Bahan Ajar Teori Akuntansi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI



PENDAHULUAN Teori Akuntansi dalam uraian ini adalah khusus berkaitan dengan akuntansi keuangan. Bahwa teori akuntansi konvensional, tersebut berkaitan erat dengan akuntansi secara normatif. Karena itu, teori akuntansi akan bermanfaat bila rumusan teori tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk memperdiksi suatu kejadian maupun harapan untuk masa mendatang. Secara umum teori dapat diartikan sebagai kumpulan konsep (hipotesis) yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau penelitian baik secara terstruktur maupun insidentil. Karena itu teori tersebut bersifat umum dan berlaku sama di setiap waktu dan tempat. Teori umumnya berkenaan dengan suatu ketentuan yang telah teruji namun bersifat dinamis. Sehingga kebenaran teori adakalanya tidak kekal karena setelah adanya teori hasil penemuan yang baru dengan sendirinya teori dengan konsep lama akan gugur. Demikan pula halnya dalam praktik akuntansi, bahwa fungsi dan peran teori sangat penting terutama dalam merumuskan konsep, dalil dan postulat maupun hipotesis lainnya agar tercipta konsistensi internal. Yang dimaksudkan adalah adanya konsep yang mendasari suatu praktik akuntansi. Sebab teori tanpa adanya praktik maka akan cenderung tidak konsisten. Demikian pula praktik (akuntansi) tanpa didasari konsep teori yang jelas maka akan menyulitkan dalam penerapannya. Oleh karena itu, pada pembahasan awal ini, fokus uraian adalah bagaimana kita mampu memahami konsep teori yang jelas dan sesuai dengan praktik yang ada, terutama dalam entitas bisnis. Hal ini merupakan hasil kajian dari pakar di bidangnya, khususnya yang dipraktikkan dalam dunia bisnis. A. SEKILAS PERKEMBANGAN ILMU AKUNTANSI Perkembangan ilmu Akuntansi diawali dengan revolusi industri tahun 1776 yang terjadi di benua Eropa. Terutama di Inggris, akibat revolusi ini menjalar ke benua Amerika, sehingga mampu mengubah persepsi terhadap pentingnya peranan laporan keuangan. Yaitu melalui ilmu akuntansi, dimana manajemen dapat melakukan rekayasa untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan kepentingan perusahaannya. Hal ini sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya berpengaruh juga terhadap perkembangan ilmu akuntansi. Perkembangan ini (dimulai sejak sekitar tahun 1930-an, saat Amerika mengalami krisis berat). Setelah melalui berbagai upaya untuk mengatasi krisis tersebut, terutama dalam memberikan pedoman praktik akuntansi bagi entitas bisnis. Akhirnya USA membentuk SEC (Security Exchange Commission) yang banyak membantu mendorong terciptanya suatu prinsip akuntansi. Setelah dunia bisnis berkembang demikian pesatnya, karena semakin besarnya perusahaan dan ekspansi, serta pengelolaan yang memerlukan manajemen ilmiah yang melibatkan banyak karyawan dan pihak terkait. Akhirnya pihak berkepentingan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



1



(seperti, pegawai, banker, pemerintah, organisasi asosiasi) merasa perlu untuk membuat suatu model pelaporan keuangan yang dapat dipercaya dan akurat, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pada mulanya, pencatatan dalam akuntansi hanya untuk kepentingan tertentu saja, akhirnya berkembangan sedemikian rupa sebagaimana diuraikan pada tabel di bawah ini. TABEL 1.1 PERKEMBANGAN ILMU AKUNTANSI DAN PRAKTIKNYA DI USA Tahun 1775 1800-an 1825 1850 1900 1925



1950-1975



1975-1990



Perkembangan Ilmu Akuntansi Mulai dikembangkan sistem pembukuan, yaitu tata buku tunggal (single entry) dan tata buku berpasangan (double entry bookepping). Laporan posisi keuangan (neraca) mulai dibuat dan dirasakan sebagai suatu hal yang penting sebagai informasi bagi para pemakai terkait. Pemeriksaan keuangan (audit keuangan) mulai dikenal dan dipraktikkan Laporan Laba Rugi dianggap yang paling penting, dan menggantikan posisi Neraca. Demikian pula ilmu penguaditan berkembang pesat hingga sekarang. Di USA mulai dikenalkan Sertifikasi Profesi, dengan sistem ujian nasional. Akuntansi harus memuat informasi berkaitan dengan pajak, akuntansi biaya (cost accounting) dan elemennya. Terjadi perkembangan ilmu akuntansi semakin pesat, antara lain:  Akuntansi pemerintahan dan pengawasan dana pemerintah.  Teknik-teknik analisis biaya.  Penyeragaman laporan keuangan.  Perumusan Norma-norma Pemeriksaan Akuntan (NPA).  Sistem akuntansi mulai beralih dari konvensional ke sistem EDP, yaitu dengan dikenalkannya sistem punch card record.  Adanya Akuntansi khusus untuk Perpajakan. Periode ini, merupakan periode yang paling pesat perkembangannya, yaitu:



 Penggunaan komputer untuk pengolahan data.  Perumusaan PABU di Indonesia/GAAP di USA.  Penggunaan analisis Cost Revenue.  Jasa-jasa Perpajakan, Konsultan Pajak dan Perencanaan Pajak.  Akuntansi Manajemen, sebagai bagian dari bidang khusus akuntan manajemen.  Munculnya jasa-jasa manajemen; sistem perencanaan dan pengawasan, serta



perencanaan manajemen, berkembang pesat. Akuntansi sebagai ilmu, dan akuntan sebagai pelaksana semakin berkembang, hal ini ditandai dengan perkembangan berikut.  Timbulnya ilmu manajemen, yang lebih komplit, mencakup proses dan upaya-upaya untuk mengatasi kekurangannya.  Semakin canggihnya sistem informasi, meliputi hal: - Model-model organisasi.



-



1990-sekarang



Perencanaan organisasi. Teori pengambilan keputusan. Analisis cost benefit. Manajemen perubahan.



  



Metoda pengwasan menggunakan teknologi komputer dan cybernatics.







Muncul kajian, berkaitan dengan prilaku manusia, perencanaan menyeluruh, hubungan antarlembaga dan person menjadi penting dan tim kerja.



 



Total System Review mulai dikenal dan dipakai. Berkembanganya akuntansi sosial, sumber daya manusia, keprilakuan, dan akuntansi lingkungan yang non profit.



Elemen laporan keuangan semakin banyak dan variasi (isu lingkungan, mutu dan penjaminan). Teknologi informasi semakin penting dan mengikat (internet, sistem informasi dan on line system).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



2



  



Berkembangnya sistem akuntansi konvensional dan sistem syariah. Sistem sertifikasi menjadi hal yang mutlak bagi akuntan. Setiap akuntan yang terregister harus meng-update kemampuannya sesuai dengan perkembangan dan tuntutan profesi.



Sumber: adaptasi dari Leo Herbert, Fall, 1972, p. 31



Sedangkan di Indonesia, perkembangan ilmu akuntansi dan praktiknya dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu, masa kolonial dan masa kemerdekaan. Kedua masa tersebut diikhtisarkan sebagai berikut. TABEL 1.2 PERKEMBANGAN ILMU DAN PRAKTIK AKUNTANSI DI INDONESIA Tahun



Masa



1602-1799



Kolonial-VOC



1800-1942



Penjajahan Belanda



Perkembangan Ilmu Akuntansi Pembukuan sudah dipakai, dibuktikan dengan Instruksi Gubernur Jenderal VOC tahun 1642 yang mengharuskan pengurusan pembukuan untuk semua unit pemerintah Belanda.  VOC dibubarkan tahun 1799.  Banyak perusahaan Belanda berdiri, dengan system pencatatan debit/kredit. Misalnya Perusahaan Amphion Socyteit di Batavia.  Segmen usaha besar dikuasai oleh Belanda menggunakan sistem pembukuan debit/kredit Belanda.  Segmen usaha menengah dan kecil, dikuasai oleh etnis keturunan Cina, India, dan Arab. Dengan sistem pembukuan: - Cina; Sistem Hokkian (Amoy), Kanton, Hokka, Tio Tjoe atau Sistem Swatow, dan Sistem Gaya Baru (new system). - India; Sistem pembukuan Bombay.



1942-1945



Penjajahan Jepang



1945-sekarang



Masa Kemerdekaan



Arab; Sistem pembukuan Hadramaut.  Pada masa ini, lahir akuntan pertama asli orang Indonesia, yaitu Dr. Butari, Ak. yang meraih gelar di Negeri Belanda.  Diadakan kursus pembukuan pola Belanda oleh Jepang, dengan pengajarnya al. J.E.de I’duse, Ak., Dr. Butari, Ak., J.D. Masie, dan R.S. Koesoemo Poetro.  Jepang mengajarkan dengan huruf Kanji, namun tidak mengalami perubahan yang berarti.  Sistem tata buku berlaku adalah tata buku (sistem Belanda), yang diajarkan di SMEP, SMEA dan SMA, hingga tahun 1950-1980-an.  Tahun 1980-an Pemerintah RI, atas bantuan dari Bank Dunia, mengakhiri dualisme sistem ini. Yaitu, upaya harmonisasi sistem akuntansi dari Amerika, dengan didirikannya PPA (Pusat Pengembangan Akuntansi) di beberapa universitas negeri, seperti UI, UGM, UNPAD dan USU.  Didirikannya IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), tanggal 23 Desember 1957. Berhasil menerbitkan PAI (Prinsip Akuntansi Indonesia) tahun 1973, yang disahkan pada Kongres III tanggal 2 Desember 1973.  Tahun 1984, PAI disempurnakan dengan membatasi pada akuntansi keuangan.  Komite PAI menerbitkan serangkaian Pernyataan PAI dan Interpretasinya, tahun 1986.  Komite PAI mengganti PAI 1984 menjadi SAK (Standar Akuntansi Keuangan) tahun 1994, yang mengadopsi pernyataan IASC (International Accounting Standard Committee) , terdiri dari 35 PSAK, (pertama kali Indonesia mempunyai PSAK yang bersifat wajib dilaksanakan hingga sekarang).  Perolehan gelar Akuntan, semula secara otomatis pada tujuh universitas terkemuka tersebut , seperti; UI, UGM, UNPAD, USU, UNAIR, STAN, dan UNHAS telah dihapuskan dan harus menempuh jalur UNA (Ujian Nasional Akuntan), tingkat dasar, terampil, dan mahir, sebagai pengganti kursus ujian tata buku (bond A dan bond B pola Belanda). Tertuang dalam UU No. 34/1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan.  September 1997, dilakukan pertamakali USAP bagi mereka yang bergelar akuntan, dan akan membuka KAP (kantor akuntan publik). Dan



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



3



diterbitkannya Kode Etik IAI.  Selajutnya, ketentuan UNA dihapuskan dan perolehan gelar akuntan, harus melalui PPAk (Pendidikan Profesi Akuntan) pada PTN/PTS yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. PPAk ini ditempuh untuk masa minimal satu tahun (dua semester), dan hanya untuk lulusan S1 Prodi/Jurusan Akuntansi.  CPA, gelar akuntan yang besifat regional/internasional (2009-sekarang).  CA (Chartered Accountant), Akuntan berregister, gelar akuntan yang bersifat regional, terutama untuk kawasan Asia Tenggara (2013-sekarang). Sumber: adaptasi Harahap, 1993, p. 46-80



B. APA YANG DIMAKSUD DENGAN TEORI? Pengertian teori sering digunakan secara berbeda. Teori dapat juga dinamakan dengan hipotesis atau proposisi. Proposisi adalah kalimat indikatif (pernyataan tentang konsep) yang memiliki nilai kebenaran jika dikaitkan dengan fenomena (misalnya, benar, salah, mungkin benar). Jika proposisi dikaitkan dengan pengujian empiris, maka proposisi tersebut disebut hipotesis. Proposisi merurut jenisnya terdiri dari dua macam yaitu proposisi a priori dan proposisi a posteriori. Proposisi a priori adalah pernyataan yang nilai kebenarannya dapat ditentukan dengan penalaran murni atau dengan mengalisis dari kata-kata yang digunakan (misalnya 2+2=4; segitiga memiliki 3 sisi ). Proposisi a posteriori adalah pernyataan yang nilai kebenarannya hanya dapat ditentukan setelah diketahui adanya realitas di dunia nyata. Misalnya: lampu lalu lintas menyala merah berarti berhenti. Bentuk yang paling sederhana dari teori adalah pernyataan terhadap suatu keyakinan dalam bahasa. Braithwaite (1968, 22) menyatakan: “Teori ilmiah merupakan sistem deduktif dimana konsekuensi yang diobservasi secara logis mengikuti hubungan antara fakta yang diobservasi dengan seperangkat hipotesis dari sistem tersebut. Oleh karena itu, studi mengenai scientific theory merupakan studi tentang sistem deduktif yang digunakan dalam teori tersebut”. Popper (1968, 21) yang lebih menekankan pada sifat empiris dari teori; Yaitu teori adalah area yang digunakan untuk menangkap apa yang kita namakan “dunia”, untuk merasionalkan, dan menjelaskan. Atas dasar definisi tersebut, teori dapat dikatakan sebagai argumen logis, sedang pernyataan terhadap keyakinan baik berupa penjelasan, prediksi atau preskripsi, merupakan suatu hipotesis. Teori semacam itu terdiri dari seperangkat premis atau pernyataan yang dihubungkan secara logis untuk menghasilkan suatu hipotesis. B. PENGERTIAN TEORI AKUNTANSI Teori Akuntansi terdiri dari dua kata, Teori dan Akuntansi. Teori tersebut berkaitan dengan seperangkat konsep ideal yang dinamis dan berlaku umum. Sedangkan akuntansi merupakan alat atau media untuk mencatat dan menghasilkan suatu infomasi bagi pemakai. Baik pemakai internal maupun eksternal. Oleh karena itu, dalam praktik bisnis, kedua unsur tersebut sangat diperlukan. Teori sebagai landasan dalam operasional sedangkan akuntansi sebagai penerapan konsep teori sesuai dengan kondisi dimana akuntansi tersebut dipraktikkan. Di sisi lain, akuntansi sangat diperlukan sebagai alat atau media untuk penyedia informasi bagi manajemen dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun dalam Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



4



konsep teoritis terkadang masih banyak pihak yang belum memahami apa akuntansi itu? Bagaimana kedudukannya dalam teori akuntansi? Apakah akuntansi tersebut memang didukung oleh dasar atau konsep teoritis yang jelas dan ilmiah. Namun, secara umum para peneliti, praktisi, dan akademisi telah sepakat bahwa akuntansi tersebut cukup kuat bukti dan didukung oleh berbagai hasil penelitian dan kajian yang dapat digunakan sebagai dasar ilmu yang ilmiah. Selain itu, akuntansi tersebut sebenarnya berkaitan erat dengan apa yang dilakukan oleh para akuntan, dunia usaha maupun dunia pendidikan. Karena pada mulanya dinyatakan bahwa akuntansi adalah seni (art) mencatat, mengklasifikasikan dan meringkas atas peristiwa atau kejadian yang dilakukan sedemikian rupa dalam bentuk uang, atau paling tidak sifat keuangan dan menginterprestasikan hasilnya dalam laporan keuangan. Dalam pendekatan lain, untuk dapat mengidentifikasikan akuntansi sebagai pendekatan komunikasi, seperti yang diungkapkan oleh American Accounting Association (AAA, 1960), menyatakan bahwa, “Akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pemakai dalam membuat keputusan atau pertimbangan yang benar”. Sementara itu, menurut APB opinion No. 4 tahun 1970, menyatakan bahwa, “Akuntansi adalah kegiatan jasa. Fungsinya adalah untuk memberikan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas ekonomi yang diharapkan bermanfaat bagi pengambil keputusan ekonomi”. Namun dalam perkembangan selanjutnya, bahwa akuntansi tersebut tidak hanya berkaitan dengan pencatatan dan penyajian laporan keuangan saja, tetapi bagaimana informasi yang disajikan tersebut, dapat digunakan bagi pemakai dan mempunyai nilai kepercayaan yang tinggi. Hal ini, hanya dapat tercipta bila dalam informasi tersebut melibatkan akuntan, terutama dalam proses pengauditan atas laporan keuangan yang dihasilkan untuk kepentingan para pemakai laporan keuangan. Menurut Hendriksen, (1999) teori adalah sebagai seperangkat prinsip-prinsip yang saling terkait (coherent), yang bersifat hipotetis, konseptual dan pragmatis, yang membentuk Kerangka referensi umum untuk bidang pengetahuan tertentu (a field of inquiry). Sehingga atas dasar tersebut Hendriksen (1999), mendefinisikan teori akuntansi adalah sebagai penalaran logis dalam bentuk sperangkat prinsip-prinsip yang luas (a set of broad principles) yang memberikan Kerangka referensi umum untuk mengevaluasi praktik akuntansi dan memberikan pedoman dalam mengembangkan praktik dan prosedur akuntansi yang baru. Sehingga dengan demikian teori akuntansi tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut. a) b) c) d) e) f)



Memiliki bentuk (body of knowledge). Konsisten secara internal. Menjelaskan dan atau memprediksi fenomena. Menyajikan hal-hal yang ideal. Sebagai referensi yang ideal untuk mengarahkan praktik akuntansi. Membahas masalah-masalah dan dapat memberikan solusi.



Praktisi dan akuntan sering juga dihadapkan pada berbagai masalah yang menyangkut transaksi yang memerlukan interpretasi atau analisis khusus seperti analisis ekonomi, sosial, hukum, statistika, dan politik. Misalnya dalam akuntansi terdapat karakteristik kualitatif dari informasi yang disajikan dalam laporan keuangan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



5



harus secara objektif. Namun demikian, tidak ada ukuran yang pasti terhadap kualitas tersebut, karena akuntansi bukan bersifat matematis yang memiliki objektif mutlak. Ditambah lagi dalam akuntansi banyak ditemukan konsep yang diajukan oleh para teoritis yang bersifat kontradiktif bahkan tidak saling menguntungkan. Harahap (1993, 2), menyatakan bahwa teori akuntansi adalah susunan konsep, definisi, dalil yang menyajikan secara sistematis gambaran fenomena akuntansi yang menjelaskan hubungan antarvariabel dengan variabel lainnya dalam struktur akuntansi dengan maksud dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena yang mungkin akan muncul. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sampai sekarang banyak terdapat interpretasi yang berbeda terhadap teori dan praktik akuntansi. Godzali dan Chariri, (2003), beberapa interpretasi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Akuntansi sebagai catatan historis Teori ini menganggap akuntansi sebagai kegiatan pencatatan transaksi suatu perusahaan. Hal ini didasarkan pada anggapan konservatisme, objektivitas, konsistensi dan observasi tindakan akuntan masa lalu. Catatan ini merupakan gambaran terhadap kegiatan manajemen dalam mengelola kekayaannya secara teratur sesuai dengan ketentuan atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Akuntansi sebagai bahasa Akuntansi sering dianggap sebagai media atau sarana bahasa untuk menyampaikan informasi karena manajemen harus mengkomunikasikan informasi yang diperoleh dan diolahnya kepada pihak lain, seperti pemegang saham, investor, pelanggan maupun pemerintah. Sehingga akuntansi tersebut memiliki simbol dan tata aturan tertentu secara sistematis. 3. Akuntansi sebagai politik antar perusahaan Teori menyatakan bahwa sistem akuntansi merefleksikan dan mendukung nilainilai dan kebutuhan kelompok tertentu dan informasi akuntansi dirancang dan digunakan sebagai sumber untuk membuat kebijakan perusahaan, khususnya dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya perusahaan menggunakan anggaran dalam laporan eksternal sebagai dasar kebijakan perusahaan. 4. Penentuan standar akuntansi adalah proses politik Atas dasar teori ini seringkali pemerintah melobi pembuat standar (standard setting body) dengan maksud agar standar akuntansi yang dirancang dan dihasilkan dapat melayani dan menguntungkan kebutuhannya. 5. Akuntansi sebagai mitologi Teori ini menganggap sistem akuntansi sebagai sumber-sumber yang bersifat sosial untuk mempertahankan mitos rasionalisasi. Dengan demikian, akuntansi akan digunakan sebagai alat untuk kepentingan justifikasi, rasionalisasi dan legitimasi keputusan yang akhirnya melayani kepentingan individu lainnya. 6. Akuntansi sebagai sistem informasi komunikasi dan keputusan



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



6



Teori ini memandang akuntansi sebagai sesuatu yang berorientasi tindakan seperti mengkomunikasikan pengaruh inflasi terhadap kebutuhan para pemakai dan pengaruh inflasi terhadap perilaku manajer dan investor dalam mengambil keputusan ekonomi. 7. Akuntansi sebagai barang ekonomi Teori ini menganggap akuntansi sebagai seperangkat informasi yang memiliki unsur biaya dan manfaat. Yaitu sebagai barang ekonomi yang bersifat konsisten dan dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi. Komoditas ini akan selalu digunakan sepanjang pemakai memandang perlu dan memang dibutuhkan untuk kelancaran aktivitas bisnisnya. 8. Akuntansi sebagai komoditas sosial Atas dasar teori ini akuntansi dipandang memengaruhi kesejahteraan atau kemakmuran kelompok tertentu dalam masyarakat. Sehingga produk yang dihasilkan dari akuntansi dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk semua pemakai, secara akurat, wajar dan transparan. 9.



Akuntansi sebagai ideologi dan eksploitasi Akuntansi merupakan ideologi dari masyarakat kapitalis yang menjembatani pemakaian teknik-teknik tertentu untuk mengeksploitasi kekayaan demi kepentingan kelompok elit tertentu, atas beban kerugian pada masyarakat luas dan karyawan. 10. Akuntansi sebagai klub sosial. Teori ini menganggap prinsip-prinsip, standar, dan masyarakat akuntansi muncul untuk mempromosikan kepentingan kelompok tertentu dan sesuai dengan tujuan akuntansi. Oleh karena itu, akuntansi dapat digunakan sebagai media untuk melakukan komunikasi tanpa memandang kelompok sosial tertentu. Di sisi lain, dalam praktik akuntansi umumnya bersifat dinamis dan berkaitan dengan masalah praktik, terutama bagi kalangan profesional. Misalnya terhadap selisih kurs valuta asing, apakah dijadikan biaya ataukah dikapitalisasi? Bagaimanakah kriteria kapitalisasi sewaguna usaha yang seharusnya di Indonesia? Kemudian, apakah isitilah yang tepat untuk expenses: beban, biaya ataukah kos? Untuk menjawab permasalahan di atas dan berbagai masalah lainnya dalam praktik akuntansi, hendaknya tidak saja didasarkan atas penalaran yang makul/masuk akal (sound theory) tetapi juga harus didasarkan taktik cerdik (shrew tact). Dengan demikian, penalaran yang makul dalam teori akuntansi dapat dijadikan sebagai landasan untuk memecahkan masalah akuntansi secara beralasan atau bernalar sesuai dengan metoda ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sementara taktik cerdik sangat memadai untuk menangani masalah yang luas dan lengkap (lukap) dan berimplikasi luas, yang tergantung pada kearifan (wisdoms) dan tilikan (insights). Sebab pemecahan masalah akuntansi dengan taktik yang cerdik berdasarkan pengalaman saja dapat menghambat kemajuan profesi akuntansi. Apalagi kalau praktisi tersebut mempunyai kekuasaan untuk memutuskan sesuatu (misalnya: dalam proses menetapkan standar akuntansi). Oleh karena itu, praktik akuntansi yang baik dan maju hanya dapat dilandasi oleh adanya landasan teori akuntansi yang baik pula disertai dengan penalaran yang makul (logis). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



7



Selanjutnya dalam pengembangan dan perumusan teori akuntansi yang berhubungan dengan praktiknya, tidak dapat lepas dari teknologi. Sebab teknologi tersebut diperlukan dalam menentukan cara yang terbaik untuk mengerjakan atau mencapai suatu tujuan. Untuk itulah diperlukan perekayasaan (engineering), yaitu proses terencana dan sistematis yang melibatkan pemikiran, penalaran, dan pertimbangan untuk memilih dan menentukan teori, pengetahuan, konsep, metoda, dan pendekatan untuk menghasilkan suatu produk secara konkrit. Demikian pula, perekayasaan dalam akuntansi adalah berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan umum yang melibatkan kebijakan akuntansi dan penerapan standar akuntansi yang konsisten dan berterima umum.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



8



GAMBAR 1.1. STRUKTUR PEREKAYASAAN AKUNTANSI Ilmu Murni



Ilmu Terapan



Teori Ekonomi, Sosisologi, Psikologi dan Matematika.



Manajemen Akuntansi, Matematika, Komputer, Komunikasi, Ekonomi, dan lain-lain











Nilai dan Tata Sosial Nilai sosial, Tujuan sosial, Sistem politik, Sistem hukum, Sistem ekonomi, dan lain-lain







PEREKAYASAAN AKUNTANSI Sumber: diadaptasi dari Sudibyo, 1987, 13



Dalam perekayasaan pelaporan keuangan, akuntansi akan memanfaatkan pengetahuan dan ilmu berbagai disiplin. Karena akuntansi dapat menjadi sebagai salah satu pengarah untuk merekayasa pelaporan agar mempunyai kebermanfaatan dan keefektifan produk yang dihasilkan. Pada tingkat makro produk perekayasaan berupa ‘konstitusi akuntansi’ yang sering disebut kerangka konseptual (conceptual framework). Bagaimanakah proses perekayasaan akuntansi tersebut dapat dilakukan berkaitan dengan praktik akuntansi? Yaitu, proses ini dimulai dari adanya konsep pemikiran makul dan objektif dalam membangun suatu struktur dan mekanisme pelaporan keuangan dalam suatu entitas bisnis. Dalam upaya untuk menunjang tercapainya tujuan entitas tersebut. Kemudian berdasarkan kebijakan yang diambil maka ditentukanlah sistem dan media penyampaian informasi tentang segala kondisi dan kinerja keuangan perusahaan. Dalam lingkup makro, perekayasaan akuntansi ditemukan dalam sistem pelaporan keuangan nasional (pusat dan daerah). Karena untuk menghasilkan suatu pelaporan keuangan harus dibuat ketentuan dan peraturan agar dalam pelaksanaan pertanggungjawaban dapat dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Seperti perlakuan terhadap aset yang dimiliki oleh pemerintah, akankah mesti berbeda dengan aset yang dimiliki oleh non pemerintah (perusahaan/swasta). Pemerintah dalam pengadaan atau pembelian aset berdasarkan atas anggaran (DIPA/Proyek) yang ditentukan lebih dulu sesuai tahun anggarannya. Sehingga aset tersebut untuk saat ini dianggap sebagai bagian dari beban pada tahun pengadaan. Dan belum ada alokasi untuk penyusutan atau beban tertentu dalam laporan yang dibuat oleh instansi pemerintah. Hal ini, akan berbeda dengan sektor non pemerintah (perusahaan/swasta). Dimana setiap aset yang mempunyai masa manfaat umur ekonomis yang lebih dari satu periode akuntansi (misalnya mobil, inventaris, dll) akan dilakukan pencatatan dan pengalokasian secara sistematis dan diperhitungkan beban operasional (beban penyusutan) dalam media laporan keuangan, sesuai dengan metoda penyusutan yang dipilih oleh manajemen (entitas yang bersangkutan).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



9



GAMBAR 1.2. PROSES PEREKAYASAAN PELAPORAN KEUANGAN Tujuan ekonomik dan sosial negara (entitas bisnis) ↓



Tujuan pelaporan keuangan: Menyediakan informasi keuangan untuk dasar pengambilan keputusan ekonomi dan sosial ↓



Konsep-konsep dasar apa yang relevan? Siapa subjek pelaporan (entitas pelapor)? Siapa yang dituju oleh informasi itu? Informasi apa saja yang dilaporkan? Simbol atau elemen apa yang digunakan untuk melaporkan? Dasar pengukuran apa untuk mengkuantifikasi? Apa saja kriteria pengakuan hasil pengukuran? Media apa yang digunakan untuk melaporkan? Bagaiman informasi disajikan dalam media tersebut? ↓



Kerangka konseptual Dijabarkan dalam standar akuntansi dan acuan lainnya sehingga membentuk PABU ↓



Media pelaporan (bentuk, isi, dan jenis) ↓



Informasi akuntansi (kuantitatif dan kualitatif) Sumber: diadaptasi dari Suwarjono, 2005, 102



Berdasarkan uraian di atas, bahwa proses perekayasaan terhadap pelaporan keuangan adalah sebagai upaya untuk menghasilkan informasi akuntansi, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, untuk dasar pengambilan keputusan ekonomi. Proses tersebut akan menggunakan segala sumber daya yang ada, seperti kerangka konseptual, PABU dan media pelaporan lainnya. Sehingga pada dasarnya teori akuntansi, dapat disimpulkan sebagai seperangkat konsep yang logis dan dinamis sebagai acuan dalam menjelaskan dan menyajikan hal-hal ideal berkaitan perumusan kerangka konseptual (untuk menyusun standar akuntansi) yang berhubungan dengan praktik akuntansi. C. SIFAT DAN STRUKTUR TEORI AKUNTANSI Teori akuntansi bersifat umum, komprehensif, terbuka, dan dinamis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, teori akuntansi dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan nilai (judgment value) dalam praktik akuntansi. Sehingga sebagai dasar pertimbangan nilai dalam praktik maka teori akuntansi dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman bila dalam praktik belum dirumuskan masalahnya dalam pernyataan standar akuntansi. Adanya fenomena baru dalam perkembangan akuntansi, seperti masalah kekayaan intelektual dan perdagangan dunia maya (internet). Meskipun, pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) adalah bersifat wajib untuk dilaksanakan dalam praktiknya, namun tidak jarang belum adanya pernyataan secara khusus berkaitan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



10



dengan praktik akuntansinya. Sehingga upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggali kerangka konseptual, ataupun konsep teori yang relevan dan dapat diterapkan secara langsung dalam penyajian dan penyusunan laporan keuangan. Karena pada dasarnya teori akuntansi tersebut, berkembang secara dinamis, dan mempunyai elemen tingkatan sesuai dengan tujuan pelaporan yang akan disajikan kepada pemakai. Dilihat dari strukturnya maka Teori Akuntansi tersebut terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu: 1. Tujuan Laporan Keuangan; sebagai struktur paling atas dan merupakan tujuan akhir yang akan dicapai dalam praktik akuntansi. Adalah menyajikan informasi baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif, terhadap data/informasi yang wajib maupun data pendukung yang bersifat sukarela. Baik untuk informasi umum dan khusus dalam laporan keuangan (financial statement) untuk kepentingan pemakai. Bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir (output) dari serangkaian kegiatan pencatatan, pengklasifikasian, penyajian dan pengungkapan atas aktivtas bisnis manajemen. Oleh karena itu, laporan keuangan ini harus mengacu pada standar akuntansi berterima umum. Sebab elemen yang ada dalam laporan keuangan tersebut bersifat standard baku. Hal ini berbeda dengan pelaporan keuangan (financial report), karena pelaporan keuangan ini merupakan laporan keuangan plus laporan lainnya yang bersifat opsional atau pelengkap informasi, seperti laporan segmen usaha, laporan kontijensi, dan laporan lainnya. 2. Dalil dan Konsep Teoritis Akuntansi; hal ini berkaitan dengan anggapananggapan lingkungan dan sifat satuan akuntansi. Dalil dan konsep ini teoritis ini diperolah dari tujuan yang telah dinyatakan dalam laporan keuangan di atas. Merupakan pernyatan yang sudah diakui kebenarannya, dan bersifat umum sebagai pedoman dasar dalam menjelaskan suatu kejadian atau fenomena. 3. Prinsip Akuntansi; menjelaskan tentang prinsip dasar akuntansi sebagai pedoman umum yang didasarkan pada dalil dan konsep teoritis. Prinsip ini merupakan landasan yang harus dijalankan dalam praktik akuntansi secara konsisten. 4. Teknik Akuntansi: merupakan kumpulan pelaksanaan dan kegiatan yang merupakan aturan khusus dan berasal dari prinsip akuntansi untuk mengakui transaksi dan kejadian khusus yang dihadapi dalam kesatuan akuntansi (entitas bisnis). Teknik ini tergantung dari situasi dan kebijakan akuntansi yang ditempuh oleh manajemen dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Jadi, keempat tingkatan tersebut merupakan rangkaian yang membentuk Teori Akuntansi, dari hirarki dasar hingga hirarki tertinggi. Oleh karena itu, Teori Akuntansi tersebut dalam perumusannnya harus didasarkan atas metoda ilmiah. Karena tanpa adanya metoda ilmiah tersebut maka Teori Akuntansi akan sulit untuk dikembangkan, terutama berkaitan dengan masalah praktik akuntansi dalam bisnis. Sehingga segala hal yang berkaitan dengan praktik akuntansi harus dapat dideskripsikan secara jelas dan objektif. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



11



Hirarki sruktur Teori Akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut. GAMBAR 1.3. HIRARKI STRUKTUR TEORI AKUNTANSI TUJUAN LAPORAN KEUANGAN



DALIL AKUNTANSI



KONSEP TEORITIS AKUNTANSI PRINSIP AKUNTANSI



TEKNIK AKUNTANSI Dari gambar tersebut, jelas terlihat bahwa teori akuntansi mempunyai struktur yang baku dan berfokus pada penyediaan informasi. Terutama bagi pemakai yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Sedangkan konsep teoritis, terutama pada tingkatan 2 dan 3 masing-masing sebagai berikut. Tabel 1.3. DALIL, KONSEP TEORITIS DAN PRINSIP AKUNTANSI DALIL AKUNTANSI Entitas Bisnis (bussines entity) Going Concern atau Continuity Satuan Moneter (unity of measure) Periode Akuntansi (accounting period)



KONSEP TEORITIS AKUNTANSI Teori Kepemilikan (proprietory theory): Assets – Liabilities = Modal pemilik Teori Kesatuan (entity theory): Assets = Equaities Teori Dana (fund theory) Assets = Pembatasan Aset



PRINSIP AKUNTANSI Prinsip harga pokok Prinsip penghasilan Prinsip mempertemukan Prinsip objektivitas Prinsip konsistensi Pengungkapan selengkapnya Prinsip konservatisme Prinsip materialitas Keseragaman dan dapat diperbandingkan



a. Dalil Akuntansi: Apakah dalil tersebut? Menurut Webster Third International Dictionary, dalil adalah suatu alasan awal yang diakui kebenarannya atau dijadikan aksiomatis berupa hipotesis Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



12



atau asumsi pokok dalam lingkupan praktik akuntansi. Dalil disebut pula sebagai pernyataan atau aksioma yang terbukti dengan sendirinya dan berterima umum sesuai dengan laporan keuangan yang menggambarkan lingkungan ekonomi, sosial, dan hukum. Menurut KBBI (2008), dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan untuk kebenaran (terutama berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an). Jadi dapat disimpulkan bila dalam kerangka ilmu pengetahuan (ilmiah) maka dalil ini merupakat postulat atau pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga dalam Teori Akuntansi dalil atau postulat tersebut dapat dirumuskan dalam beberapa pernyataan berikut. Dalil tersebut meliputi: 1) Entitas bisnis, dalil ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha ekonomis yang berdiri sendiri, kedudukannya terpisah dari pemilik dan pihak lainnya yang menanamkan modalnya dalam perusahaan. 2) Keajekan, bahwa perusahaan akan berlangsung terus sampai batas waktu yang tidak terbatas. Dalil ini menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan laporan keuangan. 3) Satuan moneter, adalah merupakan penghargaan yang tepat (paling objektif) dalam mengakui, mencatat, mengukur, dan melaporkan setiap transaksi maupun kegiatan pertukaran, baik terhadap pendapatan maupun biaya atau beban. Karena fungsi akuntansi adalah menyediakan informasi yang umumnya bersifat kuantitatif berdasarkan realitas (objektivitas) transaksi di suatu perusahaan. 4) Periode akuntansi, berkaitan dengan periode (jangka waktu) dalam pembuatan laporan. Umumnya periode (siklus) akuntansi berlangsung dalam satu tahun, dengan perbandingan informasi tahun sebelumnya. Kadangkala untuk menilai kinerja internal dibuat laporan keuangan interim (bulanan, triwulan, caturwulan maupun semesteran). b. Konsep Teori Akuntansi Merupakan konsep kesatuan akuntansi yang berlaku umum dalam suatu perekonomian yang bebas (free economic liberalisme) dengan bercirikan pada kepemilikan swasta atau pihak lainnya yang memiliki equitas. 1) Teori Kepemilikan, terdapat pemisahan kepemilikan antara pemilik dengan pemegang saham atau investor. Dengan tujuan untuk memberikan informasi seberapa besar kekayaan berish yang dimiliki pemilik. Dikenal dengan persamaan: Aset-Laibilitas = Hak Pemilik. Berdasarkan persamaan ini maka pendapatan bersih adalah kenaikan kekayaan pemilik yang ditambahkan pada modal. 2) Teori Kesatuan, sebagai suatu yang terpisah dan berbeda investor dan hak pemilik maupun kreditur. Teori ini lebih tepat diterapkan pada perusahaan yang berbentuk perseroan. Dan berbeda dari pemiliknya. Persamaan akuntansi yang dipakai dalam teori ini adalah: Aset = Hak milik atau Aset = Laibilitas + Hak Pemegang Saham (Modal). 3) Teori Dana, ini bermanfaat bagi organisasi yang bertujuan tidak mencari laba. Dasar akuntansinya adalah adalah sekelompok aset atau pun kewajiban yang bersangkutan berdasarkan batasan-batasan tertentu, yang disebut Dana. Teori ini memandang satuan usaha sebagai satuan yang terdiri dari sumber ekonomi dan kewajiban yang disertai batasan. Ada delapan jenis dana yang dikenal dalam teori ini, yaitu: 1) the general fund, atau general fund dalam akuntansi dana adalah dana yang paling penting dalam suatu entitas dalam akuntansi dana. Tidak seperti dana lain (contoh: Capital Project Fund atau Debt Service Fund), General Fund merupakan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



13



dana yang going-conceren, apabila dana ini dibubarkan berarti suatu entitas ini bubar. 2) special revenue fund, dana pendapatan khusus untuk menghitung keuntungan dari sumber pendapatan khusus (kecuali kepercayaan perbelanjaan atau untuk perencanaan modal) yang resmi atau sah dibatasi pada pengeluaran-pengeluaran untuk tujuan tertentu. 3) debt service fund, Dana-dana jasa hutang untuk menghitung penjumlahan atau akumulasi untuk sumber-sumber, dan pembiayaan, prinsip umum hutang jangka panjang dan bunga. 4) capital project fund, 5) enterprise fund, Dana-dana perusahan untuk menghitung penyediaan barangbarang dan jasa-jasa kepada khalayak yang dibiayai oleh pengguna beban. 6) trust and agency funds, Dana-dana orang kepercayaan atau agen untuk harta-harta yang diselenggarakan oleh unit-unit pemerintah sebagai orang kepercayaan atau agen. 7) intragovermental service funds, dan 8) special assessment funds (Belkaoui, 1985, 143-144). c. Prinsip Akuntansi Merupakan aturan umum yang diperoleh dari tujuan dan konsep teori akuntansi. Prinsip akuntansi ini merupakan dasar dalam teknik akuntansi yang diterapkan untuk penyusunan suatu laporan bisnis (laporan keuangan perusahaan). 1) Prinsip harga pokok, menggambarkan informasi yang biaya yang dikeluarkan dapat diverifikasi berdasarkan nilai tukar barang atau jasa pada saat diperoleh oleh perusahaan. Sehingga informasi yang disajikan mempunyai daya banding yang lebih baik. Namun dalam prinsip ini seringkali tidak memebrikan informasi yang relevan bagi pemakai eksternal laporan keuangan, karena pada dasarnya biaya atau beban diukur dengan nilai sekarang untuk pelaporan keuangan. Apalagi dalam kondisi tertentu, misalnya inflasi, deflasi, likuidasi ataupun hal lainnya yang memerlukan penilaian. 2) Prinsip penghasilan, meliputi pengakuan dan pengukran seluruh hasil kegiatan usaha baik bersifat utama maupun sampingan. Penghasilan ini diukur dengan nilai barang atau jasa yang dipertukarkan dalam suatu perdagangan yang bebas. Pengakuan penghasilan dilaporkan berdasarkan prinsip realisasi dari kejadian kritis yang telah dilakukan, melalui kegiatan transaksi yang sah. Kejadian kritis ini berdasarkan siklus operasional perusahaan, dapat berupa: 1) saat penjualan, 2) saat selesainya produksi, bila harga dan kondisi stabil. dan 3) penerimaan pembayaran setelah penjualan (dasar tunai). 3) Prinsip mempertemukan, adalah proses penandingan antara pendapatan dan beban/biaya dalam periode yang sama, agar dapat ditentukan besarnya laba/rugi. Ada tiga dasar penandingan yang digunakan yaitu, 1) Hubungan sebab akibat, adalah proses penandingan antara pendapatan dan beban/biaya secara langsung berdasarkan hubungan fisik. 2) Alokasi sistematis dan rasional, adalah proses penandingan tidak langsung antara pendapatan dengan beban/biaya berdasarkan ukuran periode, dan 3) Pembebanan segera, dasar ini dipakai bila dasar yang pertama dan kedua tidak dapat dipakai.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



14



4) Prinsip objektivitas, berkaitan dengan penyajian informasi yang dapat dipercaya dan relevan bagi pemakai laporan keuangan. Artinya pengukuran tersebut didasarkan pada bukti-bukti yang dapat dipercaya (dapat diuji kebenarannya). Dan didasarkan atas kejadian ekonomi (transaksi) yang sebenarnya terjadi. 5) Prinsip keajekan (kontinyuitas), adalah berhubungan dengan penerapan suatu prinsip yang sama dan konsisten dari satu periode ke periode berikutnya. Penyimpangan dari prinsip ini dapat dibenarkan bila terdapat dua atau lebih prosedur atau metoda yang serupa dan sah untuk diterapkan. Dan bila terjadi perubahan tersebut maka harus diungkapkan dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan perubahan tersebut. 6) Prinsip pengungkapan sepenuhnya, menghendaki pengungkapan yang wajar (fair), lengkap (full) dan cukup atau memadai (adequate). Wajar berarti adanya batas yang etis yang mengatur perlaksanaan secara layak. Lengkap berarti penyajian informasi yang menyeluruh dan komplit. Sedangkan pengertian memadai adalah informasi minimal yang harus dilaporkan. Pengungkapan ini menghendaki konsep yang lukap sehingga tidak menimbulkan pernafsiran yang beraneka. 7) Prinsip konservatisme, merupakan konsep yang baik dipakai namun juga sangat lemah terutama dalam memperlakukan eksistensi ketidakpastian dalam penilaian pendapatan. Oleh karena itu, informasi yang disajikan dengan menggunakan konsep ini tidak dapat dijadikan pokok interpretasi yang tepat. Karena konsep ini cenderung ke arah mengurangi daya banding sebab tidak ada standar yang seragam dalam pelaksanaannya. 8) Prinsip materialitas, adalah berhubungan dengan penyajian informasi tertentu yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Karena berkaitan dengan signifikansi terhadap pengambilan keputusan yang akan diambil. Namun permasalahan yang muncul adalah, bagaimana suatu informasi dikatakan materialitas dan atau tidak. Oleh karena itu, dalam penyajian informasi dalam laporan keuangan akhirnya hanya didasarkan pada pertimbangan profesional. 9) Prinsip keseragaman dan dapat diperbandingkan, sebagai bentuk keseragaman dalam penyajian laporan keuangan, meliputi; konsep pengukuran, klasifikasi, metoda dan bentuk laporan. Sehingga memudahakan bagi pemakai dalam melakukan estimasi dan pengambilan keutusan yang tepat dalam melakukan perbandingan terhadap kinerja manajemen. D.



KLASIFIKASI PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI Pembentukan suatu teori umumnya berawal dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia. Fenomena tersebut menimbulkan suatu pernyataan yang membutuhkan jawaban. Jawaban tersebut terletak pada suatu bidang dan sering disebut dengan epistemology, atau studi tentang penciptaan suatu pengetahuan. Akuntansi mungkin dapat dipandang sebagai “social science“, yaitu proses pengukuran dan masalah teknis. Oleh karena itu, dalam mereview suatu teori ilmiah (scientific theory), kita perlu menguji asumsi yang dibuat dengan menggunakan metoda ilmiah dan sudut pandang yang lain. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



15



Masalah utamanya terletak pada metoda yang digunakan apakah metoda ilmiah (scientific) atau metoda alamiah (naturalistic). Pendekatan ilmiah lebih bersifat terstruktur dan terencana dalam hal perancangan risetnya, dimana masalah, hipotesis dan teknik penelitiannya dinyatakan secara jelas. Dan dapat ditelusuri dasar teori yang mendasarinya, baik secara empirik maupun dari konsep teori yang sudah ada. Sebaliknya metoda alamiah menolak penggunaan prosedur yang terstuktur. Secara garis besar teori akuntasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: berdasarkan metoda penalaran, sistem bahasa dan tujuan perumusan, sebagai berikut. 1. Klasifikasi menurut Metoda Penalaran. Atas dasar metoda ini maka teori akuntansi dapat dirumuskan dari berbagai pendekatan yang berbeda yaitu: a. Pendekatan Deduktif (deduktive approach) Pendekatan ini dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dihasilkan prinsip akuntansi yang rasional sebagai pedoman dan dasar untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi. Secara umum langkah yang digunakan dalam merumuskan teori akuntansi adalah sebagai berikut. 1. menentukan tujuan laporan keuangan; 2. memilih postulat akuntansi yang sesuai dengan kondisi ekonomi, politik, dan sosiologi; 3. menentukan prinsip akuntansi; dan 4. mengembangkan teknik akuntansi (Belkoui, 1993). Keuntungan lain dari pendekatan ini adalah kemampuan untuk merumuskan struktur teori akuntansi yang konsisten, terkoordinasi, lengkap, dan setiap tahapan dapat berjalan secara logis. b.



Pendekatan Induktif (induktive approach) Bahwa dalam akuntansi, proses induktif melibatkan kegiatan observasi mengenai data keuangan dengan berbagai unit usaha. Dari hasil observasi tersebut, kemudian dilakukan generalisasi dan dirumuskan dalam prinsipprinsip akuntansi sesuai dengan hubungan yang ada. Pendekatan ini menggunakan pola dari khusus ke umum. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah: 1. mencatat semua observasi; 2. menganalisi dan mengklasifikasikan hasil observasi, sehingga dapat dirumuskan berbagai kesamaan dan ketidaksamaan; 3. hasil observasi kemudian digeneralisasi; dan 4. pengujian terhadap generalisasi, (Belkoui, 1993). Tujuan yang melandasi pendekatan ini adalah untuk merumuskan konklusi teoritis dan bersifat abstrak dan rasionalisasi dalam praktik akuntansi. Keuntungan yang dapat diperoleh bila menggunakan pendekatan ini adalah dalam penggunaaannya pendekatan ini berdasarkan pada kebebasan dimana dalam perumusan teori akuntansi tidak dibatasi oleh struktur atau model yang



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



16



telah diyakini atau disiapkan sebelumnya. Namun pendekatan ini paling tidak memiliki dua kelemahan, yaitu: 1. Seringkali pengamat (observer) dipengaruhi oleh ide-ide yang tidak disadari tentang jenis hubungan yang diamati dan jenis data yang dikumpulkan. 2. Data yang digunakan dalam pengamatan cenderung berbeda antara satu perusahan dengan perusahaan yang lain. c.Pendekatan Etika (ethics approach) Dalam pendekatan ini sebagai dasar utama adalah pad konsep kebenaran (truth), keadilan (justice), kewajaran atau kejujuran (fairness). Hal ini lebih pada penekanan moral karena dalam merumuskan teori akuntansi harus benarbenar memperhatikan unsur tersebut bukan semata-mata pada kepentingan praktik akuntansi (bisnis) semata. Namun harus memperhatikan faktor etika, baik dalam bisnis, masyarkat maupun dengan lingkungan (alam sekitarnya). d.



Pendekatan Sosiologi (sosiology approach) Pendekatan ini menekankan pada pengaruh sosial yang timbul akibat dari teknik-teknik akuntansi terhadap kesejahteraan sosial di lingkngan tempat akuntansi digunakan. Akuntansi sosial yang dilandasi oleh kepentingan ekonomi yang dikembangkan, bertujuan untuk mendorong perusahaan agar dapat manajemen dapat mempertanggungjawabkan kegiatan usahanya pada lingkungan sosial yang dinamis. Yaitu melalui pengukuran, internalisasi dan pengungkapan dampak sosial dari kegiatan perusahaan dalam laporan keuangan tersebut. Pengungkapan ini lebih bersifat moral dan bertujuan untuk menjamin kelangsungan entitas dalam jangka panjang. e. Pendekatan Ekonomi (economic approach) Pemilihan terhadap teknik akuntansi tergantung pada pengaruhnya terhadap ekonomi nasional secara umum, dan lokal secara khusus. Dalam pendekatan ini kriteria yang digunakan adalah: 1. Kebijakan dan teknik akuntansi hendaknya dapat merefleksikan pada realitas ekonomi yang terjadi. 2. Pemilihan teknik akuntansi sangat tergantumg pada konsekuensi ekonomi yang timbul dari penerapan teknik akuntansi tersebut.



f. Pendekatan Eklektik (eclectical approach) Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan akuntansi dengan cara menggabungkan berbagai pendekatan yang selama ini digunakan. Pendekatan ini digunakan terutama untuk menyusun atau menggali suatu informasi secara empiris yang melibatkan semua disiplin ilmu yang terkait. Sehingga dalam pendekatan ini memerlukan ahli atau orang yang kompeten di bidangnya. 2. Klasifikasi menurut Sistem Bahasa Teori harus diekspresikan dalam bentuk bahasa baik yang bersifat verbal atau matematis. Pengembangan teori itu sendiri biasanya berasal dari abstraksi dunia tidak nyata (imaginative), yaitu yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Agar Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



17



abstraksi itu bermanfaat, teori akhirnya harus dihubungkan atau diwujudkan dalam dunia nyata. Selain itu, teori dapat pula dinyatakan dalam bentuk kata atau tanda (simbol). Studi tentang simbol, dalam filsafat pengetahuan dikenal dengan istilah semiology. Secara garis besar semiologi terdiri dari tiga bagian, yang dapat dikatakan sebagai unsur teori, yaitu: Pendekatan Sintaktik, Semantik dan Pragmatik. a. Pendekatan Sintaktik. Sintaktik adalah studi tentang tata bahasa atau hubungan antara simbol dengan simbol. Pertanyaan utama dalam unsur ini ada apakah kata-kata atau simbol digunakan sacara konsisten dan logis? Sintaktik atau hubungan logis menghubungkan konsep-konsep dasar (diwujudkan dengan simbol lingkungan). Hubungan kelogisan dalam sintaktik berkaitan dengan aturan bahasa yang digunakan. Unsur sintaktik dapat dianalisis dengan menggunakan metodologi analitik yang didasarkan pada silogisme, yang memiliki seperangkat pernyataan dan konklusi. Misalnya: Penyataan 1 : Semua anak laki-laki adalah berjenis kelamin pria Pernyataan 2 : Boy adalah berjenis kelamin pria Konklusi : Susi bukan berjenis kelamin pria. Silogisme tersebut membentuk proposisi analitik. Dalam hubungan ini untuk membuktikan kebenaran proposisi tersebut, arti sebenarnya dari “jenis kelamin” tidak perlu diketahui. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sintaktik berhubungan dengan aliran logika, bukan keakuratan proposisi argumen dari dunia nyata. Oleh sebab itu, evaluasi sintaktik terhadap suatu teori melibatkan evaluasi validitas (logika) suatu argumen yang membentuk teori tersebut. Jika suatu argumen adalah valid, maka pernyataannya adalah benar dan konklusinya pasti benar. Sebaliknya logika akan tetap valid meskipun pernyataannya atau konklusinya tidak benar. Misalnya: Pernyataan 1 Pernyataan 2 Konklusi



: Semua rekening laibilitas bersaldo kredit. : Akumulasi depresiasi berkaitan dengan aset. : Akumulasi depresiasi memiliki saldo kredit.



Dari contoh di atas logikanya (hubungan sintaktik) adalah valid karena jika kedua pernyataan tersebut benar, otomatis konklusinya juga akan benar. b. Pendekatan Semantik Semantik menunjukkan makna atau hubungan antara kata, tanda atau simbuk dengan obyek yang ada didunia nyata. Pernyataan yang berkaitan dengan unsur semantik adalah, Apakah arti dari setiap kata atau simbol yang digunakan dalam teori? Persamaan akuntansi Aset = Laibilitas + Ekuitas pada awalnya abstrak. Namun demikian apabila kita mengkaitkannya dengan obyek dunia nyata, persamaan tersebut menjadi realistis. Kebenaran nilai atau keakuratan semantik suatu pernyataan ditentukan oleh keakuratan deskriptif yang ada di dunia nyata. Kebenaran tersebut didasarkan pada pernyataan atau konklusi individual, bukan pada aliran logika (argument). Misalnya:



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



18



Pernyataan 1 Pernyataan 2 Konklusi



: Semua aset dan rekening kontranya bersaldo kredit. : Laibilitas bukan rekening aset. : Laibilitas usaha bersaldo kredit.



Pernyataan pertama adalah salah dan aliran logika yang berawal dari pernyataan ke-konklusinya adalah tidak valid. Oleh karena itu, tidak ada pernyataan yang jelas apakah rekening non aset bersaldo debit atau kredit, maka secara sintaktik konklusi juga akan akan mengikuti pernyataan sebelumnya. Meskipun demikian dari hubungan semantik (dunia nyata), konklusinya adalah benar bahwa laibilitas dagang bersaldo kredit. Atas dasar hubungan semantik hipotesis atau teori mengandung dua unsur empiris dan sintaktis. c. Pendekatan Pragmatik Hubungan pragmatis menunjukkan pengaruh kata-kata atau simbol terhadap seseorang. Aspek pragmatis berkaitan dengan bagaimana konsep dan praktik akuntansi memengaruhi prilaku seseorang. Hal ini beralasan karena salah satu tujuan dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Pendekatan populer yang digunakan untuk merumuskan teori ini adalah model keputusan (decision model). Dasar pemikiran utama dari model keputusan adalah didasarkan pada asumsi bahwa akuntansi harus memenuhi kebutuhan informasi para pemakai. Pendekatan pragmatis yang lain adalah dengan cara mengamati reaksi seseorang terhadap pesan yang sama dengan menggunakan cara yang berbeda. 3. Klasifikasi menurut Perumusan Tujuan Atas dasar tujuannya, teori akuntansi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Teori Akuntansi Normatif yang memberikan rumusan terhadap praktik akuntansi, dan Teori Akuntansi Positif yang berusaha menjelaskan dan memprediksi fenomena yang berkaitan dengan akuntansi. a. Teori Akuntansi Normatif (normative accounting theory). Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya akuntansi dipraktikkan, dan berusaha membenarkan tentang apa yang seharusnya dipraktikkan. Teori Akuntansi Normatif bukan dihasilkan dari penelitian empiris tetapi dihasilkan dari kegiatan “semi penelitian”. Teori ini hanya menyenbutkan hipotesis bagaimana akuntansi seharusnya dipraktikkan tanpa harus menguji hipotesis tersebut. Beberapa teori akuntansi normatif ini antara lain: True Income dan Decision-Usefulness. True income berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik dan benar untuk aset dan laba. Sedangkan Decision-Usefulness mempunyai tujuan dasar agar dalam praktik akuntansi mampu untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang relevan dan bermanfaat. Teori ini pada dasarnya merupakan teori pengukuran akuntansi. Terori tersebut bersifat normatif karena didasarkan pada anggapan berikut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



19



1) Akuntansi seharusnya merupakan sistem pengukuran. 2) Laba dan nilai dapat diukur secara akurat. 3) Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi. 4) Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi). 5) Ada beberapa pengukuran laba yang unik. b.



Teori Akuntansi Positif (positive accounting theory) Aliran ini pada awalnya dikenalkan oleh akademisi di University of Chicago USA dan meluas ke berbagai universitas seperti Rochester, California, Barkley, Stanford, dan New York. Aliran positif didasarkan pada anggapan bahwa kekuasaan dan politik merupakan sesuatu yang tetap dan sistem sosial dalam organisasi merupakan fenomena empiris konkrit dan bebas nilai atau tidak tergantung pada manajer dan karyawan yang bekerja dalam entitas tersebut. Watts dan Zimmerman (1986) berpendapat bahwa perumusan teori harus betul-betul memperhatikan pertimbangan nilai dan menekankan pada kebutuhan akan pendekatan baru. Diungkapkan bahwa, tujuan dari PAT adalah untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict) praktik akuntansi. Menjelaskan berarti memberikan alasan terhadap praktik akuntansi yang diamati. Misalnya teori akuntansi nilai historis dan mengapa perusahaan tertentu mengubah teknik akuntansinya. Prediksi berarti teori akuntansi dapat memberikan prakiraan atau prediksi terhadap fenomena yang diamati. Fenomena ini tertutama berkaitan dengan paradigma baru dalam perkembangan bisnis (meliputi teknologi dan ilmu pengetahuan), sehingga perlu adanya konsep atau hipotesis baru yang harus mampu dirumuskan untuk memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi. Dalam PAT dikenal tiga hipotesis sebagai berikut. 1) Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypotehsis), dimana manajer perusahaan dengan rencana bonus tertentu cenderung lebih menyukai metoda meningkatkan laba periode berjalan. 2) Hipotesis utang (debt/equity hypothesis), bahwa makin tinggi rasio utang ekuitas perusahaan maka makin besar kemungkinan bagi manajer untuk menggunakan metoda akuntansi yang dapat menaikkan laba. 3) Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), bahwa perusahaan besar cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat mengurangi laba periodik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Ketiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya 3 (tiga) hubungan keagenan yaitu: a. antara manajer dengan pemilik; b. antara manajemen dengan kreditur; dan c. antara manajemen dengan pemerintah. Selanjutnya dalam PAT yang dikembangkan melalui penelitian dan dapat dikelompokkan menjadi dua tahap yaitu: 1) Penelitian akuntansi dan perilaku dalam pasar modal. Tahap ini menjelaskan hubungan antara pengumuman antara laba dengan reaksi



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



20



pasar terhadap harga saham. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan hipotesis pasar efisien dan Capital Aset Pricing Model (CAPM). 2) Penelitian dalam tahap ini dilakukan dengan maksud menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi antar perusahaan yang difokuskan pada dua alasan. Yaitu, pertama adalah alasan oportunistik yang digunakan perusahaan dalam memilih metoda akuntansi tertentu. Alasan ini disebut juga ex-post yaitu pemilihan metoda akuntansi dilakukan sesudah diketahui adanya fakta. Alasan kedua alasan efisiensi berkaitan dengan metoda akuntansi yang dipilih guna mengurangi biaya kontrak antara perusahaan dengan pemiliknya (stakeholder). Alasan efisiensi disebut juga dengan exante karena dalam pemilihan metoda akuntansi dilakukan sebelum fakta diketahui. Secara teoritis maka PAT telah memberikan kontribusi dalam pengembangan akuntansi misalnya: a. Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan penjelasan spesifik terhadap pola tersebut. b. Memberikan Kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi. c. Menunjukkan peran utama biaya kontrak dalam teori akuntansi. d. Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan Kerangka dalam memprediksi pilihan-pilihan akuntansi. e. Mendorong penelitian yang relevan dengan akuntansi dan menekankan pada prediksi dan penjelasan terhadap fenomena akuntansi. PELATIHAN 1. 2.



Apa yang dimaksud teori, jelaskan! Uraikan secara ringkas perkembangan ilmu akuntansi, di USA dan di Indonesia.



3. 4.



Apa yang dimaksud teori akuntansi, jelaskan! Jelaskan beberapa interpretasi tentang akuntansi! Termasuk dalam interpretasi manakah bila akuntansi dipandang sebagai alat penyedia informasi? 5. Bagaimana sebenarnya konsep akuntansi (konvensional) jika dipandang dari prinsip syariah, jelaskan. 6. Dalam merumuskan teori akuntansi akuntansi dikenal ada tiga klasifikasi, yaitu metoda penalaran, sistem bahasa, dan tujuan perumusan, jelaskan! 7. Mengapa struktur dalam teori akuntasi dibagi dalam empat tingkatan, jelaskan disertai dengan contohnya masing-masing! 8. Apakah yang dimaksud dengan PAT? Jelaskan 9. Seberapa besar PAT mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan akuntansi, jelaskan! 10. Bila dalam suatu perusahaan terjadi transaksi penjualan barang dagangan secara kredit, kepada pelanggan tetap. Sedangkan pembayaran dilakukan secara bertahap selama tiga kali angsuran, maka bagaimana seharusnya pencatatan yang dibuat atas transaksi tersebut. Apakah dalam praktik Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



21



seperti ini termasuk dalam interpretasi akuntansi sebagai catatan historis? Jelaskan jawaban Saudara. 11. Jelaskan struktur perekayasaan akuntansi. 12. Jelaskan perbedaan antara pelaporan keuangan dengan laporan keuangan. 13. Mengapa untuk merumuskan suatu teori diperlukan pendekatan yang bersifat ilmiah maupun non ilmiah (alamiah), jelaskan!



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



22



BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DALAM PERUMUSAN STANDAR AKUNTANSI



A. PENGERTIAN KERANGKA KONSEPTUAL Pada tingkatan teori yang tinggi, kerangka konseptual menyatakan ruang lingkup dan tujuan pelaporan keuangan. Pada tingkatan selanjutnya, kerangka konseptual mengidentifikasikan dan mendefinisikan karakteristik dari informasi keuangan dan elemen laporan keuangan. Pada tingkatan operasional yang lebih rendah, kerangka konseptual berkaitan dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan (rules) tentang pengukuran dan pengakuan elemen laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu disajikan. Agar dapat dijadikan legitimasi, maka kerangka konseptual harus didukung oleh metodologi “ilmiah” (scientific). Hal ini berarti, bahwa prinsip-prinsip dan aturan-aturan pengukuran tersebut harus dihasilkan dari tujuan dan konsep-konsep yang telah didefinisikan sebelumnya. FASB (1978) mendefinisikan kerangka konseptual sebagai suatu sistem yang saling berkaitan sebagai berikut. “Suatu sistem yang koheren tentang tujuan (objectives) dan konsep dasar yang saling berkaitan, yang diharapkan dapat menghasilkan standar-standar yang konsisten dan memberi pedoman tentang jenis, fungsi dan keterbatasan akuntansi keuangan dan pelaporan keuangan”. Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa kata-kata seperti “sistem yang koheren” (coherent system) dan “konsisten” (consistent) menunjukkan bahwa FASB menggunakan Kerangka teoritis dan non-arbiter. Sedang kata “memberi pedoman“ (precribes) mendukung pemakaian pendekatan normatif. Yang berarti segala yang tercantum dalam Kerangka konseptual tersebut, harus dipatuhi dan dilaksanakan secara konsisten. Ada beberapa pihak yang memandang kerangka konseptual sebagai “konstitusi” (undang-undang), yang merupakan landasan dalam proses penentuan standar akuntansi. Tujuannya adalah untuk memberi pedoman bagi badan yang berwenang dalam memecahkan masalah yang muncul selama proses penentuan standar tertentu sesuai dengan kerangka konseptual. Namun demikian tidak ada cara yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa pertimbangan nilai yang dibuat oleh individu atau kelompok yang lain. Dengan demikian keberadaan teori yang berkaitan secara logis (koheren) untuk menyusun standar akuntansi merupakan argumen yang bersifat konseptual. Lebih lanjut Solomon (1983, 115) menyatakan, jika badan pembuat standar tidak dapat menunjukkan bahwa standar yang dibuat dapat menghasilkan informasi yang memiliki kualitas atau karakteristik yang diperlukan untuk mencapai tujuan akuntansi yang ada, badan tersebut tidak akan mampu mempertahankan diri dari unsur kepentingan tertentu yang dilihat standar sebagai sesuatu yang merugikan kemakmuran. Jika suatu standar tidak dihasilkan dari kerangka konseptual, bagaimana Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



23



mungkin kita menunjukkan bahwa standar tertentu dipandang lebih baik dari pada yang lainnya. B. KERANGKA KONSEPTUAL DALAM PERUMUSAN STANDAR AKUNTANSI Secara historis bahwa hakikat kerangka konseptual “Laporan Trueblood” menetapkan 12 tujuan dan 7 karakteristik kualitatif dari pelaporan keuangan. Sejak dibentuknya, FASB telah menyadari akan pentingnya tujuan laporan keuangan dalam penggunaan standar keuangan. FASB juga menyadari bahwa keseluruhan masalah dalam penetapan standar tidak hanya bergantung pada tujuan, namun juga pada pembukuan isi dari konsep dan tujuan. Bahkan FASB juga, mengakui adanya penurunan kredibilitas dari pelaporan keuangan di beberapa tahun belakangan dan memberikan kritiknya atas terjadinya situasi berikut: 1. Dua atau lebih metoda akuntansi yang diterima untuk fakta-fakta yang sama. 2. Digunakannya metoda akuntansi yang kurang konservatif daripada metoda awal yang lebih konservatif. 3. Digunakannya pencadangan untuk meretakan fluktuasi pendapatan secara artifisial. 4. Laporan keuangan yang tidak mampu memberikan peringatan akan masalah likuiditas yang segera terjadi. 5. Adanya optimism yang elum mendapat penyesuaian dalam estimasi jumlah yang akan diperoleh kembali. 6. Umumnya pendanaan yang tidak tercatat di laporan posisi keuangan. 7. Digunakannya penilaian imaterialitas yang tidak benar untuk menjustifikasi tidak diungkapkannya informasi yang kurang menguntungkan atau penyimpangan dari standar. 8. Bentuk menjadi lebih relevan daripada substansi. Secara umum, dalam praktik terdapat beberapa masalah dalam kerangka konseptual, antara lain: 1. Pandangan mengenai laba atau penghasilan mana yang harus digunakan. 2. Masalah pendefinisian. 3. Konsep pemeliharaan modal atau penembangan biaya mana yang harus digunakan. 4. Metoda pengukuran mana yang harus digunakan. Ringkasan perkembangan dari sebuah kerangka konseptual: 1. SFAC No. 1 yang menyajikan sasaran dan maksud dari akuntansi. 2. SFAC No. 2 yang melihat kararteristik-karakteristik yang membuat informasi akuntansi berguna. 3. SFAC No. 3 yang memberikan definisi mengenai elemen-elemen dalam laporan keuangan, seperti aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban. 4. SFAC No. 5 yang menetapkan pengakuan dan kriteria pengukuran fundamental serta pedoman mengenai bagaimana informasi sebaiknya secara formal dicantumkan dalam laporan keuangan. 5. SFAC No. 6 yang menggantikan SFAC No. 3 dan memperluas ruang lingkupnya untuk ikut mencakup organisasi-organisasi nirlaba. 6. SFAC No. 7 yang memberikan sebuah kerangka untuk menggunakan arus kas dan menyajikan nilai-nilai sebagai basis pengukuran.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



24



Dalam membahas kerangka konseptual, ada beberapa masalah berikut yang perlu diatasi, yaitu: a) Mengapa mempersoalkan perumusan “teori” akuntansi umum melalui pendekatan kerangka konseptual? b) Karena pada masa lalu belum memiliki standar akuntansi, maka mengapa teori tersebut diperlukan pada masa sekarang? Ada argumen yang menyatakan bahwa munculnya berbagai masalah dalam praktik akuntansi sering disebabkan oleh tidak adanya teori umum. Sekalipun badan akuntansi (standard setting body) di negara maju seperti Amerika, Australia, Inggris dan Selandia Baru maupun di negara lainnya telah mengeluarkan berbagai standar dan melakukan pembatasan terhadap pemilihan metoda akuntansi. Namun, praktik akuntansi yang masih dilakukan masih terlalu terlalu premisif. Hal ini disebabkan adanya kelonggaran terhadap pemakai prosedur akuntansi yang sesuai dengan keinginan penyusun laporan keuangan. Kenyataan ini dapat dilihat dari laporan khusus yang dibuat oleh salah satu komite dari New York Stock Exchange tahun 1934 sebagai berikut (AICPA, 1934), semakin banyak alternatif praktik akuntansi, akan menyebabkan perusahaan memiliki kebebasan untuk memilih metoda akuntansi mereka sendiri dalam batas yang sangat luas sesuai dengan referensi yang dibuat. Bahwa terdapat kebebasan yang mengijinkan setiap perusahaan untuk memilih metoda akuntansi yang disukai dalam lingkup generally accepted accounting principles (GAAP), dan tetap dipandang sebagai doktrin yang dianut banyak pihak terutama perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1986). Meskipun demikian, kebebasan tersebut pada akhirnya akan mengarah pada sesuatu yang membingungkan. Atas dasar hal itu, Badan Akuntansi Amerika Serikat (FASB/Financial Accounting Standard Board Board) telah berupaya mengatasi hal tersebut dengan mengeluarkan berbagai resolusi dan standar akuntansi yang didasarkan pada praktik berjalan dengan didukung oleh alasan tertentu yang bersifat khusus (ad hoc). Namun demikian, badan tersebut tidak mengeluarkan kesepakatan prinsip yang konsisten. Hal ini, dapat dilihat dari kenyataan bahwa masih banyak praktik yang dipengaruhi oleh hukum, peraturan pemerintah, tekanan dari manajer dan kepentingan politik tertentu. Accounting Principles Board (APB), badan yang dibentuk sebelum diganti oleh Financial Accounting Standard Board (FASB), mengakui hal tersebut ketika badan ini mendefinisikan makna GAAP. APB (1970) menyatakan bahwa GAAP merupakan Konvensi. Konvensi adalah prinsip-prinsip tersebut diterima secara umum berdasarkan kesepakatan (aggrement), bukannya dihasilkan secara formal dari seperangkat postulat atau konsep dasar. Prinsip-prnisip tersebut berkembang berdasarkan pengalaman, alasan, kebiasaan, pemakaian dan juga kebutuhan praktik. Sumber-sumber kekuatan yang berwenang dalam akuntansi sangat banyak jumlahnya. Contohnya, di Amerika, Internal Revenue Service (badan yang mengurusi pajak) menerima pemakaian Metoda Last In First Out (LIFO) untuk menilai persediaan, dan metoda penyusutan dipercepat untuk menentukan besarnya penyusutan aset tetap. Sikap untuk menerima metoda tersebut pada akhirnya diterima oleh profesi akuntansi. Di samping itu, manajer perusahaan seringkali memengaruhi akuntan untuk merancang metoda akuntansi yang dapat diterima (acceptable) untuk Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



25



tujuan memperkecil beban pajak atau menaikkan laba yang dilaporkan. Dewan SAK di Indonesia, Badan yang berwenang untuk menyusun dan menetapkan standar akuntansi keuangan yang berterima umum untuk dunia bisnis dan non bisnis. Ketidakkonsistenan dalam praktik tersebut menimbulkan suatu masalah. Gellein, (1980) mantan anggota APB dan FASB, berkomentar bahwa tidak adanya Kerangka konseptual yang jelas, telah menyebabkan berlakunya Hukum Gresham dalam akuntansi: ”praktik yang jelek akan memikirkan atau mengganti praktik yang baik” (Gellein, 1980). Sebelum perdebatan terjadi mengenai kerangka konseptual muncul, baik FASB maupun Australian Accounting Research Foundation (AARF) mengikuti cara-cara yang digunakan badan profesional sebelumnya untuk mengatasi masalah akuntansi tertentu. Karena tidak ada teori akuntansi yang dapat diterima secara umum, rekomendasi dari badan berwenang dipandang sebagai solusi ad hoc (khusus) untuk menekan masalah-masalah yang muncul pada waktu itu. Dalam mereview sejarah untuk perumusan teori akuntansi, Storey (1964, 52) menyimpulkan bahwa: “Penyelesaian yang bersifat ad hoc (khusus) yang dihasilkan dari pendekatan play-it-by-ear jarang menghasilkan penyelesaian akhir yang memuaskan (sekalipun mempertimbangkan dinamika akuntansi)”. Pendekatan “playit-by-ear” adalah pendekatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang berubahubah, bukannya pendekatan yang dilakukan dengan membuat rencana yang tetap, yang telah ditentukan sebelumnya. Solomon, (1983, 109) berpendapat bahwa seseorang harus membuat pertimbangan tertentu tentang jenis akuntansi yang diinginkan. Salomon menolak pemakaian standar akuntansi yang ditetapkan dari pengamatan induktif karena hasil proses tersebut menunjukkan kondisi sebagai berikut. Suatu prinsip atau praktik akan dinyatakan sebagai sesuatu yang “benar” karena hal tersebut diterima secara umum, prinsip atau praktik tersebut tidak akan diterima secara umum karena prinsip tersebut dikatakan “benar”. Selanjutnya dinyatakan, bahwa kerangka konseptual dapat digunakan untuk mengatasi campur tangan politik dalam menyusun laporan keuangan yang netral. Hal ini tidak mengherankan karena kebijakan akuntansi hanya dapat diimplementasikan dengan melakukan pertimbangan nilai (value judgment). C. PERUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL Proses perumusan kerangka konseptual pada dasarnya merupakan proses evaluasi yang dihasilkan dari pekerjaan atau kegiatan sebelumnya. Ada berbagai publikasi dari kegiatan dalam perumusan kerangka konseptual, seperti tabel berikut. Tabel 2 PERUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL TAHUN 1966 S.D. 1977 JUDUL



PENERBIT



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



TAHUN



26



A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) Basic Concept and Accounting Princiles Underlying Financial Statement of Business Enterprises (APB Opinion No. 4) Objectives of Financial Statement (Trueblood Committee Report) Statement of Accounting Theory and Theory Acceptance (SATTA)



AAA APB



1966 1970



AICPA AAA



1973 1977



Adanya publikasi kerangka konseptual di atas sehingga akhirnya membuat FASB melakukan evaluasi dan mempelajari kembali berbagai hasil publikasi tersebut. Sehingga pada tahun 1976 FASB mengeluarkan “Conceptual Framework for Financial Accounting and Reporting: Element of Financial Statement and Their Measurement” yang dituangkan dalam “Discussion Memorandum” Kemudian setelah itu, dalam periode 19781985 FASB dengan “DM” nya telah mengeluarkan 6 (enam) komponen kerangka konseptual yang diberi nama Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) sebagai berikut. Tabel 3 KOMPONEN KERANGKA KONSEPTUAL SFAC



JUDUL



1



Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises.



2



Qualitative characteristcs of Accounting Information



3



Elements of Financial Statement of Busiiness Enterprises



4



Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Oranizations



5



6



Recognition and Measurement in Financial Statement of Business Enterprises Element of Financial Statement a Replecement of FASB Concepts Statement No. 3



ISI Tujuan yang akan dicapai dalam pelaporan keuangan Kualitas informasi yang harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan agar bermanfaat Definisi dan karakteristik elemen laporan keuangan Tujuan yang akan dicapai dalam pelaporan keuangan organisasi non laba Kriteria pengakuan dan atribut pengukuran elemen laporan keuangan Pengganti SFAC No. 3 dan berlaku juga bagi organisasi non laba



TAHUN 1978 1980 1980 1980 1984 1985



Ruang lingkup dan komponen kerangka konseptual menurut FASB: 1. 2.



Tujuan kerangka konseptual mengindentifikasikan pelaporan keuangan. Konsep dasar (basic concept) mencakup karakteristik kualitatif dari informasi yang dihasilkan dan definisi elemen laporan keuangan. 3. Kerangka konseptual berisi pedoman operasional yang akan digunakan akuntan dalam menentukan dan menerapkan standar akuntansi. Secara grafis dapat dilihat pada gambar 4 berikut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



27



Gambar 4 LEVEL INFORMASI LAPORAN KEUANGAN



TUJUAN LAPORAN KEUANGAN Provide information



Karakteristik Kualitatif



ASSUMPTIONS



SECOND LEVEL



FIRST LEVEL



Elemen (Akun)



PRINCIPLES THIRD LEVEL



Pada level pertama, berisi tujuan laporan keuangan yang menjelaskan tentang tujuan dan dimensi laporan untuk menyediakan informasi. Hendaknya, pada level ini tidak hanya menjelaskan isi laporan keuangan saja tetapi juga berisi: useful in investment and credit decisions, useful in assesing future cash flows and about enterprise resources and change in them. (SFAC No, 1). Pada level kedua berisi karakteristik kualitatif dan elemen laporan keuangan (akun), dimana kerangkan konseptual pada level ini terdiri dari conceptual building block yang menjelaskan karakteristik informasi laporan keuangan tersebut dan mendefinisikan elemen pelaporan keuangan. Building block ini membentuk jembatan yang menghubungkan mengapa akuntansi diperlukan? Dalam karakteristik kualitatif ini dijelaskan sebagai berikut. a. Primary Qualitaties terdiri dari: Relevansi (meliputi predictive value, dan timeliness), Reliabilitas (meliputi verifiability, representational faithfulness, dan neutrallity). Selanjutnya informasi dikatakan Relevan bila informasi tersebut memiliki manfaat, sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan. Selain itu relevansi memilik tingkatan tertentu. Tingkatan tersebut akan berbeda diantara para pemakai dan sangat tergantung pada kebutuhan akan informasi dan kondisi tertentu yang dihadapi para pengambil keputusan. Keandalan, merupakan kualitas informasi yang menyebabkan pemakai informasi akuntansi sangat tergantung pada kelayakan informasi yang diperoleh atau disajikan. Selain itu, keandalan informasi sangat tergantung pada kemampuan suatu informasi untuk menggambarkan secara wajar keadaan atau peristiwa yang sebenarnya terjadi (transaksi) secara objektif.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



28



Dalam konsep Cost and Benefit Ratio, informasi dikatakan mempunyai kendala bila dikaitkan dengan pertimbangan kos dan manfaat, karena dalam penyajian laporan keuangan sangatlah sulit untuk dapat melakukan penilaian dan pengukuran secara wajar terhadap manfaat dari informasi tersebut. Sedangkan dalam konsep lain, Materialitas, adalah penyajian informasi tertentu akankah mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keputusan informasi, bila informasi itu diasajikan atau ditiadakan sama sekali. b. Secondary Qualitlities terdiri dari Comparability; (daya banding), informasi mempunyai manfaat kalau informasi tersebut mempunyai daya banding baik antar periode maupun antar perusahaan sedangkan Consistency (konsistensi) atau keajegan, adalah berkaitan denganpenggunakan suatu metoda taukebijakan akuntansi secara konsisten dan tidak dapat dilakukan perubahan tertentu setiap periode, kecuali hal lain yang mengharuskan perusahaan untuk melakukan perubahan atau penggantian metoda akuntansi yang digunakan. Sedangkan elemen (akun) pelaporan terdiri dari; Assets, Liabilities, Equity, Investment by Owners, Distribution to Owners, Comprehensive Income, Rrevenues, Expenses, Gains, and Losses. SFAC dalam pernyataan no. 5 menyatakan bahwa kriteria pengakuan umumnya konsisten dengan praktik akuntansi berjalan dan tidak ada perubahan yang mendasar. Selanjutnya SFAC tersebut melalui discussion memorandum, mengakui ada lima (5) dasar pengukuran yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aset dan laibilitas sebagai berikut. 1. Biaya historis (historical cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai aset tersebut siap dipakai. 2. Biaya Pengganti (replacement cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang harus dibayar jika aset sejenis atau sama diperoleh pada saat sekarang (harga wajar). 3. Biaya pasar terkini (current cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang diperoleh dengan menjual aset pada saat kegiatan normal perusahaan (harga pasar). 4. Nilai bersih yang dapat direalisasi (net reliazible cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang diperoleh jika aset diharapkan akan dijual setelah dikurangi dengan biaya langsung (harga bersih realisasi). 5. Nilai sekarang aliran kas mendatang (present value future cost), yaitu nilai sekarang aliran kas masa mendatang yang akan diperoleh seandainya aset dijual pada masa yang akan datang. Pada level ketiga berisi postulat (dalil), prinsip dan keterbatasan. Level ini merupakan pedoman operasional yang harus digunakan dalam mengukur dan mengakui elemen laporan keuangan dan menyajikan informasi tersebut secara wajar (fair), lengkap (full), dan cukup (adequate), sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). D. RUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL DI USA Di Amerika Serikat, berbagai kritik ditujukan pada proyek konseptual. Meskipun proyek kerangka konseptual tersebut gagal, namun paling tidak kerangka konseptual Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



29



tersebut berjalan atau berkembang agak lambat. Analisis terhadap kritik tersebut akan memungkinkan dalam membantu memahami alasan mengapa kerangka konseptual tersebut berkembang lambat. Dan membantu kemungkinan pengembangannya di Indonesia atau memperbaiki bagian-bagian yang masih memiliki kelemahan tersebut secara terencana dan kontinyu. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis tersebut. Pertama adalah dengan menganggap bahwa kerangka konseptual seharusnya merupakan Pendekatan “Ilmiah” (scientific), yang didasarkan pada metoda-metoda yang umumnya digunakan dalam penelitian ilmiah dan Pendekatan Profesional (Godzali, 2001,147). Kedua pendekatan tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Pendekatan Ilmiah a) Deskriptif dan Non operasional Apabila kita memperhatikan berbagai isu dan perdebatan dalam akuntansi, maka sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar seperti: apakah yang dimaksud dengan nilai (value)? Bagaimana kita menilai elemen laporan keuangan seperti aset dan laibilitas? Salah satu tujuan dari kerangka konseptual adalah untuk mejawab pertanyaan tersebut sehingga dapat menghindari argumen repetative terhadap arti dari istilah elemen laporan keuangan. Seringkali yang menjadi masalah adalah apakah kesepakatan yang dicapai dalam mendefinisikan elemen laporan keuangan merupakan hal yang penting, seperti halnya dalam ilmu pengetahuan murni? Gerboth (1987) berpendapat bahwa pengetahuan substantif berasal bukan dari investigasi tetapi didasarkan pada kesepakatan terhadap definisi atau maknanya. b) Asumsi Ontologi dan Epistemologi Beberapa filosofis pengetahuan, antara lain Feyerabend (1987) berpendapat bahwa kebenaran ilmiah tidak bersifat absolut. Suatu pernyataan atau keyakinan dapat diterima setelah terbukti kebenarannya sesuai dengan aturan yang disepakati dalam metodologi ilmiah. Sedangkan, Hines (1988) berpendapat bahwa masalah dalam realisme ekonomi atau pendekatan pengukuran yang diadopsi oleh kerangka konseptual di USA adalah masalah yang sering dijumpai dalam masyarakat ilmiah. Tujuan utama pendekatan tersebut dalam ilmu pengetahuan adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang lingkungan sehingga memungkinkan untuk beroperasi lebih efektif dalam lingkungan tersebut. Asumsi juga dibuat terhadap karakteristik perilaku (maksimasi kemakmuran, kebutuhan informasi pemakai seperti aliran kas masa mendatang dan nilai terkini, cara-cara bagaimana orang berhubungan dengan orang lain dan masyarakat). c)



Perputaran Logika Salah satu jujuan dari kerangka konseptual adalah memberikan pedoman untuk praktik akuntansi di dunia bisnis. Apabila diperhatikan, kerangka konseptual FASB kelihatan seperti mengikuti alur ilmiah, yaitu menghasilkan prinsip-prinsip dan praktik akuntansi dari suatu teori yang digeneralisasikan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



30



Namun kenyataannya, kerangka konseptual tersebut gagal memenuhi kriteria pengujian. Kerangka konseptual tersebut lebih didasarkan pada “perputaran logika” (circularity of reasoning) yang tidak berujung pangkal dalam kerangka itu sendiri. Kerangka konseptual berusaha untuk memecahkan perputaran logika tersebut dengan mengacu pada pernyataan bahwa pemakai laporan keuangan memiliki pengetahuan yang cukup dan sesuai untuk menentukan dan menginterprestasikan laporan keuangan. Akan tetapi, kerangka konseptual tidak memberikan pedoman khusus tentang bagaimana hal tersebut dapat dicapai. d) Disiplin yang Tidak Ilmiah Apakah akuntansi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan murni (pure science)? Kerangka konseptual mungkin mengadopsi pendekatan ilmiah. Elemen-elemen empiris dan teoritis, dalam akuntansi didefinisikan secara bebas (loossely). Oleh karena itu, faktor ini seringkali menjadi salah satu pertimbangan dalam perumusan suatu teori, konsep ataupun dalil. 2) Nilai Profesional a. Kerangka Konseptual sebagai Dokumen Kebijakan Sebagai seperangkat pengetahuan yang digeneralisasikan, kerangka konseptual gagal memenuhi pengujian ilmialh . Sekalipun kita beragumen bahwa realitas hanya merupakan hasil dari konstruksi sosial, namun tidak ada proses deduktif yang melekat dalam kerangka konseptual. Tidak dapat dipungkiri proses tersebut sebenarnya diperlukan untuk menerapkan kerangka konseptual pada fenomena empiris yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah realitas ke arah tatanan yang lebih disukai sesuai dengan tujuan yang diasumsikan. Kenyataan yang menunjukan apakah kerangka konseptual dapat dipandang sebagai model normatif untuk praktik akuntansi, juga merupakan masalah. Alternatif untuk memandang kerangka konseptual sebagai model normatif yang diturunkan dari pendekatan deduktif atau ilmiah adalah dengan melihatnya sebagai model kebijakan. Perbedaan antara teori dan kebijakan merupakan hal yang penting karena isu kebijakan dapat dipecahkan dengan alat politik. Kerangka konseptual FASB dapat dipandang sebagai pendekatan konstitusional yang sebagian besar mendukung prinsip-prinsip yang telah ada. b. Nilai Profesional dan Perlindungan Diri (self preservation) Perlindungan diri memiliki arti pencarian terhadap kepentingan sendiri, sementara nilai profesional mengarah pada idealisme dan ketidakegoisan (altruism). Greenwood (1978) mengatakan bahwa organisasi profesional muncul sebagai perwujudannn dari kesadaran terhadap pentingnya profesi dan mempromosikan kepentingan dan tujuan kelompok tertentu. Gerboth (1973) menegaskan bahwa keberadaan tanggung jawab profesional menyebabkan keputusan yang diambil oleh akuntan dianggap objektif. Gerboth menambahkan bahwa segala sesuatu yang menyangkut pengambilan keputusan yang dilakukan oleh akuntan didasarkan pada pertimbangan profesional Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



31



yang dilandasi tanggung jawab profesional, dan bukan didasarkan pada keputusan yang bersifat arbiter. Agrawal (1987) menemukan bahwa berbagai isu yang menyangkut daya banding (comparabilility) dan efektivitas biaya tidak dapat dipecahkan dengan kerangka konseptual. Isu tersebut hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan pertimbangan (judgment) yang bersifat subjektif. Sementara, pertimbangan sebagian besar juga didasarkan pada nilai-nilai profesional. Adanya ketidaksepakatan terhadap standar akuntansi normatif juga didukung oleh Demski (1973). Dia mengatakan bahwa atas dasar bukti yang ada, secara umum tidak ada standar yang mampu mengindentifikasikan alternatif akuntansi yang paling disukai tanpa mengaitkannya dengan keyakinan dan preferensi pribadi (individu) keyakinan dan preferensi semacam itu merupakan campuran antara nilai pribadi dan nilai profesional. Oleh karena itu, Bromwich (1980) yakin bahwa pendekatan yang optimal dalam menentukan standar akuntansi adalah dengan mengeluarkan seperangkat standar sepotong-potong (parsial) yang membahas masalah akuntansi secara terpisah. Konsep yang kurang idealis dari nilai-nilai profesional adalah konsep otoritas dan monopoli profesional. Konsep ini sesuai dengan pendekatan konstitusi (constitusional approach ) yang diajukan oleh Buckley (1980) dan argumen yang dilakukan oleh profesi akuntan. Sedangkan Hines (1989) berpendapat bahwa kemampuan profesi akuntansin untuk mempertahankan legitimasi sebagai suatu profesi pada akhirnya akan dinilai oleh masyarakat. Hal inilah yang mendorong munculnya kebutuhan akan kerangka konseptual. Hines juga berpendapat bahwa apabila masyarakat memandang praktik akuntansi tidak lebih dari sekumpul metoda akuntansi yang tidak berkaitan dan bersifat arbiter maka legitimasi sosial terhadap profesi akuntansi akan berkurang atau bahkan bisa hilang. E. PERUMUSAN KERANGKA KONSEPTUAL DI INDONESIA Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek kerangka konseptual FASB merupakan proyek yang dianggap paling maju dalam menciptakan “konstitusi akuntansi”. Agar efektif, kerangka tersebut harus mampu diterima secara umum, menggambarkan perilaku kolektif, dan melindungi kepentingan publik di bidang kegiatan yang dipengaruhi oleh pelapor keuangan. Kerangka konseptual harus dapat dipraktikkan dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan keberterimaan kerangka konseptual adalah dengan memastikan kelayakan (soundness) penalaran yang melandasi kerangka konseptual (Belkaoui, 1993, 213). Sementara itu, Hongren (1981) menyatakan bahwa, Peranan utama kerangka konseptual pada akhirnya ditujukan pada usaha untuk meningkatkan kemungkinan keberterimaan dari pernyataan tertentu yang diusulkan atau telah ada. Semakin baik asumsi yang digunakan akan semakin lengkap analisis yang dilakukan terhadap fakta, maka semakin besar kesempatan untuk mendapatkan dukungan dari pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda dan mempertahankan serta meningkatkan kekuatan FASB. Pengujian akhir terhadap kerangka konseptual, terletak pada implementasi dan kelangsungan hidupnya. Kasus di Amerika yang dikemukakan oleh Dopuch dan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



32



Sunder (1980). Menunjukkan bahwa kerangkan konseptual kelihatannya tidak mampu memecahkan isu akuntansi utama atau dalam menentukan suatu standar akuntansi. Apalagi yang berkaitan dengan perkembangan baru (fenomena) yang terjadi dalam praktik akuntansi, sehingga harus dikaitkan pula dengan dunia usaha yang selalu berkembang dan dinamis. Fenomena baru tersebut tentu akan memerlukan kerangka konseptual dan akhirnya merumuskan standar akuntansi sebagai landasan untuk dapat digunakan dan diimplementasikan apakah sebagai judgment of accounting atau acuan (standar akuntansi) dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan. Sejalan dengan perkembangan dan fenomena yang terjadi, bagaimana dengan virtual market, intellectual capital, dan masalah lainnya? Sejalan dengan semakin derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka hal ini harus segera dicarikan jalan keluarnya agar tidak terjadi kerancuan, terutama dalam praktik akuntansi. Sehingga ada kepastian acuan atau pedoman bagi kalangan dunia usaha (bisnis) untuk kondisi di USA (dunia internasional) dalam konteks praktik dunia usaha internasional. Secara khusus berkaitan dengan praktik bisnis di Indonesia, perumusan kerangka konseptual ini sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam upaya untuk mewujudkan perumusan teori akuntansi yang betul-betul sesuai dengan kondisi dan lingkungan bisnis di Indonesia. Di Indonesia kerangka konseptual mulai dikenalkan sejak bulan September 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang telah mengambil kebijakan untuk mengadopsi kerangka konseptual yang disusun oleh International Accounting Standard Committee (IASC) sebagai dasar dalam Kerangka dan Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK). Kebijakan ini telah disetujui oleh Komite Prinsip Akuntansi Indonesai (PAI) Pusat pada tanggal 24 Agustus 1994 dan disahkan oleh Pengurus Pusat IAI tanggal 7 September 1994. Kemudian IAI memberikan nama Kerangka konseptual Indonesia dengan istilah: “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan”. Selanjutnya kerangka ini dapat digunakan oleh semua pihak sebagai acuan dalam menjalankan berbagai kegiatan (perusahaan) antara lain: a) Komite penyusun standar dalam pelaksanaan tugasnya. b) Penyusunan laporan keuangan, untuk mengurangi masalah-masalah akuntansi yang belum diatur dalam pernyataan standar akuntansi keungaan (PSAK). c) Dasar auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun telah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). d) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Secara garis besar kerangka konseptual ini berisi hal-hal berikut. 1) Tujuan laporan keuangan. 2) Karakteristik kualitatif yang menetukan manfaat inforasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3) Definisi, pengakuan dan pengukuran elemen-elemen yang membentuk laporan keuangan, dan 4) Kosep modal dan pemeliharaannya.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



33



PELATIHAN Apa yang disebut kerangka konseptual, jelaskan! Mengapa kerangka konseptual diperlukan dalam perumusan teori akuntansi, jelaskan! 3. Bagaimana perumusan kerangka konseptual di USA, sebut dan jelaskan beberapa publikasi berkaitan dengan perumusan kerangka konseptual tersebut. 4. Jelaskan peranan kerangka konseptual dalam proses perumusan dan penetapan standar akuntansi. 5. Mengapa dalam pelaporan keuangan diperlukan perekayasaan akuntansi, jelaskan! 6. Apa yang Saudara ketahui tentang kerangka konseptual, dan bagiamana hubungannnya dengan praktik akuntansi, jelaskan! 7. Bagaimana perumusan kerangka konseptual di Indonesia, dapatkah menyelesaikan masalah yang dihadapi berkaitan dengan penentuan standar akuntansi, jelaskan! 8. Secara umum kerangka konseptual tidak dapat menyelesaikan semua masalah. Setujukah Saudara dengan pernyataan ini? Jelaskan! 9. Bilamana suatu kerangka konseptual dinyatakan mampu menyelesaikan suatu masalah? Apakah perbedaan yang mendasar antara kerangka konseptual dengan ‘konstitusi’ dalam akuntansi. 10. Sebut dan jelaskan beberapa lembaga penyusun standar akuntansi baik untuk di USA maupun di Indonesia. 11. Dapatkah suatu konsep virtual market dan intellectual capital dikategorikan sebagai kerangka konseptual, jelaskan! 1. 2.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



34



BAB III STANDAR AKUNTANSI BERTERIMA UMUM



PENDAHULUAN Dalam praktik bisnis sering dijumpai bahwa laporan keuangan harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU) di Indonesia atau Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) di USA. Prinsip tersebut pada dasarnya akan menentukan kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Meskipun GAAP sering dipakai dalam praktik akuntansi, namun istilah GAAP atau PABU ini hendaknya dapat didefinisikan secara jelas. Ketidakjelasan definisi tersebut dapat dilihat dari berbagai pendapat. Misalnya, Grady (1965) dalam Godzali dan Chariri (2003, 82) menunjukkan bahwa berbagai metoda akuntansi banyak digunakan pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan bebas menggunakan metoda akuntansi selama metoda tersebut dapat diterima dalam praktik bisnis. Namun demikian, melihat substansi dari perdebatan yang selama ini muncul, GAAP didefinisikan sebagai sekumpulan konsep, standar, prosedur, metoda, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap dapat diterima secara umum dalam menyusun, menyajikan dan mengiterpretasikan laporan keuangan dalam lingkungan tertentu. Sumber-sumber GAAP tersebut dipandang sebagai suatu hirarki yang sering dinamakan ‘The House of GAAP”. Otoritas dari pedoman akuntansi terletak pada berbagai posisi resmi dari profesi dan komisi pasar modal. Tingkat pertama merupakan sumber utama acuan sebagai dasar dalam memecahkan berbagai masalah dalam praktik akuntansi. Apabila pada tingkat pertama tidak ditemui dan atau belum mampu digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi maka dapat dicapai pada tingkat kedua dan seterusnya. A. PENGERTIAN STANDAR AKUNTANSI Menurut Paul Grady (1965), menyatakan bahwa berbagai metoda akuntansi banyak digunakan pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan bebas menggunakan metoda akuntansi selama metoda tersebut dapat diterima dan disahkan dalam praktik bisnis. Namun demikian, sebagai acuan GAAP telah merumuskan bahwa standar akuntansi merupakan sekumpulan konsep, standar, prosedur, metoda, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap dapat berterima umum dalam menyusun, menyajikan dan menginterpretasikan laporan keuangan dalam lingkungan tertentu, (Godzali, 2003, 120). Untuk dapat mendefiniskan istilah berterima umum adalah dengan menggambarkan kondisi yang mendasari praktik akuntansi keuangan sehingga dapat berterima umum (generally accepted). Misalnya suatu standar tidak lagi dipermasalahkan bila pengguna Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



35



telah mengimplementasikan standar tersebut dalam penyajian laporan keuangannya. Kecuali standar tersebut dinilai tidak mampu untuk mengakomodasi perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan bisnis, maka perlu evaluasi dan penyesuaian sesuai dengan perkembangan tersebut. Menurut Skinner (1972), bahwa untuk memilih dan menentukan metoda akuntansi mana yang harus dipakai atau dipilih maka sebaiknya harus memenuhi kondisi berikut. 1) 2)



Metoda tersebut dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan. Metoda tersebut dibuat dalam bentuk pengumuman (pronouncement) dari komunitas akuntansi profesional. 3) Metoda tersebut didukung oleh para pemikir dan akademisi di bidang akuntansi dalam bentuk tertulis. Sejarah perkembangan akuntansi menunjukkan bahwa berbagai referensi yang berkaitan dengan GAAP makin berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pernyataan, opini, dan pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang. Misalnya FASB mengeluarkan Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) dan interpretasinya. Selain itu terdapat juga opini dari APB Opinion dan penelitian akuntansi yang dikeluarkan AICPA (American Institute Certified Public Accountant). Sedangkan sumber lainnya dari GAAP seperti: 1) Pedoman akuntansi dan audit industri serta interpretasi akuntansi yang dikeluarkan oleh AICPA. 2) Publikasi FASB lainnya seperti buletin teknis dan pernyataan yang dikeluarkan (misalnya: APB Opinion No. 4). 3) Publikasi-publikasi komisi pasar modal seperti Accounting Series Release (ASR). 4) Praktik-praktik yang diakui seperti yang ditunjukkan dalam publikasi AICPA tahunan yang dinamakan Accounting Trends and Techniques (ATT). 5) Makalah atau tulisan yang membahas isu-isu tertentu yang dikeluarkan oleh AICPA, pernyataan konsep-konsep FASB, buku ajar (text book) atau artikel ilmiah lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa standar akuntansi adalah sebagai pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan secara wajar dan merupakan pernyataan resmi berkaitan dengan masalah akuntansi tertentu. Standar ini dikeluarkan oleh badan berwenang pembuat standar (standard setting body) dan berlaku mengikat untuk lingkungan entitas tertentu. Standar akuntansi umumnya berisi tentang, definisi, pengukuran atau penilaian, pengakuan, dan pengungkapan elemen laporan keuangan. Oleh karena itu, standar akuntansi merupakan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang yang mengikat maka ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntansi berterima umum. Sebab standar akuntansi akan memberikan aturan-aturan umum dan sebagai pedoman yang bersifat praktis untuk membantu pekerjaan akuntan dan manajemen perusahaan dalam merumuskan dan melaporkan kinerjanya dan sebagai bagian dari: 1. Pemerian tentang masalah yang dihadapi. 2. Diskusi makul (kemungkinan menghasilkan teori mendasar) atau cara-cara memecahkan masalah. 3. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan atau teori maka diajukan suatu Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



36



simpulan. Edey (1977), menyatakan berkaitan dengan subyek standar, membagi standar ke dalam empat tipe utama, yaitu:    



Tipe 1 menyatakan bahwa akuntan harus memberitahukan kepada pemakai (users) tentang apa yang mereka kerjakan, dengan cara apa mengungkapkan metoda dan asumsi yang dipakai. Tipe 2 membantu pencapaian beberapa keseragaman penyajian tentang pernyataan akuntansi tertentu. Tipe 3 menghendaki pengungkapan hal-hal khusus yang mungkin akan dapat berpengaruh pada pertimbangan (judgment) pemakai. Tipe 4 menghendaki keputusan implisit atau eksplisit yang harus dibuat tentang penilaian aset dan penentuan laba yang disetujui.



Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tiga istilah atau konsep penting yang sangat berbeda maknanya, yaitu prinsip akuntansi (accounting principles), standar akuntansi (accounting standard), dan PABU (GAAP). Prinsip akuntansi adalah segala ideologi, gagasan, asumsi, konsep, postulat, kaidah, prosedur, metoda, dan teknik akuntansi yang tersedia baik secara teoritis maupun praktis yang berfungsi sebagai pengetahuan. Prinsip tersebut masih dalam bentuk gagasan yang mungkin belum dipraktikkan, (Suwarjono, 2005; 121-122). Standar akuntansi merupakan prinsip, metoda dan teknik akuntansi yang dipakai sebagai acuan atas dasar Kerangka konseptual dan disusun oleh badan penyusun standar, yang dituangkan dalam dokumen resmi di dalam suatu negara atau lingkungan tertentu. Standar akuntansi ini dipakai sebagai pdemon utama dalam memperlakukan laporan keuangan secara wajar. Misalnya: PSAK No.1-59 di Indonesia untuk sektor bisnis konvensional, PSAK 100-109 untuk entitas bisnis syariah, PSAP No. 1-11 untuk organsasi pemerintahan. Sedangkan PABU adalah sebagai bingkai pedoman yang terdiri atas standar akuntansi dan sumber lain yang berlaku secara resmi. PABU tidak sama dengan standar akutansi dan berbeda pula pula dengan prinsip akuntansi. Namun ketiga hal tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat yang membentuk bingkai PABU sebagai suatu acuan. Hubungan ketiga hal itu digambarkan sebagai berikut: GAMBAR 5 HUBUNGAN ANTAR PRINSIP AKUNTANSI, STANDAR AKUNTANSI DAN PABU Ketentuan yang diatur dalam standar akuntansi, termasuk peraturan badan otoratif dan konvensi



Prinsip Akuntansi, (semua konsep, ketentuan, prosedur, metoda, dan teknik yang tersedia secara teoritis dan praktis)



Praktik Sehat (sound practices)



Standar Akuntansi



PABU (GAAP)



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



37



Sumber: diadaptasi dari Suwarjono, 2005, 123



B. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) Standar akuntansi keuangan merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Karena standar akuntansi merupakan pernyataan resmi berkaitan dengan masalah akuntansi tertentu, yang dikeluarkan oleh badan berwenang (standard setting body). Standar akuntansi ini berisi tentang pernyataan-pernyataan yang mengatur tentang perlakukan akuntansi (penyajian dan pengungkapan) kejadian/event/transaksi ekonomi tertentu secara konsisten dan wajar. SAK ini berlaku mengikat untuk lingkungan entitas tertentu. Standar akuntansi umumnya berisi tentang, definisi, pengukuran atau penilaian, pengakuan, dan pengungkapan elemen laporan keuangan. Oleh karena itu, standar akuntansi keuangan merupakan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang yang mengikat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntansi berterima umum. Karena dalam pernyataan standar akuntansi keuangan tersebut berisi aturan-aturan umum dan mendasar sebagai pedoman yang bersifat praktis untuk membantu pekerjaan akuntan dan manajemen perusahaan dalam merumuskan dan melaporkan kinerjanya melalui laporan keuangan yang dibuat dan sebagai bagian dari: 1. 2. 3.



Deskrispi tentang masalah yang dihadapi. Diskusi logis (kemungkinan menghasilkan teori mendasar) atau caracara memecahkan masalah. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan atau teori maka diajukan suatu solusi.



C. PERANAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN Ada beberapa alasan yang menyebabkan penentuan standar akuntansi keuangan memiliki peranan yang penting dalam penyajian laporan keuangan. Alasan tersebut ialah: 1. Memberi informasi akuntansi kepada pemakai tentang posisi keuangan, hasil usaha (laba), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Informasi tersebut diasumsikan jelas, konsisten, dan dapat dipercaya (andal), dan mempunyai daya banding (comparability). 2. Memberi pedoman dan aturan bagi akuntan publik (khususnya) untuk melaksanakan kegiatan audit dan menguji validitas laporan keuangan. 3. Memberi data dasar bagi pemerintah tentang berbagai variabel yang dipandang penting untuk mendukung pengenaan pajak, pembuatan regulasi (aturan), perencanaan ekonomi, dan peningkatan efisiensi dan tujuan sosial lainnya. 4. Menghasilkan prinsip-prinsip dan teori bagi mereka yang tertarik dengan disiplin akuntansi, (Gadzali, 2003). Jadi, standar akuntansi keuangan diharapkan dapat menjadi pedoman bagi entitas bisnis atau pihak lain dalam penyusunan laporan keuangan (bagi manajer), pemakai laporan keuangan dan auditor dalam memahami dan menverifikasi informasi yang tersaji dalam laporan keuangan tersebut. Dengan mengunakan standar akuntansi yang seragam dan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



38



konsisten, diharapkan berbagai phak yang berkepentingan tersebut dapat memahami laporan keuangan dari sudut pandang yang sama. Sehingga tujuan laporan keuangan dapat tercapai dan sesuai dengan keinginan para pemakai. Terutama untuk pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum pemakai laporan keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut.  



Pemakai langsung: pemilik perusahaan (stackholder), kreditur atau pemasok, manajemen (pengelola), pemerintah (kantor pajak), karyawan perusahaan, dan pelanggan (customer). Pemakai tidak langsung: analisis dan konsultan keuangan, pasar modal, pengacara, badan pembuat peraturan/undang-undang, agen pelaporan, asosiasi perdagangan dan profesi, serikat pekerja, pesaing, masyarakat umum, departemen dalam pemerintah terkait, dan organisasi non pemerintahan (LSM, organisasi keagamaan, yayasan, maupun organisasi sektor publik lainnya).



Para pemakai laporan keuangan memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan bertentangan. Sehingga sebagai konsekunesinya, kedua kelompok pemakai laporan keuangan tersebut layaknya memerlukan informasi yang berbeda pula sesuai dengan tujuan dan kebutuhan informasi relevan yang dibutuhkannya. Namun demikian, standar akuntansi yang selama ini dibuat umumnya ditujukan untuk menyusun laporan keuangan yang bertujuan umum (general purpose financial statement). Oleh karena adanya perbedaan kebutuhan informasi. Belkoui (1998), menyebutkan bahwa kemungkinan ada tiga jenis laporan keuangan, yaitu: 1. Laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan umum pamakai laporan keuangan. 2. Laporan keuangan bertujuan khusus (specific purpose financial statement), untuk memenuhi pemakai laporan keuangan tertentu. 3. Pengungkapan berbeda untuk tujuan yang berbeda pula dalam menyajikan angkaangka atau gambaran yang berbeda agar menungkinkan pemakai memiliki informasi yang relevan. Apapun bentuk laporan keuangan yang digunakan, beberapa pemakai laporan keuangan bertindak sebagai kelompok yang dominan. Para pemakai berusaha untuk memengaruhi badan penyusun standar agar mengembangkan standar akuntansi yang memenuhi tujuan atau kepentingan mereka. Kondisi ini dipandang logis karena penentuan standar akuntansi merupakan proses politik yang melibatkan arena, pelaku, dan bargaining power. Seperti halnya dalam penetapan standar akuntansi sektor publik (SAKSP) menjalani proses yang cukup panjang, dan terjadi “perebutan” standard setting body misalnya, antara organisasi profesi (IAI) dan pemerintah (BAKUN; akhirnya dibubarkan, BPK). Sehingga konsensus akhirnya menjadi pilihan dalam menentukan standar akuntansi yang akan dipublikasikan. Misalnya dalam merumuskan standar akuntansi pemerintahan (SAP), pemerintah telah membentuk Tim Pokja Evaluasi Pembiayaan dan Informasi Keuangan Daerah (Depkeu, BPKP dan Depdagri) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK. No. 355/KMK.07/2001). Tim ini telah berhasil dalam menyusun 11 SAP yang berlaku untuk seluruh instansi pemerintah dari pusat dan daerah dan berlaku efektif sejak tahun 2003, khusus untuk DKI Jakarta. Sedangkan untuk seluruh Indonesia (Pemerintah Propinsi dan Kabupaten) diberlakukan mulai tahun 2004 (melalui INPRES Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



39



dan Kepmendagri No. 13 tahun 2006 diganti dengan No. 59 tahun 2007), sehingga dalam laporan pertanggungjawaban pemerintahan daerah harus membuat dan melampirkan: 1. Laporan Perhitungan APBD (provinsi/kabupaten/kota/instansi/SKPD) atau Laporan Surplus/Defisit. 2. Laporan Neraca. 3. Laporan Arus Kas. 4. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). D. TINJAUAN PROSES PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN a)



Di Amerika Serikat: 1. Penentuan standar akuntansi biasanya dilakukan melalui proses yang bersifat terbuka (due process). FASB, misalnya, dalam menentukan standar akuntansi mengikuti prosedur yang telah ditentukan. 2. Identifikasi masalah dan masalah yang muncul dicatat dalam agenda FASB. 3. Penunjukkan grup yang anggotanya terdiri dari masyarakat akuntansi dan bisnis. Staf FASB bersama-sama dengan grup tersebut menyiapkan “Discussion Memorandum” (DM) sesuai dengan masalah yang dihadapi. DM menyosoti masalah utama dan alternatif yang diajukan badan. 4. DM disebarkan ke publik untuk dievakuasi selama satu periode paling lambat 60 hari. 5. Dengan pendapat dilakukan untuk membahas keunggulan dan kelemahan berbagai alternatif/pendapat yang diajukan ke FASB. 6. Atas dasar berbagai komentar yang diterima, FASB mengeluarkan “Exposure Draft” (ED) tentang standar akuntansi yang diajukan ke FASB. Tidak seperti DM, ED menentukan posisi yang pasti dari FASB tentang masalah yang dibahas. 7. ED disebarluaskan ke masyarakat untuk dievaluasi paling lambat 30 hari. 8. Dengar pendapat dilakukan untuk membahas kebaikan dan kelemahan berbagai alternatif/pendapat yang diajukan ke FASB. 9. Atas dasar berbagai komentar yang diterima, setelah pengeluaran Exposure Draft, FASB mengambil langkah sebagai berikut. a) Mengadopsi standar tersebut sebagai pernyataan resmi. b) Mengajukan revisi terhadap standar yang yang diusulkan melalui prosedur ”due-process”. Menunda pengeluaran standar dan menyimpan masalah dalam agenda. c) Tidak mengeluarkan standar dan menghapus isu dari agenda. Biaya akan dikeluarkan dari adanya kegiatan



Proses penentuan standar di atas didasarkan pada Misi dan Fungsi FASB yaitu: Misi FASB: Membuat dan memperbaiki standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Fungsi FASB: 1. Meningkatkan manfaat pelaporan keuangan dengan fokus pada kualitas: relevansi, reliabilitas, daya banding, dan konsistensi. 2. Menyesuaikan standar sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan keuangan. 3. Mengevaluasi kelemahan berkaitan dengan pelaporan keuangan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



40



4.



Mempromosikan daya banding standar akuntansi internasional sejalan dengan perbaikan kualitas pelaporan keuangan. 5. Memperbaiki pemahaman tentang sifat dan tujuan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan (Gadzali, 2003). b)



Di Indonesia: Bahwa di negara kita, proses penyusunan standar keuangan mengacu pada pola yang dikembagkan di Amerika Serikat (USA). Hal ini, diawali sejak tahun 1957, dimana para akuntan berhasil menetapkan suatu kesepakatan yang merumuskan tentang peran dan pentingnya profesi akuntan untuk suatu entitas. Dalam proses penyusunannya, terjadi beberapa perubahan dan penyempurnaan Komite/Dewan SAK. Komite ini bertugas untuk merumuskan suatu standar akuntansi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Saat ini di Indonesia, ada 3 (tiga) kelompok standar akuntansi keuangan yang telah dihasilkan, yaitu PSAK sektor bisnis, PSAK untuk LKS (lembaga keuangan syariah) dan SAP (standar akuntansi pemerintahan) untuk instansi pemerintah baik pusat maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Secara rinci akan diuraikan pada bagian akhir dari bab ini.



E. PENDEKATAN DALAM PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI Isu tentang pendekatan yang harus dianut dalam penentuan standar telah menjadi fokus penelitian dan perdebatan. Kebutuhan terhadap standar akuntansi itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang bersifat kontroversial. Misalnya, beberapa peneliti berpendapat bahwa dalam mekanisme pasar, telah terdapat media yang efisien dalam menyediakan informasi keuangan yang diperlukan pemakai. Akibatnya, standar akuntansi tidak diperlukan lagi guna memperbaiki kualitas informasi dalam proses pengambilan keputusan. Pendukung regulasi menggunakan argumen kepentingan publik (public interest). Pada dasarnya, kegagalan pasar atau kebutuhan untuk mencapai tujuan sosial, akan memaksa dilakukannya regulasi akuntansi. Kegagalan pasar dapat terjadi karena faktor berikut. 1. Keengganan perusahaan untuk mengungkapkan informasi karena perusahaan tersebut merupakan pemasok yang memonopoli informasi. 2. Adanya kesalahan/kecurangan yang disengaja (fraud). 3. Informasi akuntansi tidak dihasilkan dengan jumlah yang cukup sebagai barang milik publik. Adanya kegagalan pasar tersebut pada akhirnya menimbulkan asimetri informasi, dimana ada pihak yang banyak memiliki informasi, sementara pihak lain tidak memiliki informasi tertentu. Kebutuhan untuk mencapai tujuan sosial juga mendukung perlunya regulasi akuntansi. Tujuan tersebut mencakup kewajaran pelaporan, simetri informasi dan perlindungan terhadap investor. Sementara perdebatan mengenai manfaat dan keterbatasan regulasi terus berlangsung, penentuan standar merupakan kenyataan dalam lingkungan akuntansi yang tidak dapat dihindari. Kebaikan dan kelemahan berbagai bentuk penentuan standar, baik pendekatan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



41



pasar bebas maupun regulasi, mungkin dapat dipandang sebagai cara untuk memperbaiki proses penentuan standar. Berikut ini dibahas dua perdekatan yang dapat digunakan dalam penentuan standar akuntansi, yaitu: 1. Pendekatan Pasar Bebas. Pendekatan pasar bebas dilandasi asumsi dasar bahwa informasi akuntansi merupakan komoditas ekonomi serupa dengan barang atau jasa yang lain. Atas dasar asumsi tersebut, jumlah informasi akuntansi yang disajikan akan dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan muncul dari pemakai yang berkepentingan dengan informasi, sedang penawaran dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Melalui interaksi antara kekuatan pasar tersebut, akan dicapai suatu keseimbangan (equilibrium) dimana jumlah informasi yang optimal diungkapkan pada harga yang optimal. Pada saat informasi tertentu diminta, pasar akan menghasilkan informasi tersebut apabila harga yang ditawarkan tepat. Konsekuensinya, pasar dipandang sebagai mekanisme yang ideal untuk menentukan jenis informasi yang harus diungkapkan dan kelompok penerima informasi. Dengan demikian standar akuntansi akan menentukan informasi yang dihasilkan dan siapa yang akan menerima informasi tersebut (Kam, 1990, 549-550). Pendukung pendapat ini juga berpendapat bahwa standar “mandatory” merupakan sesuatu yang tidak diinginkan karena standar tersebut cenderung menghasilkan informasi yang berlebihan, sementara biaya untuk menghasilkan informasi tersebut tidak tergantung oleh pemakai. 2. Pendekatan Regulasi. Pendukung pendekatan regulasi berpendapat bahwa kegagalan pasar atau asimetri informasi berkaitan dengan penyajian informasi keuangan bagi pihak berkepentingan, dapat menurunkan kepercayaan investor. Masalah ini kemungkinan dapat diatasi melalui regulasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa regulasi khususnya melalui standar akuntansi, bermanfaat bagi penyaji, auditor, dan agen regulasi. Hal ini disebabkan regulasi memberikan pedoman yang jelas tentang model pelaporan, verifikasi dan evaluasi tujuan (Rahman, 1992). Para pendukung regulasi beranggapan bahwa kegagalan pasar dapat terjadi karena berbagai faktor. Faktor tersebut tersebut terjadi karena: a. Pengendalian monopoli terhadap informasi oleh manajemen. Hipotesis ini menyatakan bahwa akuntan memiliki pengaruh monopoli terhadap data yang disajikan dan digunakan oleh pasar. Akibatnya, pasar tidak dapat membedakan antara pengaruh riil dengan pengaruh akuntansi, dan mungkin akan disesuaikan oleh perubahan-perubahan akuntansi yang ada (Ball, 1972, 4). b. Hipotesis Investor Naif. Hipotesis ini menyatakan bahwa investor yang tidak mengetahui beberapa teknik dan transformasi akuntansi yang komplek, mungkin akan “dibodohi” oleh pemakai teknik tertentu yang digunakan perusahaan. Akibatnya mereka tidak mampu menyesuaikan proses pengambilan keputusan sesuai dengan berbagai prosedur akuntansi yang berbeda. c. Fiksasi Fungsional (functional fixation). Pada kondisi tertentu, investor mungkin tidak mampu mengubah keputusan mereka dalam merespon perubahan proses akuntansi, sesuai dengan data baru yang ada. Kegagalan tersebut sering dinamakan functional fixation.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



42



d. Angka-angka yang menyesatkan. Karena akuntansi didasarkan sepenuhnya pada penilaian aset dan berbagai prosedur alokasi yang arbitrer dan incorrigible (tidak dapat diperbaiki), output akuntansi mungkin tidak bermakna dan menyesatkan dalam proses pengambilan keputusan. e. Keragaman Prosedur. Adanya fleksibilitas dalam pemilikan teknik akuntansi dan keinginan manajemen untuk menyajikan gambaran “yang diinginkan”, menyebabkan output akuntansi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain kurang dapat dibandingkan dan kurang bermanfaat. f. Kurangnya Objektivitas. Tidak ada kriteria objektif yang dapat digunakan manajemen dalam memilih teknik akuntansi menyebabkan output akuntansi tidak dapat diperbandingkan (Leftwich, 1980 :p.200). Atas dasar berbagai faktor tersebut, terlihat bahwa mekanisme pasar cenderung gagal menyajikan informasi yang optimal. Oleh karena itu, beberapa pihak mendukung perlunya regulasi dalam akuntansi. Teori Regulasi. Atas dasar kelemahan yang melekat pada pendekatan pasar bebas (teori agensi) tersebut maka fokus perhatian dalam penentuan standar akuntansi diarahkan pada alternatif lain. Adanya berbagai krisis dalam penentuan standar mendorong munculnya kebijakan regulasi akuntansi. Oleh karena permintaan terhadap kebijakan atau standar macam itu didorong oleh adanya krisis yang muncul. Pihak penentu standar akuntansi menanggapi dengan cara menyediakan kebijakan tersebut. Hubungan antara permintaan dan penawaran tersebut mengarah pada terciptanya suatu keseimbangan. Dalam proses regulasi yang dinamis ini, terdapat proses penyesuaian yang berlangsung terus menerus terhadap kebijakan dan atau standar sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. 1.



Bentuk Teori Regulasi Belkaoui (1985: 48) menyatakan bahwa regulasi umumnya diasumsikan untuk dirancang dan dioperasikan demi kepentingan industri yang ada. Sementara itu, menurut Stiger (1971) dan Posner (1974), ada dua kategori teori regulasi dalam industri tersebut, yaitu: a) Teori Kepentingan Publik (public interest theories) dan b) Teori Kepentingan Kelompok (interest group atau capture theories). Teori kepentingan publik berpandangan bahwa regulasi diperlukan sebagai tanggapan atas permintaan publik terhadap perbaikan praktik pasar yang tidak efisien dan tidak adil. Teori tersebut pada dasarnya dibentuk untuk melindungi dan memberi manfaat kepada publik. Sebaiknya, menurut teori kepentingan kelompok, regulasi disediakan sebagai tanggapan atas permintaan kelompok tertentu untuk memeksimumkan kemakmuran mereka. Teori ini memiliki dua versi yaitu teori elit politik (politicalruling elite theory of regulation) yang diajukan oleh Posne (1974) dan teori ekonomi regulasi (the economic theory of regulation) yang diajukan oleh Peltman (1976). Versi pertama menggunakan kekuatan politik untuk mendapatkan kendali terhadap regulasi. Sementara versi kedua didasarkan pada kekuatan ekonomi. Meskipun teori regulasi banyak dibicarakan, teori ini masih dalam tahap pengembangan. Masalah mendasar tentang mengapa perlu melakukan regulasi, apakah regulasi efisien dan apakah regulasi memang betul-betul diinginkan merupakan isu yang masih Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



43



diperdebatkan. Isi regulasi untuk kompetisi makin memainkan peranan yang penting pada saat sekarang ini. Isu lain yang relevan adalah, Apa yang dimaksud dengan alokasi sumber ekonomi yang efisien? Apakah yang dimaksud dengan kepentingan publik? Pemecahan terhadap isu tersebut akan memberikan kontribusi yang besar dalam mengembangkan teori regulasi. 2.



Siapa Yang Harus Mengatur? Pertanyaan tenteng siapa yang harus menentukan standar akuntansi menjadi topik diskusi di berbagai Negara. Beberapa pendapat tentang siapa yang mengatur atau menentukan standar akuntansi dapat dilihat pada uraian berikut. Yaitu ada beberapa argumen yang mendukung regulasi sektor swasta sebagai berikut. a) Regulasi sektor swasta berkaitan erat dengan profesi akuntansi. Kondisi ini secara otomatis akan mendorong ketertiban pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dalam proses penentuan standar. b) Suatu badan yang dibentuk oleh sektor swasta memiliki “prestise/kebanggaan” tersendiri dan dapat diterima oleh masyarakat bisnis. Jika badan tersebut dibentuk oleh pemerintah, ada kecenderunganm akan mendapat tekanan dari pemerintah untuk mencapai tujuan sosial ekonomi pemerintah. c) Oleh karena badan pemerintah beranggotakan birokrat, ada kecenderungan efektivitas persyaratan pengungkapan tambahan menjadi tidak sensitif. Biaya untuk memenuhi regulasi pemerintah cenderung lebih tinggi dari pada regulasi swasta. d) Ada kecenderungan bahwa pihak pemerintah yang terlibat dalam badan tersebut bertindak untuk melindungi kepentingan atau melakukan tindakan yang merugikan profesi akuntansi. e) Proses legislatif dan otoritas pemerintah mudah dipengaruhi oleh lobi dan tekanan politik dari pihak tertentu. f) Standar yang dihasilkan pemerintah kemungkinan saling tumpang tindih, dan dapat menimbulkan kebijakan atau pertimbangan (judgment) yang beragam dari para pemakainya. Sedangkan argumen yang mendukung regulasi sektor publik, adalah: a) Badan regulasi sektor publik memiliki legitimasi dan kekuatan yang lebih kuat dalam hal pemaksaan standar. b) Badan pemerintah cenderung susah untuk dipengaruhi oleh manajemen perusahaan dan kantor akuntan publik besar sehingga dapat bekerja untuk menghasilkan pengungkapan yang lebih baik bagi konsumen. c) Badan pemerintah dapat menjadi katalisator bagi perubahan. d) Regulasi sektor publik muncul karena adanya motivasi untuk melindungi kepentingan publik. Regulasi tersebut memberikan mekanisme untuk mengatasi kemungkinan munculnya bias dari penyaji dan keterbatasan ekonomi investor yang membutuhkan informasi cukup. e) Sektor swasta harus selalu diawasi dan dikendalikan karena tujuannya seringkali bertentangan dengan kepentingan publik. f) Standar akuntansi memiliki pengaruh hukum dan melibatkan konflik kepentingan dari berbagai pihak, sehingga harus ditetapkan sesuai dengan aturan dan prosedur umum. Hal ini kelihatannya sulit untuk dilakukan oleh pihak swasta.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



44



Atas dasar argumen yang saling bertentangan tersebut, Willmott, Puxty, Cooper dan Lowe (1987) mengajukan model regulasi yang berbeda. Mereka mengidentifikasikan tiga kasus yang ideal, yaitu: regulasi melalui pasar, pemerintah dan masyarakat. Atas dasar tiga pihak tersebut, empat model regulasi diajukan yaitu Liberalism, Legalism, Corporatism dan Associationism. Pada model Liberalism, regulasi dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Pada model Legalism, regulasi didasarkan pada pendekatan pemerintah (negara). Associationism dan Corporatism terletak diantara ketiga pendekatan (masyarakat, negara dan pasar). Praktik legalism dan associationism ditemui dalam penyusunan standar akuntansi terutama di Amerika (USA), Australia, Kanada, dan Indonesia. Sementara New Zealand menggunakan pendekatan atau model Associationism. F. MASALAH BERTINDIH (OVERLOAD) STANDAR AKUNTANSI Standar akuntansi pada dasarnya merupakan standar yang mengatur penyajian informasi, pengukuran transaksi dalam laporan keuangan dan pengungkapan laporan keuangan. Perkembangan dunia usaha sangat berpengaruh terhadap perkembangan standar akuntansi. Semakin komplek kegiatan usaha menjadikan standar akuntansi yang dikeluarkan menjadi lebih kompleks, yang mencerminkan kompleksitas transaksi dan peristiwa yang berkaitan dengan akuntansi. Akibatnya timbul keluhan bahwa standar akuntansi mendorong bertambahnya beban dalam penyajian laporan keuangan, terutama bagi perusahaan kecil. Kondisi inilah yang mendorong munculnya overload standar akuntansi. Kondisi yang mencerminkan adanya overload standar akuntansi menurut Belkaoui, (1993), adalah: 1. 2. 3. 4.



Telalu banyak standar. Standar yang terlalu rinci. Tidak ada standar yang berjenjang (rigid) sehingga pilihan sulit dilakukan. Standar akuntansi bertujuan umum gagal membedakan kebutuhan penyusunan, pemakai dan akuntan publik (pemeriksa). 5. Standar akuntansi berterima umum gagal membedakan antara:  entitas publik dan non publik;  laporan keuangan tahunan dan interim;  perusahaan besar dan kecil; dan  laporan keuangan auditan dan non auditan. 6. Pengungkapan yang berlebihan, pengukuran yang rumit atau keduanya. Sementara itu, ada berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya overload standar akuntansi, yaitu: Pertama, dengan munculnya berbagai pertanyaan tentang apa yang harus diungkapkan. Bahkan akuntan mulai mengeluarkan begitu banyak standar yang cenderung mengabaikan kebijakan (judgment) dan mengurangi permasalahan yang melibatkan prinsip akuntansi. Kedua, alasan untuk melindungi kepentingan publik dan membantu investor menghasilkan berbagai regulasi dan pengungkapan profesional bagi pemerintah, dan Ketiga, keinginan untuk memuaskan kebutuhan pamakai yang memerlukan standar yang lebih terinci. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



45



Makin banyaknya standar menyebabkan situasi yang tidak praktis dan komplek. Standar-standar yang ada mendorong makin meningkatnya kompleksitas sehingga memengaruhi biaya penyusunan dan penyajian laporan keuangan baik bagi perusahaan besar maupun kecil. Di satu sisi ada pendapat yang mengatakan bahwa GAAP menjadi tidak dapat ditoleransi bagi perusahaan, pemakai dan auditor. Pihak lain mengatakan bahwa persyaratan standar yang baru dan terinci dimaksudkan untuk melanyani kebutuhan informasi yang diinginkan investor dan kreditor dengan biaya yang ditanggung oleh pemakai laporan keuangan dari perusahaan kecil atau perusahaan tertutup. 1) Pengaruh “Overload”Standar Akuntansi Standar akuntansi yang begitu banyak, sempit dan rigid dapat memengaruhi pekerjaan yang dilakukan akuntan, nilai informasi keuangan bagi pemakai dan keputusan bisnis yang dibuat oleh manajemen. Akuntan mungkin kehilangan pandangan tentang pekerjaan riilnya karena data yang begitu banyak diperlukan untuk menyesuaikan dengan standar akuntansi yang ada. Kegagalan audit mungkin disebabkan kondisi dimana akuntan kehilangan fokus audit dan melupakan prosedur audit yang baku. Kondisi ini menyebabkan ketidakpuasan klien perusahaanperusahaan kecil yang terbebani dengan standar tersebut. Akibatnya, kemungkinan terjadi erosi etika profesi, hilangnya kepercayaan publik dan ketidakcocokan dalam profesi akuntansi. Dari sini, pemakai mungkin juga bingung menghadapi jumlah dan kompleksitas catatan (note) yang diperlukan untuk menjelaskan persyaratan seperti yang dikehendaki oleh standar yang berlaku. Di Amerika Serikat, pemakai laporan keuangan perusahaan kecil umumnya dihadapkan pada kompleksitas ketentuan atau pengumuman resmi (pronouncements) yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). Istilah-istilah tertentu (jargon) dalam catatan atas laporan keuangan hanya dapat dipahami oleh akuntan dan analis keuangan. Disamping itu, manajer mungkin juga mengalami masalah berkaitan dengan jumlah dan kompleksitas standar yang ada. Manajer mungkin tergoda untuk meninjau kembali kontrak dan mengubah praktik bisnis sedemikian rupa sehingga menyimpang dari beberapa standar akuntansi. Contoh, dalam kasus standar akuntansi untuk sewa beli (leasing) di Amerika (SFAS No. 13), ada kemungkinan bagi manajer untuk merancang kembali terminologi teknik dari kontrak sewa beli (leasing) dengan tujuan untuk menghindari kapitalisasi dan persyaratan standar yang berbelit-belit. Alasan utama manajer melakukan hal tersebut tidak hanya untuk menghindari persyaratan standar yang terlalu rinci, tetapi juga untuk menghindari biaya penyajian dan verifikasi informasi yang disajikan. Di samping manfaat penyajian yang tidak sepadan dengan biaya penyajiannya, pemakai laporan keuangan perusahaan kecil mungkin lebih tertarik pada proyeksi aliran kas dari pada informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan. 2) Solusi terhadap masalah “Overload” Standar Berbagai pihak telah berusaha membahasa overload standar akuntansi dan mencari pemecahannya. Komite khusus yang dibentuk oleh the American Institute



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



46



of Certified Public Accountants (AICPA) melakukan evaluasi terhadap berbagai pendekatan tersebut berkaitan dengan overload standar: a. Tidak ada perubahan (mempertahankan status quo) b. Melakukan perubahan terhadap konsep GAAP khusus untuk perusahaan besar. c. Melakukan perubahan GAAP untuk menyederhanakan penerapannya bagi semua perusahaan. d. Menentukan pengungkapan (disclosure) dan pengukuran yang berbeda. e. Melakukan perubahan terhadap standar akuntan publik untuk pelaporan informasi keuangan. f. Melakukan alternatif bagi GAAP sebagai basis pilihan (optimal) dalam penyajian laporan keuangan. Dari berbagai alternatif tersebut komite menyarankan pemecahan overload standar dengan menggunakan pendekatan ke-empat atau ke-enam. Artinya aspek pengungkapan dan pengukuran diserahkan kepada penyaji laporan keuangan sesuai dengan kebijakan (judgment) masing-masing pihak berdasarkan kondisi perusahaan. E.



PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA Penyusunan standar akuntansi di Indonesia pada dasarnya mengacu pada model Amerika Serikat (Anglo Saxon) dengan melakukan proses adaptasi (modifikasi). Sejak didirikan pada tanggal 23 Desember 1957, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menyelenggarakan sebanyak 8 (delapan) kali kongres. Kongres ini merupakan pemegang kadaulatan tertinggi, karena kongres memiliki kewenangan sebagai berikut. a) Menetapkan anggaran dasar/rumah tangga, pedoman pokok garis besar haluan dan program kerja IAI. b) Memberikan penilaian atas setuju tidaknya pertanggungjawaban pengurus pusat, dewan pertimbangan profesi dan dewan penasehat tentang amanat yang diberikan oleh kongres sebelumnya. c) Menetapkan kebijakan maupun metoda akuntansi yang dipakai. Secara umum dapat dipahami bahwa standar akuntansi selama ini mendominasi pekerjaan akuntan. Standar tersebut akan terus berkembang secara dinamis, terus berubah, dihapus (write off), maupun ditambah atau disempurnakan. Dalam praktik, standar akuntansi dapat diterima secara umum sebagai aturan pokok bagi perusahaan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Karena standar akuntansi tersebut bersifat mengikat dan didukung oleh adanya sanksi bagi mereka yang tidak mematuhi atau melaksanakan pernyataan standar akuntansi keuangan tersebut. Baxter (1979), standar akuntansi umumnya terdiri dari tiga proses, yaitu: a. Memilih dan mengangkat ketua umum pengurus pusat. b. Mengangkat seluruh anggota dewan pertimbangan profesi dan dewan penasehat. c. Menetapkan auditor independen untuk mengaudit laporan keuangan kepengurusan periode berikutnya.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



47



IAI selama ini sudah menjalin hubungan kejasama dengan organisasi dunia, misalnya menjadi anggota Asean Federation of Accountants (AFA), Confederation Asian Pasific of Accountants (CAPA), International Federation of Accountant (IFA) dan International Accountants Standard Committee (IASC). Namun, kerjasama ini hanya terbatas untuk masalah tertentu saja, bersifat insidentil, sehingga tidak dapat memberikan kontribusi optimal terhadap pengembangan standar akuntansi di Indonesia. Penyusunan standar akuntansi keuangan di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua periode, yaitu periode sebelum kongres VIII IAI (September 1998) dan periode sesudah kongres diputuskan perubahan mendasar dalam proses penyusunan standar akuntansi sebagai berikut. 1. Periode Sebelum Kongres VIII IAI a) Organisasi dan Dana Anggota Komite Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari 17 orang yang dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris. Komite SAK bertanggungjawab kepada pengurus pusat IAI. Dalam proses penyusunan SAK diperoleh masukan dari berbagai sumber dan proses, meliputi sumbangan, kerjasama dengan instansi pemrintahan, perusahaan, dan proyek bantuan luar negeri (Wolrd Bank), maupun proyek dari Departemen Keuangan. Sebagian besar dana digunakan untuk akomodasi, tempat rapat dan biaya pertemuan, seminar, lokakarya, serta public hearing dalam upaya sosilisasi draft standar akuntansi yang telah dibuat. b) Due Procedures Process Penyusunan SAK dimulai dari penyusunan agenda dan topik bahasan SAK. Beberapa topik berasal dari usaha anggota, biasanya berkaitan dengan kebutuhan pelaporan keuangan karena transaksi tertentu. Namun secara lebih luas topik yang didiskusikan bisa juga berasal dari hasil kerjasama atau masukan dari organisasi atau instansi pemerintahan (Depertemen Keuangan) maupun pihak sponsor (misalnya bank dunia). Selanjutnya topik yang telah disepakati dimasukkan ke dalam agenda dan dibahas untuk menjadi exposure draft. Dalam pembahasan ini akan melibatkan para pakar yang berasal dari luar komite (dari perguruan tinggi, organisasi profesi, pemerintahan terkait). Kemudian “ED” yang telah disetujui oleh qorum anggota diperbanyak untuk disebarkan ke-masyarakat minimal sebulan sebelum diadakannya public hearing. Public hearing diselenggarakan dengan maksud untuk memperoleh masukan atau tanggapan baik secara lisan maupun tertulis, untuk penyempurnaan “ED” tersebut. Setelah itu diadakan beberapa kali pembahasan dan penyempurnaan. Dalam pembahasan kadang-kadang melakukan limited hearing untuk mendengarkan pendapat atau konstituen tertentu. Draft yang sudah disempurnakan dan dilakukan finalisasi maka dikirim ke IAI pusat untuk disahkan. Pengurus IAI pusat kemudian mengadakan rapat pengesahan SAK. Hasil komite SAK periode 1994-1998 adalah dengan diterbitkannya 22 PSAK baru, 3 PSAK revisi, dan 4 interpretasi PSAK dan melakukan reviu terhadap 35 SAK dalam Bahasa Inggris.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



48



2. Periode Sesudah Kongres VIII a) Organisasi dan Dana Hasil kongres lainnya adalah dibentuknya Cosultative Body atau Advisory Council yang mewakili konstituen dengan anggota sebanyak 25-30 orang. Adviosry Council merupakan perwakilan konstituan yang mempunyai fungsi untuk memberikan arahan dan prioritas penyusunan standar. Fungsi lain adalah memberikan pendapat pada posisi yang diambil oleh komite untuk masalah penting dalam standar akuntansi. Dewan ini juga mempunyai fungsi membantu pengurus pusat IAI dalam pendanaan. Selanjutnya Komite SAK tidak lagi dipilih atau diganti setiap kali kongres, tetapi sesuai dengan masa jabatan yang telah ditetapkan (4 tahun). Ketua dan anggota Komite SAK harus dibebaskan dari mencari dan penyusunan standar akuntansi keuangan. Oleh karena itulah, tim teknislah yang membuat anggaran biaya komite setiap tahun. Pengurus pusat dibantu oleh Dewan Pensehat (Adviosry Council) secara bersama telah menetapkan anggaran dan menyediakan dana berdasarkan kesepakatan antara pengurus pusat, dewan penasehat dan komite/dewan SAK. Di samping itu, juga dibentuk tim teknis yang bekerja penuh waktu dengan kompensasi memadai, dipimpin oleh direktur penelitian dengan jumlah tim yang disesuaikan dengan jumlah alokasi dana yang tersedia dari IAI. Kompensasi anggota harus mencerminkan konstituen, yaitu pembuat laporan, auditor, pemakai laporan, pemerintah dan akademisi. Untuk dapat menjadi anggota Komite/Dewan SAK maka harus memenuhi kriteria sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)



Pengetahuan memadai mengenai akuntansi dan pelaporan Tingkat intelektual, integritas dan disiplin yang tinggi. Temperamen judisial. Kemampuan untuk bekerjsama dalam suasana kolegial (keakraban). Kemampuan komunikasi yang baik. Pemahaman lingkungan bisnis dan pelaporan keuangan. Komitmen pada Komite SAK Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Komitmen untuk mencurahkan waktu pada pekerjaan Komite SAK secara sukarela (voluntary).



b) Due Procedures Process Meskipun dipilh dan bertanggungjawab kepada pengurus Pusat IAI. Komite SAK merupakan lembaga otonomi yang mempunyai kewenangan tertinggi dalam menentukan standar akuntansi keuangan. Akhir-akhir ini, ada beberapa perubahan yang telah dilakukan IAI, seperti SAK dikembangkan dan disahkan oleh komite dan perlunya perbaikan dalam due procedures process. Masa komentar terhadap “ED” diperpanjang dari minimal satu bulan menjadi paling tidak enam (6) bulan. Publik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan tanggapan atau komentar secara tertulis. Kesempatan untuk memberikan testimoni pada public hearing secara bertahap harus diubah menjadi hanya untuk publik yang telah memberikan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



49



komentar tertulis. Selanjutnya pembahasan “ED” harus ditingkatkan sehingga publik akan memberikan komentar tertulis lebih banyak sesuai dengan isu pokok standar akuntansi keuangan. Rapat Komite SAK harus dpat dirancang menjadi terbuka untuk publik dan bagi pengamat. Penyebaran hasil tertulis baik hasil antara maupun final diperbanyak dan diperluas dengan menggunakan media yang tersedia dan lebih beragam. Secara kronologis PSAK yang telah dihasilkan oleh IAI adalah sebagai berikut.      







 







Tahun 1984 telah dikeluarkan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) berisi konsep dasap laporan keuangan dan karakteristik kualitatif informasi. September 1994 telah ditetapkan disahkan 35 PSAK yang berlaku untuk seluruh perusahaan yang berorientasi laba (swasta). Oktober 1996, telah ditetapkan 37 PSAK. April 1999, telah ditetapkan 55 jenis PSAK dan 4 ISAK. April 2002 telah ditetapkan dan disahkan sejumlah 58 PSAK/2002. Maret 2003 telah disahkan PSAK No. 59/2003 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, yang dilengkapi dengan PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia) dan Fatwa MUI dalam bentuk 25 Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Sedangkan khusus untuk Organisasi Sektor Publik (OSP) telah ditetapkan dan disahkan pula 3 PSAK (berlaku untuk organisasi pemerintah, yayasan, rumah sakit, LSM, lembaga pendidikan, maupun lembaga non profit lainnya). Juli 2002 telah ditetapkan dan diterbitkan 11 Pernyataan untuk Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berlaku efektif mulai tahun 2014, untuk yang bebasis akrual. Tanggal 01 September 2007 telah ditetapkan dan diterbitkan kembali PSAK, terdiri dari 59 PSAK. Yaitu 58 PSAK untuk entitas bisnis konvensional dan satu PSAK (No. 59) tentang Bank Syariah diganti dengan PSAK No. 100 tentang KDPPLKS; dilengkapi dengan 9 (sembilan) pernyataan khusus: 1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS). 2. PSAK No. 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah 3. PSAK No. 102 Akuntansi Murabahah 4. PSAK No. 103 Akuntansi Salam 5. PSAK No. 104 Akuntansi Istishna’ 6. PSAK No. 105 Akuntansi Mudharabah 7. PSAK No. 106 Akuntansi Musyarakah 8. PSAK No. 107 Akuntansi Ijarah 9. PSAK No. 108 Asuransi Syariah (9 Juli 2009) 10. PSAK No. 109 Zakat, Infaq dan Shadaqah Selain itu, dalam edisi September 2007 ini dilengkapi pula dengan 7 (tujuh) Interpretasi atas Standar Akuntansi (ISAK), yaitu:



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



50



ISAK No. 01 ISAK No. 02



ISAK No. 03 ISAK No. 04 ISAK No. 05 ISAK No. 06 ISAK No. 07



Interpretasi atas paragraf 23 Nomor 21 tentang Penentuan Harga Pasar Dividen Pasar Interpretasi atas PSAK No. 21; Pasal 25 tentang Penyajian Modal dalam Neraca dan Pasal 31 tentang Piutang pada Pemesan Saham tentang Penentuan Harga Pasar Dividen Pasar. Interpretasi tentang Perlakuan Akuntansi atas Pemberian Sumbangan atau Bantuan (reformat 2007). Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 (reformat 2007) tentang Alternatif Perlakuan yang Diizinkan atas Selisih Kurs (reformat 2007). Interpretasi atas paragraf 14 PSAK 50 (1998) tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia untuk Dijual. Interpretasi tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak Dalam Mata Uang Asing Interpretasi atas paragraf 5 dan 19 PSAK 4 (reformat 2007) tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus.



Jadi secara keseluruhan sekarang terdapat 2 Kerangka Dasar Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan (konvensional dan syariah) 65 PSAK (58 PSAK untuk entitas bisnis konvensional dan 9 PSAK untuk entitas bisnis syariah) dan 7 ISAK.



PELATIHAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



8.



Apa yang dimaksud dengan GAAP dan PABU, jelaskan! Apa perbedaannya. Mengapa diperlukan standar akuntansi keuangan, jelaskan! Bagaimana makna yang terkandung dalam pernyataan Kerangka dasar penmyajian dan penyusunan laporan keuangan di Indonesia? PABU merupakan prinsip akuntansi berterima umum, samakah dengan prisip akuntansi yang lazim. Jelaskan dan berikan contohnya. Mengapa dalam pelaporan keuangan. Jelaskan proses perumusan dan penyusunan standar akuntansi di Amerika Serikat dan Indonesia. Apa yang Saudara ketahui tentang FASB dan Dewan SAK, bagaimana perbedaanya, jelaskan. Mengapa dalam menyajikan dan menyusun laporan keuangan harus menerapkan pernyataan yang ada dalam SAK tersebut? Bisakah suatu laporan keuangan (untuk perusahaan yang go publik) tidak mengikuti pernyaataan yang ada dalam PSAK, jelaskan jawaban Saudara. Dari sekian banyak PSAK yang ada, jelaskan PSAK yang mengatur tentang praktik bisnis yang berbasis syariah. Lembaga apa saja sekarang yang sudah menerapkan prinsip bisnis berbasis syariah tersebut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



51



9.



Mengapa diperlukan PSAK khusus, misalnya untuk praktiik bisnis syariah, Jelaskan!



10. 11.



Apakah yang disebut ISAK? Bagaimana fungsinya, jelaskan! Apa yang saudara ketahui tentang SAP, jelaskan! Apakah setiap entitas di pemerintah (pusat dan daerah) wajib menyusun laporan keuangan, jelaskan! 12. Elemen laporan keuangan apa saja minimal yang harus dibuat dan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah tersebut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



52



BAB IV KONSEP ASET



PENDAHULUAN Bahwa aktiva tersebut secara prinsip berbeda dengan aset. Mengapa? Sebab aktiva adalah harta kekayaan perusahaan yang dapat saja bersaldo minus. Karena aktiva tersebut menjadi jaminan untuk laibilitas atau kegiatan tertentu. Sedangkan aset seyogyanya tidak boleh bersaldo minus karena aset merupakan harta kekayaan perusahaan yang bebas dan secara murni memang milik perusahaan yang bebas dari penjaminan tertentu. Oleh karena itu, hendaknya kita memahami secara benar makna dari kedua kata tersebut. Meskipun secara karakteristik bahwa antara aktiva dan aset mempunyai sifat yang sama, yaitu keduanya berkaitan dengan kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah transaksi tertentu diakui sebagai elemen aset dalam laporan keuangan. Dalam pembahasan selanjutnya istilah yang digunakan adalah aset. 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Karakteristik aset tersebut adalah: Manfaat di masa mendatang (pemakaian dapat berbeda-beda potensi jasa dan sumber-sumber ekonomi). Adanya pengorbanan ekonomi untuk memperoleh aset. Berkaitan dengan entitas tertentu. Menunjukan proses akuntansi. Berkaitan dengan dimensi waktu. Berkaitan dengan karakteristik keterukuran.



seperti



A. PENGERTIAN ASET APB (1970) dalam pernyataan No. 4, bahwa aset adalah sumber-sumber ekonomi perusahan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, termasuk beban tangguhan tertentu yang tidak berbentuk sumber ekonomi. Sedangkan FASB (1980), aset adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa masa lalu. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa aset memiliki tiga karakteristik utama sebagai berikut. 1. memiliki manfaat ekonomi dimasa mendatang; 2. diperoleh dan dikuasai oleh unit usaha tertentu; dan 3. hasil dari transaksi masa lalu. Ketiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Memiliki manfaat ekonomi masa mendatang Sesuatu dikategorikan sebagai aset bila memiliki manfaat atau potensi jasa yang cukup pasti dimasa mendatang. Artinya sesuatu (aset) tersebut memiliki kemampuan baik secara individu atau bersama-sama dengan aset lain untuk menghasilkan arus kas kas masuk dimasa mendatang, baik secara langsung maupun tidak langsung. SFAC No. 6 menyebutkan bahwa manfaat ekonomi merupakan esensi sebenarnya dari aset. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



53



Artinya aset harus memiliki kemampuan bagi suatu entitas untuk ditukar dengan sesuatu yang lain yang memiliki nilai, atau digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai atau digunakan untuk melunasi laibilitas. Praktisnya, manfaat ekonomi tersebut dapat mengalir ke perusahaan dengan berbagai cara, seperti (IAI, 1994): a.



dapat digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh unit usaha; b. dapat diperputarkan dengan aset lain; c. dapat digunakan untuk melunasi laibilitas; dan d. dapat dibagikan kepada pemilik perusahaan. Menurut Paton (1962), aset merupakan kekayaan (property) berbentuk fisik atau bentuk lainnya yang memiliki nilai bagi suatu unit usaha. Sedangkan menurut Spague (1970), aset adalah persediaan atau potensi yang akan diterima atau dimiliki oleh suatu unit usaha. Vatter (1947), mendefinisikan aset sebagai manfaat ekonomi masa yang akan datang dalam bentuk potensi jasa yang dapat diubah, diukur, atau disimpan. APB (1970) dalam pernyataan nomor 4 memberikan contoh sumber ekonomi perusahaan sebagai berikut. 1. Sumber-sumber ekonomi yang produktif. a. Bahan baku, tanah, peralatan, paten, dan sumber-sumber lain yang digunakan dalam produksi. b. Hak kontrak untuk menggunakan sumber-sumber ekonomi milik unit usaha lain seperti hak guna bangunan dan sebagainya. 2. Produk, yaitu barang yang siap untuk dijual atau barang yang masih dalam proses produksi. 3. Uang. 4. Klaim untuk menerima uang. 5. Hak kepemilikan pada perusahaan lain. 2)



Diperoleh dan dikuasai oleh unit usaha tertentu Sesuatu dapat dikatakan sebagai aset bila unit usaha tertentu dapat menggunakan manfaat aset tersebut dan menguasainya sehingga dapat mengendalikan akses pihak lain terhadap aset tersebut. Jadi penguasaan terhadap suatu manfaat merupakan faktor yang penting agar suatu unit usaha dapat menghadapi akses pihak lain terhadap pemakaian suatu aset.



3)



Hasil transaksi masa lalu Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset apabila telah terjadi transaksi atau peristiwa lain yang mnyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian terhadap manfaat dari aset tersebut. Jadi aset tersebut muncul karena adanya transaksi masa lalu (historis). Dengan kata lain, aset tersebut dapat diakui apabila terdapat transaksi yang benar-benar terjadi bukan berasal dari transaksi yang bersifat hipotetis.



B. KONSEP PENILAIAN ASET Penilaian aset dalam akuntansi adalah proses penentuan jumlah rupiah untuk menentukan makna ekonomi dari suatu aset yang akan disajikan dalam Neraca. Konsep penilaian berkaitan dengan masalah penentuan makna yang ingin disampaikan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



54



pada pemakai laporan terhadap aset yang bersangkutan. Makna ekonomi yang akan disampaikan tersebut harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, konsep penilaian harus didasarkan pada nilai tukar atau konversi. a) Tujuan Penilaian Tujuan pengukuran/penilaian aset adalah sebagai berikut. 1. Untuk pengukuran laba. 2. Untuk pengungkapan dan penyajian dalam laporan posisi keuangan. 3. Memenuhi kebutuhan informasi yang ingin dicapai dalam pelaporan keuangan. 4. Memenuhi kebutuhan informasi khusus yang memerlukan penilaian untuk kepentingan manajemen. b) Dasar Penilaian Penilaian aset berkaitan dengan penentuan nilai tukar dari aset tersebut. Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis nilai tukar yang dapat digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan (input values). Nilai Keluaran (output values) menunjukan arus dana (kas) yang diperkirakan akan diterima perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran produk yang dihasilkan perusahaan. Sedang nilai masukan (input values) menunjukan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh aset (input) yang akan digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. 1.



Nilai Keluaran Nilai keluaran didasarkan pada jumlah kas atau penghargaan lain (non kas) yang diterima suatu unit usaha bila suatu aset/potensi jasa akhirnya keluar dari unit usaha tersebut karena suatu pertukaran. Dasar lain yang dapat digunakan yaitu: a.



Discounted Future Cash Receipts or Service Potential. Nilai sekarang kas masa mendatang yang akan diterima perusahaan seandainya aset dijual. Konsep penilaian tersebut adanya taksiran terhadap jumlah yang diterima, faktor diskonto, dan periode waktu penerimaan. Hubungan ketiga tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. U P = ----------------(1+i)n P = Nilai sekarang (present value) dari aset U = Kas/setaranya yang akan diterima i = Faktor diskonto n = Periode penerimaan kas (waktu)



Meskipun dasar penilaian ini memiliki validitas dalam penilaian bagi investor, namun penerapannya memiliki beberapa kelemahan, terutama bila diterapkan untuk aset individual. Alasannya adalah sebagai berikut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



55



1. Penerimaaan kas yang diharapkan umumnya tergantung pada distribusi probalitas yang bersifat subyektif dan tidak dapat diuji kebenarannya. 2. Meskipun tingkat diskonto dapat diperoleh, tetapi penyesuaian terhadap preferensi risiko, memerlukan evaluasi khusus bagi manajmen dan mungkin sulit diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 3. Apabila dua faktor atau lebih termasuk sumber daya manusia (yang dianggap sebagai aset fisik) memberikan kontribusi pada produk perusahaan yang pada akhirnya menghasilkan aliran kas, namun alokasi yang logis untuk memisahkan faktor potensi jasa secara individu sulit dilakukan. Penerimaan bersih marginal yang dihubungkan terhadap aset mungkin dapat digunakan tetapi jumlah penerimaan bersih dari produksi yang bersangkutan. 4. Nilai diskontoan dari arus kas yang berbeda untuk masing-masing aset tidak dapat ditambahkan bersama untuk memperoleh nilai perusahaan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan kontribusi yang ada merupakan hasil kontribusi bersama masing-masing aset dan kenyataan menunjukan bahwa beberapa aset seperti aset tak berwujud (intangible assets) tidak dapat diindentifikasikan secara terpisah. b. Harga Keluaran Sekarang (current output price) Dasar penilaian ini dapat digunakan untuk menilai surat berharga, dan beberapa jenis persediaan. Apabila tambahan biaya untuk penjualan tersebut, maka harga jual sekarang harus dikurangi dengan biaya tersebut sehingga dihasilkan nilai bersih yang dapat direalisasi (net realizable value) Kelemahan yang melekat pada dasar penilaian ini: Pertama, dasar penilaian tersebut hanya dapat diterapkan untuk aset yang pemiliknya dimaksudkan untuk dijual seperti persediaan, surat berharga, peralatan dan tanah yang tidak memiliki manfaat lagi untuk kegiatan operasi perusahaan. Kedua, dasar penilaian ini merupakan pengganti harga jual masa mendatang sehingga relevansi pemakaian menimbulkan masalah. Ketiga, semua aset tidak dapat dinilai atas dasar harga jual sekarang, sehingga metoda penilaian yang berada harus digunakan untuk menilai aset yang berbeda pula. 2.



Nilai Setara Kas Sekarang (current cash equivalent) Nilai ini dapat diukur dari kutipan harga pasar barang sejenis yang kondisinya sama. Nilai setara kas sekarang dianggap relevan karena menunjukan kondisi perusahaan dalam hubungannya dengan penyusuaian keadaan lingkungan. Kesulitan utama dari konsep ini adalah perlunya penyesuaian untuk memisahkan pos yang tidak memiliki harga pasar sekarang. Kelemahan kedua adalah nilai setara kas sekarang tidak memiliki sifat yang dapat ditambahkan.



3.



Nilai Likuidasi (liquidation value) Nilai likuidasi hanya digunakan dalam kondisi berut ini : a) Bila produk/aset lainnya kehilangan manfaat normal sehingga menjadi usang atau tidak laku dijual.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



56



b) Bila unit usaha merencanakan untuk membubarkan usahanya dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual seluruh aset dipasar yang normal. 2. Nilai Masukan Dalam menilai aset, nilai masukan sering dianggap lebih tepat dari pada nilai keluaran karena nilai keluaran tersebut lebih dapat diuji kebenarannya. Untuk nilai masukan tersebut tidak memungkinkan dilakukannya pelaporan pendapatan sebelum pendapatan benar-benar terealisasi. Dalam penilaian yang dapat digunakan untuk nilai masukan adalah sebagai berikut. a. Biaya Historis (cost historis); prinsip yang menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva. utang, modal, dan biaya. Yang dimaksud dengan-harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetuiui oleh kedua belah pihak vang tersangkut dalam transaksi. Harga perolehan ini harus terjadi dalam transaksi di antara dua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh transaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal atau transaksi lainnya. Kelemahan historical cost menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat (http://www.petra.ac.id/~puslit/journals) antara lain: 1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut. 2. Nilai aset yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aset dan pasiva dalam valuta asing yang dikuasai persahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat. 3. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar. 4. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung. 5. Perusahaan tidak akan memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya. 6. Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu. 7. Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya stable monetary unit. 1. 2. 3. 4.



Kelebihan Historical cost: Historical cost relevan dalam membuat keputusan ekonomi. Historical cost berdasarkan pada transaksi yang sesungguhnya, tidak pada kemungkinan. Selama sejarah, laporan keuangan yang menggunakan historical cost sangat berguna. Pengertian terbaik mengenai konsep keuntungan adalah kelebihan dari harga jual dari historical cost.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



57



5. Akuntan harus menjaga integritas datanya dari modifikasi internal. 6. Seberapa bergunanya laporan keuangan tergantung dari current cost atau exit price. 7. Perubahan dalam harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan.Terjadi ketidakcukupan data dalam membenarkan penolakan historical cost accounting. Sedangkan Fair Value adalah Berdasarkan FASB Concept Statement No.7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011). IAI dalam buletin teknis no.3, Paragraf PA 84 manyatakan bahwa: Dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa ada intensi atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengandemikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen. Kelemahan Fair Value Menurut Krumwiede (2008;38) terdapat berapa kritik penting terhadap fair value: 1. Meskipun bermaksud baik namun perkiraan manajemen tentang fair value bisa menjadi salah pada luas berbagai prediksi dan asumsi yang salah. 2. Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat mengambil keuntungan dari penilaian dan estimasi yang digunakan dalam proses manipulasi dan mengurutkan angka pada hasil dalam angka pendapatan yang diinginkan.



1. 2. 3. 4.



5.



Kelebihan Fair Value Penman (2007;33) mengemukakan argument mengenai kelebihan dari Fair Value: Investor-investor berkaitan dengan nilai, bukan biaya, maka melaporkan fair value Dengan berlalunya waktu, harga historis jadinya tidak relevan di dalam menaksir posisi keuangan suatu entitas. Harga menyediakan informasi terbaru sekitar nilai dari aset-aset. Akuntansi fair value melaporkan aset dan kewajiban dalam cara yang ekonomis akan memperhatikan mereka; fair value mencerminkan unsur pokok ekonomi yang benar. Akuntansi fair value melaporkan economic income: seturut diterima secara luas defenisi Hicksian dari pendapatan sebagai perubahan dalam kekayaan, perubahan dalam fair value dari aset bersih pada neraca menghasilkan pendapatan. Akuntansi fair value adalah solusi kepada permasalahan akuntan dalam pengukuran pendapatan, dan lebih disukai dibanding ratusan peraturan yang mendasari pendapatan historical cost. Fair value adalah penukuran berbasis pasar yang tidak dipengaruhi oleh faktorfaktor khusus untuk entitas tertentu; secara setimpal itu menunjukkan satu pengukuran yang tidak bisa yang konsisten dari periode ke periode dan lintas entitas.



b. Biaya Masukan Terkini (current input cost);



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



58



Alasan menggunakan Current Cost Accounting, mengapa menggunakan current cost? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu mempertimbangkan kebijakan-kebijakan manajer yang dihadapkan untuk menjalankan bisnis. Satu asumsi yang dapat dibuat adalah manajer perusahaan ingin mengetahui bagaimana seharusnya mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk memaksimalkan laba. Terdapat masalah mendasar yang terbagi dalam 3 pertanyaan: a. Berapa jumlah aset yang harus ada pada waktu tertentu? Ini adalah masalah ekspansi. b. Apa seharusnya bentuk aset ini? Ini adalah masalah komposisi. c. Bagaimana seharusnya aset dibiayai? Ini adalah masalah pembiayaan. Manajer membuat kebijakan-kebijakan dari pertanyaan tersebut yang diperlukan untuk merumuskan ekspektasi di masa depan. Ekspektasi didasarkan pada harapan masa lalu. Oleh karena itu, untuk membuat kebijakan yang melibatkan perumusan ekspektasi yang relatif akurat, manajer perlu mengevaluasi kebijakan pada masa yang lalu. Daya guna data akuntansi untuk tujuan ini didasarkan pada perbandingan data dengan ekspektasi semula yang ditentukan untuk periode tertentu. Jika kesalahan yang terungkap adalah ekspektasi yang primer, harapan atau ekspektasi harus diubah. Sebagai contoh, jika harga bahan baku lebih tinggi dari yang diharapkan, maka perusahaan perlu mengubah ekspektasi atas harga di masa depan. Dengan demikian, informasi akuntansi menjadi berguna, kebijakan harus mengukur peristiwa aktual dari periode tertentu seakurat mungkin. Jika informasi yang termasuk peristiwa periode sebelumnya dicampur dengan peristiwa periode berjalan, maka proses evaluasi menjadi membingungkan. Juga, jika beberapa peristiwa periode berjalan dihilangkan, akan mengakibatkan kebingungan dalam proses evaluasi Berdasarkan teori ini, informasi akuntansi menyajikan tujuan: a. Evaluasi oleh manajer dari kebijakan masa lalu mereka dalam rangka untuk membuat kebijakan yang terbaik untuk masa depan. b. Evaluasi manajer oleh pemegang saham, kreditur, dan lain-lain. Evaluasi oleh kedua sisi yaitu orang dalam dan orang luar juga menyediakan sarana untuk keberhasilan fungsi ekonomi karena, secara teoritis sumber daya kemudian akan dialokasikan lebih efisien. c. Tujuan lainnya dari informasi akuntansi adalah untuk menyediakan dasar yang kuat dan merata untuk perpajakan. Business Profit Concept Manajemen sering menghadapi 2 kebijakan: Apakah akan ‘menahan’ aset dan kewajiban atau membuangnya (misalnya melalui penjualan aset atau pembayaran utang) dan bagaimana menggunakan dan membiayai operasional entitas. Dalam rangka untuk mengevaluasi kedua induk dan kebijakan operasi dari manajer, ditawarkan konsep pendapatan yang disebut ‘busines profit’. Dua komponen utama business profit adalah current operating profit dan realisable cost savings. Current operating profit (current operating profit) adalah ekses dari nilai saat ini dari output yang terjual lebih dari current cost dari masukan yang terkait. Realisable cost savings adalah peningkatan current cost pada aset yang dimiliki oleh perusahaan pada periode berjalan. Keduanya mencakup perubahan biaya yang Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



59



direalisasi dan yang belum direalisasi. Busines profit dihitung secara real basis – yaitu, elemen fiksi akibat perubahan tingkat harga umum dihilangkan. Istilah yang kita gunakan untuk realisable cost savings adalah ‘holding gains/losses’, yang dapat direalisasikan atau belum direalisasi. Penganut sistem akuntansi current-cost memiliki kesamaan dalam memandang konsep valuasi/penilaian menggunakan current market buying price/current cost (yakni aset dinilai dari nilai terkini/harga pasar). Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana mendefinisikan capital (modal), dan bagaimana mengukur profit/loss (keuntungan/kerugian) dari perubahan (kenaikan/penurunan) atas capital tersebut. Dua pandangan dalam pokok ini adalah: konsep modal keuangan (financial capital) dan konsep modal fisik (physical capital). Perbedaan Financial dan Physical Capital Perbedaan pandangan ini dari segi praktis terlihat pada pencantuman holding gain/loss pada profit. a. Pencantuman holding gain/loss sebagai bagian dari profit. Financial capital view memasukkan holding gain/loss apabila terjadi perubahan harga pada aset, sedangkan physical capital view tidak mencantumkannya. Contoh: Perusahaan dengan modal kas $1000 pada 1 Januari, membeli 100 unit barang dengan harga $10/unit, dari supplier untuk dijual kembali. Pada 31 Januari, semua unit barang tersebut terjual dengan harga masing-masing $18. Pada tanggal tersebut, harga unit barang dari supplier telah naik menjadi $12/unit. Diasumsikan bahwa profit dibagikan semua menjadi dividen. Sales revenue ($18 x 100) Cost of sales ($12 x 100) Current operating profit Holding gain ($2 x 100) Profit Paid as dividends



$1800 1200 600 200 800 800



Kenaikan $2 dari harga barang yang dibeli tanggal 1 Januari dan 31 Januari ($10 menjadi $12 per unit) menjadi holding gain, karena telah terjadi cost saving yakni penghematan arus uang keluar. Pembelian barang dilakukan pada saat barang lebih murah daripada pembelian dilakukan terkemudian. Profit menurut pandangan ini adalah $800, karena perusahaan telah mampu mempertahankan modal keuangannya (financial capital) yakni jumlah cash at hand, bila ditilik dari keadaan awal dan akhir periode: Beginning amount of capital Less Purchase of 100 units at $10 each Add Sale of 100 units at $18 each Ending Balance of Capital Less Profit/paid as dividend Financial capital to be maintained



$1000 (1000) 1800 1800 (800) 1000



b. Pencantuman mantain capital item.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



60



Mantain capital item dicantumkan pada physical capital view, sedangkan pada financial capital view tidak. Physical capital view melihat kemampuan operasional perusahaan tercermin pada modalnya yang tak lain adalah unit fisik yang dihasilkan. Pada contoh di atas, profit yang dihasilkan dihitung dengan menghitung selisih lebih dari kemampuan perusahaan mempertahankan kemampuan operasionalnya untuk menghasilkan jumlah fisik unit. Beginning capital $1000 Purchase of 100 units (outflow of cash) - 1000 Sale of 100 units (outflow of cash) +1800 Needed at end to mantain capital (100 units x $12) - 1200 Profit for January 600 Paid as dividend 600 Jumlah kemampuan menghasilkan unit fisik awal dan akhir harus sama, yakni 100 unit. Jika $200 (total kenaikan harga input dari $10 ke $12) menurut financial capital view adalah holding gain, menurut physical capital view ini adalah capital maintenance adjustment: jumlah yang diperlukan untuk menjaga kemampuan operasional perusahaan menghasilkan unit fisik yang sama pada awal dan akhir periode (100 unit) dengan perubahan harga terkini/current price ($10/unit ke $12/unit). Jika yang diakui sebagai profit dan dibagikan sebagai dividen $800, maka modal yang tersisa adalah $1000 (1800800). Modal ini hanya akan menghasilkan 83 unit (1000/12), sehingga keberlangsungan operasional modal takkan terjaga, dikutip dari: http://bdwinurcahyo.blogspot.com/ 2013/07/ current-cost-accounting. html). c. Biaya Penilaian Mendatang (discounted future cost); d. Biaya Standar (standard cost); C. KONSEP PENGUKURAN DAN PENGAKUAN ASET Dalam bisnis, pengukuran terhadap aset seringkali jadi masalah. Hal ini disebabkan adanya berbagai konsep atau prosedur yang ditawarkan, sehingga memungkinkan memakai lebih dari satu konsep. Terutama berkaitan dengan pengukuran dan pengakuan serta penyajian dalam laporan keuangan, misalnya untuk menghitung laba atau menyajikan informasi lainnya bagi kreditur, investor, maupun pemakai lainnya maka harus didasarkan atas konsep yang jelas dan konsisten. Di sisi lain, dalam bisnis untuk pengukuran aset tidak ada satu konsep pun yang ideal dapat dipakai, misalnya pengukuran dengan harga perolehan historis, sementara dianggap sebagai dasar pengukuran yang ideal karena memenuhi asas daya banding dan keajekan. Namun dalam kondisi lain, bisa jadi dasar pengukuran kini (current) yang lebih baik karena dapat menujukkan informasi yang wajar (terutama untuk nilai aset yang disajikan) berkaitan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Bila ditinjau dari sudut pandang interpretasional, pengukuran aset dimaksudkan untuk menghasilkan sumber daya penerimaan kas atau aset lainnya untuk masa yang akan



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



61



datang. Sebab nilai bersih yang direalisasi atau setara kas akan dapat menjadi satu-satu ukuran yang tepat dalam menilai masukan atau keluaran dari suatu arus sumber daya. Namun, jika ditinjau dari sudut pandang normatif, bahwa tujuan pengukuran aset adalah untuk menyediakan informasi yang memungkinkan terjadinya estimasi kas yang akan diterima pada periode yang akan datang. Dalam konteks ini maka konsep keluaranlah yang paling tepat digunakan karena lebih unggul daripada konsep masukan. Jadi nilai bersih yang dapat direalisasikan dan nilai setara kas berlaku relevan untuk berbagai estimasi. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: TABEL 4 KONSEP PENGUKURAN DAN KONDISI PENERAPAN



NO.



2



KONSEP PENGUKURAN NILAI KELUARAN Diskonto penerimaan kas atau potensi jasa masa yang akan datang Harga Keluaran Sekarang



3 4



Nilai Setara Kas Sekarang Nilai Likuidasi



1



NILAI MASUKAN 1 2 3 4



Biaya Historis (cost historis) Biaya Masukan Sekarang (current input cost) Biaya Penilaian Mendatang (discounted future cost) Biaya Standar (standard cost)



KONDISI PENERAPAN Bukti transaksi akurat tersedia Penerimaan kas atau setranya ditandai dengan tingkat kepastian yang tinggi. Bila harga jual sekarang menggambarkan harga keluaran yang akan datang Alternatif terbaik adalah likuidasi teratur. Bila perusahaan tidak mampu menerapkan harga dalam kondisi normal Bukti Transaksi akurat tersedia sebagai indikasi kebutuhan kas Nilai masukan tanggal transaksi Nilai masukan berlaku sekarang Nilai masukan perdiksi sekarang Nilai masukan kondisi normal pada kapasitas efisien.



Sumber: diadaptasi dari Hendriksen, 1982: 258



Sedangkan pengakuan pos (akun) aset didasarkan pada beberapa kriteria berikut. a. Pengertian, pos aset akan masuk dalam struktur akuntansi dan pelaporan bila telah memenuhi dalam elemen definisi laporan keuangan, dan memenuh azas kebermanfaat (utility). b. Keterukuran (measurability), diakui sebagai pos aset bila memiliki makna yang relevan, bermanfaat, dan dapat diukur jumlahnya dengan sumber reliabilitas yang akurat dan dapat ditelusuri. c. Relevansi, bila pos tersebut dapat dilaporkan dan berimplikasi pada kemungkinan perbedaan terhadap keputusan yang diambil. d. Reliabilitas, pos yang disajikan harus dapat dipresentasikan dan dapt diuji kebenarannya, netral, dan mememnuhi aturan tertentu, (menurut SFAC No. 5 dalam FASB). D. MASALAH KHUSUS DALAM ASET Ada beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan aset ini, yaitu: 1) , sebuah perusahaan asuransi biaya premium secara bulanan sejak layanan yang menyediakan dan cakupan adalah bulanan. Premi yang dibayarkan untuk bulan yang mencakup seluruh bulan jasa oleh perusahaan. Perusahaan memungkinkan pelanggan untuk membayar untuk keseluruhan tahun di muka Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



62



sebagai kenyamanan. Dalam hal pelanggan membayar di muka untuk satu tahun seluruh cakupan, pelaporan jumlah keseluruhan dalam bulan pertama tidak akan mencerminkan secara akurat dalam Laporan keuangan. Gagasan bahwa uang yang diperoleh dari anggota adalah untuk sepanjang tahun dan meningkatkan rekening kas aset untuk seluruh jumlah akurat karena uang belum diterima. Para matching principle memberikan solusi yang diterima secara umum untuk masalah ini. Menyatakan bahwa prinsip penandingan Biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan pendapatan harus dikurangi dari pendapatan yang diperoleh selama periode yang hasilnya dilaporkan. Konsep ini adalah dasar dari akuntansi akrual dan konsep yang mengakui pendapatan pada titik penjualan dan mengakui biaya sebagai terjadinya, meskipun penerimaan kas atau pembayaran terjadi di lain waktu atau lain periode akuntansi. Jadi menerapkan prinsip pencocokan uang itu akan didistribusikan secara merata selama periode pelayanan juga memperhitungkan peristiwa account lain yang dapat terjadi seperti, anggota menjatuhkan cakupan dalam periode tersebut. Ini akan berarti bahwa jika anggota tetes cakupan setelah 6 bulan perusahaan akan tidak melaporkan jumlah keseluruhan dalam aset lancar s selama laporan sebelumnya. Pelaporan premi lengkap seperti uang yang diperoleh memberikan ilusi dari saldo kas yang lebih tinggi dalam laporan laba rugi. Sebuah cara untuk mencegah hal ini adalah jika perusahaan ditangani dengan piutang dan hutang secara bulanan, tapi itu tidak praktis. Perusahaan biasanya menyediakan kredit untuk menarik pelanggan atau pilihan untuk membayar depan untuk kenyamanan pelanggan. Ada 2 jenis cara semacam ini masalah akan perlu dilacak dalam proses pembukuan, yaitu: - Uang dibayar di muka untuk mendapatkan perusahaan jasa selama periode waktu. - Uang yang diterima di muka untuk layanan perusahaan perlu untuk menyediakan lebih dari periode waktu. Perusahaan perlu untuk membayar tagihan utilitas dan katakanlah mereka membayar triwulanan utilitas perusahaan, ini berarti bahwa perusahaan meskipun harus membayar tagihan utilitas sekali dalam 3 bulan masih menggunakan layanan yang disediakan oleh memanfaatkan setiap bulan. Perusahaan memiliki kewajiban membayar tagihan utilitas dan yang perlu dicatat sebagai beban pada neraca, sehingga aset lancar perusahaan mendapatkan dilaporkan secara akurat. Tanpa ini neraca akan menunjukkan keseimbangan yang lebih tinggi termasuk jumlah perusahaan wajib membayar. Perusahaan kemudian memiliki akrual biaya yang telah untuk merekam untuk mencerminkan dalam neraca. Sebuah bank yang menyediakan layanan pinjaman kepada perusahaan mungkin mengirim tagihan ke perusahaan untuk kepentingan pinjaman setiap 6 bulan. Meskipun bank mendapat bunga hanya sekali setiap 6 bulan bunga pinjaman yang masih harus dibayar setiap bulan dan perusahaan wajib membayar bunga. Bank perlu untuk merekam ini akrual pendapatan secara bulanan sehingga rekening laporan keuangan untuk ini. Tanpa akuntansi untuk ini dengan periode akuntansi laporan akan menunjukkan lebih sedikit aset untuk bank dari apa bank telah benar-benar masih harus dibayar. Perusahaan biasanya membayar premi Asuransi untuk satu tahun di muka. Dalam kasus itu mencakup premi lebih dari 2 periode pelaporan, menempatkan seluruh jumlah Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



63



premi pada periode pelaporan pertama akan menghasilkan laporan yang tidak akurat karena hanya sebagian dari premi asuransi sudah habis. Bagian yang belum digunakan sampai harus mencerminkan sebagai aset perusahaan. Hal ini biasanya dilaporkan dalam akun beban prabayar sampai semua premi yang digunakan. Perusahaan memiliki beban tangguhan kemudian untuk diterapkan di kemudian hari pada saat jasa telah dikonsumsi. Kasus dari premi asuransi yang dibayar oleh pelanggan dibahas di awal adalah kasus Penangguhan pendapatan, bahwa perusahaan telah menggunakan jasa tersebut dan secara akurat memiliki aset lancer tersebut. Jumlah tersebut dicatat sebagai akun kewajiban sampai layanan sepenuhnya disediakan. Proses pelaporan biaya dan pendapatan seperti ini adalah praktik akuntansi umum dan diterima secara umum dan didasarkan sepenuhnya pada prinsip pencocokan. (Sumber:http://id.hicow.com/biaya/penangguhan/asuransi813912.ht, diakses tanggal 25 Januari 2012) 2) Kapitalisasi Bunga, kapitalisasi biaya bunga merupakan suatu topik yang banyak menimbulkan polemik di kalangan akademisi, pelaku bisnis, dan kaum profesi. Pada tahun 1994, Ikatan Akuntan Indonesia telah menerbitkan suatu standar yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi, yang dianggap sesuai, terhadap biaya bunga. Sejauh ini Indonesia banyak mengadaptasi standar luar seperti misalnya IAS dan FASB. Khusus mengenai PSAK no. 26 yang berjudul "Akuntansi Bunga untuk Periode Konstruksi" diadaptasi dari SFAS no. 34 dan bukan dari IAS no. 23. Dalam perkembangannya terkemudian, penerapan kapitalisasi atas biaya bunga disinyalir justru mendatangkan banyak permasalahan di dunia bisnis dan dianggap tidak mampu memberikan kontribusi positif terhadap para pengguna laporan keuangan. Hal yang banyak disorot, terutama terkait dengan keputusan calon investor dalam memilih investasi yang menguntungkan apabila metoda NPV dipakai. Dari segi karakteristik kualitatif laporan keuangan, terjadi permasalahan serius dimana laporan keuangan produk penerapan kapitalisasi biaya bunga, cenderung menyalahi beberapa karakteristik utama. Sehingga laporan keuangan tersebut dipandang tidak akurat untuk dijadikan dasar penting dalam pengambilan keputusan. Penyebab utama permasalahan tersebut adalah karena [1] laporan keuangan yang menerapkan kapitalisasi cenderung menjadi tidak relevan, akibat tidak adanya rincian mengenai penyebab timbulnya biaya bunga yang dikapitalisir. Akibatnya pengguna laporan keuangan tidak mengetahui bagian biaya bunga mana yang boleh dikapitalisasi dan mana yang tidak boleh. [2] laporan keuangan menjadi tidak andal, akibat terkontaminasi oleh praktik semacam earnings management dan window dressing. Walaupun penerapan kapitalisasi atas biaya bunga membuka banyak peluang terjadinya manipulasi atas laporan keuangan, akan tetapi di lain pihak, karena kurang ketatnya standar yang ada, secara de jure perusahaan-perusahaan yang disinyalir melakukan manipulasi temyata tidak cacat secara hukum. Terkait dengan perusahaan properti yang pada masa booming (sebelum krisis) sempat menjadi primadona, ternyata penerapan kapitalisasi biaya bunga dijadikan fasilitas yang sangat menguntungkan untuk praktik penggelembungan nilai aset, nilai modal, bahkan untuk mendongkrak nilai laba bersih secara signifikan. Dari pengamatan 15 perusahaan properti yang listing di BEI, yang menggunakan kapitalisasi, ternyata semuanya melaporkan laba bersih yang cukup tinggi dan rasio keuangan yang bagus. Tentu saja, hal tersebut tidak berlaku apabila perlakuan expense atas biaya bunga dipilih.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



64



Dengan diijinkannya pengungkapan penerapan kapitalisasi biaya bunga yang minim seperti sekarang ini, maka banyak perusahaan properti yang menjadi cepat berkembang karena mudahnya kucuran kredit dari perbankan. Dengan tibanya masa krisis, dimana daya beli masyarakat menurun, kegiatan sektor properti kontan menjadi sektor pertama yang tersendat. Perbankan sendiri akhirnya menderita banyak kerugian akibat kredit macet dan lebih rendahnya nilai aset yang diagunkan dibandingkan yang tertera. Tentu saja ini diakibatkan praktik mark-up atas aset, yang dalam pencatatannya menyertakan biaya bunga di dalamnya. Sampai saat ini, kritik mengenai topik ini masih banyak dilontarkan baik dari kalangan FASB sendiri maupun dari IASC yang tegas-tegas menolak perlakuan kapitalisasi atas biaya bunga. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, melalui IAI, memilih untuk merevisi PSAK no. 26 tahun 1999. Edisi revisi tersebut, ternyata justru ditambahkan suatu item baru yang dapat dikapitalisir yaitu rugi selisih kurs. Tentu saja hal ini kemudian dipandang sebagai suatu kemunduran, dibandingkan praktik akuntansi negara-negara tetangga yang tidak menerapkan hal tersebut. Kontribusi solusi yang sejauh ini dipandang berarti ialah mengenai aspek pengungkapan penuh. Untuk mempertahankan konsep kapitalisasi, PSAK no. 26 perlu ditambah beberapa item pengungkapan selain yang sudah ada sekarang. Walaupun ini bukan solusi yang paling akurat, tetapi setidaknya cukup mampu untuk membendung terjadinya asimetri informasi, antara penyaji dan pengguna laporan keuangan. Pendekatan teoretis yang terstruktur dipandang kurang tepat, karena adanya gap yang lebar antara teori dan praktik di lapangan. Akan tetapi jika tidak dan ingin mengadopsi standar internasional, yang tentu saja banyak keuntungannya, maka IAS no.23 merupakan suatu alternatif yang cukup baik dan direkomendasikanm, (Sumber Aruna Wirjolukito, 2011: http://lontar.ui.ac.id/opac themes/libri2/detail.jsp?id= 75912&lokasi=lokal, diakses tanggal 26 Januari 2012). Kapitalisasi Bunga Pinjaman menurut PSAK No. 16/2007 tercantum pada paragraf 16, sebagai berikut. Biaya administrasi dan overhead umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up costs) dan pra produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya. Rugi operasi awal yang terjadi sebelum suatu aset mencapai kinerja yang direncanakan diakui sebagai suatu beban. Berdasarkan paragraf 16 di atas pada point "sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan", maka apabila pinjaman tersebut hanya dikhususkan untuk membeli aset tetap tersebut, bukan untuk kepentingan yang lain maka bunga tersebut dapat diatribusikan secara langsung pada aset, sehingga biaya bunga tersebut seharusnya dikapitalisasi pada aset tersebut. Dilihat lagi dari prinsip matching cost again revenue, apabila pembebanan bunga ini dilakukan dalam satu tahun sekaligus, maka akan terjadi pembebanan bunga yang terlalu tinggi pada tahun tersebut sedangkan bunga tersebut merupakan bunga pinjaman atas pembelian aset yang masa manfaatnya untuk menghasilkan revenue/pendapatan bukan hanya di tahun tersebut. Berdasarkan pasal Pasal 9 ayat 2 UU PPh: Pengeluaran untuk Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



65



mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A. Dalam penjelasan pasal tersebut, sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Di sini berlaku prinsip penandingan untuk mengakui beban dan pendapatan yang akan dilaporkan dalam Laporan Laba Rugi dan Posisi Keuangan perusahaan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A. Jadi bunga tersebut dikapitalisasi pada harga perolehan mesin (baik secara akuntansi maupun pajak). Sehingga pencatatan akuntansi pada saat perolehan dengan sesuai dengan perlakuan di atas, adalah: Pada saat perolehan mesin: Mesin (Debit) Utang (Kredit Beban Bunga Ditangguhkan (Kredit) (masuk di sisi utang dan modal di dalam laporan posisi keuangan) Jurnal Penyesuaian pada akhir tahun: Beban Penyusutan Mesin (Debit) Akumulasi Penyusutan Mesin (Kredit) Pada saat pembayaran bunga: Beban Bunga Ditangguhkan (Debit) Kas (Kredit) Apabila masa ekonomis aset secara akuntansi berbeda dengan masa penyusutan fiskal (secara fiskal penyusutan dikelompokan dalam kelompok 2), maka akan terdapat koreksi fiskal (positif atau negatif) beda waktu yang menimbulkan aset atau kewajiban pajak tangguhan. 3.



Pengeluaran kapital (capital expenditure), berkaitan dengan kapitalisasi pengeluaran. Apakah diakui sebagai pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) atau pengeluaran kapital (capital expenditure). Sebab hal ini akan berimplikasi pada penyajian pengeluaran tersebut dan pendapatan (laba) yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Bila diakui sebagai pengeluaran penghasilan maka langsung diakui dan dicatat sebagai beban pada periode tersebut. Sehingga seluruh pengeluaran tersebut akan dilaporan hanya pada laporan laba rugi saja. Namun, sebaliknya bila dicatat sebagai pengeluaran kapital maka perlakuan akuntansinya menjadi dua, yaitu diakui sebagai kapital dan dilaporkan pada laporan posisi keuangan (neraca) dan kedua diakui sebagai beban operasional dan dilaporkan pada laporan laba rugi. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



66



Misalnya pengeluaran untuk memeroleh hak paten (franchise) suatu merek dagang. Pada saat pengeluaran, diperlukan dana tunai yang cukup besar dan manfaat ekonomi lebih dari satu periode akuntansi. Transaksi ini akan dicatat, (D) Beban hak paten; (K) Kas Hal ini kurang lazim diperlakukan sebagai pengeluaran revenue (beban) bila manfaat ekonomis dari pengeluaran tersebut melebihi dari satu periode akuntansi. Seharusnya adalah dicatat sebagai (D) Hak Paten; (K) Kas. Kemudian akhir periode akuntansi diamortisasi, yaitu dicatat (D) beban operasional (hak paten); (K) Hak Paten. Sehingga diperlukan pengakuan pengeluaran kapital pada saat pembayaran (disajikan pada laporan posisi keuangan dalam kelompok aset tidak berwujud) dan pada akhir periode dilakukan amortisasi sesuai masa manfaat ekonomis, disajikan pada laporan laba rugi. 4. Modal donasi (aset sumbangan), berkaitan dengan sumbangan/donasi dari pihak luar yang tidak mengikat. Sumber modal ini bisa berasal dari pemerintah maupun pihak lainnya. Misalnya tanah (hibah) dari pemerintah untuk pembangunan terminal induk, maka hal ini akan dicatat dengan mendebit Tanah dan mengkredit ‘Modal Donasi”. Modal donasi ini, terpisah dari modal perusahaan (modal saham, agio/disagio saham, atau laba ditahan). Namun tetap dilaporkan dalam kelompok modal (equitas), sementara di debit (dalam kelompok aset) disajikan sebagai bagian dari aset tetap (Tanah*). 5. Transaksi aset non-moneter, merupakan peristiwa atau kejadian yang tidak berimplikasi pada pengeluaran atau pendapatan. Hal ini terjadi akan karena adanya: a) pertukaran aset; b) penerimaan hibah (donasi); dan c) penghapusan nilai aset yang sudah off balance sheet atau write off.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



67



PELATIHAN Kerjakan secara kelompok, sesuai dengan kelompok yang ada.



1. 2.



Apa yang disebut aset, jelaskan! Mengapa konsep aset diperlukan dalam proses penyajian dan penyusunan suatu laporan keuangan, jelaskan! 3. Bagaimana konsep pengukuran aset yang Saudara ketahui? jelaskan sertakan contoh penerapannya. 4. Kapankah suatu konsep atau prosedur pengakuan aset dapat dikatakan sebagai hal yang ideal? Mengapa dalam konsep tersebut harus memperhatikan kondisi ekonomi yang terjadi, jelaskan. 5. Jelaskan masalah khusus yang terjadi dalam konsep aset, dan berikan contohnya masing-masing untuk masalah tersebut. 6. Bilakah suatu aset harus dicatat dan diakui dalam laporan keuangan? Konsep atau prosedur apa yang harus dipilih, sehingga pelaporan informasi yang relevan dan objektif bagi pemakai laporan keuangan dapat dicapai. Namun, kondisi yang terjadi kadangkala berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang diambil oleh entitas bisnis. Mengapa demikian, jelaskan! 7. Aset adalah aset milik entitas bisnis dan mempunyai manfaat ekonomis yang terbatas, jelaskan maksud pernyataan tersebut. 8. Bilamana suatu aset dinyatakan milik entitas bisnis maka dasar atau dokumen apa yang dapat dipakai agar aset tersebut dapat dicatat dan dilaporkan sebagai aset yang telah dicatat dan diakui secara objektif. Jelaskan! Apakah dokumen tersebut dapat dikategorikan sebagai data akuntansi. 9. Jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang modal kekayaan intelektual (intellectual capital) dan bagaimana cara untuk mengakui dan melaporkannya dalam laporan keuangan. 10. Kapankah suatu modal dikategorikan sebagai modal donasi? Berikan contoh ilustrasinya. 11. Suatu entitas bisnis (perusahaan) menerima aset donasi dari lembaga atau instansi pemerintah, yaitu sebidang tanah seluas 2 hektar. Tanah tersebut ditaksir mempunyai nilai wajar sebesar Rp2.250.000.000,00, biaya administrasi dan sertifikasi yang harus dikeluarkan untuk kepemilikan tanah tersebut sebesar Rp17.500.000,00. Sebagai tindak lanjut perusahaan akan memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan bisnis dan sosial. Pertanyaan: a) Bagaimana pencatatan dan pengakuan terhadap tanah tersebut. b) Uraikan penyajian dan pengungkapannnya dalam laporan keuangan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



68



BAB V KONSEP PENDAPATAN



PENDAHULUAN Banyak pendekatan yang digunakan dalam menjelaskan konsep pendapatan. Dari sekian banyak konsep tersebut, antara lain yang memandang dari sisi arus aset, produk perusahaan, pemasaran produk, dan lain-lain. Secara lebih jelas berikut ini akan diuraikan beberapa konsep pendapatan. A. PENGERTIAN PENDAPATAN Pendapatan dapat dianggap sebagai produk perusahaan, artinya sesuatu yang dihasilkan oleh potensi jasa (cost) yang dimilik oleh perusahaan. Menurut Paton dan Littleton (1940), pengertian pendapatan dapat ditinjau dari aspek moneter. Dilihat dari aspek fisik, pendapatan merupakan hasil akhir dari suatu arus fisik dalam proses menghasilkan laba. Dari aspek moneter, Paton dan Littleton (1976) menghubungkan arus pendapatan dengan arus masuk aset yang berasal dari seluruh kegiatan operasi perusahaan. Atas dasar ini konsep pendapatan, seperti yang diungkapkan Belkaoui (1993) dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 6 ALIRAN PENDAPATAN Pendekatan Aset-Laibilitas



Konserp Arus Masuk (In flow) PENDAPATANA



Konsep Arus Keluar (Out flow) Pendekatan Biaya-Pendapatan



 



Arus masuk aset Kenaikan aset







Arus keluar barang dan jasa  Penjualan barang dan pemnyerahan jasa



Sumber: Godzali, 2001, 254 (diolah kembali) Arus Fisik melibatkan kegiatan berikut. a) Kegiatan menghasilkan dan menjual produk (ouput) b) Obyek kegiatan yang berupa produk yang dihasilkan/dijual. Arus Moneter melibatkan kegiatan: a) Peristiwa naiknya nilai perusahaan karena kegiatan produksi atau penjualan produk, dan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



69



b) Obyek yang berupa jumlah rupiah aset yang dihasilkan atau dijual. Dalam APB (1970) pernyataan No. 4 diejlaskan bahwa, pendapatan adalah kenaikan kotor aset atau penurunan kotor laibilitas yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum yang berasal dari kegiatan perusahaan berorientasi laba yang dapat mengubah ekuitas pemilik. Sedangkan, FASB (1980) dalam SFAC No. 6 mendefinisikan bahwa, pendapatan adalah arus masuk atau kenaikan aset suatu entitas atau penurunan laibilitas (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa, atau kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama yang berlangsung terus menerus dari entitas tersebut. Sedangkan IAI sendiri memiliki pengertian pendapatan yang tidak jauh berbeda. Seperti termaktub dalam PSAK No. 23/2009 tentang pendapatan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah: “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aset normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”. B. PENDAPATAN DAN UNTUNG (GAINS) Kenaikan jumlah rupiah aset dapat berasal dari: 1. Transaksi modal atau pendanaan (financing) yang mengakibatkan adanya tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang saham dan kreditur (pemegang saham dan atau obligasi). 2. Untung dari penjualan aset yang bukan berupa dari produk perusahaan seperti aset tetap, surat berharga, atau penjualan anak perusahaan. 3. Hadiah (donasi), sumbangan, dan temuan. 4. Penyerahan produk perusahaan berupa hasil penjualan produk atau penyerahan jasa (sumber utama pendapatan), (Suwardjono, 1989, 147). FASB (1980) mendefinisikan untung (gains) sebagai kenaikan aset yang sekaligus menaikkan modal yang berasal dari transaksi sampingan atau insidentil atau transaksi/peristiwa lain yang bukan berasal dari pendapatan atau investasi oleh pemilik. Dalam pengertian tersebut bahwa FASB memisahkan untung dari pendapatan. Meskipun demikian, dalam penyajian laporan keuangan, untung tersebut tetap dilaporkan dalam laporan rugi laba dalam kelompok tersendiri (extra ordinairy item) yaitu dalam pos laba diluar usaha, sebagai bagian dari laba secara keseluruhan (comprehensive income). Sementara IAI, mendefinisikan untung sebagai bagian yang terpisah dari pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari PSAK No. 23/2009 yang menyebutkan bahwa penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Secara singkat diurumuskan, sebagai berikut. I = R+G Sehingga dengan cara ini, para pemakai laporan keuangan akan dapat mengetahui dengan jelas kenaikan nilai aset perusahaan, apakah yang berasal dari kegiatan utama perusahaan atau kegiatan sampingan (insidentil)?



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



70



C.



PENGUKURAN PENDAPATAN Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk atau jasa dalam suatu transaksi yang bebas (arm’s length transaction). Nilkai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen kas atau nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau akan diterima dari transaksi penjualan. IAI juga menganut prinsip yang sama yaitu mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. Apabila periode pengumpulan kas relatif pendek maka potongan tersebut dapat dihiraukan. Ada tiga alasan yang mendukung perlakuan ini, yaitu: 1) Pada tingkat potongan yang rendah, jumlah yang relatif kecil tidak akan memengaruhi pengukuran pendapatan. Contohnya bila terjadi transaksi penjualan secara kredit, dengan potongan 15% dan masa jatuh tempo selama 60 hari, maka akan menghasilkan potongan kurang dari 3% dari total pendapatan (3/12x15%). 2) Karena potongan dapat diklasifikasikan sebagai bagain dari total pendapatan, maka pengaruh utama ada pada masalah pengakuan pendapatan tersebut. Potongan harus segera dicatat setelah pendapatan diakui. Akan tetapi bila jumlah potongan tidak material (jumlahnya cukup besar) maka pengaruhnya terhadap lapa periode juga tidak akan besar. 3) Penggolongan pendapatan yang timbul dari penjualan yang disertai potongan dapat diakui dan dicatat sebagai rugi dan hal ini akan mengurangi jumlah pendapatan (revenue), (Godzali dan Chariri, 2001, 259). Dalam pengukuran, pendapatan di atas menunjukkan bahwa nilai uang sekarang atau setara kas akhirnya kan diterima sebagai hasil dari proses produksi dan transaksi penjualan. Sehingga jumlah jumlah rupiah bersih dapat diakui sebagai dasar yang paling wajar dan layak dibandingkan dengan jumlah pendapatan kotor (belum dikurangkan potongan). Dengan demikian potongan penjualan, retur penjualan dan biaya lainnya akan diperlakukan sebagai kontra rekening pendapatan secara langsung. Misalnya penjualan kredit senilai Rp.10.000.000,- potongan tunai 1% dari nilai penjualan kredit dan biaya angkut penjualan Rp.100.000,- maka pendapatan yang diakui dan dicatat adalah sebesar Rp.9.800.000,-.



D.



PEMBENTUKAN DAN REALISASI PENDAPATAN Pembentukan pendapatan disebut pula earning process, sedangkan realisasi pendapatan adalah konsep lain yang berbeda namun saling berkaitan erat dan dapat digunakan untuk menjelaskan dan mengakui pendapatan. Kedua konsep ini dalam masuk struktur teori akuntansi sehingga akan dapat memengaruhi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan secara wajar dan konsisten. 1). Pembentukan Pendapatan (earning process). Eaning process adalah konsep yang menjelaskan bagaimana proses terjadinya pendapatan secara kronologis sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang diambil oleh perusahaan. Dalam konsep ini, pendapatan diakui dan terbentuk secara bersamaan dari seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan. Sehingga proses pembentukan pendapatan ini terjadi dari sejak dimulainya kegiatan produksi, Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



71



pemasaran, penjualan hingga saat pengumpulan pilaibilitas usaha, yang memerlukan waktu tertentu (siklus waktu) dengan didahului pengorbanan ekonomis berupa pengeluaran biaya atau pun beban. Jadi pada dasarnya pendapatan tidak akan terjadi bila perusahaan belum atau tidak melakukan kegiatan produksi (industri) dan penjualan produk atau jasa (dagang dan jasa). Secara lebih jelas proses pembentukan pendapatan dapat dijelaskan pada gambar berikut. Gambar 7 PROSES PEMBENTUKAN PENDAPATAN Cash in flow of revenue Awal kegiatan/produksi



Produksi selesai dan penyimpanan



Pemasaran



Penjualan



Penagihan (collection periods)



Cash out flow o f expenses Gambar 7: Earning Process 2.) REALISASI PENDAPATAN. Realisasi pendapatan merupakan teknik akuntansi yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menandai adanya proses pengukuran dan pengakuan pendapatan secara wajar. Ada dua hal pokok dalam proses realisasi pendapatan yaitu: Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset lain (potensi jasa) melalui kegiatan penjualan yang sah. Diperolehnya aset lain (bentuk aset lancar) sebagai bentuk pengesahan terhadap transaksi penjualan tersebut, (Godzali dan Chariri, 2001, 262). Berdasarkan peristiwa atau kejadian kedua hal pokok di atas maka dalam proses realisasi pada dasarnya merupakan penegasan dari proses pembentukan pendapatan. Sehingga pendapatan tersebut dapat diakui sesuai dengan waktu kejadiannya dan akan diakui secara proporsional sesuai dengan waktu untuk mewujudkan pendapatan tersebut. E.



KONSEP PENGAKUAN PENDAPATAN Secara umum dalam pengakuan pendapatan, perusahaan dan para akuntan menggunakan konsep realisasi dengan menentukan peristiwa kritis (critical event) yang akan dijadikan sebagai dasar dalam penentuan waktu pengukuran dan pengakuan pendapatan tersebut. 1) Kriteria Pengakuan Pendapatan Menurut FASB (1980) yang dimuat dalam pernyataan SFAC No. 5, ada dua kriteria yang dapat dijadikan dasar untuk mengakui pendapatan, yaitu: Telah terealisasi (realized), yaitu bila terjadi transaksi pertukaran antara barang yang dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Syarat agar barang mudah dikonversi adalah: Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



72



  



Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak boleh perubahan bentuk dan ukuran barang (interchangeable). Misalnya logam mulia, perak atau perhiasan lainnya. Mudah dijual tanpa memerlukan yang yang relatif besar. Pendapatan telah terbentuk (earned), yaitu bila kegiatan menghasilkan barang dan jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.



Menurut Kam (1990), ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengakui pendapatan, yaitu: a)



Keterukuran Nilai Aset Oleh karena pendapatan menyebabkan kenaikan total aset perusahaan yang sekaligus akan meningkatkan modal perusahaan, kriteria ini merupakan salah satu kriteria yang dapat diterima secara umum. Kriteria yang umum digunakan, bahwa aset dianggap sebagai penukar dapat segera dikonversi menjadi kas atau setaranya (tidak mesti kas dan piutang saja). Diterimanya aset penukar baik likuid maupun tidak sebagai kriteria pengakuan pendapatan masih tergantung pada kondisi yang mendasari pertukaran tersebut. Paton dan Littleton (1940, 49) mengemukakan, “Ditinjau dari pandangan yang dominan bahwa pendapatan dapat direalisasi bila terbukti ada penerimaan kas atau piutang atau aset lainnya yang likuid.” Cara lain untuk mencerminkan keterukuran nilai aset adalah adanya kepastian pengumpulan kas. Masalah pengumpulan kas berkaitan erat dengan perimbangan (judgment) yang umumnya didasarkan pada pengalaman perusahaan sebelumnya. Makin lama periode pengumpulan makin besar tingkat ketidakpastian pengumpulan kas. Hal ini berakibat pada pendapatan tidak dapat segera untuk diakui.



b)



Terjadinya transaksi Pendapatan diakui apabila terjadi pertukaran antara barang yang dihasilkan perusahaan dengan aset baru yang diterima perusahaan. Adanya keterlibatan pihak luar dalam transaksi menunjukkan adanya bukti yang objektif yang berimplikasi pada naiknya nilai perusahaan. Transaksi pertukaran merupakan nilai dasar yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menentukan waktu pengakuan pendapatan dan jumlah pendapatan yang harus dicatat dan diakui, (Godzali dan Chariri, 2001, 265).



c)



Proses pembentukan pendapatan telah selesai Pendapatan terbentuk apabila ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan telah berjalan serta secara substansial telah selesai. Kegiatan menghasilkan pendapatan secara konseptual terdiri dari tahap produksi, pemasaran, penjualan, dan pengumpulan kas. Oleh karena itu, setiap kali biaya yang dikeluarkan pada tahap-tahap tersebut, berarti sejumlah pendapatan telah terbentuk, meskipun terkadang belum dapat diakui pada periode yang bersangkutan. PSAK No. 23/2009 telah menentukan kriteria untuk mengakui pendapatan yang lebih bersifat teknis. Pendapatan diakui apabila besar kemungkinan manfaat



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



73



ekonomi masa depan akan mengalir ke-perusahaan dan manfaat tersebut dapat diukur dengan andal (reliabel). Selanjutnya dalam PSAK tersebut dinyatakan bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui apabila seluruh kondisi berikut terpenuhi, yaitu:    



Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.



2) Saat Pengakuan Pendapatan 2.1. Pendapatan diakui selama kegiatan produksi Pendapatan diakui selama kegiatan produksi, meskipun produk yang dihasilkan perusahaan masih dalam proses produksi. Prosedur yang digunakan adalah persentase penyelesaian. Cara ini umumnya dijumpai pada peusahaan kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek dan memerlukan waktu lebih dari satu periode akuntansi. Seperti perusahaan pembuatan kapal, lokomotif, pembuatan gedung, jalan raya, dan sebagainya. Pengakuan pendapatan dengan cara ini dapat dilakukan bila harga kontrak sudah pasti dan taksiran biaya untuk menyelesaikan proyek serta tingkat penyelesaian kontrak dapat ditaksir dan dipertanggungjawabkan secara wajar. Taksiran tersebut umumnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: a)



Berdasarkan persentase biaya, di mana tahap penyelesaian ditentukan dengan membandingkan biaya yang telah dikeluarkan dengan taksiran total biaya untuk menyelesaikan proyek. b) Berdasarkan persentase penyelesaian fisik, dimana tingkat persentase penyelesaian fisik didasarkan pada tahap kemajuan proyek (penyelesain pekerjaan di lapangan). 2.2. Pendapatan diakui pada saat produk selesai. Pengakuan pendapatan atas dasar produk selesai biasanya dianggap tepat untuk industri pertambangan dan pertanian, seperti; emas, timah, gandum, dan sebagainya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan saat produksi selesai, yaitu:  Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat.  Tidak diperlukan kegiatan pemasaran yang cukup material untuk menjual produk tersebut.  Biaya produk sulit untuk ditentukan.  Satuan-satuan persediaan dapatsaling dipertukarkan (barang tidak terpengaruh oleh perubahan bentuk dan ukuran). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



74



2.3. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan. Pada banyak perusahaan cara ini merupakan dasar yang paling jelas dan objektif. Paton dan Littleton (1940) mengemukakan sebagai berikut: Pendapatan merupakan jumlah nominal yang merupakan hasil akhir dari operasi perusahaan. Oleh kartena itu, harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan yang menentukan dalam kegiatan aliran operasi perusahaan. Pendapatan harus benar-benar terjadi dan didukung oleh adanya aset baru yang sah (sebaiknya berupa kas dan piutang). Namun timbul masalah yang terjadi apabila pendapatan diakui pada saat penjualan adalah yang berkaitan dengan biaya yang terjadi setelah penjualan (after sales costs) misalnya biaya penagihan piutang usaha, biaya klaim, dan lainlain. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengantisipasi hal ini,yaitu: Biaya setelah penjualan, dalam praktik biaya ini terjadi seringkali muncul setelah terjadinya penjualan, maka sebagai solusinya bila biaya ini muncul adalah dengan melakukan pendebitan pada jumlah rupiah taksiran biaya dan mengkredit jumlah rupiah yang sama ke rekening cadangan biaya. Hak pengembalian barang, khusus kasus ini FASB (1981) yang termuat dalam SFAS No. 48 menyatakan bahwa bila pembeli mengembalikan barang, maka pendapatan baru dapat diakui bila beberapa syarat berikut dapat terpenuhi: Harga jual pasti dan dapat ditentukan pada saat pejualan. Pembeli sudah membayar kepada penjual atau pembeli diwajibkan untuk membayar penjualan. Kewajiban untuk membayar tersebut tidak tergantung pada kondisi apakah produk yang dibeli laku dijual atu tidak. Kewajiban membayar kepada penjual tidak berubah apabila produk dicuri, nilai produk berkurang atau produk mengalami kerusakan (aus atau susut). Pembeli benar-benar ada atau dengan kata lain pembeli merupakan suatu badan yang secara ekonomi disebut perusahaan Penjual secara signifikan tidak memiliki kewajiban atau bertanggungjawab terhadap hasil penjualan kembali produk yang dilakukan pembeli. Jumlah nominal pengambilan dapat ditaksir secara cukup pasti. Penjualan jasa, ada beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk mengakui pendapatan jasa sebagai berikut. Apabila kinerja (performance) jasa terdiri dari pengerjaan satu macam tindakan, pendapatan diakui pada saat pekerjkaan tersebut terlaksana. Misalnya, biro jual beli rumah, biro jasa, maka pendapat akan diakui pada komisi dari kegiatan tersebut telah terjadi transaksi. Bila pelaksanan jasa terdiri dari pengerjaan lebih dari satu macam kegiatan atau tahapan, maka pendapatan diakui selama periode pelaksanan pekerjaan atau secara proporsional sesuai dengan jangka waktu penyelesaian jasa tersebut. Bila jasa dilaksanakan lebih dari satu macam kegiatan, maka pendapatan harus diakui pada saat pelaksanaan pekerjaan seluruhnya selesai bedasarkan kondisi berikut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



75



a)



Proporsi jasa yang dihasilkan sebagai pekerjaan akhir merupakan tindakan yang sangat penting dari keseluruhan jasa yang dikerjakan. b) Bila jasa yang diberikan terdiri dari pekerjaan yang tidak dapat ditentukan dan dilaksanakan pada periode waktu yang tidak dapat ditentukan maka tidak ada cara untuk menentukan tingkat penyelesaian pekerjaan. Oleh karena itu, pendapatan harus diakui pada saat waktu pekerjaan selesai. c) Bila terdapat tingkat ketidakpastiaan yang cukup tinggi (significant) dalam pengumpulan pendapatan jasa (kas) maka pendapatan harus diakui pada saat kas telah diterima. 3. Pendapatan pada saat kas diterima Dalam hal terdapat ketidakpastian yang besar mengenai pengumpulan piutang usaha yang timbul dari penjualan barang atau jasa, maka pengakuan pendapatan dapat ditunda sampai saat kas betul-betul telah diterima. Alasan yang mendukung penggunaan dasar penerimaan kas untuk pengakuan pendapatan yang berasal dari penjualan angsuran didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. a)



Seluruh atau sebagian piutang usaha yang timbul bukan merupakan aset yang mempunyai daya beli murni. b) Semakin lama jangka waktu angsuran akan semakin besar kemungkinan piutang usaha yang tidak tertagih. c) Biasanya sesudah penjualan, terutama biaya penagihan dan pengumpulan pilaibilitas lebih tinggi dibandingkan dengan biaya sesudah penjualan untuk jenis penjualan kredit. Dari beberapa pendekatan dalam pengakuan pendapatan di atas maka dapat diringkas pelaporan pendapatan harus memenuhi kriteria berikut. 1.



Nilai



ekonomis



harus



sudah



ditambahkan perusahaan pada produksinya, 2.



Jumlah



pendapatan



harus



dapat



diukur, 3.



Pengukuran



harus



dilakukan



dan



secara relatif bebas dari bias, dan 4.



Adanya penandingan beban dengan pendapatan dengan dasar yang layak.



Tabel berikut ini mengikhtisarkan beberapa periode dan kondisi pelaporan pendapatan dalam laporan keuangan, yaitu: TABEL 5 IKHTISAR PELAPORAN PENDAPATAN SAAT PELAPORAN Selama kegiatan produksi



KRITERIA Penetapan harga berdasarkan kontrak atau persyaratan tertentu menggunakan harga



KETERANGAN Akrual: kontrak jangka panjang dilihat dari tingkat pertumbuhan (accretion)



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



76



Saat penyelesaiaan produk Pada saat penjualan Saat penerimaan kas



pasar yang ada pada tingkatan produksi tertentu. Harga jual didasarkan pada harga pasar atau nilai wajar Harga yang telah ditetapkan pada produk itu. Harga wajar pada saat transaksi atau akad ditambah beban tambahan (bunga maupun marjin) yang disepakati.



Logam mulia, produk pertanian dan jasa tertentu. Misalnya; barang dagangan Misalnya: penjualan angsuran, pertukaran aset, dll



PELATIHAN 1. 2.



Apa yang disebut pendapatan, jelaskan! Mengapa konsep pendapatan diperlukan dalam proses penyajian dan penyusunan laporan keuangan, jelaskan! 3. Bagaimana konsep pengukuran pendapatan yang Saudara ketahui? Jelaskan sertakan contoh penerapannya. 4. Kapan suatu pendapatan harus diakui dan diukur? 5. Kapankah suatu konsep atau prosedur pengakuan pendapatan sebagai hal yang ideal? Mengapa dalam pengakuan pendapatan tersebut harus memperhatikan kondisi ekonomi yang terjadi, jelaskan. 6. Jelaskan bagaimana mengakui dan mengukur pendapatan di luar usaha, media apa untuk mengungkapkannya? Jelaskan. 7. Pendapatan atau penghasilan dalam suatu kegiatan usaha diakui untuk tujuan tertentu pada waktu transaksi dicatat (critical event). Dalam beberapa kondisi tertentu pendapatan diakui bersamaan pada waktu penghasilan tersebut diperoleh. Tetapi pada kondisi lainnya penghasilan bisa juga diakui pada saat terjadinya penjualan. c) Jelaskan dan berikan alasan mengapa pendapatan diakui pada saat penjualan. d) Pada saat kondisi apa yang tepat mengakui pendapatan untuk kegiatan yang bersifat produktif. e) Kapan suatu pendapatan diakui secara umum, tentukan titik kritisnya (kejadian penting). 8. Untuk dapat digolongkan sebagai akun luar biasa dalam laporan laba rugi, suatu kejadian atau transaksi harus bersifat tidak biasa atau tidak kerap terjadi. Jelaskan bagaimana suatu kejadian tersebut bersifat tidak biasa dan bagaimana harus diungkapkan dalam laporan keuangan. 9. Mengapa pendapatan perlu diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan, jelaskan! 10. Jika perusahaan memperoleh laba pada tahun buku, tahun ini sebesar Rp.1.000.000.000,- dan penghasilan laba di luar usaha sebesar Rp.250.000.000,sedangkan pembagian dividen berjumlah Rp.250.000.000,- (250.000 lbr saham). Jelaskan bagaimana menyajikan dan mengungkapkan hal ini dalam laporan keuangan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



77



BAB VI KONSEP BIAYA



PENDAHULUAN Biaya merupakan salah satu pengorbanan yang harus dilakukan oleh suatu entitas bisnis, agar tujuannya dapat tercapai. Ada beberapa konsep biaya yang ditemukan dalam praktik bisnis. Salah satu konsep tersebut adalah, konsep dasar yang melandasi pembebanan dan pelaporan biaya menurut Paton dan Littleton (1970), yaitu Konsep Upaya dan Hasil (efforts and accomplishment concepts) yang terbagi dalam dua bagian, yaitu: a) Expenses yang masih melekat diakui dan dicatat sebagai biaya. b) Expenses yang sudah habis dipakai, diakui, dan dicatat sebagai beban. A. PENGERTIAN Ada beberapa pengertian biaya dilihat dari sudut pandang peristiwa moneter dan fisik. Menurut FASB (1980), “Biaya adalah arus kas keluar (cash out flows) atau pemakaian aset atau timbulnya laibilitas atau kombinasi keduanya selama satu periode yang berasal dari penjualan atau produksi keduanya selama satu periode yang berasal dari penjualan atau produksi barang atau penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan (entitas)”. Sedangkan IAI (2009) dalam paragraf 70, “Biaya (beban) adalah penurunan manfaat ekonomis selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Menurut Kam (1990), biaya sebagai penurunan nilai aset atau kenaikan laibilitas atau kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder’s equity) sebagai akibat pemakaian barang atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan periode berjalan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, biaya tersebut memiliki karakter sebagai berikut. 1. 2. 3.



Biaya dapat dipandang dari sudut peristiwa fisik dan moneter. Biaya menunujukkan adanya perubahan nilai, yang menunujukkan pengorbanan ekonomis yang telah dan akan dilakukan. Biaya akan dikeluarkan dari adanya kegiatan pemakaian aset untuk tujuan menghasilkan pendapatan.



Secara lebih jelas, perbedaan antara biaya dan beban dapat dilihat pada tabel berikut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



78



Tabel 6 PERBEDAAN BIAYA DAN BEBAN FOKUS Tujuan pengeluaran Masa (periode) manfaat ekonomis Pencatatan dan pelaporan Alokasi /pembebanan



BIAYA Biaya tidak habis pakai untuk menghasilkan pendapatan Lebih dari satu periode akuntansi Dicatat dalam rekening Biaya (sebagai aset lancar) dan dilaporkan di Neraca Secara sistematis



BEBAN Habis pakai dalam periode bersangkutan untuk menghasilkan pendapatan Maksimal satu periode akuntansi Dicatat sebagai beban (beban operasional) dan dilaporkan dalam laporan laba rugi Tidak ada alokasi (segera)



B. PENGUKURAN DAN PENGAKUAN BIAYA Pengukuran dan pengakuan biaya memainkan peranan penting dalam penyusunan laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya akan memengaruhi keakuratan informasi laporan keuangan yang dihasilkan. Ketepatan saat mengakui biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan besarnya tingkat laba/rugi perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut maka ada tiga konsep dasar dalam pengukuran biaya yang dapat digunakan sebagai berikut. 1. 2. 3.



Konsep Biaya Historis (historical cost), yaitu jumlah rupiah atau setara kas yang dikorbankan untuk memperoleh aset berdasarkan periode pengeluarannya, seperti gedung, peralatan, dan asuransi dibayar dimuka. Konsep Biaya Pengganti (replacement cost), yaitu jumlah atau harga aset pertukaran sekarang sebagai dasar pencatatan. Misalnya, penilaian untuk sediaan, aset, gedung, dan tanah. Konsep Biaya Setara Kas (cash equivalent), yaitu jumlah rupiah atau kas yang dapat direalisasi dalam kondisi perusahaan normal.



Dalam konsep untuk mengakui biaya ada dua konsep yang mempunyai kedudukan penting yaitu: a) sebagai aset (potensi jasa) dan b) sebagai beban pendapatan (biaya). Atas dasar konsep kontinyuitas usaha (going concern), biaya pertamakali dapat diperlakukan sebagai pengurang pendapatan, namun hal ini berakibat munculnya dua masalah yaitu: 1) 2)



Kriteria yang digunakan untuk menentukan biaya tertentu yang harus dibebankan pada pendapatan periode berjalan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa biaya tertentu ditangguhkan pembebanannya.



Berdasarkan hal tersebut maka biaya dapat ditangguhkan pembebanannya bila: a) Memenuhi definisi aset (memiliki manfaat ekonomis masa mendatang, dapat dikendalikan perusahaan, atau berasal dari transaksi masa lalu). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



79



b) c)



Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomis masa mendatang yang melekat pada aset dapat dinikmati oleh entitas yang menguasainya. Besarnya manfaat eknonomis dapat diukur secara andal (reliable).



Di lain pihak beban dalam laporan rugi laba dapat diakui bila terdapat penurunan manfaat ekonomis masa mendatang yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan kewajiban yang telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Beban juga akan dapat diakui, dicatat dan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban meskipun tanpa harus adanya pengakuan aset, misalnya saat timbulnya laibilitas garansi. C. PRINSIP PENANDINGAN (MATCHING PRINCIPLES) Konsep ini dimaksudkan adalah untuk mencarai dan menemukan dasar hubungan yang tepat dan rasional anatara pendapatan dan biaya. Pendapatan merupakan hasil yang akan dituju oleh perusahaan, sementara biaya yang dikeluarkan adalah dalam upaya untuk memperoleh pendapatan tersebut sesuai dengan konsep upaya dan hasil. Namun terkadang muncul masalah berkaitan dengan upaya penandingan ini. Masalah utama tersebut adalah menandingkan antara pendapatan dan biaya, yuaitu untuk menentukan dasar yang paling tepat, antara biaya dan pendapatan yang berhubungan langsung. Hubungan fisik yang dapat dilihat sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk dapat melacak dan dasar pembebanannya. Meskipun demikian harus diakui bahwa dengan melihat kondisi yang ada, seharusnya dasar penandingan yang paling penting adalah alasan kelayakan (reasonableness) bukan pada alasan hubungan fisiknya. Gambar konsep penandingan hubungan biaya dengan pendapatan sebagai berikut. GAMBAR 8 KONSEP PENANDINGAN



GOODS BUSSINES UNIT



INCOME



UNITUNITS CGM/CGS csT



BTU D



EXPENSES



Revenue dan Gains



Cost of Assets Basic of matching: -Hubungan sebab akibat -Alokasi sistematis -Pembebanan segera Ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan sebagai dasar untuk mencari hubungan antara biaya dan pendapatan dalam satu periode tertentu, (Kam, 1990) mengemukakan sebagai berikut: 1. Hubungan sebab akibat (association of causes and effects) Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



80



2. Alokasi sistematik dan rasional (systematic and rational allocation) 3. Pembebanan segera (immediate recognition) Tiga konsep dasar penandingan tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Hubungan sebab akibat, dalam dasar ini biaya akan ditandingkan secara langsung (direct matching principles) seperti beban komisi penjualan, gaji dan upah, dan beban barang yang terjual (cost of goods sold). Oleh karena itu, biaya harus dihubungkan dengan pendapatan yang direalisasi selama periode tertentu atas dasar korelai rasional yang dapat dilihat secara langsung. Sehingga dalam mengalokasikasikan secara rasional biaya tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) biaya yang melekat pada produk yang terjual yang akan diakui sebagai beban; dan b) biaya yang melekat pada produk yang belum terjual (dilaporkan sebadai elemen persediaan) dan akan dicatat sebagai aset sampai produk atau jasa tersebut terjual. Dalam perusahaan industri biaya dikelompokkan dalam biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi langsung adalah biaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa tertentu yang secara langsung dapat diidentifikasi atau ditelususri ke produk yang dihasilkan tersebut. Seperti biaya bahan baku dan tenaga kerja, karena terjadinya pengeluaran biaya tersebut terjadi atau manfaat ekonomisnya dapat diidentifikasi langsung pada produk yang dihasilkan itu, maka akan lebih tepat menggunakan beban bahan baku dan beban gaji dan upah. Sedangkan biaya produksi tidak langusng adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang atau jasa dan digunakan dalam proses produksi, sehingga dalam pembebanannya perlu dilakukan identifikasi atau penelusuran secara sistematis, proporsional, dan akurat. Biaya tersebut adalah biaya overhead pabrik (lebih tepat digunakan beban overhead pabrik). Untuk biaya langsung yang berhubungan dengan pendapatan masa mendatang, tetapi tidak masuk dalam biaya produksi, maka pembebanan biaya harus dilakukan pada saat terjadinya atau dikeluarkannya biaya tersebut. Oleh karena itu, biaya tersebut diakui dan dilaporkan pada periode terjadinya, kecuali masa manfaat yang akan diperoleh dari pengorbanan biaya tersebut dapat diukur secara andal maka biaya tersebut harus dialokasikan pada periode berikutnya secara proporsional, yaitu dengan melakukan penandingan antara pendapatan dan biaya yang telah dikeluarkan. Bila biaya yang berhubungan dengan pendapatan yang terjadi setelah pendapatan diakui, maka hal ini akan berkaitan dengan penentuan besarnya biaya yang akan timbul, misalnya setelah transaksi, atau setelah penjualan. Apabila biaya tersebut dapat ditaksir dan diukur secara layak dan andal maka biaya ini dapat diakui sebagai biaya pada periode pengakuan pendapatan tersebut. Jadi hubungan sebab akibat dapat digunakan bila dapat didentifikasi untuk menentukan bahwa pendapatan tersebut terjadi akibat adanya biaya yang dikeluarkan atau sebaliknya. Misalnya untuk biaya penagihan piutang usaha, yang timbul akibat keterlambatan pembayaran atau karena pelanggan yang pindah ke lokasi lain.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



81



Untuk biaya garansi, yang timbul sebagai biaya pada saat pemasaran produk atau penjualan dan harus dicatat dan diakui sebagai laibilitas garansi. Meskipun sebenarnya biaya ini belum terjadi tetapi pembenannya harus dilakukan sebagai wujud tanggung jawab dan penjaminan kepercayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam pengakuan pendapatan bahwa biaya tidak akan terjadi bila tidak ada pendapatan. Seperti dalam kontrak jangka panjang yang menggunakan metoda kontrak selesai, maka biaya tidak akan diakui atau dibebankan selama belum adanya pendapatan yang diakui. Pada penjualan angsuran (installment sales), total penjualan angusuran dan beban pokok barang terjual (cost of goods sold) dicatat secara bersamaan. Selisih penjualan dan beban pokok barang terjual dicatat dalam rekening laibilitas dengan nama “Laba Kotor yang Belum Direalisasi” (LKBD). Laba ini akan dialokasikasikan secara proporsional sesuai dengan arus kas masuk atau angsuran yang telah diterima. Dengan demikian, beban barang yang terjual dianggap memiliki hubungan dengan pendapatan atas dasar kas yang diterima. 2. Alokasi sistematis dan rasional, atau dikenal dengan dasar penandingan periodik (period matching) atau penandingan tidak langsung (indirect matching principles). Alokasi ini dapat digunakan sebagai dasar penandingan bila dasar penandingan sebab akibat tidak dapat digunakan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian alokasi ini, yaitu: 1. Banyak biaya periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan periode berjalan. 2. Sulitnya mencari dasar hubungan langsung yang layak dan rasional. 3. Manfaat ekonomis masa mendatang yang sulit diukur dengan layak dan andal. 4. Biaya yang terjadi bersifat rutin dan terjadi berulang-ulang, dan 5. Biaya tersebut merupakan biaya bersama. 3. Pembebanan segera (immediate recognition), pembebanan dengan cara ini dilakukan bila tidak ada alasan yang kuat untuk membebankan biaya atau beban atas dasar hubungan sebab akibat dan alokasi sistematis dan rasional, maka biaya harus dibebankan segera pada periode terjadinya. Alasan yang melandasi pembebanan dengan cara ini adalah kepraktisan. Seperti biaya yang dikeluarkan untuk iklan, akan sangat sulit dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat, karena biaya tersebut kemungkinan memiliki masa manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi. Demikian juga manfaat ekonomis tersebut sulit untuk diukur secara andal dalam cara pembebanan atas dasar alokasi sistematis dan rasional sehingga sebagian besar entitas menggunakan cara pembebanan segera. Dengan asumsi bahwa biaya tersebut tidak sangat besar dan terjadi secara rutin. D. KELEMAHAN KONSEP PENANDINGAN Konsep penandingan merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam kerangka akuntansi konvesional. Menandingkan biaya dengan pendapatan (Paton dan Littleton, 1970) sama halnya dengan menandingkan upaya dan hasil (efforts and accomplishment). Beberapa kelemahan konsep ini adalah:



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



82



1.



Bukti yang objektif. Dalam pengakuan pendapatan, bukti objektif merupakan syarat utama yang harus dipenuhi. Namun demikian bukti objektif tersebut kurang begitu diperhatikan dalam pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih didasarkan pada masalah rasional dan kelayakan dari pada bukti objektif. Salah satu alasan tidak diperhatikannya bukti objektif dalam pengakuan biaya adalah adanya penerapan konsep konservatisme. Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan laibilitas harus segera diakui meskipun tidak ada bukti yang andal dan objektif. Sementara pendapatan, untung (gains) dan aset tidak dapat diakui apabila tidak ada bukti yang objektif.



2.



Suatu kondisi atau situasi yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty). Hal ini memungkinkan timbulnya suatu kerugian (losses) bagi entitas dimana timbulnya rugi tersebut sangat tergantung pada terjadinya atau tidaknya suatu peristiwa sekarang atau masa yang akan datang. Dalam rugi kontijensi hendaknya dimasukkan sebagai unsur biaya. Seperti kemungkinan tidak terkumpulnya piutang usaha, gugatan terhadap aset, sengketa di pengadilan, dan lain-lain. Terhadap hal tersebut maka taksiran kerugian harus diakui berdasarkan kondisi berikut. a.



Sebelum laporan keuangan disajikan maka terhadap informasi yang menunjukkan kemungkinan timbulnya rugi yang cukup pasti, harus diungkapkan. b. Bila jumlah kerugian dapat ditaksir dengan layak dan andal (akurat), maka dapat ditentukan besarnya kerugian berdasarkan tingkat persentase tertentu. E. EVALUASI TERHADAP KONSEP PENANDINGAN Dari ketiga konsep penandingan yang diuraikan sebelmunya, maka hubungan sebab akibat merupakan konsep paling ideal untuk menandingan antara biaya dengan pendapatan. Karena pembebanan sebab akibat mempunyai alasan rasional. Selain itu, terjadinya suatu biaya atau pun pendapatan disebabkan karena adanya suatu kegiatan. Misalnya biaya/beban penjualan, muncul karena adanya transaksi penjualan, biaya gaji karyawan, karena adanya karyawan yang bekerja, dan seterusnya. Namun hubungan ini sebenarnya akan sulit untuk diterapkan karena terkait dengan konsep biaya melekat (cost attach) dan tidak memiliki alasan atau argumentasi yang kuat. Oleh karena itu, dalam menetapkan konsep penandingan yang dipakai harus memperhatikan beberapa kriteria berikut. 1. Kejelasan (Additivity) Aloklasi harus melibatkan keseluruhan jumlah yang ada, sehingga jumlah bagianbagiannya sama dengan jumlah keseluruhannya dan tidak kurang atau tidak lebih. Dengan kata lain, jika jumlah yang dilokasikan ditambahkan bersama-sama maka totalnya harus sama dengan jumlah sebelum alokasi. 2. Ketegasan (Unambiguity) Metoda alokasi harus menhasilkan alokasi yang unik dengan menggunakan satu dasar alokasi yang jelas (scarcity) dan tepat, dan sistematis. 3. Defensibilitas (Defensibility) Metoda alokasi yang dipilih harus lebih baik dibanding dengan metoda alokasi lainnya. Dan metoda tersebut harus didukung oleh alasan yang kuat agar dapat dipertahankan dari kemungkinan pemakaian metoda lainnya. (Godzali dan Chariri, 2003). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



83



PELATIHAN 1. Apa yang disebut biaya dan beban, jelaskan! 2. Bagaimana konsep biaya dalam proses penyajian dan penyusunan laporan keuangan, jelaskan! 3. Uraikan manfaat pengukuran biaya yang Saudara ketahui? Jelaskan sertakan contoh penerapannya. 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan upaya dan hasil (efforts and accomplishment). 5. Jelaskan tiga konsep basic of matching dalam biaya. 6. Untuk dapat digolongkan sebagai akun luar biasa dalam laporan laba rugi, suatu kejadian atau transaksi harus bersifat tidak biasa atau tidak kerap terjadi. Jelaskan bagaimana suatu kejadian tersebut bersifat tidak biasa dan bagaimana harus diungkapkan dalam laporan keuangan. 7. Mengapa biaya harus diukur dan disajikan dalam laporan keuangan, jelaskan! 8. Jika perusahaan mengeluarkan biaya asuransi tanggal 2 Januari 1991 sebesar Rp18.000.000,- untuk periode 3 tahun. Pada akhir tahun buku 1991 (Desember) dilakuan penyesuaian terhadap biaya asuransi tersebut. Bagaimana pencatatan dan penyajiannya transaksi tersebut dalam laporan keuangan. Berapa beban yang diatribusikan untuk tahun berjalan, dan berapa biaya yang masih melekat, jelaskan jawaban Saudara.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



84



BAB VII KONSEP LABA



PENDAHULUAN Laba adalah sisa lebih yang diperoleh oleh entitas bisnis, yaitu sisa lebih antara pendapatan dan biaya atau beban. Jadi laba merupakan kenaikan harga aset yang dimiliki selama satu periode akuntansi, atau kenaikan daya beli yang diinvestasikan. Sehingga konsep laba ini harus dipahami secara baik agar kenaikan ekuitas tersebut dapat digunakan sebagai informasi yang optimal bagi semua pihak dalam mengambil keputusan ekonomi. Dalam praktik, kita harus dapat memisahkan konsep laba menurut pandangan barbagai pihak. Tergantung pada tujuan terhadap penyajian laba tersebut. Sebab laba tersebut merupakan akumulasi dari seluruh kegiatan baik yang bersifat rutin maupun non rutin. A. PENGERTIAN LABA (INCOME) Pengertian laba yang dianut dalam struktur akuntansi sekarang adalah laba akuntansi yang merupakan selisih dari pengukuran pendapatan dan biaya. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, (IAI, 2009) menyatakan, Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal). Dalam paragraf lain (07) selanjutnya disebutkan bahwa: penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Jadi pendapatan merupakan kenaikan asset, yang dihasilkan dari pendapatan setelah dikurangi dengan beban atau biaya. Menurut Fisher (1912) dan Bedford (1965) menyatakan bahwa pada dasarnya ada tiga konsep laba yang umum digunakan sebagai berikut: 1.



Phsycal income, yang menunjukan konsumsi barang/jasa yang dapat memenuhi kepuasan dan keinginan individu. 2. Real income, yang menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh adanya kenaikan cost of living. 3. Money income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi sesuai dengan biaya hidup (cost of living). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



85



4. Menurut Mitchel dalam Bedford (1965), perbedaan antara laba ekonomi dan laba akuntansi disebabkan oleh perbedaan konsep yang melandasinya. Hick (1946) secara spesifik menyebutkan bahwa laba ekonomi (economic income) adalah jumlah maksimum yang dapat dikonsumsi selama satu minggu tanpa harus mengurangi jumlah kemakmuran pada awal periode. Laba akuntansi memiliki karakteristik sebagai berikut. 1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang/jasa. 2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama satu periode. 3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pedapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan. 4. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam bentuk biaya historis. 5. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. B. LABA AKUNTANSI. Laba akuntansi ini, meskipun banyak dipakai dalam praktiknya, namun kita harus memperhatikan beberapa keunggulan dan kelemahan pada konsep ini. Masing-masing hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut. 



Keunggulan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Laba akuntansi teruji dalam sejarah di mana pemakai laporan keuangan masih mempercayai bahwa laba akuntansi masih bemanfaat untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. 2) Laba akuntansi diukur dan dilaporkan secara objektif dan dapat diuji kebenarannya (verifiable). 3) Laba akuntansi dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama pertanggungjawaban manajemen.  Kelemahan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut. Laba akuntansi gagal mengakui kenaikan nilai aset yang belum direalisasi dalam satu periode karena prinsip biaya historis dan realisasi. b) Laba akuntansi yang didasarkan pada prinsip biaya historis mempersulit perbandingan laporan keuangan karena kemungkinan terjadinya perbedaan metoda perhitungan biaya dan metoda alokasi. c) Laba akuntansi yang didasarkan pada prinsip realisasi, biaya historis, dan koservatisme dapat menghasilkan data yang menyesatkan dan tidak relevan (Belkauoi, 1993). a)



Di pihak lain kelemahan laba akuntansi tersebut di atas menurut Hendriksen (1989) menyebutkan beberapa kelemahan laba akuntansi yang diukur dengan Kerangka akuntansi konvensional. Oleh karena itu, secara lebih jelas Hendriksen (1989) mengungkapkan pula beberapa kelemahan sebagai berikut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



86



a. b.



Konsep laba belum dirumuskan secara jelas. Belum ada dasar pengukuran dan penyajian yang secara teroritis mantap.



c.



Praktik akuntansi yang diterima umum memungkinkan timbulnya ketidakkonsistenan dalam pengukuran laba periodik dari perusahaan yang berbeda atau periode akuntansi yang sama. d. Perubahan tingkat harga (daya beli uang) belum tercermin dalam laba akuntansi yang dihitung atas dasar nilai nominal uang. e. Informasi lain mungkin terbukti lebih bermanfaat bagi investor dan pemegang saham dalam pengambilan keputusan investasi.



C. TUJUAN PELAPORAN LABA Tujuan pelaporan laba adalah memberikan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kinerja/prestasi perusahaan (earning management) dalam menghasilkan laba (earning per share). Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, informasi tentang laba perusahaan sangat penting bagi investor dan pembuat keputusan (decision maker) yang dapat digunakan sebagai berikut, yaitu: 1. indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on invested capital); 2. pengukur prestasi manajemen; 3. alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara; 4. dasar kompensasi dan pembagian bonus; 5. alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan; 6. dasar untuk kenaikkan kemakmuran; dan 7. dasar pembagian dividen. D. KONSEP PENGUKURAN DAN PENGAKUAN LABA Pengukuran laba sangat tergantung pada besarnya pendapatan dan biaya. Oleh karena laba adalah bagian dari pendapatan, maka konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan juga berlaku untuk laba. Sehingga dalam pengukuran dan pengakuan laba tersebut akan serupa dan konsisten dengan pengukuran dan pengakuan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya basic concept yang sama. Dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (2009) dinyatakan bahwa, “Penghasilan (income) akan diakui apabila kenaikan manfaat ekonomi di masa mendatang yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban yang telah terjadi dan jumlahnya dapat diukur dengan andal.” (paragraf 06) Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang akan diterima (paragraf 08). Imbalan tersebut umumnya berupa kas atau nilai setara kas yang diterima atau yang akan diterima. Sehingga dalam bentuk fisik pendapatan tersebut, seyogyanya harus benar-benar taerjadi, dan telah diterima secara nyata oleh manajemen. Bukan berdasarkan estimasi maupun pendapatan yang akan diterima, atau belum direalisasikan. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



87



Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur laba: 1. Pendekatan Transaksi (transaction concept) Pendekatan transaksi menganggap bahwa perubahan aset atau laibilitas (laba) terjadi hanya karena adanya transaksi, baik internal maupaun eksternal. Transaksi eksternal timbul karena adanya transaksi yang melibatkan perubahan aset/laibilitas dengan pihak luar perusahaan. Pada saat transaksi eksternal terjadi, nilai pasar dapat dijadikan dasar untuk mengakui pendapatan. Bahwa pendapatan dari hasil transaksi harus diakui bila seluruh kondisi di bawah ini terpenuhi, yaitu: a. perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan memindahkan manfaat kepemilikan barang atau jasa kepada pembeli, b. perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang atau jasa yang dijual, c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal, d. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut, dan e. biaya yang terjadi atau akan terus terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat diukur secara andai (PSAK, 23/2009, 13). 2. Pendekatan Kegiatan (event concept) Pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan transaksi. Hal ini disebabkan pendekatan kegiatan dimulai dengan transaksi sebagai dasar pengukuran. Perbedaannya adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses pelaporan yang mengukur transaksi dengan pihak luar. 3. Pendekatan Pemeliharaan Modal (capital maintenance concept) Dalam konsep pemeliharaan modal, kapital disini dimaksudkan sebagai kapital dalam arti kekayaan bersih dalam artian luas dan dalam berbagai bentuknya. Jadi kapital diartikan sebagai kelompok kekayaan tanpa memperhatikan siapa yang memiliki kekayaan tersebut. Pengukuran terhadap kapital sangat dipengaruhi oleh nilai (unit pengukur), jenis kapital dan skala pengukuran. Perbedaan terhadap ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan perbedaan besarnya laba yang akan diperoleh. 1)



2)



Nilai atau satuan unit pengukur Nilai menunjukan preferensi seseorang terhadap barang tertentu karena adanya manfaat yang diharapkan dari barang tersebut. Nilai bersifat subyektif dan sulit diukur, maka harga pasar dianggap sebagai nilai yang objektif untuk mengukur suatu barang (obyek) tersebut. Secara umum nilai kapital dapat diukur dengan menggunakan biaya historis, current cost maupun replacement cost. Jenis Kapital Kapital secara umum diartikan sebagai aset bersih (netto) yaitu selisih antara jumlah laibilitas. Laba dapat dihitung dari selisih antara kapital awal dan kapital akhir. Pada dasarnya pengertian kapital dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu finansial dan fisik.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



88



3)



Skala Pengukuran Skala menunjukan seberapa besar informasi yang dihasilkan oleh sejumlah angka tertentu. Skala pengukuran dalam akuntansi dapat dibagi menjadi dua yaitu skala nominal dan skala daya beli konstan: a. Skala Nominal Skala pengukuran nominal adalah sejumlah rupiah (nominal) yang telah terjadi dan dicatat dalam akuntansi tanpa memperhatikan perubahan daya beli. b. Skala Daya Beli Konstan Untuk memperoleh nilai atas dasar skala daya beli konstan, unit moneter diubah dengan menggunakan indeks tertentu (misalnya indeks harga konsumen). Metoda yang dapat digunakan untuk menilai aset bersih (Hendriksen, 1989): 2. Kapitalisasi aliran kas harapan (capital of expected cash flows). 3. Penilaian harga pasar perusahaan (market valuation of the firm). 4. Jumlah setara kas (market cash equivalent). 5. Harga input historis (historical input prices). 6. Harga input terkini (current input prices). 7. Daya beli konstan (constant purchasing power).



E. UNSUR LABA Ada dua konsep yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dua konsep yang sering digunakan untuk menentukan unsur laba perusahaan tersebut, yaitu current operating concept (earnings) dan all inclusive concept of income (laba komprehensif). a. Konsep Laba Periodik (earning periodic) Konsep laba periodik dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan. Ukuran efisiensi umumnya dilakukan dengan membandingkan laba periodik berjalan dengan laba periodik sebelumnya atau dengan laba perusahaan lain pada industri yang sama. Yang termasuk unsur laba adalah peristiwa atau perubahan nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari keputusan-keputusan periodik berjalan. b. Laba Komprehensif FASB dalam SFAC No. 3 dan 6 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laba komprehensif adalah, “Total perubahan aset bersih (ekuitas) perusahaan selama satu periode berasal dari semua transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain sumber yang berasal dari pemilik”. Pengertian laba komperhensif adalah hampir sama dengan pengertian laba bersih (net income) yang penyusunannya menggunakan konsep atau pendekatan all inclusive. Laba periodik dan laba komprehensif mempunyai komponen utama yang sama yaitu pendapatan, biaya, untung, dan rugi. F. UNSUR NON OPERASIONAL Unsur non-operasional adalah pos luar biasa (extraordinary item), kegiatan yang dihentikan (discontinued operation), dan perubahan akuntansi (accounting changes).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



89



a. Pos Luar Biasa (extraordinairy items) Extraordinary items adalah peristiwa atau transaksi yang memiliki pengaruh material, dan diharapkan jarang terjadi serta tidak berasal dari faktor yang sifatnya berulang-ulang dalam kegiatan usaha normal perusahaan (APB Opinion No. 9, 1966, 21). Definisi tersebut banyak dikritik karena bersifat ambiguous. Akhirnya dikeluarkan APB Opinion No. 30 “Reporting the Results of Operation” pada tahun 1973 yang menyebutkan bahwa unsur laporan keuangan dikatakan sebagai extraordinary items jika memenuhi dua syarat berikut ini. 1. Tidak umum (unusual). 2. Jarang terjadi (infrequency of occurrence). b. Penghentian Segmen Bisnis Segmen bisnis merupakan komponen dari entitas yang kegiatannya menunjukkan bisnis yang terpisah atau berdasarkan kelas konsumen. Penghentian segmen bisnis berarti kegiatan operasional bisnis tersebut dihentikan atau dijual. Apabila penghentian segmen bisnis dilakukan maka harus ada pengakuan untung atau rugi penghentian tersebut pada tanggal pengukuran. Laba atau rugi yang akan diakui termasuk yang terjadi akibat dua faktor berikut: 1) Laba atau rugi kegiatan segmen mulai tanggal pengukuran sampai tanggal penghentian. 2) Untung atau rugi penghentian segmen. APB No. 30 menyebutkan bahwa hasil penghentian segmen dilaporkan bersih setelah pajak dan disajikan dalam laporan laba rugi setelah pos laba usaha (laba dari kegiatan normal) tetapi sebelum pos luar biasa. c. Perubahan Kebijakan Akuntansi (judgment of accounting) Perubahan akuntansi dapat dikelompokan ke dalam tiga jenis,yaitu: 1. Perubahan prinsip akuntansi, yaitu perubahan yang terjadi dimana perusahaan memilih metoda akuntansi yang berbeda dengan metoda yang digunakan sebelumnya. Metoda akuntansi yang dipilih tersebut masih berada dalam lingkup generally accepted accounting principles, (misalnya dari FIFO ke LIFO untuk persediaan, atau dari metoda penyusutan garis lurus ke metoda penyusutan dipercepat). 2. Perubahan estimasi akuntansi, yaitu perubahan taksiran jumlah tertentu atas jumlah taksiran yang telah ditentukan pada periode sebelumnya (misalnya taksiran umur ekonomi aset tetap atau taksiran piutang usaha tidak tertagih). 3. Perubahan entitas pelapor, yaitu perubahan yang berkaitan dengan status entitas pelapor sebagai akibat konsolidasi, perubahan anak perusahaan tertentu atau jumlah perusahaan yang dikonsolidasikan. d. Penyesuaian Periode Sebelumnya. Jumlah akuntansi untuk penyesuaian periode sebelumnya dibebankan atau dikredit ke saldo laba ditahan awal periode. Jumlah tersebut adalah jumlah bersih setelah diperhitungkan pajak sehingga jumlah tersebut tidak diperhitungkan dalam penentuan laba bersih tahun berjalan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



90



G. PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING) Ada beberapa pendapat yang mencoba membahas teknik perataan laba tersebut sebagai berikut. a.



Beidelman (1973), perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang disengaja untuk meratakan laba atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Selanjutnya dia mengungkapkan ada dua alasan yang unik untuk melakukan alasan perataan laba, yaitu: Alasan pertama didasarkan pada pola laba periodik yang stabil dan dapat mendukung tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan pola laba berfluktuasi. Alasan kedua berkaitan dengan upaya meratakan kemampuan untuk mengantisipasi pola fluktuasi laba periodik dan kemungkinan mengurangi korelasi kembalian yang diharapkan perusahaan (firm’s expected return) dengan kembalian porto folio pasar (return of market portfolio).



b. Heyworth (1953), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya teknik perataan laba adalah untuk memperbaiki kinerja hubungan dengan kreditur, investor dan karyawan, serta meratakan siklus usaha melalui proses psikologis. c.



Barnes, et. Al (1976) yang membedakan tiga dimensi perataan laba, yaitu: 1) Perataan laba melalui terjadinya peristiwa dan akan pengakuan peristiwa. Artinya manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi aktual sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap laba yang dilaporkan cenderung rata sepanjang waktu. Teknik ini disebut pula dengan istilah real income. 2)



Perataan melalui alokasi (classification smoothing). Jika angkaangka dalam laporan rugi laba selain laba bersih merupakan obyek laba, maka manajemen dapat dengan mudah mengklasifikasikan unsur-unsur dalam laporan laba rugi sehingga mengurangi variasi laba setiap periodenya.



3)



Perataan melalui alokasi sepanjang periodik. Atas dasar terjadi dan diakuinya peristiwa tertentu, oleh manajemen yang memiliki media pengendalian tertentu dalam penentuan laba periodik yang dapat terpengaruh oleh adanya kualifikasi peristiwa tertentu. Teknik ini disebut pula dengan istilah articial smoothing.



Pelatihan: 1. Apa yang dimaksud dengan Laba? Jelaskan! 2. Mengapa laba dikelompokkan dalam beberapa kelompok, jelaskan 3. Bagaimana konsep laba menurut akuntansi? 4. Bagaimana laba dilaporakan dalam laporan keuangan? Jelaskan disertai contohnya. 5. Jelaskan konsep pengakuan dan pengukuran laba? Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



91



6. 7.



Apakah yang Saudara ketahui tentang Income Smoothing, jelaskan! Bagaimana hal ini dapat terjadi. Mengapa diperlukan kebijakan akuntansi? Apakah tujuannya dilakukan kebijakan akuntansi, jelaskan secara jelas.



BAB VIII KONSEP LAIBILITAS



A. PENGERTIAN LAIBILITAS Konsep laibilitas ini, biasanya berkaitan dengan waktu dan kondisi yang mendasari timbulnya laibilitas tersebut. Dari dimensi waktu, laibilitas dikategorikan dalam jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan dari kondisi dapat timbul karena adanya transaksi rutin atau pun yang khusus (misalnya kewajiban kontinjensi). Ada berbagai pengertian yang dirumuskan dalam laibilitas ini, antara lain: SFAC No. 6, mendefinisikan laibilitas adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aset atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu. IAI (1999), mendefinisikan laibilitas adalah kewajiban merupakan laibilitas perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesainnya diharapkan mengakibatkan arus ke luar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat dirumuskan bahwa, laibilitas adalah kewajiban perusahaan (entitas) sekarang yang berimplikasi terhadap pengorbanan sumber daya ekonomi masa sekarang, dan berasal dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan ada tiga makna pokok dalam laibilitas tersebut, yaitu: 1. adanya kewajiban sekarang; 2. implikasi pengorbanan sumber daya ekonomi; dan 3. berasal dari transaksi masa lalu.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



92



Kewajiban sekarang, timbul akibat adanya tanggungjawab dari perusahaan untuk segera menunaikan kewajibannya dalam bentuk penyerahan aset atau jasa. Laibilitas ini muncul karena adnya tuntutan dari dari pihak lain yang menghendaki penyelesaian terhadap kewajiban tersebut sesuai dengan perjanjian, atau karena telah jatuh tempo. Kewajiban ini pada umumnya dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu: 1) kewajiban pada pihak eksternal (investor, kreditur), dan 2) kewajiban pada pihak internal (karyawan atau pemilik). Kewajiban pada pihak eksternal dapat berupa kewajiban rutin atau kewajiban khusus. Kewajiban rutin adalah berkaitan dengan laibilitas kepada supplier, bank atau pihak lainnya yang terjadi secara berulang-ulang. Sedangkan kewajiban khusus adalah kewajiban pada pihak internal maupun eksternal. Misalnya kewajiban pembayaran tunjangan dan kesejahteraan karyawan, dan bonus, sedangkan kewajiban khusus dapat berupa laibilitas dividen atau laibilitas bersyarat lainnya. Implikasi pengorbanan sumber daya ekonomi, hal ini akibat timbulnya kewajiban yang harus segera diselesaikan atau telah jatuh tempo. Sehingga untuk memenuhi adanya kewajiban atau tuntutan (klaim) tersebut maka perusahaan harus mengalokasikan sejumlah dana. Berupa mengalirnya aset (sumber daya) atau jasa kepada pihak lain yang akan menerima, sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati. Transaksi masa lalu, berkaitan dengan objektivitas dan kesahihan transaksi tersebut. Sehingga untuk mengakui adanya transaksi harus dapat didukung dengan bukti yang objektif dan sah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada perusahaan atau entitas tersebut. Misalnya untuk kasus pembelian barang dagangan secara kredit, maka syarat pengakuan terjadinya laibilitas harus dikaitkan pula dengan syarat penyerahan barang. Apakah menggunakan FOB destination atau apakah menggunakan FOB shipping point? Untuk mengakui pencatatan dan pelaporan persediaan sekaligus mengakui timbulnya laibilitas, harus memperhatikan faktor tersebut. B. PROSES TERJADINYA LAIBILITAS Laibilitas dapat terjadi karena adanya proses kontrak (contractual process) dan faktor lain yang memenuhi kriteria untuk mengakui adanya laibilitas. Proses kontrak terjadi karena adanya kesepakatan dengan pihak lain untuk melakukan transaksi (pembelian atau penyerahan jasa) secara objektif dan sah, sesuai dengan prosedur atau kesepakatan yang telah ditetapkan oleh masing-masing pihak. Sedangkan faktor lain, terjadi karena adanya kejadian khusus pada perusahaan atau entitas dan hal ini berakibat perusahaan atau entitas tersebut harus menunaikan kewajibannya. Hal ini dapat terjadi karena peristiwa hukum atau sosial (dapat berupa transaksi keuangan atau non keuangan). Misalnya, akibat adanya tuntutan masyarakat pengguna barang atau jasa terhadap kualitas barang (garansi), atau karena faktor kelalaian sehingga terjadi kecelakaan. Hal ini berimplikasi pada timbulnya kewajiban untuk melakukan perbaikan atau penggantian terhadapa kerusakan tersebut. Kohler (1970), menyatakan bahwa uitang adalah suatu jumlah yang harus dibayar dalam bentuk uang, barang atau jasa khususnya laibilitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Telah terjadi, seperti beban gaji, beban asuransi, dan beban iklan. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



93



2) Akan terjadi, misalnya laibilitas biaya, laibilitas pajak, dan laibilitas bank. 3) Terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa mendatang, misalnya laibilitas bersyarat, atau beban tangguhan. (Godzali dan Chariri, 232, 2001). Selanjutnya atas dasar rumusan di atas, maka hlaibilitas dapat terjadi karena beberapa faktor berikut. 1. Kewajiban Legal (contractual liabilities), adalah laibilitas yang timbul karena adanya ketentuan formal berupa peraturan hukum untuk membayar kas atau menyerahkan barang (jasa) kepada entitas tertentu. Misalnya, laibilitas dagang dan laibilitas bank. 2. Kewajiban Konstruktif (constructive liabilities), timbul karena kewajiban tersebut sengaja diciptakan untuk tujuan atau kondisi tertentu, meskipun secara formal dilakukan melalui perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah tertentu di masa mendatang. Misalnya, rencana bonus yang akan dikeluarkan oleh perusahaan pada awal tahun anggaran, hal ini dipandang sebagai laibilitas bonus. 3. Kewajiban Equitabel (moral liabilities), kewajiban yang timbul karena adanya kebijakan yang diambil oleh perusahaan karena alasan moral atau etika dan perlakuannya dapat diterima oleh praktik secara umum. Misalnya laibilitas garansi, kewajiban ini timbul karena adanya kebijakan perusahaan terhadap pemberian garansi kepada konsumen, agar tidak merugikan konsumen. Meskipun tidak berimplikasi hukum, tetapi lebih pada kewajiban moral (hazad moral). Kewajiban ini timbul karena adnya sanski moral, sosial atau kebiasaan. Oleh karena kewajiban equitabel tidak didasarkan pada ketentuan hukum, maka ada kecenderungan ketidakkonsistenan dalam praktik. Untuk mengatasi masalah ini, sebaiknya kewajiban equitabel ini harus disertai pula dengan ketentuan hukum, agar dapat mengikat perusahaan untuk selalu menepati kebijakan yang telah diambilnya. Secara umum laibilitas harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan (neraca) bila memenuhi persyaratan berikut. 1) Pengorbanan ekonomis barang atau jasa untuk masa mendatang. 2) Jumlah laibilitas dapat diukur secara anda, dan 3) Secara substansi transaksi laibilitas telah terjadi. C. PENGUKURAN DAN PENGKLASIFIKASIAN LAIBILITAS DALAM LAPORAN KEUANGAN Dasar pengukuran laibilitas adalah jumlah rupiah yang telah atau akan dikorbankan pada saat pelunasan atau jatuh tempo. Sebagai dasar penilaian dapat digunakan nilai sekarang (current value) atu berdasarkan nilai diskonto yang akan terjadi. Misalnya menggunakan nilai kas masa mendatrang: Nilai kas sekarang adalah nilai kas masa mendatang pada periode tertentu ditambah dengan tingkat bunga yang telah disepakati. Dalam pendiskontoan, umumnya tidak dilakukan karena adanya selisih antara nilai sekarang dengan nilai jatuh tempo (maturity value), tetapi perlu memperhatikan pula faktor ketidakpastian (contingencies) nilai pembayarannya. Hal ini akan berpengaruh terhadap nilai kewajiban tersebut. Secara umum dalam pelaporan keuangan, laibilitas atau kewajiban ini diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu pada bagain laibilitas Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



94



jangka pendek dan laibilitas jangka panjang (long term liabilities). Laibilitas jangka pendek, biasanya didasarkan pada tanggal pembayaran (periode) yang kurang dari satu tahun atau telah jatuh tempo pada tahun yang bersangkutan, meskipun berasal dari laibilitas jangka panjang, misalnya laibilitas dagang, laibilitas gaji, laibilitas bonus, dan laibilitas dividen. Sedangkan laibilitas jangka panjang masa pembayaran (jatuh tempo), lebih dari satu periode akuntansi, misalnya laibilitas bank, dan laibilitas modal. Khusus untuk laibilitas yang bersyarat, maka harus diungkapkan secara khusus dalam neraca, meskipun kemungkinan pembayarannya belum dapat ditentukan secara andal. Misalnya laibilitas garansi, dan laibilitas pelayanan (servis) purna jual. Sedangkan laibilitas tangguhan (deffered liabilities), dapat pula disajikan sebagi kewajiban, meskipun laibilitas tangguhan ini bukan merupakan kewajiban ekonomi, tetapi dapat diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Misalnya: dana pensiun, laibilitas pajak, laba kotor belum direalisasi (dalam kasus penjualan angsuran). D. PELUNASAN LAIBILITAS Kewajiban dapat dikatakan lunas bila perusahaan telah melakukan penyerahan barang atau jasa kepada pihak lain. IAI (2009), dalam PSAK menyatakan bahwa penyelesaian kewajiban masa kini biasanya berkaitan dengan kepentingan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang dimiliki, untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Dalam proses penyelesaian laibilitas ini dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. g.



Pembayaran kas. Penyerahan aset (misalnya, penyerahan persediaan). Penyerahan jasa. Konversi kewajiban dengan kewajiban lain. Konversi kewajiban menjadi modal. Pembebasan atau pembatalan kewajiban. In-Substance Defeseance, yaitu pelunasan laibilitas dengan cara melakukan perjanjian antara debitur dengan badan perwalian (trust) untuk menempatkan sejumlah dana dan bebas risiko sebagai dana pembayaran laibilitas untuk masa sekarang dan mendatang. Namun pada kondisi tertentu, bila ternyata aset atau dana yang diserahkan tersebut tidak memenuhi syarat (adanya tuntutan dari pihak lain) maka laibilitas tersebut harus segera diselesaikan (dilunasi) atau kalau tidak harus dicantumkan dalam neraca.



Pelatihan: 1. Apa yang dimaksud dengan Laibilitas? Jelaskan! 2. Jelaskan bagaimana proses terjadinya laibilitas? Berikan contohnya. 3. Apakah yang dimaksud dengan kewajiban equitabel? Jelaskan contohnya. 4. Bagaimana liabilities ini disajikan dan dilaporkan dalam laporan keuangan? Jelaskan disertai contohnya. 5. Apakah yang Saudara ketahui tentang kewajiban konstruktif, jelaskan! Bagaimana hal ini dapat terjadi. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



95



6.



Bagaimana proses pelunasan laibilitas, jelaskan dan berikan contohnya.



7. 8.



Apakah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo (masa akhir pelunasan) dapat dikelompokkan dalam utang jangka pendek, jelaskan dan berikan contohnya. Bila suatu liabilities disajikan dalam kelompok laibilitas lancar. Apakah dasar atau ketetuan yang dapat menjelaskan fenomena ini dalam konsep teori Akuntansi. Jelaskan.



BAB IX PENGUNGKAPAN DALAM LAPORAN KEUANGAN



PENDAHULUAN Siklus akhir dari suatu kegiatan pencatan, pengukuran, dan pengklasifikasian adalah membuat suatu laporan. Yaitu laporan keuangan sesuai dengan, kebutuhan pemakai laporan keuangan. Agar seluruh informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut bermanfaat dan mempunyai relevansi yang optimal, maka harus disertai dengan penjelasan (catatan atas laporan keuangan) berupa pengungkapan informasi tambahan yang signifkan. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terhadap informasi yang bersifat wajib maupun sukarela dapat diuraikan sebagai berikut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



96



A. PENGERTIAN DAN JENIS PENGUNGKAPAN Secara umum dalam menerbitkan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, terutama pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Sehingga dalam laporan keuangan diperlukan pengungkapan yang komprehensif dan memadai, agar para pemakai laporan keuangan dapat menggunakan informasi tersebut secara optimal, relevan dan akurat. Hal ini berarti, dalam laporan keuangan memerlukan pengungkapan (disclosure); artinya tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Berkaitan dengan penerbitan laporan keuangan, disclosure yang mengandung arti bahwa laporan keuangan harus mampu memberikan informasi dan penjelasan yang cukup, lengkap, jelas dan dapat menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian ekonomi yang terjadi dan berpengaruh terhadap hasil usaha pada periode tertentu secara konsisten dan wajar. Tiga konsep pengungkapan yang sering diusulkan untuk digunakan dalam penerbitan laporan keuangan adalah: 1. Pengungkapan yang cukup (adequate), yaitu pengungkapan informasi minimal yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. 2. Wajar (fair), merupakan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. 3. Lengkap (full), yaitu penyajian semua informasi yang relevan, signifikan, dan relevan, dan mudah dipahami (informatif). B. KEPADA SIAPA INFORMASI HARUS DIUNGKAPKAN FASB (1980) dalam SFAC No. 1 menyatakan bahwa pelaporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna bagi investor potensial dan kreditur dan pengguna lainnya dalam rangka pengambilan keputusan investasi yang rasional, pemberian kredit dan keputusan sejenis lainnya. Disamping ketiga pihak di atas hendaknya informasi juga diungkapkan kepada pegawai, pelanggan/konsumen, pemerintah, dan masyarakat umum. Tetapi penekanan pengungkapan adalah pada investor, karena keputusan investor adalah dapat diketahui dengan jelas dan terdefinisikan dengan baik. Agar keputusan yang diambil berkaitan dengan kegiatan membeli, menjual, dan mempertahankan saham (modal) dalam hal pemberian kredit, investasi, perpanjangan kredit, ataupun penarikan kredit (investasi). PSAK No.1/2009 (revisi), “Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, laibilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar”. Entitas yang laporan keuangannya telah patuh terhadap SAK membuat pernyataan secara eksplisit dan tanpa kecuali tentang kepatuhan terhadap SAK tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Entitas tidak boleh menyebutkan bahwa laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali laporan keuangan tersebut telah patuh terhadap semua yang dipersyaratkan dalam SAK.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



97



C. INFORMASI APA SAJA YANG HARUS DIUNGKAPKAN? Tujuan dasar pembuatan laporan keuangan menekankan yang penting dalam pengungkapan laporan keuangan bagi investor. Agar informasi dapat disajikan secara memadai dan dapat diperbandingkan. Oleh karena itu, menurut prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU) hendaknya informasi tersebut disajikan minimal dalam dua periode akuntansi. Perbandingan adalah untuk memberikan pengungkapan yang cukup mengenai bagaimana angka-angka akuntansi itu diukur dan dihitung. SFAC No. 1 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan tidak terbatas pada isi dari laporan keuangan saja, tetapi lebih luas. Bahwa, Pelaporan keuangan mencakup tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi lainnya yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi. Informasi tersebut berisi tentang sumber-sumber ekonomi, hlaibilitas, laba periodik, dan hal lainnya. Tujuan pelaporan keuangan menurut SFAC No. 1 dapat diringkas sebagai berikut: 1. Pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditur, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomi dana memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara rasional (paragraf 34). 2. Pelaporan keuangan memberikan informasi untuk membantu investor, kreditur dan pemakai lainnya dalam menilai jumlah, pengakuan, dan ketidakpastian tentang penerimaan kas bersih yang berkaitan dengan perusahaan (paragraf 37). 3. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan untuk menyerahkan sunber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sum,ber-sumber ekkonomi dan klaim terhadap sumber tersebut (paragraf 40). 4. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang hasil usaha (kinerja keuangan) suatu perusahaan selama satu periode (paragraf 42). 5. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang bagaimana perusahaan memperoleh dan membelanjakan kas, tentang pinjasman dan pembayaran kembali pinjaman, tentang transaksi modal, termasuk dividen kas dan distribusi lainnya terhadap sumber ekonomi perusahaan kepada pemilik, serta faktor-faktor lainnya yang memengaruhi likuiditas dan sovabilitas perusahaan (paragraf 49). 6. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik (pemegang saham) atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya (paragraf 50). 7. Pelaporan keuangan menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajer dan direktur sesuai kepentingan pemilik (paragraf 52). Untuk selanjutnya laporan keuangan harus disajikan secara lengkap sesuai dengan elemen laporan keuangan yang ada, seperti Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Rugi Laba, Laporan Laba Ditahan, dan laporan lainnya. Oleh karena itu, untuk mengakui dan mengungkapkan serta menyajikan transaksi atau peristiwa tertentu dalam laporan keuangan harus memperhatikan beberapa faktor berikut: Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



98



a. b. c. d.



Definisi (definition); suatu pos akan masuk dalam struktur akuntansi apabila memenuhi definisi elemen laporan keuangan. Keterukuran (measurability); suatu pos harus memiliki makna tertentu yang relevan dan dapat diukur jumlahnya dengan reliabilitas yang tinggi. Relevansi (relevance); informasi yang terdapat dalam pos tersebut memiliki kemampuan untuk membuat suatu perbedaan dalam keputusan yang diambil pemakai laporan keuangan. Reliabilitas (reliability); informasi yang disajikan harus sesauai dengan keadaan yang sebenarnya dan digambarkan atau mempresentasikan secara objektif, dapat diuji kebenarnnya (verifiablity), konsisten dan netral. (Godzali, 2001, 338)



D. JENIS DATA YANG HARUS DIUNGKAPKAN Ada dua jenis data yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan, yaitu: 1) Pengungkapan data kuantitatif dan 2) Pengungkapan data kualitatif. Dalam menyajikan informasi kepada investor dan kreditur tekanannya lebih ditujukan pada informasi keuangan berupa dalam satuan moneter (data kuantitatif) dan hendaknya dilengkapi dengan data pendukung lainnya agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu akan dilengkapi pula informasi lainnya secara rinci seperti segmen report (misalnya diversifikasi produk, keadaan geografis dan pertumbuhan normal), estimasi atau peramalan yang relevan bagi para pemegang saham (data kualitatif). Informasi kualitatif ini akan dapat bermanfaat bagi investor dan pengguna lainnya bila disajikan informasi yang relevan dengan proses pengambilan keputusan ekonomi. Informasi dikatakan relevan bila informasi tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added information) bagi pemakainya. Secara umum ada lima macam informasi kualitatif yang perlu diungkapkan berkaitan dengan rekening dan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, yaitu: 1. Ketidakpastian (uncertainty), yaitu peristiwa yang kemungkinan akan terjadi masa mendatang dan akan berpengaruh secara material terhadap keadaan keuangan perusahaan. 2. Dasar penilaian dan kebijakan akuntansi, pengungkapan tentang dasar atau metoda penilaian yang digunakan perusahaan seperti: metoda penilaian persediaan perlu diungkapkan dalam laporan keuangan. 3. Perubahan akuntansi, yaitu pengungkapan terhadap perubahan atas kebijakan yang digunakan perusahaan, seperti perubahan metoda penilaian persediaan dan FIFO menjadi LIFO. 4. Keterikatan dengan suatu perjanjian atau kontrak, pengungkapan tentang adanya pembatasan-pembatasan atau keterikatan dari satu atau lebih aset, hlaibilitas maupun kontrak. 5. Peristiwa kemudian setelah tanggal neraca (subsequent event), penjelasan tentang peristiwa atau kejadian yang telah terjadi sesudah tanggal neraca tetapi sebelum laporan keuangan dipublikasikan merupakan informasi penting yang perlu diungkapkan, (Godzali, 2001, 341-342). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



99



E. PENGUNGKAPAN WAJIB (MANDATORY DISCLOSURE) (VOLUNTARY DISCLOSURE)



DAN



PENGUNGKAPAN SUKARELA



Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi (data) baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif dengan memperhatikan unsur adequate, fair, dan full. Di USA lembaga yang mewajibkan pengungkapan adalah Security and Exchange Commission (SEC), identik dengan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) di Indonesia, yang menjadi otoritas pengungkapan wajib bagi perusahaan. Pengungkapan sukarela, merupakan pengungkapan melalui informasi keuangan berupa supplementary information, sesuai dengan kebijakan perusahaan (entitas). Metoda pengungkapan digunakan dalam laporan keuangan harus memperhatikan sifat informasi yang disajikan dan kepentingan relatif pengguna. Ada beberapa metoda pengungkapan yang sering digunakan yaitu: 1) Bentuk dan susunan laporan formal, 2) Terminologi dan penyajian yang rinci, 3) Informasi sisipan, 4) Catat kaki (footnotes), 5) Ikhtisar tambahan dan skedul-skedul, 6) Komentar dalam laporan auditor, dan Pernyataan Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris, dan 7) Bentuk lainnya disesuaikan dengan kebutuhan pengungkapan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



100



BAB X TINJAUAN UMUM TEORI AKUNTANSI SYARIAH



"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kamu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim" (Al Maidah: 51) PENDAHULUAN Mayoritas ahli sejarah akuntansi, seperti Sieveking, mengira bahwa akuntansi tumbuh karena tumbuhnya serikat-serikat dagang (partnerships) (Littleton, 1933 hal. 9). Padahal sebenarnya tumbuhnya serikat-serikat itu sebagai salah satu fenomena luasnya perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab, tumbuhnya serikat-serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan dengan tumbuhnya negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, berbagai negara seperti negeri Babil, Fir`aun, dan Cina, telah menciptakan, menggunakan dan mengembangkan salah satu bentuk pencatatan transaksi keuangan. Penggunaan tersebut menyerupai apa yang sekarang dikenal dengan nama "Maskud Dafatir" (bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan pengeluaran negara. Sejarah Islam menunjukkan bahwa negara Islam telah mendahului Republik Italia sekitar 800 tahun dalam menggunakan sistem pembukuan, selanjutnya salah satu sistem pembukuan modern yang dikenal dengan nama sistem Al Qaidul Muzdawaj yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan negara dari satu sisi, dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan para pedagang muslim dari sisi yang lain. Sesungguhnya pengertian "muhasabah" (akuntansi) di negara Islam hingga pengklasifikasiannya pada tahun 1924 dan pengertian inilah yang harus senantiasa ada di dalam masyarakat Islam meskipun pada saat negara Islam tidak ada lagi, berbeda dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islam. Sesungguhnya pengertian "muhasabah" di dalam masyarakat Islam tidak sekedar masalah pencatatan data-data keuangan, tetapi lebih sempurna dari itu. Di antara yang patut disebutkan adalah Al Qur'an tidak menunjukkan kata "muhasabah" dengan istilah yang kita kenal sekarang, tetapi menunjukkan kandungannya lebih dari 48 kali (Athiyyah, 1982, 44). Sesungguhnya hajat dan pengunaan negara Islam, dengan kekuasaannya yang ada di pusat maupun di daerah, serta hajat dan pengggunaan kaum muslimin terhadap "muhasabah" menunjukkan bahwa perkembangan muhasabah tidak lain hanyalah hasil sistem masyarakat dan aktivitasmanusia secara bersama-sama. Selanjutnya perkembangan muhasabah tidak terbatas pada aktivitasmanusia dalam bidang perdagangan saja sebagaimana yang dikatakan para ahli sejarah akuntansi Barat. Sistem masyarakat dan aktivitas manusia ini telah tumbuh, berkembang, dan menjadi sempurna di dalam lingkup syari`at Islam. Apabila kita perhatikan perkembangan sekarang ini pada masyarakat non-Islam dan pada pertengahan terakhir abad ke-20 secara khusus, akan kita dapati bahwa perkembangan itu mengikuti sistem yang sama dengan sistem yang dilalui Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



101



oleh perkembangan muhasabah pada masa negara Islam dengan perbedaan prosedur sistem tersebut. Sebab, perkembangan akuntansi pada saat sekarang ini di negera-negara nonIslam hanyalah terpengaruh terpengaruh dengan perkembangan baru di dalam undangundang umum (cammon law) dan berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dalam bidang perdagangan, hal ini berbeda sesuai dengan perbedaan kemampuannya dan sarana pekerjaan yang digunakannya. Semuanya ini terpengaruh dengan sistem negara dan kebutuhan-kebutuhannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, orang-orang Barat membedakan antara akuntansi dan bookkeeping, sedangkan negara dan masyarakat Islam menggunakan kata akuntansi dalam bentuk yang lebih sempurna, di dalamnya meliputi pengertian bookkeeping dan juga pengertian akuntansi dan musa'alah (pertanggungjawaban). Syari`at Islam dan tuntutan-tuntutannya termasuk faktor yang mengantarkan kepada perkembangan akuntansi di negara Islam. Sebenarnya, sebagian ahli sejarah non muslim menyangkal pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan akuntansi terjadi di Repbulik Itali pada abad XV, namun mereka tidak menentukan dimana tempat pertumbuhan dan perkembangan akuntansi yang sebenarnya. Barangkali mereka dapat dimaklumi, karena mereka tidak mengetahui hakikat Islam dan tuntutan-tuntutannya dari satu segi, dan dari segi lain mereka tidak memiliki data dan bukti-bukti serta tidak melakukan penelitian di dalam masyarakat Islam. Di antara para ahli sejarah yang menyangkal pendapat tersebut adalah Have, dia berkata: "Perkembangan akuntansi tidaklah terjadi di Italia kuno, tetapi yang terjadi adalah Itali mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai kepada mereka dari bangsa lain". (1976, 13). Apabila kita perhatikan sejarah akuntansi dan yang ditulis oleh non muslim sampai sekarang, bahwa ada penekanan pada dua masa; Pertama, masa sebelum berdirinya negara Islam. Kedua, masa yang awalnya bersamaan dengan berakhirnya abad XV dengan munculnya buku Pacioli yang di dalamnya terdapat satu bab khusus tentang akuntansi. Dengan demikian, mereka mengabaikan masa sejak munculnya Islam dan hingga tahun 1494 M. yaitu tahun munculnya buku Pacioli. Masa ini merupakan mata rantai yang hilang, karena masa ini nampaknya telah dilalaikan secara sengaja, tetapi, "Barangkali, masa ini telah dilalaikan karena mereka tidak memiliki ilmu dan jahil tentang Islam serta tuntutantuntutannya, dan dari sisi lain mereka jahil pula terhadap bahasa Arab". Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai komunitas muslim (terutama) di negara-negara Islam mulai memberikan dan menyampaikan informasi (ilmu) ini khususnya tentang akuntansi secara benar kepada semua lapisan masyarakat. Agar persepsi yang sudah kaprah tidak terjadi lagi untuk masa sekarang dan mendatang. B. SEJARAH AKUNTANSI DI KALANGAN ORANG-ORANG ARAB SEBELUM ISLAM Sejarah akuntansi di kalangan orang-orang Arab, adalah masa yang berakhir dengan hijrahnya Rasulullah SAW, dari Makkah ke Madinah tahun 622 M, yang setelah itu dimulailah sejarah Islam. Pada masa sebelum berdirinya negara Islam, bangsa Arab terpecah-pecah, tidak disatukan oleh satu sistem politik, kecuali tradisi kekabilahan yang dominan. Sekalipun demikian, mereka memiliki pasar-pasar dan tempat-tempat aktivitas perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri, yang tercermin dalam dua perjalanan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



102



di musim dingin dan di musim panas, yaitu ke negeri Syam dan ke negeri Yaman. Rasul Muhammad SAW pada tahun 609 M, beliau selama tiga belas tahun tinggal di Makkah sampai berhijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Dengan hijrahnya Rasul Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, mulailah tahun Hijriyah menjadi kalender Islam yang didasarkan pada peredaran bulan, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada peredaran matahari. Kehidupan bangsa Arab di negeri antara dua sungai pada masa lampau telah mencapai tingkat kehidupan yang makmur. Hal ini berpengaruh terhadap akuntansi yang ada di kalangan orang-orang Arab, yaitu kehidupan sosial di negeri Rafidin atau yang dikenal dengan nama negeri antara dua sungai (Mathews dan Perera, 1991, 11) untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan industri yang maju pada saat itu. Dalam Ensiklopedi Britanian bahwa negeri Rafidin adalah nama Jaziratul Arabiyah. Antara tahun 4500 SM sampai tahun 500 SM. Kehidupan di negeri antara dua sungai mencapai tingkat kehidupan yang tinggi karena tanahnya subur di satu sisi, dan di sisi yang lain karena kemajuan dalam bidang pekerjaan dan industri, seperti industri batu bata, pewarnaan pakaian, pertukangan, dan penukaran uang (Chatfield. 1968, 12). Negeri antara dua sungai atau negeri Rafidin meliputi wilayah Akkad di Utara dan Sumar di Selatan. Wilayah-wilayah tersebut memiliki berbagai peradaban seperti peradaban Sumariyah kuno milik orang-orang Sami, kemudian peradaban Asyuriyah Babiliyah, dan Kildaniyah. Sebagian besar negeri antara dua sungai itu menjadi wilayah Iraq, sebagian kecil menjadi wilayah Iran, dan sebagian lagi menjadi wilayah Suriah (Chatfield, 1968, 12). Peradaban di negeri antara dua sungai ini telah sampai pada tingkat pemakaian bahasanya ke dunia, sehingga bahasa mereka menjadi bahasa populer dalam perdagangan dan politik di dunia, dan Babilonia menjadi pusat jalinan perdagangan di timur (Brown, 1968, 16-17). Kemajuan dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, dan jasa sebagaimana yang dikenal pada waktu itu menjadi sarana untuk mencatat apa yang terjadi sebagai sesuatu yang urgen. Sarana tersebut adalah berupa tulisan. Ustadz Mahmud Syakir menerangkan bahwa orang-orang Arab-lah yang menemukan tulisan pada tahun 3200 SM, (1991, 6). Penemuan tulisan ini berimplikasi pada terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, karena telah membantu untuk mencatat dan menukil pengetahuan serta pemikiran-pemikiran. Salah seorang peneliti Barat berkata bahwa manusia ini berutang budi kepada penduduk antara dua sungai karena mereka telah menemukan tulisan. (Chatfield, 1968, 16). Ustadz Mahmud Syakir tidak menentukan di negeri Arab bagian mana tulisan itu ditemukan, tetapi Chatfield menyebutkan bahwa tempat itu di negeri Rafidin. Tetapi, Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa tulisan telah berpindah dari Yaman ke Iraq, karena di sana terdapat tulisan yang bernama Al Khaththul Himyari, lalu dari Iraq berpindah ke Hirah (hal. 463). Ibnu Khaldun menambahkan, "Orang-orang Himyar memiliki tulisan yang dinamakan Al Musnad, huruf terpisah dan mereka melarang untuk mempelajari tulisan itu kecuali atas izin mereka. Dari Himyar, Mesir mempelajari tulisan Arab" (Hal. 464).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



103



Kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial serta keterkaitannya dengan penemuan tulisan dalam kapasitasnya sebagai sesuatu yang urgen yang sangat dibutuhkan pada saat itu. Salah seorang peneliti mengatakan bahwa orang-orang Finiqiya pernah menggunakan huruf paku yang pernah digunakan di negeri Rafidin, namun setelah itu mereka menemukan huruf-huruf khas mereka yang kemudian digunakan oleh orang-orang Yunani. Huruf-huruf Finiqiya ini memiliki karakter tersendiri, menarik, ditulis dari arah kanan ke kiri. (Britanica, vol. 9; 392). Pada hakikatnya, tulisan sejak ditemukan dan untuk masa yang cukup lama hanya digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran gudang. Hal ini membuat timbulnya suatu ungkapan bahwa tulisan ditemukan "not to write book but to keep books" (American Institute of Ceritifield Public Accountants, 1970, 1). Selanjutnya akibat perkembangan dan kemajuan bidang perdagangan dan sosial berimplikasi pada penemuan tulisan. Dan tulisan pula berimplikasi pada peletakan batu fondasi bagi akuntansi. Semuanya ini terjadi di wilayah tersebut yang merupakan bagian dari dunia Arab. Dan tidak mustahil hal seperti itu terjadi pula di wilayah-wilayah yang lain dari dunia Arab, di samping negeri antara dua sungai. Namun sampai sekarang, berbagai ekskavasi tidak menunjukkan hal itu, atau dalam bentuk yang lebih rinci lagi tidak ada seorang pun yang mempelajari ekskavasi-ekskavasi itu dari segi perdagangan dan akuntansi, khususnya yang berkaitan dengan Yaman dan masa-masa keemasan yang dialaminya. Tulisan Sumariyah termasuk bentuk tulisan yang terdahulu secara umum, karena tulisan Mishriyah (Mesir) muncul setelah itu. Kedua bentuk tulisan itu, yaitu Sumariyah dan Mishriyah terbentuk dari rumus-rumus sesuatu dan dikenal dengan nama pictographic yaitu tulisan dalam bentuk gambar (Chatfield, 1968, 16). Demikian pula buku-buku akuntansi yang digunakan di Sumar dan Babilonia, yang mengandung hitungan-hitungan berimbang (neraca), menurut pemikiran James dan Snyder mungkin dikategorikan sebagai sistem Sumariyah untuk sistem Al Qaidul Muzdawaj (double entry bookkeeping), (Snell, 1982, 53). Penduduk negeri antara dua sungai telah menggunakan papan tulis tembikar yang bertuliskan dengan huruf paku untuk mencatat hitungan-hitungan mereka. Meskipun sederhana, itu sudah cukup dan sesuai dengan kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan sosial. Babilonia telah dikenal dengan pekerjaan-pekerjaan penukaran uang sejak masa yang tidak dikenal sampai abad V SM, (Brown, 968, 18). Sudah tentu orang-orang Babilonia dan Asyuria tidak mengatur dan memelihara hitungan-hitungan mereka dengan cara yang digunakan pada masa kita sekarang ini atau cara yang mendekati hal itu. Tetapi, sistem yang mereka gunakan dalam mengatur urusan keuangan serta mencatat dan memelihara hitungan mereka telah memberikan andil dalam perkembangan yang terjadi pada masa berikutnya di tempat lain di dunia Arab, kemudian di dunia Islam. Di antara yang patut disebutkan adalah papan tulis tembikar Sumariyah dan Babiliyah yang diungkap oleh berbagai ekskavasi telah menjelaskan tujuan gudang-gudang umum dan tempat-tempat ibadah, di samping menjelaskan tentang adanya sistem akuntansi dalam penggajian dan pengupahan tentara Romawi, dan berbagai tingkatan gaji dan upah tersebut. Apabila diperhatikan tempat lain di dunia, maka akan ditemukan peradaban Mesir yang termasuk paling baru dibandingkan dengan peradaban-peradaban yang dikenal di Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



104



negeri antara dua sungai, karena peradaban Mesir dimulai sekitar tahun 500 SM. Sudah pasti bahwa orang Arab baik yang ada di negeri antara dua sungai di Mesir telah menemukan sistem akuntansi yang sesuai dengan lingkungan mereka pada saat itu, dan berbeda dengan penduduk-penduduk lain. Di samping itu, orang-orang Arab baik yang ada di negeri Rafidin atau Mesir, atau negeri Syam, di celah-celah perdagangan mereka, telah memberikan pengaruh terhadap tetangga mereka di bagian utara. Orang-orang Romawi dan Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terkenal di kalangan orangorang Arab yang ada di negeri antara dua sungai dan Mesir. Sebab, orang-orang Romawi dan Yunani memperhatikan pembukuan pedagang, tempat-tempat ibadah, dan negara sebagaimana halnya orang-orang Babilonia. Meskipun orang-orang Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terdahulu yang dikenal di kalangan tetangga mereka orang-orang Arab pada saat itu, mereka pun secara bertahap memulai mengembangkan sistem akuntansi yang khusus bagi mereka. Yang mendukung mereka dalam hal ini adalah penemuan mata uang sekitar tahun 630 SM. Namun, pengembangan mereka terhadap sistem akuntansi khusus mereka ini memiliki karakter umum, karena perhatian mereka didasarkan pada pengungkapan kesalahan-kesalahan tanpa adanya efektifitas dan mereka memperhatikan akuntansi sebagai sarana untuk membantu pengambilan keputusan atau mengukur efektivitas, atau mengukur keuntungan yang dipastikan. Pada waktu selanjutnya, orang-orang Romawi mengambil sistem akuntansi ini dari orang-orang Yunani. Di sisi lain, orang-orang Arab dalam penggunaan akuntansi adalah untuk mengukur keuntungan. Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai munculnya negara Islam pada tahun 1 H/622 M. Adapun akuntansi sebagai sarana pembantu dalam pengambilan keputusan belumlah difungsikan sampai munculnya negara Islam. Bagi orang-orang Arab pra Islam, perhitungan keuntungan dilakukan dengan cara mengetahui kelebihan pada modal murni antara awal dan akhir (saldo akhir) masa perdagangan. Bagi orang-orang Arab Hijaz, keuntungan dihitung dua kali: pertama, setelah perjalanan dagang ke Yaman pada musim dingin, dan kedua setelah perjalanan dagang ke Syam pada musim panas. Tampaknya, karena minimnya bukti-bukti yang ada yang menjelaskan tentang sejarah akuntansi di dunia Arab seperti Babilonia. Orang-orang Arab pra Islam tidak memberikan perhatian terhadap pencatatan penemuan-penemuan mereka dan perkembangan kehidupan mereka. Tidak adanya perhatian terhadap pencatatan perkara-perkara tersebut kembali kepada tabiat orang-orang Arab dalam mentransfer pengetahuan. Mereka menyebarkan pengetahuan kepada para generasi secara lisan, dari orang ke orang. Orang-orang Arab memiliki keistimewaan dalam hal kekuatan hafalan dan daya tangkapnya. Hal seperti ini terus berlangsung sampai pada awal masa Islam. Namun, dengan tumbuhnya negara Islam, hal ini mengalami perubahan yang cepat, karena pencatatan penemuan-penemuan dan ilmu mulai mengambil perannya, yaitu berawal dari pencatatan hadits-hadits Rasulullah Muhammad SAW. Tahun 1202 M adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika yang keduanya ditemukan oleh kaum muslimin kemudian dibawa ke Eropa, yaitu melalui buku yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan perjalanan ke dunia Arab. (Brown, 1968, 11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi tidak sampai ke Italia melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



105



hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Italia telah membuka jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit. Dalam buku Leonardo of Pisa ini memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuanpersekutuan terutama yang serupa dengan Syirkah Tadlamun. Buku ini mendapatkan perhatian besar dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh. Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Italia kecuali setelah berhasil penerapannya di negara Islam oleh kaum muslimin. Dengan sistem ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islam. Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, Asia, Afrika, dan Eropa Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi, Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek, Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis dengan huruf-huruf Arab antara lain: Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah, Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk, (Hawaditus Sa’ah, 1995, 52). Sebagaimana telah diketahui, bahwa orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab, hal ini karena orang-orang Arab-lah menjadi pelopor dalam penyebaran agama Islam. Di samping menyebarkan agama Islam, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, peperangan, ketatanegaraan, dan ilmu-ilmu yang lain. Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika, (Woolk, 1912, 54). Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Namun sangat disayangkan, kita temukan sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad SAW, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya, (Haskins, 1900, 11). Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi Allah. Salah satu penelitian moderen yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan uang dapat diambil manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam, (Hamid et al, 1993, 132). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



106



Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia. Di samping apa yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka. C. SEJARAH AKUNTANSI DI NEGARA-NEGARA ISLAM Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, Parsi dan bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Meskipun, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan. Katakankanlah,”Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ katakanlah, Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertamakali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.” (Al An’am: 14) Sesungguhnya sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan menurut apa yang dikemukakan sebelumnya, menunjukkan bahwa akuntansi secara umum (sistem double entry) secara khusus tumbuh dan berkembang di Eropa, yaitu di Republik Italia. Di antara referensi yang dapat dilihat, baik yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak didapati penyebutan apa pun tentang apa yang terjadi di negara Islam. Boleh jadi, pengabaian peran negera Islam dalam pengembangan akuntansi karena disengaja atau karena ketidaktahuannya. Padahal peran yang dimainkan oleh negara Islam dalam pengembangan berbagai ilmu dan seni adalah cukup besar, seperti dalam akuntansi keuangan. D. PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI DUNIA ISLAM Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, 1). Hal ini berarti bahwa dia tidak menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Italia. Dia beralasan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu metoda untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal secara umum (Have, 1976, 5-6). Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang kita kenal Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



107



sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV (Weis and Tinuis, 1991, 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara meluas di Italia pada abad XIV. Terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan, yaitu: ALASAN PERTAMA, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yang terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M. Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun. ALASAN KEDUA, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tidak diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Italia, kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya buku Pacioli. Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Italia didirikan di kota Venice pada tahun 1581 M, dan dikenal dengan nama College of Accountans. Setelah para peserta studi menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, Setelah itu, mereka diuji sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri, (American Institute of Certified Accountants, 1970, 3). Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan. Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama (Murray, 1930, 16), tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama. Apakah hal itu di dalam Republik Italia pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang terdapat di dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian Schole) atau dalam bahasa Inggris, Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan demikian, Pacioli hanyalah penukil (transcriber) atau pencatat terhadap apa yang beredar pada saat itu, (Chatfield, 1968, 45). Sesungguhnya alasan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Italia. Tetapi, pertanyaan yang muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Italia? Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat itu Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya. Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



108



asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam. Dan hal-hal yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan tuntutan-tuntutan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash: 77). Orang-orang Arab, terutama di Mekah, kemudian kaum muslimin setelah itu, menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang ada pada aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab. Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum muslimin menggunakan bahasa Arab, yang merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu, karena orang-orang Arab adalah para pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum muslimin. Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu, merupakan suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam membangun peradaban Islam bukan saja orang-rang Arab. Bahkan, banyak dari ilmu yang ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang mereka. Sebagai contoh pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha dan Hindu ke agama Islam. Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orangorang badui yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan hurufhuruf Arab (Have, 1976, 33), di samping angka-angka Arab juga. Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Italia melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Tidak diragukan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



109



lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula ditegaskan bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Italia melalui perdagangan, yang dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Italia dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan. Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan. Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku yang dimaksudkan adalah manuskrip-manuskrip yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul "Risalah Falakiyah Kitab As Sayaqat". Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dan kemudian dalam menulis buku "Risalah Falakiyah" tersebut. Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan hal-hal beriktu ini: 1) Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus bagi setiap sistem akuntansi. 2) Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi keuangan, dan 3) Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan. Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara lain:     



Akuntansi Bangunan. Akuntansi Pertanian. Akuntansi Pergudangan Akuntansi Pembuatan Uang. Akuntansi Pemeliharaan Binatang.



Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:" Ketika menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, "Bismillahir Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



110



Rahmanir Rahim". Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H/1363 M, maka hal ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, "harus dimulai dengan ungkapan "Bismillah'." (Brown and Johnson, 1963, 28). Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin. 2) Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil. 3) Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya. 4) Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam menggunakan kata-kata. 5) Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan, bila lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya yang ada di kantor. 1) Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut. 2) Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor. 3) Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok. 4) Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumbersumber pemasukan-pemasukan tersebut. 5) Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaranpengeluaran tersebut. 6) Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya. 7) Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksitransaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang sejenis itu saja. 8) Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



111



sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain. 9) Setelah mencatat transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. 10) Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya. (Lasyin, 1973, 163-165). Kalau diperhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem debi dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debit di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan. Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah AlKhitamah dan Al Khitamatul Jami'ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan Al-Khitamatul Jami'ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila AlKhitamatul Jami'ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami'ah tidak disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami'ah, maka ia dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja, (Lasyin, 1973, 138). E. FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI NEGARA ISLAM Salah seorang penulis mengatakan bahwa setiap ilmu tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Sebelum menjadi ilmu, harus ada praktik dan pengalaman, berdasarkan hal ini, maka ilmu itu merupakan hasil dari pengalaman yang menentukan tanda-tanda ilmu tersebut. (Heaps, 1985, 21). Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Heaps, maka munculnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi atau yang dikenal dengan nama sistem pembukaan ganda (double entry), baik sebagai ilmu maupun sebagai seni, atau sebagai yang lain, harus tumbuh dari suatu kemahiran yang diupayakan. Kemahiran yang diupayakan ini harus tegak di atas adanya suatu praktik kerja. Demikian pula, praktik kerja ini bukan lahir dengan sendirinya, namun tegak di atas suatu bangunan yang tinggi dan kokoh. Bangunan yang tinggi nan kokoh ini adalah pengetahuan yang turun menurun dari generasi ke generasi. Jadi, hal ini mempertegas bahwa pengetahuan yang dapat menumbuhkan adanya praktik kerja dan kemahiran untuk sistem pencatatan sisi-sisi transaksi asasnya telah ada di negara Islam, Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



112



yang timbul karena adanya berbagai faktor. Sementara itu, kami tidak melihat adanya faktor apa pun yang membantu perkembangan ini di dalam Republik Itali. Di antara yang patut disebutkan bahwa akuntansi yang kami lihat praktiknya di dunia Arab, kemudian perkembangannya di dunia Islam, telah dijelaskan oleh Al Mazindarani bahwa itu merupakan suatu ilmu. Baik sebagai ilmu atau seni, atau yang lain, terdapat berbagai faktor yang ikut andil, atau pada hakikatnya mengundang pekerjaan akuntansi di negara Islam. Faktorfaktor ini berkaitan erat dengan kebutuhan-kebutuhan negara Islam dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin secara pribadi. Di antara faktor-faktor tersebut adalah pendirian kantor-kantor pemerintahan, speisialisasi kemampuan, dan kebutuhan terhadap adanya pegawai yang kapabel. Di samping faktorfaktor tersebut yang erat kaitannya dengan kebutuhan negara Islam, di sana terdapat faktor lain yang ikut andil dalam peletakan dasar-dasar akuntansi dan mendorong pengembangan akuntasi di dalam negara Islam, dari sisi kebutuhan pribadi muslim, yaitu faktor zakat. Sebab, seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang membantu dirinya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim dari segi perhitungan zakat yang harus dikeluarkan sesuai dengan syari'at Islam, yang merupakan salah satu rukun Islam. Pendirian kantor-kantor pemerintahan berakitan erat dengan sistem administrasi, sejak pendirian awal negara Islam di Madinah Al Munawwarah pada tahun 622 M, yaitu pada tahun pertama Hijriyah. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintahan dikenal dengan nama Dawawin, dan bentuk tunggalnya adalah diwan. Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi definisi dan penggunaanya telah berjalan di negara Islam. Kata diwan artinya adalah tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan buku-buku akuntansi (Lasyin, 1973, 26). Ibnu Khaldun berkata, "Asal penamaan ini adalah, pada suatu hari Kisra melihat para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolah-olah mereka berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, "Diwanah". Arti kata tersebut adalah "gila", lalu tempat mereka itu dikatakan "Diwanah". Karena kata tersebut sering diucapkan, huruf ha'nya dibuang untuk mempermudah pengucapan, dan menjadi kata "diwan". (Lasyin, 173, 268). Nampaknya, kata diwan telah digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantorkantor pemerintahan dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah dibuat sekitar tahun 14 H/634 M. (Britanica, Vol. 22, 109) yakni pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radliyallahhu'anhu. Adapun spesialisasi kemampuan memepunyai signifikansi, karena adanya pembagian fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah dimulai pada masa kehidupan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam (Lasin, 1973, 5). Demikian pula hak dan kewajiban para pegawai di semua level dari sistem administrasi telah dikenal sejak pendirian negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di dalam pemerintahannya yang didirikan di Madinah. Setiap pegawai memiliki peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji mereka juga tertentu dan jelas. (Hawari, 1989, 5).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



113



Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian dari negara Islam. Sejak awal, negara Islam telah menaruh perhatian pada pemilihan pegawai yang berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah Muhammad SAW dalam memilih pegawai, yaitu dari orang-orang yang beliau pandang memiliki kapabilitas dan kapasitas untuk menduduki jabatan. Rasulullah SAW memilih para pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan, (Hawari, 1989, 16). Di negara Islam, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam fungsi berkaitan dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk mengoreksi pembukuan. Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki kepentingan khusus, hal ini serupa dengan yang kita namakan muraja'atul hisabat (pengoreksian pembukuan/auditing), atau tadqiqul hisabat (pengakurasian pembukuan), atau ar riqabatul kharijiyyah (pengawasan ekstern). Namun, penamaan yang pertama sebagai ungkapan yang paling tepat untuk watak pekerjaan tersebut. Adapun penamaan kedua dan ketiga, dipandang tidak sesuai dengan watak pekerjaan tersebut dan tugas yang diberikan kepada auditor. Tugas auditor adalah memeriksa apa yang telah dibukukan, (Al Qalqasyandi, 1989, 130-139). Al Qalqasyandi telah menggambarkan tugas seorang auditor dan kebutuhan terhadapnya. Dia berkata, "Enam yang lain tidaklah terpelihara dari sifat lupa dan kesalahan dalam menghitung atau mencatat, sebagaimana yang sudah terkenal bahwa manusia itu tidak melihat kesalahan-kesalahannya sendiri tetapi melihat kesalahankesalahan orang lain, maka pimpinan kantor harus memilih seseorang untuk mengoreksi pembukuan. Orang yang dipilih tersebut harus menguasai bahasa Arab, hafal Al Qur'anul Karim, cerdas, berakal, jujur, tidak menyakiti orang lain. Ketika seorang auditor merasa puas terhadap isi buku yang dikoreksinya, dia harus memaraf buku tersebut sebagai tanda bahwa dia telah puas dan menerima isi buku tersebut. Adapun zakat juga termasuk bagian dari unsur-unsur yang ikut andil dalam pengembangan akuntansi di negara Islam. Ini jika tidak termasuk unsur asasi. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, dan di negara Islam, dibayarkan kepada Baitul Mal. Baitul Mal ini sekarang dinamakan Perbendaharaan Umum atau Perbendaharaan Negara. Al Qur'anul Karim telah menentukan sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan obyek-obyek penyalurannya sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhlaibilitas, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah." (At Taubah: 60) Seorang muslim wajib membayar zakat, maka seorang muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang dapat membantunya dalam menentukan jumlah zakat yang harus dibayarnya. Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa masalah penentuan jumlah zakat merupakan faktor asasi yang mengantarkan kepada pengembangan akuntansi di negara Islam. Hal itu agar seorang muslim dapat mengetahui perubahan-perubahan pada hartanya, dan selanjutnya adalah perhitungan zakat yang harus dikeluarkan karena bertambahnya harta seorang muslim selama satu tahun penuh, di samping dari laba yang diperoleh dari Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



114



modal kerja yang berputar. Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan asasi bagi penggunaan akuntansi. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali, pengakuan mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran akuntansi di negara Islam. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun tujuan ini pada abad XX M, sementara tujuan ini telah populer di negara Islam sejak abad I hijriah atau abad VII M. Di antara yang menjelaskan tujuan ini dan realisasinya di negara Islam adalah perkataan Imam Syafi'i: "Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi) pikirannya bagus." (Syahatah, 1993, 45). Perlu diketahaui bahwa Imam Safi'i hidup pada tahun 150-204 H/767-820 M. Hal ini tidak saja menjelaskan peran yang dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu, tetapi juga menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan signifikansi tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini datang dari seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi. Setelah itu, Imam Syafi'Ii menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak dapat mengambil keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa bantuan data-data yang tercatat dalam buku. Para fuqaha' berkata bahwa di antara kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang menjadikan shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus diketahui untuk menunaikan manasik hajinya. Demikian pula dia harus mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin berprofesi sebagai seorang pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak berbuat zhalim dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu Dlaruri. (Ghazali, 1400 H, Vol. 1, juz 1-3, 42-30). Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang dari sarana untuk menentukan modal di akhir periode dan untuk mengukur keuntungan melalui selisih modal pada dua priode. Hal ini terjadi pada masa sebelum Islam, menjadi sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan penentuan tanggung jawab, pada berbagai masa negara Islam. Al Qalqasyandi berkata, "Seorang akuntan harus berpegang pada aturan-aturan atau format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh melanggar selamanya", (hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan akuntansi dan adanya sistem pengawasan intern yang berkaitan erat dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan diaplikasikan menurut syariat Islam. Demikian pula perkembangan dalam pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya ini terlihat dalam perkataan Al Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, "Sesungguhnya pekerjaan akuntansi dibangun atas dasar kenyakinan", (hal. 154). Perkataan ini, secara khusus, memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi. Sebab, hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini kebenarannya; dan keyakinan ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya bukti-bukti yang memadai yang dapat menetapkan terjadinya transaksi dari satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku dari sisi yang lain.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



115



Perkembangan akuntasi di negara Islam tampak jelas pula bahwa seorang akuntan yang bertanggung jawab atas pembukuan pengeluaran-pengeluaran harus meneliti pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh perangkat negara itu, untuk membuat ketetapan apabila terdapat perbedaan-perbedaan di antara tahun-tahun keuangan. (Lasyin, 1973, 37). Hal ini, merupakan bukti lain tentang pengembangan pengertian akuntansi sebagai sarana informasi yang bertujuan mengambil keputusan tentang pengeluaran-pengeluaran itu. Hal ini mengandung pembatasan perbedaan apa pun atau keraguan-keraguan dari tahun ke tahun. Selanjutnya adalah pembatasan penanggungjawab perbedaan tersebut, lalu pengambilan tindakan yang pasti ketika perbedaan itu tidak dapat ditoleransi. Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung perkembangan pengertian akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan tujuan penggunaan dan perhatian terhadap pengawasan diri, (juz XV, hal. 6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia mengetahui di sana ada pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selainNya di antara makhluk-makhluk-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah SWT: “Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (Al Baqarah: 284) Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab dirinya sebelum dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah. Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radliyallahu `anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian untuk menghadapi penampakan amal”. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkembangan buku-buku akuntansi dan kantor-kantor pemerintahan terjadi pada masa khalifah Al Faruq Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab Radliyallahu `anhu , maka patut dikaitkan perkataannya ini dan perkembangan tersebut. Dan bagaimana beliau menerjemahkan jiwa lawwamah ke dalam realitas secara umum, dan barangkali dari segi keuangan secara khusus. Sebab, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan asasi dari ajaran syari’at Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunah. Diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala: “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadap dirimu”. (Al Isra': 14) Dari As Sunnah An Nabawiyyah, sesungguhnya pengawasan tersebut dari hasil muhasabah terhadap diri sendiri. Muhasabah yang dimaksud dalam hal ini adalah pertanggungjawaban. Hal ini tampak jelas di dalam hadits Rasulullah SAW: “Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya tentang empat perkara, yaitu: tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa mudanya, dihabiskan untuk apa; tentang hartanya, dari mana diproleh dan dibelanjakan untuk apa; Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



116



dan tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut”. (H.R. Tirmidzi). Hadits lain adalah dari Miqdam bin Ma’di Yakrib bahwa Rasul Muhammad SAW menepuk pundaknya, kemudian berkata:“Wahai Qadim (Miqdam) beruntunglah kamu, jika kamu meninggal tidak dalam keadaan menjadi amir, tidak menjadi pencatat (katib), dan tidak menjadi pemimpin”. (H.R. Abu Dawud) Makna kata “katib” di sini adalah pencatat pekerjaan dan penghitungnya, (Al Mundziri, 1986, juz 3, 159). Sebelumnya telah dikatakan bahwa awal pencatatan transaksi di dalam buku bersamaan dengan berawalnya negara Islam pada masa Rasulullah SAW sebagai akibat bertambahnya pemasukan negara dari berbagai penaklukan dan zakat, terutama setelah pemasukan tersebut semakin banyak dan tidak seluruhnya dapat dibagikan pada saat itu. Tidak diragukan lagi bahwa pencatatan di dalam buku pada awal masa tersebut berjalan sesuai dengan cara yang diikuti sebelum Islam. Tetapi, pelaksanaan pencatatan tersebut berkembang pada masa khalifah kedua, yaitu khalifah Al Faruq Umar Ibnul Khaththab Radliyallahu `anhu pada tahun 14-24 H. /636-646 M. Beliaulah yang memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan sumber pendapatannya. Perkembangan pada masa khalifah Umar Ibnul Khaththab ini meliputi penentuan hakikat buku yang harus digunakannya dan cara mengaplikasikannya, serta dokumen-dokumen yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan dan harus disimpan setelah dicatat untuk memperkuat apa yang telah dicatat. Pada awal kehidupan negara Islam, buku-buku akuntansi masih berupa kertas-kertas terpisah, tidak berbentuk buku yang berjilid. Orang pertama yang memasukkan buku-buku dan catatan yang terjilid sebagaimana yang kita kenal pada masa tersebut adalah Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, pada tahun 86-96 H/706-715 M. (Muhammad Al Marisi Lasyin, 1973, hal. 36). Ini berarti bahwa hal ini terjadi kurang lebih tujuh ratus sembilan puluh tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Sementara itu, sistem buku akuntansi ini telah mencapai puncaknya pada masa Daulat Abasiyyah pada tahun 132-232 H/750-847 M. Yakni, pada tahun 132 H/750 M. Khalid bin Burmuk terpilih menjadi kepala Diwan Kharaj (Diwan pemasukan hasil-hasil pertanian) dan Diwan tentara. Khalid bin Burmuk melakukan reformasi sistem kedua Diwan tersebut dan mengembangkan buku-buku akuntansi serta memberi nama khusus terhadapnya. Pada masa negara Islam, buku catatan pertama dikenal dengan nama “Jaridah”. Dari sini tampak garis hubungan antara buku Pacioli yang terbit pada tahun 1494 M. dan sumber rujukan buku tersebut, karena pada sebagian yang disebutkannya terdapat banyak kesamaan dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam. Di dalam bukunya, Pacioli telah menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal dengan nama “Journal” dalam bahasa Ingris (Brown dan Johnson, 1963, hal. 43) atau “Zornal” dalam bahasa Itali sebagaimana dikenal di kota Venice, (Martinelli, 1977, hal. 25). Dua kata ini, yaitu Journal dan Zornal merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab, yaitu dari kata “Jaridah”. Jaridah adalah nama untuk buku catatan pertama pada masa negara Islam, yaitu pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H/749 M, yaitu tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan di Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



117



Republik Italia sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang telah dipraktikkan di negara Islam. Di antara yang harus dipraktikkan di negara Islam adalah pencatatan “Jaridah” sebelum memakainya. Pencatatan ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika distempel dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi pemerintahan Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga khusus. Demikian pula Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167 H/784 M. Mengatakan bahwa seorang akuntan harus memakai bukubuku akuntansi yang sesuai, dan mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi Sulthan. Stempel tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku. Sesungguhnya penggunaan kata “buku-buku akuntansi yang sesuai” oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-2 Hijriyah. Sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi yang beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara maupun pribadi. Dahulu, “Jaridah” digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan dan pengeluaran-pengeluaran, tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah untuk pemasukan dan ada jaridah untuk pengeluaran. Hal ini termasuk serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Specialised Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang dikenal dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian). Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang digunakan sekarang di dunia, dan dikenal dengan nama General Journal. Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di samping specialised journals. Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh transaksi keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan nama Daftarul Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum). Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H/1336 M atau kurang lebih tiga puluh satu tahun sebelum munculnya buku Al Mazindani, pekerjaan pembukuan tunduk pada praktik-praktik tertentu dan jelas. Sebab, seluruh harta yang masuk atau keluar harus dicatat sesuai urutan waktu terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap transaksi. Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan waktu terjadinya tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja atau yang memiliki nilai keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi yang berhubungan dengan diwan dan yang lain. (An Nuwairi, 273-275). Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas syahid yaitu yang sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh akuntan, yang melakukan pencatatan di buku, (Lasyin, 1973, 131-132). Hal ini menunjukkan kesinambungan pengembangan di dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya bersamaan dengan munculnya negara Islam tahun 622 M., dan menjadi kokoh pada masa Khalifah Umar Ibnul Khaththab, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah. Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang dirasakan dari apa yang disebutkan oleh An Nuwairi. Daulat Abbasiyyah, 132-232 H/750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



118



yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut: 1) Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara. 2) Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya. 3) Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabatpejabat senior negara pada saat itu, (Lasyin, 1973, 41). Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj, yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or Accounts Receivable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (UndangUndang Perpajakan), (Al Mazindarani 765 H/1363 M.). Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu: 1)



Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.



2)



Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.



3)



Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts, (Lasyin, 1973, 141).



Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap akuntansi, sebagaimana yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya dan kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



119



terhadap penggambaran kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan pilaibilitas dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat. Di sisi lain dari segi harta-harta yang diinvestasikan pada syirkah musahamah bahwa baik yang bersifat umum maupun khusus, dan sebagai akibat dari ketidakterlibatan para pemilik saham di dalam manajemen pada sebagian besar syirkah-syirkah, khususnya pada syirkah musahamah yang bersifat umum, dan sekalipun sebagian para pemilik saham menjadi angota dewan manajemen perusahaan atau anggota eksekutif perusahaan, baik yang bersifat khusus maupun umum, maka harta-harta syirkah musahamah tersebut harus selalu jauh dari jangkauan para pemilik sahamnya, bagaimanapun keadaannya. Yakni, tidak diperkenankan bagi setiap pemilik saham, bagaimanapun juga tingkat kepemilikan sahamnya atau fungsi manajerialnya pada syirkah musahamah tersebut, mengambil manfaat dari harta-harta syirkah musahamah itu untuk tujuan-tujuan khusus pribadinya. Adapun dalam hal yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik saham tersebut, dilihat dari sisi hubungan mereka dengan syirkah musahamah itu, baik yang bersifat umum maupun khusus, dan hubungan mereka dengan hasil-hasil kegiatan syirkah, yakni hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai suatu syakhshiyyah i`tibariyyah (entitas spiritual), maka kita dapati bahwa persoalannya di sini lebih jelas darpada keadaan yang terdapat pada perusahaan-perusahaan individual dan perusahaanperusahan lainnya yang bukan syirkah musahamah, yang telah kita perbincangkan sebelumnya. Sesungguhnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban syirkah musahamah itu selalu khusus dan tersendiri baginya, tidak sama dengan hak dan kewajiban para pemilik sahamnya. Dari segi hak-hak syirkah musahamah tersebut, kita dapati bahwa perusahaan itulah yang menuntut akan hak-haknya melalui manajemennya, atau melalui orang-orang yang melakukan penyelesaian di saat melakukan penyelesaian, yang hal itu tidak ada hubungannya dengan para pemilik saham. Lain halnya jika kita lihat pada perusahaanperusahaan individu dan perusahaan-perusahaan yang bukan syirkah musahamah. Sebagaimana juga bahwa kewajiban-kewajiban syirkah musahamah tersebut terhadap pihak lain selalu menjadi tangung jawab syirkah musahamah itu sendiri, bukan tanggung jawab para pemilik sahamnya. Para pemilik saham tersebut tidaklah diminta untuk menutupi kewajiban-kewajiban perusahaan tempat mereka menanam saham, kecuali sebatas modal yang masih masih belum disetorkan. Adapun apabila pemilik saham itu ternyata telah melunasi seluruh modal yang tercatat baginya, maka dia tidaklah bertanggung jawab sama sekali terhadap laibilitas perusahaan, bagaimanapun juga karakternya dan besarnya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



120



Masih ada persoalan lain yang menuntut kejelasan, yaitu yang khusus berkaitan dengan keuntungan perusahaan yang telah terealisasikan. Sebagai akibat dari dapat diterapkannya prinsip syakhshiyyah i`tibariyyah secara mutlak terhadap syirkah musahamah, baik yang bersifat khusus maupun umum, maka keuntungan-kentungan yang telah dapat direalisasikan oleh perusahaan itu selama satu tahun keuangan. Sebagaimana yang digambarkan dalam laporanr keuangan pada akhir tahun, menjadi milik syirkah musahamah tersebut. Hal ini berarti bahwa tidak ada hak bagi para pemilik sahamnya terhadap keuntungan yang telah terealisasikan itu, kecuali sebatas yang telah ditetapkan oleh dewan manajemen syirkah musahamah tersebut untuk dibagikan kepada para pemilik sahamnya. Apabila dewan manajemen tidak menetapkan adanya pembagian dari keuntungantersebut, karena adanya kebutuhan perusahaan terhadap keuntungan itu, dan karena keterkaitan keuntungan itu dengan aset-aset yang tidak tunai. Bila menimbulkan kesulitan untuk merubah aset-aset tersebut menjadi uang tunai, maka para pemilik saham tersebut tidak dapat menuntut perusahaan agar membagikan bagian tertentu dari keuntungan tersebut. Adapun jika dewan manajemen telah menetapkan bagian tertentu dari keuntungan itu untuk dibagikan dan telah mengumumkan hal itu dengan sarana apa pun yang bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan, seperti melalui daftar keuangan, atau surat menyurat secara langsung kepada para pemilik saham, maka para pemilik saham berhak untuk menuntutnya, dan syirkah musahamah tersebut mempunyai kewajiban terhadap para pemilik sahamnya. Keuntungan yang telah diputuskan pembagiannya tersebut akan tampak pada sisi kewajiban perusahaan dalam buku catatan dan laporan keuangannya, sampai selesai penyerahannya kepada para pemilik sahamnya. Syakhshiyyah qanuniyyah dan wihdah muhasabiyyah yang kadangkala dinamakan dengan nama syakhshiyyah muhasabiyyah. Namum sebenarnya bahwa yang lebih utama adalah penggunaan istilah wahdah muhasabiyyah, agar tidak rancu, maka konsep keduanya dan hubungan keduanya dengan syakhshiyyah i`ibariyyah, diuraikan sebagai berikut. 1. Syakhshiyyah Qanuniyyah Syakhshiyyah Qanuniyyah (legal entity) itu adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi. Apabila kita perhatikan keempat bentuk sistem investasi terdahulu, untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian syakhshiyyah qanuniyyah tersebut terhadap setiap sistem tersebut berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka kita dapati beberapa perbedaan yang mendasar di antara bentuk-bentuk sistem tersebut. Dengan memperhatikan muassasat fardiyyah (sole proprietorship/lembaga individual), telah kami katakan sebelumnya bahwasanya tidak ada perbedaan apa pun antara hak dan kewajiban pribadi pemilik perusahaan dari satu sisi, dan hak-hak dan kewajiban perusahaan itu sendiri dari sisi yang lainnya. Yakni, kedua pihak membentuk satu pribadi atau satu badan dilihat dari segi hak dan kewajibannya. Sebab, jika harta perusahaan itu tidak mencukupi untuk menutupi hak pihak lain, maka dimungkinkan bagi Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



121



pihak yang lain itu untuk menuntut haknya kepada pemilik perusahaan, yang hal itu pada dasarnya merupakan kewajiban perusahaan. Demikian juga, apabila pemilik perusahaan secara lahiriyah tersebut ternyata tidak sanggup menutupi laibilitas pribadinya, maka dimungkinkan bagi pihak pengadilan untuk menghentikan kegiatan lembaga investasinya, guna menutupi hak pihak lain. Sebaliknya, apabila ada pilaibilitas perusahaan pada pihak lain, dan pihak itu tidak melunasi laibilitasnya yang telah jatuh tempo itu kepada perusahaan tersebut, maka pemilik perusahaan tersebut, sebagai pribadi, berhak menuntut pihak tersebut agar menunaikan apa yang menjadi tangung jawabnya terhadap perusahaan. Bahwa syakhshiyyah qanuniyyah perusahaan yang bersifat individu ini menyatu dengan pemiliknya, dan tidak terpisah dengannya. Demikian pula, syakhshiyyah qanuniyyah pemilik perusahaan individual tersebut mencakup perusahaannya dan tidak terpisah darinya. Ketercakupan perusahaan individual dan pemiliknya tersebut hanyalah terbatas pada lingkup hak dan kewajiban masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, maka bagi perusahan yang bersifat individual tersebut hanya terdapat satu syakhshiyyah qanuniyyah saja. Yakni lembaga individu dan pemiliknya, keduanya mewakili satu badan ditinjau undang-undang. Keduanya tidak mungkin dipisahkan untuk mendapatkan hak-hak dan menunaikan kewajiban. Adapun pada bentuk kedua dari sistem investasi, yaitu syirkah asykhash yang dikenal oleh sistem Islam, yaitu syirkah `inan, syirkah mufawadlah, syirkah wujuh, syirkah abdan atau a`mal, dan terakhir syirkah mudlarabah, dan yang serupa dengannya yang terdapat di dalam sistem non Islam, yang dikenal dengan nama syirkah tadlamun maka permasalahan ini serupa dengan apa yang terdapat pada lembaga individual. Sebab, syirkah-syirkah ini (partnership) berdiri atas dasar pribadi, dan inti hubungan di antara para sekutu adalah adannya saling kepercayaan. Yakni, setiap individu dari pihak-pihak yang berada di dalam syirkah investasi ini sudah barang tentu tidak akan mau menanggung risiko kerugian harta atau usaha, kecuali jika didasarkan pada kepercayaan terhadap kebenaran pihak syirkah yang lain. Karena aktivitas atau kegiatan pada syirkah asykhash di sini berdiri atas dasar pribadi, para investor dan orang-orang yang mengatur lembaga mereka tersebut. Apakah secara bersama-sama ataukah secara individu, wajib bertanggung jawab secara bersama-sama terhadap hak dan kewajiban lembaga mereka itu. Berdasarkan itu semua, dapatlah disimpulkan suatu pernyataan, bahwa para pemilik lembaga dan lembaga mereka, pada syirkah asykhash, membentuk satu syakhshiyyah qanuniyyah, dan tidak diperkenankan memisahkan antara keduanya. Akan tetapi, di sana terdapat satu kondisi yang harus diperhatikan secara sungguhsungguh, yaitu apabila salah seorang di antara para sekutu tersebut ada yang memberikan saham hanya modalnya saja, tanpa ikut serta dalam manajemennya. Dan akad syirkah tersebut telah menetapkan bahwa individu yang seperti ini tanggung jawabnya hanya sebatas apa telah dia serahkan dari modal pokoknya. Pada kondisi yang seperti ini, maka individu atau pribadi yang seperti ini tidaklah dianggap bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban perusahaan, kecuali sebatas apa yang telah dia sahamkan dari modal pokoknya. Namun, pada keadaan seperti ini, dipersyaratkan harus ada keterbukaan mengenai batasan-batasan tangung jawab ini di dalam publikasi, korespondensi, dan dokumentasi perusahaan. Ini di samping pentingnya keterbukaan mengenai karakter tanggung jawab atas nama perusahaan atau lembaga tersebut. Penyebab dari pentingnya keterbukaan itu adalah memberikan terlebih dahulu kepada pihak lain bentuk tanggung Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



122



jawab yang dipikul oleh para penyandang dana lembaga tersebut. Sesungguhnya keterbukaan yang menyeluruh ini akan mendorong pihak lain untuk berkerja sama dengan lembaga ini, sementara dia telah mengetahui tanggung jawab lembaga dan tanggung jawab para pemilik lembaga tersebut didalamnya. Selanjutnya, dia akan mengetahui terlebih dahulu antisipasinya, di saat terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Berdasarkan uraian sebelumnya, tampak berbeda dengan apa yang terdapat di dalam keterangan yang menyatakan bahwa syirkah-syirkah syakhshiyah adalah "akad-akad yang akan menumbuhkan aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan investasi yang terus menerus atau hampir terus menerus, yang di dalamnya beberapa pihak saling bersekutu di dalam modalnya. Akad-akad tersebut mendirikan suatu kegiatan perdagangan yang mempunyai syakhshiyyah i`tibariyyah dan tanggung jawab yang tidak terbatas". Perbedaan itu terletak pada bahwa keterangan dari Lembaga Fatwa dan Pengkajian tersebut menjelaskan bahwa di sana terdapat syakhshiyyah i`tibariyyah, dan pada saat itu juga syakhshiyyah i`tibariyyah ini menghadapi tanggung jawab yang tidak terbatas. Sesungguhnya, tidak mungkin tergambarkan adanya syakhshiyyah i`tibariyyah yang tidak terpisah dari para penyandang dananya, secara undang-undang. Sebab, fungsi syakhshiyyah i`tibariyyah adalah menuntut terhadap lembaga atau perusahaan, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, agar supaya terpisah dari para pemilik lahiriyahnya. Di samping itu, sesungguhnya tidak diperkenankan bagi para pemilik lahiriyah lembaga atau perusahaan tersebut menuntut pihak lain dalam sifatnya sebagai pribadi. Sebagai tambahan dari itu semua, para pemilik lembaga atau perusahaan tersebut tidak memiliki kekuasaan terhadap modal pokok lembaga atau perusahaan tersebut, mereka tidak dapat mengambil darinya untuk penarikan-penarikan pribadi, dan mereka tidak dapat melakukan suatu tindakan terhadap modal pokoknya secara pribadi. Berdasarkan sebab-sebab ini, maka tidaklah mungkin tanggung jawab para pemilik lahiriyah tersebut tidak terbatas. Hal itu dikarenakan bahwa tanggung jawab itu haruslah setara dengan hak-hak yang diberikan, sebagai imbalan atas tanggung jawab itu. Demikian juga, tanggung jawab itu haruslah diikuti oleh adanya suatu kekuasaan. Karena kekuasaan individu bagi para pemilik lahiriyah tersebut tidak ada di dalam syirkah-syirkah i`tibariyyah, maka hak-hak individu itu juga tidak ada, sebagai akibat dari tidak adanya kekuasaan untuk menghasilkan hak-hak tersebut. Selama keduanya itu tidak ada, maka di sana tidaklah diperkenankan adanya kewajiban yang tidak terbatas. Sesungguhnya kewajiban-kewajiban itu, baik yang bersifat individu maupun kolektif, haruslah diiringi dengan hak-hak yang disepakati. Di atas itu semua, tanggung jawab itu haruslah sebanding dengan hak-haknya. Sebagai kaidah yang umum, harus tidak ada pemaksaan kewajiban tanpa diiringi dengan hak yang sebanding dengannya, apakah hal itu dalam bentuk keuangan, atau adab, atau yang serupa dengan itu. Hanya saja, pandangan kami yang berbeda dengan pandangan yang kami isyaratkan pada paragraf sebelumnya tidaklah mutlak, akan tetapi terbatas. Sebab dari pembatasan kami terhadap pemikiran kami itu adalah mungkin saja terdapat syakhshiyyah i`tibariyyah yang terpisah dari para pemilik lahiriyah tersebut disertai tidak terbatasnya tanggung jawab para pemilik lahiriyah itu, apabila terwujud Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



123



beberapa persyaratan tertentu, yang di antaranya adalah: Pertama, apabila karakter kegiatan syakhshiyyah i`tibariyyah itu menuntut tanggung jawab. Kedua, hendaknya terdapat kemaslahatan umum karena tidak adanya pembatasan tangung jawab. Ketiga, hendaknya ketiadaan pembatasan tanggung jawab itu bukannya bersifat mutlak tanpa adanya batasan, tetapi harus tertentu dan teratur. Keempat, haruslah ada pengetahuan terlebih dahulu, yang tegas dan jelas pada diri orang-orang yang ingin menanamkan sahamnya pada proyek-proyek seperti ini, mengenai tanggung jawab yang tidak terbatas bagi syakhshiyyah i`tibariyyah tersebut. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut dapat diterapkan, kami memandang tidak ada halangan bagi tidak adanya pembatasan tanggung jawab tersebut. Di seputar bentuk sistem investasi yang ketiga, yang dikenal dengan istilah syirkah musahamah, sesungguhnya hal ini tampak lebih jelas, karena undang-undang positip pun telah menetapkan permasalahan ini. Hal itu karena syirkah musahamah dianggap telah mempunyai syakhshiyah i`tibariyyah yang terpisah dari para pemiliknya. Dengan demikian, syirkah tersebut telah mempunyai syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah pula dari pribadi-pribadi para pemilik syirkah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka syirkah musahamah, baik yang umum (public company) maupun yang khusus (private or proprietory company), benar-benar mempunyai syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah dari pribadi-pribadi yang memegang saham-saham modalnya. Sebagai akibat dari bentuk syirkah ini, maka syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah milik syirkah itu membolehkan kepada pihak lainnya, dan ini mencakup juga para pemilik sahamnya, untuk menuntutnya. Demikian juga, diperkenankan bagi syirkah itu untuk menuntut mereka, tanpa memengaruhi kondisi hukum pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan perjanjian atau bukan perjanjian dengan syirkah. Adapun bentuk yang keempat dari bentuk-bentuk sistem investasi itu, seperti waqafwaqaf, lembaga-lembaga pendidikan dan yang serupa dengan itu, baik yang bertujuan mencari keuntungan maupun tidak, hal itu termasuk syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah, sebagai akibat dari pandangan yang sebelumnya, yakni berdasarkan fiqh, bahwasanya bentuk ini mempunyai syakhshiyyah i`tibariyyah, terpisah dari para pendirinya. Bentuk ini termasuk lebih jelas dilihat dari segi penerapan konsep syakhshiyyah qanuniyyah. 2. Wahdah Muhasabiyyah Wahdah muhasabiyyah (kesatuan akuntansi), sebagaimana konsep syakhshiyyah i`tibariyyah, kemudian syakhshiyyah qanuniyyah, bahwa ternyata di sana ada interferensi di antara konsep-konsep ini, maka pembahasan tentang wahdah muhasabiyyah ini juga tidak terlepas dari interferensi tersebut. Kalau diperhatikan, banyak kalangan yang mempergunakan istilah syakhshiyyah muhasabiyyah, namun yang mereka maksudkan adalah wahdah muhasabiyyah (kesatuan akuntansi). Sesungguhnya istilah syakhshiyyah muhasabiyyah itu tidaklah tepat, karena istilah itu mengandung beberapa kerancuan yang di antaranya kadang-kadang berkaitan dengan penafsirannya, ini dari satu sisi, dan dari sisi yang lain hubungannya dengan tempat-tempat yang lainnya. Berdasarkan gambaran tersebut, maka kami lebih menyukai penggunaan istilah wahdah muhasabiyyah sebagaimana yang akan dibahas selanjutnya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



124



Sesungguhnya konsep mengenai wahdah muhasabiyyah itu adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi, ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh buku-buku akuntansi, dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan, baik berbentuk data keuangan yang sudah dikenal, ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Selama telah tertentu kebutuhan tersebut, akan menjadi mudahlah penentuan kerangka dasarnya. Kebutuhan terhadap informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Berdasarkan gambaran tersebut, maka apabila wahdah muhasabiyyah itu telah tertentu ruang lingkupnya, maka ruang lingkup tersebut tersebut akan ditetapkan oleh kebutuhannya. Dari gambaran yang sebelumnya itu, maka wahdah muhasabiyyah itu akan menjadi tertentu sebagai akibat dari kebutuhannya. Kebutuhan ini terbagi dua, yaitu yang mempunyai karakter umum, dan yang mempunyai karakter khusus. Di samping itu semua, adalah suatu hal yang mungkin bahwa di sana terdapat wahdah muhasabiyyah yang lebih dari satu bagi suatu perusahaan itu sendiri, di samping juga merupakan sesuatu yang mungkin adanya satu wahdah muhasabiyyah saja bagi beberapa macam perusahaan. Kami akan menjelaskan permasalahan ini secara ringkas pada lembaran-lembaran mendatang. Wahdah muhasabiyyah ini pada perusahaan-perusahaan, baik yang mempunyai karakter individual, atau yang bukan individual seperti syirkah-syirkah yang ada di dalam sistem Islam, syirkah-syirkah yang ada di dalam sistem non-Islam, dan syirkah musahamah dalam segala bentuknya, atau yang berkaitan dengan dengan hibah-hibah, waqaf-waqaf, dan kemaslahatan umum. Berkaitan dengan perusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga yang seperti ini, apakah yang bersifat mencari keuntungan maupun tidak, maka kita dapati bahwa setiap perusahaan, atau lembaga, atau syirkah, atau kemaslahatan, atau masjid, pada dasarnya merupakan suatu wahdah muhasabiyyah yang sempurna dan integral. Adapun yang dimaksud dengan kesempurnaan dan keintegralan wahdah muhasabiyyah bagi setiap perusahaan dan lembaga yang telah kami sebutkan itu adalah adanya keharusan memegang buku-buku akuntansi khusus bagi setiap perusahaan atau lembaga secara tersendiri, dan buku-buku akuntansi ini mencerminkan hasil dari kegiatan wahdah muhasabiyyah itu selama periode waktu tertentu, serta posisi keuangan bagi wahdah muhasabiyyah itu sendiri pada akhir periode. Dalam keadaan demikian, maka masjid, atau organisasi sosial, lembaga pribadi, atau syirkah tadlamuniyyah', atau syirkah musahamah, atau kemaslahatan pemerintahan, kesemuanya itu dikategorikan sebagai suatu wahdah muhasabiyyah yang berdiri sendiri. Kadangkala, dia pun dinyatakan mempunyai sifat sempurna dan integral, karena seluruh transaksi yang khusus tentang wahdah muhasabiyyah ini telah dicakup oleh buku-buku wahdah muhasabiyyah. Demikian juga buku-buku wahdah muhasabiyyah ini dinyatakan integral karena mengungkapkan tentang seluruh perusahaan, atau lembaga, atau syirkah, atau kemaslahatan, atau waqaf. Kesempurnaan dan keintegralan ini, harus sejalan, karena pada akhirnya, keduanya akan mengungkapkan tentang kegiatan dan posisi wahdah itu dengan cara yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperkirakan dari penggunaan informasi keuangan yang dihasilkan oleh wahdah muhasabiyyah, yang sebelumnya telah ditentukan kerangka dasarnya, untuk dapat memenuhi tujuan ini, yaitu memenuhi kebutuhan tertentu. Sampai sekarang, kalau diperhatikan bahwa kebutuhan yang teralisir Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



125



itu adalah yang mempunyai karakter umum, bukan yang khusus. Hal ini adalah yang telah kami isyaratkan sebelumnya dengan informasi keuangan yang mempunyai tujuan umum, yaitu ketika membahas tentang para pengguna informasi keuangan. Di samping kebutuhan yang mempunyai karakter umum ini, seringkali timbul kebutuhan terhadap informasi keuangan yang bersifat khusus. Sesungguhnya kebutuhan terhadap informasi yang bersifat khusus itu akan mengantarkan kepada penentuan kerangka dasar lain yang khusus, yang akan terlaksana dengan adanya penentuan dan pendefinisian mengenai wahdah muhasabiyyah. Informasi khusus ini kadang-kadang berimplikasi pada penyempitan atau perluasan ruang lingkup wahdah muhasabiyyah berdasarkan kebutuhan terhadap informasi keuangan. Ruang lingkup wahdah muhasabiyyah akan menjadi sempit apabila kebutuhan terhadap informasi itu terbatas pada ruang lingkup yang lebih kecil dari keadaan yang sesungguhnya dari ruang lingkup wahdah muhasabiyyah yang berdiri sendiri, bersifat sempurna dan integral, dan mewakili syakhshiyyah i`tibariyyah yang berdiri sendiri. Misalnya, adalah apabila wahdah muhasabiyyah itu menjadi suatu bagian saja dari syakhshiyyah i`tibariyyah. Ruang lingkup wahdah muhasabiyyah ini akan menjadi luas apabila kebutuhan terhadap informasi keuangan itu melampaui ruang lingkup wahdah muhasabiyyah yang berdiri sendiri itu, bersifat sempurna dan integral, dan mewakili syakhshiyyah i`tibariyyah yang berdiri sendiri, misalnya adalah apabila wahdah muhasabiyyah dalam keadaan ini menjadi beberapa syirkah. Dari pembahasan yang telah lalu, dapatlah dilihat bahwa wahdah muhasabiyyah itu kadangkala bisa menjadi syakhshiyyah i`tibariyyah secara keseluruhannya. Ini khusus terhadap informasi keuangan yang bertujuan umum. Hasil dari wahdah muhasabiyyah ini menjadi laporan keuangan yang sempurna dan integral, yang mencerminkan hasil kegiatan selama periode waktu tertentu, dan posisi keuangan pada akhir periode waktu itu. Laporan keuangan ini tergambar di dalam perhitungan laba rugi yang menggambarkan hasil kegiatan selama periode waktu tertentu yang biasanya satu tahun keuangan. Demikian juga, tergambar di dalam neraca umum, atau sebagaimana juga dinamakan dengan Qa’imatul Markazil Mali (daftar posisi keuangan) yang akan mencerminkan kondisi keuangan wahdah muhasabiyyah pada saat tertentu, yaitu pada akhir periode yang dicerminkan dalam perhitungan laba rugi. Wahdah muhasabiyyah ini kadangkala juga bisa menjadi bagian tertentu atau bagian-bagian tertentu dari syakhshiyyah i`tibariyyah, dan ini khusus terhadap informasi keuangan yang bertujuan khusus. Jadi informasi keuangan yang khusus bagi wahdah muhasabiyyah yang parsial ini tidak bersifat sempurna dan integral, karena hanya mengungkapkan sebagian atau beberapa bagian saja dari syakhshiyyah i`tibariyyah yang sempurna dan integralitu. Pada keadaan yang seperti ini, kadangkala wahdah muhasabiyyah itu merupakan manajemen produksi atau manajemen penjualan, atau manajemen pergudangan. Bahkan, wahdah muhasabiyyah ini kadangkala sedikit demi sedikit menjadi sempit. Misalnya, yang tadinya adalah manajemen produksi secara keseluruhannya, lalu mulai dibatasi menjadi manajemen bagi produksi tertentu saja dari hasil-hasil produksi keseluruhannya. Informasi keuangan yang seperti ini memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun mempunyai signifikansi yang besar untuk pengambilan keputusan manajemen. Biaya ini dibenarkan oleh kebutuhan manajemen dalam membuat kebijakan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



126



yang didasarkan pada informasi keuangan yang rinci dan detail tersebut. Seringkali, laporan yang rinci ini selalu bersifat internal dan rahasia, dan tidak diperkenankan bagi pihak lain yang berada di luar syakhshiyyah i`tibariyyah tersebut untuk mendapatkannya. Akan tetapi, kerahasiaan ini kadangkala luntur sedikit demi sedikit apabila informasi keuangan ini diminta oleh pihak pemerintah atau pribadi-pribadi tertentu, apakah mereka itu dari kalangan biasa, ataukah orang-orang yang memang berpengaruh, yang mempunyai signifikansi khusus dan pengaruh yang besar terhadap syakhshiyyah i`tibariyyah. Di samping kedua jenis wahdah muhasabiyyah yang telah lalu, masih ada lagi jenis yang ketiga, yang mempunyai sifat khusus dan umum secara bersamaan. Juga mempunyai sifat kesempurnaan, tetapi tidak objektif. Wahdah muhasabiyyah inilah yang digambarkan dengan masuknya sejumlah syakhshiyyah i`tibariyyah dalam ruang lingkupnya. Sebagai contoh, ada lima buah syirkah atau perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang yang berbeda-beda, atau bidang-bidang yang integral, yang keseluruhannya didanai oleh satu syirkah atau perusahaan, atau bagian yang tidak bisa diremehkan dari modal perusahaanperusahaan individu ini berasal dari satu perusahaan. Pada keadaan yang seperti ini, dan pada keadaan-keadaan yang serupa dengannya, maka perusahaan yang memegang atau menguasai modal perusahaan-perusahaan tersebutlah yang akan menyiapkan qowa’im maliyyah (daftar keuangan/neraca umum) yang terpadu bagi seluruh perusahaan-perusahan itu, termasuk di dalamnya perusahaan pemegang modal tersebut, atau yang kadangkala dinamakan sebagai perusahaan induk. Wahdah muhasabiyyah itu, dalam rangka menutupi kebutuhan perusahaan induk tersebut terhadap keuangan yang bersifat khusus, mengungkapkan hak-hak dan kewajibannya kepada perusahaan tersebut. Apabila diperhatikan dari segi bentuk lahirnya, makawahdah muhasabiyyah ini lebih sempurna dan integral daripada wahdah muhasabiyyah yang khusus bagi satu syakhshiyyah i`tibariyah. Pada hakikatnya, permasalahannya tidaklah demikian. Sebab, laporan keuangan wahdah muhasabiyyah ini, yang mencerminkan seluruh syakhshiyyah i`tibariyyah yang ada di dalam ruang lingkupnya, hanyalah laporan kumpulan yang bersandar pada laporan pribadi tiap syakhshiyah i`tibariyyah. Laporan keuangan wahdah muhasabiyyah seperti ini, mencakup beberapa syakhshiyyah i`tibariyyah, memberi manfaat di dalam pembuatan kebijakan umum dan dapat mengeluarkan perkiraan keuangan umum. F. Karakteristik Akuntansi Syariah Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep akuntansi syariah telah diimplementasikan lebih dulu oleh para pendahulu (dari negara Islam), bahwa akuntansi yang ada sekarang berasal dari nukilan (transcriber) Lucas Pacioli dan sejarah yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW. Dengan demikian, Akuntansi Syariah yang menjelaskan tentang konsep pencatatan, perhitungan, pengukuran, pengklasifikasian, penilaian, dan pelaporan terhadap kegiatan entitas ekonomi secara periodik dan upaya untuk menandingkan antara biaya (upaya) dan hasil (prestasi), dengan menggunakan prinsip bagi hasil berdasarkan prinsip syariah melalui kegiatan jual beli (Al Muhasabah). Tternyata telah menjadi kebutuhan sejak zaman dulu dan hingga sekarang. Akuntansi konvensional yang diterapkan sekarang merupakan hasil olah fikir dan rekayasa para orientalis atau pakar akuntansi setelah menggali dan mengembangkan dari praktik Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



127



yang sudah ada (terutama dari dunia Islam). Bila dilihat dari praktik akuntansi syariah, maka secara khusus akan meliputi, antara lain: muhasabah ini juga meliputi kegiatan-kegiatan jasa. Praktik tersebut hendaknya didasarkan atas dalil atau nilai-nilai (nash) terkandung dalam Al Qur’anul Karim (khususnya al.: Surah Al-Baqarah: 282: 2) dan hadits Rasulullah SAW. Hal ini merupakan bagian dari praktik Al Muhasabah, sebagai dasar untuk mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip dan tuntunan syariah dalam upaya mencapai laba yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam praktik bisnis konsep akuntansi syariah sekarang telah diimplementasikan oleh entitas bisnis dalam kegiatan ekonomi (bisnis) seperti; Lembaga Keuangan Syariah (LKS); Perbankan (Bank Syariah, BPRS), Asuransi (Ta’min, Takaful atau Tadhamun), Koperasi (kopyah/BMT), Jasa (Hotel Syariah, Bengkel Syariah, Rahn, Obligasi Syariah, Letter of Credit Syariah, SIMA, Al Sharf) dan kegiatan lainnya. Hal tersebut antara lain diatur dalam PSAK yang mengatur secara khusus yaitu PSAK No. 59/2003 (awalnya) dan diperberharui dengan PSAK 100-106/2007 tentang Perbankan Syariah, Fatwa MUI (Dewan Syariah Nasional) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI/2003) saja. Namun kita berkeyakinan bahwa konsep dan praktik bisnis berbasis syariah ini pada masa mendatang akan mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi sistem ekonomi pilihan yang tepat sebagai alternatif dan dapat diandalkan.



1) Tujuan Akuntansi Syariah Dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulllah SAW menempatkan keadilan sebagai tujuan utama dalam syariah Islam. Al Qur’an Surah 57 ayat 25, menciptakan keadilan merupakan tujuan utama mengapa Allah SWT mengirimkan Rasul-Nya ke muka bumi sebagai khalifatullah. Di mana posisi keadilan hampir menduduki posisi yang sama dengan kadar taqwa (Al Qur’an, 5:8). Dalam sejarah Islam bahwa unsur keadilan merupakan faktor utama yang tidak dapat dipishakan dalam muhasabah dan muamallah. Abu Yusuf dalam salah satu riwayat meletakkan penekanan yang kuat mengenai keadilan dalam suratnya kepada Khlalifah Harun al-Rasyid; dengan menyatakan, “Berikanlah keadilan bagi mereka yang teraniaya dan hapuskanlah ketidakadilan, tingkatkanlah penerimaan pajak, selaraskan pembangunan dalam negara dan terimalah rahmat Allah sebagai ganjarannya di hari akhir nanti.” Dalam konteks yang luas, Islam memamdang hubungan atau interaksi antar makhluk hidup, baik manusia, hewan ataupun keluarga tidak terlepas dari hubungan sosial ekonomi ataupun politik. Hal ini merupakan perwujudan dari konsep hubungan sesama manusia. Dalam bidang ekonomi bahwa keadilan merupakan tuntutan terhadap pengelolaan sumber daya baik alam maupun manusia dengan cara yang baik dan berpegang pada prinsip kemanusiaan. Karena dengan keadilan akan dapat dicapai tingkat pertumbuhan optimum, pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan serta terwujudnya stabilitas ekonomi yang mantap. Sehingga diperlukan strategi tertentu untuk mewujudkannya, salah satu satunya adalah dengan memasukkan dimensi moral yang mengganntikan orientasi yang bersifat materialitas dan hedonis dalam kapitalisme barat. Oleh karena itu, salah satu dimensi tersebut adalah perwujudan rasa kebersamaan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



128



dan pengelolaan harta (maal) yang menuju pada keridhaan Allah SWT. Hal tersebut tercermin dalam penetapan terhadap harta yang dimilikii maupun keuntungan bisnis yang hendaknya dapat dikelola dan dihitung secara baik, agar dapat menentukan besarnya kewajiban yang harus ditunaikan melalui zakat atau pun pajak kepada negara. Sehingga berdasarkan uraian tersebut di atas maka pada dasarnya tujuan akuntansi syariah adalah sebagai berikut:   



dasar dalam perhitungan besarnya zakat; dasar pembagian keuntungan, (berdasarkan revenue sharing dan atau profit and loss sharing), dan distribusi kesejahteraan dan pengungkapan secara memadai; dan agar usaha (bisnis) berjalan secara islam sesuai dengan prinsip syariah.



2) Ciri-ciri Akuntansi Syariah Dalam ekonomi yang berbasis syariah maka kegiatan bisnis merupakan bagian dari muamallah yang berkaitan erat dengan aqidah dan akhlak. Al Qur’an (Ibrahim: 24-26), yang artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat buruk seperti pohon yang buruk, yang telh dicabut dengan akarakarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun.” Sehingga dalam akuntansi syariah hanya dapat dipakai secara lebih sempurna bila berjalannya ekonomi islam yang berbasis syariah. Hal ini dapat dilihat dari karakteristiknya yang berbeda dengan individualisme dan kapitalisme, dan berbeda pula dengan sosialismekomunisme. Karena akuntansi syariah dibangunan berdasarkan konsep ekonomi islam dengan menggunakan empat landasan filosofis pokok yaitu: 1) Tauhid (ilahiyah). 2) Keadilan. 3) Kebebasan. 4) Pertanggungjawaban. Empat hal tersebut bila dijabarkan secara lebih luas adalah: Tauhid; berarti mengesakan Allah SWT. Tauhid dijadikan sebagai fondasi yang kokoh bagi muslim, bahwa semua yang ada adalah ciptaan dan milik-Nya dan hanya Dia yang mengatur segalanya. Oleh karena itu dalam praktik bisnis yang berbasis syariah tujuan utama hendaknya mencapai keridlaan Allah semata menuju taqwallah. Sebagai penunjang tercapainya taqwallah tersebut adalah melalui kegiatan ekonomi yang tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Sehingga prisnisp etika dan nilai-nilai islam adalah sebuah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar manusia (khususnya kaum muslim) dapat ‘kembali ke jalan yang benar’ atau hijrah untuk mengelola sumber daya dalam upaya memenuhi kebvutuhan hidupnya secara berkeadilan dan bertanggunjawab sesuai dengan tuntunan Ilaihiyah dan Sunah Rasulullahi Shallallahu alaihiwasalam. Keadilan; adalah kunci dan dasar dari kesejahteraan hidup masyarakat. Keadilan merupakan srana yang tepat dan terdekat untuk mencapai taqwallah yang Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



129



merupakan cerminan dari ketinggian akhlak seseorang (Al Maidah: 8). Kemudian Surah Luqman: 13, bahwa tauhid sebagai fondasi ajaran islam merupakan makna dari keadilan sebagaimana kemusyrikan adalah suatu bentuk kedzaliman. Nilai keadilan dalam Al Qura’an dan hadits nabibahkan bukan menjadi salah satu tujuan pokok syariah (An-Nahl: 90). Kedailan dalam kegiatan ekonomi, oleh para ulama telah ditetapkan dalam kaidah fiqih, yang bertujuan untuk membentu merealisasikan kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Salah satu kaidah yang dirumuskan adalah, bahwa pengorbanan atau kerugian probadi mungkin harus dilakukan untuk mengamankan pengorbanan atau kerugian masyarakat dan manfaat yang lebih kecil mungkin harus dikorbankan untuk merealisasikan manfaat yang lebih besar (Ibnu Khaldun). Kebebasan; bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivtas ekonomi sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan hukum Allah. Karena itu inovasi dan kreativitas merupakan suatu keharusan. Pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allahu Rabbul ‘Alamin. Ia tidak tunduk kepada siapapun kecuali semata-mata karena Allah (Ar Ra’ad: 36). Bahwa kebebasan individu dibatasi oleh kebebasan individu lainnya. Oleh karena itu, masalah hak individu dalam kaitannya dengan masyarakat, para sarjana muslim sepakat bahwa: -



Kepentingan masyarakat lebih luas dan harus didahulukan di atas kepentingan pribadi. Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat, meskipun keduanya sama-sama merupakan tujuan dalam syariah. Kerugian lebih kecil dibolehkan untuk menciptakan keuntungan lebih besar sepanjang sesuai dengan prinsip syariah. Pertanggunjawaban; bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggungjawab atas segala keputusan dan perbuatannya, meskipun hanya sekecil biji jarah. Karena itu dalam akuntansi syariah hal ini menjadi salah stau prinsip yang harus dilaksanakan, tanpa memandang tingkatan dan derajat manusianya. Bahwa manusia yang terpuji dan mulia di sisi Allah adalah manusia yang bertaqwa kepada-Nya. Nilai-nilai taqwa tersebut hanya dapat dimiliki oleh manusia yang mempunyai nilai etika moral dan memandang semua ini hanya bersifat sementara sebagai titipan atau amanah dari Allah SWT. Sehingga dalam ekonomi islam antara ekonomi dan islam merupakan dua hal yang menyatu dan tidak dapat dipisahkan, sebagaimana ibadah juga merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan harus dilakukan oleh manusia. Ibadah dapat diwujudkan dalam bentuk ritual keagamaan maupun dalam kegiatan atau kehidupan sehari-hari (muamallah), asalkan mengikuti tuntutan-Nya dan Sunah Rasulullah SAW. Selain itu akhlak merupakan daging dan urat nadi kehidupan islam, karena risalah akhlaq sehingga Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak.” Secara lebih tegas Yuwono, (1997, 35) dan Akram (1992); berpendapat bahwa ciriciri akuntansi syariah dalam praktik bisnis (maumallah al muhasabah) adalah: a) Menggunakan nilai etika sebagai dasar akuntansi b) Memberikan arah dan stimulasi perilaku etis c) Adil dalam implementasinya d) Keseimbangan antara nilai eqoistik dan altruistik. e) Peduli atau ramah lingkungan f) Penentuan bagi hasil (sharing) yang tepat. g) Pelaporan dan pertanggujawaban secara transparan, akuntabel, dan jujur. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



130



3) Prinsip Akuntansi Syariah Ada tiga prinsip utama dalam akuntansi syariah, yaitu: a. Prinsip Pertanggungjawaban (responsibility principles) Berkaitan secara langsung dengan amanah, yaitu wujud pertanggungjawaban terhadap dana yang dikelola (mudharib) untuk dilaporkan kepada pemilik dana (shahibul maal) dan stakeholder lainya. Laporan ini diwujudkan dalam bentuk hubungan antar manusia dengan manusia lainnya dan antar manusia dengan Sang Pencipta Al Khaliq (hablumminallah) sebagai perwujudan khalifah di muka bumi. Secara lebih spesifik dalam bidang muamallah (khususnya bisnis/pencatatan/akuntansi) hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pencatatan, pengklasifikasian dan pembuatan laporan keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban kepada sesama manusia (hablumminannas). b. Prinsip Keadilan (equity principles) Dasarnya adalah keadilan dalam bertransaksi; yang mengandung unsur etika sosial yang melekat pada diri manusia sebagai manusia yang suci dan kaffah. Pada dasarnya manusia mempunyai kapasitas dan kekuatan untuk berlaku adil, terutama dalam bisnis untuk menuju bisnis yang berbasis syariah, sesuai dengan 3 landasan berikut: 1. Landasan moral adalah integritas dan kejujuran (al amin). 2. Landasan fundamental adalah nilai-nilai etika dan syariah. 3. Landasan operasional adalah muamallah (muhasabah). c.



Prinsip Kebenaran (truth principles) Berkaitan erat dengan prinsip keadilan, terutama dalam hal pengakuan, pengukuran, dan pelaporan, yang objektif dan relevan. Tidak didasarkan pada hawa nafsu. Berorientasi tidak mencari keuntungan (oriented profit) semata, tetapi mengakui, mengukur, dan melaporkan sebagai wujud muamallah untuk mewujudkan taqwallah dalam setiap langkah dan bidang kehidupan.



Menurut Omar Abdullah Zaid, (2008), terdapat empat prinsip akuntansi dalam Islam, yaitu: 1. Prinsip Legitimasi Muaamalat (kegiatan formal). 2. Prinsip Syakhshiyyah I`tibariyyah (badan hukum). 3. Prinsip Istimrariyyah (kontinuitas). 4. Prinsip Muqabalah (penandingan). Prinsip Pertama: Legitimasi Muamalat Legitimasi muamalat adalah sasaran atau kegiatan itu sah menurut syariah, atas transaksitransaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang terkait dengan sasaran kegiatan itu. Sebagai sarana yang digunakan untuk menyempurnakan muamalat itu, sesuai dengan sasaran atau kegiatan itu menurut prinsip syariah. Bahwa sasaran dari suatu kegiatan itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan manhaj (sistem) dan karakter kegiatan itu sendiri. Sebab, sistem itulah yang akan menentukan legitimasi sasaran kegiatan itu. Demikian juga, sistem itulah yang akan menentukan sarana yang harus atau mungkin Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



131



digunakan, atau kedua-duanya. Sistem Islam itu bukanlah sistem buatan manusia, namun merupakan sistem rabbani yang datang dari pencipta manusia, maka tidak ada perbedaan dalam penentuan dan pembatasan tentang kegiatan-kegiatan yang tidak sah menurut syari’at. Prinsip Kedua: Syakhshiyyah I`tibariyyah Prinsip syakhshiyyah i`tibariyyah (entitas spiritual) ini, dikenal dengan istilah syakhshiyyah ma`nawiyyah. Prinsip ini mempunyai signifikansi dan pengaruh terhadap kegiatan akuntansi dan hasil-hasil dari kegiatan investasi tersebut. Sebab, wajib dibedakan antara entitas spiritual sebagai suatu konsep dan pengaruhnya terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban pemilik perusahaan. Demikian pula wajib memahami makna syakhshiyyah qanuniyyah dan makna wahdah muhasabiyyah (kesatuan akuntansi). Pada akhirnya, haruslah mengetahui pengaruh dari syakhshiyyah qanuniyyah dan kesatuan akuntansi ini terhadap entitas spiritual tersebut. 1. Entitas Spiritual, Konsep entitas spiritual ini adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut. Contoh; sekelompok pribadi menginvestasikan bagian tertentu dari harta mereka untuk pendirian suatu lembaga perdagangan. Lembaga ini menjadi terpisah dari para pendirinya, dan memiliki legalitas pribadi yang khusus baginya dan disebut syakhshiyyah i`tibariyyah (entitas spiritual). 2. Syakhshiyyah Qanuniyyah, Syakhshiyyah Qanuniyyah (legal entity), adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, atau seballiknya. 3. Wahdah Muhasabiyyah, Konsep wahdah muhasabiyyah ini, adalah merupakan kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi, ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat dalam literatur akuntansi, dan apa yang harus disajikan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Selama telah ditentukan kebutuhan tersebut, akan menjadi mudahlah penentuan kerangka dasarnya. Kebutuhan terhadap informasi keuangan itulah yang akan terealisasi pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Prinsip Ketiga: Istimrariyyah Prinsip Istimrariyyah (kontinuitas) yaitu prinsip yang memandang bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui. Kecuali, likuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang mengarah kepada kebalikannya. Berdasarkan pendefinisian kita terhadap prinsip istimrariyyah (kontinuitas) itu, maka dapatlah kita simpulkan beberapa hal berikut ini. 1. Umur perusahaan tersebut tidaklah tergantung pada umur para pemiliknya, yakni para pemiliknya itu tentu akan berjalan menuju ketiadaan. Ketiadaan mereka itu tidaklah menghentikan kegiatan perusahaan, bahkan akan terus berjalan, dengan atau tanpa adanya mereka. 2. Prinsip kontinuitas itu merupakan bagian dari fitrah manusia yang Allah Subhanahu Wa Ta`ala ciptakan manusia atas dasar fitrah tersebut. Yakni, manusia itu akan selalu Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



132



beramal dan berkerja keras, padahal dia mengetahui bahwa dia itu akan tiada suatu saat nanti, dan akan menjumpai Rabbnya, cepat ataupun lambat. Akan tetapi, itu semua tidak menghalanginya untuk terus berusaha guna memenuhi apa yang dia butuhkan untuk hari esok dalam kehidupannya, dan juga masa depan orang-orang yang menjadi tanggungannya, sepeninggalnya. 3. Prinsip kontinuitas itu, dalam kaitannya dengan usaha investasi, merupakan suatu kaidah yang umum. Sedangkan likuidasi adalah suatu pengecualian. Pengecualian ini haruslah diiringi oleh petunjuk-petunjuk yang menginformasikan akan hal itu. Biasanya, ada periode waktu tertentu antara awal munculnya petunjuk-petunjuk itu, satu demi satu, dan terjadinya likuidasi serta tiadanya kegiatan investasi tersebut. 4. Sebagai akibat dari prinsip kontinuitas ini, maka seluruh transaksi-transaksi, dan tindakan-tindakan manajemen, baik yang internal maupun eksternal, haruslah menjadikan prinsip ini sebagai proses. Mulai dari penentuan asas pendanaan kegiatan investasi sampai pengukuran hasil-hasil akhir dan pengilustrasian hasil-hasil kegiatan dan neraca yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban. 5. Penerapan prinsip kontinuitas ini, harus memperhatikan faktor-faktor pasar, baik dari segi permintaan maupun penawaran. Prinsip Keempat: Muqabalah Prinsip muqabalah (penandingan) adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi. Dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi yang lainnya. Sebab, setiap sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya suatu tindakan yang mendahuluinya, yang didasari oleh tujuan tertentu. Dan selanjutnya, kedua kejadian tersebut harus saling dikaitkan, guna mengetahui pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh keduanya. Sebab, tujuan dari kegiatan investasi tersebut, secara umum, adalah menghasilkan keuntungan sesuai dengan prinsip syariah. (Sumber: Omar Abdullah Zaid, 2008) Bila dilihat dari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undangundang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Catatan pertama akuntansi yang ditemukan di kawasan Asia Tengah (Arab), bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang, yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaatmanfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya...”



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



133



Dengan demikian, dapat dilihat dari bukti sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal sistem akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam akun (pos), perkiraan atau pos keuangan seperti aset, laibilities, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi,”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.” Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut menyangkut masalah pengukuran kekayaan, laibilities, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen mungkin dapat melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan akuntan independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metoda, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dari paparan di atas, dapat kita simpulkan, bahwa kaidah akuntansi dalam konsep syariah (Islam) dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber syariah (Islam) dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan/pencatatan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Dasar hukum dalam akuntansi syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah SAW, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan syariah (Islam). Kaidah-kaidah akuntansi syariah, memiliki Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



134



karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah akuntansi konvensional. Kaidah-kaidah akuntansi syariah tersebut sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan akuntansi tersebut. Persamaan kaidah akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional terdapat pada prinsip-rinsip berikut. 1. pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; 2. penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; 3. pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; 4. kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; 5. penandingan (muqabalah) dengan prinsip penandingan antara pendapatan dengan cost (biaya/beban); 6. kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; dan 7. keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan. Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah (2007), antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut. 1. Para ahli akuntansi moderen berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas. 2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aset tetap) dan modal yang beredar (aset lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (kas) dan harta berupa barang/sediaan (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang. 3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai. 4. Konsep konvensional mempraktikan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan risiko. 5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



135



dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal. 6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh (cash basis). Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem akuntansi syariah (Islam) dengan akuntansi konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis. Selain itu, kedua konsep ini sama-sama digunakan sebagai alat bagi manejemen untuk mencapai tujuannya. Dalam konsep akuntansi konvensional, tujuan akhirnya adalah bagaimana memperoleh laba secara optimal. Sedangkan akuntansi syariah, laba hanya merupakan tujuan antara, bukan merupakan tujuan akhir. Sebab laba tersebut, adalah salah satu sarana pendukung untuk mencapai tujuan akhir, yaitu taqwallah. Manusia sebagai khalifah, hanya diberikan kekuasaan untuk mengelola dan bersifat sementara, Tuhan-lah yang memiliki segalanya dan yang memberikan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Menurut Toshikabu Hayashi (2007) dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi barat (konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam akuntansi syariah (Islam) ada “meta rule” yang berasal di luar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan akuntansi syariah sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat. Di mana setiap orang akan mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki akuntan sendiri (Malaikat Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum syariah lainnya. Menurut Merza Zamal (2009), bahwa konsep akuntansi syariah (Islam) jauh lebih dahulu dari konsep akuntansi konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar akuntansi konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl: 16 ,89), (sumber: http://finance.groups.yahoo.com/group/ekonomi-syariah/.) HISAB MUAMALLAH (AL MUHASABAH) Al muhasabah, dalam akuntansi, adalah diwujudkan dalam bentuk proses menghitung (to compute), mengukur (to measure), dan melaporkan (to report), sehingga memerlukan seorang atau lebih juru tulis/sekretaris (muhtasib). Hal ini dilakukan dalam kegiatan berupa hasaba; yahsaba (mencatat, menghitung, mengukur, dan melaporkan melalui persaksian). Sehingga akan didapatkan pelaporan (akuntansi) yang sesuai dengan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



136



nash-nash dalam Al Qur’anul Karim. Oleh karena itu, ciri-ciri pelaporan akuntansi tersebut hendaknya memuat informasi berikut. Tabel 7 CIRI-CIRI PELAPORAN No



MAKNA LAPORAN



SURAH/AYAT AL QURAN



1 2



Dilaporkan secara benar Cepat dan tepat pelaporannya



3 4 5 6



Dibuat oleh ahlinya (akuntan) Terang, jelas, tegas, dan informatif Memuat informasi menyeluruh (full disclousure) Informasi disampaikan secara vertikal dan horizontal



7 8 9



Terperinci dan teliti Tidak terjadi manipulasi Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai)



QS: 10:5 QS: 2:202; 24:39; 3:19; 38:16; 5:4; 13:41; 40:17; dan 14:51 QS:13:21; 13:40; 23:117: dan 88:26 QS: 17:21; 14:41; dan 84:48 QS: 6:52; dan 39:10 QS: 2:212: 3:27; 3:37; 13:18; 13:40; 24:38; 38:39, dan 69:26 QS: 65:8 QS: 69:20; dan 78:27 QS: 21:1; dan 38:26



G. AKUNTANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF ONTOLOGIS Dasar munculnya muamallah (Al Muhasabah) diterangkan dalam Al Qur’anul Karim; khususnya dalam Surah Al Baqarah ayat 282; 2, yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamallah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada laibilitasnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akal atau keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki diantara kamu. Jika tak ada dua orang lakilaki maka bolehlah seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi yang kamu ridhoi, supaya jika sseorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguan. (tulislah muamallahmu itu) kecuali jika muamallahmu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan yang demikian itu, sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwallah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Berdasarkan uraian di atas maka muammallah di sini dapat diartikan sebagai kegiatan jual beli (market), hlaibilitas piutang (agency relationship), dan sewa menyewa (leasing). Secara lebih luas dalam kerangka bisnis muamallah ini dalam upaya mencari ridha Allah (ar ridhain), melalui kegiatan dalam bentuk hablumminannas (hubungan antar manusia secara horizontal) sebagai wujud penerapan time is opportunity (waktu adalah kesempatan), terutama dalam kesempatan kegiatan bisnis (usaha). Salah satu bentuk bisnis yang berkembang cukup pesat sekarang adalah praktik perbankan syariah, BPRS, BMT (koperasi syariah), dan jasa keuangan lainnya, seperti: asuransi dan jasa. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



137



Secara khusus menurut Harahap (1992, 4) dan Meidawati (1998, 201), mengemukakan bahwa pencatatan dalam konteks agama (Islam) adalah: 1. Sebagai dasar untuk menjadi bukti dilakukannya transaksi. 2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi (rekayasa) dalam transaksi maupun penyusunan pertanggungjawaban (keuntungan/bagi hasil). Sedangkan dalam konsep Islam bahwa pada hakekatnya akuntansi (pencatatan) telah ada sejak manusia ini ada dan mempunyai andil cukup besar dalam perkembangannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan: 1. Muamallah/Muhasabah (transaksi) 2. Sebagai dasar pencatatannya adalah bukti (evidence). 3. Evidence diklasifikasikan secara teratur dan sistematis (sekarang diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 59/2007, tentang Perbankan Syariah kemudian diatur lebih lanjut dalam PAPSI 2003/Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah dan DSN (Dewan Syariah Nasional) melalui fatwanya tahun 2000/2001). 4. Bahwa untuk mendapatkan obyektivitas dan keandalan data akuntansi, maka laporan keuangan harus diperiksa atau diaudit oleh ahlinya, yaitu pihak independen (akuntan publik), khususnya untuk perbankan harus ada rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN), serta pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Bank Indonesia. H. ZAKAT DALAM PERSPEKTIF AKUNTANSI SYARIAH Dalam Islam telah ditegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosisal yang diciptakan oleh Allah SWT, adalah semata-mata untuk mengabdi pada-Nya. Oleh karena itu, setiap insan (muslim) selain mempunyai kewajiban individu (fardhu ain) juga mempunyai kewajiban bersama (fardhu kifayah). Zakat merupakan perwujudan kewajiban untuk kepetingan bersama dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan semua orang yang tidak mampu (sesuai ashnaf-nya) dalam memenuhi kepentingan diri keluarga, dan masyarakatnya. Perwujudan kepentingan bersama ini secara umum, antara lain mengunjungi saudaranya bila tertimpa musibah, bertakziah, dan penunaian ibadah zakat. Menunaikan ibadah zakat, telah tertuang dalam Al Qur’an Surah At Taubah ayat 103 yang merupakan perpaduan dan perwujudan dari kepentingan individu dengan kepentingan bersama sesuai konsep Islam. Dan hal ini hanya dapat terlaksana bila telah dilakukan pencatatan, perhitungan, dan pembagian terhadap aset (harta) yang dimiliki, baik oleh individu maupun entitas ekonomi (perusahaan), sesuai dengan kesepakatan (akad) yang telah dibuat dan hokum yang berlaku. Hal ini sejalan dengan beberapa pengertian (simpulan) tentang zakat oleh para peneliti atau penulis di bawah ini. Saud (1976): zakat secara linguistik mempunyai makna ganda, yaitu pertumbuhan (growth) dan pembersihan (purification). o Siregar (1999, 58) dan Chapra (2000, 270): zakat mempunyai makna literal, yaitu penyucian (thaharah), pertumbuhan (nama’), keberkatan (barokah), dan pujian (madh). o Dalam Al Qur’an: (Surat At-Taubat, 103); dasar pengenaan zakat adalah kekayaan: “Sesungguhnya bumi o



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



138



ini kepunyaan Allah dipusakai-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS; 7, 128). QS; 2, 29-30 menyatakan: bahwa sesungguhnya Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi agar berlaku amanah dan mampu mengelola sumber daya alam secara benar dan adil sebab Manusia itu sebagai khalifatullah (god’s vicengerent). 1.



Zakat dan Pajak



Zakat merupakan ibadah penyucian harta yang bersifat wajib dalam Rukun Islam ke-4 setelah mengucap syahadat, mendirikan shalat, dan menunaikan ibadah puasa. Tidak ada sangsi atau hukuman, hanya sangsi moral dan di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Zakat tidak tunduk pada prinsip perpajakan, ciri dan tujuannya berbeda. Sedangkan pajak adalah kewajiban individu atau badan untuk menyetorkan uang ke kas negara berdasarkan peraturan perundangan, dan sifatnya memaksa disertai sangsi administratif dan atau kurungan badan. 2.



Empat Azas Pemungutan Zakat



Dalam pemungutan zakat harus sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan dalam Al Qur’an atau pun Sunah Rasulullah SAW, yakni telah sampai haul dan nisabnya. Besarnya persentase pengenaan zakatnya disesuaikan dengan jenis harta yang dimiliki, (misalnya harta perdagangan 2,5% dari nilainya, hasil pertanian tanpa pengairan 20% dari hasil panen yang diperoleh, harta temuan/qarun adalah 20% dari nilai temuannya). Dalam distribusinya, zakat ini telah ditentukan pula pihak yang berhak menerimanya (8 pihak), dalam konteks bernegara atau bermasyarakat dibentuk badan amil amil zakat (BAZIS) yang telah diakui dan disahkan oleh masyarakat atau negara. Sehingga zakat yang telah dibayarkan pada BAZIS yang resmi atau terdaftar, berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan, dapat mengurangi pajak yang akan dibayar. Meskipun cara perhitungan dan pemungutannya berbeda, namun pada dasarnya kedua hali ini adalah wujud dari penunaian kewajiban terhadap agama dan bangsa. Sebab, dalam pengelolaan dan pemungutan zakat berbeda dengan pemungutan terhadap pajak. Dalam pengelolaan kedua hal tersebut hendaknya memperhatikan empat azas berikut; (Rahman, 1966, 333, dan Mannan, 1997, 275): Tabel 8 PERBEDAAN ASAS ZAKAT DAN PAJAK ASAS



ZAKAT



PAJAK



1. KESAMAAN



Kewajiban setiap warga berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki, untuk orang yang berhak menerimanya sesuai dengan tuntunan syariah. Ditetapkan secara pasti dan tidak dapat diubah berdasarkan ketentuan syariah.



Kewajian setiap warga berdasarkan pendapatannya dengan sistem perpajakan, untuk pembiayaan dan pembangunan negara



2. KEPASTIAN



3. KESELARASAN dan KETEPATAN



Dipungut pada saat terbaik sesuai situasi dan kondisi atau telah



Ditetapkan secara pasti berdasarkan ketentuan yang berlaku (UU perpajakan + aturan lainnya) namun dapat diubah oleh negara. Dipungut pada saat tertentu sesuai dengan kondisi si wajib pajak.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



139



4. EKONOMI



memenuhi batas nisabnya. Tidak memerlukan sistem organisasi yang lengkap dan tidak memerlukan biaya yang besar.



Memerlukan sistem organisasi yang lengkap dengan menggunakan prinsip Cost Benefit Rratio



Standar Akuntansi Zakat sangat diperlukan. Karena standar ini yang mengatur bagaimana mengelola Zakat tersebut. Hal ini telh dan diterbitkan oleh lembaga pembuat standar/standard setting body (lihat PSAK 110/2012 tentang ZIS). Sehingga terdapat kepastian hukum dengan standar yang pasti maka selayaknya ketentuan atau standar khusus mengenai zakat ini diterbitkan untuk kepentingan umat, terutama dalam konteks pengelolaan negara berkaitan dengan pengumpulan dana masyarakat (public money) untuk pembangunan dan program pengentasan kemiskinan. Dibandingkan pajak yang cenderung memaksa dan mungkin sumbernya non halal, maka pajak dipungut atau dikeluarkan atas kesadaran individu bahwa dibalik harta yang kita miliki terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan yakni dalam bentuk zakat. Sedangkan dalam pajak yang terindikasi adanya ketidakjelasan dalam proses pengumpulan dan distribusinya cenderung tidak merata dan tidak sesuai dengan konsep keadilan, kebenaran, dan pertanggungjawaban. Sesuai dengan prinsip muamallah dalam akuntansi syariah, sehingga agak sulit untuk dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan. Oleh karena itu, kalau pajak sudah ada peraturan maupun ketentuan yang mengaturnya maka seyogyanya zakat juga demikian (terutama aturan dari pemerintah dan organisasi profesi) misalnya: kewajiban untuk melaporkan pungutan zakatnya dan standar akuntansi Zakat. Menurut Harahap (1997, 285), bahwa dalam standar zakat hendaknya memperhatikan hal-hal berikut. 1. Dasar penilaian adalah nilai tukar sekarang (current exchange value), berdasarkan harga pasar yang berlaku. 2. Aturan periode satu tahun, kecuali untuk zakat pertanian disesuaikan dengan musim panen (masa produksinya). 3. Independensi aturan, zakat dihitung berdasarkan kekayaan akhir tahun, setelah sampai haul dan nisabnya. 4. Menggunakan standar realisasi. 5. Menggunakan net total dan memerlukan net income. 6. Dasar pengenaan adalah harta kekayaan (maal). I. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA ZAKAT DAN PAJAK Zakat adalah proses penyucian harta dan merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagai sarana untuk mencapai taqwallah sedangkan Pajak adalah Iuran wajib (pungutan) setiap warga negara (badan) yang pemungutannya dapat dipaksakan dan disertai adanya sangsi (denda) atau kurungan badan. Selanjutnya dalam konteks kewajiban pada negara maka pajak merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan dan dapat dikenakan sanksi denda atau kurungan apabila warga negara tidak menunaikan kewajibannya. Pajak diatur dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan undang-undang (ketentuan lainnya). Yang berfungsi sebagai pemasukan pada kas negara untuk membiayai pembangunan dan pembiayaan negara lainnya. Sedangkan zakat adalah kewajiban individu yang bersifat ibadah amaliah. Penunaian kewajiban diserahkan kepada kesadaran insan yang Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



140



bersangkutan. Oleh karena itu, tidak ada sanski denda atau kurungan tetapi semata-mata didasari atas kesadaran karena Allah SWT semata. Zakat ini ditarik dan dikumpulkan oleh Amil (pengelola zakat/BAZ/BAZIS) untuk disalurkan kepada pihak yang berhak menerimanya (dalam Al Qur’an, ada 8 pihak). Secara lebih jelas unsur persamaan dan perbedaan antara Zakat dan Pajak sebagai berikut. Tabel 9 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ZAKAT DAN PAJAK No. 1



2



3



4



5 6



7



8 9



Persamaan Adanya unsur kewajiban



Perbedaan Pengentian/ definisi



Harus disetorkan ke pihak yang berwenang menerimanya Memperoleh imbalan/pahala baik secara langsung ataupun tidak Berfungsi untuk kepentingan sosial (kemasyarakatan), ekonomi, dan keuangan. Adanya masa manfaat atau masa penggunaan Dibayar setahun sekali atau setiap kejadian (event) obyek



Sasaran orang/lembaga yang menerimanya



Berfungsi sebagai sarana pengumpulan dana masyarakat Dasar/ asas yang pasti Berdasarkan ketentuan/peratur an yang pasti



Dari prinsip yang digunakan



Pengelolaan/ manajemen



PERBEDAAN Zakat Penyucian harta dan merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagai sarana untuk mencapai taqwallah Ditentukan ada delapan (ashnaf) kelompok masyarakat (amilin, muallaf, fakir dan miskin, gharim, jihad fi sabilillah, dll). Dikelola secara sederhana oleh individu dan atau badan yang dibentuk oleh masyarakat (Amil) atau negara (BAZIS)



Manfaat/kegunaan



Semata-mata untuk kesejehteraan umat sebagai wujud pelaksaanaan rukun Islam yang ke-4



Orientasi tujuan



atau



Menunaikan kewajiban dan mensucikan harta untuk hak orang lain



Besarnya (nisab)



tarif



4 asas Ketentuan (Nash/Aturan):



Ditentukan sesuai dengan jenis zakatnya (dalam Al Qur’an dan Sunah Rasul) dan telah mencapai haul dan nisabnya Persamaan (equalitas) untuk semua individu Kepastian, keselarasan, ketepatan, dan ekonomi QS. At Taubah: 5, 11, 18, 58, 60, 103; QS. Al Baqarah: 43, 110, 177, 254, 277; QS. As Saba: 39; QS. An Nissa: 77; QS. Maryam: 31; QS. Al Mu’minum: 4; QS. Annur: 37, 56; QS. An Naml: 5; QS. Luqman: 4; QS. Al Ahzab: 33 QS. Al Bayinah: 5, dll.



Pajak Iuran wajib (pungutan) setiap warga negara (badan) yang pemungutannya dapat dipaksakan dan disertai adanya sangsi (denda) atau kurungan badan. Badan/lembaga yang telah ditunjuk dan atau dibentuk menurut ketentuan/peraturan atau perundangan negara. Dikelola secara terstruktur dan sistematis oleh lembaga yang ditunjuk. (misalnya: Departemen Keuangan, Dirjen Anggaran Pajak, KPP, dll) Untuk membiayai negara, baik untuk kepentingan sosial, ekonomi, politik, agama, budaya maupun pertahanan keamanan. Salah satu sumber pemasukan yang potensial untuk berjalannya program pemerintahan. Ditentukan berdasarkan ketentuan undang-undang dengan menggunakan tarif progresif/tetap secara proporsional sesuai dengan jumlah pendapatan. Ada batasan tertentu (sesuai PKP/ penghasilan kena pajak) Kepastian, keselarasan, ketepatan, dan ekonomi UU No. 1 Tahun 1983 diubah menjadi UU No. 17 tahun 2002: Pasal 23 Ayat 2 (khususnya) UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2 Surat Edaran dari Menteri Keuangan dan aturan lainnya.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



141



BAB XI SISTEM TANPA BUNGA (FREE INTEREST SYSTEM)



A. PENDAHULUAN Dalam sistem ekonomi Islam, dijelaskan mengenai konsep dana, bahwa dana hanya akan tersedia karena ada biaya, dan biaya terdapat dalam bagi hasil. Tingkat keuntungan menjadi kriteria untuk pengalokasian sumber daya sekaligus untuk membuat keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Seluruh risiko bisnis diserahkan kepada pengusaha dan memastikan keuntungan bagi dirinya terlepas berapapun laba yang akan diperoleh. Sehingga dalam ekonomi islam, segala transaksi (kegiatan bisnis) harus didasarkan pada akad (kesepakatan) antara kedua belah pihak, secara adil dan transparan, serta saling ridha (ar ridhain). Dengan demikian, sistem bagi hasil yang islami ini, tidak Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



142



hanya membuahkan efisiensi yang lebih besar dalam pengalokasian sumber daya, tetapi juga mampu mengurangi pemusatan kesejahteraan dan kekuasaan pada kelompok/individu masyarakat/golongan tertentu saja, serta dapat mendorong terciptanya keadilan sosial. Oleh karena itu, Islam sangat mendorong praktik bagi hasil dan mengharamkan riba (bunga). Hal ini sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan MUI pada tahun tanggal 16 Desember 2003, yang menyatakan bahwa bunga bank tersebut identik dengan riba dan hukumnya adalah haram. Di sisi lain, syariah Islam menghendaki sharing risk and profit secara bersama-sama, dengan mengakui modal serta peranannya dalam proses produksi atau jasa. Dengan demikian diharapkan akan dapat memberikan beban risiko secara merata dan adil sesuai dengan akad dan kesepakatan yang telah ditetapkan pada saat awal transaksi. Bila dilihat dari dua sistem ekonomi yang ada (konvensional dan syariah) maka antara kedua sistem tersebut mempunyai perbedaan yang mendasar. Yaitu sistem bunga (interest) didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku dan dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan kurs (mata uang asing) dalam sistem ekonomi pasar bebas (free liberalism economic). Sedangkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing) didasarkan pada prinsip ekononi syariah dimana besarnya bagi hasil atau rugi didasarkan pada kesepakatan pada saat akad. Berdasarkan persentase tertentu, antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib). Dan tidak terpengaruh oleh berapapun tingkat suku bunga yang berlaku. Sehingga dalam praktik bisnisnya akan selalu berpegang pada prinsip-prinsip syariah, yang selalu mengutamakan kebenaran, keadilan dan pertanggungjawaban dalam mencapai ridha Allah menuju taqwallah. B. PERBEDAAN RIBA, BUNGA, DAN SISTEM BAGI HASIL 1) Riba dan Bunga Secara konseptual antara riba dan bunga seringkali tidak jelas. Namun secara bahasa sebenarnya cukup jelas, bahwa riba adalah bermakna ziyadah (tambahan). Dari sisi linguistik, riba berarti juga tumbuh dan membesar. Namun secara teknis dalam praktik bisnis riba ini berarti pengambilan tambahan dari harga pokok atau modal secara batil atau bertentangan dengan prinsip syariah. Antonio, (2001), mengungkapkan bahwa terdapat benang merah yang jelas bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamallah dalam Islam. Karena adanya tambahan dan diperjanjikan terlebih dahulu. Dalam Al Qur’an Surah An-Nissa: 29, Allah SWT, berfirman yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamu dengan jalan bathil…” Dalam kaitannya dengan pengertian batil tersebut, Ibnu Al-Arabia al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an berpendapat: “Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat tersebut yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti penyeimbang yang dibenarkan syariat.” Transaksi pengganti atau penyeimbang adalah transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara tidak adil dan cenderung merugikan pihak yang lemah. Seperti dalam transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena pengunaan si Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



143



penyewa (lesse). Dalam transaksi jual beli pembeli membayar di atas harga atau imbalan barang yang diterimanya. Demikian pula dalam proyek, bagi hasil, para pihak berhak mendapatkan keuntungan karena penyertaan modal dan turut menanggung risiko bisnis yang mungkin terjadi setiap saat. Demikan pula dana, tidak akan berkembang dengan sendirinya hanya karena faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut dalam menjalankan kegiatan bisnisnya belum tentu, memperolah hasil untung. Hal ini tergantung upaya dan usaha yang dilakukannya dan kehendak Sang Maha Pencipta Allah SWT. Pengertian senada juga disampaikan oleh mayoritas ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai Mazhab Fiqhiyyah. Badr ad-Dii al-Ayni pengarang Kitab Umdatu Qari Syarah Shahih Bukhari mengatakan, “Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah, riba berarti penambahan atas harga pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.” Imam Sarakhsi dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa, “Riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh atau padanan yang dibenarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.” Secara garis besar riba sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terbagi dalam dua kelompok yaitu: Riba Utang-Piutang (Riba Duyun) dan Riba Jual-Beli (Riba Buyu’). Riba Utang-Piutang terbagi dua yaitu Riba Qardh dan Riba Jahiliyah, sedangkan Riba jual beli terbagi dalam dua bagian pula, yaitu Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah. 2) Bunga dan Sistem Bagi Hasil Bunga tersebut sebenarnya telah lama dinyatakan tidak objektif dan ada unsur eksploitasi golongan kaya terhadap golongan miskin. Plato (427-347 SM), bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Hal ini menunjukan bahwa bunga tersebut hanya mendasarkan pada prinsip keuntungan semata yang cenderung mengabaikan keadilan. Selain itu Aristoteles (384-322 SM), bahwa fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange) bukan merupakan alat untuk menghasilkan tambahan kekayaan melalui bunga. Bahkan bangsa Yahudi (Israel), telah pula menyatakan dalam beberapa Kitab Suci mereka sebagai berikut:  Kitab Eksodus (Keluaran) 22; 25, Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia, dan janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.  Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23; 19, Janganlah engkau membungkan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.  Kitab Levicitus (Imamat) 35; 7, bahwa janganlah kamu mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya Saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba. Umat Kristiani pada dasarnya dalam memandang bunga terbagi 3 bagian, yaitu: Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



144



Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII), bahwa larangan mengambil bunga merujuk kepada Old Testament yang juga diimani oleh umat Kristiani (St. Basil; 329-379 M, St. Gregory dary Nyssa; 335-395 M, St. John Chrysostom; 344-407 M, St. Ambrose, dll; 1033-1109 M). Sedangkan dalam bentuk undang-undang (Canon) misalnya dalam Council of Elvira di Spanyol tahun 306 M, dan Council of Vienne tahun 1311. Sehingga mereka berkesimpulan bahwa: 1) Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan diawal. 2) Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik dalam Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. 3) Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. 4) Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. 5) Harga barang yang tinggi untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung. Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV) antara lain; Robert of Courcon (1152-1218 M), William Auxxerre (1160-1220 M), St. Raymond of Pennafore (1180-1278 M), St. Bonaventure (1221-1274 M) dan St. Thomas Aquinas (1225-1274 M), mereka menyatakan bahwa: 1) Bunga dibedakan menjadi interest dan usury. 2) Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. 3) Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si pemberi utang. Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI-Abad XIX) antara lain; John Calvin (1509-1564 M), Charles du Moulin (1500-1566 M), Claude Saummaise (1588-1653 M), Martin Luther (1483-1546 M), Melancthon (1497-1560 M) dan Zwingli (1484-1531 M) mereka berpendapat bahwa: 1) Dosa apabila bunga memberatkan peminjam. 2) Uang dapat membiak (kontra dengan pendapat Aristoteles). 3) Tidak menjadikan bunga sebagai sebagai dasar profesi. 4) Jangan mengambil bunga dari orang miskin. Berdasarkan hal tersebut di atas secara jelas bahwa sebagian besar ketentuan, dan pendapat mereka tidak membolehkan praktik bunga yang berlebih-lebihan apalagi dengan orang miskin di dalam masyarakat. Hal ini sejalan juga dengan ayat di bawah ini diambil dari Kitab Injil; Lukas 6: 34-35, sebagai berikut: “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang lain, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan hakmu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat”. Bagaimana dengan pandangan Agama Islam? Dalam Islam sangat jelas hukum dan ketentuannya berkaitan dengan bunga (riba) tersebut, sebagai berikut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



145



1) Pandangan Dunia Islam: Dewan Studi Islam Al Azhar, Cairo (Mesir), berpandangan bahwa bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan (Konferensi DSI Al Azhar, Muharrom 1385 H/Mei 1965 M). Rabithah Alam Islamy, bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah riba yang diharamkan, (Keputusan No. 6 Sidang ke-9, Mekkah 12-19 Rajab 1406 H). Majma’ Fiqih Islamy, (OKI), seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah, (Kep. No. 10 MMFI, Konferensi OKI ke-2, tanggal 22-28 Desember 1985, di Cairo Mesir). 2) Pandangan Ulama Indonesia: Nahdhatul Ulama, sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain mengatakan tidak sama dan sebagian lain mengatakan hukumnya syubhat. Tetapi dalam salah satu keputusannya, NU memberikan rekomendasi; agar PB NU mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga (Bahtsul Masail), (Munas Bandar Lampung, 1992). Muhammadiyah, bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mustasyabihat”. Kemudian menyarankan kepada PP Muhamadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan aqidah Islam, (Lajnah Tarjih, Sidoarjo, 1968). Majelis Ulama Indonesia, berpendapat 1) Bunga bank sama dengan riba, 2) Bunga bank tidak sama dengan riba, dan 3) Bunga bank humumnya sama dengan Syubhat, tetapi MUI harus berupaya untuk mendirikan bank syariah sebagai alternatif. Di sisi lain menurut hukum fiqih, bahwa para ulama bersepakat bahwa hukum riba adalah haram, namun persoalannya adalah apakah bunga bank sama dengan riba? Karen Riba itu sebenarnya terbagi dalam empat bagian, yaitu: Riba Qard, Riba Jahiliyah, Riba Fardl, dan Riba Nasiah. Jadi bila dilihat dari ketentuan fiqih-nya bahwa bunga bank tersebut termasuk dalam kategori Riba Nasiah (Karena pertukaran yang sejenis dan jumlahnya dilebihkan dalam jangka waktu tertentu). 3) Dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah: Ketentuan tentang riba termaktub dalam Al Qur’an antara lain: dalam Surah Ali Imran, 130, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwallah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.” Dalam surah lain (Al Baqarah; 278-279), artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwallah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” Dalam riwayat lain Rasulullah SAW, bersabda dalam beberapa hadits beliau tentang riba antara lain: yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa SAW bersabda, “Riba itu memiliki tujuh puluh tingkatan, adapun tingkat yang paling rendah (dosanya) sama Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



146



dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya sendiri.” Selanjutnya ayat lain dalam Al Qur’an dan Hadits Rasululaah SAW berkaitan dengan riba ini akan diuraikan lebih jauh pada sub bab tersendiri. Berdasarkan beberapa pandangan dan dalil naqli maupun aqli yang diuraikan di atas maka seyogyanya pengambilan bunga perlu dipertimbangkan lebih jauh terutama dalam praktik perbankan konvensional. Hal ini agar tercipta rasa keadilan dan eksploitasi golongan kaya terhadap miskin tidak terjadi, seperti kondisi sekarang. Dalam ekonomi yang berprinsip syariah, maka bunga harus dihindarkan dan diganti dengan sistem bagi hasil. Mengapa demikian? Karena hanya terdapat alasan-alasan lemah untuk membolehkan bunga bank (pembenaran bunga) dan pada dasarnya pembenaran tersebut dapat ditolak; seperti anggapan-anggapan berikut bahwa:        



Bunga untuk konsumtif dilarang, tapi untuk kegiatan produktif dibolehkan. Oppurtunity cost yang hilang disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain (time value of money). Boleh mengambil bunga karena alasan darurat. Pada tingkat wajar, tidak masalah bunga dibebankan (adh’afan mudha’afah/usury). Uang sebagai komodoti dapat disewakan, karena itu ada harganya (hasil sewa uang) adalah bunga. Uang dapat dianggap sebagai komoditas bunga sebagai upah menunggu (abstinence concept). Nilai uang sekarang (net present value) lebih besar daripada nilai uang pada masa depan (future value) karena adanya penurunan nilai uang akibat inflasi dan bunga sebagai penyeimbang laju inflasi. Di zaman Rasulullah SAW belum/tidak ada bank, dan bank bukan syakhsiyyah mukallafah.



Oleh karena alasan-alasan lemah tersebut maka pembolehan bunga dalam praktik bisnis (perbankan) dapat ditolak atau dibantah. Sebab kalau kita mempelajari lebih jauh lagi ketentuan atau ayat-ayat tentang riba maka akan semakin nyata dampak (kerugian) bila riba yang identik dengan bunga tersebut dibolehkan. Apalagi bila dikaitkan dengan konsep oppurtunity cost, siapakah yang dapat menjamin bahwa masa yang akan datang itu pasti untung (dalam konsep Oppurtunity Cost). Kemudian apakah selama ini kondisi ekonomi atau perbankan dalam keadaan darurat terus? Bisa pula terjadinya penurunan nilai uang atau inflasi yang tidak mutlak terjadinya, karena dapat pula akibat adanya deflasi. Bisa jadi bunga merupakan penyebab utama terjadinya inflasi. Demikan pula pembolehan bunga dapat berakibat merusak moral, sebab bagi si berpiutang (kreditur) dapat menimbulkan sifat egois, zhalim, bakhil (lebih mencintai harta), sedangkan bagi si berhutang melahirkan benih kebencian, beban yang besar, serta rasa permusuhan. Sehingga jauh rasa persaudaraan dan prisnip saling tolong menolong. Hubungan bisnis semata-mata didasarkan pada prinsip ekonomi (oriented profit) yang dipakai para kaum orientalis, hal ini sangat tidak sesuai dengan prisnip ekonomi islam. Yang mendasarkan pada prinsip saling tolong menolong (ta’awun), dalam menjalankan amanah (titipan) dari Allah SWT. Yaitu menuju taqwallah sehingga selamat di dunia dan akhirat. Dengan demikian, konsep atau prinsip Sistem Bagi Hasil menjadi satu-satunya solusi alternatif pilihan, terutama dalam pengelolan perekonomian berbasis syariah, dalam praktik bisnis (al muhasabah wal muamallah). Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



147



Selanjutnya dalam menciptakan sistem bagi hasil tersebut, sebagaimana yang digunakan dalam konsep akuntansi konvensional maka dalam akuntansi syariah pun, khususnya untuk LKS (lembaga keuangan syariah), menggunakan dua sistem pencatatan (asumsi dasar) seperti Cash Basis dan Accrual Basis. Cash Basis; prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya. Sedangkan Accrual Basis; prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa periode dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, (Fatwa MUI, Nomor: 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi Bagi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah). Selanjutnya kedua sistem itu dapat digunakan dalam LKS, tetapi demi untuk kemaslahatn (al-ashlah) umat MUI menyarankan dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem basis akrual; akan tetapi dalam distribusi hasil usaha (profit sharing revenue) hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (cash basis). Demikian pula dalam akad atau pemufakatan bisnis harus ditentukan dan disepakati sistem mana yang dipilih. Secara lebih jelas perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 10 PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL BUNGA (INTEREST)



BAGI HASIL (PROFIT AND LOSS SHARING)



PENENTUAN



BUNGA DIBUAT PADA WAKTU AKAD DENGAN ASUMSI SELALU UNTUNG (OPPURTUNITY COST)



PENENTUAN



BESARNYA



BESARNYA



PERSENTASE BERDASARKAN PADA JUMLAH UANG (MODAL) YANG DIPINJAMKAN



PEMBAYARAN



BUNGA TETAP SEPERTI DIJANJIJKAN OLEH PIHAK NASABAH UNTUNG ATAU RUGI)



YANG



(BAIK



JUMLAH PEMBAYARAN BUNGA TETAP SEKALIPUN NASABAH UNTUNG (BOOMING) KEBERADAAN BUNGA DIRAGUKAN KEHALALANNYA, OLEH SYARIAH TERMASUK ISLAM CENDERUNG EKSPLOITATIF DAN TIDAK ADIL TERJADI NEGATIVE SPREAD



BESARNYA NISBAH BAGI HASIL DIBUAT PADA SAAT AKAD DENGAN MEMPERHATIKAN KEMUNGKINAN UNTUNG ATAU RUGI. NISBAH BAGI HASIL DISESUAIKAN PADA KEUNTUNGAN/KERUGIAN YANG MUNGKIN AKAN DIPEROLEH BERTDASARKAN PERSENTASE TERTENTU RISIKO UNTUNG ATAU RUGI AKAN DITANGGUNG OLEH KEDUA BELAH PIHAK.



JUMLAH



PEMBAGIAN ATAU PEMBAYARAN SECARA PROPORSIONAL.



TIDAK



ADA KEABSAHAN MENGENAI BAGI HASIL NAMUN DAPAT DIIMPELEMTASIKAN DALAM PRAKTIK BISNIS. DIDASARKAN AKAD DAN KESEPAKATAN KEDUA BELAH PIHAK TIDAK ADA NEGATIVE SPREAD



Sumber: diadaptasi dari Triyuwono, 2001, 43



C. KONSEP KEPEMILIKAN DAN PENILAIAN ASET Ciri utama dalam konsep kepemilikan menurut syariah adalah legitimasi kepemilikan tergantung pada unsur moralitas. Dalam kepemilikan aset (aset) umumnya didasarkan pada konsep historis dan dicatat sebesar harga perolehannya sesuai dengan harga pada saat pembelian atau perpindahan hak antara penjual dengan pembeli dengan mengutamakan pada prinsip amanah-Nya. Oleh karena Allah SWT-lah semata-mata merupakan pemilik Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



148



mutlak terhadap aset atau harta yang kita miliki. Manusia hanya sebagai penerima titipan, terhadap aset untuk dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntunan syariah. Sebab Allah SWT. akan meminta pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dan penggunaan aset tersebut, secara adil dan benar. Sekecil apapun aset yang dimiliki tidak akan lepas dari pertanggungjawaban di hadapan pengadilan Allah SWT. yang Maha Adil tersebut (kelak di hari akhir). Dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah dijelaskan sebagai berikut: o o o



Surah Ali Imran; 189, artinya: “Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi, Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.” Surah Al Baqarah; 29, artinya: “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” Dalam Hadits Rasulullah SAW: “Orang yang menguasai tanah yang tidak bertuan tidak lagi berhak atas tanah itu jika setelah tiga tahun menguasainya ia tidak menggarapnya dengan baik”.



Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien dan tidak produktif harus dihindarkan agar mampu menciptakan tingkat produktivitas, dan efisiensi dalam upaya untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan umat, berdasarkan konsep dan prisnip syariah. Sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya atau asset tersebut hendaknya selalu memperhatikan hal-hal (prinsip) berikut: 1. Kekayaan atau kepemilikan harus tetap tersebar (QS. Al Hasyr: 7) secara terus menerus diantara semua lapisan masyarakat. 2. Pembayaran zakat harus sebanding dengan kekayaan yang dimilikinya. 3. Penggunaan yang berfaedah, penekanan penggunaan ‘dijalan Allah SWT’. 4. Pengunaan yang tidak merugikan, menghindari kepemilikan mutlak. 5. Kepemilikan yang sah. (QS, An-Nisa: 29) 6. Adanya keseimbangan pemanfaatan (QS, Al-isra: 29 dan An Nisa: 36-37). 7. Penggunaan yang sesuai hak, untuk kemaslahatan umat. 8. Pemanfaatan untuk kehidupan manusia dalam mencapai ridha Allah, mengedepankan hukum waris bila yang bersangkutan telah meninggal dunia. D. DASAR PENILAIAN HARTA (ASET) Dalam penilaian harta (aset) adalah masa atau periode satu tahun (telah sampai haulnya), terutama untuk dasar penilaian dan pengenaan zakat dan pajak. Sebagai dasar utama adalah ditekankan dengan mekanisme perhitungan zakat yaitu mencapai nisab dan haul-nya. Dalam QS, Adz-Dzaariyaat: 19, artinya: “Dan pada harta-harta mereka untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak bahagian." Demikian pula dalam hadits Rasulullah SAW, “Tidak ada zakat yang dikenakan terhadap harta benda yang dimiliki kurang dari satu tahun.” Berdasarkan hal tersebut maka dasar penilaian harta dalam praktik bisnis (muhasabah) berdasarkan syariah adalah telah sampai haulnya (periode satu tahun), dan setiap akhir periode dilakukan penilaian berdasarkan prinsip akuntansi untuk menentukan besarnya zakat maupun pajaknya. Hameed (2000; 20): Value at current (market price) and then pay zakah (on it). Hal Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



149



ini menunujukkan bahwa current value akan lebih sesuai dibandingkan dengan historical cost dalam pembayaran zakat, karena dalam konsep current value telah memperhitungkan atau menyesuaikan dengan kondisi (inflasi maupun deflasi) ekonomi pada masa tersebut. Jadi dasar penilaian utama yang digunakan dalam Islam adalah historical cost, namun dengan tetap memperhatikan unsur current value dan hal berikut:  Sistem ini didasarkan atas dasar transaksi perolehan aset.  Menggunakan konsep kehati-hatian (prudent concept) atau konservatisme dan pertanggungjawaban (responsibility) sebagai wujud pengelolaan terutama kepada Allah SWT dan pemilik modal (investor).  Dalam realisasinya dikaitkan dengan konsep penandingan (matching principles).  Menggunakan dasar periodically sebagai dasar penilaian dan alokasi aset secara wajar dan objektif (fair). E. LABA DALAM KONTEKS SISTEM EKONOMI TANPA BUNGA Riba adalah salah satu hal yang dilarang dalam Islam. Larangan riba telah jelas dimuat dalam Al Qu’ran dan Hadits Rasulullah SAW. sebagai berikut:  



 







(QS; 3; 130), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwallah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS; 2; 275-279), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit jiwa. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan-Nya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusan terserah kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan sembayang, dan menunaikan zakat, mereka mendapatkan pahala pada sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran padanya dan tidak pula mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwallah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman, maka jika kamu tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS; 4; 161), “Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS; 30; 39), “Dan sesudah riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah pada sisi Allah. Dan jika apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang meliptakangandakan pahalanya.” QS. An Nissa: 160-161, “Maka disebabkan kezhaliman orang-orang yahudi, Kami Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



150







haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” QS. Al Baqarah: 278-279, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”



Selanjutnya dalam hadits Rasulullah SAW. dijelaskan antara lain sebagai berikut:  



  







Dari Usamah bin Zaid, Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya riba itu bisa terjadi pada jual beli secara laibilitas (kredit). (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Dari Abu Said Al Khudri, Rasulullah SAW. bersabda: “Jangan melebih-lebihkan satu dengan yang lainnya, jangan menjual perak untuk perak kecuali keduanya setara, dan jangan melebih-lebihkan satu dengan yang lainnya, dan jangan menjual sesuatu yang tidak tampak.” (HR. Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Masa’i dan Ahmad) Dari Ubada bin Sami, Rasulullah SAW bersabda: “Emas untu emas, perak untuk perak gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat riba. Pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa).” Jabir berkata bahwa Rasullah SAW. Mengutuk orang yang menerima riba, orangh yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka semuanya sama.” (HR. Muslim). Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasullah SAW berkata, “Pada malam perjalananku Mi’raj, aku melihat orang-orang yang perutnya seperti rumah, didalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril, siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa SAW bersabda, “Riba itu memiliki tujuh puluh tingkatan, adapun tingkat yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya sendiri.”



Di sisi lain Al Qur’an juga memberikan anjuran bagi pemberi pinjaman (kreditur) untuk memberikan keringanan jika peminjam (debitur) mengalami kesulitan dalam membayar. Hal ini ditegaskan dalam QS; 2 ayat 280: “Jika orang berlaibilitas itu dalam kesukaran, maka beri tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau seluruh laibilitas, itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahu.” (QS; 2; 280). Sebagai mana diuraikan sebelumnya, riba dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Riba Utang Piutang (riba duyun) dan Riba Jual Beli (riba buyu’). Dalam Ilmu Fiqih bahwa riba adalah identik dengan bunga, termasuk riba laibilitas pilaibilitas ini, yang dikelompokkan menjadi Riba Nasi’ah adalah riba karena pertukaran yang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena adanya tenggang waktu/jangka waktu, sedangkan Riba Fadhl, yaitu bila pertukaran barang yang sejenis, tapi jumlahnya tidak seimbang (mistlan bi mitslin) atau suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



151



yang berhutang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang dikeluarkan tanggal 16 Desember 2003, telah menyatakan bahwa bunga bank tersebut identik dengan riba dan riba itu hukumnya haram. Sehingga dalam perekonomian khususnya di bidang perbankan dan sektor riel lainnya untuk mewujudkan konsepsi sistem perekomian islam atau sesuai dengan aqidah Islam tersebut, telah didirikan beberapa perbankan syariah dan beberapa unit usaha syariah lainnya seperti, asuransi syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syraiah, reksadana syariah, dan koperasi syariah. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Munas NU di Bandar Lampung dan Bogor; agar PBNU mendirikan bank Islam dengan sistem tanpa bunga (Batsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992). F. KONSEP TIME VALUE OF MONEY (TVM) DALAM ISLAM Konsep TVM (positive preference) menyebutkan bahwa nilai komoditi saat ini lebih tinggi dibanding masa depan (Achsien, 2000, 43). Karena konsep ini merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam masalah ini berkaitan dengan tingkat bunga. Padahal dalam Islam sistem bunga dilarang, terutama dalam penilaian investasi, diskonto, dan sebagai cost of capital. Selanjutnya dalam Islam uang dan kekayaan harus digunakan untuk kebiasaan baik bukan untuk eksploitasi, dalam pemanfaatannya tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh dibiarkan sia-sia menganggur. Sehingga capital budgeting yang didasarkan pada diskonto untuk menilai proyek atau investasi bertentangan dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Selain itu sistem bunga (interest) sebagai salah satu faktor diskonto yang dilarang merupakan bentuk praktik riba. Sehingga sebagai alternatif penggantinya adalah menggunakn tingkat pengembalian (rank of return), bukan rate of return. Sebagai contoh untuk saham (investasi) dengan memperhatikan EPS (earning per share), dengan tetap memperhatikan konsep profit and loss sharing. G.



RELEVANSI KONSEP LABA BERBASIS HISTORIS DENGAN BUSINESS INCOME



Bahwa konsep business income lebih relevan dari pada konsep laba berbasis historis, karena nilai historis yang dijadikan dasar penilaian dan pengukuran atas aset atau transkasi yang akan dikenakan zakat tidak bisa mengakui transaksi pada nilai wajarnya, yang ditunjukkan dengan nilai saat ini. Historical cost juga gagal mengatasi prinsip realisasi, karena historical cost tidak bisa mengakui kenaikan nilai yang belum direalisasi atas aset yang dimiliki perusahaan pada periode tertentu. Sedangkan konsep laba business income lebih relevan karena kesesuaiannnya dengan mekanisme zakat yang mengakui dan meniali aset (harta) berdasarkan nilai sekarang (current value) dan sistem tanpa bunga yang ada dalam Islam. Current value dalam praktik akuntansi dapat digunakan sebagai dasar penilaian dan pengukuran dengan menggunakan net realizable value (replacement cost). Current value ini didasarkan pada nilai masukan dan nilai keluaran. Bila nilai masukan dinyatakan dalam satuan kini maka perhitungan laba sama dengan historical cost, tetapi laba yang dihasilkan mencakup penahanan keuntungan dan kerugian ini direalisasi atau tidak melalui penjualan atau pertukaran. Lebih lanjut Hendriksen dan Van Breda (2000, 306) memberikan rumusan secara Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



152



aljabar tentang laba dengan dasar current cash equivalent sebagai berikut: Laba = NSUM + NSUP*) *)



NSUM = Nilai satuan usaha dalam satuan harga masukan kini NSUP = Nilai satuan usaha dalam satuan nilai pasar dari masing-masing aset



Namun perlu diingat bahwa untuk memperolah laba tersebut harus memperhatikan prinsip ekonomi (berkorban seefisen mungkin untuk mencapai laba yang proporsional) sesuai dengan prinsip syariah dalam Islam yaitu: 1.



Saling ridha (‘an taradhin), adanya keikhlasan antar para pihak (penjual dan pembeli)



2. 3. 4. 5. 6. 7.



Halal-Thayib (halalan thayiban), barang yang diperjualbelikan harus bebas dari unsur yang merugikan menurut prinsip syariah. Bebas riba dan eksploitasi (dzulm), tidak mengandung unsur bunga dan bentuk eksploitasi dari penjual (kreditur) kepada pembeli (debetur) Bebas manipulasi (ghoror), tidak ada unsur penipuan atau rekayasa yang hanya menguntungkan salah satu pihak. Saling menguntungkan (ta’awun), bahwa dalam proses jual beli para pihak memperoleh manfaat masing-masing sesuai dengan akad dan perjanjiannnya Tidak membahayakan (mudharat), barang atau jasa yang diperjualbelikan/diserahterimakan tidak membawa mudharat bagi dirinya, masyarakat dan lingkungan. Anti monopoli dan spekulasi (masyir), tidak dibenarkan adanya praktik monopoli dan spekulasi, karena menyangkut masalah keadilan dan ketidakpastian.



BAB XII PENILAIAN DAN PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI SYARIAH



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



153



A. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bagian ini, akan digunakan akun-akun laporan keuangan syariah yang sesuai dengan tujuan zakat, terutama adalah aset. Sedangkan akun-akun tersebut meliputi aset yang digunakan sebagai modal kerja, dimana aset tetap bukan merupakan subjek zakat, sebagaimana yang dinyatakan oleh AAO-IFI (1998) dalam penjelasan atas Statement of Financial Accounting No 9 tentang zakat. Sedangkan S.A. Siddiqui (1962, 31) seperti yang dikutip oleh Rahman (1996, 26465) mengungkapkan jenis-jenis harta yang bebas zakat yaitu: rumah kediaman, pakaian yang dikenakan, perkakas rumah, binatang tunggangan, senjata yang digunakan, makanan, barang perhiasan emas dan perak, uang selain yang terbuat dari emas dan perak, yang digunakan untuk berbelanja pribadi, buku-buku, alat-alat dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, dan binatang-binatang untuk mengolah pertanian. Dalam UU RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa: harta yang dikenai zakat adalah: a. b. c. d. e. f. g.



Emas, perak dan uang; Perdagangan dan perusahaan; Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan; Hasil pertambangan; Hasil peternakan; Hasil pendapatan dan jasa; Rikaz (barang terpendam/temuan).



Aset tetap yang digunakan untuk proses produksi selanjutnya pada sebuah perusahaan tidak menjadi bagian aset yang dikenakan pajak. Adapun kriteria harta (aset) yang memenuhi kewajiban zakat adalah: 1) Kepemilikan atas aset tersebut tidak sedang dicadangkan (unencumbered possession). Tidak ada kewajiban zakat bagi pemilik aset atas aset yang dicadangkan atau dijaminkan. 2) Mengalami pertumbuhan atau dengan estimasi. Pertumbuhan dalam bentuk riil timbul akibat adanya reproduksi atau dimaksudkan untuk diperdagangkan. Pertumbuhan dengan estimasi timbul jika sebuah aset memiliki potensi untuk menghasilkan keuntungan dan termasuk kas dan setara kas, juga termasuk emas dan perak walaupun tidak diinvestasikan. 3) Mencapai Nisab. Nisab adalah batas minimum tidak dikenai kewajiban zakat. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan kepemilikan harta dari ketentuan minimum dikenakannya zakat. 4) Telah melewati haul (tahun). Kewajiban zakat atas aset harus sudah melewati tahun kalender bulan (hijriyah), yang dimulai pada saat nisab ditentukan. Adapun yang termasuk dalam aset yang dikenai kewajiban zakat (selain aset tetap) adalah: 1. Kas dan setara kas, adalah: Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



154



Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. 2. Piutang Piutang adalah klaim terhadap pihak lain atas penyerahan barang atau jasa dalam rangka kegiatan usaha perusahaan. Piutang di sini adalah piutang bersih setelah dikurangi provisi untuk piutang ragu-ragu. 3. Aset yang diperoleh untuk diperdagangkan (misalnya persediaan, surat-surat berharga, real estate dan lain-lain). Aset yang diperoleh untuk untuk diperdagangkan harus diukur pada nilai ekuivalen tunainya pada saat zakat sampai haul dan nisabnya. 4. Aset pembiayaan (misalnya Mudharabah, Musyarakah, Salam, dan Istisna’ dan lain-lain) Aset pembiayaan haruslah netto merupakan aset bersih (netto) dari semua provisi untuk semua nilai atau non-collectibility-nya. Dana-dana yang digunakan untuk mendapatkan aset tetap yang berhubungan dengan aset pembiayaan harus dikurangkan. B. KONSEP PENILAIAN DAN PENGUKURAN AKUN-AKUN (POS) Penilaian dan pengukuran akun-akun laporan keuangan syariah berkaitan erat dengan metoda pengukuran zakat. Adapun metoda pengukuran zakat ada dua metoda, yaitu: metoda aset bersih (net assets) dan dana yang diinvestasikan bersih (net invested fund). Dasar pengukuran zakat dengan metoda aset neto adalah aset yang bisa dikenakan zakat dikurangi kewajiban yang jatuh tempo yang harus dibayar pada akhir tahun laporan keuangan, dikurangi ekuitas rekening investasi tidak terbatas, saham minoritas, ekuitas yang dimiliki oleh pemerintah dan dikurangi ekuitas yang dimiliki oleh dana hibah, kemudian dikurangi ekuitas yang dimiliki badan sosial dan ekuitas yang termasuk pada organisasi nirlaba tidak termasuk yang dimiliki individu. Sedangkan dasar pengenaan zakat menggunakan metoda dana yang diinvestasikan netto adalah modal disetor ditambah cadangan, ditambah provisi ditambah provisi yang tidak dikurangkan yang jatuh tempo untuk dibayarkan selama tahun yang berakhir pada tanggal laporan posisi keuangan, dikurangi aset tetap neto, dikurangi investasi yang tidak dibeli untuk diperdagangkan, misalnya real estate untuk disewakan dan akumulasi kerugian.



Tabel 11 DASAR PENILAIAN AKUN – AKUN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH DASAR ZAKAT DENGAN METODA BERSIH (NET ASSETS METHODS) Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



155



Nama Akun



Dasar Penilaian



Aset Kas dan setara kas Piutang Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan musyarakah Salam Istisna’a Aset perdagangan Persediaan Surat berharga Real estate Lain – lain Kewajiban : Kewajiban lancar Kewajiban jangka panjang Kewajiban lain Ekuitas rekening investasi yang tidak terbatas Ekuitas yang dimiliki oleh pemerintah, ekuitas yang dimiliki oleh dana hibah, ekuitas yang dimiliki lembaga sosial, ekuitas yang dimiliki oleh organisasi nirlaba tidak termasuk yang dimiliki individu Saham minoritas (minority interest)



Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai setara kas (cash equivalent value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value)



Sumber : AAO – IFI (1998, 288) Dasar Penilaian Atas akun-akun Laporan Keuangan Syariah sebagai dasar pengenaan Zakat dengan metoda Net Invested Funds Method, sebagai berikut: Tabel 12 METODA DANA YANG DIINVESTASIKAN BERSIH (NET INVESTED FUNDS METHOD) Nama akun Aset tidak untuk diperdagangkan: Real estate untuk disewakan Lain-lain Aset tetapi (netto) Cadangan yang tidak dicadangkan dari aset Kewajiban yang belum jatuh tempo yang harus dibayarkan pada periode laporan keuangan yang akan datang Ekuitas pemilik: Tambahan modal disetor Cadangan Laba ditahan Laba bersih periode berjalan



Dasar Penilaian Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value) Nilai buku (book value)



Sumber: AAO–IFI (1998, 288) Dalam metoda aset bersih perusahaan nampak bahwa aset atau aset yang dinilai adalah aset lancar. Dimana sesuai pada pembahasan sebelumnya bahwa aset yang wajib dikenai zakat adalah aset lancar yang akan diolah (diproses) untuk menghasilkan pendapatan. Jadi jelaslah bahwa aset yang dikenai kewajiban zakat bagi perusahaan adalah aset dalam kategori aset lancar (kas setara kas, pilaibilitas, barang perdagangan, dan aset pembiayaan), Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



156



yang dinilai berdasarkan prinsip–prinsip current value dengan menggunakan metoda cash equivalent value. C. KONSEP LABA AKUNTANSI SYARIAH Pembahasan konsep laba akuntansi syariah akan dilakukan dengan tiga pendekatan dalam teori akuntansi, yaitu pendekatan sintaksis, semantis, dan pragmatis. Laba secara sintaksis yaitu melalui aturan-aturan yang mendefinisikannya; secara semantis yaitu melalui hubungan pada realitas ekonomi yang mendasari; dan secara pragmatis merupakan penggunaan laba oleh para pemakainya tanpa memperhatikan bagaimana hal itu diukur atau apakah itu artinya (Hendriksen dan Van Breda 2000, 329). 1) LABA AKUNTANSI SYARIAH PADA TINGKATAN SINTAKSIS Konsep laba dalam tingkatan memberikan aturan–aturan yang merupakan interpretasi dunia nyata atau dampak perlakuan laba yang didasarkan pada prinsip dan premis yang terjadi. Ketentuan dan aturan itu dibuat logis dan konsisten dengan mendasarkan pada premis dan konsep yang telah dikembangkan dari praktik yang telah ada. Akuntansi konvensional cenderung untuk menerima dan menggunakan konsepkonsep tersebut sebagai suatu interpretasi dalam dunia nyata. Para pemakai konsep laba pada tingkatan sintaksis harus memahami bahwa arti laba akuntansi hanya dapat dimengerti dengan mengetahui bagaimana laba diukur yaitu bagaimana operasionalisme atas laba yang bersangkutan, di mana pemakai harus memahami operasi yang digunakan akuntansi untuk menghasilkan jumlah laba. Pendekatan transaksi pada pengukuran laba adalah pendekatan lebih konvensional yang digunakan oleh akuntansi saat ini. Dalam pendekatan ini melibatkan catatan penilaian aset dan kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi. Istilah transaksi digunakan dalam pengertian luas untuk mencakup baik transaksi internal maupun eksternal. Transaksi eksternal berasal dari melakukan bisnis dengan pihak luar dan transfer aset atau kewajiban ke atau dari perusahaan itu. Sedangkan transaksi internal berasal dari penggunaan atau konversi aset di dalam perusahaan. Sedangkan pendekatan aktivitas dalam pengukuran laba berbeda dengan pendekatan transaksi, di mana pendekatan aktivitas lebih memuaskan pada deskripsi aktivitas sebuah perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Laba diasumsikan timbul bila aktivitasaktivitas atau kejadian-kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi spesifik. Perbedaan utama adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses pelaporan yang mengukur suatu kejadian eksternal yaitu transaksi, sedangkan pendekatan aktivitas didasarkan pada konsep aktivitas atau dunia nyata dalam pengertian yang lebih luas. Untuk lebih memahami konsep laba dalam akuntansi syariah dalam tingkatan sintaksis maka juga harus dipahami dengan mengetahui bagaimana operasionalisme untuk mengukur laba, yaitu bagaimana proses yang dilakukan untuk menghasilkan laba. Seperti halnya konsep laba dalam akuntansi konvensional, konsep laba akuntansi syariah juga mengenal dua pendekatan dalam pengukuran laba yaitu pendekatan transaksi dan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



157



pendekatan aktivitas dalam proses pengukuran laba. Kedua pendekatan digunakan dalam akuntansi syariah karena masing-masing sebenarnya mempunyai posisi yang saling melengkapi dan berada dalam proses yang berurutan, sehingga faktor waktu pencatatan (timing) dan penilaian (valuation) memegang peranan penting. Dengan penggunaan kedua pendekatan dalam tingkatan sintaktis dalam konsep akuntansi syariah, maka komponen laba dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara misalnya berdasarkan produk, golongan pelanggan, supplier atau dikelompokkan menurut segmen lain. Keuntungan yang diperoleh dengan mekanisme seperti itu adalah laba yang berasal dari berbagai sumber seperti dari operasi dan penyebab eksternal dapat dilaporkan secara terpisah, sehingga informasi yang dihasilkan akan sangat bermanfaat bagi para pemakainya. Pendekatan dalam tingkatan sintaksis akuntansi syariah tersebut dapat diturunkan dalam realitas dunia nyata dalam memenuhi salah satu rukun Islam yaitu pelaksanaan kewajiban zakat. Zakat merupakan realitas amanah yang ditransformasikan pada skala yang lebih kecil dalam internal sebuah organisasi. 2) LABA AKUNTANSI SYARIAH



PADA TINGKATAN



SEMANTIK.



Laba akuntansi pada tingkatan semantik memusatkan perhatian kepada hubungan– hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut (Hendriksen dan Van Breda 2000, 329). Untuk memberikan makna interpretatif pada laba, akuntansi konvensional menggunakan konsep ekonomi sebagai titik tolak, yaitu konsep perubahan kesejahteraan dan maksimalisasi laba. Laba dalam akuntansi syariah dalam tingkatan semantik sangat berkaitan erat dengan tujuan akuntansi syariah itu sendiri. Adnan (1999, 4) menyatakan bahwa tujuan akuntansi syariah jika dilihat dari idealisme syariah dapat dibagi menjadi dua tingkatan yaitu tingkatan ideal dan tingkatan praktis. Secara umum dapat diketahui bahwa tujuan laba dalam akuntansi syariah adalah untuk memenuhi salah satu rukun Islam yaitu kewajiban menunaikan zakat. Oleh karena itulah laba dalam akuntansi syariah diperlukan untuk menilai jalannya operasional usaha, apakah sudah dilakukan secara efisien atau belum, untuk melakukan pertanggungjawaban baik pertanggungjawaban kepada pemilik (pemegang saham) maupun pertanggungjawaban kepada sang maha pemilik Allah SWT. Oleh karena itu, laba dalam akuntansi syariah juga harus bisa digunakan untuk menilai efisiensi atas kegiatan investasi perusahaan. Efisiensi tersebut akan tercermin dalam tingkat pengembalian atas investasi, yang dihitung dengan laba bersih dibagi jumlah modal yang diinvestasikan. 3) LABA AKUNTANSI SYARIAH PADA TINGKATAN PRAGMATIS. Konsep pragmatik dari laba berkaitan dengan proses keputusan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi laba tersebut atau peristiwa–peristiwa yang Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



158



dipengaruhi oleh informasi atas laba tersebut. Secara singkat laba pragmatik merupakan pengkajian mengenai hubungan antara simbol (Tuanakotta 1984, 4). Simbol-simbol yang berbeda akan merangsang tanggapan-tanggapan yang berbeda dari pemakai tertentu sekalipun simbol-simbol itu mempunyai makna yang sama. Pemakai yang berbeda juga mungkin menafsirkan simbol yang sama dalam pengertian yang berbeda-beda. Konsep laba pragmatik dalam akuntansi syariah memusatkan perhatian pada relevansi informasi yang dikomunikaskan kepada pembuat keputusan dan prilaku dari pribadi–pribadi atau kelompok–kelompok pribadi sebagai akibat disajikannya informasi akuntansi. Konsep laba pragmatik dalam akuntansi syariah harus mencerminkan nilainilai etika Islam, di mana pihak-pihak pemakai laporan laba harus berperilaku secara Islam. Oleh karena itu, konsep laba pada tingkatan ini dapat dibahas dengan pendekatan etis. Pendekatan etis dalam teori akuntansi memberikan penekanan kepada konsep keadilan kebenaran, dan kelayakan (Tuanakotta 1984, 15). Oleh karena itu, informasi atas laba seharusnya memperhatikan hal-hal berikut. 1. Menggunakan prosedur–prosedur akuntansi yang dapat memberikan perlakuan yang sama kepada semua pihak. 2. Laporan laba–rugi harus menyajikan pernyataan yang benar dan akurat. 3. Data akuntansi harus layak, tidak bias, dan tidak memihak pada kepentingan– kepentingan tertentu. Kelayakan, keadilan, dan tidak memihak, sebenarnya merupakan pandangan bahwa laporan keuangan syariah tidak boleh terjangkit oleh pengaruh atau bias yang tidak seharusnya terjadi. Konsep laba pragmatis dalam akuntansi syariah dapat dibagi dalam beberapa tujuan yaitu: laba sebagai penentu besarnya kewajiban zakat, sebagai dasar pengambilan keputusan dan kontraktual, dan laba sebagai alat peramal. D. LABA SEBAGAI SARANA PENGHITUNGAN ZAKAT Zakat merupakan hal yang sangat asasi dalam Islam, dimana zakat merupakan salah satu rukun Islam, tidak hanya wajib bagi Rasulullah tetapi juga bagi seluruh umat, dan diwajibkannya penunaian zakat itu ditegaskan oleh ayat-ayat Qur’an yang tegas dan jelas, dan oleh sunnah Rasulullah yang disaksikan semua orang mutawatir, dan oleh konsensus (ijma’) seluruh umat semenjak dulu sampai sekarang (Qardawi 1991, 86). Laba yang diperoleh dengan menggunakan akuntansi syariah sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya, harus dapat dipakai sebagai dasar untuk memenuhi rukun Islam tersebut. Sehingga tujuan akuntansi syariah salah satunya adalah sebagai dasar penghitungan zakat (Hameed 2000, 17; Triyuwono 1997a, 14). Zakat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengaktualisasikan ke-Islam-an jati diri manusia pada dimensi etis dan moralitasnya yang terkait dengan realitas sosial sebagai khalifah Allah di muka bumi (Mas’ud, 1991, 35). Kaitannya dengan konsep laba akuntansi syariah secara pragmatis adalah informasi laba harus dapat dijadikan dasar penghitungan zakat. Zakat atas pendapatan harus terlebih dahulu dikurangkan biaya dan ongkos-ongkos untuk memperoleh pedapatan tersebut, berdasarkan peng-qias-an terhadap hasil bumi dan sejenisnya, bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



159



sisa (Qardawi 1991, 486). Informasi laba secara pragmatis dalam akuntansi syariah harus bisa dijadikan dasar penghitungan zakat, mengingat zakat merupakan sarana atau institusi yang akan membedakan antara seorang mu’min dari seorang munafik yang dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an 9 : 67. E. LABA SEBAGAI DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KONTRAK Keluaran (output) laporan keuangan berdasrkan prinsip syariah ditujukan untuk semua pemakai laporan keuangan tanpa membedakan latar belakang para pemakainya. Informasi atas laba biasanya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Sama seperti investor yang akan menggunakan informasi atas laba tersebut untuk memprediksikan tingkat pengendalian atas modal yang akan ditanamkan, pihak manajemen juga berkepentingan dengan rencana di masa depan. Keputusan-keputusan hanya dapat memengaruhi kejadian masa mendatang. Pengambilan keputusan atas dasar informasi laba juga menjadi dasar dari banyak hubungan hukum dan kontraktual dalam masyarakat. Kekuatan dari pendekatan kontraktual adalah bahwa hal itu tidak menuntut intepretasi semantik atas perubahan akuntansi (Hendriksen dan Van Breda 2000, 345). Dalam sistem ekonomi Islam tidak dikenal adanya sistem bunga, sistem ekonomi Islam dilaksanakan dengan sistem bagi hasil (profit loss sharing). Oleh karena itu, kaitannya dengan konsep laba akuntansi syariah adalah bahwa laba akuntansi syariah dijadikan dasar dalam melaksanakan transaksi secara Islam, misalnya laba atau estimasi dari laba (keuntungan) dijadikan dasar dalam beberapa produk pembiayaan syariah. F. LABA SEBAGAI ALAT PERAMAL Laba sebagai alat peramal biasanya digunakan sebagai dasar keputusan investasi, misalnya laba digunakan untuk memprediksi harga perlembar saham. Nilai sebuah perusahaan dan nilai saham dalam perusaahaan itu tergantung pada aliran distribusi masa depan yang diharapkan kepada pemegang saham. Berdasarkan pengharapan ini, pemegang saham saat ini dapat memutuskan untuk menjual saham itu atau terus menahannya. Informasi laba yang diprediksikan harus mempunyai signifikasi dunia nyata, atau konsep laba akuntansi syariah yang diproyeksikan relevan dengan proses keputusan investor. Sebagaian besar investor menghendaki agar prediksi masa depan yang dilaporkan relevan bagi evaluasi saham suatu perusahaan dalam keputusan jual beli, oleh karena itu prediksi atas laba harus didasarkan pada penilaian dan pengukuran atas laba secara tepat. Zaid dan Tibbits (1999,16) lebih jauh menytakan bahwa salah satu prinsip sebagai dasar pertimbangan dalam akuntansi syariah adalah kebenaran dan keterbukaan laporan kepengurusan. Prinsip keterbukaan ini berasal dari prinsip al mu’amalat´ di mana setiap transaksi, peristiwa-peristiwa ekonomi atau keputusan yang dibuat harus halal (diperbolehkan) dalam Islam. Laba akuntansi syariah sebagai alat peramal banyak digunakan dalam pembuatan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



160



kontrak kerjasama pembiayaan Islam. Mannan (1997, 168) menyatakan bahwa transaksi pembiayaan mudharab dan musyarakah memerlukan prediksi atas keuntungan sebagai dasar pembagian hasil atas investasi yang yang dilaksanakan. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep laba akuntansi syariah dapat ditinjau dari tiga tingkatan yaitu konsep lana akuntansi syariah pada tingkatan sintaksis, simantik, dan pragmatis. Pada tingkatan ini konsep laba akuntansi syariah menggunakan pendekatan aktivitas dan pendekatan transaksi secara berurutan. Pendekatan aktivitas dan transaksi mempunyai posisi yang saling melengkapi dan berada pada proses yang berurutan, sehingga faktor waktu (timing) dan penilaian (valuation) memegang peranan penting. Pada tingkatan semantis, laba akuntansi syariah menjelaskan bagaimana hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut. Konsep laba akuntansi syariah pada tingkatan semantis berkaitan erat dengan tujuan akuntansi syariah itu sendiri. Pada tingkatan pragmatis konsep laba akuntansi syariah dapat digunakan untuk menjelaskan relevansi informasi yang dikomunikasikan kepada pembuat keputusan dan perilaku dari pribadi atau kelompok sebagai akibat disajikannya informasi atas laba.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



161



BAB XIII PENILAIAN DAN PENGUKURAN DALAM ASURANSI SYARIAH PENDAHULUAN Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN ini mengunjungi pembaca setiap hari Jumat. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. Pembaca dapat mengirimkan pertanyaan atau berkonsultasi seputar masalah-masalah perencanaan keuangan. Pertanyaan dapat dikirim lewat email: [email protected], Faksimile Redaksi Sinar Harapan (021) 3912370, surat dialamatkan ke redaksi Sinar Harapan, Jalan Fachruddin No.6, Jakarta 10250, dan bisa membuka di http://www.pembelajar.com/ISOL.



Indonesia merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembangn kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah yang dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994. Setelah itu, asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian divisi syariah. Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kami melihat pentingnya untuk memperkenalkan secara khusus produk asuransi syariah. Sebelum masuk prinsip-prinsip dan mekanisme produk tersebut, banyak kalangan muslim yang beranggapan bahwa berasuransi adalah haram. Apakah benar? Ikut pembahasannya dibawah ini. 1. Asuransi Tidak Islami? Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”. Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan. Dalam Al Qur’an, surat Yusuf :43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk dimasa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



162



yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat di atas menyatakan bahwa berasuransi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi. Jadi, jika sistem proteksi atau asuransi dibenarkan, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah asuransi yang kita kenal sekarang (asuransi konvensional) telah memenuhi syaratsyarat lain dalam konsep muamalat secara Islami? Dalam mekanisme asuransi konvensional terutama asuransi jiwa, paling tidak ada tiga hal yang masih diharamkan oleh para ulama, yaitu: adanya unsur gharar (ketidak jelasan dana), unsur maisir (judi/ gambling) dan riba (bunga). Ketiga hal ini akan dijelaskan dalam penjelasaan rinci mengenai perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah. A. ASURANSI KONVENSIONAL DAN SYARIAH Asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya, pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut azas tolong menolong (takafuli/ta’awun) dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing). Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi. Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional dapat dilihat pada uraian berikut: 1.



Kontrak atau Akad



Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar; ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sedangkan dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru’ yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional. Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



163



rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.



2. Kontrak Al-Mudharabah Penjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru’ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi prinsip syariah. Yaitu, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana (mudharib) yang terkumpul dari para peserta (shohibul maal). Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (100 persen), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan. Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga. Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi syariah dalam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah. 3. Dana Hangus Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



164



4. Manfaat Asuransi Syariah Asuransi syariah dapat menjadi alterntif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang bersifat universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun juga yang berminat. Selain itu, dapat pula digunakan untuk tabungan, untuk proteksi atau berjaga-jaga menghadapi penyakit dan persiapan hari tua, yaitu pensiunan. B. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL Uraian di bawah ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan perbadingan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu: 1. Konsep Syariah (S) : Sekumpulan orang yg saling membantu, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara masing-masing mengeluarkan dana terbarru’, berdasarkan kerugian/klaim dari peserta. Konvensional (K) : Perjanjian dua pihak atau lebih: pihak penanggung meningkatkan diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung, jika terjadi kerugian (klaim). 2. Misi S : Misi aqidah, ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishodl) dan misi pemberdayaan umat (sosial). K : Misi ekonomi dan social. 3. Asal Usul S : Sistem Al-Aqilah, suatu kebiasaan suku arab sebelum Islam datang yang kemudian disahkan oleh Rasulullah SAW sebagai hukum Islam. K : Dimulai dari masyarakat babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. 4. Sumber S : Bersumber dari firman Allah, Al-Hadist dan Ijma Ulama. K : Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan berbagai contoh sebelumnya. 5. Maisir, Gharar, dan Riba S : Terbebas dari praktik dan unsur Maisir, Gharar, dan Riba. K : Tidak sesuai dengan syariah Islam karena ada hal-hal yang tidak sesuai dengan syariah. 6. Akad S : Akad tabarru’ dan akad tijarat (mudharabah,wakalah, syrikah, dll). K : Akad jual beli (akad mu’awadhah) dan akad gharar. 7. Jaminan atau risiko S : Sharing of risk, terjadinya proses saling menanggung antara satu peserta satu Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



165



dan peserta lainnya (ta’awun). K : Transfer of risk; terjadi transfer risiko dari tertanggung kepada penanggung. 8. Pengelolaan Dana S : Pada produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru (derma) dari dana peserta, sehingga tidak mengenal adanya dana hangus untuk termin asuransi (life) dan general insurance semua bersifat tabarru. K : Tidak ada pemisah dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving life) 9. Investasi S : Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bebas dari riba dan berbagai tempat investasi yang terlarang. K : Debas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundanganundangan dan tidak terbatas pada halal dan haramnya investasi yang di gunakan. 10. Kepemilikan Dana S : Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shahibul maal), sedangkan perusahaan hanya pemegang amanah (mudharib) dan mengelola dana. K : Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemanapun dana tersebut. Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan). Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya. Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut: Akad (Perjanjian)



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



166



Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktik muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktik asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful). Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjualbelikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah SWT yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang ulama salaf ternama dalam kitabnya "Majmu Fatwa" menyatakan bahwa akad dalam Islam dibangun atas dasar mewujudkan keadilan dan menjauhkan penganiayaan. Harta seorang muslim yang lain tidak halal, kecuali dipindahkan haknya kepada yang disukainya. Keadilan dapat diketahui dengan akalnya, seperti pembeli wajib menyatakan harganya dan penjual menyerahkan barang jualannya kepada pembeli. Dilarang menipu, berkhianat, dan jika berhutang harus dilunasi. Jika kita mengadakan suatu perjanjian dalam suatu transaksi bisnis secara tidak tunai maka kita wajib melakukan hal-hal berikut: I% Menuliskan bentuk perjanjian (seperti adanya SP dan polis). I% Bentuk perjanjian harus jelas dimengerti oleh pihakpihak yang bertransaksi (akad tadabuli atau akad takafuli). I% Adanya saksi dari kedua belah pihak. I% Para saksi harus cakap dan bersedia secara hukum jika suatu saat diminta kewajibannya. (Penulis simpulkan dari firman Allah SWT, surat al-Baqarah ayat 282). Gharar (Ketidakjelasan) Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti. Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



167



Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolongmenolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar. Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan. Tabarru dan Tabungan Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong. Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud). Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh. Maisir (Judi) Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 90,"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan." Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



168



Riba Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga. Asuransi syariah menyimpan dananya di bank yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah (DPS). Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah SAW



mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama”, (HR Muslim). Dana Hangus Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan. Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan). Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



169



Konsep Ta’awun Dalam Asuransi Syariah Sebagian para ahli syariah meyamakan sistem asuransi syariah dengan sistem aqilah pada zaman Rasulullah SAW. Dr. Satria Effendi M.Zein dalam makalahnya mendefinisikan takaful dengan at takmin, at taawun atau at takaful (asuransi bersifat tolong menolong), yang dikelola oleh suatu badan, dan terjadi kesepakatan dari anggota untuk bersama -sama memikul suatu kerugian atau penderitaan yang mungkin terjadi pada masa yang akan dating yang menimpa anggotanya (peserta asuransi). Untuk kepentingan itu masing-masing anggota membayar iuran berkala (premi) kepada perusahaan asuransi. Dana yang terkumpul akan terus dikembangkan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan di atas, bukan untuk kepentingan badan pengelola (asuransi syariah). Dengan demikian badan tersebut tidak dengan sengaja mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Di sini sifat yang paling menonjol adalah tolongmenolong dan bagi hasil seperti yang diajarkan dalam Islam. Dewan Pengawas Syariah (DPS) Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operasional perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam struktur organisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris. Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanuasiaan atau syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik dari seluruh sistem asuransi yang ada. Dengan demikian, sudah jelas perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. (Sumber: Proteksi, No.184/Mei 2006/Tahun XXVII) C. PERUSAHAAN ASURANSI PERTAMA MURNI SYARIAH Asuransi Takaful merupakan pelopor perusahaan asuransi murni syariah, sekaligus salah satu perusahaan terdepan di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1994. Asuransi Takaful menyediakan jasa asuransi dan perencanaan keuangan sesuai dengan prinsip syariah (Islam) untuk memenuhi kebutuhan umat dan masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 2004, Takaful menempati kantor pusatnya yang baru, Graha Takaful Indonesia, yang berlokasi di Mampang Prapatan Raya, Jakarta. Pada saat yang sama, melalui serangkaian prakarsa strategis, perusahaan berhasil meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasionalnya yang berdampak pada peningkatan kinerja keuangan dari tahun ke tahun. Sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas layanan yang diberikan dan menjaga konsistensinya, perusahaan telah memperoleh sertifikasi ISO 9001 tahun 2000 untuk Sistem Manajemen Mutu di Asuransi Takaful Umum (anak perusahaan grup Takaful) yang dikeluarkan oleh SGS JAS-ANZ, Selandia Baru, pada tahun 2004, sementara Asuransi Takaful Keluarga (anak perusahaan grup Takaful) telah memperoleh sertifikasi ISO 9001 tahun 2000 dari Det Norske Veritas (DNV), Belanda, pada tahun yang sama. Komitmen Takaful Indonesia untuk menjadi penyedia jasa asuransi syariah terkemuka di Indonesia dibuktikan dengan serangkaian penghargaan yang telah Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



170



diterimanya, antara lain adalah tiga buah penghargaan dari Karim Business Consulting sebagai The Best Risk Management Islamic Life Insurance (ATK), Best Risk Management Islamic General Insurance (ATU), Top of Mind Asuransi Syariah (STI), serta dua buah penghargaan dari majalah Investor untuk ATK sebagai Best Performance Syariah Insurance dan untuk ATU sebagai Pioneer Asuransi Umum Syariah. Selain itu, Takaful Indonesia menjadi perusahaan asuransi syariah pertama di Indonesia yang menempatkan perwakilannya di Million Dollar Round Table (MDRT), sebuah klub bertaraf internasional untuk para agen asuransi berprestasi dari seluruh dunia, sekaligus sebagai pengakuan atas tingkat profesionalisme perusahaan. Setelah lebih dari satu dasawarsa berkiprah menghadirkan jasa asuransi dan perencanaan keuangan syariah berkualitas yang melayani kebutuhan umat dan nasabah di Indonesia, Takaful Indonesia kini siap melangkah pada tahap pertumbuhan berikutnya, memanfaatkan keunggulan dari citra perusahaan yang kuat, jaringan pemasaran yang luas, serta sinergi yang kokoh dalam grup Takaful Indonesia. Dengan profil perusahaan sebagai berikut. PT Asuransi Takaful KeluargaPemegang Saham, PT Syarikat Takaful Indonesia: 99,94% dan Koperasi Karyawan Takaful: 0,06%. Dewan Komisaris; Komisaris Utama: Dato’ Mohamed Hassan Md Kamil, Komisaris Independen : H.M.U. Suwendi FSAI, FLMI, MBA, Komisaris : Muhammad Harris, SE, dan Komisaris : Saiful Yazan Ahmad. Dewan Pengawas Syariah (DPS); Ketua : Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, Anggota: Dr. H.M. Syafi’i Antonio, MSc, Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA, dan Prof. Madya Dr. Shobri Salamon dan Dewan Direksi; Direktur Utama : Agus Edi Sumanto, Direktur : Nor Effuandy Pfordten



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Penghargaan yang diraih perusahaan ini sejak berdiri hingga sekarang adalah: PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai Asuransi Syariah Terbaik tahun 2003 versi MUI, PT Asuransi Takaful Umum Sebagai Asuransi Umum berpredikat Sangat Bagus Kategori Kinerja Keuangan tahun 2002 versi majalah InfoBank, PT Asuransi Takaful Umum sebagai Asuransi Umum berpredikat Sangat Bagus Kategori Kinerja Keuangan tahun 2004 versi majalah InfoBank, PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai Asuransi Umum berpredikat Terbaik Kategori Manajemen Resiko versi Karim Business Consulting, PT Asuransi Takaful Umum sebagai Asuransi Umum berpredikat Terbaik ke-2 Kategori Manajemen Resiko versi Karim Business Consulting, PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai Top Of Mind Asuransi Syariah Kategori Perusahaan Asuransi versi Karim Business Consulting, dan PT Asuransi Takaful Umum memperoleh Penghargaan Khusus Sebagai Pioner Asuransi Umum Syariah versi majalah Investor.



Selain perusahaan asuransi syariah di atas, sekarang telah banyak dan berkembang perusahaan asuransi dengan pola syariah lainnya, seperti: Asuransi Prudential Syariah, Bumi Putera Syariah, dan asuransi lainnya.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



171



ASURANSI PRUDENTIAL SYARIAH Akhir-akhir ini, banyak sekali bermunculan produk asuransi berbasis syariah seperti bumiputera yang mengeluarkan bumiputera syariah, prudential dengan Prulink Syariah Assurance Account dan sebagainya. Fenomena ini ditandai dengan munculnya, PT Asuransi Takaful Indonesia yang berdiri pada tahun 1994, sebuah perusahaan asuransi yang berbasis syariah. Fenomena ini mengundang sebuah pertanyaan. Apa keunggulan dari produk asuransi syariah? Pertanyaan di atas adalah sebuah pertanyaan besar yang harus menjadi pertimbangan bagi kita semua. Hotbonar Sinaga, direktur utama Jamsostek, mengatakan bahwa keunggulan asuransi syariah bukan hanya berdasarkan sisi syariah seperti tidak adanya riba dalam investasi, unsur judi ataupun tidak dipenuhi dengan faktor ketidakpastian. Keunggulan nyata dari asuransi syariah, seperti juga produk keuangan syariah lainnya, tak lain adalah bagi hasil atau mudharabah. Karena itulah dalam asuransi syariah tidak dikenal adanya risk transfer tetapi lebih dikenal dengan nama risk sharing. Keunggulan utama tersebut menciptakan keunggulan lainnya, yang membedakan produk ini secara nyata dengan produk non syariah. Dalam mekanisme pembayaran kontribusi dari nasabah, langsung dipisahkan menjadi dua yakni pertama masuk ke rekening tabarru’ atau proteksi dan yang kedua masuk ke rekening tabungan bagi hasil. Jadi sejak awal sudah dipisahkan. Kelebihannya dibandingkan asuransi konvensional dengan adanya rekening bagi hasil menunjukan bahwa sebagian premi memang sudah dialokasikan untuk dibagikan hasilnya berupa imbal hasil investasi kepada para pemegang polis. Berbeda halnya dengan asuransi konvensional, karena tidak ada pemisahan premi maka pada tahun awal pembentukan cadangan, tidak ada sama sekali bagian yang menjadi hak nasabah pemegang polis. Sebagai akibatnya, bila pemegang polis tidak sanggup lagi melanjutkan melakukan penjualan polis kembali kepada perusahaan asurani untuk mendapatkan nilai tunai yang akan diterimanya bisa nihil. Kalaupun ada, besarnya nilai tunai pada tahun-tahun awal akan jauh berbeda dengan akumulasi premi yang pernah dibayarkannya. Adanya rekening bagi hasil memungkinkan perusahaan asuransi syariah membagikan porsi hasil investasi dengan nasabah pemegang polis bila tidak terjadi klaim dalam satu tahun periode polis. Dalam asuransi konvensional, dikenal apa yang dinamakan no claim bonus. Yaitu, bonus yang akan diperoleh para pemegang polis khususnya dalam asuransi kerugian jika untuk beberapa tahun penutupan polis tidak pernah ada klaim yang diajukan. Dalam asuransi syariah, dengan adanya sistem bagi hasil memungkinkan pemberian bonus kepada tertanggung walapun penutupan polis baru saja berlangsung selama satu tahun. Pilihan bonus ini diberikan alternative bermacam-macam seperti disetorkan tunai, mengurangi premi periode perpanjangan, dihibahkan ke berbagai yayasan dalam bentuk infak dan shadaqah. Namun, kendalanya di negara Indonesia produk asuransi syariah belum begitu dikenal oleh masyarakat sehingga banyak pihak yang belum mengetahui keunggulan asuransi ini. Berbeda dengan negara tetangga yakni, Malaysia, Brune,i dan Singapura. Karena promosi gencar yang mereka lakukan menyebabkan pasar produk syariah tidak Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



172



hanya dinikmati oleh kalangan muslim tetapi juga pihak non muslim. Tampaknya hal ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. (Sumber : www.vibiznews.com) D. PROSPEK ASURANSI SYARIAH Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menargetkan pangsa pasar industri asuransi syariah mencapai lima persen pada 2012. Optimisme tersebut didorong oleh akan hadirnya sejumlah pelaku asuransi syariah baru dan bertambahnya bank syariah di Indonesia. Ketua Umum AASI, M Shaifie Zein, mengatakan dari total pangsa pasar asuransi syariah, asuransi jiwa syariah masih akan tetap memegang peran yang besar. Per 31 Maret 2010, pangsa pasar asuransi jiwa syariah mencapai 3,28 persen dan asuransi kerugian dan reasuransi syariah 2,15 persen. Secara total asuransi syariah Indonesia kini mencatat pangsa pasar 2,96 persen. ”Pesimisnya insya Allah kita bisa mencapai pangsa lima persen pada 2013, tetapi dengan bertambahnya bank dan asuransi syariah menimbulkan optimisme pangsa bisa mencapai lima persen pada 2012,” menurut Shaifie. Shaifie menambahkan, kenaikan rata-rata pangsa asuransi syariah Indonesia yang sebesar 0,7 persen per tahun pun membuatnya cukup yakin target lima persen dapat tercapai. ”Untuk mencapai pangsa lima persen pertumbuhan pun tidak boleh kurang dari 48 persen,” tukasnya. Ia pun optimistis dengan kehadiran sejumlah pelaku asuransi syariah yang akan turut mendorong industri asuransi syariah. Baru-baru ini perusahaan asuransi jiwa syariah Al Amin memperoleh izin dari Bapepam LK. Sementara, asuransi lainnya yang dalam daftar adalah Jaya Proteksi. ”Ada juga satu asuransi jiwa dari Malaysia yang ingin masuk ke Indonesia dan dua unit asuransi jiwa dan kerugian, tapi waktunya belum tahu kapan,” paparnya. Hingga akhir tahun ini ia memprediksi pangsa pasar asuransi syariah mencapai 3,6-3,7 persen, (sumber: republika.co.id) Disisi lain, Asuransi syariah di Indonesia terbilang masih kurang berkembang dibandingkan negara Malaysia. Namun, kedepan Insya Allah Indonesia akan menjadi lebih baik Hal itu berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Global Islamic Financial yang menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu pusat Takaful dunia pada 2015 Direktur Utama Asuransi Takaful Indonesia, Agus Edi mengatakan, prospek sektor asuransi syariah di Indonesia sebenarnya dapat tumbuh lebih pesat dibandingkan periode sebelumnya Indonesia diperkirakan dalam waktu 10 tahun mendatang, golongan masyarakat ini merupakan kekuatan yang luar biasa baik dari sisi konsumsi maupun produksinya. Banyak pihak menyatakan bahwa ekonomi syariah dapat berkembang pesat di tengah krisis ekonomi saat ini, karena sistem ekonomi kapitalis atau sosialis yang diagung-agungkan dan diperkirakan mampu mensejahterakan masyarakat ternyata tidak terbukti. Bahkan sebaliknya menimbulkan keserakahan, ketidakadilan, dan bersifat merusak tatanan kehidupan manusia. Sebab, sistem ekonomi kapitalis mengandung beberapa unsur yang bertentangan dengan syariah Islam. Dalam menghadapi kondisi saat ini tentu masyarakat membutuhkan solusi dalam berekonomi sehingga mampu mandiri secara ekonomi serta dapat mewujudkan kesejahteraan yang hakiki. Peranan asuransi syariah di dalam negeri selama ini belum besar. Ini juga dialami oleh perbankan syariah yang baru menyumbang 3 persen dari market share perbankan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



173



nasional meskipun telah berjalan terlebih dahulu dibandingkan asuransi syariah. Melihat hal itu, jelas asuransi syariah memiliki potensi yang besar dikemudian hari, paling tidak dapat menguasai market share hingga 97 persen dengan cara mensyariahkan unsur-unsur yang belum syariah. Akan tetapi sistem syariah tak luput dari hambatan. Misalnya permodalan, secara umum permodalan yang dimiliki oleh asuransi syariah relatif kecil dibandingkan pemain asuransi konvensional terutama yang joint venture. Akibatnya perusahaan akan terkendala dalam melakukan promosi, sosialisasi, dan ekspansi. Untuk menutup kendala ini perusahaan harus menambah modal agar rencana kerja perusahaan dapat berjalan dengan baik. Kendala lainnya adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan teknis dan mempunyai komitmen memajukan ekonomi syariah jumlahnya sangat terbatas. Selain kendala tersebut di atas, terdapat pula kendala lain yang dapat menghambat perkembangan asuransi syariah kedepannya yaitu, belum adanya regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berupa UU Asuransi Syariah. Karena sampai saat ini, teknis dan operasi lembaga asuransi syariah hanya diatur melalui surat Keputusan Menteri Keuangan saja. Tak lupa juga peranan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang menjadi penting dalam mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan asuransi syariah. Bisa melalui riset yang intensif sehingga fatwa-fatwa yang dikeluarkan dapat mendorong lebih cepat pertumbuhan asuransi syariah. DSN juga diharapkan dapat berperan lebih jauh dalam sosialisasi kepada masyarakat, terutama masyarakat muslim. Dewan Asuransi Indonesia melaporkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir ini kecenderungan industri asuransi jiwa di Indonesia adalah: • Konsumen lebih menyukai produk yang bersifat tabungan dibanding dengan jaminan perlindungan murni. • Peningkatan peranan agen pemasaran menjadi seperti penasehat keuangan tidak hanya sebagai perantara saja. Dengan kecenderungan tersebut, tampak bahwa pasar di negara maju sudah jenuh. Sedangkan di negara berkembang masih terbuka luas. Kemudian, peningkatan kesadaran konsumen terhadap haknya serta ketersediaan pilihan yang paling sesuai telah memacu perusahaan asuransi untuk senantiasa meningkatkan pelayanannya agar tetap mampu bersaing secara sehat. Selanjutnya, perubahan pola hubungan kerja pada masa ini telah membuat orang merasa perlu untuk menjaga kepastian adanya penghasilan ketika keaadan tiba-tiba berubah sulit, maka produk bersifat tabungan lebih disukai. Demam globalisasi juga mempercepat hubungan bsinis internasional dan investasi di berbagai sektor dan aspek usaha. Terakhir, sistem informasi merupakan kunci keberhasilan bisnis masa kini, terbukti bahwa sampai saat ini yang menguasai informasilah yang menguasai pasar. Berdasarkan faktatersebut bahwa, ada lebih dari 180 juta Muslim di Indonesia dan kesadaran akan keislamannya terus meningkat, merupakan peluang pasar yang lebar. Permintaan terhadap kehadiran lembaga keuangan syariah di berbagai tempat terus meningkat. Krisis ekonomi akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa Indonesia memerlukan konsep lain dalam menata perekonomiannya. Lembaga ekonomi syariah adalah pilihan yang paling sesuai. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pasar, di samping juga mendidik masyarakat, diperlukan lebih banyak bank syariah, dan kini telah mulai bermunculan asuransi syariah sebagai counterpart-nya. Kehadiran lembaga keuangan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



174



syariah baru akan memacu persaingan yang sehat untuk pengembangan kualitas yang pada akhirnya akan menguintungkan bangsa dan Negara. Dari daftar perusahaan asuransi, secara abjat pada saat ini jumlah perusahaan asuransi di Indonesia ada 51. Salah satunya adalah PT Asuransi Takaful Keluarga yang merupakan satu-satunya perusahaan asuransi syariah di Indonesia yang tetap survive sampai saat ini (2008). Yang menarik adalah bahwa PT Asuransi Takaful Keluarga ternyata mampu menyisihkan 42 perusahaan lain yang sudah jauh lebih lama beropersi. Apa artinya? Tentu anda lebih berkompeten dalam meredaksikan dan mengilustrasikan apa yang anda pikirkan, (sumber: Zonaekis.com, 17 Mei 2011). Daftar perusahaan asuransi syariah di Indonesia s.d. 10 Juli 2008, adalah sebagai berikut: Asuransi Syariah 1. PT Asuransi Takaful Umum 2. PT Asuransi Takaful Keluarga 3. PT Asuransi Syariah Mubarakah 4. PT MAA Life Assurance 5. PT MAA General Assurance 6. PT Great Eastern Life Indonesia 7. PT Asuransi Tri Pakarta 8. PT AJB Bumiputera 1912 9. PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera 10. PT Asuransi BRIngin Sejahtera Artamakmur 11. PT Asuransi Binagriya Upakara 12. PT Asuransi Jasindo Takaful 13. PT Asuransi Central Asia 14. PT Asuransi Umum BumiPuteraMuda 1967 15. PT Asuransi Astra Buana 16. PT BNI Life Indonesia 17. PT Asuransi Adira Dinamika 18. PT Staco Jasapratama 19. PT Asuransi Sinar Mas 20. PT Asuransi Tokio Marine Indonesia 21. PT Asuransi Jiwa SinarMas 22. PT Tugu Pratama Indonesia 23. PT Asuransi AIA Indonesia 24. PT Asuransi Allianz Life Indonesia 25. PT Panin Life, Tbk 26. PT Asuransi Allianz Utama Indonesia 27. PT Asuransi Ramayana, Tbk 28. PT Asuransi Jiwa Mega Life 29. PT AJ Central Asia Raya 30. PT Asuransi Parolamas 31. PT Asuransi Umum Mega 32. PT Asuransi Jiwa Askrida 33. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 34. PT Equity Financial Solution 35. PT Asuransi Kredit Indonesia 36. PT Asuransi Bintang, Tbk Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



175



37. PT Asuransi Bangun Askrida 38. PT Prudential Life Assurance 39. PT Jasaraharja Putera 40. PT AIG Life 41. PT Asuransi Karyamas Sentralindo 42. PT Asuransi Jiwa Sequis Life Reasuransi Syariah 1. PT Reasuransi Internasional Indonesia (ReIndo) 2. PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasre) 3. PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) Broker Asuransi dan Reasuransi 1. PT Fresnel Perdana Mandiri 2. PT Asiare Binajasa 3. PT Amanah Jamin Indonesia 4. PT Asrinda Re-Brokers dan AA Pialang Asuransi 5. PT Madani Karsa Mandiri 6. PT Aon Indonesia (Sumber: abuubaidah pada 27/12/2008). SEDANGKAN PERUSAHAAN ASURANSI UMUM



DENGAN



PREMI BRUTO RP 200 MILYAR



KE ATAS



1. Tugu Pratama Indonesia 2. Asuransi Jasa Indonesia 3. Asuransi Adira Dinamika 4. Asuransi Astra Buana 5. Zurich Insurance Indonesia 6. Asuransi Jasaraharja Putera 7. Asuransi Jaya Proteksi 8. Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia 9. Asuransi Wahana Tata 10. Asuransi Central Asia 11. Chartis Insurance Indonesia 12. Asuransi Allianz Utama Indonesia 13. Asuransi Tokio Marine Indonesia 14. Asuransi Ramayana 15. Asuransi Tri Pakarta 16. Asuransi Sinar Mas 17. Asuransi Raksa Pra Tikara 18. Asuransi Dayin Mitra Metallica PERUSAHAAN ASURANSI UMUM DENGAN PREMI BRUTO RP200 MILYAR, SEBAGAI BERIKUT: 1. Asuransi Bintang 2. Asuransi Samsung Tugu 3. Asuransi Permata Nipponkoa Indonesia 4. Tugu Kresna Pratama 5. ACE Insurance 6. Asuransi Parolamas



ANTARA



RP 50 MILYAR S.D.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



176



7. Asuransi Bringin Sejahtera Art Amakimur 8. Asuransi Himalaya Pelindung 9. Panin Insurance 10. MNC Life Insurance (MNC Life) 11. Sarana L1ndung Upaya 12. Asuransi Bangun Askrida 13. Asuransi Axa Indonesia 14. Asuransi Purna Artanugraha 15. Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967 16. Asuransi Ramasatriawibawa 17. Asuransi Jasa Tania 18. Asuransi Multi Artha Guna 19. Citra International Underwriters 20. Sompo Japan Insurance Indonesia 21. Asuransi Kredit Indonesia 22. Asuransi Takaful Umum 23. Asuransi Qbe Pool Indonesia 24. Maa General Assurance 25. Asuransi Umum Mega 26. Lippo General Insurance 27. Asuransi Bina Dana Arta 28. Asuransi Eka Lloyd Jaya 29. Asuransi Aegis Indonesia 30. Asuransi Prudential 31. Asuransi Buana Independent 32. Asuransi Ekspor Indonesia PERUSAHAAN ASURANSI UMUM DENGAN PREMI BRUTO DI BAWAH RP 50 MILYAR: 1. Asuransi Bhakti Bhayangkara 2. Arthagraha General Insurance 3. Asuransi Aioi Indonesia 4. Asuransi Maipark Indonesia 5. Asuransi Andika Raharja Putera 6. Asuransi Karyamas Sentralindo 7. Asuransi Reliance Indonesia 8. Asuransi Asoka Mas 9. Batavia Mitratama Insurance 10. Staco Jasapratama 11. Maskapai Asuransi Sonwelis 12. Asuransi Bosowa Periskop 13. Asuransi Dharma Bangsa 14. Asuransi Mitra Maparya 15. Asuransi Fadent Mahkota Sahid 16. Pacific Int'l Indonesia Insurance 17. Asuransi Raya 18. Asuransi Harta Aman Pratama 19. Jamindo General Insurance 20. Lig Insurance Indonesia 21. China Insurance Indonesia Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



177



22. Berdikari Insurance 23. Asuransi Wuwungan 24. Asuransi Intra Asia 25. Asuransi Sarijaya 26. Asuransi Mega Pratama 27. Asuransi Hanjin Korindo 28. Asuransi Art Arindo 29. Asuransi Recapital (Reguard) 30. Asuransi Prisma Indonesia 31. Asuransi Indrapura 32. Aviva Insurance 33. Asia Reliance General Insurance 34. Asuransi Umum Centris 35. Asuransi Puri Asih 36. Asuransi Binagriya Upakara 37. Panpacific General Insurance D/h: Asuransi Jaya Inti 38. Asuransi Wanamekar Handayani 39. Asuransi Putra Mandiri 40. Danamon Asuransi (Sumber: Wikipedia, 14:38, 15 April 2011)



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



178



BAB XIV PENILAIAN DAN PENGUKURAN DALAM PEGADAIAN SYARIAH



A. PENDAHULUAN 1.



Sejarah Pegadaian



Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan “trademark” dari lembaga Keuangan milik pemerintah maupun lembaga swasta yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai. Bisnis gadai melembaga pertama kali di Indonesia sejak Gubernur Jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening. Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik gadai telah mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. Pemerintah sendiri baru mendirikan lembaga gadai pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian, pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf von Westerode sebagai Kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman dengan hukum gadai.Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian telah beberapa kali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan (1901), Perusahaan di Bawah IBW (1928), Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990, sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000, Pegadaian berstatus sebagai Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan RI hingga sekarang. 2.



KEGIATAN USAHA PERUM PEGADAIAN



Sesuai dengan PP 103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, pegadaian mengemban misi untuk: 1. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah; dan 2. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Kegiatan usaha Pegadaian dijalankan oleh lebih dari 730 Kantor Cabang PERUM Pegadaian yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor Cabang tersebut dikoordinasi oleh 14 Kantor Wilayah yang membawahi 26 sampai 75 kantor Cabang. Perum Pegadaian secara Nasional berada di bawah kepemimpinan Direksi.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



179



3.



LAHIRNYA PEGADAIAN SYARIAH



Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah. ULGS Batam berada dalam lingkup koordinasi Kantor Wilayah II Padang bersama dengan 50 kantor Cabang lainya yang tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi dan Riau. Di Batam sendiri telah berdiri 4 kantor Cabang Pegadaian Konvensional ( non Syariah ) yaitu di Sei Jodo, Bengkong, Penuin dan Batu Aji. Baru kemudian, pada tanggal 10 November 2003 Kantor Unit Layanan Gadai Syariah mulai melakukan uji coba operasi di Sungai Panas, Jl Laksamana Bintan, Kompleks Bumi Riau makmur Blok C 8, dan melayani permintaan masyarakat yang ingin menggadaikan barang bergeraknya. Alhamdulilah, ULGS telah mampu melayani nasabah yang berasal dari 19 kelurahan di wilayah Batam. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan ULGS telah dapat diterima di tengah masyarakat. 4.



OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH



Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep, teknik transaksi, dan pendanaan, pegadaian syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



180



4.1. LANDASAN KONSEP Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah: Al Quran Surat Al Baqarah : 283



Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan 4.2 HADIST RASULULLAH SAW Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim. 



Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah.







Nabi SAW bersabda: Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai.







Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



181



Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181). Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. a. Ketentuan Umum: 1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun a) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. b) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. c) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. b. Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. B. TEKNIK TRANSAKSI Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu. 1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. 2.



Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad rukun dari akad transaksi tersebut meliputi: Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



182



a.



Orang yang berakad: 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin), b. Sighat (ijab qabul), c. Harta yang dirahnkan (marhun), dan d. Pinjaman (marhun bih). Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut. Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian. Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi: 1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi. Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan berikut.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



183



1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan. 2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman. 3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman. Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk: o o o



melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan, mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi, dan atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.



Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.



C.



PENDANAAN



Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja. Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu 1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. 2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



184



Contoh Artikel Pegadaian Syariah: TUGAS AKHIR MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH PEGADAIAN SYARIAH: TEORI DAN APLIKASINYA PADA PERUM PEGADAIAN DI INDONESIA Oleh: Dessy Natalia H. dan Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin Ma’turidi



I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, para pelaku ekonomi baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang besar. Seiring dengan kegiatan ekonomi tersebut, kebutuhaan akan pendanaan pun akan semakin meningkat. Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui kegiatan pinjam meminjam. Kegiatan pinjam meminjam ini dilakukan oleh perseorangan atau badan hokum dengan suatu lembaga, baik lembaga informal maupun formal. Indonesia yang sebagian masyarakatnya masih berada di garis kemiskinan cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada lembaga informal seperti misalnya rentenir. Kecenderungan ini dilakukan karena mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, mudah diakses dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Namun di balik kemudahan tersebut, rentenir atau sejenisnya menekan masyarakat dengan tingginya bunga. Jika masyarakat mau melihat keadaan lembaga formal yang dapat dipergunakan untuk melakukan pinjam meminjam, mungkin masyarakat akan cenderung memilih lembaga formal tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga bank dan lembaga nonbank. Saat ini, masih terdapat kesan pada masyarakat bahwa mrminjam ke bank adalah suatu hal yang lebih membanggakan dibandingkan dengan lembaga formal lain, padahal dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lama dengan persyaratan yang cukup rumit. Padahal, pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum (perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian yang menawarkan akses yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Namun ternyata tidak hanya sampai di situ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah penganut agama Islam, maka Perum Pegadaian meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsipprinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis dan menentramkan. Cepat karena hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk prosesnya, praktis karena persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain, serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah. Namun, pertanyaan yang kini muncul adalah sejauh mana kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai gadai syariah dengan aplikasi yang diterapkan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



185



oleh Perum Pegadaian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dianalisis dengan cara membandingkan antara teori dan aplikasi di dunia nyata. 1.2. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah: 1. Mengetahui teori dan prinsip syariah dari gadai syariah. 2. Mengetahui aplikasi gadai syariah yang diterapkan oleh Perum Pegadaian. 3. Mengetahui kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai gadai syariah dengan aplikasi yang diterapkan oleh Perum Pegadaian. 1.3. Manfaat Manfaat makalah ini diharapkan dapat dinikmati oleh berbagai pihak: 1. Perusahaan sebagai masukan untuk mengembangkan atau memperbaiki usahanya. 2. Masyarakat sebagai salah satu sumber informasi mengenai alternatif sumber pendanaan syariah. 3. Peneliti sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gadai (Rahn) dalam Islam 2.1.1. Pengertian Gadai Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamaial- habsu (Pasaribu, 1996). Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut (Syafei, 1987). Sedangkan menurut Sabiq (1987), rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu. Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitabal-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria alAnshary dalam kitabnya Fathul Wahab mendefinisikanrahn sebagai menjadikan benda yang bersifat harta benda itu bila utang tidak dibayar (Sudarsono, 2003). Sedangkan menurut UU Perdata pasal 1150, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas dirinya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. 2.1.2. Dasar Hukum Gadai Dasar hukum gadai menurut Islam adalah Al-Qur’an, sunnah dan ijtihad. Ayat AlQur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah QS. Al-Baqarah ayat 282 dan 283 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



186



tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklahh kamu menuliskannya...” dan “Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikkan amanatnya (hutangnya)…”. Terdapat beberapa hadits Nabi yang menggambarkan bahwa Nabi melakukan proses gadai, salah satunya adalah hadits HR Bukhari dan Muslim yang isinya: Aisyah berkata bahwa Rasul SAW bersabda: Rasulullah membeli makan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. Sedangkan menurut ijtihad, terdapat perbedaan yaitu jumhur ulama berpendapat bahwa gadai disyariatkan pada waktu tidak bepergian, namun Adh-Dhahak dan penganut madzhab Az-Zahiri berpendapat bahwa rahn tidak disyariatkan kecuali pada waktu bepergian. 2.1.3. Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian Gadai serta Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai di dalam bukunya Fiqh Islam (1988), Mohammad Anwar menyebutkan rukun dan syarat sahnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut: 1. Ijab qabul (sighot), 2. Orang yang bertransaksi (Aqid), terdiri dari rahin (pemberi gadai) dan murthahin (penerima gadai), 3.Adanya barang yang digadaikan (Marhun), dan 4.Utang (Marhun bih). Sedangkan syarat sah perjanjian gadai adalah: 1. Shigat, 2. Orang yang berakal, 3. Barang yang dijadikan pinjaman, dan 4. Utang (marhun bih). Hak penerima gadai adalah sebagai berikut: 1. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak untuk menjual marhun. 2. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan. 3. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasi. Kewajiban dari penerima gadai adalah: 1. Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab. 2. Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi. 3. Sebelum diadakan pelelangan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin. Hak dari pemberi gadai adalah: 1. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin. 2. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi ataas marhun. 3. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun. 4. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali. Kewajiban dari pemberi gadai adalah :



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



187



1. Melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 2. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya. 2.1.4. Akad Perjanjian Transaksi Gadai a) Qard al- Hasan Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian (murtahin) Ketentuannya: - Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya. - Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya administrsi kepada rahin. b) Mudharabah Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif. Ketentuannya: - Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti: emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lain-lain, - Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun. c) Ba’i Muqayyadah Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor atau modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin aupun murtahin. d) Ijarah Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang. 2.1.5. Pemanfaatan Barang Gadaian dan Berakhirnya Akad Rahn Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut selamat dan utuh. Dari Abu Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw berkata: “Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” (HR Syafi’i dan Daruqutni). Sedangkan sebagian ulama lainnya, selain mazhab Hambali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahn. Akad rahn berakhir bila telah terjadi hal-hal seperti disebutkan di bawah ini: 1. Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



188



2. Rahin membayar hutangnya. 3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin. 4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin. 5. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin. 6. Memanfaatkan barangrahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin maupun murtahin. 2.1.6. Kegiatan Pelelangan Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah (rahin) tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Sebelum dilakukan pelelangan, harus ada pemberitahuan pada lima hari sebelum tanggal penjualan. Ketentuan dari pelelangan ini adalah: 1. Untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 % untuk pembeli. 2. Pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas. 3. Biaya penjualan sebesar 1 % dari hasil penjualan, biaya pinjaman empat bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah. 4. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama satu tahun akan diserahkan ke baitul maal. 2.1.7. Persamaan dan Perbedaan antara Rahn dan Gadai Terdapat beberapa persamaan antara rahn dan gadai yaitu hak gadai berlaku atas pinjaman uang, adanya anggaran (barang jaminan) sebagai jaminan hutang, tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan, biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai, dan apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang. Sedangkan beberapa perbedaan antara gadai dan rahn adalah: 1.Rahn dilakukan secara sukarela tanpa mencari keuntungan, gadai dilakukan dengan prinsip tolong menolong tetapi juga menarik keuntungan dengan menarik bunga. 2.Hak rahn berlaku pada seluruh harta (benda bergerak dan benda tidak bergerak). 3.Rahn menurut hukum Islam dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga, sedangkan gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga (Perum Pegadaian) 2.2. Pegadaian Syariah di Indonesia Lembaga yang menyelenggarakan pegadaian syariah di Indonesia adalah Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Adapun sejarah dari Perum Pegadaian adalah sebagai berikut. Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang yang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (Perum) hingga sekarang. Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



189



terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” (HR Syafi’i dan Daruqutni). Sedangkan sebagian ulama lainnya, selain mazhab Hambali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahn. Untuk menjadi lembaga keuangan yang terbaik di mata masyarakat, maka Perum Pegadaian terus meluncurkan produk-produk jasa keuangan termasuk salah satunya adalah pegadaian pola syariah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pegadaian syariah ini mulai dioperasikan di Indonesia mulai Januari 2003. Secara umum, perkembangan pegadaian syariah cukup baik. Perkembangan Pegadaian Syariah sampai akhir Februari 2009, jumlah pembiayaan mencapai 1, 6 triliun Rupiah dengan nasabah 600 ribu orang. Jumlah kantor cabang Pegadaian Syariah ini berjumlah 120 unit yang berarti masih 4 % dari jumlah Pegadaian Konvensional yang ada di Indonesia (Harian Republika dalam Wakhyudin, 2009). Pegadaian Syariah sebagai lembaga yang dimiliki pemerintah tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan dibandingkan dengan bank. Menurut Endang (1993) dan Muhammad (1997) kelebihan-kelebihan Pegadaian Syariah dibandingkan dengan bank adalah: 1. Persyaratan yang sangat sederhana, sehingga memudahkan konsumen dalam memenuhinya. 2. Prosedur yang sangat sederhana, sehingga memungkinkan konsumen memperoleh dana dalam waktu 15 menit saja. 3. Keanekaragaman barang yang dapat dijadikan jaminan, angsuran ringan tidak ditentukan jumlahnya dan dapat diangsur sesuai kemampuan dengan jangka waktu 120 hari. 4. Cukup dipungut biaya administrasi dan biaya ijarah. 5. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan tujuan penggunaan uang tersebut, sehingga konsumen dapat memanfaatkan uang tersebut untuk kepentingan apa saja. 6. Dapat dilunasi sewaktu-waktu, maupun diperpanjang dengan membayar biaya administrasi dan biaya ijarahnya. 7. MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai operasionalisasi Pegadaian Syariah. Sedangkan kekurangan dari Pegadaian Syariah dibandingkan dengan bank adalah sebagai berikut: 1. Harus ada jaminan barang bergerak yang mempunyai nilai. 2. Barang bergerak yang dijadikan jaminan harus diserahkan kepada Perum Pegadaian, sehingga konsumen tidak dapat memanfaatkan barang tersebut selama berada di Perum Pegadaian. 3. Jumlah kredit gadai masih terbatas untuk jenis emas dan berlian pada kota- kota besar, padahal di kota besar angka kemiskinan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di kota kecil. 4. Belum semua masyarakat memahami mengenai sistem dari gadai syariah. 5. Belum memiliki visi misi karena masih menyatu dengan perusahaan induknya. II PEMBAHASAN



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



190



3.1. Implementasi Gadai Syariah di Perum Pegadaian Gadai syariah di Perum Pegadaian Syariah diimplementasikan dengan adanya fasilitas rahn, yaitu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dipungut biaya administrasi dan ijarah (biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan). Prinsip-prinsip syariah yang diberlakukan pada produk gadai syariah di Perum Pegadaian adalah tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan. Cepat, karena hanya 15 menit kebutuhan dana akan terpenuhi. Praktis, karena tidak perlu membuka rekening ataupun prosedur lain yang memberatkan. Konsumen cukup membawa barang-barang berharga milik pribadi, saat itu juga konsumen akan mendapatkan dana yang dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Jika masa jatuh tempo tiba dan konsumen masih memerlukan dana pinjaman tersebut, maka pinjaman dapat diperpanjang hanya dengan membayar sewa simpan dan pemeliharaan serta biaya administrasi. Sedangkan menentramkan, karena sumber dana Pegadaian Syariah berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah, proses gadai berlandaskan prinsip syariah, serta didukung oleh petugas-petugas dan outlet dengan nuansa Islami sehingga lebih syar'i dan menetramkan. Dalam prinsip syariah, pengoperasian gadai syariah menggunakan metoda mudharabah atau prinsip bagi hasil. Namun, pada aplikasinya, Perum pegadaian menggunakan metoda Fee Based Income (FBI) karena nasabah dalam mempergunakan dana mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, sehingga metoda mudharabah tidak layak/feasible untuk diterapkan pada Perum Pegadaian. Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ketentuan Umum: 1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang). 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



191



b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi. c. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. b. Ketentuan Penutup: 1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. Dari landasan syariah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, adapun mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai penarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian. Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi : 1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2. Marhun bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 4. Jumlah maksimum danarahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi. Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan kopi tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



192



1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan. 2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman. 3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman. Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan, mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi, atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya. Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZI. Selain aspek operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagaifundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja. Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu: 1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. 2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifataces s oir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa pinjam. IV PENUTUP 4.1. Simpulan Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan dengan mengulas mengenai teori gadai syariah yang berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islam dengan membandingkannya dengan operasionalisasi gadai syariah yang telah dipraktikkan pada Perum Pegadaian di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi gadai syariah yang diterapkan, Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



193



secara umum, telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, ada beberapa hal, seperti prinsip mudharabah yang belum dapat dipraktikkan secara sempurna karena kebutuhan masyarakat akan dana tersebut belum dapat dikontrol oleh pihak Perum Pegadaian, sehingga kita tidak dapat memastikan apakah dana yang berasal dari transaksi gadai syariah tersebut digunakan untuk sesuatu yang sesuai dengan syariah atau tidak.



4.2. Saran Walaupun sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, dan juga dirasa lebih menguntungkan, adanya fasilitas gadai syariah ini belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas karena kurangnya publikasi dan pembelajaran kepada publik mengenai gadai syariah dari Perum Pegadaian. Oleh karena itu, dibutuhkan publikasi, promosi dan pengenalan kepada masyarakat luas mengenai konsep gadai syariah yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian ini. Diharapkan ke depannya, operasionalisasi dari gadai syariah ini dapat dilakukan berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islami dengan menyeluruh, terutama pada akad utama gadai syariah, yaitu akad mudharabah. DAFTAR PUSTAKA Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Gadai Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gadai Syariah: Konsep dan Operasionalnya diIndonesia. http://one.indoskripsi.com/skripsi-tugas-kuliah-makalah/ekonomi-islam/gadai-syariahkonsep-dan-operasionalnya-di-indonesia. [9 Januari 2010] Pegadaian. http://id.wikipedia.org/wiki/Pegadaian. [9 Januari 2010] Pegadaian Syariah.http://w w w .pegadaian. co.id/p.kc a.php?uid. [9 Januari 2010] Perum Pegadaian.http://w w w .pegadaian. co.id. [9 Januari 2010] Rahmawati, Rafika. 2009. Makalah Pegadaian Syariah. http://hendrakholid.net/blog/2009/05/makalah-pegadaian-syariah/. [9 Januari 2010] Rais, Sasli dan Wakhyudin. 2007. Pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia dengan Analisis SWOT. http ://docs. google. com/viewer?a=v&q=cache:772 YNKECUJ:images.nuris2007.multiply.multiplycontent.com/attachment. [9 Januari 2010]



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



194



BAB XV AKUNTANSI FORENSIK ILMU PENGETAHUAN DAN SENI MENCARI BUKTI



PENDAHULUAN Apa yang Anda dapatkan ketika menggabungkan investigasi dengan akuntansi dan auditing? Anda mendapatkan bidang menggairahkan Akuntansi Forensik. Kata forensik berati ”dapat diterima oleh hakim dalam persidangan di pengadilan” dan itulah standar tinggi yang akuntan forensik pegang. Akuntansi Forensik memberikan analisis akuntansi yang dapat diterima dalam pengadilan atas hukum dan digunakan membantu memecahkan kasus perdata dan pidana, baik pidana umum, maupun pidana khusus seperti korupsi, pajak, perbankan, dll. Akuntan yang telah menyelesaikan program Akuntan Forensik Bersertifikat dan memiliki gelar AFB adalah Akuntan Forensik, atau dapat juga mengikuti Program Diploma Akuntansi Forensik gelar DAF adalah Akuntan Forensik. A.



Apakah Akuntan Forensik itu?



Akuntansi Forensik menekankan tiga area utama: dukungan litigasi, investigasi dan penyelesaian sengketa. Dukungan litigasi menunjukkan suatu fakta presentasi permasalahan ekonomi yang berhubungan dengan litigasi yang sedang berlangsung atau tertunda. Dalam kapasitas ini, seorang Akuntan forensik profesional menghitung kerugian yang diakibatkan pihak yang terlibat dalam sengketa hukum dan dapat membantu dalam menyelesaikan sengketa, bahkan sebelum mereka sampai di ruang persidangan. Jika sengketa sampai di ruang sidang, akuntan forensik dapat memberi kesaksian sebagai saksi ahli. Investigasi adalah tindakan untuk menentukan apakah peristiwa kejahatan seperti pencurian oleh pegawai, kejahatan pasar modal (termasuk pemalsuan laporan keuangan), mengidentifikasi pencurian, kecurangan asuransi atau korupsi dapat terjadi. Sebagai bagian dari pekerjaan akuntan forensik, dia dapat merekomendasikan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kerugian di masa yang akan datang. Investigasi juga dapat dilaksanakan dalam persoalan perdata. Akuntan forensik sering harus memberiikan bukti ahli dalam persidangan. Akuntan forensik menginvestigasi segala sesuatu dari korupsi, kecurangan pajak hingga pelanggaran hak cipta hingga fakta pengecekan untuk kasus perceraian. Akuntan forensik krusial terhadap banyak kasus hukum yang dihadapi oleh publik dan organisasi swasta sekarang ini. Akuntansi forensik juga melihat melewati angka dan mendapatkan substansi dari situasi. Itu melebihi dari akuntansi biasa, dan melebihi pekerjaan detektif dasar. Karena elemennya yang unik, itu merupakan suatu kombinasi yang akan dibutuhkan selama manusia alamiah masih ada. Siapa yang tidak mendambakan karir yang menawarkan stabilitas, gairah, dan imbalan keuangan?



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



195



B. Bagaimana Menjadi Akuntan Forensik? Langkah pertama untuk menjadi Akuntan Forensik adalah mengikuti Pelatihan atau Pendidikan Akuntan Forensik yang diselenggarakan oleh Lembaga Akuntan Forensik Indonesia (LAFI). Di sini Anda menyandang keahlian standar 4 tahun kuliah reguler di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi yang reguler, ditambah dengan Pendidikan Profesi Akuntan dan lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik. Dan terakhir Anda dilengkapi dengan Keahlian Khusus setelah lulus Akuntan Forensik. Total pendidikan normal 6 - 8 tahun dapat Anda selesaikan dalam waktu 1 - 3 tahun. Ada dua program pendidikan Akuntan Forensik yang diselenggarakan oleh LAFI: 1. BAF = Bersertifikat Akuntan Forensik, ditempuh dalam waktu 2 sd 24 Minggu. 2. DAF = Diploma Akuntan Forensik, ditempuh dalam waktu 1 sd 3 tahun. Program ini dapat diikuti dengan salah satu metoda belajar mengajar: 1. Belajar jarak jauh melalui internet, online atau offline, any time. Materi dikirimkan ke alamat email Anda setelah menyelesaikan tahapan-tahapan sebelumnya: pendaftaran, pembayaran biaya program, belajar mandiri, menjawab soal-soal ujian, mengerjakan tugas mandiri, mengerjakan tugas praktik, belajar mandiri, dan membuat laporan akhir, ujian akhir dan penyerahan tanda lulus: Sertifikat atau Diploma. Penyerahan tanda lulus dapat dilakukan pada saat atau setelah wisuda. 2. Belajar di kelas, diselenggarakan di Jakarta dan kota-kota lain setelah memenuhi persyaratan: jumlah peserta, belajar mengajar interaktif, tugas kelompok, magang, ujian periodik, laporan tugas akhir, ujian akhir, lulus dan wisuda. Menjadi Forensic Accountant Career Outlook and Salary (Ini di USA)? Forensic Accountants work in most major accounting firms are needed for investigating mergers and acquisitions, and in tax investigations, economic crime investigations, all kinds of civil litigation support, specialized audits, and even in terrorist investigations. Forensic Accountants work throughout the business world, in public accounting, corporations, and in all branches of government. Forensic Accounting firms are everywhere. If you do an Internet search, you’ll find article after article worrying that the demand for Forensic Accountants far outstrips the current supply. This translates into an anticipated growth in this field of nearly 25% over the next ten years! You would be hard pressed to find a more stable and in-demand career. You will most likely start out earning between $30,000 and $40,000 a year, according the Bureau of Labor Statistics. But after just a few years of experience in the field, you can easily earn $70,000 to $80,000 a year. At the highest levels, particularly in the private sector, forensic accountants can command $125,000 to $150,000 annually. Forensic accountants are professionals who use a unique blend of education and experience to apply accounting, auditing, and investigative skills to uncover truth, form legal opinions, and assist in investigations. If this sounds like you, consider a career in Forensic Accounting—you won’t regret it!



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



196



C. Di Indonesia belum Ada Data dan Standar Kasus swasta Anda mendapatkan operational cost sekitar 2 - 5 % dari nilai kasus dan Success Fee antara 2% hingga 50% dari nilai kasus, tergantung kesepakatan Anda dengan pemberi tugas. Tetapi, kalau Anda mau jadi pahlawan, Anda dapat menggunakan ilmu pengetahuan dan seni mencari bukti ini untuk menjebloskan para koruptor dan penilep uang negara lainnya ke dalam penjara dan mengembalikan kekayaan negara yang telah mereka caplok. Peraturan Pemerintah juga mengatur bahwa bagi mereka yang berjasa oleh negara diberikan imbalan. Akuntan Forensik yang Bertumbuh Untuk Indonesia seharusnya Akuntan Forensik sangat dibutuhkan. Mengapa? Karena Indonesia adalah selalu peringkat pertama dalam urutan negara paling korup: apakah pejabat pemerintah, lembaga negara, dan juga swastanya ikut terlibat aktif. Diduga, hampir semua pejabat melakukan korupsi apabila dua kondisi ini dipenuhi: 1. Ada uang rakyat atau uang publik dibelanjakan, apakah lewat mekanisme APBN mupun APBD, atau apa saja itu program atau proyek yang mengeluarkan uang negara atau daerah. 2. Ada sumber daya alam di suatu daerah, seperti: pertambangan, kehutanan, perikanan, lahan untuk perkebunan atau hutan tanaman industri, dan sejenisnya. Kedua kondisi di atas tidak hanya melibatkan pejabat pemerintah, tetapi para swasta yang berkepentingan: baik sebagai kontraktor atau supplier, maupun Investor; kedua-duanya seharusnya dituntut dan dijatuhi hukum yang berlaku. Dengan mengacu kepada kriteria korupsi yang dikembangkan dan dipublikasikan oleh KPK berdasarkan peraturan perundangan berlaku, seandainya diterapkan penegakan hukum, maka dipastikan tidak ada pejabat yang berkaitan dengan kedua kondisi di atas yang tidak masuk penjara. Dan tentu, mereka juga akan ramai-ramai menyetor ke kas negara. Yang jadi persoalan adalah: banyak para koruptor atau "pengambil uang negara dan daerah" yang lolos dari jerat hukum semata-mata karena "bukti dia korupsi" tidak memadai. Akuntan Forensik di Indonesia masih relatif baru, bahkan di Amerika Serikat pun baru menjadi perhatian setelah kasus-kasus yang menimpa keuangan publik yang mendorong disahkannya Sarbanes Oxley Act atau SOX. Itu mulai sejak tahun 2002. Kasus yang serupa, yaitu penipuan dan penggelapan uang para investor banyak terjadi di Indonesia, tetapi peran Akuntan Forensik masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, diyakini profesi ini akan mengalami pertumbuhan yang cepat di masa mendatang dan waktu dekat ini, karena "dunia semakin kacau, dan orang semakin tidak dapat dipercaya". Untuk dunia bisnis internasional khususnya Amerika perkembangan sebagai berikut: Sherlock Holmes adalah barangkali praktisi forensik yang paling terkenal, juga seorang forensik kimia. Praktisi terkenal lainnya yang praktisi ilmu pengetahuan forensik adalah Quincy, seorang patologis televisi yang menggunakan otopsi dan patologi untuk menemukan petunjuk pembunuh. Serial televisi masa mendatang mungkin akan



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



197



menayangkan akuntan forensik seperti yang didiskusikan dalam Dallas Times Herald: "Accounting + Intrigue = Lenny Cramer." Banyak orang menganggap akuntan hanyalah penghitung uang di belakang meja yang membosankan tanpa memiliki banyak gagasan orisinal. Lagipula, setiap orang tahu bahwa biji penghitung di belakang meja adalah berkacamata tebal, kulit pucat mengkerut yang menghabiskan seluruh hidupnya dalam ruang kecil berlubang yang redup dikitari oleh cetakan computer yang buram dan buku-besar buku–besar yang berdebu. Dalam beberapa tahun belakangan, akuntan yang hebat telah bergulir dengan suatu pikiran yang curiga. Akuntan forensic ini mencari di belakang apa yang dihadapinya dan tidak menyetuji informasi yang disajikan begiut saja. Beberapa Firma Akuntansi telah membangun semua praktinya sekitar akuntansi forensic. Perusahaan perekrut Eksekutif, Robert Half Internationalmelaporkan peningkatan klien yang meminta para CPA dengan keahlian pemeriksaan kecurangan dan pengalaman seperti FBI. D. Apakah Akuntansi Forensi itu? Akuntansi forensik meliputi dua bidang luas: dukungan litigasi dan investigasi akuntansi. The AICPA menjelaskan jasa litigasi sebagai ”semua jasa profesional nonpraktisi hukum yang diberikan kepada praktisi-hukum dalam proses litigasi”. Ilmu pengetahuan forensik dapat didefinisikan sebagai penerapan hukum-hukum alam kepada hukum-hukum manusia. ”Ilmuwan forensik memeriksa dan menafsirkan bukti dan faktafakta dalam kasus hukum dan menawarkan pendapat pakar sehubungan dengan temuantemuan dalam persidangan hukum”. David Akst dan Lee Berton mengindikasikan bahwa akuntan-akuntan yang lain mungkin melihat kepada grafik-grafik, tetapi akuntan forensik secara nyata menggali ke dalam tubuh. Kebutuhan akan Akuntan forensik dengan jelas ditunjukkan oleh suatu perjalanan dari The CBS Murders: Margaret Barbera sangat hebat dengan angka-angka. Dia dapat mengambil neraca, seperangkan buku-buku perkiraan, faktur-faktur, tagihantagihan, dan lainnya, menyulap dan memanipulasi angka-angka, dan dengan cepat, dari ribuan menjadi jutaan, rugi menjadi laba, penjualan didongkrak atau diturunkan, apa saja yang diminta oleh majikannya, dan untuk itu dibutuhkan seorang auditor yang pakar yang mengetahui secara pasti dimana mencari dan apa yang dicari untuk mengungkapkan apa yang telah dia lakukan, dan bahkan demikian, itu masih mungkin tergelincir. Professor Crramer ada di depan kelas auditingnya mengutip perjalanan dari The CBS Murders, oleh Richard Hammer. Kesaksian ahli dalam persidangan perdatan O.J. Simpson, akuntan forensik bersaksi tentang kekayaan O.J. Kerugian akhir dalam keputusan telah didasarkan atas kesaksian ini. Berdasarkan dalam suatu artikel dalam New York Times oleh Glenn Collins, yang berjudul ”Jenis Baru dari Detektif untuk mengucapkan Selamat Tinggal kepada yang lama”, Richard Friedman adalah seorang akuntan forensik, seorang investigatif angkamengerikan yang menilai harga pribadi yang dipegang korporasi dan bisnis keluarga, dan menguber harta pasangan yang tersembunyi. Selama beberapa tahun belakangan di New York, Friedman dan akuntan detektif serupa lainnya menjadi banyak ditugaskan dalam pertumbuhan yang subur dar industri perceraian. Dalam kasus perceraian baru-baru ini, Friedman telah dibayar sejumlah $274,970.87. Lebih lanjut, menurut Hakim Saxe, yang memimpin persidangan kasus tersebut, mencatat bahwa pembayaran kepada akuntanakuntan lainnya dan penilai dijamin ”fee tambahan para pakar’ adalah $200,000. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



198



D.



Apakah Investasi Akuntan itu?



Walaupun tarif tagihan untuk dukungan litigasi cenderung melebihi tarif praktisi di area lain, suatu are menggairahkan dari akuntansi forensik adalah investigasi akuntan atau auditor kecurangan. The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mengindikasikan bahwa orang ini mencari bukti tentang kejahatan yang terjadi dan membantu dalam menentukan, atau menangkis dan membantah, kerugian yang diklaim. Pertanyaan kelihatannya seputar dokumen yang kurang menentukan dan mencari ketidakkonsistenan. Dalam salah satu judul dari sebuah artikel di surat kabar menjelaskan suatu investigasi akuntan: “Perburuan Detektif atas Buku-buku dimasak”. Artikel ini menjelaskan suatu perusahaan akuntan forensik, seperti Smith, Sibley & Co, di Dallas, Texas; Perampok tidak membutuhkan senjata. Pinsil dan kertas akan mengerjakannya. Peluang dan keserakahan adalah kekuatan pendorong pencurian. Tempatkan cukup angka nol di samping angka-angka, dan dengan menakjubkan membuat moral menjadi fleksibel. Berapa tahun di penjara akan Anda huni untuk mengakumulasi setengah miliar dolar dalam rekening bank Anda? Dengan kejahatan kerah putih, kejahatan asuransi, kegagalan tabungan dan pinjaman pemerintah pusat, dan kejahatan komputer mencapai US$ 3 billion setiap tahun. Itu semua membutuhkan turunan jenis baru dari akuntan forensik seperti James Smith and Ken , Sibley in Dallas. Dengan kaca pembesar mereka, cetakan komputer, dan kalkulator, profesi glamour ini akan mendapatkan peringkat di serial televisi seperti "Designing Accountants" atau "Fraud Busters." Mereka pasti akan menghancurkan imej tentang mata hijau pucat. Pekerjaan akuntansi forensik dilaksanakan oleh Penyidik dan Intelijen Dirjen Pajak dan Penyidik Kepolisian atau Kejaksaan. Di USA, the FBI memiliki dua kali lipat akuntan forensik banyaknya dibandingkan tahun 1992. Bahkan Badan Perpajakan USA (IRS) mengiklankan poster dengan gambar Alphonse Capone, dengan kata-kata: “ONLY AN ACCOUNTANT COULD CATCH AL CAPONE” Gangster terkenal Al Capone tidak mudah ditangkap hingga agen khusus dari IRS melangkah dan menuduhnya dengan penggelapan pajak. Karir raja kejahatan ini telah berakhir. Ini membuktikan bahwa suatu ketika hanya akuntan yang dapat melawan penjahat. Robert G. Roche, seorang pensiunan dari Divisi Investigasi Kejahatan IRS, memberikan penjelasan tentang akuntan forensik: seseorang yang dapat melihat disamping dari yang dimuka atau di hadapannya, tidak menerima catatan dalam angka yang kelihatan, seseorang yang memiliki pikiran curiga, bahwa dokumen-dokumen yang kelihatan bukan seperti seharusnya dan seseorang yang memeliki keahlian untuk keluar dan melaksanakan wawancara sangat terperinci kepada individu yang berbicara kebenaran, terutama jika seseorang dianggap telah berbohong. Mendeteksi Kecurangan Joseph T. Wells adalah pendiri the National Association of Certified Fraud Examiners (NACFE) dengan lebih dari 15,000 anggota. Mr. Wells percaya bahwa dibutuhkan perkawinan antara auditor dengan investigator. Berbicara tentang Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



199



menginterogasi tersangka dan saksi, dia mengatakan: “Itu seperti memberi merk ternak. Berikan mereka kurungan dimana jalan keluar hanya menuju Anda, dan Anda berdiri di sana siap untuk menusuk mereka”. Resep sederhanya untuk menemukan pelaku kecurangan adalah melihat pada pakaian dan perhiasan yang menyilaukan. Kelompok lain, the National Association of Forensic Accountants (NAFA), telah dibentuk untuk membantu anggota memasarkan jasa-jasa forensic untuk meyakinkan perusahaan. Ralph M. Ciarlo, vice-president, menyatakan bahwa anggota mereka menerapkan keahlian analitis untuk meluruskan kekusutan misteri klaim asuransi dan menerapkan keahlian praktis membantu menemukan “klaim yang didongkrak”. The American College of Forensic Examiners (ACFE) telah mengembangkan suatu pelatihan tambahan, pengujian, dan sertifikasi untuk memberikan kualifikasi tambahan kepada para CPA yang bekerja dalam bidang dukungan litigasi dan akuntansi forensic. Istilah Akuntan Forensik bagi seorang Certified Public Accountant yang telah melaksanakan analisis teratur, investigasi, bertanya, menguji, menginspeksi, atau memeriksa dalam suatu usaha memperoleh kebenaran dan darinya membentuk suatu pendapat ahli. Akuntansi forensic dan dukungan litigasi termasuk jasa-jasa para CPA yang diberikan dalam permasalahan hukum. William Dunton, Chairman of the American Board of Forensic Accounting, mengomentari bahwa, “kekhususan dari akuntansi forensic telah bertumbuh untuk berbagai alasan, yang paling penting darinya adalah pengakuan oleh professional lainnya atas nilai jasa mereka. Apakah investigasi atau litigasi, peran akuntan dapat menjadi suatu bagian yang sangat penting dari suatu proses. Beberapa alasan lain pertumbuhan kekhususan ini akan meningkat cenderung dari masyarakat kita menyelesaikan sengketanya melalui pengadilan hukum, peningkatan kompleksitas masyarakat kita, dan menurunnya integritas dalam masyarakat kita. Profesi akuntansi semakin ditantang dan menarik daripada imej yang berlaku pada orang-orang miliki. Akuntansi forensik adalah hanya salah satu dari sekian kekhususan di area akuntansi. Seorang akuntan forensik yang efektif haruslah cerdas, menarik, dan secara teknik kompeten. Menjadi mata-mata akuntansi. (D. Larry Crumbley adalah seorang pejabat di KPMG Peat Marwick dan Professor di Louisiana State University).



E.



Bukti bagi Akuntan Forensik



Akuntan Forensik adalah orang yang ahli dan trampil menerapkan seni dan ilmu pengetahuan untuk menemukan bukti yang dapat dipergunakan oleh hakim dengan menggunakan praktik investigasi dan akuntansi secara bersamaan. Tujuan dalam semua kasus Akuntan Forensik adalah bukti, sehingga bukti menjadi topik yang sangat penting dari diskusi ketika berbicara tentang Akuntan Forensik. Adalah bukti-bukti ini yang menarik minat dan mengikat upaya Advokat dan Pejabat Pemerintah serta Penegak Hukum secara sungguh-sungguh percaya untuk menyatakan suatu kasus adalah sangat penting dan memiliki profil tingkat tinggi. Pelatihan Akuntan Forensik akan mempelajari lebih lanjut tentang bukti yang dicari oleh Akuntan Forensik dan bagaimana mereka menemukan dan mendapatkannya. 1.



SEJARAH Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



200



Adalah pada tahun 1946 ketika istilah “akuntansi forensik” pertama sekali diciptakan. Adalah seorang Rekan di Firma Akunting yang berbasis di New York yang bernama Maurice E. Peloubet yang pertama sekali menulis artikel tentang topik tersebut, walaupun seorang Pengacara dari New York yang bernama Max Lourie mengklaim telah menggunakan prase tersebut pada tahun 1953. Akuntansi Forensik terbentuk dari banyak menggunakan kolaborasi antara Akuntan dan sistem hukum. Pengacara menggunakan akuntan forensik untuk menemukan bukti dalam kasus kerah putih yang tidak dapat mereka peroleh. Bukti ini akan membantu memenangkan banyak kasus. 2.



METODA Akuntan Forensik memiliki beberapa metoda yang meraka gunakan untuk menemukan bukti. Apa yang professional ini kerjakan adalah menemukan korelasi statistic antara data-data angka yang ditemukan dalam kerja dan dokumen-dokumen elektronik. Satu teknik yang telah dipergunakan, dan terbukti sangat berhasil pada masa lampau adalah Link Discovery (LD). Hal ini terjadi pada waktu seorang Akuntan Forensik menggunakan tugas-tugas statistic dan praktik untuk mengembangkan bukti grapik yang menentukan. Dengan menggunakan Bayesian probabilistic dan teknik-teknik lain, seorang investigator mampu menemukan hubungan tersembunyi di antara banyak dokumen untuk dibentuk dan dsusun bersama untuk membentuk suatu bukti. Suatu pendekatan yang baru telah disambut hangat adalah the Hybrid Evidence Correlation (HEC). Teknik ini relative masih baru, teknik ini menggunakan logika tingkat-pertama dengan inference peluang semantic untuk menemukan pola yang dicurigai yang tidak mudah ditemukan. 3.



MANFAAT Bukti yang ditemukan oleh Akuntan Forensik adalah bermanfaat dalam persidangan pidana dan perdata. Bukti dapat membuktikan terjadinya pelanggaran hukum atau sebaliknya tidak terjadi pelanggaran hukum. Setelah menyisir ribuan transaksi dan menemukan pola atau kaitan, Akuntan Forensik meletakkan temuan mereka dalam laporan-laporan dan grafik-grafik. Laporan-laporan dan grafik-grafik ini dilengkapi dengan dokumen pendukung untuk menciptakan bukti yang dapat diterima di persidangan. Bukti ini dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa di antara para pemegang saham, menemukan kecurangan pegawai, membantu dalam sengketa perceraian, menetapkan kerusakan dan kerugian dalam klaim asuransi dan membantu litigasi dalam memutuskan suatu perkara. 4.



PROSES Sewaktu melaksanakan suatu audit, seorang Akuntan Forensik hanya memiliki satu tujuan dalam pikirannya, untuk menemukan bukti dari kecurangan yang terjadi. Tugas mereka adalah mencari kecurangan, untuk itulah mengapa mereka dibayar. Untuk melaksanakan ini, mereka mengikuti prosedur-prosedur tertentu untuk merampungkan tugas mereka. Hal pertama yang mereka harus kerjakan adalah bertemu dengan klien. Kebanyakan orang yang menyewa Akuntan Forensik adalah pemilik perusahaan, pengacara atau pejabat pemerintah. Setelah pertemuan, Akuntan Forensik mulai mengumpulkan catatan-catatan, laporan kartu kredit, jurnal-jurnal, laporan bank, basisbasis data, surat-surat, memo-memo dan buku-buku besar, adalah semua jenis dari catatancatatan yang dapat dipertimbangkan sebagai catatan-catatan. Tidak cukup hanya dengan catatan untuk menemukan kecurangan, mereka juga mewawancarai orang-orang seperti yang dilakukan oleh para investigator. Secara mendalam mereka menganalisa semua Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



201



informasi yang mereka miliki (catatan dan rekaman wawancara) untuk menemukan lubang di dalamnya. Kemudian mereka menguraikan dan menafsirkan pola dan menemukan tautan tersembunyi antara dokumentasi dengan wawancara-wawancara. Setelah merampungkan investigasi, Akuntan Forensik mempresentasikannya dalam bentuk laporan yang memverifikasi apakah kecurangan telah terjadi atau tidak. Bukti yang dikumpulkan oleh Akuntan forensik adalah informasi yang berharga dan diperlakukan dengan hati-hati. Dalam kenyataan bahwa bukti itu hanya berlaku apabila ditemukan seperti ditemukan oleh penyidik. Oleh karena itu, Akuntan Forensik harus mematuhi dan mengikuti hukum yang sama yang dipergunakan oleh Penyidik Kepolisian yang menemukan bukti selama penyidikan, informasi itu sensitive dan reputasi setiap yang terlibat dapat dalam bahaya. Akuntan Forensik harus melindungi hak-hak setiap orang dan diperlakukan dengan bijaksana selama dan setelah investigasi. Jika bukti itu diperoleh secara illegal (tidak sesuai hukum berlaku), atau seseorang merasa bahwa hak-haknya telah dilanggar, maka Akuntan forensic akan menghadapi reaksi balik, yang dapat berupa tuntutan pelanggaran hak asasi, penceramaran nama baik dan sejenisnya, dan bukti itu dapat tidak berlaku atau diabaikan, dan menjadi tidak berguna dalam pengadilan.



F.



Beberapa Kasus Akuntan Forensik yang Terkenal



Di hadapannya, lahan akuntansi kelihatannya sesuatu yang serba mewah. Dibandingkan dengan detektif fiksi terkenal yang khusus seperti Sherlock Holmes dan “CSI”’s Horatio Cane, pertunjukan besar akuntan kelihatannya membosankan dan tidak menarik. Tetapi, begitu kasus-kasus profil tinggi dari kejahatan kerah putih, kecurangan bank, pendanaan teroris dan kejahatan computer semakin dipublikasikan, maka intrik dan aura dari akuntan forensic mendapatkan tempat di antara nama besar investigator kejahatan, menayangkan novel buatan mereka sendiri dan serial televisi 1) Al Capone Baku tembak dalam setiap perjalanan di jalanan Chicago, Al Capone mampu menghindari tuntutan dan dakwaan dari detektif-detektif terbaik maupun agen-agen terbaik FBI pada masa-masa itu. Akhirnya, hanya para akuntan yang mampu menundukkan para bandit ngetop ini pada 1931 dengan kasus yang solid dalam penyelundupan pajak. Agen-agen IRS dapat mengikuti jejak penghasilan-penghasilan yang dibuat oleh Capone dari semua aktivitasnya yang tersembunyi dan haram dan memakukan dan mengharuskan dia melunasinya karena tidak melaporkannya dalam surat pemberitahuan pajaknya. 2) O.J. Simpson Mengikuti keputusan tidak bersalah pada kasus persidangan kriminal O.J. Simpson, penuntut umum dalam kasus perdata melawan Simpson menyewa jasa seorang Akuntan Forensik untuk menyapu kekayaan bersih nyatanyanya. Pada waktu itu, Simpson telah memohon tidak memiliki harta dan menolak untuk kerjasama. Akuntan forensik menemukan jutaan disembunyikan oleh Simpson dan Penuntut umum memenangkan perkara sejumlah $33 million. 2) Perceraian Advokat atau pengacara dalam kasus perceraian telah menggunakan dengan baik Akuntan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



202



Forensik untuk mendapatkan apa yang mereka mampu peroleh untuk klien mereka. Richard Friedman, seorang Akuntan Forensik di New York, adalah pengembang suatu ikutan nyata ketika dia menggunakan keahliannya untuk bekerja kepada klien dalam persidangan perceraian. Friedman dapat mengambil keuangan keluarga secara terpisah dan menemukan harta kekayaan yang disembunyikan oleh pasangan yang menyangka telah dilindungi dengan baik. Dalam suatu kasus, Friedman menemukan dana sejumlah $2 million yang ditransfer oleh suami kepada pacarnya hanya dengan membaca dan menganalisa kertas kerja. 3) Pedagang Saham Ivan Boesky telah ditaklukkan oleh investigator forensic terlatih pada the Securities and Exchange Commission yang menemukan jejak jalan kecil atas perdagangan orang dalam yang mengirim pedagang surat berharga dengan orang dalam ini ke penjara dan denda sebesar $100 million. Pada gilirannya, Boesky menunjuk pada temannya Michael Milkin pada 1990. setelah Akuntan Forensik menunjukkan bukti kepadanya, Milkin dinyatakan bersalah atas tindak pidana pasar pasar modal dan mendekam 10 tahun penjara dan denda sebesar $1 billion. 4) Robert Maxwell Ketika raksasa penerbitan Eropa Robert Maxwell meninggal pada 1991, semua perusahaannya tumbang seperti rumah kartu karena permainan keuangan yang dipermainkan Maxwell dengan pinjaman-pinjaman bank dan dana-dana investor. Akuntan Forensik membutuhkan 14 tahun untuk menegakkan kekusutan dan menemukan lebih dari $1 billion yang digelapkan oleh Maxwell dari para klien dan pemegang saham. 5) Kejahatan Korporat Mengikuti skandal besar dari Enron, Tyco dan WorldCom dimana chief executives tertangkap tangan telah menggaruk uang investor, hukum baru telah diberlakukan untuk memberikan lebih banyak pengawasan atas praktik akuntansi. The Sarbanes-Oxley legislation telah memberikan jalan rata bagi pelaku tindak pidana keuangan untuk menerima lebih tinggi denda atas kejahatan mereka Peraturan itu menciptakan prosedur pelaporan kepada perusahaan public bahwa Akuntan Forensik telah lama menghilang dari perusahaan besar. (Sumber: diunduh dari internet 12042011).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



203



Lampiran: Penelitian Akuntansi Forensik AKUNTANSI FORENSIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (oleh I DEWA NYOMAN WIRATMAJA) Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana ABSTRACT Corruption has become a phenomenal issue and always interesting to discuss in Indonesia. Corruption has been considered as the root cause of national problems, such as high cost economy, economic growth, and investment barrier. This article focuses on the chance of implementing forensik accounting concept in providing evidence to support court decision. The discussion aims to review the role of forensik accounting through preventive, detective, and corrective approaches to prevent and handle corruption in Indonesia. Cressey’s model of fraud triangle is used to map forensik accounting roles in preventing corruption. Keywords: fraud triangle, corruption, evidence, court. I.



PENDAHULUAN



Menjamurnya praktik-praktik korupsi hampir di setiap lini kehidupan di Indonesia sangat ironis dengan banyaknya strategi yang telah dirumuskan oleh berbagai lembaga pemerintahan seperti BPK, BPKP, Inspektorat, KPK maupun oleh kalangan LSM seperti MTI dan ICW. Seluruh strategi yang merupakan jurus-jurus ampuh dalam pemberantasan korupsi sepertinya belum mampu menuntaskan permasalahan korupsi yang sudah menggejala. Sulitnya memberantas korupsi di Indonesia mengingatkan pada suatu konsep yang disebut Capture Theory dari Amle O Krueger. Capture Theory menyatakan bahwa segala sesuatunya di atas kertas secara yuridis formal adalah sah dan legal. Sayangnya pada tataran realitasnya teori ini banyak disalahgunakan untuk memuluskan kepentingan beberapa pihak. Pendekatan akuntansi forensik akan sangat membantu dalam menganalisis berbagai kasus korupsi di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan korupsi sistemik yang dilakukan melalui konspirasi yang telah dipersiapkan dengan dukungan dokumen legal oleh para pelakunya. Berbagai kasus memperlihatkan bahwa yang diutamakan dalam mempertanggungjawabkan suatu pekerjaan adalah dalam rangka memenuhi persyaratanpersyaratan formal yang akan diminta oleh pemeriksa. Misalnya keharusan adanya kuitansi pengeluaran, daftar hadir rapat untuk pembayaran honor atau tiket pesawat terbang dan bording pass dalam kasus-kasus pertanggungjawaban belanja. Dokumendokumen formal yang disiapkan atau khusus disiapkan untuk mengesankan bahwa secara yuridis formal sebuah belanja adalah legal padahal didalamnya ada upaya rekayasa dengan dokumen fiktif, konspirasi pelaksanaan tender atau mark up. Dihadapkan pada korupsi yang melibatkan praktik-praktik sistemik dan melembaga seperti yang dijelaskan oleh capture theory membuat upaya dan strategi pemberantasan korupsi menjadi semakin rumit. Strategi dalam pemberantasan korupsi Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



204



setidaknya harus memuat dua persyaratan yaitu adanya komitmen politik nasional untuk memberantas korupsi dan adanya sejumlah aktivitas yang dapat dilihat oleh masyarakat luas sebagai entry-point atau pintu masuk pemberantasan korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan sesungguhnya telah memuat komitmen politik secara resmi. Demikian pula komitmen politik rakyat secara konkrit telah dibuktikan dalam banyak kegiatan unjuk rasa, demonstrasi, diskusi, pernyataan pendapat, analisis dan saran-saran yang dilakukan oleh berbagai unsur masyarakat yang menyatakan agar segera dihapuskannya praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Berkaitan dengan entry-point diperlukan adanya strategi pemberantasan korupsi nasional yang disosialisasikan kepada masyarakat luas serta adanya upaya nyata untuk memperkuat lembaga-lembaga yang berkewenangan untuk pemberantasan korupsi. Berikutnya adalah tersedianya profesional dengan kompetensi memadai untuk melacak dan membuktikan suatu kejadian korupsi. Kompetensi profesional yang dilindungi oleh lembaga profesi khususnya profesi akuntan forensik belum ada dan belum digunakan dalam pengungkapan dan pemberantasan kasus korupsi di Indoensia. Artikel ini mengkaji strategi pemberantasan korupsi serta potensi dari akuntansi forensik sebagai ilmu dan akuntan forensik sebagai profesi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Artikel ini memfokuskan pembahasan pada peran akuntansi forensik dalam upaya pengungkapan dan penyelesaian kasus korupsi melalui pemutusan mata rantai model segi tiga kecurangan fraud triangle dari Donald R. Cressy. II.



KAJIAN PUSTAKA



Konsep akuntansi forensik, korupsi, strategi pemberantasan korupsi fraud triangle serta penelitian empiris tentang korupsi dibahas untuk mengkonstruksi pembahasan peran akuntansi forensik dalam pemberantasan korupsi. Akuntansi forensik sebagai aplikasi ilmu akuntansi diarahkan untuk mampu menyediakan informasi, bukti dan pembuktian yang memadai untuk debat pada persidangan di pengadilan. Akuntansi Forensik Terminologi akuntansi forensik dibahas untuk referensi dalam formulasi strategi pemberantasan korupsi. Forensic Accounting, Forensic Investigation, Forensic Audit dan Litigation Support adalah beberapa terminologi penting dalam memahami akuntnasi forensik sebagai bagian dari ilmu akuntansi yang bermanfaat dalam penyelesaian dan pencegahan tindak pidana korupsi. Beberapa terminologi ini dibahasa sebagai berikut. Forensic Accounting Forensic accounting, provides an accounting analysis that is suitable to the court which will form the basis for discussion, debate and ultimately dispute resolution. Akuntansi forensik, menyediakan suatu analisis akuntansi yang dapat digunakan dalam perdebatan di pengadilan yang merupakan basis untuk diskusi serta resolusi di pengadilan. Penerapan pendekatan-pendekatan dan analisis-analisis akuntansi dalam akuntansi forensik dirancang untuk menyediakan analisis dan bukti memeadai atas suatu asersi yang nantinya dapat dijadikan bahan untuk pengambilan berbagai keputusan di pengadilan. Forensic Investigation



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



205



The utilization of specialized investigative skills in carrying out an inquiry conducted in such a manner that the outcome will have application to a court of law. A Forensik Investigation may be grounded in accounting, medicine, engineering or some other discipline. Investigasi forensik pemanfaatan keterampilan khusus dalam penyelidikan untuk menyelesaikan suatu permintaan pemeriksaan yang hasilnya akan mempunyai aplikasi atau digunakan untuk kepentingan di pengadilan. Suatu penyelidikan forensik mungkin didasarkan pada akuntansi, obat kedokteran, rancang-bangun atau beberapa disiplin lain. Prinsipnya forensik investigasi merupakan penerapan tekink-teknik auditing yang ditujukan dan dirancang khusus untuk mencari atau menemukan bukti dan pembuktian atas suatu perngungkapan keuangan yang nantinya dapat digunakan dalam proses persidangan di pengadilan. Forensik Audit An examination of evidence regarding an assertion to determine its correspondence to established criteria carried out in a manner suitable to the court. Suatu pengujian mengenai bukti atas suatu pernyataan atau pengungkapan informasi keuangan nuntuk menentukan keterkaitannya dengan ukuran-ukuran standar yang memadai untuk kebutuhan pembuktian di pengadilan. Audit forensik lebih menekankan proses pencarian buki serta penilaian keseuaian bukti atau temuan audit tersebut dengan ukuran pembuktian yang dibutuhkan untuk proses persidangan. Audit forensik merupakan perluasan dari penerapan prosedur audit standar ke arah pengumpulan bukti untuk kebutuhan persidangan di pengadilan. Litigation Support "Litigation Support", provides assistance of an accounting nature in a matter involving existing or pending litigation. It deals primarily with issues related to the quantification of economic damages. A typical litigation support assignment would be calculating the economic loss resulting from a breach of contract. Litigation support menyediakan bantuan dari pengetahuan akuntansi dalam hal menyatakan ada atau menunda proses pengadilan terutama mengenai isu yang berhubugna dengan kuantifikasi dari kerusakan ekonomi. Jenis dukungan pengadilan menyediakan dukungan menganai perhitungan kerugian ekonomi dari dilanggarnya suatu kontrak atau tugas public yang idbebankan kepada seseorang karena jabatannya. Korupsi a)



Pengertian Korupsi



Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari perizinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Untuk kasus seperti ini, karena korupsi menyebabkan ekonomi biaya tinggi, korupsi memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan. Menurut Adji (1996) berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai kejahatan yang memiliki konteks pembangunan pengertian korupsi tidak lagi hanya diasosiasikan dengan penggelapan keuangan negara saja. Tindakan bribery (penyuapan) Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



206



dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari oknum pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak pidana korupsi, yang dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the reach of the law (kejahatan-kejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum). Banyak contoh diberikan untuk kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax evasion (pelanggaran pajak), credit fraud (penipuan di bidang kredit), embezzlement and misapropriation of public funds (penggelapan dan penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi kejahatan lainnya yang disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat). Istilah invisble crime banyak ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang sulit dibuktikan maupun tingkat profesionalitas yang tinggi dari pelakunya. Glendoh (1997) berpendapat bahwa korupsi direalisasi oleh aparat birokrasi dengan perbuatan menggunakan dana kepunyaan negara untuk kepentingan pribadi yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Korupsi tidak selalu identik dengan penyakit birokrasi pada instansi pemerintah, pada instansi swasta pun sering terjadi korupsi yang dilakukan oleh birokrasinya, demikian juga pada instansi koperasi. Korupsi merupakan perbuatan tidak jujur, perbuatan yang merugikan dan perbuatan yang merusak sendi-sendi kehidupan instansi, lembaga, korps dan tempat bekerja para birokrat. Korupsi dalam kaitannya dengan birokrasi dapat berpenampilan dalam bentuk, kolusi, nepotisme, uang pelancar, dan uang pelicin. Masih menurut Glendoh (1997), kolusi adalah sebuah persetujuan rahasia di antara dua orang atau lebih dengan tujuan penipuan atau penggelapan melalui persekongkolan antara beberapa pihak untuk memperoleh berbagai kemudahan untuk kepentingan mereka yang melakukan persekongkolan. Nepotisme adalah kebijaksanaan mendahulukan saudara, sanak famili serta teman-teman. Nepotisme dapat tumbuh subur di Indonesia karena budaya partrimonial yang lengket sejak jaman dahulu. Sedangkan uang pelancar sering timbul karena tata cara kerja dan kebiasaan dalam kantor-kantor pemerintah sangat berbelit-belit dan berlambat-lambat, sehingga keinginan untuk menghindari kelambatan ini merangsang pertumbuhan kebiasaan-kebiasaan tidak jujur. Uang pelicin merupakan bentuk korupsi yang sudah umum terutama dalam hubungan dengan hal-hal pemberian surat keterangan, surat ijin dan sebagainya. Biasanya orang-orang yang menyogok dalam hal ini tidak menghendaki agar peraturan-peraturan yang ada dilanggar. Hal yang diinginkan adalah supaya berkas-berkas surat dan komunikasi cepat berjalan, sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat pula. Menurut Silalahi (1997) korupsi bukan hanya terjadi pada aparatur pemerintahan, korupsi di kalangan pegawai swasta malah jauh lebih besar, seperti terjadinya kredit macet di sejumlah bank swasta yang disebabkan oleh adanya kolusi antara direktur bank dengan pengusaha. Di samping itu korupsi di kalangan aparatur negara tidak semata-mata disebabkan oleh gaji yang kecil, sebab yang justru melakukan korupsi secara besarbesaran adalah mereka yang bergaji besar akan tetapi tidak puas dengan apa yang diterima sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan. Pendapat lain mengatakan bahwa korupsi di negara-negara berkembang biasanya terjadi, karena ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan petugas atau pejabat negara (Mugihardjo,1997). Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dapat terjadi di negara-negara berkembang, sebab pengertian demokrasi lebih banyak ditafsirkan



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



207



dan ditentukan oleh penguasa daripada ditafsirkan dan ditentukan oleh pemikir di negaranegara berkembang tersebut. Masood Ahmed (1997), direktur pengurangan kemiskinan dan manajemen ekonomi Bank Dunia, mengingatkan negara-negara miskin bahwa korupsi merupakan perintang utama pertumbuhan ekonomi, karena korupsi membuat para investor menyingkir. Bukti-bukti yang berkembang menunjukkan, korupsi di negara-negara sedang berkembang menjadi penghambat utama investasi sektor swasta dan bagaimana seharusnya jalan hidup rakyat biasa. Sejalan dengan itu Fred Bergsten, Direktur Insttitute for International Economics dari Amerika Serikat (Kompas,1996) berpendapat bahwa korupsi tidak hanya bisa mengganggu perturnbuhan negara yang bersangkutan, tetapi juga bisa menjadi penghambat upaya mewujudkan perdagangan bebas dunia. Bergsten juga menegaskan bahwa dari hasil penelitian terhadap 78 negara maju dan berkembang diketahui adanya korelasi langsung antara tingkat korupsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Semakin bersih suatu negara dari korupsi, semakin tinggi pula peluang negara itu untuk bisa menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Beberapa praktik korupsi yang disoroti Bergsten yang cukup menonjol adalah proses tender untuk pengadaan barang-barang bagi keperluan pemerintah (government procurement) yang tidak transparan dan suap dalam kontrak-kontrak pemerintah. b.



Tipologi korupsi



Untuk kepentingan perumusan strategi pemberantasan korupsi dipandang perlu untuk terlebih dahulu mengenali karakteristik dan jenis korupsi. Syed Hussain Alatas (1987), seorang ahli sosiologi korupsi, membedakan jenis-jenis korupsi menurut tipologinya sebagai berikut. (1)



(2)



(3)



(4)



(5)



Transactive corruption Adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya. Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah atau masyarakat dan pemerintah. Exortive corruption Jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya, atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya. Investive corruption Pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang. Nepotistic corruption Penunjukkan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku. Defensive corruption Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



208



(6) (7)



c.



Perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri. Autogenic corruption Korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang diri. Misalnya pembuatan laporan keuangan yang tidak benar. Supportive corruption Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada. Misalnya menyewa preman untuk berbuat jahat, menghambat pejabat yang jujur dan cakap agar tidak menduduki jabatan tertentu. Tribalism (Structural and Sociological Nepotism) dalam praktik korupsi.



Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pejabat publik memiliki akar keterkaitan yang mengarah kepada nepotism. Kecenderungan nepotisme ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang paling umum seperti ikatan kekeluargaan, college tribalism, organizational tribalism, sampai institutional tribalism. (1)



Ikatan kekeluargaan Ikatan kekeluargaan merupakan bentuk nepotisme yang paling sederhana, karena mudah dikenali. Hal ini terjadi karena biasanya ikatan kekeluargaan tercermin dari kesamaan nama belakang atau kemiripan wajah. Memang lucu apabila diperhatikan di jajaran pegawai negeri, terutama di kantor Pemda, banyak yang memiliki wajah yang mirip serta nama belakang yang sama. Mereka memang dalam kehidupan sebagai rakyat biasa adalah bersaudara. Lebih luas dari ikatan kekeluargaan ini adalah adanya fenomena pegawai suatu instansi yang berasal dari suku atau suatu daerah tertentu. Sebagai contoh fenomena yang terjadi di kantor Pemda DKI. Walaupun berganti-ganti gubernur, tetapi para pejabat terasnya biasanya berasal dari suatu derah yang dikenal dengan sebutan “Babi Kuning”, yaitu dari daerah Batak, Bima, dan Kuningan. Atau fenomena "pen-Jabar-an" di kantor Depdagri pada waktu menterinya berasal dari Jawa Barat. Dan masih banyak contoh lainnya. (2)



College Tribalism College Tribalism adalah bentuk nepotisme yang biasanya terjadi bilamana para pelakunya alumni dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Tidaklah aneh ketika pimpinan suatu unit kerja adalah alumni suatu perguruan tinggi atau jurusan tertentu, maka mereka akan merekrut sebagian besar stafnya dari alumni perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Bahkan, lebih jauh lagi, counterpart di instansi teknis, serta rekanannya juga diatur sedemikian rupa sehingga merupakan rombongan dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama. (3)



Organizational Tribalism Organizational Tribalism adalah bentuk nepotisme dimana para pelakunya adalah sama-sama anggota suatu organisasi, seperti partai politik, organisasi profesi atau organisasi pemuda. Bentuk nepotisme ini akan menjadi sangat berbahaya apabila mereka memiliki misi untuk memperjuangkan suatu kepentingan politik. Hal ini akan menyebabkan pegawai negeri menjadi orang-orang partisan. Di samping itu, patut disadari bahwa korupsi untuk membiayai kepentingan politik memerlukan biaya yang sangat besar.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



209



(4)



Institutional Tribalism Institutional tribalism adalah bentuk nepotisme di mana para pelakunya adalah berasal dari instansi yang sama di luar instansinya saat ini. Biasanya seorang pimpinan yang berasal dari instansi lain akan membawa pegawai yang datang secara bergerombol maupun bertahap. Bentuk nepotisme ini juga dicirikan dengan masih kentalnya ikatan pegawai instansi tersebut dengan instansi asalnya. Penelitian Empirik yang Berkaitan dengan Korupsi Sampai dengan dekade 70-an, penelitian mengenai korupsi belum banyak dilakukan. Hal ini diakui oleh Gunnar Myrdal (1968): "Although corruption is very much issue in the public debate in all South Asian countries, ..., it is almost taboo as a research logic and is rarely mentioned in scholarly discussions of the problems of government planning". Barulah pada dekade 90-an bermunculan penelitian empirik yang berkaitan dengan korupsi. Mauro (1995) menganalisis satu set data terbaru yang berisi indek subjektif korupsi, besarnya red tape, efisiensi sistem hukum, dan berbagai kategori stabilitas politik negara-negara secara cross section. Menurut analisisnya, korupsi terbukti menurunkan investasi. Oleh karena itu, menurunkan pertumbuhan ekonomi. Hasilnya adalah korupsi kuat mengontrol endogenitas dengan mempergunakan index ethnolinguistic fractionalization sebagai instrumen. Shleifer dan Vishny (1993) dalam tulisannya memaparkan dua proposisi mengenai korupsi. Proposisi pertama, struktur kelembagaan pemerintah dan proses politik adalah sangat penting dalam menentukan tingkat korupsi. Khususnya pemerintahan yang lemah yang tidak mengontrol badan-badannya mengalami tingkat korupsi yang sangat tinggi. Proposisi kedua, ilegalnya korupsi dan kebutuhan akan kerahasiaan membuatnya makin menyimpang dan mahal dibanding pajak. Hasilnya dapat dijelaskan mengapa di beberapa negara berkembang korupsi sangatlah tinggi intensitasnya, dan sangat mahal dalam membebani pembangunan. Busse (1996) menganalisis asosiasi antara investasi luar negeri langsung forign direct investement (FDI) dan persepsi korupsi yang dialami oleh investor potensial. Model yang dikembangkan adalah "Market Discipline Corruption Model" (MDCM), dimana didapati hubungan yang signifikan antara terbongkarnya korupsi dan FDI dari negara yang diteliti. Peramal untuk MDCM sudah dikembangkan melalui informasi yang didapat dari survei yang melibatkan 53 orang yang terlibat dalam bisnis internasional. Temuan survei menegaskan ranking terakhir yang dipublikasikan mengenai tingkat korupsi di seluruh dunia. Juga, survei ini mengungkapkan hubungan antara ukuran bisnis, area fungsional, dan negara dimana bisnis dijalankan dan persepsi mengenai korupsi. Glynn, dkk; (1999) menganalisis bahwa di negara-negara yang tengah mengalami masa transisi dari pemerintah otoriter kepada demokrasi dan ekonomi pasar, maka akibatakibat korupsi dapat menjadi lebih rumit. Korupsi telah didesentralisasikan, suap yang tadinya dibayarkan di tingkat federal, kini dibayarkan kepada pejabat pemerintah negara bagian. Ackerman (1991) berpendapat bahwa korupsi terjadi di perbatasan antara sektor pemerintah dan sektor swasta. Apabila seorang pejabat pemerintah memiliki kekuasaan penuh terhadap pendistribusian keuntungan atau biaya kepada sektor swasta, maka terciptalah suatu insentif untuk penyuapan. Jadi korupsi tergantung besarnya keuntungan dan biaya yang berada di bawah pengendalian pejabat pemerintah.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



210



Johnston (1999) mengatakan bahwa korupsi cenderung menyertai perubahan ekonomi dan politik yang cepat. Definisi korupsi pada umumnya sebagai salah satu penyalahgunaan peranan atau sumber daya publik atau menggunakan bentuk-bentuk pengaruh politik secara tidak sah oleh pihak publik atau swasta. III 5.



PEMBAHASAN Pendekatan Perumusan Strategi dalam Upaya Pembrantasan Korupsi



Analisis atas perbuatan-perbuatan korupsi dapat didasarkan pada berbagai pilihan pendekatan. Berdasarkan pendekatan yang dipilih, selanjutnya dapat dirumuskan strategi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi yang tepat. Praktik korupsi dapat dilihat berdasarkan aliran prosesnya, yaitu dengan melihatnya pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi, pada posisi perbuatan korupsi terjadi dan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi. Pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi upaya pencegahannya bersifat preventif. Pada posisi perbuatan korupsi terjadi upaya mengidentifikasi atau mendeteksi terjadinya korupsi bersifat detektif. Sedangkan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi upaya untuk meyelesaikannya secara hukum dengan sebaik-baiknya bersifat represif. Strategi preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal- hal yang menjadi penyebab timbulnya praktik korupsi. Setiap penyebab korupsi yang teridentifikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Di samping itu, perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi. Strategi detektif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang singkat dan akurat. Deteksi dini mengenai suatu tindakan korupsi dapat mempercepat pengambilan tindak lanjut dengan tepat sehingga akan menghindarkan kerugian lebih besar yang mungkin timbul. Strategi represif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi. Dengan demikian, proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dilkaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya sehingga proses penanganan tersebut akan dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Akntansi forensik dalam kontek preventif, detektik dan represif secara aksiomatik dapat mengambil peranannya dengan menyediakan pendekatan-pendektan yang efektif dalam mencegah, mengetahui atau mengungkapkan dan menyelesaikan kasus korupsi. Untuk kepentingan ini akuntansi forensik di indoensia belum banyak digunakan karena profesi akuntansi belum menetapkan standar dari penerapan akuntansi forensik sebagai salah satu profesi akuntan. Akuntansi forensik dan profesi akuntan forensik yang di negara-negara maju mengambil peran strategik dalam pengungkapan kecurangan termasuk korupsi di Indonesia belum begitu umum peranannya. Kondisi ini tidak terlepas dari belum ditetapkannya standar untuk profesi ini dan belum dimasukannya akuntansi forensik dalam kurikulum perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga akuntan. Pendidikan akuntan forensik merupakan sinergi dari pendidikan tinggi dan profesi akuntansi yang



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



211



secara khusus dalam kurikulumnya memberikan dasar-dasar ilmu hukum khusus yang berhubungan dengan pembuktian dan alat bukti perkara. 6.



Peran dan Tantangan Akuntansi Forensik untuk Pemberantasan Korupsi dalam Persfektif Fraud Triangle



Fraud triangle adalah model yang menjelaskan alasan orang melakukan fraud termasuk korupsi yang pertama kali diperkenalkan oleh Donald R. Cressy dalam disertasinya. Penelitian Cressy diarahkan untuk mengetahui penyebab dari orang-orang memutuskan untuk melakukan pelanggaran ”trust violator”. Penelitiannya menggunakan 200 orang responden yang terdiri dari orang-orang yang secara ansih telah diputuskan oleh pengadilan sebagai pelaku fraud. Hasil penelitiannya adalah, orang melakukan fraud didorong oleh tiga hal yang disebutnya sebagai fraud triangle yaitu pressure, perceived oppertunity dan rationalitation. Cressy dalam disertasinya membahas bahwa seseorang melakukan penggelapan karena didorong oleh kebutuhan akan uang yang mendesak dan tidak mungkin diceritakan kepada orang lain. Himpitan yang mendesak dan perasaan bahwa tidak ada orang yang dapat membantu dalam temuan Cressy dikenal dengan perceived non-shareble need. Situasi yang memunculkan perceived non-shareble need dalam penelitian Cressy dikelompokan menjadi enam yaitu violation of ascribed obligation, problem resultig from personal failure, business reversals, pysical isolation, status gaining dan employeremloyee relation. Ini berarti perceived non-shareble need tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan hidup yang mendesak akan tetapi lebih pada kebutuhan untuk memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan status yang sudah ada. General information dan technical skills adalah dua dimensi utama yang dipandang oleh pelaku fraud sebagai peluang. Untuk melakukan fraud seseorang tidak cukup hanya dengan dorongan tekanan kebutuhan. Informasi yang dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena kedudukan dan kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang dilakukannya tidak akan diketahui. Untuk melakukan fraud atau korupsi komponen berikutnya dari opportunity adalah kemampuan atau keahlian untuk melakukannya. Tanpa kemampuan yang memadai menyembunyikan fraud atau korupsi tentu tidak mungkin untuk dilakukan apalagi untuk kasus-kasus korupsi yang bersifat sistemik. Sisi segitiga fraud yang ketiga adalah rationalitation. Orang sebelum memutuskan tindakan fraud sebagai solusi dari permasalahan yang menghimpitnya tentu terlebih dahulu akan mencari alasan pembenar atas tindakannya. Alasan pembenar merupakan motivator yang penting dalam pengambilan keputusan utuk melakukan tindakan ilegal. Alasan-alasan seperti saya akan melakukan korupsi karena toh orang lain juga melakukan, saya pantas melakukan korupsi karena ini adalah hak saya karena proyek ini ada atas perjuangan saya adalah bebrapa alasan yang cukup sering dilontarkan oleh koruptor. Akuntansi forensik dengan pendekatannya yang efektif dalam mengungkap dan menyediakan alat bukti tindak kejahatan korupsi di pengadilan dalam perspektif fraud triangle tentu memiliki aplikasi yang luas. Akuntansi forensik dengan profesi akuntan forensiknya dapat menghambat keyakinan dari pelaku atau calon pelaku korupsi bahwa ada peluang untuk melakukan korupsi dan tidak ada profesi atau lembaga yang akan mampu mengungkapkannya. Keyakinan bahwa tindakan-tindakan korupsi tidak akan diketahui baik dalam bentuk transactive corruption, autogenic corruption, nepotistic corruption investive corruption, exortive corruption maupun defensive corruption menjadi terbatasi karena ada profesi Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



212



kompeten yang akan menginvestigasi. Dalam kontek ini akuntansi forensik berperan sebagai strategi preventif untuk mencegah tindak pidana korupsi karena ada kekawatiran dari pelaku bahwa korupsi yang dilakukan dengan mudah akan terungkap oleh para akuntan forensik. Akuntansi forensik juga dapat mengambil peranan dalam upaya pengungkapan tindak pidana korupsi atau strategi detektif. Secara sistemik prosedur-prosedur investigasi dalam audit forensik memang berbeda dari auditing pada umumnya. Audit forensik yang sejak awal memang dirancang guna mengumpulkan dan menyediakan bukti untuk kepentingan persidangan di pengadilan akan menghasilkan temuan audit yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan audit umum yang disediakan oleh jasa profesi akuntan. Dalam kontek strategi detektif audit forensik menrapkan prosedur-prosedur investigasi unik yang memadukan kemampuan investigasi bukti keuangan dengan muatan transaksinya dengan investigasi tindakan pidana dengan muatan untuk mengobservasi niat atau modus operandi dari pelakunya. Peran akuntansi dan akuntan forensik di negara maju dalam pengungkapan dan penyelesaian kasus fraud termasuk korupsi sangatlah besar. Sayangnya Indonesia belum memiliki lembaga legal untuk profesi dan juga institusi pendidikan formal untuk menghasilkan akuntan forensik yang kompeten. Kondisi ini tentu membutuhkan perhatian dari profesi akuntan di Indoensia khususnya dari kompartemen akuntan pendidik maupun kompartemen lainnya. Perhatian tersebut dapat berupa sumbangan kajian empiris atau konseptual mengenai bagaimana kelembagaan ideal dari profesi akuntan forensik di Indonesia dan bagaimana sistem pendidikan dan kurikulum ideal untuk menghasilkan tenaga akuntan forensik yang kompeten. Penelitian empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi model fraud triangle yang mendorong orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia. IV.



SIMPULAN DAN SARAN



Simpulan (1)



(2)



(3)



Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat litigation suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam proses pengambilan putusan di pengadilan. Belum tersedianya institusi yang menghasilkan tenaga akuntansi forensik dan audit forensik memerlukan upaya dari institusi penyelenggara pendidikan dalam menyediakan kurikulum yang membekali lulusan dengan kompetensi akuntansi forensik. Belum tersedianya lembaga dan standar profesi auditor dan akuntan forensik merupakan tantangan bagi profesi akuntansi di Indonesia untuk mengoptimalkan peran profesi dalam penanganan masalah nasional khususnya pengungkapan dan penanganan kasus korupsi.



Saran Mengacu dari pembahasan dan simpulan maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut. (1) Kepada para peneliti dapat disarankan untuk melakukan penelitian empiris yang bertujuan untuk memformulasikan kelembagaan ideal dari profesi akuntan forensik di Indonesia. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



213



(2) (3)



Kepada praktisi akademis dapat disarankan untuk merancang kurikulum pendidikan yang memungkinkan untuk dihasilkannya tenaga akuntan forensik yang kompeten. Penelitian empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi model fraud triangle sebagai penyebab tindakan orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA Achwan, Rochman. 2000. "Good Governance: Manifesto Politik Abad ke 21". Kompas, 28 Juni 2000 Ackerman, Susan Rese. 1999. "Ekonomi Politik Korupsi" dalam Elliott, Kimberly Ann, Ed (19;X9) Korupsi dan Ekonomi Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Adji, Indriyanto Seno. 1999. "Menuju UU Tindak Pidana Korupsi yang Efektif". Kompas Online, http www kompas com/9709/25/OPINIl menu html. Alatas, Syed Hussain. 1987. Korupsi Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES. BPKP .1999. "Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional," Jakarta, Maret. Busse, Laurence. 1996. "The Perception of Corruption: A Market Discipline Corruption Model (MDCM)." Goizueta Business School, Emory University, Atlanta, Georgia U.S.A, http://userwww.service.emory.edu/%20tyavero/ip/project2.html. Drake, Earl .1991. "Government and Business Relations in Indonesia". Simon Fraser University at Harbour Center, David See-Chai Lam Center for International Communication, Seminar, April 30, 1991. Gatra Info Service. 1996. "Korupsi: Menurun atau Kian Canggih," http://www. %20%20gatra.com/II/3l/l3.%20html Glendoh, S.H. 1997. "Kejahatan Korupsi." http ://www.petra..ac.id/english/science/ social/korup.html Glynn, Patric et.al. 1999 "Globalisasi Korupsi" dalam Elliott, Kimberly Ann, Ed (1999) Hasibuan, Sayuti. 2000. "Ngobrol dengan Pak Sayuti 22 Agustus 2000" Johnston, Michael. 1999. "Pejabat Pemerintah, Kepentingan Swasta, dan Demokrasi Berkelanjutan: Ketika Politik dan Korupsi Bertemu" dalam Elliott, Kimberly Ann, Ed (1999) Korupsi dan Ekonomi Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kian Gie, Kwik. 1997. "Korupsi Akar Masalah Defisit Transaksi Berjalan." Kompas Online, http ://www.kompas. com/9709/23/EKONOMI/koru. html Kompas (1996) "Tingkat Korupsi Indonesia Nomor Tiga", Kompas Online, http://www %20.kompas.com/9604/10/LN/ting.%20html Kompas. 1996. "WTO Bahas Isu Korupsi," http://www.kompas.com/9604/25/%20UTAMA/wtob.html Lubis, Mochtar dan Jarnes C. Scott ed. 1988. "Bunga Rampai Korupsi." Jakarta: LP3ES. Mauro, Paolo (1995) "Corruption and Growth." Quarterly Journal of Economics. August, pp 681—712. Media Indonesia Online. 1997. "Korupsi Membuat Investor Menyingkir, Pertemuan Bank Dunia-IMF Ditutup" http //www.rad.net.id/online/mediaind/publik/ 9709/26/MIOI -04.26.html Mugirahardjo. 1997. "Korupsi Dalam Menyongsong Era Liberalisasi." Suara Pembaruan Online, http:www.suarapembaruan.com/News/1997/02/250297/OpEd/opdO1/ opd01. html1 Saefuddin, Ahmad Muflih .1997. "Korupsi Struktural." Gatra Info Service. http ://www gatra.com/III/28/kol6-28.html



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



214



Shleifer, Andrei and Robert. W. Vishny. 1993. "Corruption," Quarterly of Journal Economy. Vol.CVIII, August 1993. MIT Press, Cambridge, Massachusetts, pp 598— 617. Silalahi, T.B. 1997. "Tak Perlu Dibentuk Badan Antikorupsi," Kompas Online. http:.//www-kompas.com/9706/23/POLITIK/tak-html Sukardi, Laksamana. 1997 "Kalau Korupsi Bersifat Endemik, Perizinan Menjadi Komoditas." LPSI Online, http://www.lpsi.org/analisis/160897%20/laks.html Singgih, Jaksa Agung (1997) "Korupsi Bisa Jadi Penyebab Tergulingnya Pemerintahan”. Kompas 30 Oktober 1997 Solihin, Dadang. 1996. "Indonesia: Corruption and Growth." Final Paper Assignment ECON 6770-Fall 1996, Department of Economics, University of Colorado. Denver. Wibisono, Christianto. 1999. "Defisit Transaksi, Kolusi dan Korupsi," Suara Pembaruan Online,http://www.suarapembaruan.com/News/1996/12/021296/Headline/hl4/hl4.html Yakup, Bahrul Ilmi .1996. "Kualitas Pengadilan Indonesia Terburuk di Asean." Republika Online, http://www republika. co. id./last/1608-kum. bah.html.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



215



LAMPIRAN 1: LAPORAN KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH Tujuan Laporan Keuangan: menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi yang rasional dan sesuai dengan prinsip syariah. Elemen laporan keuangan: 1. Neraca. 2. Laporan Laba Rugi. 3. Laporan Perubahan Ekuitas. 4. Laporan Arus Kas. 5. Laporan Perubahan Investasi Terikat (Mudharabah Muqayyadah). 6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS. 7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh (Qardhul Hasan). 8. Catatan Atas Laporan Keuangan. Pemakai yang berkepentingan atas laporan keuangan: 1. Pemilik dana (shahibul maal), 2. Kreditur, 3. Pembayar zakat (muzaki), infaq, dan sadaqah, 4. Pemegang saham (investor), 5. Otoritas pengawasan (Dewan Pengawas Syariah), 6. Bank Indonesia, 7. Pemerintah, 8. Lembaga penjamin pinjaman (trustee) dan 9. Masyarakat (PAPSI, 2003, 1.2). Pedoman Penyusunan Pengungkapan Laporan Keuangan Perbankan Syariah: 1. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (PAPSI) 2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Perbankan Syariah, PSAK umum, PSAK LKS (Lembaga Keuangan Syariah) No.100-109/2009 dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). 3. Accounting, Auditing, and Governance Standards for Islamc Financial Institutions yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain tahun 2001. 4. International Accounting Standard (IAS), SFAS yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 5. Peraturan perundang-undangan yang relevan dan praktik akuntansi yang berterima umum, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, (PAPSI, 2003, 1.3). Prinsip Dasar Penyajian Laporan Keuangan: 1. konsistensi penyajian, 2. materialitas dan agregasi, 3. saling hapus (offsetting), 4. periode pelaporan, 5. informasi komparatif, dan Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



216



6.



relevansi.



Keterbatasan Laporan Keuangan (PAPSI, 2003, 11.17): 1. bersifat historis, 2. bersifat umum, 3. bersifat konservatif, 4. bentuk formalitas, 5. menggunakan istilah bahasa teknis, 6. menggunakan pertimbangan dan estimasi 7. melaporkan informasi material saja, 8. beragammnya metoda akuntansi, hingga menimbulkan variasi pengukuran sumber daya ekonomis, dan. 9. informasi bersifat kualitatif dan fakta tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan. BANK SYARIAH MEMILIKI FUNGSI SEBAGAI BERIKUT: 1. Manajer Investasi, dapat mengelola investasi atas dana nasabah, menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi. 2. Investor, melakukan investasi dana bank syariah atau dana nasabah, berdasarkan prinsip bagi hasil. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalulintas pembayaran. 4. Pengemban fungsi sosial, dalam bentuk pengelolaan dana ZIS dan pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



217



NERACA BANK SYARIAH ………………………… Per 31 Desember 2011 dan 2012 2011 (Rp)



2012 (Rp)



ASET: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.



2011 (Rp)



2012 (Rp)



KEWAJIBAN, INVESTASI TERIKAT, DAN EKUITAS: 1. Kewajiabn segera 2. Bagi hasil yang belum dibagikan 3. Simpanan: a. Giro Wadiah b. Tabungan Wadiah 4. Simpanan dari bank lain: a. Giro Wadiah b. Tabungan Wadiah 5. Hlaibilitas: a. Salam b. Istishna c. Kewajiban lain 6. Kewajiban dana investasi terikat (Executing) 7. Hlaibilitas Pajak 8. Estimasi kerugian komitmen dan kontijensi 9. Pinjaman yang diterima 10. Pijaman Subordinasi



Kas Penempatan pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Investasi pada efek/surat berharga Piutang: a. Murabahah b. Salam c. Istishna Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Musyarakah Pinjaman Qard Penyaluran Dana Investasi Terikat (Executing) Penyisihan keugian penghapusbukuan aset produktif Sediaan Tagihan atas kewajiban akseptasi Ijarah Aset istishan dalam penyelesaian Penyertaan pada entitas lain Aset Tetap dan Akumulasi Penyusutan Pilaibilitas pendapatan bagi hasil Pilaibilitas pendapatan Ijarah Aset lainnya



INVESTASI TIDAK TERIKAT: 1. Investasi tidak terikat dari bukan bank: a. Tabungan Mudharabah b. Deposito Mudaharabah 2. Investasi tidak terikat dari bank: a. Tabungan Mudharabah b. Deposito Mudaharabah EKUITAS: 1. Modal disetor 2. Tambahan modal disetor 3. Saldo laba/rugi



TOTAL ASET



xxx



xxx



TOTAL KEWAJIBAN, INVESTASI TIDAK TERIKAT DAN EKUITAS



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



xxx



xxx



218



LAPORAN LABA RUGI BANK SYARIAH ……………………………….. Untuk periode yang berakhir s.d. 31 Desember 2012 Pendapatan Operasi Utama: 1) Pendapatan dari jual beli: a. Pendapatan margin murabahah b. Pendapatan salam paralel c. Pendapatan istishna paralel i) pendapatan istishna ii) harga pokok istishna Pendapatan bersih istishna paralel 2) Pendapatan dari sewa: a. pendapatan sewa b. keuntungan pelepsan aset ijarah c. keuntungan lainnya TOTAL PENDAPATAN SEWA d. Beban penyusutan aset ijarah e. Beban pemeliharaan aset ijarah f. Beban sewa aset ijarah g. Rugi pelepasan aset ijarah TOTAL BEBAN SEWA 3)



4)



Pendapatan bersih sewa Pendapatan dari bagi hasil a. Pendapatan bagi hasil murabahah b. Pendapatan bagi hasil musyarakah Total pendapatan dari bagi hasil Pendapatan operasi utama lainnya a. Pendapatan bonus SWBI b. Bagi hasil Sertifikat IMA c. Surat berharga syariah lainnya Total pendapatan operasi utama



Total pendapatan operasi utama 5) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat Pendapatan bank sebagai mudharib 6) Pendapatan operasi lainnya: a. Pendapatan fee hiwalah b. Pendapatan fee rahn c. Pendapatan fee kafalah d. Pendapatan fee wakalah e. Pendapatan fee investasi terikat f. Penerimaan kelebihan qard g. Pendapatan adminsitarsi Total pendapatan operasi lainnya 7) Beban operasi lainnya: a. Beban bonus wadiah b. Beban bagi hasil sertifikat IMA c. Kerugian penurunan aset d. Beben penyisihan kerugian aset produktif e. Beban penyusutan aset tetap f. Beban transaksi valuta asing g. Beban premi dalam rangka penjualan h. Beban sewa i. Beban promosi j. Beban administrasi dan umum Total beban operasi lainnya 8) Pendapatan non-operasi 9) Beban non-operasi 10) Zakat 11) Pajak Laba bersih setelah zakat dan pajak



xxx xxx xxx (xx) xxxxx xxx xxx xxx xxxx xxx xxx xxx xxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxx xxx xxx xxx xxxx (xxx) xxxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



(xxx) xxxx (xxx) (xxx) (xxx) xxxxx



219



LAPORAN ARUS KAS BANK SYARIAH ………………………………… Untuk periode yang berakhir s.d. 31 Desember 2011 dan 2012 Arus kas dari Aktivitas Operasi: Laba/rugi bersih Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba/rugi bersih menjadi kas bersih dari kegiatan operasi: Penyusutan aset tetap Penyisihan kerugian (pembalikan atas penyisihan) untuk: Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Efek-efek Pembiayaan Sediaan Aset Penyertaan Aset lain Penyisihan atas penurunan nilai pasar surat-surat berharga Laba penjualan aset tetap Pendapatan dividen Amortisasi biaya emisi saham Amortisasi aset tidak berwujud Selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan Perubahan aset dan kewajiban operasi: Penempatan pada bank lain Surat berharga Pembiayaan Aset lain-lain Simpanan: Giro Tabungan deposito berjangka Sertifikat deposito Kewajiban segera lainnya Laibilitas pajak Kewajiban lain Kas bersih diperoleh (digunakan untuk) kegiatan operasi Arus kas dari Aktivitas Investasi: Penyertaan saham Perolehan aset tetap Selisih kurs penjabaran lap. keuangan untuk aset tetap Hasil penjualan aset tetap Penerimaan dividen Kas bersih diperoleh (digunakan untuk) kegiatan investasi Arus kas dari Aktivitas Pendanaan: Kenaikan (penurunan) pinjaman yang diterima Hasil penerbitan saham Pembayaran dividen Kas bersih diperoleh (dugunakan untuk) kegiatan pendanaan Kenaikan bersih kas dan setara kas Kas dan setara kas awal tahun Kas dan setara kas akhir tahun



2011 xxxx



2012 xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx



xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx



xxxx



xxxx



xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



220



LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS BANK SYARIAH …………………………………….. Untuk periode yang berakhir s.d. 31 Desember 2011 dan 2012 Cat.



Uraian Saldo pada tanggal 31 Januari 2009 Penyesuaian sehubungan dengan penerapan kebijakan akuntansi baru atas PPh Saldo pada tanggal 1 Jnauri 2010, disajikan kembali Pengunaan selama tahun berjalan Ditentukan untuk cadangan tujuan Ditentukan untuk cadangan umum Pembagian dividen Rugi bersih selama tahun berjalan Saldo pada tanggal 31 Desember 2009 Hasil penerbitan saham dari penawaran umum terbatas kepada para pemegang saham Penambahan selama tahun berjalan Ditentukan untuk cadangan tujuan Rugi bersih selama tahun berjalan Saldo pada tanggal 31 Desember 2010



Modal Saham ditemp atkan dan disetor



Tamba han modal disetor



(Rp)



(Rp)



xxx



xxx



xxx



xxx



Selis ih penil aian kem bali aset tetap (Rp)



Selisih penilai an wajar efek yg tersedi a untuk dijual (Rp)



Pendap atan kompre hensif lain



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



(Rp)



xxx



Selis kurs karena penjab aran laporan keuang n (Rp) xxx



xxx



Saldo laba yang telah ditentukan pengunaanny a Cad. Cad. Tuju Umu an m (Rp) (Rp) xxx



xxx



xxx



xxx



Saldo laba yg belum ditentu kan penggu nannya



Total moda l bersi h



(Rp)



(Rp)



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



(xxx)



(xxx) xxx



xxx



(xxx) (xxx)



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



(xxx)



(xxx)



(xxx)



(xxx)



xxx



xxx



xxx



xxx xxx xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



xxx



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



(xxx) (xxx)



(xxx)



xxx



xxx



221



LAPORAN PERUBAHAN DANA INVESTASI TERIKAT BANK SYARIAH ……………………………………….. Untuk periode yang berakhir s.d. 31 Desember 2011 dan 2012



Uraian Saldo awal Jumlah unit investasi awal periode Nilai per unit investasi Penerimaan dana Penarikan dana Keuntungan (rugi) investasi Biaya administrasi Fee bank sebagai agen/manajer investasi Saldo investasi pada akhir periode Jumlah unit investasi akhir periode Nilai unit investasi akhir periode



Portofolio A 2011 2012 xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit



Portofolio B 2011 2012 xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit



Total 2011 2012 xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) xxxx xxxx unit unit xx/unit xx/unit



LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA ZIS BANK SYARIAH ……………………………………… Untuk Tahun 2011 dan 2012 Uraian Sumber dana ZIS Zakat dari bank Zakat dari luar bank Infaq dan shadaqah Total sumber dana Pengunaan dana ZIS: Fakir Miskin Amil Orang yang baru masuk islam (muallaf) Orang yang terlilit hlaibilitas (gharim) Hamba sahaya (riqab) Orang yanmg berjihad (fisabillillah) Orang yang dalam perjalanan (ibnusabil) Total penggunaan Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan Sumber dana ZIS pada awal tahun Sumber dana ZIS pada akhir tahun



Catatan



2011 (Rp)



2012 (Rp)



xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx



xxxx xxxx



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



222



LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA QARD BANK SYARIAH ……………………………………. Untuk Tahun 2011 dan 2012



Uraian



Catatan



2011 (Rp)



Sumber dana Qard Infaq dan shadaqah Denda Sumbangan/hibah Pendapatan non halal Total sumber dana Pengunaan dana Qard: Pinjaman Sumbangan



2012 (Rp)



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx



xxxx xxxx



xxxx xxxx



Total penggunaan dana Qard Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan



xxxx



xxxx



Sumber dana Qard pada awal tahun Sumber dana Qard pada akhir tahun



xxxx xxxx



xxxx xxxx



CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Unsur catatan atas laporan keuangan perbankan syariah, terdiri dari: 1. Gambaran Umum Bank Syariah o pendirian bank syariah o riwayat ringkas bank o nomor dan tanggal akte pendirian o bidang usaha utama sesuai anggaran dasar dan rumah tangga o tempat kedudukan bank syariah o tanggal mulainya operasi o karyawan, direksi, dan dewan komisaris o Dewan Pengawas Syariah (DPS) o struktur kepemilikan bank syariah o hubungan kepemilikan anak perusahaan dengan bank syariah 2. Ikhtisar kebjakan akuntansi: o Dasar pengukuran dan penyusunan laporan keuangan o Kebijakan akuntansi (judgment of accounting) o Perubahan kebijakan akuntansi, estimasi, dan kesalahan mendasar 3. 4.



Penjelasan atas akun (pos-pos) laporan keuangan Informasi penting lainnya (informasi material).



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



223



Lampiran 2:



KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA



Pendahuluan Pemberlakuan dan Komposisi Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. . Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi: Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. •



Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.



• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi. • Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihakpihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



224



publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



225



PRINSIP ETlKA PROFESI IKATAN AKUNTAN INDONESIA Mukadimah 01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan. 02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi.



Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Prolesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 01. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.



Prinsip Kedua - Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 01. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggungjawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya memengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



226



02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. 03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaikbaiknya. 04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini. 05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya: • auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal; •



eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;







auditor intern memberikan keyakinan ten tang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



227



• ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan • konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.



Prinsip Ketiga – Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 1. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. 2. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. 03. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. 04. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.



Prinsip Keempat – Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. 02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



228



dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. 03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut: a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya. b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota. c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari. d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orangorang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas. e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainmen yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



229



Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. 01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik. 02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah: a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota. b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional. • Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota. • Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan. • Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



230



03. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya. 04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhatihati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku. 05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.



Prinsip Keenam - Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya 01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. 02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi. 03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. 04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. 05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



231



Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional. 06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. 07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan. a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan. b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah: •



untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan



• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik. c. Ketika ada kewajiban mengungkapkan:



atau



hak



profesional



untuk



• untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini; • untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan; • untuk menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesionallainnya;.dan . untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.



Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi: 01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggungTeori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



232



jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.



Prinsip Kedelapan - Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. 01. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



233



DAFTAR PUSTAKA APB, 1970. Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Business Enterprises, APB Statement No. 4, New York: AICPA Belkaoui, Ahmed, 1999. Accounting Theory, Terjemahan: Erwan Dukat, AK Group Yogyakarta Echols, John M. dan Hasan Shadily, 1996. Kamus Inggris-Indonesia, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta FASB, 1978. Statement of Financial Accounting Concept No. 1, Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, Stamford, Connecticut FASB, 1980. Statement of Financial Accounting Concept No. 2, Qualitative Characteristics of Accounting Information, Stamford, Connecticut FASB, 1980. Statement of Financial Accounting Concept No. 3, Element of Financial Statement of Business Enterprises, Stamford, Connecticut FASB, 1984. Statement of Financial Accounting Concept No. 5, Recognition and Measurement in Financial Reporting of Business Enterprises, Stamford, Connecticut FASB, 1985. Statement of Financial Accounting Concept No. 6, Element of Financial Statement: A Replacement of FASB Concepts Statement No. 3, Stamford, Connecticut Flamholtz, E.G., 1988. Developing Human Resources Accounting as a Human resources Decision Support System, Accounting Horizons, September, pp. 1-9 Godzali, Imam, dan Anis Chariri, 2003. Teori Akuntansi, Penerbit BP Undip Semarang Harahap, Sofyan Safri, 2009, Teori Akuntansi, Hendriksen, Eldon S., 1997, Teori Akuntansi, Terjemahan oleh Marianus Sinaga, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta IAI, 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta Jumirin, Asyikin, 2000, Perubahan Harga dan Pengungkapannya dalam Laporan Keuangan menurut Pendekatan Dolar Konstan dan Akuntansi Biaya Berjalan, Artikel (tidak dipublikasikan). Kam, V., 1990. Accounting Theory, 2nd Ed., New York: John Wiley and Sons Kusnadi, Kertahadi, dan Lukman Samsudin, 1985.Teori Akuntansi, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, Indonesia Paton, W.A, Littleton, A.C, 1970, An Introduction to Corporate Accounting Standards, AAA, Monograph No. 3, Michigan, USA Salomon, D., 1978, The Politization of Accounting, Journal of Accountancy (Novemper), Spring Scott, William R., 1997. Financial Accounting Theory, Prentice Hall Inc., New Jersey USA Tuanakotta, Theodorus M, 1986. Teori Akuntansi, Penerbit FE Universitas Indonesia, Jakarta Wolk, Harry L., dan Tearney, Michael G., 1998. Accounting Theory, A Conceptual and Institutional Approach, Fourth Edition, South Western Publishing Co., Ohio Zimmerman, et. all, 1970. A Statement of Basic Accounting Postulates and Principles, University of Illinois



Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin)



234