Bab Vi Penjualan Angsuran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS RESUME BAB VI : PENJUALAN ANGSURAN



Nama



: Resi Hepani



NIM



: C.1711035



Kelas Akuntansi C (Angkatan 6) Mata Kuliah: Akuntansi Keuangan Lanjutan 1



FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DJUANDA 2019



BAB VI PENJUALAN ANGSURAN Penjualan Angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayarannya dilaksanakan secara bertahap yaitu : 1. Pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli (Down Payment). 2. Sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran. Untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian (kontrak) penjualan angsuran sebagai berikut: 1. Perjanjian penjualan bersyarat (condutional sales contact) dimana barang barang telah diserahkan, tetapi hak barang barang masih berada ditangan penjual sampai seluruhnya pembayaran sudah lunas. 2. Pada saat pembelian sudah ditanda-tangani dan pembayarn pertama telah dilakukan, hak milik dapat diserahkan kepada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotikkan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada penjual. 3. Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. 4. Beli sewa (lease-purchase), dimana barang barang yang telah diserahkan kepada pembeli. Pengakuan Laba Kotor Dalam Penjualan Angsuran Pada umumnya pengakuan laba kotor dalam transaksi penjualan angsuran ada 2 (dua) cara, yaitu: 1. Laba kotor diakui untuk periode dimana penjualan dilakukan atau 2. Laba kotor dapat dihubungkan dengan periode dimana realisasi pembayaran telah terjadi dengan sesuai dengan dengan perjanjian. Laba Kotor diakui untuk periode terjadinya transaksi penjualan Pada cara ini transaksi penjualan angsuran diperlakukan seperti halnya transaksi penjualan kredit. Laba kotor yang terjadi diakui pada saat penyerahan barang dengan ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada langganan. Konsekuensinya pengakuan terhadap biaya biaya yang berhubungan dan dapat diidentifikasikan dengan pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan. Pengakuan Laba Kotor Di Hubungkan dengan Periode-periode Terjadinya Realisasi Penerimaan Kas Pada cara ini laba kotor yang diakui sesuai dengan jumlah uang Kas dari penjualan angsuran yang direalisasikan dalam periode periode yang bersangkutan. Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran adalah sebagai berikut :



1. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (Cost) dari barang barang yang dijual atau service, sesudah seluruh harga pokok (Cost) kembali,maka penerimaanpenerimaan selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan. 2. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan, selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan kembali / pengembalian harga pokok (Cost). 3. Setiap penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai pengembalian harga pokok (Cost) maupun sebagai realisasi keuntungan didalam perbandingan yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi pada saat perjanjian penjualan angsuran ditanda tangani. Penjualan Angsuran untuk Barang-barang Tak Bergerak Contoh 1 : PT SENTANA, suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jual beli harta tidak bergerak, menjual sebuah rumah kepada Tuan Hartono dengan harga Rp 2.500.000. Harga pokok rumah itu menurut pembukuan PT SENTANA sebesar Ro 1.500.000. Beberapa ketentuan yang diatur di dalam kontrak penjualan, khususnya yang berhubungan dengan syarat pembayaran adalah sebagai berikut : pembayaran pertama (down payment) sebesar Rp 500.000. Untuk menjamin keamanan pemilikan rumah tersebut, PT SENTANA dan Tuan Hartono setuju untuk menghipotikkan rumah tersebut dari Tuan Hartono kepada PT SENTANA sebesar Rp 2.000.000. Akte Hipotik ditanda-tangani pada tanggal 1 September 1980, dibayar dalam jangka waktu 5 tahun dengan pembayaran tiap ½ tahun @ Rp 200.000. Bunga hipotik sebesar 12% setahun untuk sisa pinjaman hipotik yang belum dibayar. Komisi dan biaya-biaya lainnya guna menyelesaikan akte hipotik sejumlah Rp 500.000 telah dibayar tunai oleh PT SENTANA. Angsuran pokok dan bunga hipotik untuk pertama kali baru akan dilakukan pada tahun 1981. Jurnal-jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi tersebut pada tahun 1980 dan 1981 dalam buku-buku PT SENTANA, menurut kedua metode tersebut di atas adalah sebagai berikut : Penjualan Angsuran untuk Barang-barang tak Bergerak. Transaksi 1 September1980 : 1) Dijual sebuah rumah dengan harga : Rp 2.500.000 harga pokok rumah sebesar : Rp 1.500.000 2) Penerimaan pembayaran pertama (down payment) sebesar Rp 500.000 dan Hipotik U/K untuk saldo yang belum dibayar sebesar Rp 2.000.000 3) Pembayaran biaya-biaya; komisi dan pengurusan akte hipotik dan lain-lain Rp 50.000 4) 31 Desember 1980 : a) Bunga yang masih harus



Jurnal Laba diakui secara proporsional dengan Laba diukur pada periode penjualan jumlah penerimaan angsuran Piutang (Tuan Hartono) Rumah Laba penjualan Rumah



2.500.000 1.500.000 1.000.000



Piutang (Tuan Hartono) 2.500.000 Rumah 1.500.000 Laba kotor yang belum Direalisasi (Deferred gross Profit) 1.000.000 Kas 500.000 Hipotik-U/K 2.000.000 Piutang (Tuan Hartono) 2.500.000



Kas Hipotik-U/K Piutang (Tuan Hartono)



500.000 2.000.000



Ongkos Penjualan Kas



50.000 50.000



Ongkos Penjualan Kas



50.000 50.000



Bunga hipotik yang akan diterima



80.000



Bunga hipotik yang akan diterima



80.000



2.500.000



diterima atas Hipotik-U/K, 12% untuk jangka waktu 4 bulan = (4/12 x 12% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000.000 b) Laba kotor yang direalisasikan adalah sebagai berikut : % laba kotor = 40% 1.000.000 atau ( x 100% ). 2.500.000 Penerimaan Kas tahun 1980, sebesar : Rp 500.000 (down payment). Jadi laba kotor yang direalisasi 40% x 500.000 = Rp 200.000 5) Menutup rekening-rekening nominal ke Rugi-Laba



6) 1 Januari 1981 : Reversal entries untuk bunga yang akan diterima pada akhir 1980. 7) 1 Maret 1981 : Diterima pembayaran angsuran hipotik sebesar Rp 200.000 dan bunga hipotik sebesar : Rp 120.000 8) 1 September 1981 : Diterima pembayaran angsuran hipotik Rp 200.000 dan bunga dari pokok hipotik Rp 1.800.000 @ 12% untuk jangka waktu 6 bulan = Rp 108.000 9) 31 Desember 1981 : a) Adjustment bunga hpotik dari pokok : Rp 1.600.000 @ 12% untuk jangka waktu 4 bulan = Rp 64.000 b) Laba kotor yang direalisasi = 40% dan pembayaran angsuran yang diterima tahun 1981 sebesar Rp 400.000 atau Rp 160.000 10) Menutup rekening-rekening nominal ke Rugi-Laba.



Pendapatan bunga



80.000



Pendapatan bunga



Laba kotor yang belum Direalisasi (Deferred Gross Profit) Realisasi Laba Kotor (Realized Gross Profit)



Laba penjualan rumah Pendapatan bunga Ongkos Penjualan Rugi – Laba Pendapatan bunga Bunga hipotik yang akan diterima



1.000.000 800.000 50.000 1.030.000 80.000



80.000



200.000



200.000



2.000.000 800.000 50.000 2.030.000 80.000



80.000



Realisasi Laba Kotor Pendapatan bunga Ongkos Penjualan Rugi – Laba Pendapatan bunga Bunga hipotik yang akan diterima



Kas Hipotik-U/K Pendapatan Bunga



320.000 200.000 120.000



Kas Hipotik-U/K Pendapatan Bunga



320.000 200.000 120.000



Kas Hipotik-U/K Pendapatan Bunga



308.000 200.000 108.000



Kas Hipotik-U/K Pendapatan Bunga



308.000 200.000 108.000



Bunga hipotik yang akan diterima Pendapatan bunga



64.000 64.000



Bunga hipotik yang akan diterima Pendapatan bunga



64.000 64.000



Pendapatan bunga Rugi-Laba



212.000 212.000



80.000



Laba kotor yang belum direalisir (Deferred gross profit) Realisasi Laba Kotor (realized Gross Profit)



160.000



Pendapatan bunga Realisasi Laba Kotor Rugi-Laba



212.000 160.000 372.000



160.000



Penjualan Angsuran untuk barang-barang (bergerak) Contoh 2: PT Karya Bhakti menjual barang dagangannya sebagian atas dasar kontrak penjualan angsuran untuk masa ± 3 tahun di samping penjualan secara kredit, sejak beberapa tahun terakhir. Berikut ini neraca PT Karya Bhakti pada akhir tahun buku 1980



PT KARYA BHAKTI, SEMARANG Neraca, per 31 Desember 1980 Aktiva Kas Putang Dagang (regular) Piutang penjualan angsuran 1979 Piutang penjualan angsuran tahun 1979 Persediaan barang-barang Aktiva tetap lainnya Akumulasi penyusutan



Pasiva Rp 625.000 Rp 100.000 Rp 300.000 Rp 80.000 Rp 600.000



Rp 1.175.000 Rp



Hutang Dagang Wesel Bayar Laba kotor yang belum direalisasi tahun 1979 Laba kotor yang belum direalisasi tahun 1979 Modal saham



Rp 650.000 Rp 100.000



Laba yang Ditahan



Rp



Jumlah Hutang & Modal



Rp 2.500.000



Rp



90.000



Rp 20.000 Rp 1.500.000 140.000



380.000 Rp 795.000



Jumlah Aktiva



Rp 2.500.000



Terhadap barang dagangan yang dijual atas dasar kontrak penjualan angsuran, perusahaan memperhitungkan tingkat laba kotor masing-masing 30% untuk tahun 1980 dan 25% untuk tahun 1979 dari harga jual yang bersangkutan. Diumpamakan perusahaan menggunakan metode phisik terhadap administrasi barang-barang dagangannya. Atas dasar transaksi-transaksi yang terjadi dalam tahun 1981 berikut ini, maka pencatatan yang diperlukan oleh PT Kharya Bhakti adalah sebagai berikut : Penjualan Angsuran untuk barang-barang dagangan (barang-barang bergerak) Transaksi - Transaksi 1 Januari – 31 Desember 1981 1) Penjualan Tunai Rp 1.000.000 Kredit Rp 850.000 Angsuran Rp 600.000 Jumlah Rp 2.450.000 2) Pembelian barang-barang secara kredit sebesar Rp 2.500.000 3) Penerimaan Kas dari : Piutang Dagang : Rp 800.000 Piutang Penjualan Angsura 1981 : Rp 300.000 1980 : Rp 200.000 1979 : Rp 60.000 Jumlah Rp 1.360.000 4) Pengeluaran Kas dan Biaya-biaya Pengeluaran Kas untuk: Pembayaran Hutang Dagang Rp 100.000 Jumlah Rp 2.450.000 -



Macam-macam biaya



Jurnal Kas 1.000.000 Piutang Dagang 850.000 Penjualan 1.850.000 Piutang Penjualan Angsuran tahun 1981 600.000 Penjualan Angsuran 600.000 Pembelian 2.500.000 Hutang Dagang 2.500.000 Kas 1.360.000 Piutang dagang 800.000 Piutang penjualan Angsuran 1981 300.000 Piutang penjualan Angsuran 1980 200.000 Piutang penjualan Angsuran 1979 60.000



Hutang Dagang 2.550.000 Macam-macam Biaya Usaha 500.000 Potongan Pembelian Kas



100.000 2.855.000



Usaha Jumlah pengeluaran kas



Rp 405.000 Rp 2.855.000



Akumulasi penyusutan Aktiva tetap



95.000



-



Biaya penyusutan Aktiva Tetap Rp 95.000 31 Desember 1981, tutup buku : 5) Mencatat harga pokok barang-barang yang dijual secara angsuran Rp 390.000



6) Menutup rekening-rekening penjualan angsuran dan harga pokoknya serta mencatat laba kotor penjualan selama tahun 1981 635% x 60.000 = 210.000 7) Mencatat realisasi laba kotor penjualan angsuran dalam tahun buku 1981 Penjualan Angsuran : Th. 1981 = 35% x 300.000 = 105.000 Th. 1980 = 35% x 200.000 = 60.000 Th. 1979 = 35% x 60.000 = 35.000 Jumlah Rp 180.000



8) Menutup persediaan awal barang dagangan pembelian barang-barang, potongan pembelian dan pengiriman barang-barang yang dijual dengan perjanjian angsuran ke Rekening Rugi – Laba



9) Mencatat persediaan akhir barang dagangan sesuai dengan stock opname pada tanggal 31 Desember 1981 sebesar harga pokok Rp 1.210.000 10) Menutup Saldo rekening penjualan regular ke rekening Rugi – Laba 11) Menutup laba kotor yang direalisasi dari hasil penjualan angsuran tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya ke rekening Rugi – Laba 12) Menutup rekening-rekening biaya usaha ke Rekening Rugi – Laba 13) Mencatat taksiran pajak perseroan yang akan dibayar sebesar 20% x laba sebelum dipotong P.Ps. (20% x 130.000 = 26.000) 14) Menutup rekening pajak Perseroan ke Rekening Rugi – Laba 15) Memindahkan laba bersih ke rekening Laba yang ditahan



Harga Pokok Penjuakan Angsuran 390.000 Pengiriman barang-barang Penjualan Angsuran 390.000 Penjualan Angsuran 600.000 Harga pokok penjualan Angsuran 390.000 Laba Kotor Penjualan yang Belum direalisasi 1981 210.000 Laba kotor penjualan Angsuran yang belum direalisasi1981 105.000 Laba kotor penjualan Angsuran yang belum direalisasi 1980 60.000 Laba kotor penjualan Angsuran yang belum direalisasi 1979 35.000 Relisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran ……………………. 180.000 Rugi – Laba 2.610.000 Pengiriman barangbarang penjualan angsuran 390.000 Potongan pembelian 100.000 Persediaan barang dagangan (per 1 – 1 – 1981) 600.000 Pembelian 2.500.000 Persediaan barang dagangan (per 31 – 12 – 1981) 1.210.000 Rugi – Laba 1.210.000 Penjualan 1.850.0000 Rugi – Laba 1.850.000 Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran 180.000 Rugi – Laba 180.000 Rugi – Laba 500.000 Macam-macam Biaya Usaha 500.000 Pajak Perseroan 26.000 Taksiran Hutang P.Ps ………. 26.000 Rugi – Laba 26.000 Pajak Perseroan 26.000 Rugi – Laba 104.000 Laba yang ditahan (Realized carning) 104.000



Alternatip prosedur untuk menghitung Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran Penjualan Angsuran Tahun 1981 1980 Saldo Laba Kotor Yang Belum Direalisasi (sebelum adjustment) …………………… Laba Kotor yang Belum Direalisasi pada akhir periode : Untuk penjualan angsuran 1981 : 35% x saldo yang belum dibayar (Rp 300.000) …………………………… Untuk penjualan angsuran 1980 : (30% x Rp 100.000) ...…………………. Untuk penjualan angsuran 1979 : (25% x Rp 20,000) …………………….. Realisasi laba kotor sesuai dengan penerimaan pembayaran piutang penjualan angsuran selama tahun 1981.



1979



210.0000



90.000



20.000



105.000



-



-



-



30.000



-



-



-



5.000



105.000



60.000



15.000



Penyajian Laporan Keuangan pada Metode Angsuran Penyajian informasi penjualan angsuran di dalam laporan keuangan (yang berupa Neraca dan Perhitungan Rugi – Laba) tidak banyak berbeda seperti penyusunan laporan-laporan keuangan pada umumnya. Hanya disini, didalam neraca akan terdapat rekening “Piutang Penjualan Angsuran” dan “Laba Kotor Yang Belum Direalisasi” yang erat hubungannya dengan pelaksanaan penjualan angsuran tersebut. Apabila Piutang Penjualan Angsuran dicatat sebagai golongan aktiva lancer yang diberi penjelasan tertentu. Untuk “Laba Kotor Yang Belum Direalisasi” di dalam neraca dapat dicantumkan ke dalam salah satu dari ketiga kelompok tersebut di bawah ini : 1. Sebagai hutang (liability) dan dilaporkan di bawah kelompok “Pendapatan Yang Masih Akan Diterima" (deferred revenue). 2. Sebagai Rekening penilaian (valuation account) dan mengurangi rekening “Piutang Penjualan Angsuran”. 3. Sebagai rekening modal dan dicatat sebagai bagian dari “Laba Yang Ditahan” (retained carnings). Masalah Pertukaran (Trade In) di dalam Penjualan Angsuran Trade-In dimaksud apabila penjual menyerahkan barang-barang baru dengan perjanjian angsuran, sedangkan pembayaran Down Payment berupa penyerahan barang bekas yang dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara pihak penjual dan pembeli.



Dalam hal ini terhadap barang yang diterima dicatat sebesar harga penilaian, yang dianggapnya sebagai “Cost” (estimated cost), sedangkan harga yang diterima menurut tawar menawar dalam perjanjian Trade-In bukan merupakan “Cost” tetapi merupakan harga pertukarannya. Perbedaan antara estimated cost dengan harga pertukaran dicatat dalam rekening “Cadangan Selisih Harga Pertukaran” Contoh 3 : Seorang pedagang mobil memiliki sebuah mobil baru dengan harga pokok Rp. 1.000.000 dijual kepada seorang pembeli dengan perjanjian penjualan angsuran seharga Rp. 1.500.000. sebagai pembayaran pertama (Down payment) di pembeli menyerahkan sebuah mobil bekas dan setuju dihargai Rp. 400.000. Diperkirakan biaya-biaya yang diperlukan untuk perbaikan mobil bekas tersebut Rp. 50.000, sedangkan harga penjualan normal setelah diperbaiki adalah Rp. 375.000. Pedagang mobil tersebut mengharapkan laba normal 25% dari harga penjualan mobil - mobil bekas. Maka perhitungannya : Harga pertukaran mobil bekas Harga penilaian terhadap mobil bekas : Harga jual sesudah diperbaiki Dikurangi : Ongkos perbaikan Laba normal yang diharapkan dalam penjualan kembal mobil bekas (25% x Rp. 375.000)



Rp 400.000 Rp 375.000 Rp 50.000



Rp 93.750 Rp 143.750 Rp. 231.250 Rp. 168.000



Perbedaan Harga Pertukaran (terlalu tinggi) 1) Persediaan Barang Dagangan Mobil Bekas Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran (Over Allowances on installment Sales Trade Ins) Piutang Penjualan Angsuran Penjualan Angsusran



Rp 231.250



2) Harga Pokok Penjualan Angsuran Persediaan Barang Dagangan Mobil Baru



Rp 1.000.000



Rp 168.750 Rp 1.100.000 Rp 1.500.000



Rp 1.000.000



Masalah Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali Apabila si pembeli gagal untuk memenuhi kewajibannya seperti yang tercantum di dalam surat perjanjian penjualan angsuran, maka barang-barang yang bersangkutan ditarik dan dimiliki oleh si penjual. Dalam hal ini pencatatan, yang harus dilakukan dalam buku-buku si penjual akan menyangkut : 



Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan;



  



Menghapuskan saldo Piutang Penjualan Angsuran atas barang-barang tersebut; Menghapuskan saldo Laba Kotor Yang Belum Direalisasi atas penjualan angsuran yang bersangkutan dan; Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut.



Contoh 4 : Pada tahun 1982, seorang langganan PT Karya Bhakti pada contoh no.2, telah gagal dan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Langganan tersebut membeli barang-barang pada tahun 1981 seharga Rp 20.000. Dari jumlah harga tersebut telah dibayar oleh langganan yang bersangkutan sebesar Rp 10.000. Barang-barang kemudian ditarik dan dimiliki kembali oleh PT Karya Bhakti dan nilainya ditaksir sebesar Rp 9.000 dengan sudah memperhitungkan cadangan untuk perbaikan-perbaikan dan keuntungan normal diharapkan apabila dijual lagi. Pencatatan yang dilakukan dalam buku-buku PT Karya Bhakti Semarang, adalah sebagai berikut : Persediaan barang dagangan pemilikan kembali Laba kotor yang belum direalisasi tahun 1980 Laba karena pemilikan kembali Piutang penjualan angsuran tahun 1981



Rp 9.000 Rp 3.500 Rp 2.500 Rp 10.000



Maka Perhitungannya : Jumlah kas yang telah diterima Dik : Rugi penurunan harga Harga pokok barang dagangan (65% x 20.000) = Nilai pada saat pemilikan kembali Laba atas barang yang ditarik kembali Laba yang telah diakui sebelumnya (35% x Rp 10.000) Laba pemilikan kembali



Rp 10.000 Rp 13.000 Rp 9.000 Rp 4.000 Rp 6.000 Rp 3.500 Rp 2.500



Masalah Bunga pada Penjualan Angsuran Di dalam perjanjian, selain memperhitungkan laba juga harus memperhitungkan beban bunga terhadap jumlah nilai kontrak yang belum dibiayai oleh pembeli. Beban bunga ini biasanya dibayar bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga menurut kontrak. Kebijakan pembayaran bunga secara periodik pada umumnya dilakukan dalam bentuk sperti berikut : 1. Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran (Long End Interst). 2. Bunga dihitung dari setiap angsuran yang harus dibayar (Short End Interst). 3. Pembayaran angsuran dilakukan dalam jumlah yang sama (Annuity Method). 4. Bunga secara periodik diperhitungkan berdasarkan sisa nilai kontrak.



Contoh 5 : Misalnya pada tanggal 1 Januari 1980 telah dijual sebuah mesin dengan harga Rp. 1.250.000 atas dasar penjualan angsuran. Uang muka(down payment) Rp. 350.000, sedang sisanya dibayar dalam waktu 1 tahun dengan 6 kali angsuran (setiap 2 bulan) dan bunga ditetapkan sebesar 12% setahun. Harga pokok mesin tersebut adalah Rp. 750.000. Pembayaran yang akan dilakuka sesuai dengan 4 cara seperti diterangkan didepan, akan tertera perhitungan dan pencatatan berikut ini : Maka perhiungannya : Harga jual mesin Uang Muka (down payment) Dibayar 6 kali angsuran tiap-tiap 2 bulan Besarnya pembayaran setiap kali angsuran



Rp. 1.250.000 Rp. 350.000 Rp. 900.000 Rp. 150.000



1. Bunga Periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal periode angsuran



1 Januari 1980



Bunga atas saldo harga kontrak pada awal periode angsuran -



1 Januari 1980



-



Tanggal Pembayaran



Angsuran atas Harga kontrak



Jumlah Pembayaran



-



-



Sisa harga Kontrak Rp 1.250.000



Rp



350.000



Rp 350.000



Rp 900.000



1 Maret 1980



Rp 18.000 *)



Rp



150.000



Rp 168.000



Rp



1 Mei 1980



Rp 15.000



Rp



150.000



Rp 165.000



Rp 600.000



1 Juli 1980



Rp 12.000



Rp



150.000



Rp 162.000



Rp 450.000



1 September 1980



Rp 9.000



Rp



150.000



Rp 159.000



Rp 300.000



1 November 1980



Rp 6.000



Rp



150.000



Rp



Rp 150.000



31 Desember 1980 Jumlah



Rp 3.000 **) Rp 63.000



Rp 150.000 Rp 1.250.000



*) 12% x **) 12% x



2 12 2 12



x Rp 900.000 x Rp 150.000



= Rp 18.000 = Rp 3.000



156.000



Rp 153.000 Rp 1.313.000



750.000



NIHIL



2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka waktu angsuran yang bersangkutan Bunga dari tanggal transaksi sampai dengan tanggal pembayaran (1% perbulan)



Tanggal Pembayaran 1 Januari 1980



-



1 Januari 1980



-



Angsuran atas Harga kontrak



Jumlah Pembayaran



-



-



Sisa harga Kontrak Rp 1.250.000



Rp



350.000



Rp 350.000



Rp 900.000



1 Maret 1980



Rp 3.000 *)



Rp



150.000



Rp 153.000



Rp 750.000



1 Mei 1980



Rp 6.000



Rp



150.000



Rp 156.000



Rp



1 Juli 1980



Rp 9.000



Rp



150.000



Rp 159.000



Rp 450.000



1 September 1980



Rp 12.000



Rp



150.000



Rp 162.000



Rp 300.000



1 November 1980



Rp 15.000



Rp



150.000



Rp 165.000



Rp 150.000



31 Desember 1980 Jumlah



Rp 18.000 **) Rp 63.000



Rp 150.000 Rp 1.250.000



Rp 168.000 Rp 1.313.000



*) 12% x **) 12% x



2 12 12 12



600.000



NIHIL



x Rp 150.000 = Rp 3.000 x Rp 150.000



= Rp 18.000



3. Pembayaran angsuran periodik dilakukan dalam jumlah yang sama, di mana di dalamnya sudah diperhitungkan angsuran pokok dan bunga Metode ini lebih dikenal dengan nama “metode anuitet”. Disini jumlah pembayaran angsuran dari periode ke periode jumlahnya tetap sama. Dalam jumlah tersebut sudah diperhitungkan : a. Pembayaran bunga atas sisa Harga kontrak, dan b. Angsuran atas harga kontrak itu sendiri. Cara menghitung jumlah anuitet ini mempergunakan bantuan rumus matematik dengan dahulu mencari anuitetnya. Adapun rumus faktor anuitet tersebut adalah sebagai berikut : 𝐴 = 1−



1 (1 + 𝑖)𝑛 i



keterangan : A i n 1 (1+𝑖)𝑛



= = = =



Anuitet Tingkat bunga Jangka waktu berlangsungnya kontrak penjualan angsuran Nilai tunai (present value)



Apabila sudah dietahui faktor anuitetnya, maka jumlah pembayaran cicilannya dihitung sebagai berikut : Sisa Harga Kontrak Jumlah Pembayaran Angsuran = Faktor Anuitet Pembayaran angsuran periodik sama besarnya, termasuk bunga yang diperhitungkan



Tanggal Pembayaran



Pembayaran angsuran



1 Januari 1980



-



Bagian pembayaran yang merupakan beban bunga yang diperhitungkan -



-



Rp 1.250.000



350.000



Rp 900.000



Rp



350.000



1 Maret 1980



Rp



160.673



Rp



18.000 *)



Rp 142.673



Rp 757.327



1 Mei 1980



Rp



160.673



Rp



15.146 **)



Rp 145.527



Rp 611.800



1 Juli 1980



Rp



160.673



Rp



12.236



Rp 146.437



Rp 463.363



1 September 1980



Rp



160.673



Rp



9.267



Rp 151.406



Rp 311.957



1 November 1980



Rp



160.673



Rp



6.239



Rp 154.434



Rp 147.523



31 Desember 1980 Jumlah



Rp 160.673 Rp 1.314.038



Rp Rp



3.150 64.038



Rp 157.523 Rp 1.250.000



2 12



**) 12% x



2 12



Rp



Sisa harga Kontrak



1 Januari 1980



*) 12% x



-



Bagian pembayaran yang dipakai untuk melunasi Harga Kontrak



x Rp 900.000 = Rp 18.000 x Rp 757.327



= Rp 15.146



4. Bunga secara periodik diperhitungkan berdasar dari sisa harga kontrak



Tanggal Pembayaran



Bunga yang didasarkan atas harga kontrak



Angsuran atas Harga kontrak



Jumlah Pembayaran



1 Januari 1980



-



-



-



1 Januari 1980



-



Sisa harga Kontrak



Rp 1.250.000



Rp



350.000



Rp 350.000



Rp 900.000



1 Maret 1980



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp 168.000



Rp 750.000



1 Mei 1980



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp



168.000



Rp 600.000



1 Juli 1980



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp 168.000



Rp 450.000



1 September 1980



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp 168.000



Rp 300.000



1 November 1980



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp 168.000



Rp 150.000



31 Desember 1980 Jumlah



Rp 18.000



Rp



150.000



Rp 168.000



NIHIL



Dipandang dari sudut si penjual, cara terakhir ini yang paling menguntungkan, sebab bunganya jauh lebih besar daripada ketiga metode yang terdahulu. Prosedur pembukuan dalam hal ini berlaku sama dengan prosedur pembukuan menurut metodemetode yang terdahulu.