BAB VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



BAB VII HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH



8.1



Reformasi Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Gejala reformasi di Indcensia telah membawa dampak yang luas di berbagai



bidang kehidupan baik ekonomi, social budaya, politik maupun hukum. Salah satu bentuk perubahan yang cukup mendasar adalah mulai ditanggapinya berbagai tuntutan masyarakat oleh pemerintah termasuk tuntutan daerah yang selama ini terkooptasi oleh pemerintah pusat. Benruk tanggapan (respons), dari pemerintah tersebut seperti tercermin dalam bentuk reformasi hubungan dan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang mempakan esensi dari ekonomi daerah. , Reformasi keuangan pemerintah pusat dan daerah telah memberi angin baru dan segar bagi masyarakat daerah untuk mengolah dan membangun daerahnya sendiri. Daerah akan diberikan paran yang semakin menonjol, tidak saja dalam hal penyclenggaraan pemerintahan akan tetapi juga dalam ha! membiayai sumbensumber kekayaan alamnya. Penyelenggaraan Pemerintahan daerah dalam hal ini sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk maningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Sebagai daerah otonorn seyogyanya daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan kepentingan



masyarakat



berdasarkan



prinsip-prinsip



keterbukaan,



partisipasi



masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Peningkatan peran daerah sama sekali tidak berarti daerah-daerah yang miskin sumber dayanya akan terbengkalai. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seiiring dengan tujuan pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Kenyataan menunjukkan bahwa profil hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah di Indonesia pada umumnya hingga



kini menunjukkan dominiasi



pemerintah pusat yang teramat besar atas pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat pada pembagian baik



sumber-sumber pendapatan maupun kewenangan pengurusan dan



pengalokasiannya diantara pemerintah pusat dan daerah. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-1



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Bahwa mobilisasi dan sentralisasi manajemen sumber-sumber keuangan yang berjalan selama ini cenderung mempertinggi derajat pengawasan pusat terhadap pelaksanaan pembangunan. Salah satu alasan mengapa hal itu dilakukan adalah membuat keseimbangan dari pemanfaatan sumber daya alam (seperti minyak, gas bumi dan timah) diantara propinsi-propinsi yang ada. Oleh karena itu, pemerintah pusat merasa perlu untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya alam tersebut dan mengalokasikan dana itu kepada daerah-daerah. Sedangkan di sisi lain, meningkatkan daerah hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, pada saat penghasilan-penghasilan yang pasti belum diperoleh, pemerintah daerah tetap menggantungkan pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat, dan tetap tidak akan mampu menggerakkan sumber penghasilan setempat guna membiayai program-programnya



sendiri. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan



apabila dikemukakan kenyataan bahwa 80 °/0 dari keseluruhan belanja negara direncanakan dan dibelanjakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan hanya sekitar 20 % yang dikelola oleh provinsi - provinsi serta badan-badan pemerintah bawahnya. 8.2



Sejarah Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan tahun 1956 kita



tidak memiliki undang-undang yang mengatur mengenai hubungan keuangan pusat dan daerah. Dalam periode tersebut kita telah memiliki 2 undang-undang yang mengatur mengenai pokok-pokok pemerintahan daerah, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1945 ~ dan UU Nomor 22 Tahun 1948. Di dalam UU ini sebenarnya telah diatur tentang garis-garis besar sumber keuangan daerah otonom, tetapi tidak ada ketentuan yang mcngatur mengenai sistem hubungan keuangan pusat dan daerah. UU Nomor 1 Tahun 1945 hanya mengakui daerah-daerah otonom yang telah ada pada saat proklamasi kemerdekaan, dengan konsekiuensi baik sistem pemerintahan daerah maupun system keuangannya tetap mengikuti sistem yang telah ada sebelumnya, yaitu sistem, ”sluit post" yang memberikan sumbangan keuangan kepada daerah-daerah agar APBDnya seimbang. Keadaan demikian terus berlaku sampai dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1948. Bahkan secara eksplisit sistem "sluit post" dinyatakan berlaku. menurut UU N0. 22 Tahun 1948. Menurut sistem "sIuit post' kepada daerah diberikan tunjangan Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-2



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



sebesar selisih antara besarnya rencana pengeluaran dan rencana penerimaan yang diajukan oleh daerah kepada pusat. Dalam prakteknya, sistem ini tidak berjalan seratus persen, karena pada kenyatannya sampai dengan tahuri 1956 pemerintah memberikan tunjangan tergantung kepada kebijakan sendiri yang dikendalikan oleh Kementerian Dalam Negeri, sehingga sistem tersebut oIeh sebagian pihak Iebih tepat untuk disebut “limit post”. Keadaan ini menyulitkan daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan APBDnya karena daerah tidak mengetahui dan tidak dapat memastikan lebih dahulu berapa besarnya subsidi yang akan diberikan. Hal ini terus berlangsung sampai dcngan Konferensi Walikota di jakarta pada tahun 1954 yang mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk menetapkan subsidi sebelum tahun dinas dimulai. Kementrian Dalam Negeri menerima keputusan tersebut. Langkah- Iangkah perbaikan untuk memperbaiki sistem pemerintahan daerah dan sistem keuangannya mulai dipikirkan terutama setelah berlakunya UUDS 1950. Tahun 1952 dibentuk Panitia Natsir yang dikatuai 0Ieh



Mr. Muh. Natsir yang tugasnya



mempelajari dan merancang peraturan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Panitia ini dibentuk dengan Keputusan Menteri Daiam Negeri Nomor Dec. 8/8/5 tanggal 24 April 1952. Panitia ini pada tahun 1953 telah berhasil menyusun 3 buah rancangan undangundang, yaitu Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, rancangan Undang-undangtentang Peraturan Umum Pajak Dacrah dan Rancangan Undang-undang tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah. Di samping itu panitia juga berhasil menyelesaikan 7 buah Rancangan Peraturan Pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari RUU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Rancangan UU tersebut kemudian disampaikan ke Parlenian dan baru mendekati akhir 1956 dibicarakan dan dengan perubahan-perubahan kecil akhirnya ditetapkan sebagai UU N0m0r 32 Tahun 1956 (Lambaran Negara N0m0r 77 Tahun 1956, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1442). UU ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1957. Hampir bersamaan dengan itu pada tanggal 18 lanuari 1957 diundangkan pula Undang-undang No 1 Tahun 1957 tentang pokok Pemerintahan Daerah yang didalamnya diatur pula j secara garis besar bab tentang Keuangan daerah. Usaha-usaha untuk mengganti UU Nomor 32 Tahun 1956 tolah beberapa kali dilakukan. Setidaknya Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-3



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



ada 3 buah naskah Rancangan Undang-undang yang berhasil disusun, yaitu RUU Perimbangan ” Keuangan Tahun 1963, RUU Perimbangan Keuangan Tahun 1965, dan RUU Hubungan Keuangan Tahun 1968. Pada waktu pelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I mulai berjalan (1969/1970-1973/1974) pemerintah menerapkan bantuan per kapita (per capita grants) kepada pemerintah Kabupaten yang disebut lnpros Kabupaten. Maksud bantuan ini adalah untuk membiayai berbagai proyek rehabilitasi infrastruktur. Bagi pemerintah desa ada program subsidi desa yang diperuntukkan bagi proyek—proyek padat karya. Perubahan panting dalam pola hubungan keuangan pusat dan daerah terjadi pada awal Pelita II (April 1974), Perubahan ini ditandai dengan dihapuskannya ADO (Alokasi Devisa Otomatis) bagi pemerintah provinsi. Sebagai gantinya diadakannya program subsidi untuk maksud-maksud khusus, yaitu untuk pembangunan fasilitas kesehatan dan gedung Sekolah dasar. Mulai Pelita III dana Inpres ini mencakup bantuan pembangunan bagi pemerintah provinsi, kabupaten dan desa serta bantuan untu pembangunan gedung sekolah, pusat kesehatan masyarakat, reboisasi pgmbgngunan pembangunan jalan dan pasar. Sampai dengan Iahirya Undang-undang No. 25 Tahun



1999 tentang



Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, upaya-upaya pembenahan hubungan keuangan daerah terus dilakukan. Tetapi karena rezim yang berkuasa, terjadinya reformasi tahun 1997 usaha-usaha pembenahan tidak pernah tuntas dan selalu mengalami hambatan. Sampai era Presiden Habibie, dan adanya derengan reformasi serta timbulnya kesadaran daerah untuk membangun daerah) untuk memperbaharui pola hubungan tersebut tidak dapat dibentuk Iagi sehingga Iahirlah UU Nemer 25 Tahun 1999 menggantikan No. 32 Tahun 1956. 8.3



Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam kerangka struktur sistem hubungan pemerintah pusat dan daerah akan



dibicarakan menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan. NickDevas cs (1989: 174) menjelaskan hubungan pusat dan daerah menyangkut pembagian kekuasaan dalam pemerintahan hak mengambil keputusananggaran pemerintah, bagaimana memperoleh Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-4



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



dan membelanjakan unsur yang sangat penting untuk menjalankan kekuasaannya. Menurut K. Davey (1988: 3) menguraikan pusat dan daerah sebagai suatu pembagian kekuasaan nasional pada tingkat tingkat pemerintahan dalam memungut dan membelanjakan sumber dana pemerintah, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi. Dengan demikian hubungan pemerintah pusat dan daerah berkaitan erat dengan pembagian kekuasaan dan kewenangan yang aktual disebut Sentralisasi dan Desentralisasi. Lebih lanjut Kristiadi Pudjosukanto (1993: 29) menguraikan faktor yang menjadi dasar pembagian tugas atau fungsi pemerintah pusat dan daerah adalah pertama, fungsi yang sifatnya skala nasional dan berkaian dengan ek- sistensi negara sebagai kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah pusat. Kedua, fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat dalam (hubungan ini diperlukan keseragaman atau standar yang sama untuk seluruh daerah, fungsi pelayanan ini dapat dikelola oleh pemerintah pusat mengingat Iebih ekonomis apabila diusahakan dalam skala besar (economic of scale). Ketiga, fungsi pelayanan bersifat Iokal fungsi ini melibatkan masyarakat Iuas dan tidak melakukan pelayanan yang standar (seragam) sebaiknya dikelola oleh pemerintah daerah. Keuntungan yang diperoleh dengan dianutnya sistem desentralisasi menurut josef Riwu Kalo (1991: 13) antara Iain: 1) Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan. 2) Dalam menghadapi masalah yang amat mendasaryang membutuhkan tindakan yang cepat pemcrintah daerah tidak perlu menunggu instruksi logis dari pemerintah pusat. 3) Dapat mengurangi birokrasi yang buruk karena setiap kcputusan dapat segera dilaksanakan. 4) Dalam sistem desentralisasi yang dilaksanakan pémbedaanl (differensiasi) dan pengkhususan (spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan umum. Khususnya desentralisasi teritorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan atau keperluan dan keadaan khusus daerah. 5) Dengan adanya desentralisasi teritorial, daerah otonomi dapat dapat merupakan semacam Iaboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintah yang bermanfaat bagi seluruh Negara Mengurangi kemungkinan dan kewenangankewenangan yang berlebihan dari pemerintah pusat. 6) Dari segi strategis, desentralisasi dapat Iebih memberikan kekhususan bagi daerah karena sifatnya lebih Iangsung. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-5



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Menurut Nick Dévas (1988: 180), hubungan keuangan pusat dan daerah di Indonesia memiliki peranan yang menekankan peranan pemerintah daerah sebagai ungkapan dari kemauan dan identitas masyarakat setempat. Tujuan pemerintah daerah pada dasar bersifat politik dalam arti- pemerintah daerah merupakan wadah penduduk setempat untuk mengemukakan keinginan mereka menyelenggarakan urusan setempat sesuai dengan kebutuhan (keinginan) dan prioritas mereka. Desentralisasi khusus otonomi dimanapun tidak dapat dipisahkan dari masalah keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menyiratkan pola makna membelanjai diri sendiri atau pendapatan sendiri menunjukkan bahwa daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan sendiri, salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah pungutan yang diperoleh. dari pajak dan retribusi. Kewenangan untuk mengenakan pungutan bukan sekedar sebagai sumber pendapatan, tetapi sekaligus melambangkan kebebasan untuk mcnentukan sendiri cara-cara mengatur urusan rumah tangga daerah yang bersangkutan (Bagir Manan, 1994: 204). Sumber pendapatan asli daerah yang utama adalah pajak dan retribusi, kedua sumber ini sangat tergantung pada pusat, sesuai dengan pembawanya, urusan keuangan dimanapun senantiasa dikategorikan sebagai urusan yang diatur dan diurus oleh pusat. Daerah hanya boleh mengatur dan mengurus sepanjang pusat ada pengesahan dan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena bersifat statu teori maka pada dasarnya ketergantungan daerah pada pusat dibidang keuangan akan selalu tergantung dari apakah sumber PAD tersebut cukup tau tidak cukup membelanjai diri sendiri. Walaupun kemandirian itu ada, bukanlah kemandirian penuh, kemandirian hanya terbatas



pada kebebasan ditentukan sendiri. Penentuan dan cara menggunakan PAD



tersebut, kinipun akan Iebih dibatasi oleh mekanisme pengesahan presentif (pengesahan APBD). Tingkat ketargantungan akan Iebih besar, apabila : 1) Terdapat keengganan pusat untuk menyerahkan sumber pcndapatan kepada daerah. 2) Pusat berpendapat bahwa pajak daerah tertantu secara politis bisa menguntungkan karena itu pusat mengadakan berbagai pembatasan dan sebagai ganti kepada daerah diberikan bantuan (grant). 3) Sumber-sumber pendapatan daerah sangat terbatas.



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-6



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah tidak terletak pada upaya penciptaan sistem hubungan ketergantungan kepada pusat, tidak menyebabkan daerah kehilangan kekuasaan atau kebebasan mengatur sendiri urusan rumah tangganya. Tidak dapat disangsikan ditinjau dari dasar-dasar desentralisasi atau sistem rumah tangga daerah yang dikehendaki UUD 1945, bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah harus berada dalam kerangka menjamin kekuasaan atau kebebasan mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya. Bantuan keuangan yang besar telah memberikan kesempatan Iebih besar kapada daerah untuk melaksanakan barbagai tugas pelayanan kepada masyarakat. Tetapi ketergantungan keuangan menimbulkan akibat-akibat penyelenggaraan otonomi daerah tidak sepenuhnya dapat berjalan dan di pihak Iain mengundang kuatnya campur tangan pémerintah pusat dalam mcnyelenggarakan urusan rumah tangga daerah (Bagir Manan 1994; 207). Selain faktor umum tersebut, ada faktor-faktor lain yang menimbulkan ketergantungan yang kuat, misalnya : a) Hingga saat ini, PAD terutama tertumpuk pada pajak dan retribusi daerah. Sumbersumber PAD Iain seperti peranan BUMD sangat kecil. b) Secara normal, cukup banyak jenis jenis pajak daerah maupun sejumlah pajak negara yang diserahkan kepada daerah meskipun demikian, hasil pungutan pajakpajak tersebut tidak memadai dibandingkan dengan kebutuhan Aneka ragam pajak daerah ternyata belum memadai untuk memenuhi kebutuhan, karena sumber-sumber yang tersedia itu adalah relatif, atau objek-objeknya tidak terdapat pada daerah tertentu, atau karena sifatnya memang sulit dikembangkan, atau karena perubahan perubahan suatu objek menjadi tidak berarti Iagi sebagai sumber PAD. Mcnghadapi kenyataan ini perlu dilakukan penyusunan kembali pajak-pajak daerah, dalam suatu susunan yang lebih sederhana tetapi memiliki potensi keuangan yang memadai. Penyederhanaan susunan pajak tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Penyederhanaan macam-macam pajak daerah menjadi beberapa jenis pajak saja, penyederhanaan ini mencakup peniadaan pajak- pajak daerah, baik dilihat dari potensi objek maupun efisiensi tidak akan menjadi sumber PAD yang berani. b) Mengadakan perubahan pada sistem atau cara pungutan suatuobjek pajak meskipun banyak dan potensial, tatapi sukar dikontrolagar hanya diadakan satu kali pungutan. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-7



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



c) Pajak-pajak négara yang hasil pungutannya sebagian besar dikembalikan kepada daerah, agar diserahkan kepada daerah menjadi pajak daerah. Penyerahan pajak semacam ini akan meningkatkan efisiensi, karena tidak diperlukan lagi sebagai alat kelengkapan pemerintah pusat untuk melakukan pengawasan. Telah dikemukakan, bahwa ketergantungan daerah kepada pusat di bidang keuangan akan selalu ada, bahkan cenderung makin meningkat, menghadapi kenyaaan di atas usaha-usaha mengurangi atau menghapuskan bantuan keuangan dari pusat bukanlah cara terbaik untuk memecahkan masalah keuangan daerah.



Pemecahan



masalah keuangan daerah hendaknya ditujukan kcpada upaya-upaya agar bantuanbantuan pusat tidak akan banyak méngurangi kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hubungan keuangan antara pemerintah (Inter-CevcrmentalFiscal Relation) menunjuk pada hubungan keuangan antara berbagaitingkat pemerintahan dalam suatu negara dalam kaitannya denganpendapatan negara dan pola pengeluarannya, termasuk kauasaan dari tingkat pemerintah yang lebih rendah. Pola hiibungan pusat dan daerah, pada gilirannya merupakan pencerminan ideologi politik dan strukturpemerintahan negara. Derajat sentralisasi keuangan negara pada umumnya ditunjukkan oleh proporsi penerimaan pemerintah pusat terhadap panerimaan total dan presentase dari pengeluaran pémerinahpusat terhadap pengcluaran pemarintah secara keseluruhan. Indonesia berada dalam tahap pembangunan dimana sentralisasi yang tinggi dalam keuangan negara terasa sangat penting baik dalam artipolltilé maupun ekonomi. Namun dengan menurunnya penerimaan rminyak bumi dan pajak-pajak yang berkaitan dengannya, pemerintah pusat mengharapkan agar peranan pemerintah daerah baik pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupatan/kota yang semakin ningkat pula. Hal ini akan meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam struktur kcuangan pemerintah di Indonesia. Bebarapa masalah pokok dalam hubungan keuangan pusat dan daerah menurut Dcvaé (1989: 190) adalah sebagai berikut: 1) Budaya campur tangan yang terlalu banyak dan ditandai dengan tingginya pengawasan pusat terhadap proses pembangunan daerah, banyak proyek yang diberikan dari pusat, dan dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk oIeh pusat, yang sama sekali tidak sesuai dengan kondisi dan. keadaan daerah. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-8



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



2) Cara membiayai proyek dan Iayanan-Iayanan yang sangat kacau. Satu unit Iayanan seperti gedung pusat kesehatan mendapat dana dari tiga atau Iebih tingkat pemerintah dan bahkan dari tiga atau Iebih departemen. Konsekuensinya adalah terdapat kesulitan dalam mengontrol baberapa besar sebenarnya dana kebutuhan dan bagaimana pertanggungjawabannya yang diberikan jika diperhadapkan pada berbagai pihak. 3) Karena adanya sumbangan daerah otonom (SDO), maka ada kecenderungan pihak pemerintah daerah menerima pegawai banyak mungkin tanpa memperhitungkan kabutuhan atau biaya. Masalah keuangan negara dan daerah adalah masalah organisasi keuangan suatu negara, sebagai negara yang mencirikan asas negara kesatuan, daerah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari nagara kesatuan RI. Dengan berpegang pada asas negara kesatuan tersebut, maka antara keuangan negara dan daerah terdapat hubungan yang erat sekali. Dimana bukan saja bersifat hubungan keuangan antara tingkat pemerintah akan tetapi mencakup pula faktor— faktor strategis pembangunan dan pengawasan terhadap daerah 8.4



Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Di Indonesia Untuk mendukung penyelenggaraan 0tonomi daerah diperlukan kewenangan



yang luas, nyata dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pemberian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang terkendali, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan pusat dan daerah



di-Iaksanakan



atas



desentralisasi,



dekonsentralisasi



dan



pembantuan.



Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang N0. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara negara dengan daerah-daerah yang bérhak mengatur atau mengurus rumah tangganya sendiri. Berdasarkan uraian di atas, Undang-undang N0. 25/1999 tersebut mempunyai tujuan pokok yang scsuai dengan pclaksanaannya, antaralain : a) Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah. b) Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab (akuntabel) dan pasti. c) Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-9



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



antara pemerintah pusat dan daerah, mendukung pelaksanaan otonomi daerah dangan penyelenggaraan pemerintah daerah yang transparan perhatikan partisipasi masyarakat dan pertanggung jawaban kepada masyarakat, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam kemampuannya untuk membiayai tanggung jawab otonominya, dan memberikan kepastiansumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah yang bersangkutan. d) Menjadi aman dalam alokasi penerimaan negara bagi negara. e) Mempertegas sistem pertanggungjawaban pemerintah daerah. f) Menjadi pedoman pokok tentang kcuangan daerah (penjelasan UU N0. 25 tahun 1999). Berdasarkan tujuan pokok di atas, maka hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah dapat ditinjau dari tiga segi yaitu: 1. Segi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi, dakon- sentrasi dan tugas pembantuan). 2. Segi pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan (GBHN). 3. Segi pengawasan (BPK, BPKP). 8.5



Dana Pertimbangan (Bagi Penghasil Pajak)



8.5.1



Ketergantungan Daerah Terhadap Pusat Sangan Kuat Membahas otonomi daerah tanpa membahas perimbanganm keuangan antara



pusat dan daerah seperti membahas kulit tanpa membahas isinya. C. Mac Adrews dan Ichlasul Amal (2003 hal. 10) menyatakan bahwa secara ekonomis tingkat ketergantungan daerah luar Jawa dan jawa mencapai hampir 50 % dari total PNB (GDP), hanya sedikit diimbangi oleh daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang merupakan andalan ekspor Indonesia. Keuntungan yang diperoleh dari ekspor disalurkan secara langsung ke pusat, dan hal ini yang merupakan sebab kekecewaan daerah terhadap pusat di masa lalu. Menurut Gertz (Kompas, 23 April 1984, hal. 1) bahwa sifat kepulauan dari sudut geografis, keanekaragaman peradaban dan kebudayaan, akan memperkaya Indonesia apabila negara ini menerima dan memanfaatkan perbedaan yang ada dan akan menghancurkan apabila negara mengabaikan dan memberanguskannya. Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah, atau dalam arti yang sempit sering disebut sebagai perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-10



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



bentuk dan sekian bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Hubungan ini timbul karena adanya pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan 0leh badan badan yang disusun secara bertingkat. Pendekatan terhadap hubungan ini dapat terjadi interdisiplin misalnya ketatanegaraan, administrasi negara, politik, hukum, ekonomi dan ilmu Iainnya. Karena masalah perimbangan keuangan nini menjadi tuntutan reformasi maka pemerintah telah menetapkan Undang—undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa PAD relatif kecil sehingga APBD pada umumnya didominasi oIeh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan lainnya yang diatur dengan perundangundangan. Rendahnya PAD bukan berarti bahwa daerah tersebut miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi Iebih banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat. Selama ini sumber keuangan yang potensial dikuasai cleh pemerintah pusat. Aturan keuangan pusat dan daerah, pada satu sisi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, disisi lain untuk memfasilitasi proses pembangunan daerah yang dijalankan dibawah skema otonomi daerah. Skema otonomi pada dasarnya bukan sekedar mengenai pengaturan kembali hubungan kekuasaan melainkan juga perlu menyentuh dimensi "pembiayaan” (ekonomi). Kavanagh sebagaimana dikutip oleh SH Surandajang dalam bukunya Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah mengemukakan ada dua model utama dalam hubungan pemerintah pusat dan, daerah yakni agency model dan partnership model. Agency model, pemerintah daerah semata-mata dianggap sebagai pelaksana oIeh pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah sangat terbatas, seluruh kebijakan ditetapkan oIeh pemerintah pusat tanpa perlu mengikut sertakan pemerintah daerah dalam perumusannya. Partnership model, pemerintah daerah memiliki tingkat kewenangan yang besar untuk melakukan pemilihan kebijakan ditingka daerahnya. Disini pemerintah daerah tidak lagi sebagai pelaksana semata tetapi dianggap sebagai mitra kerja. Namun tetaplah daerah tidak setara dengan tingkat pusat. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-11



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Ada tiga fungsi yang diemban oleh pemerintah yakni fungsi alokasi, meliputi antara lain sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa, serta pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi, meliputi



pendapatan dan kekayaan masyarakat,



pemerataan pembangunan. Fungsi stabilitas, pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter. Ketiga fungsi ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian ketiganya menjadi landasan penting dalam penentuan dasardasar perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Selanjutnya akan dibicarakan mengenai dana perimbangan khusus tentang pajak. Dimana dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian. daerah khususnya dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Pada dasarnya semua pajak tersebut memperhatikan potensi daerah penghasil. Berdasar besar kecilnya pendapatan (income) daerah maka Esmara Hendra (Regional Income Disparities, 1975, hal 57) menyimpnulkan "hanya sebagian kecil penduduk sajayang tinggal di daerah-daerah yang incomenya rendah dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan terdapat hampir sepertiga penduduk yang tinggal di daerah-daerah yang incomenya tinggi dengan tingkat pertumbuhannya yang rendah. Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama pertumbuhan yang cepat dari daerahdaerah ini akan beralih ke dalam kelompok daerah yang incomenya tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Sehingga kemudian disparitas income antar daerah akan semakin melebar". R.L Mathews dan T. A. Sweeny (Concepts and Measures of Taxable Capability and Tax Effort, 1977) mengemukakan "kemampuan perpajakan suatu unit fiskal dari suatu sumber daya khusus dapat didefinisikan sebagai sejumlah pajak dalam unit yang ditingkatkan melalui penerapan suatu kenaikan berkala (standard rate schedule) berdasarkan atas penghasilannya sendiri. Tingginya suatu unit hskal perpajakan dalam hubungannya dengan sumber pendapatan (atau usaha perpajakan) dapat didefinisikan sebagai ratio penghasilan yang secara nyata diperoleh dari sumber itu terhadap kapasitas yang dapat dikenai pajak. Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-12



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: a. Hasil pajak daerah; b. Hasil retribusi daerah; c. Hasil perushaaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; d. Lain-Iain pendapatan asli daerah yang sah. Kewenangan daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi Daerah diatur dengan UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanannya yaitu PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana perimbangan ini ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana perimbangan terdiri dari : a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari Sumber Daya Alam; b. Dana Albkasi Umum (DAU) c. Dana Alokasi Khussu (DAK) Bagian daerah dalain bentuk bagi hasil penerimaan mcrupakan upaya mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah yang terdiri dari segi hasil pajak dan bukan pajak. Pola bagi hasil pencrimaan ini di Iakukan dengan persentasc tertentu yang didasarkan atas kemampuan daerah penghasil. Bagi hasil pajak meliputi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berdasarkan UU Perpajakan Tahun 2000, mulai tahun 2001 daerah memperoleh bagi hasil Pajak Penghasilan (PPh), yakni PPh karyawan (psl. 21) sefta PPh psl 25/29 orang pribadi. Hal ini dimaksudkan sebagai kompensasai dan penyelaras bagi dacrah-daerah yang tidak memiiiki sumber daya alam tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara. Bagi Hasil Sumber Daya Alam terdiri dari sektor skehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam dan pcrikanan. 8.5.2 1.



Pembagian Hasil Pajak Bagian Daerah Dari Penerimaan PBB



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-13



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10 % untuk Pemerintah Pusat dan 90 % untuk daerah. Bagian V Daerah yang dimaksud dapat diperinei sebagai berikut: A. 16,2 % untuk daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan- dan di salurkan ke rekening Kas Daerah Propinsi. B. 64,8 % untuk aerah Kabupaten /Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Daerah Kabupaten/Kota. C. 9 % untuk Biaya Pemungutan dan disalurkan ke rekening Kas Negara dan Kas Daerah. D. 10 % penerimaan Pajak Bumi dan Bangiman bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh Kabupatendan Kota. Imbangan pemberian Biaya Pemungutan PBB antara Ditjen Pajak dan Daerah didasarkan pada besar kecilnya peranan masing-masing dalam melakukan kegiatan oprasional pemungutan PBB yaitu: a. Objek pajak sektor pedesaan yaitu 10 % bagian Ditjen Pajak dan 90 % bagian daerah. ` b. Objek pajak sektor pedesaan yaitu 20 % bagian Ditjen Pajadan 80 % bagian daérah. c. Objek paiak sektor pedesaan yaitu 60 % bagian Ditjen Pajak dan 40% bagian daerah. d. Objek pajak sektor pedesaan yaitu 65 % bagian Ditjen Pajak dan 35 % bagian daerah. e. Objek pajak sektor pedesaan yaifu 70 %bagian Ditjen Pajak dan 30 % bagian daerah. Penggunaan dan tata eara penyaluran Biaya Pemungutan PBB bagiandaerah diatur masing-masing daerah. 2.



Bagiah Daerah Dari Penerimaan Bphtb Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dibagi dengan imbangan 20 %untuk Pemerintah Pusat dan 80 % untuk daerah. BPHTB bagian daerah dapat dirincikan sebagai berikut: a. 16 % untuk daerah Propinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Propinsi . b. 64 % untuk daerah Propinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Daerah Kabupaten/Kota .



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-14



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



3.



Bagian Daerab Dari Penerimaan PPH Orang Pribadi Dalam



Negeri dan PPh Pasal 21



Pembagian hasil



penerimaan Pajak Penghasilan orang Priba di dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 antara Pemerintah Pusat dan Pemérintah Daerah dikaitkan dengan tempat wajib pajak terdaftar, karena terdapat hubungan yang kuat dengan daerah tempat pajak memperoleh penghasilan. Pada umumnya wajib pajak orang dalam negeri terdaftar berdasarkan tempat tinggal, tempat usaha, tempat kegiatan-atau pelaksanaan pekerjaan Bagian penerimaan . Pemerintah Pusat 80 % dan Daerah sebesar 20 % dibagi antara daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota dengan imbangan sebagai berikut: a. 40 % untuk daerah Propinsi b. 60 % untuk daerah Kabupaten/Kota Pengalokasian pemerintah daerahh kepada masing-masing daerah kabupaten kotadiatur berdasarkan usulan Gubernur dengan pertimbangan faktor-faktor jumlah penduduk, Iuas wilayah, serta faktor-faktor lainnya dalam rangka pemerataan. 4.



Bagian Daerah Dari Penerimaan Sumber Daya Alam Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20 % untuk Pemerintah Pusat dan 80 % untuk Pemerintah Daerah.



4.1



Bagian Daerah Dari Hasil Penerimaan Sumber Daya Alam Dan Sektor Kehutanan Penerimaan dari sumber ini terdiri dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provinsi dari sumber daya hutan. Bagian daerah dari sumber ini ditetapkan sebagai berikut: 1. 80 % dari penerimaan IHPH dibagi dengén rineian; a. 16 % bagian propinsi b. 64 % bagian kabupaten/kota penghasil 2. 80 % dari penerimaan Provinsi SDA dengan rineian; a. 16 % bagian propinsi b. 64 % bagian kabupaten/kota penghasil ` c. 32 % untuk bagian kabupaten/kota lainnya daIam



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-15



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Bagian Daerah Dari SDA Sektor Pertambangan Umum 1. Penerimaan Iuran Tetap yaitu imbalan atau kesempatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi atau Eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. 80 % dan penerimaan IHPH dibagi dengan rineian; a. 16 % bagian propinsi b. 64 % bagian kabupaten/kota 2. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan luran Eksploitasi a. 16 %bagian propinsi b. 64 % bagian kabupaten/kota penghasil c. 32 % bagian untuk kabupaten/kota lainnya dalam pro-pinsi Bagian Daerah Dannpenerimaan SDA Seklor Perikanan Penerimaan ini terdiri dari: ‘ a. Penerimaan Pungutan Pengusaha Perikanan b. Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan Bagian daerah sekitar 80 °/o dari PP dan PHP dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Bagian Daerah Dari SDA Sektor Pertambangan Minyak Dan Gas Alam Penerimaan negara dari sumber ini berasal dari kegiatan operasi, eksplorasi dan produksi Pertamina sendiri, kegiatan kontrak bagi hasi| dan kontrak kerjasama Iainnya Penerimaan negara dari SDA sektor ini dibagi dengan pertimbangan: a. Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan perimbangan 85 °/0 untuk pemerintah pusat dan 15 °/¤ untuk pemerintah daerah.



Bagian daerah sabesar 15 % dibagi dengan perineian sebagai



berikut:  



3 % untuk propinsi yang bersangkutan 6 % untuk kabupaten/kota penghasil







6 °/0 untuk kabupaten/koga Iainnya dalam propinsi



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-16



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



b. Penerimaan negara dari pertambangan gas alam setelah dikurangi komponen pajak yang berlaku dibagi dengan parimbangan 70 % untuk pemerintah pusat dan 30 % untuk pemerintah daerah. Bagian daerah yang 30 % dibagi denganperineian sebagai berikut:  6 % bagian untuk propinsi  12 °/0 bagian untuk kabupaten/kota 



12 % untuk kabupaten/kota dalam propinsi yang bersangkutan.



Penyaluran dana bagian pemerinah daerah tersebut dilakukan oleh Direktorat jenderal Keuangan dalam mata V uang rupiah. lumlah dana bagian pemerintah daerah tersebut disetor Iangsung ka kas negara secara triwulan sebagai berikut : a. Penyaluran triwulan pertama pada bulan April b. Penyaluran triwulan kedua padabulan juli e. Penyaluran triwulan ketiga pada bulan Oktober d. Penyaluran triwulan kaempat pada bulan Desember



8.5.3



Tanggapan Berbagai Pihak Dari para cendikiawan dan pakar memberikan tanggapan: 1. Dr. H. Ateng Syafrudin, SH Di dalam makalah berjudul Prospek Otonomi Daerah Pasea Reformasi, Bandung 1988 beliau menaruh harapan dan kemungkin seluasnya kepada otonomi diawalabad ke 21. Menurut beliau Dalam



pengaturan



denganpemanfaatan



Iebih sumber



lanjut daya



tentang



perimbangan



nasional



dengan



keuangan sendirinya



dibutuhkansuatu lembaga permanen yang beranggotakan wakil-wakil dari pamerintah pusat dan daerah dan keikutsertaan mereka dalam pengambil keputusan. Diharapkan dengan reformasi sekarang ini upaya daerah menuju kemandirian akan terlaksana. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-17



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



seluas-Iuasny otonomi bukan berarti mandiri penuh dalam segala-galanya (absolute on afhankelijheid). 2. Hasil Seminar Pemerintahan Daerah dari Program Paseasarjana Universitas Krisnadwipayana, jakarta, 1998, dikemukakan bahwa:  Keuangan daerah merupakan salah satu pilar panting dalam pelaksanaan otonemi daerah. Untuk itu APBD tidak perlu mendapat pengesahan dari pemerintah pusat. 



Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, Iuas daerah, keadaan geografi di daerah. Untuk itu pengelolaan sumber daya harus dilaksanakan seeara efisien dan efektif, benanggung jawab, transparan/terbuka dan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang Iuas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi.



lndonesia dikenal sebagai negara kaya dengan sumber dayaalamnya (sektorsektor



kehutanan



dan



pertambangan).



Reformasi



sistem



pemerintahan



telah



menggantikan sistem sentralistik dengansistem desentralistik, yang diikuti dengan pemberian otonomi oleh Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah. Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada daerah-daerah otonomi (kabupaten/kota) untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya masing-masing sesuaikemampuan dan aspirasi masyarakatnya serta tidak bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimaklumi bahwa diantara daerah-daerah otonom terdapat daerahyang kaya akan sumberdaya alam, tetapi ada pula daerah-daerah yang relatif miskin. Keduanya harus didorong untuk tumbuh dan berkembang Iebih maju. Daerah yang kaya harus membantu daerah yang relatif miskin, yang diatur dalam hubungan keuangan pemerintah apusat dan daerah. Dalam kaitan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang dalam arti sempit searing disebut sebagai perimbangan keuanganpusat dan daerah. Dana perimbangan keuangan merupakan bentukbagi hasil penerimaan negara yang berasal dari Pajak Bumi dan Ban-gunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),PPh orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21, serta penerimaan sumber daya alam, yang selanjutnya dialokasikan kepada daerah-daz-1- rah untuk membiayai Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-18



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



kebutuhan daerahnya dalam pelaksanaan desentraliasi. Dengan dana perimbangan keuangan tersebut, daerah-daerahyang kaya dan yang relatif miskin, kesemuanya tumbuh dan berkembang. Daerah yang kaya memperhatikan daerah-daerah miskin yang membutuhkan. jadi konsep otonomi daerah harus diinterpretasikanbukan sepenuhnya untuk masingmasing daerah otonomi, melainkan harus diterjemahkan untuk kepentingan seluruh daerah. 8.6



Dana Pertimbangan Keuangan Daerah (Bagi Hasil Non Pajak)



8.6.1



Perimbangan Keuangan Untuk Mendukung Otonomi Daerah Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah berasal dari APBN



untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik. Dana perimbangan merupakan kelompok sumber pcmbiayaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang Iain, mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Lahirnya UU N0. 22 Tahun 1999 dan UU N0. 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan konsekwensi kewenangan yang Iebih luas kepada daerah untuk mengatur



rumah



tangganya



sen-diri



guna



membiayai



penyelenggaraan



pemerintahannya. Kurangnya dana yang tersedia ataupun sumber dana yang dapat disediakan akan menjadikan otonomi daerah sebagai beban, dan dapat menjadi kendala terhadap keberhasilan pelaksanaannya. Oleh karena itu perlu adanya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang mengarah pada kesebandingan antara sumber-sumber penerimaan daarah dengan banyaknya dan Iuasnya kagiatan yang dilaksanakanpemerintah daerah. Pcrimbangan keuangan untuk mandukung pelaksanaan otonomi daerah yang efektif dilaksanakan tanggal 1 januari 2001,ternyata berjalan tidak seperti yang diharapkan. Terjadinya



defisit



anggaran



berbagai



dacrah



memberikan



gambaran,



bahwa



perimbangan keuangan antara pemcrintah pusat dan daerah tidak memberikan jaminan untuk terpenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan pelaksanaan kegiatan _pemerintah di



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-19



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



daerah. Di sisi lain terdapat pula beberapa daerah yang .mengalami surplus anggaran. Dana perimbangan terdiri dari: a) Dana Bagi Hasil b) Dana Alokasi Umum c) Dana Alokasi Khusus Dana bagi hasil adalah bagian dari dana penerimaan Pajak Bumidan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan dari sumber daya alam yang tcrmasuk juga luran Hasil Hutan (IHH) dan Pcmberian Hak dan Tanah.Dengan demikian sejalan dengan tujuan pokok dana perimbangan dapat Iebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, propersional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab (akuntabel), sera membcrikan kepastian sumber keuangan daerah dari wilayah daerah yang bersangkutan. Perimbangan keuangan tidak hanya antara pemerintah pusat dan daerah tetapi juga antara pemerintah daerah tingkat I (pemerintah propinsi) dan pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) 8.6.2 Bagi Hasil Non Pajak Sumber Daya Alam Penerimaan negara dari bagi hasil non pajak dari sumbar daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sector perikanan dibagi dengan imbangan 20 % untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. a. Sektor Kehutanan Penerimaan negara dari sumber daya alam kehutanan terdiri dari : 1. Penerimaan Iuran Hak Pengusaha Hutan 2. Penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan Bagian daerah dari penerimaan negara iuran Hak Pengusaha Hutan dibagi dengan perincian: 1. 16 % untuk daerah Propinsi yang bersangkutan 2. 64 % untuk daerah Kabupaten/Kota penghasil Bagian daerah dari penerimaan negara provisi (iuran) Sumber Daya Hutan dibagi dengan perincian: a. 16 °/0 untuk dacrah Propinsi yang bersangkutan b. 32 % untuk daerah Kabupaten/Kota penghasil c. 32 % untuk daerah Kabupaten/Kota Iainnya dalam provinsi yang bersangkutan.



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-20



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



b. Sektor Pertambangan Umum Pencrimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan bangan umum terdiri dari: 1. Penerimaan Iuran (land-rent), yaitu seluruh penarimaan yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. 2. Peneriman iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty), yaitu iuran prbduksi yang diterima negara dalam hal pamegang kuasa pertambangan eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang di bcrikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksplorasi satu atau Iebih bahan galiany Bagian daerah dari penerimaan negara Iuran Tetap (land- rent) dibagi dengan perincian: a. 16 % untuk daorah Propinsi yang bersangkutan. b. 64 % untuk daerah Kabupaten/Kota penghasil. Bagian daerah dari ponerimaan negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi dibagi dengan perincian: a. 16 % untuk daerah Propinsi yang bersangkutan. b. 32 % untuk dacrah Kabupaton/Kota penghasil. c. 32% untuk daerah Kabupatén/Kota Iainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Bagian Kabupaten/Kota dibagikan dengan porsi yang sama bcsar untuk semua Kabupaten/Kota dalam propinsi yang bersangkutan c. Sektor Perikanan Pcnerimaan negara dari sumber daya alam sektor perikanan terdiri dari: 1. Penerimaan pungutan pengusahaan perikanan 2. Pcnerimaan pungutan hasil perikanan Bagian daerah dari penerimaan negara sektor



perikanan



dibagikan



dengan



porsi



yang



sama



besar



kepada



Kabupaten/Kotadi seluruh Indonesia. d.



Sektor Pertambangan Minyak Gas Alam Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak gas alam berasal dari kegiatan operasi Pertaminasendiri, kogiatan kontrak bagi hasil (production sharing contract) dan kontrak kerjasama selain kontrak bagi hasil.



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-21



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



Komponen potensial seperti kakao, kelapa sawit dan turunannya, karet dan hasil Iainnya. Kontribusi selain pertanian ini cukup besar bagi penerimaan negara dan merupakan penerimaan yang potensial bagi daerah jika dimasukkan sebagai bagian dari dana perimbangan. Ujung tombak sektor pertanian ini berada di daerah-daerah dan aktivitasnya juga menggunakan fasilias yang disediakan oleh daerah. Adalah tidak adil apabila daerah menanggung beban anggaran pembiayaan untuk memfasilitasi-sektor ini, sementara hasil dari aktivitasnya sebagian tidak diberikan kepada daerah. Permasalahn yang mungkin tirnbul adalah bahwa terdapat kemungkinan pemerintah akan mengurangi perhatiannya untuk mengembangkan sektor pertanian akan berpengaruh terhadap



upaya peningkatan investasi di sektor pertanian.



Kondisi tersebut pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional, utamanya dalam rangka pemulihan perekonomian Indonesia yang sedang dalarn periode pemulihan. Berangkat dalam hal tersebut di atas maka sektor pertanian hendaknya perludipenimbangkan sebagai bagian dari sumber daya alam yangdibagi hasilkan kepada daerah.Sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang hasilnya dibagikan kepada daerah, tampaknya tidak begitu menggembirakan bagi daerah penghasil, karena bagian yang diterima daerah penghasil tidak berbeda dengan daerah Iainnya yang bukan penghasil. Undang-undang No. 25 Tahun 1999 dan PP No. 104 Tahun 2000 menyatakan bahwa hasil sektor perikanan dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada Kabupaten/Kota seluruhI Indonesia. Pola pembagian hasil perikanan ini sangat berbedadibandingkan dengan pola pembagian untuk hasil sumber dayaI alam Iainnya, dimana hasil yang didaerahkan hanya dibagikan kepada daerah penghasil, propinsi dan daerah Iainnya di dalam propinsi yang bersangkutan. Pola pembagian sektor perikanan yang demikian dapat dipandang merugikan bagi daerah penghasi. Dibandingkan dengan sektor lalnnya yang dibagihasilkan, penerimaan sektor perikanan merupakan sektor yangmemberikan kontribusi terkecil terhadap penerlmaan negara dalani struktur APBN. Hasil sektor perikanan ini terlalu kecll untuk dapat dibagikan kepada seluruh Kabupaten/Kota, dan hanya akan semakin mengecilkan penerimaan daerah penghasil. Pola pembagian sector perikanan Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-22



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



sebagaimana diatur dalam PP 104 Tahun 2000 dapa tmenimbulkan daerah penghasil merasa diperlakukan berbeda dan tidak adil oleh pemerintah pusat. 8.6.3



Bagian Daerah Penghasil Daerah-daérah penghasil perikanan scperti Kabupaten Kota Baru seperti Bagan



Siapiapi dan bebarapa Kabupaten di Sulawesi Selatan,dan daeah lainnya tantu saja kecewa dengan pola pembagian yang demikian. Sebagai daerah penghasil wajar bila méreka berharap untuk memperoleh bagian yang lebih besar dibandingkan daerah lainnya dan hal ini dapat diterima secara Iogika. Kekecewaan daerah penghasilatas pola pembagian tersebut, dapat mengurangi motivasi pemcrintah daerah untuk mengembangkan sektor perikanan. Pemerintah daerah penghasil ikan yang juga kaya akan sumberdaya lainnya (pertambangan umum) seperti Kabupaten Kota Baru, Kabupaten Bangka Belitung kemungkinan tidak begitu tertarik untuk menggerakkan investasi disektor perikanan karena hasil pembagiannya sangat kecil. Mereka akan lebih terdorong untuk mengarahkan investasi pada sektor lainnya



sektor pertambangan umum, yang Iebih berpotensi untuk mandongkrak



penerimaan melalui dana bagi hasil. Keadaanini dapat menimbulkan ketertinggalan sektor perikanan dlbandingkan sector lainnya, padahal sektor ini merupakan salah satu sektor penghasil devisa yang cukup potensial dan dapat diandalkan untuk menyanggal mendukung)



pertumbuhan



perekonomian



nasional



sektor



perikanan



mampu



meningkatkan pendapatan masyarakat pada saat terjadinya krisis. Melihat kepada peranyang dimainkan oleh sektor perikanan dalam menopang perekonomian di masa-masa krisis moneter, maka dari ini perlu untuk dikembangkan. Pemerintah daerah perlu diberi inisiatif untuk mengembangkan sektor ini. Salah satu insantif yang dapat diberikan kepada pemerintah daerah penghasil adalah dengan memberikan bagian dari dana bagi hasil saktor perikanan yang lebih besar kepada daerah penghasil dibandingkan daerah Iainnya. Alasan lainnya daerah panghasil perlu mendapatkan pembagian hasil perikanan yang lebih besar adalah, bahwa hasil penerimaan negara dari sektor perikanan yang tidak terlepas dari peranpamarintah daerah penghasil. Penerimaan negara tersebui merupakan hasil dari pemanfaatan potensi laut daerah penghasil. Dampak eksternalitas yang ditimbulkan dari kegiatan sektor ini pun Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-23



Buku Ajar Pembiyaan Pembangunan



pada akhirnya akan ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat daerah penghasil. Daerah yang bukan penghasil tidak memiliki pcran apapun secara langsung terhadap kegiatan sektor perikanan ini, dan bahkan tidak menanggung dampak negatif yang ditimbulkannya. jadi kurang tepat bila daerah bukan penghasil juga menerima bagian dengan porsi yang sama dengan daerah penghasil. Berdasarkan pemikiran dan alasan tersebut, seharusnya hasil penerimaan tersebut tidak dibagikan dengan pola pembagian dangan porsi yang sama ke seluruh Kabupatan dan Kota, akan tatapi pamerintah daerah penghasil agar diberikan bagian yang lebih besar. Bagian daerah penghasil sebaiknya pcmbagiannya mengacu pada pola pembagian seperti sektor sumber daya alam lainnya, yang dibagikan kepada daerah penghasil, propinsi bersangkutan dan daerah Iainnya dalam propinsi yang bersangkutan.



Bab VIII Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah VIII-24