan pengaruhnya terhadap harga saham bisa digambarkan sebagai berikut ini. Bagan 1. Kronologis Kebijakan Dividen Tanggal Pengumuman 3 januari 2003



Ex-dividend date 15 januari 2003



………. -1 0 + 1 Rp1.000,00



Tanggal pencatatan 17 januari 2003



Tanggal pembayaran 3 febuari 2003



+2…….. Rp950,00



Dividen dibayarkan sebesar Rp50,00 Harga saham sebelum dividen adalah Rp1.000,00 Harga saham sesudah dividen adalah Rp950,00 -1,0,+1, dan +2 adalah hari relative terhadap ex-date Berikut inipenjelasan untuk masing-masing tanggal yang berkaitan dengan dividen. a. Tanggal pengumuman adalah tanggal pada saat pembayaran dividen di umumkan oleh perusahaan. Misalkan direksi melakukan rapat, kemudian memutuskan untuk mebayarkan diveden sebesar Rp50,00. Keputusan tersebut di umumkan pada tanggal 3 januari 2003. Pada saat diumumkan, perusahaan mempunyai kewajiban (liabilities) untuk membayar deviden ( menjadi utang deviden). b. Tanggal ex-divedend adalah tanggal dimana pembeli saham sebelum tanggal tersebut berhak atas dividen. Jika pembeli membeli saham sesudah tanggal tersebut atau pada tanggal tersebut, ia tidak berhak berhak memperoleh deviden. Sebaliknya bagi penjual, jika ia membeli saham sesudah tanggal ex-divedend, maka ia masih berhak memperoleh deviden. Pada saat tanggal pencatatan, semua pemegang saham yang berhak atas deviden akan dicatat. Tanggal ex-devidend biasanya ditetapkan tiga hari sebelum tanggal pencatatan. Tanggal ex-devidend ditetapkan untuk mengakomodasi perbedaan efisiensi pencatatan pemegang saham oleh broker-broker yang berbeda. Ada broker yang lebih efisiensi (lebih cepat) dalam memproses pemegang saham yang berhak atas deviden., sebaliknya ada yang lambat. Selisih antara ex-devidend date dengan dengan tanggal pencatatan diharapkan (tiga hari ) bisa mengakomodasi semua pemegang saham dengan broker yang berbeda tingkat efisiensinya. c. Tanggal pencatatan adalah tanggal dimana semua pemegang saham yang terdaftar pada tanggal tersebut berhak atas deviden. Dividen tidak akan dibayar kepada investor yang pemberitahuannya melewati tanggal terseut. d. Diveden dibayar pada tanggal pembayaran kepada semua pemegang saham yang berhak menurut catatan yang dibuat pada tanggal pencatatan.



Meskipun secara formal pencatatan merupakan tanggal yang penting, tetapi secara ekonomis, tanggal ex-dividend merupakan tanggal yang penting secara ekonomis. Investor yang membeli sebelum tanggal ex-dividend (17 januari 2003), berhak memperoleh deviden. Karena itu akan terjadi penyesuaian terhadap harga saham pada tanggal ex-dividend. Karena ada aliran kas(dividen) yang akan keluar sebesar rp50,00 dari perusshaan, maka harga saham akan turun dengan Rp50,00. Harga akan turun dari Rp1.000,00 menjadi Rp950,00 pada tanggal ex-dividend. 2. KONTROVERSI KEBIJAKAN DIVIDEN Bagian ini menjelaskan kontriovesi pengaruh dividen terhadap nilai perusahaan. Miller dan Modigliani (MM) berargumen bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, sementaara argument lain mengatakan bahwa dividen yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan, dan argument terakhir mengatakan bahwa dividen yang rendah yang akan meningkatkan nilai perusahaan. A. Kebijakan Dividen Tidak Relevan Miller dan Modigliani (1961) mangajukan argument bahwa kebijakan dividen tidak relevan. Misalkan ada dua periode tahun ini dan tahun depan. Misalkan, perusahaan membagi dividen tiap tahunnya. Jika tahun ini perusahaan tidak membagi dividen, maka pada tahun depan, investor bisa memperoleh dividen, maka pada tahun depan, investor bisa memperoleh dividen tahun depan dan dividen yang seharusnya dibayar tahun ini plus tingkat keuntungan dari dividen yang ditahan tersebut. Dari sisi perusahaan, jika perusahaan ingin membayar dividen semua pada tahun ini, perusahaan bisa meminjam sehingga tahun ini perusahaan bisa membayar lebih besar dibandingkan kapasitas pembayaran tahun ini. Argument semacam itu yang diajukan oleh Miller dan Modigliani (MM). MM menunjukkan bahwa investor indifferent ( sama saja ) terhadap kebijakan dividen. MM mengajukan beberapa asumsi beikut ini dalam analisis mereka: a. Tidak ada pajak atau biaya lainnya. Pelaku pasar tidak bisa mempengaruhi harga sekuritas.pasar diasumsikan sempurna (perfect). b. Semua pelaku pasar mempunyai pengharapan yang sama terhadap investasi, keuntungan, dan dividen dimasa mendatang. Pengharapan investor dikatakan homogeny. c. Kebijakan investasi ditentukan lebih dahulu, kebijakan dividen tidak mempengaruhi kebijakan investasi.



Gambar berikut ini menggambarkan secara lebih formal ilustrasi tersebut. Bagan 2. Ketidak relevanan Kebijakan Dividen Tahun 0



110



100 90 89



100



111



Tahun 1



Misalkan seorang investor mempunyai preferensi dividen sebesar 100 pada tahun ini (0) dan 100 lagi pada tahun depan (1). Misalkan perusahaan ternyata membagi dividen sebesar 110 dan 89 pada tahun 0 dan tahun 1 berturut-turut. Apakah investor tersebut akan kecewa? Investor tersebut tidak perlu kecewa karena investor dengan mudah bisa menginvestasikan kelebihan dana tahun ini, dan kemudian memperoleh dana tersebut ( beserta keuntunganya) ditambah dividen tahun depan. Secara spesifik, langkah yang bisa dilakukan sebagai berikut ini . Tahun 0 1. Menerima Dividen 2. Menginvestasikan kelebihan di atas 100 kas masuk tahun 0



Tahun 1 110 10 100



1. Menerima dividen 2. Mengembalikan pinjaman dan bunganya 10( 1.1) kas masuk tahun 1



89 10 100



Misalkan ternyata perusahaan membayar dividen 90 pada tahun 0 dan 111 pada tahun 1, nbagaimana penyesuaian yang bisa dilakukan oleh investor agar preferensi dividen 100 pada tahun 0 dan 1 terpenuhi. Dia bisa melakukan langkah-langkah sebagai berikut ini. Tahun 0 3. Menerima Dividen 4. Menginvestasikan kelebihan di atas 10 kas masuk tahun 0



Tahun 1 90 10 100



3. Menerima dividen 4. Mengembalikan pinjaman dan bunganya 10( 1.1) kas masuk tahun 1



111 -11 100



Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa investor bisa melakukan penyesuaian pada tingkat personal untuk menetralkan kebijakan perusahaan yang tidak sebagai “homemade dividend’ ( deviden yang dibuat secara personal). B. Kebijakan Dividend Dan Kebijakan investasi Bagaimana kaitan kebijakan dividen dengan kebijakan investasi? Jika deviden ditambah, kemudian dipakai untuk mengurangi investasi yang mempunyai net present value positif, bagaimana akibatnya terhadap nilai perusahaan. Bab ini sebelumnya menunjukkan bahwa



perusahaan harus menerima investasi yang mempunyai NPV yang positif. Jika tidak, nilai perusahaan akan turun, dengan kata lain, perusahaan secara keseluruhan akan dirugikan.



Misalkan tanpa pembelajaan eksternal 𝐷1



𝐷2



𝐷𝑡



𝑃𝑜 = (1+𝑘)1 + (1+𝑘)2 + ∑ (1+𝑘)𝑡 0



𝑃𝑜 = (1+𝑘)1 +



𝐷1(1+ 𝑅)+𝐷2 (1+𝑘)2



( dibagi) 𝐷𝑡



+ ∑ (1+𝑘)𝑡



( tidak dibagi)



∆𝑃 = 𝑃𝑜′ − 𝑃𝑜 = = = =



𝐷1(1+𝑅)+𝐷2 (1+𝑘)2 𝐷1(1+𝑅) (1+𝑘)2



𝐷1



− [(1+𝑘)1 + ∑



𝐷𝑡 (1+𝑘)𝑡



]



𝐷1



− (1+)1



𝐷1(1+𝑅)−𝐷1( 1+𝑘) (1+𝑘)2 𝐷1(𝑅−𝑘) (1+𝑘)2



Hasil tersebut menunjukkan bahwa R> k, maka perubahan harga menunjukkan angka positif, yang berarti harga saham akan meningkat. Dengan kata lain, keputusan dividen tidak relevan. Yang lebih oenting adalah memanfaatkan dana untuk mengasilkan investasi yang mempunyai tingkat pengembalian ® lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan (k). C. Argumen yang mendukung relevansi dividen Argument ketidakrelevanan kebijakn dividen mengasumsikan pasar yang sempurna dan efisien. Jiaka pasar tidak sempurna, maka kebijakan deviden akan relevan. Argument yang menyatakan bahwa kebijakan dividen relevan berangkat dari asumsi ketidak sempurnaan pasar. Di suatu sisi, argument tersebut mengatakan bahwa perusahaan perlu membayar dividen yang tinggi, di sisi lain, argument tersebut mengtakan sebaliknya, yaitu perusahaan perlu membayar deviden yang rendah a. Dividen Dibayar Tinggi (Bird in the Hand Theory) Argument ini mengatakan bahwa pembayaran dividen mengurangi ketidakpastian, yang berarti mengurangi resiko, yang pada giliran selanjutnya mengurangi tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemegang saham ( ks, atau biaya modal saham). Berikut ini beberapa argument yang mendukung pembayaran deviden yang tinggi. Mengurangi ketidak pastian. Dividen yang tinggi akan membantu mengurangi ketidak pastian. Beberapa tipe investor akan menyukai pendapat saat ini. Karena dividen diterima saat ini, sedangkan capital gain diterima di masa mendatang, ketidak pastian dividen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ketidak pastian capital again. Karena factor ketidak pastian berkurang, investor semacam itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan dividen tinggi. Gordon (1961) berargumentasi bahwa nilai saham akan ditentukan oleh precend value dari individen yang akan ditrima investor saat ini dan dimasa



mendatang. Myron Gorden dan John Lintner berpendapat bahwa biaya modal saham (ks) akan naik karena investor merasa lebih pasti dengan pendapatan dividen di bandingakan dengan pendapatan capital again. Mengurangi konflik keagainan antara manajer dengan pemegang saham. Argument lain yang mendukung pembayaran yang tinggi dari kerangka teori keagenan(agency theory). Menurut teori tersebut konflik bisa terjadi antara pihak-pihak yang berkaitan diperusahaan. Sebagai contoh manajer disewa oleh pemegang saham untuk menjalankan perusahaan agar tujuan pemegang saham ( maksimisasi kemakmuran pemegang saham) bisa tercapai. Tetapi manajer bisa mempunyai agenda sendiri yang tidak selalu konsisten dengan tujuan pemegang saham. Efek pajak. Meskipun dividen mempunyai pajak efektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan capital again, tetapi dalam beberapa situasi, investor memilih pembayaran dividen yang lebih tinggi karena membayar pajak yang lebih rendah. Sebagai contoh , di amerika serikat, jika suatu perusahaan mempunyai saham diperusahaan lain, kemudian perusahaan yang dimiliki tersebut pembayaran dividen. 70% dari dividen kas semacam itu dibebaskan dari pajak. Jika perusahaan yang pertama ( memiliki) mempunyai tingkat pajak sebesar 30%, maka pajak atas dividen tersebut adalah 9% {(1-0,7)(0,3)}. Tingkat pajak tersebut cukup rendah, bahkan bisa lebih rendah dari tingkat pajak atas capital again. b. Dividen dibayar rendah Argument ini berpendapat sebaiknya dividen dibayarkan lunas. Variabel pajak danflotation coss mendasari argument tersebut. Efek pajak. Di negara tertentu, diseperti amerika serikat, pajak untuk capital again lebih rendah dibandingkan dengan pajak untuk dividen(28% versus 31%). Disamping itu, pajak atas capital again akan efekti jika capitalagain tersebut direalsir ( yang berarti saham tersebut dijual ). Dengan kata lain, pajak efektiv atas capital again bisa ditunda. Sedangkan pajak dividen akan dibayarkan pada saat dividen dibayarkan. Berdasarkan argument tersebut, dividen seharusnya dibayar rendah, karena akan menghemat pajak. Lizen berger dan Ramaswamy mengajukan argument efek pajak terhadap dividen. Menurut argument mereka, pajak capital again biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pajak ata dividen. Sebagai contoh, di amerika sserikat, samapai tahun 1986, hanya 40% dari capital again jangka panjang yang dikenai pajak. Dengan demikian, investor yang berada dalam kelompok pajak 50% x 0,4 = 20% pada pendapatan capital again. Menurut hukum pajak 1992, dividen bisa dikenai pajak sampai 31%, sedangkan capital again dibatasi sampai 28%. Hal lain yang perlu diperhitungkan adalah pajak atas capital again. Direalisir ( dibayar) jika keuntungan capital again di realisir. Karena nilai rupiah masa mendatamg mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rupiah saat ini, dividen yang kecil dengan demikian akan lebih menaruk dibandingkan dividen yang lebih tinggi. Biaya Emisi (Flotation Costs). Jika perusahaan membayarkan dividend an kemudian menerbitkan saham, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya emisi saham. Biaya modal saham eksternal lebih besar dibandingkan biaya modal internal, karena adanya biaya emisi, biaya transaksi dan biaya underpricing saham. Karena itu perusahaan akan lebih baik membayarkan dividen rendah sehingga tidak harus menerbitkan saham baru



c. Pengujian empiris Bagian di atas membicarakan tiga pendapat mengenai dividen : (1) tidak ada pengaruh dividen terhadap nilai perusahaan, (2) dividen di bayar tinggi, dan (3) dividen dibayarkan rendah. Argumen mana yang didukung oleh bukti empiris? Bagan berikut ini menyajikan ilustrasi pengujian empiris ketiga argument tersebut. Dividen Yield D1 / Po (%) 15% Ks = D1/Po + g ( naik dengan naiknya g ) Ks = D1/ Po + g ( konstan = 15%) Ks = D1/ Po + g ( turun dengan turunnya g) 14%



15%



16%



Tingkat pertumbuhan (g)



Sumbu tegak adalah dividen yield, sedangkan sumbu mendatar adalah tingkat pertumbuhan. Tingkat keuntungan yang disyaratkan untruk saham terdiri dari dua bagian, yaitu dividen yield (D1/P0) dan tingkat pertumbuhan (g) seperti berikut ini Ks = D1 / P0 + g Suatu saham yang mempunyai g = 0, dan dividen yield sebesar 15%, sehingga ks menjadi 15%. Di lain pihak saham bisa mempunyai dividen yield sebesar 0, dan g =15%, sehingga ks menjadi 15 %. Ada tiga kemungkinan yang bisa ditemukan secara empiris seperti terlihat pada gambar diatas. Dari tiga kemungkinan tersebut, hanya ada satu garis yang akan ditemukan sesuai dengan data empiris. Jika pendapatan MM benar, investor mensyaratkan tingkat keuntungan sebesar 15% baik untuk saham dengan dividen yield sebesar 15%, ataupun untuk saham tingkat pertumbuhan 15% dan dividen = 0. Dengan kata lain, investor akan menilai sama saja kedua saham tersebut. Garis tengah, dengan slope -1 ( negative 1) yang menghubungkan titik 15% pada sumbu Y dan X, mendukung argument MM mengenai ketidak relevan kebijakan deviden. Pada garis diatasnya, garis dengan slope yang lebih mendatar, ks meningkatkan dengan meningkat tingkat pertumbuhan. Investor dalam situasi tersebut mensyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tingi. Dengan kata lain, pendapatGordon-Lintner yang mengatakan bahwa dividen sebaiknya dibayaarkan lebih besar, akan didukung oleh temuan garis tersebut. Pada garis paling bawah ( garis depan slope lebih curam ), ks menurun dengan menurinya tingkat pertumbuhan. Investor mensyaratkan tingkat keuntungan yang lebih rendah untuk saham dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dengan kata lain jika garis tersebut yang ditemukan, maka argument dividen dibayarkan kecil akan didukung. Temuan empiris cenderung menemukan garistenggah yang nampaknya terjadi. Dengan kata lain, nampaknya argument MM didukung oleh bukti empiris. Tetapi kita tidak bisa langsung



mengambil kesimpulan bahwa kebijakan deviden tidak relevan. Ada dua hal, pertama, untuk sampai pada kesimpulan tersebut kita harus bisa mengontrol variabel-variabrel lain yang mempengaruhi harga saham. Idealnya, kita bisa mengumpulkan sampel saham –saham yang mempunyai karakteristik yang sama , kecuali hanya untuk kebijakan dividennya. Kedua, kita harus bisa menghitung tingkat pertumbuhan yang diharapkan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Sayangnya, kita akan menemui kesulitan untuk memperoleh sampel dan perhitungan seperti yang diharapkan Alternative pengujian empiris yang lain adalah dengan menggunakan rekresi dalam kerangka CAMPN (capital asset Pricing Model ), dengan spesifikasi sebagai berikut ini. 𝑘𝑠𝑖 = 𝑅𝑓 + 𝛽 (𝑅𝑀 − 𝑅𝐹 ) + 𝛾 (𝐷𝑖 − 𝐷𝑀 ) Di mana : 𝑘𝑠𝑖 = tingkat keuntungan yang harus disyaratkan untuk saham 𝑅𝑓 = tingkat keuntungan asset bebas risiko 𝛽, 𝛾 = koefisien regresi 𝑅𝑀 = tingkat keuntungan pasar 𝐷𝑖 = dividend yield saham 𝐷𝑀 = divedend yield rata-rata saham ( pasar) Regresi tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan data historis. Jika koefisien regresi Y mempunyai nilai 0, maka mendapat MM akan didukung oleh bukti empiris. Jika Y mempunyai nilai positif, maka argument membayar dividen tinggi lebih baik, akan didukung oleh bukti empiris. Sebaliknya, jika y brnilai negative, maka argument dividen rendah sebaiknya dibayarkan, akan didukung oleh empiris. Penemuan empiris cendenrung menghasilkan temuan yang tidak konsisten. Penelitian oleh Litzenberger dan ramaswamy menemukan bukti bahwa saham dengan dividen yield yang tingi mempunyai return yang lebih tinggi (y = positif), tetapi penelitian lain menunjukan bahwa nilai Y cenderung nol. Kelemehan dari metode diatas adalah digunakanya data hostoris. Data tersebut tidak selalu mencerminkan pengharapan investor dimasa mendatang. 3. ISI INFORMASI DIVIDEN DAN EFEK CLIENTELE Bagian ini membicarakan dua isu yang berkaitan dengan dividen yaitu isi informasi dividen dan efek clientele. a. Isi informasi dividen ( information content of dividen) Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen. Sebagai contoh penelitian, dengan datadi amerika serikat, menunjukkan bahwa harga saham naik sebesar 3% setelah pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham turun sekitar 7%. Setelah pengumuman penerunan dividen. Sekilas fnomena tersebut nampaknya kosisten dengan argument bahwa deviden meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi ada argument lain yang lebih masuk akal. Menurut argument tersebut,dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan (penurunan)harga, tetapi



prospek perusahaan,yang di tunjuk oleh meningkatkan(menurunya)dividen yang dibayarkan, yang menyebabkan perusahaan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori signal atau isi informasi dari dividen. Menurut teori signaling tersebut, dividen dipakai sebagai signal oleh perusahaan. Jika perusahaan merasa bahwa prospek dimasa mendatang baik, pendapatan, aliran kas di harapkan meningkat atau di peroleh pada tingkat dimana dividen yang meningkat tersebut bisa dibayarkan, maka perusahaan akan meningkatkan dividen. Pasar akan merespons positif pengumuman kenaikan dividen tersebut. Hal yang sebaliknya akan terjadi. Jika perusahaanmerasa prospek dimasa mendatang menurun, perusahaan akan menurunkan pembayaran dividenya. Pasar akan merespon negative pengumuman tersebut. Menurut teori tersebut, dividen menpunyai kandungan informasi,yaitu prospek perusahaan dimasa mendatang. b. Efek klien ( clientele effect) Menurut argument ini, kebijakan dividen seharusnya ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan segmen investor tertentu sebagai contoh , kelompok investor dengan tingkat pajak yang tinggi akan menghidari dividen, karena dividen mempunyai tingkat pajak yang lebih tinggi dibandingan dengan capital again. Sebalinya, kelompok investor dengan pajak yang rendah akan menyukai dividen. Contoh lain, kelompok investor usia muda barang kali akan lebih memilih capital again (pajak rendah), karena mereka mempunyai orientasi jangka panjang. Sebalinya, kelompok investor usia ( misalkan medaki pension) akan lebih menyukai dividen, karena dividen meberikan tingkat kepastian yang lebih tinggi. Kebijakan dividen tertentu akan menarik sigmen tertentu kemudian tugas perusahaan ( manajer keuangan) adalah melayani segmen tersebut. Kebijakan dividen yang berubahubah akan mengacaukan efek klien tersebut, menyebabkan harga saham berubah. Beberapa penelitian empiris nampaknya mendukung teori tersebut. 4. TEORI DEVIDEN RESIDUAL ( RESIDUAL THEORY OF DIVIDENDS ) Menurut teori tersebut, manajer keuangan akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menetapkan penganggaran modal yang optimum. Semua usulan investasi yang mempunyai NPV yang positif akan diterima ( dilaksanakan ). b. Menentukan jumlah saham yang diperlukan untuk membiayai investasi baru tersebut sambil menjaga struktur modal yang ideal ( target ). c. Menggunakan dana internal untuk mendanai kebutuhan dana dari saham tersebut. d. Membayarkan dividen hanya jika ada sisa dari dana internal, setelah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai.



Sebagai contoh, misal suatu perusahaan mempunyai penganggaran modal sebagai berikut : Tabel 1. Usulan Investasi dan IRR-nya Usulan Investasi A B C D E F G H



Kebutuhan Investasi ( Rp ) 100 juta 250 juta 150 juta 200 juta 150 juta 300 juta 250 juta 200 juta



IRR 30% 25% 24% 21% 20% 18% 17% 15%



Misalkan biaya modal perusahaan tersebut adalah 19%. Kemudian perusahaan mempunyai dana internal sebesar Rp 750 Miliyar. Target struktur modal adalah 60% saham dan 40% utang. Bagan berikut ini menunjukan usulan investasi yang berada diatas biaya modal. Bagan 4. IRR Usulan Investasi dan Biaya Modal (%) A B C D E 19%



100



350



500



700



850



Investasi (Rp juta)



Dari bagan diatas, nampak perusahaan akan menerima proyek A,B,C dan D. Total dana yang dibutuhkan adalah Rp 850 Juta. Dari jumlah tersebut, 60% x Rp 850 juta = Rp 510 juta menggunakan data internal, sedangkan sisanya ( Rp340 juta ) menggunakan utang. Perusahaan dengan demikian mempunyai kelebihan kas sebesar Rp 240 juta ( Rp750 juta – Rp 510 juta ). Jumlah kas tersebut bisa dibagikan sebagai deviden. Kebijakan deviden residual dengan demikian membayarkan deviden hanya jika ada sisa kas setelah perusahaan mendanai semua usulan investasi yang mempunyai NPV positif ( hanya kebijakan investasi yang mempengaruhi nilai perusahaan ). Kebijakan deviden tersebut merupakan variabel positif, dan dengan demikian tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan metode ini, perusahaan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Memperkirakan pendapatan dan kesempatan investasi untuk jangka waktu panjang, misal 5-10 tahun mendatang.



b. Menghitung rata-rata sisa kas yang bisa dibagikan sebagai deviden dalam jangka waktu tersebut. c. Menetapkan target rasio pembayaran deviden selama jangka waktu tersebut. Dengan demikian smoothed residual dividend policy dipakai untuk memperkirakan target rasio pembayaran deviden jangka panjang, bukannya untuk tahun tertentu. 5. BEBERAPA FAKTOR DALAM KEBIJAKAN DEVIDEN Seperti dijelaskan dimuka, tidak ada bukti yang jelas apakah kebijkan deviden itu sendiri bisa mempengaruhi nilai perusahaan. Berikut ini faktor-faktor praktis yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kebijakan deviden : A. Kesempatan Investasi Semakin besar kesempatan investasi maka deviden yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. Akan lebih baik jika dana ditanamkan pada investasi yang menghasilkan NPV yang positif. B. Profitabilitas dan Likuiditas Perusahaan yang mempunyai aliran kas profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan deviden. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika aliran kas tidak baik. C. Akses ke Pasar Keuangan Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayar deviden lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. D. Stabilitas Pendapataan Jika pendapatan suatu perusahaan relatif stabil, aliran kas dimasa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu bisa membayar deviden yang lebih tinggi. E. Pembatasan-pembatasan Seringkali kontrak utang, obligasi, ataupun saham preferen membatasi pembayaran deviden dalam situasi tertentu. 6. PEMBELIAN SAHAM KEMBALI ( STOCK REPURCHASES ),DIVIDEN, SAHAM, DAN STOCK SPLIT Berikut ini penjelasan lebih lanjut ketiga alternatif sebagai berikut : A. Pembelian Saham Kembali ( Stock Repurchases ) Alternatif dari pembayaran deviden kas, perusahaan bisa melakukan pembelian saham kembali. Pembelian saham perusahaan yang beredar tersebut bisa dilakukan melalui pasar Skunder Bursa Efek. Saham yang dibeli tersebut masuk dalam rekening treasury stock. Secara teoritis, nilai perusahaan sebelum dan sesudah pembelian saham kembali akan sama. Misalkan suatu perusahaan mempunyai informasi sebagai berikut ini. Jumlah saham yang beredar adalah 10.000 lembar. PER ( Price Earning Ratio ) adalah 20 kali. Perusahaan memperoleh keuntungan total sebesar Rp 4 juta. Perusahaan mempunyai dua pilihan : (1) membayar deviden kas sebesar Rp 2 juta, atau (2) membeli saham kembali senilai Rp 2 juta. Table berikut ini meringkaskan hasil dari kedua alternative tersebut.



Nilai Perusahaan Total



Nilai per lembar



1. Dividen Dividen di bayarkan 2.000.000 200 ribu / 10.000 lembar 200 laba bersih setelah Dividen 2.000.000 200 ribu / 10.000 lembar 200 Price Earning Ratio (PER) 20 x 20 x Nilai saham 20.000.000 20 juta / 10.000 lembar 2000 2. Pembelian saham kembali laba bersih 2.000.000 200 ribu / 9.091 lembar 220 PER 20 x Nilai saham 20.000.000 20 juta / 9.091 lembar 2.200 Hasil diatas terjadi jika pasar keuangan sempurna. Dalam kenyataannya, pasar keuangan tidak sempurna, sehingga pembelian saham kembali mempunyai keuntungan, dan tentu saja mempunyai sisi negatif pembelian saham kembali. a. Keuntungan Pembelian Saham Kembali 1. Pembelian saham kembali bisa menghemat pajak 2. Pengumuman pembelian kembali bisa dianggap sebagai signal positif oleh investor 3. Pembayaran deviden biasanya dilakukan dengan pola stabil 4. Pemegang saham mempunyai pilihan dengan pembelian saham kembali 5. Dalam beberapa situasi tertentu, pembelian saham kembali dilakukan secara selektif ( leverage repurchase ) b. Kerugian Pembelian Saham Kembali 1. Pemegang saham barangkali mempunyai prefrensi yang berbeda antara dividen kas dan pembelian saham kembali ( keuntungan diperoleh dari capital gain ) 2. Perusahaan barangkali membayar harga pembelian kembali terlalu tinggi, sehingga merugikan pemegang saham saat ini ( yang tetap memegang saham) 3. Pemegang saham yang menjual sahamnya barangkali tidak mengetahui persis implikasi dan efek dari program pembelian saham kembali B. Deviden Saham dan Stock Split a. Penyesuaian Akuntansi Deviden dan Stock Split ( Pemecahan Saham ) Misalkan harga pasar saat ini adalah Rp 5000. Perusahaan mempunyai neraca ( untuk komponen modal saham ) sebagai berikut : Saham Biasa (nilai par @ Rp 1000 – 100.000 lembar) 100.000.000 Agio ( Capital Surplus ) 300.000.000 Laba yang ditahan 200.000.000 Total Modal Saham



600.000.000



Misalkan perusahaan mengumumkan 10% saham deviden, maka menjadi sebagai berikut ini. Saham Biasa (nilai par @ Rp 1000 – 110.000 lembar) Agio ( Capital Surplus ) Laba yang Ditahan



komposisi neracanya akan 110.000.000 340.000.000 150.000.000



Total Modal Saham 600.000.000 Dengan 10% deviden saham, maka ada tambahan deviden sebesar 10% x 100.000 lembar = 10.000 lembar saham baru. Nilai nominal baru adalah Rp. 110.000.000. untuk tambahan saham baru tersebut, masing-masing mempunyai agio (capital surplus) sebesar Rp. 5.000 – Rp 1000 = Rp. 4.000. Dengan demikian tambahan agio saham adalah Rp. 4.000 x 10.000 lembar = Rp 40.000.000. Tambahan nilai saham dan agio terseut diambilkan dari pos laba yang ditahan, yang berkurang dengan Rp. 50.000.000 atau menjadi Rp 150.000.000. Total modal saham yaitu Rp 600.000.000. Missal perusahaan mengumumkan stock split dengan split factor 2 : 1 (setiap lembar saham menjadi dua lembar saham), maka komposisi modal saham menjadi sebagai berikut ini. Saham Biasa (nilai par @ Rp 500 – 200.000 lembar) 100.000.000 Agio (Capital Surplus) 300.000.000 Laba yang Ditahan 200.000.000 Total Modal Saham 600.000.000 Perhatikan hanya komposisi pos saham yang berubah, dalam hal ini nilai Par menjadi setengahnya, sedangkan jumlah lembar saham menjadi dua kali lipat. Sedangkan nilai total saham biasa dan modal saham tetap sama. b. Alasan Dilakukannya Deviden Saham dan Stock Split Situasi di atas, dimana nilai total saham tidak berubah, terjadi pada kondisi pasar keuangan yang sempurna. Dalam kenyataannya banyak ketidaksempurnaan pasar yang menyebakan nilai perusahaan bisa berubah setelah splits atau deviden saham. 1. Perusahaan ingin menahan kas, tetapi juga ingin membayar deviden. Resolusinya adalah dengan membayar stock deviden atau stock splits. 2. Perusahaan ingin memperoleh trading range yang dianggap ideal. 3. Perusahaan ingin memberi signal ke pasar.



Ilustrasi : Efek Deviden Saham dan Pemecahan Saham Perhatikan bagan berikut ini : Bagan 4. Kumulatif Abnormal Return untuk Split dan Spkit Devidend Saham



Cumulative Abnormal Return (%) 6 Split 4 Split dan Dividen Saham 2 0



Dividen Saham



-2 0 ( tanggal Pengumuman)



Gambar diatas menunjukkan bahwa pada pengumuman deviden saham dan pemecahan saham berkaitan dengan respon harga yang positif. Jika deviden saham dan pemecahan saham tidak mengakibatkan nilai tambah, kenapa terjadi reaksi semacam itu ? mereka menyimpulkan bahwa pasti ada efek informasi dari deviden saham dan pemecahan saham. Distribusi deviden saham atau pemecaham saham memberikan semacam informasi baru mengenai prospek perusahaan dimasa mendatang. c. Reverse Split Reverse split merupakan kebalikan dari stock split (pemecaham saham). Dalam reverse split, beberapa lembar saham disatukan menjadi satu saham. Dalam dunia nyata, reverse split dilakukan karena bebrapa alasan. Pertama, saham yang nilainya terlalu kecil sering dianggap sebagai saham yang tidak baik ( saham “gurem” ), atau tidak “terhormat”. Investor menganggap perusahaan tersebut mempunyai prospek yang kurang baik, dan cenderung menilai rendah ( underestimate ) saham tersebut.