17 0 675 KB
BAHAN BACAAN MUATAN LOKAL BUDAYA BANJAR UNTUK KELAS 6 SEKOLAH DASAR
SDN SUNGAI LULUT 1 KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR
Riwayat Singkat KH.Muhammad Zaini Ghani ( Guru Sekumpul )
Nama beliau, al-‘Ālim al-‘Allāmah al-‘Ārif billāh as-Syaikh Maulana Muhammad Zaini bin al-‘Ārif billāh Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-‘Ālim al-‘Allāmah al-Khalifah Hasanuddin bin al-‘Ālim al-‘Allāmah al-‘Ārif billāh as-Syaikh Maulana Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari Abah Guru Sekumpul dilahirkan pada malam Rabu 25 Muharram 1361 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 di desa Dalam Pagar (sekarang masuk ke dalam kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar) dari pasangan suami-istri al-‘Ārif billāh Abdul Ghani bin H. Abdul Manaf dengan Hj. Masliah binti H Mulya, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik beliau bernama H Rahmah. Ketika masih kanak-kanak, beliau dipanggil Qusyairi. Masa kecil dan pendidikan Abah Guru Sekumpul sejak kecil selalu berada di samping ayah dan nenek beliau yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang memelihara beliau ketika kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan. Beliau dididik dengan penuh kasih sayang dan disiplin dalam pendidikan, sehingga di masa kanak-kanak beliau sudah mulai ditanamkan pendidikan Tauhid dan Akhlaq oleh ayah dan nenek beliau. Beliau belajar membaca Alquran dengan nenek beliau. Dengan demikian guru pertama dalam bidang ilmu Tauhid dan Akhlaq adalah ayah dan nenek beliau sendiri. Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama. Pengaruh kehidupan keluarga Gemblengan ayah dan bimbingan intensif paman beliau semenjak kecil betul-betul tertanam.
Semenjak kecil Abah Guru Sekumpul sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun Petuah Salah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yakni agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya). Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni: 1. Menghormati ulama dan orang tua 2. Baik sangka terhadap muslimin 3. Murah Hati 4. Murah harta 5. Manis muka 6. Jangan menyakiti orang lain 7. Mengampunkan kesalahan orang lain 8. Jangan bermusuh-musuhan 9. Jangan tamak atau serakah 10. Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajai 11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran. Kitab yang ABAH GURU tulis Sebelum wafat, Tuan Guru H.M. Zaini Abdul Ghani telah menulis beberapa buah kitab, antara lain: Risalah Mubaraqah. Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani AsSamman Al-Madani.
Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah. Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy. Wafat Abah Guru Sekumpul sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. karena penyakit ginjal yang beliau derita. Pada hari Selasa malam, 9 Agustus 2005, sekitar pukul 20.30, Abah Guru Sekumpul tiba di Bandar Udara Syamsudin Noor, Banjarbaru, dengan menggunakan pesawat carter F-28 Pada hari Rabu , 5 Rajab 1426 H bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 2005 pukul 05.10 pagi, Abah Guru Sekumpul menghembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediaman beliau sekaligus komplek pengajian, Sekumpul Martapura. Innalillahi wa Inna Ilaihi Raaji’un, telah diangkat oleh Allah SWT ilmu melalui kewafatan seorang ulama. Begitu mendengar kabar meninggalnya Abah Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura Seluruh masyarakat Kalimantan merasa kehilangan seorang Abah Guru yang menjadi panutan, penerang dan penyuluh kehidupan umat. Kini umat Islam di Martapura dan Kalimantan Selatan umumnya, menantikan kembali, hadirnya generasi baru –ulama panutan– yang akan menggantikan atau paling tidak memiliki kharisma dan ilmu sebagaimana yang dimiliki oleh Guru Sekumpul, untuk memimpin dan membimbing umat menuju kedamaian di bawah ridha Allah SWT
BATAMAT AL QURAN Batamat Al Qura'an merupakan salah satu tradisi agamis yang dilaksanakan ketika seseorang telah mengkhatamkan membaca Al Qur’an. Setiap daerah di Kalimantan Selatan memiliki cara-cara tersendiri dalam melaksanakan tradisi batamat Al Qur’an. Persiapan yang dilakukan adalah kostum dan perangkat yang mengikuti sang “pengkhatam”. Kostum bagi anak laki-laki adalah baju gamis (jubah khas timur tengah) lengkap dengan sorban dan patah kangkung yang dipakai di kepala. Sedangkan bagi anak perempuan memakai baju sejenis jubah berenda dan bulang yang dipakai di kepala. Kostum ini adalah pakaian yang biasa dipakai jemaah haji ketika mereka pulang ke kampung halaman. Selain kostum, juga disiapkan payung yang dibuat dari pelepah rumbia atau bambu. Payung diberi hiasan kertas warna-warni dan adakalanya tiang payung adalah bambu yang berisi telur rebus yang telah matang. Selain itu juga disiapkan balai (miniatur masjid) yang dibuat dari pelepah rumbia, yang diberi hiasan dengan kertas warna-warni. Di dalam balai ditempatkan ketan putih dan ketan merah, telur, dan makan-makanan kecil yang digantung. Untuk menambah semarak balai, maka juga ditancapkan beberapa bendera dari kertas dan uang. Balai disangga dengan dua potong pelepah rumbia agar dapat di usung ketika prosesi arak-arakan. Prosesi dimulai saat anak keluar dari rumah untuk menuju masjid. Ketika di muka pintu, sang anak akan disambut dengan shalawat yang diiringi dengan lemparan baras kuning(beras kuning) bercampur uang koin ke halaman rumah. Anak-anak lain yang sudah menunggu di halaman rumah, akan memperebutkan uang koin yang dilemparkan tersebut. Selanjutnya sang anak akan diarak sambil dipayungi beserta rombongan lain menuju masjid. Di bagian depan arak-arakan, sang “pengkhatam” berjalan sambil dipayungi diiringi oleh balai yang diusung di belakangnya masing-masing. Kemeriahan akan terasa lagi ketika rombongan arak-arakan ini tiba di masjid. Mereka akan disambut dengan shalawat dan hamburan baras kuning. Acara batamat Al Qur’an dilaksanakan di dalam masjid, sedangkan balai yang dibawa dari rumah di tempatkan di halaman masjid. Hal yang unik dan ditunggu-tunggu para kerabat dan masyarakat yang berhadir pada acara tersebut adalah saat-saat memperebutkan semua makanan dan uang yang ditempatkan di dalam balai. Saking berharapnya, setiap anak (tak terkecuali yang dewasa) sudah mengelilingi balai ketika diturunkan di halaman masjid. Setiap orang siap-
siap menjulurkan tangannya ke arah makanan dan bendera uang yang siap terlepas dari balai. Jika salah seorang sudah memulai mencabut bendera uang dengan tiba-tiba, maka serentak anak-anak dan orang tua berebut tanpa dapat dicegah lagi. Mereka akan memperebutkan semua makanan, ketan, telur, makanan ringan, bendera kertas, yang menjadi target utama biasanya adalah bendera uang dalam bentuk seribuan. Kadangkadang saking ramainya, beberapa balai akan hancur akibat terhimpit, bahkan bisa-bisa sampai tertindih. Perebutan makanan dan bendera balai, biasanya terjadi pada saat pembacaan Surah Al Fiil. Entah apa hubungannya dengan bunyi ayat yang dibaca, namun pada bacaan “Alam tarakaii fafa ‘ala ...”, maka sontak mereka yang telah siap dengan tangan menjulur akan menarik dan mengambil semua makanan dan bendera yang ada pada balai. Kalau dalam bahasa Banjar, “tarakai” artinya adalah rusak atau hancur, maka apakah ini terkait dengan rusaknya atau hancurnya balai akibat saling berebut. Pembacaan Al Qur’an diteruskan secara bergantian oleh “pengkhatam”, sampai pada Surah AN Naas, kemudian dilanjutkan lagi dengan membaca Surah Al Fatihah di bagian depan Al Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar membaca Al Qur’an terus-menerus dilakukan walaupun telah mengkhatamkan Al Qur’an. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa khatam Al Qur’an, dan selanjutnya masyarakat yang hadir dipersilakan untuk mendatangi rumah yang memiliki hajat untuk menyantap hidangan yang disediakan, tentunya hidangan khas Banjar, seperti soto Banjar, nasi sop, masak habang, ataupun masakan lainnya. Tidak ketinggalan ketan putih dan ketan merah.
Anak-anak diarak menuju Masjid Al Amin
Balai yang mengiringi arak-arakan.
Balai yang sudah rakai
Permainan Tradisional Bagasing .
Gasing sendiri merupakan salah satu khasanah permainan tradisional anak-anak Nusantara yang layak untuk dilestarikan, namun sangat disayangkan permainan gasing tradisional ini pada masa sekarang cenderung terlupakan dan tergantikan oleh beragam jenis permainan produk
asing.
Padahal
permainan
gasing
tradisional pada masa lalu tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera, Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Sulawesi, NTT, NTB, Kalimantan hingga Papua. Gasing sendiri adalah benda yang dibuat sedemikian rupa dari bahan kayu atau bambu dengan cara memainkannya yang harus diputar menggunakan seutas tali. Bentuk gasing sendiri cukup banyak dan setiap daerah juga memiliki beberapa bentuk Gasing. Dikenal adalah dua jenis gasing, yaitu “gasing laki” dan “gasing bini”. Gasing laki memiliki ciri kepalanya yang agak besar, sedangkan gasing bini dengan ukuran kepala lebih kecil. Bentuk gasing tersebut seperti buah kedondong, dengan garis tengah sekitar 7 cm, namun ada pula yang kurang dari itu. Untuk dapat memutar gasing diperlukan tali yang kuat. Khusus untuk gasing bini dibutuhkan panjang tali sampai 2 meter bahkan lebih, sedangkan untuk gasing laki cukup menggunakan tali pendek sekitar 60 cm. Tali gasing secara tradisional dibuat dari serat daun nenas yang panjang. Alat lain yang diperlukan adalah “susukan” untuk menyusuk gasing yang sedang berputar dan “lapik” di bawah gasing yang tengah berputar. Susukan terbuat dari kayu yang berbentuk seperti senduk nasi, sedangkan lapik berbentuk seperti piring kecil dan dibuat dari tempurung kelapa. Untuk memutar gasing terlebih dahulu gasing itu dililit dengan tali di lehernya dengan kuat dan mesra. Permainan bagasing dilakukan oleh dua orang atau dua kelompok apabila pesertanya banyak. Untuk menentukan pihak mana yang “pasang” dan pihak mana yang “manukun” alias memukul, maka terlebih dulu diadu “balalandangan” berputar gasing bini. Sebelumnya disepakati apakah adu balalandangan itu berputarnya di atas lapik atau tidak. Umumnya memang menggunakan lapik yang telah disediakan oleh masing-masing pihak.Begitu mendengar seruan aba-aba berupa hitungan satu sampai tiga dari seorang juru
tengah, pihak A dan B secara serentak memainkan gasing bini mereka. Gasing yang tengah berputar di tanah tersebut segera disusuk dengan susukan dan langsung diletakkan di atas lapik. Di situ ditunggu beberapa saat, gasing siapa yang lebih lama berputar, berarti dialah yang berhak untuk manukun gasing lawan. Misalnya gasing milik A lebih landing, maka pihak B yang akan “pasang”. Dengan demikian, B berkewajiban untuk memainkan gasing bininya sebanyak 5 kali berturut-turut, dan A akan manukun dengan gasing lakinya sebanyak 5 kali pula. Setelah itu, baru giliran B berkesempatan untuk manukun gasing bini milik A juga sebanyak 5 kali. Sistem ini dikenal dengan sebutan “tukun lima”. Keterampilan dalam permainan bagasing tampak pada gasing mana yang lebih dapat berputar, apakah gasing bini atau gasing laki. Kadang-kadang bisa berakibat gasing itu jadi pecah, retak atau cacat, lantaran saking kuatnya manukun.
KERAJINAN BATU AJI Kerajinan batu dan permata di martapura sudah ada sejak zaman belanda. menjadikan kota Martapura kemudian
dikenal
sebagai
Kota
Intan.
Ibukota
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ini adalah penghasil batu mulia intan/berlian serta batu aji. Wisatawan yang ingin mendapatkannya dapat datang langsung ke pasar Cahaya Bumi Selamat yang merupakan
pusat
perdagangan
cenderamata
khas
martapura ini. Pasar Cahaya Bumi Selamat ini cukup luas. Di dalamnya wisatawan akan menjumpai toko-toko yang memajang kilau keindahan batu permata. Batu-batu tersebut ada yang sudah dipadupadankan dalam bentuk perhiasan, tetapi ada juga yang berupa batu murni. Selain itu, ada pula aneka aksesoris yang diciptakan dengan bahan dasar batu. Selain perhiasan dan aksesoris, Pasar Cahaya Bumi Selamat ini juga menyediakan kerajinan tangan khas daerah hingga ramuan obat dari Kalimantan. Batu intan dan permata di Pasar Cahaya Bumi Selamat ini masih ditambang dengan cara tradisonal. Mula-mula warga menggali lubang pendulangan. Dalam tidaknya sebuah lubang pendulangan ditentukan oleh jauh dekatnya batu dulangan (batu yang diduga mengandung intan) yang terpendam didalam tanah. Setelah digali, batu dulangan kemudian dinaikkan ke atas, kemudian ditumpuk tidak jauh dari lubang pendulangan. Selanjutnya, batu dulangan diangkat lagi ke tepi sungai untuk dicuci. Batu dulangan dicuci dengan bantuan alat yang disebut dulangan atau linggangan yang terbuat dari pohon kayu besar yang dibentuk seperti kerucut. Sedikit demi sedikit batu dulangan tersebut dicuci dan disortir, setelah yakin di dalam batu dulangan tersebut tidak ada intan, batu dulangan tersebut dikeluarkan dari dalam dulangan. Begitulah seterusnya, sampai tumpukan batu dulangan habis dicuci dan seseorang pendulang intan berhasil menemukan sebutir intan. Bila seorang berhasil menemukan sebutir intan, maka yang bersangkutan harus mengumandangkan Salawat Nabi dan mengulum intan temuannya itu ke dalam mulutnya.
Begitu mendengar kumandang Salawat Nabi, biasanya para pendulang intan di sekitarnya akan berdatangan untuk melihat dari dekat intan yang baru saja ditemukan. Selama menjalani profesinya sebagai pendulang intan, mereka dilarang melakukan perbuatan tertentu yang dianggap tabu, misalnya mengibaskan pakaian, kencing di lubang pendulangan, kentut di lubang pendulangan, bersiul-siul, bernyanyi, dan tertawa terbahak-bahak. Walaupun
tambang
intan
di
Kalimantan
Selatan
menyimpan banyak kandungan intan
yang besar, akan tetapi
tidak setiap saat bisa ditemukan. Yang
bisa diperoleh setiap
harinya hanyalah intan-intan kecil yang
hanya
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Terkadang
beberapa hari, para pendulang tidak
menemukan intan sama
sekali, karena untuk menemukan intan
yang
cukup
untuk dalam
diidam-idamkan
sifatnya adalah untung-untungan. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan langkah mereka untuk bekerja mencari rezeki.Batu-batu yang ditemukan tersebut kemudian dibentuk menjadi berbagai macam kerajinan. Beragamnya hasil kerajinan dari batu ini menjadikan harga cenderamata
dan
perhiasan
di
Pasar
Cahaya Bumi Selamat sangat variatif. Di sini pengunjung dapat menjumpai permata dengan harga murah sampai permata dengan harga selangit.
NASI KEBULI Nasi kebuli adalah hidangan nasi berbumbu ya ng bercitarasa gurih asal Timur Tengah atau Arab yang kalau di Indonesia ditemukan pada daerah daerah yang kulinernya mendapat pengaruh dari budaya kuliner Arab disebabkan banyaknya warga keturunan Arab yang bercampur baur dengan masyarakat setempat, seperti terutama Betawi, Banjarmasin (nasi Kabuli), Gresik dan Surabaya. Nasi ini dimasak bersama kaldu daging kambing, susu kambing, dan minyak samin, disajikan dengan daging kambing goreng dan kadang ditaburi dengan irisan kurma atau kismis.Nasi kebuli menunjukan pengaruh budaya Arab Timur Tengah dan India Muslim, tepatnya tradisi Arab Yaman. Cara memasak Nasi kebuli dibuat dengan cara menanak nasi bersama kaldu kambing dan susu kambing (kadang diganti santan). Daging kambing ditumis dan dicampurkan ke dalam nasi dengan juga membubuhkan minyak samin untuk memberikan aroma yang khas. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dan ditumis bersama nasi ini adalah bawang putih, bawang merah, lada hitam, cengkeh, ketumbar, jintan, kapulaga, kayu manis, pala, dan minyak samin. Kemudian daging kambing dimasak bersama dengan nasi setengah matang ini hingga akhirnya benar-benar matang. Daging kambing ini bisa diiris kecilkecil dan dicampurkan ke dalam nasi, atau digoreng dan disajikan terpisah. Nasi kebuli biasanya disajikan dengan asinan nanas, kadang juga ditambahi sambal goreng hati..Campurannya yang kaya akan rempah didapat dari bahan-bahan seperti kayu manis, kapulaga, cengkeh, jinten dan kemudian diberi campuran daging berupa daging ayam atau daging kambing muda. Dalam satu porsi nasi kebuli ini juga disajikan acar khas Timur Tengah yang disebut salata. Salata ini merupakan campuran potongan mentimun, nanas, dan bawang Bombay.
RESEP:
2 sdm kismis
Bahan:
Cara membuat:
4 sdm margarin ( atau 5 sdm minyak
1. Panaskan mentega hingga leleh.
samin )
Masukkan bumbu, aduk hingga harum
150 g bawang Bombay, cincang
dan matang.
10 cm kayu manis
2. Masukkan kayu manis, cengkih dan
1/2 butir biji pala, memarkan
kapulaga. Aduk hingga wangi.
5 butir cengkih
3. Tambahkan daging kambing, aduk
8 butir kapulaga
hingga kaku.
300 g daging has kambing, potong-potong
4. Tuangi air, masak hingga daging
500 ml air
kambing hampir lunak dan kuah habis.
1 kg beras yang pulen, cuci, tiriskan
Angkat.
750 ml susu cair/santan
5. Kukus beras selama 30 menit hingga setengah matang. Angkat.
Bumbu, haluskan:
6. Taruh beras dalam panci, tuangi
10 butir bawang merah
susu/santan. Jerangkan di atas api sambil
5 siung bawang putih
aduk rata.
4 cm jahe
7. Tambahkan daging kambing tumis,
1,5 sdm ketumbar, sangrai
aduk rata hingga susu/santan habis.
1/2 sdt merica butiran, sangrai
Angkat.
2 sdt garam
8. Kukus kembali selama 30 menit hingga matang. Angkat.
Pelengkap:
9. Sajikan panas dengan bahan
3 sdm bawang merah goreng
pelengkapnya.
Ampuni akan dosa uma wan abahku
UMA ABAH Hari
panas
manggantangTangah
hari
manggantang panasnya manggantang
Rasa rakai tulang iga sampai katulang Mangilik nanang galuh caramin matanya Uma batulak mancariakan rajakinya labat
arus
daras
kadinginan
di
wan
galumbangnya Awak
basah
tangah
sungai Mangayuh
jukung
balumpang
tantu
pakulihnya Abah malunta mancariakan rajakinya Reff.. Uma… ulun bulik sakit umaku gantiakan Lawan sagala pahalaku Abah…
ulun
bulik
Allahumma Allah Rabigfirli waliwali daiya
Guntur kilat basambung Hujan
Ampuni akan dosa uma wan abahku
paluh
abahku
gantiakan Lawan sagala amalku Uma ratuai abah rajaai Ya Allah ya Robbi Ku cium batis uma nang manyayangi Ku cium tangan abah nang malindungi
Rabigfirli waliwali daiya Ampuni akan dosa uma wan abahku Ampuni akan dosa uma wan abahku
SINOMAN HADRAH Kesenian Sinoman Hadrah merupakan seni tradisional khas Banjar yang bernafaskan Islam. Sinoman Haderah terdiri dari 2 kata yaitu “Sinoman” dan “Hadrah”. Sinoman artinya adalah kelompok qasidah pria untuk menyambut tamu-tamu atau orang-orang besar atau pejabat, sedangkan Hadrah artinya adalah menghadirkan dengan mengambil teknik (Depdikbud, 1978/1978 : 17) Sinoman Hadrah merupakan kesenian yang sangat jelas mendapat warna Islam dan bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan teruatama di Kalimantan Selatan. Sinoman Hadrah terdiri dari lima atau enam orang pendendang syair yang sekaligus penabuh rebananya, kemudian pemutar paying ubur-ubur dan ditambah dengan penari rudat berjumlah 20 s/d 30 orang atau sesuai dengan jumlah anggotanya sambil memegang bendera kecil berbentuk segitiga bertuliskan huruf arab (Asmaul Husna). Sinoman hadrah adalah kesenian yang memadukan seni suara (qasidah) dan seni tari. Syair-syai yang dianyanyikan berisi puji-pujian dan sanjungan kepada Rasulullah, dan juga syair-syair yang berisikan nasehat – nasehat dan petuah, dimana pesan pesan tersebut dilantunkan dengan penuh kegembiraan dan perasaan. Sinoman Hadrah biasanya ditampilkan dengan pada acara – acara : 1. Penyambutan Tamu (Pejabat Pemerintah) 2. Peringatan Hari – Hari Besar Islam / Hari Nasional 3. Upacara Perkawinan dan Kegiatan Keagamaan ”Alat–-Alat Perlengkapan Sinoman Hadrah 1. Rebana (Terbang) 2. Babun 3. Ketipung 4. Tamborin (Gerincing) 5. Bendera 6. Payung Ubur-Ubur/Payung Besar Berhias
Ungkapan Bahasa Banjar Bahasa Banjar yang merupakan rumpun
bisa jadi merupakan penurunan gaya
Bahasa Melayu banyak memiliki ungkapan-
hidup karena kebangkrutan
ungkapan yang sekarang sudah jarang digunakan, bahkan banyak yang tidak mengerti apa maksudnya. Berikut beberapa ungkapan dalam Bahasa Banjar yang bisa kita inventaris, semoga masih bisa dilestarikan: 1. Amin dulat = jera atau kapok 2. Bahuma di pasar = beras yang dimasak bukan hasil sawah sendiri, tapi beli di pasar 3. Balang kambingan = orang yang kadang sembahyang, kadang tidak 4. Baliur dua = suatu keinginan wanita yang baru hamil, biasanya mengenai makanan, kue, atau buah 5. Balu pinang = janda yang masih muda dan belum punya anak 6. Batajak sarubung = mau melaksanakan perkawinan 7. Batalinga rinjing = tidak memperdulikan panggilan atau nasehat 8. Batapung tali salawar = gerakan penghematan dari segala bidang
9. Bulu landau = wilayah kerja atau daerah jelajah alias kawasan edar 10. Batukul dahi = rasa malu akibat perbuatan atau perkataan sendiri. 11. Buruk sikuan = berdusta atau meminta kembali apa yang sudah diberikan 12. Calungap sandukan = menyahut asal-asalan 13. Dibawa malenggang ditinggal manukun = sikap atau perilaku seseorang yang mau menang sendiri dan tidak bisa bersosialisasi 14. Dikumpa bakancang = makin dipuji makin senang 15. Guguring hayam = tidur yang tidak nyenyak 16. Hahawar ambun = istilah bagi anak muda yang suka begadang 17. Hancur liur = sesuatu yang menggiurkan tetapi tidak terjangkau 18. Kacil mungil sasak di lawang = sebutan atau sindirian untuk orang yang gemuk
19. Kada balampu = istilah secara kasar, artinya "kurang akal"
28. Mamanis kasai = pemberian yang tidak begitu berarti, cuma sebagai rasa simpati saja
20. Kancur jariangau = memiliki hubungan kekerabatan namun sulit dijelaskan karena cukup jauh atau rumit. bisa jadi bukan hubungan darah namun perkawinan
29. Mambasuh siku = sindiran dengan maksud agar segera berwudhu 30. Mambuang parangai = tanda-tanda mau meninggal 31. Manis dagingan = istilah sial pada
21. Kalat mata = mengantuk level utama
diri yang sering didapat seperti luka,
22. Kantut samut = menakut-nakuti
jatuh, dsb.
dengan suatu cerita bohong yang
32. Pagat runtian = putusnya hubungan
biasanya ditujukan kepada anak-
atau keneksi secara pelan satu satu.
anak kecil sehingga anak tersebut
33. Pitung rajab = sesuatu yang diharap
tidak lagi menangis dan akhirnya
tak mungkin terwujud walau
senang
ditunggu dalam waktu yang lama
23. Kapala ahui = gelar pimpinan bagi sekelompok orang yang bergotong royong, atau sebaliknya sebagai
34. Puntal kadut = keseluruhannya dijadikan satu biaya keuangan 35. Rahat kumaruk = istilah selera
gelar bagi pimpinan kelompok yang
makan yang luar biasa setelah
berbuat kejahatan
sembuh dari sakit
24. Kurihing simpak = senyum yang dipaksakan 25. Liur baungan = mata keranjan 26. Mahadang buah bungur = penantian yang sia-sia
36. Rumah niranda = sebutan bagi rumah tua dan kecil seperti pondok hutan 37. Rumpak haruanan = sifat seseorang yang kadang tidak menentu, kadang
27. Malumu tunjuk = sesuatu usaha
baik, kadang marah-marah
yang diharap mendapatkan
38. Sakacak maling = pinggang yang
keuntungan hasilnya sia-sia
sangat ramping
39. Sakali samustawa = kejadian sangat jarang sekali seumur hidup 40. Sambut saluangan = suka mengikuti atau memotong pembicaraan orang lain
menjadi keberuntungan kemudiannya 52. Tasimbat tali gasing = terlibat urusan yang bukan kepentingan kita 53. Tatarang upih = maksud yang
41. Samuak saliur = setia kawan
dibicarakan tidak tahu, tidak jelas,
42. Sapamatuk sapangikih = hari ini
mengerti sedikit saja
dapat rezeki, hari ini juga habis 43. Sapanjadi = sekaligus jadi 44. Sasak hampadal = pemberani, tak takut mati 45. Satangah tu uh = usia 50 tahun ke atas 46. Surung Kupak = bergantian menebak suatu pertanyaan 47. Susugih warik = banyak dapat uang tetapi cepat juga habis 48. Tadundum = pertemuan yang tak terelakan dan tidak direncanakan namun bisa jadi tidak diharapkan salah satu pihak 49. Talanggar dauh = ketika orang sholat maghrib, kita masih menyelesaikan atau membicarakan sesuatu 50. Talinga rinjingan = mendengar tapi tidak memperhatikan 51. Tapiasat = terpaksa namun kemudian menjadi keberuntungan dan disyukuri atau disyukuri yang
54. Tinjau gunungan = cantik/elok dilihat dari jauh saja 55. Tuli biruangan = kadang mendengar, kadang tidak 56. Unggut samuning = mengangguk, tapi terpaksa
Ungkapan dan Istilah Urang Banjar Mamanis kasai Pemberian yang tidak begitu berarti, cuma sebagai rasa simpati saja Manis dagingan Istilah sial pada diri yang sering didapat seperti luka, jatuh, dsb. Sapamatuk sapangikih Hari ini dapat rezeki, hari ini juga habis Rahat kumaruk Istilah selera makan yang luar biasa setelah sembuh dari sakit Sakacak malang Pinggang yang sangat ramping Batajak sarubung Istilah mau melaksanakan perkawinan Satangah tu uh Usia 50 tahun ke atas Talanggar dauh Ketika orang sholat maghrib, kita masih menyelesaikan/membicarakan
sesuatu Pitung rajab Sesuatu yang diharap tak mungkin terwujud walau ditunggu dalam waktu yang lama Malumu tunjuk Sesuatu usaha yang diharap mendapatkan keuntungan hasilnya sia-sia Rumah niranda Sebutan bagi rumah tua dan kecil seperti pondok hutan Baliur dua Suatu keinginan wanita yang baru hamil, biasanya mengenai makanan, kue, atau buah Kurihing simpak Senyum yang dipaksakan Unggut samuning Mengangguk, tapi terpaksa Tuli biruangan Kadang mendengar, kadang tidak
Sambut saluangan
Hahawar ambun
Suka mengikuti atau memotong
Istilah bagi anak muda yang suka
pembicaraan orang lain
begadang
Tatarang upih
Guguring hayam
Maksud yang dibicarakan tidak tahu,
Tidur tidak sebenarnya (sambil
tidak jelas
terjaga)
Dikumpa bakancang
Bahuma di pasar
Makin dipuji makin senang
Beras yang dimasak bukan hasil sawah sendiri, tapi beli di pasar
Rumpak haruanan Sifat seseorang yang kadang tidak
Amin dulat
menentu, kadang baik, kadang marah-
Artinya: jera atau tidak
marah Puntal kadut Kada balampu
Keseluruhannya dijadikan satu biaya
Istilah secara kasar, artinya "kurang
keuangan
akal" Mambuang parangai Buruk sikuan
Tanda-tanda mau meninggal
Berdusta atau meminta kembali apa yang sudah diberikan
Sasak hampadal Pemberani, tak takut mati
Kantut samut Menakut-nakuti / suatu cerita bohong
Balang kambingan
yang biasanya ditujukan kepada anak-
Istilah orang yang kadang
anak kecil sehingga anak tersebut
sembahyang, kadang tidak
tidak lagi menangis dan akhirnya senang
Susugih warik Banyak dapat uang tetapi cepat juga
Mambasuh siku
habis
Sindiran dengan maksud agar segera berwudhu
Surung Kupak Bergantian menebak suatu pertanyaan
Batalinga rinjing Tidak memperdulikan panggilan atau
Kapala ahui
nasehat
Gelar pimpinan bagi sekelompok orang yang bergotong royong, atau
Balu pinang
sebaliknya sebagai gelar bagi
janda yang masih muda dan belum
pimpinan kelompok yang berbuat
punya anak
kejahatan
Pondok Pesantren Darussalam Martapura Pondok Pesantren Darussalam adalah sebuah pondok pesantren yang berlokasi di kawasan Pasayangan, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia. Ponpes ini didirikan pada tahun 1914 oleh K.H. Jamaluddin, salah seorang ulama terkemuka pada saat itu, yang merupakan pendiri sekaligus pemimpin pertama pesantren Darussalam. Pondok Pesantren ini merupakan pesantren tertua di Kalimantan dan telah melahirkan banyak ulama terkemuka dan menjadi tempat penting pendidikan dan regenerasi ulama di Kalimantan. Hampir seluruh silsilah murid-guru di Kalimantan Selatan bermuara di pesantren ini.[1] Sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Darussalam berdiri 14 Juli 1914 di Martapura, Kalimantan Selatan. KH. Djamaluddin, salah seorang Ulama terkemuka pada saat itu adalah pendiri sekaligus pemimpin pertama pesantren Darussalam. Berlokasi di Jl. K.H.M. Kasyful Anwar Pasayangan Martapura, pesantren tersebut memiliki peran penting bagi sejarah perkembangan islam di Kalimantan Selatan. Pesantren Darussalam kemudian menjadi acuan bagi perkembangan pesantren-pesantren lain yang berdiri kemudian di propinsi tersebut. Keputusan KH. Jamaluddin untuk mendirikan pesantren dilandasi dengan semangat dalam rangka pengembangan agama islam di wilayah Kalimantan Selatan. Selain itu, daerah ini memang dikenal memiliki tradisi keagamaan yang sangat kuat. Bahkan, sejumlah ulama Indonesia terkemuka berasal dari daerah ini. Oleh karena itu, KH. Djamaluddin kemudian melihat bahwa pesantren merupakan satu upaya terbaik saat itu untuk mengembangkan islam, khususnya di wilayahnya. Setelah dia meninggal dunia digantikan oleh KH. Hasan Ahmad. Pada awal berdirinya, pesantren Darussalam menggunakan sistem pengajaran tradisional. Materi-materi yang diajarkan terbatas hanya di bidang keagamaan. Begitu pula, bangunan pesantren masih sangat sederhana, hanya untuk pengajaran keagamaan dengan cara halaqah, dimana para murid duduk bersimpuh mengelilingi guru sambil mendengarkan materi keagamaan yang diberikan. Perkembangan pesantren Darussalam mengalami lompatan besar ketika pesantren dipimpin KH. Kasyful Anwar. Ia menggantikan KH. Hasan Ahmad. Dia menjadi pimpinan pesantren dari tahun 1922 hingga 1940. Pada periode itulah, sejumlah pembaharuan dilakukan
dalam rangka meningkatkan pendidikan pesantren. Ia melakukan pemugaran gedung lama diganti gedung baru bertingkat. Gedung itu memiliki enam belas lokal, yang digunakan baik sebagai ruang belajar maupun kantor. Selain itu, pembaharuan yang dilakukan KH. Kasyful Anwar adalah memperkenalkan sistem klasikal / madrasah pada sistem pendidikan tradisional dengan sistem kelas berjenjang. Mulai dari Tahdiriyah selama 3 tahun, Ibtidaiyah 3 tahun, dan Tsanawiyah 3 tahun. KH. Kaysful Anwar juga melakukan pembaharuan pada kurikulum. Ia tidak lagi membatasi pendidikan pesantren pada mata pelajaran agama islam, tapi juga memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum yang berlaku dipesantren. Modernisasi pesantren Darussalam terus berlangsung sejalan dengan perkembangan masyarakat sekitar. Kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan yang makin beragam – yang tidak hanya terbatas dibidang keagamaan – senantiasa memperoleh perhatian yang sangat besar dari pengelola pesantren Darussalam pada periode berikutnya. Oleh karena itu, saat ini pesantren Darussalam tidak hanya mendirikan lembaga pendidikan islam madrasah, tapi juga lembaga pendidikan umum. Pesantren yang berlokasi di Martapura juga memiliki SMP, SPP (Sekolah Pertanian) yang menggunakan kurikulum dari departemen pertanian, dan STM yang mengacu pada Depdiknas. Bahkan, pesantren juga mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam yang dipadu dengan sistem pesantren. Sebagaimana pesantren lainnya, pesantren darussalam Martapura juga mengembangkan ciri khas untuk menyedot para santri dari daerah sekitarnya. Adapun ciri khas pesantren ini :
Kurikulum pesantren mengacu pada kitab kuning, sementara sekolah menggunakan sistem klasikal.
Pesantren memiliki hubungan sangat dekat dengan masyarakat (community based institution), sehingga Darussalam sekaligus berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan – kegiatan sosial keagamaan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan Pesantren Darussalam yang merupakan pesantren pioneer di wilayah Kalimantan Selatan memiliki sejumlah pendidikan formal. Mulai dari Ibtidaiyah, hingga perguruan tinggi berjejer di pesantren tersebut. Adapun lokasinya khusus di jalan Perwira Komplek Pangeran Antasari Martapura, yang juga sekarang di tambah dengan pendidikan ekstra kurikuler Ula’ dan Wustho
Salafiyah pada tempat dan waktu belajar tersendiri. Sedangkan untuk pendidikan diniyah, pesantren menerapkan kurikulum tersendiri. Sebagaimana pesantren lainnya, pesantren Darussalam Martapura juga sangat memperhatikan pengembangan minat dan bakat para santri. Untuk itu Darussalam juga menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler antara lain : pengajian Kitab kuning, kursus kerajinan batu aji, kursus otomotif dan las listrik / karbit, kursus menjahit. Kegiatan Ekonomi Sebagai pesantren tua di Kalimantan Selatan, Darussalam juga menyelenggarakan kegiatan ekonomi :
Kopontren Darussalam
Warung Serba Ada
Toko Kitab
Warpostel
Kebun Karet
Persawahan
Bengkel las
Percetakan / Foto Copy
Pimpinan
KH. Jamaluddin (1914-1919)
KH. Hasan Ahmad (1919-1922)
KH. M. Kasyful Anwar (1922-1940)
KH. Abd. Qadir Hasan (1940-1959)
KH. Sya’rani Arif (1959-1969)
KH. M. Salim Ma’ruf (1969-1976)
KH. Badruddin (1976-1992)
KH. Abdul Syukur (1992-2007)
KH. Khalilurrahman (2008-sekarang)