Bahasa Indonesia Hukum 2019 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAHASA INDONESIA HUKUM



RAHMI YUNIARTI, S.H., M.H,



PENGANTAR BAHASA



Bahasa Lisan



Manusia menyatakan dengan ucapan



Kata-kata yang diginakan sebagai alat bagi manusia untuk menyatakan atau melukiskan sesuatu kehendak, perasaan, fikiran, pengalaman, terutama dalam hubungannya dengan manusia lain.



Bahasa Tulisan



Kata-kata itu dilukiskan dalam bentuk tulisan



Bahasa Pertanda



Jika lukisan katakata itu berbentuk gambar atau tanda



PENGANTAR Bahasa yang dipelajari dan dipakai dalam dunia ilmu pengetahuan adalah bahasa ilmiah atau bahasa keilmuan.



Bahasa ilmiah mempunyai ciri-ciri dan sifat-sifat sebagaimana dikemukakan Anton M. Moeliono :



a) Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan; b) Onyektif dan menekan prasangka pribadi; c) Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategori yang diseledikinya untuk menghindari kesimpangsiuran,; d) Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi; e) Cenderung membakukan makna kata-katanya, uangkapannya dan gaya paparannya berdasarkan konvensi; f) Tidak dogmatis atau fanatik; g) Bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang diapakai; h) Bentuk, makna dan fungsinya lebih mantap dan stabil daripada yang dimiliki kata biasa



PENGANTAR Bahasa Indonesia



PASAL 36 UUD 1945



“Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”



PENGERTIAN Bahasa Hukum Indonesia



Bahasa Indonesia yag dipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri, oleh karena itu bahasa hukum indonesia haruslah memenuhi syaratsyarat dan kaidah-kaidah bahasa indonesia



Istilah-Istilah Karakteristik



Komposisi Gaya Bahasa yang khusus



Kandungan arti yang khusus



PERMASALAHAN (2) Dalam hukum pidana terdapat istilah hukum Belanda yang disebut “strafbaarfeit” , ada yang menerjemahkan persitiwa pidana, ada yang perbuatan pidana dan ada pula yang tindak pidana, sedangkan maksud yang sebenarnya adalah peristiwa yang dapat di hukum. Kemudian, ada istilah “barangsiapa” terjemahan dari bahasa hukum Belanda “Hij die”. Yang dimaksud tentunya bukan barang kepunyaan siapa, tetapi “dia yang (berbuat)” atau barangkali “siapapun yang berbuat”.



PERMASALAHAN Adakalanya dua atau lebih istilah hukum asing kita terjemahkan hanya dengan satu istilah saja atau satu istilah hukum asing kita terjemahkan menjadi beberapa istilah hukum indonesia. Untuk mengatasi kekeliruan pengertian maka seringkali kita dapati dalam kepustakaan hukum penulisnya mencantumkan bahasa aslinya di dalam tanda kurung.



Terjemahan-terjemahan itu kadang-kadang menimbulkan pertanyaan bagi orang awamn, misalnya di dalam hukum adat disebut kawin lari, sebagai terjemahan dari vluchtuwelijk dan wegloophuwelijk. Orang awam berkata mana ada kawin lari. Yang dimaksud adalah belarian untuk kawin yang dilakukan oleh bujang gadis, seperti yang berlaku pada Suku Batak, Lampung, Bali.



KEGUNAAN MEMPELAJARI BAHASA HUKUM Mempelajari asas-asas dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia bagi kalangan hukum bertujuan untuk mengatasai kekurang sempurnaan dalam penggunaan bahasa hukum dalam berbicara atau mengemukakan pendapat tentang hukum, di dalam membuat karangan-karangan ilmiah tentang hukum, di dalam membuat aturan-aturan hukum, surat pengaduan, kesaksian, tuntutan, pembelaan, keputusan atau untuk membuat surat-surat perjanjian, akta-akta, surat gugatan, memori banding, kasasi, dan sebagainya



Bahasa hukum itu memiliki sifat-sifatnya yang khusus yang bagi orang awam tidak mudah dipahami. Kekhususan itu ada kalanya menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang umum dalam bahasa Indonesia. Misalnya, sebagaimana dikemukakan Soerjono Soekanto, apabila ada kalimat yang berbunyi “Badu memukul Tatang, maka menurut ketentuan ilmu bahasa “Badu” adalah subjek, “memukul” adalah predikat dan “Tatang” itu tidak mungkin menjadi objek, tetapi ia adalah subjek (hukum) oleh karena ia adalah manusia. Di dalam ilmu hukum hanyalah benda atau yang bukan subjek hukum yang menjadi objek hukum. (Soerjono Seokanto, 1982;13)



KEGUNAAN MEMPELAJARI BAHASA HUKUM Contoh lain di dalam hukum pidana yang memakai istilah tertangkap tangan atau juga disebut tertangkap basah sebagai terjemahan dari istilah hukum Belanda “Op Heterdaad”, misalnya dalam peraturan zina, yang dimaksud bukan tangan-tangan pelakunya tertangkap ketika berbuat atau tertangkap dalam keadaan basah, melainkan perbuatannya terpergok.



MAKSUD DAN TUJUAN Atas usaha Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 25 sampai dengan 27 November 1974 di Medan/Prapat telah diselenggarakan symposium bahasa dan hukum yang bertujuan untuk mencapai keseragaman dan kesatuan bahasa dalam bidang perundangan, praktik, penulisan, dan pendidikan hukum serta untuk meningkatkan keterampilan pengguna Bahasa Indonesia yang baik bagi para legislator, praktisi, teoritis, dan pendidik di bidang hukum.



BATAS RUANG LINGKUP



Batas ruang lingkup yang diuraikan disini tida termasuk asas-asas dan kaidahkaidah umum bahasa Indonesia, melainkan hanya mengungkapkan semantik bahasa hukum Indonesia pada umumnya, terutama tentang berbagai istilah, kaidah-kaidah dan bahasa hukum yang terdapat dalam ilmu pengetahuan hukum, hukum ketatanegaraan, hukum keperdataam, hukum pidana, dan hukum acara.



SEMANTIK HUKUM Bahasa Inggris



Semantik



Semantics



Semasiology



Semantik adalah ilmu pengetahuan hukum yang menyelidiki makna atau arti kata-kata hukum, perhubungan dan perubahan arti kata-kata itu dari zaman ke zaman menurut waktu dan tempat dan keadaan.



Istilah hukum perdata yang sekarang dipakai sebagai terjemahan dari istilah hukum Belanda “privaatrecht”, berasal dari kata Arab (Islam) yaitu Hukum dan istilah Jawa (Hindu) yaitu Pradata.



SEMANTIK HUKUM Jika kita sekarang mengartikan perkara perdata adalah perkara yang mengatur hubungan hukum antara orang seorang, orang yang satu dengan orang yang lain, baik orang dalam arti manusia maupun dalam arti badan (hukum), maka lain halnya dizaman kerajaan Mataram, misalnya di zaman pemerintahan Amangkurat. Pada zaman Mataram yang disebut Perkara Pradata pada umumnya adalah perkara yang membahayakan mahkota, yang sifatnya mengganggu keamanan dan ketertiban negara. Perkara demikian menjadi urusan peradilan raja, yang sekarang merupakan hukum publik, sedangkan hukum privaat ketika itu adalag perkara padu dan tidak menjadi urusan raja melainkan urusan rakyat di daerah-daerah atau di desa-desa dengan peradilan adatnya. Peradilan Pradata menggunakan hukum Hindu, kemudian Hukum Islam dan hakim adalah raja sendiri atau penghulu agama, sedangkan peradilan padu menggunakan hukum rakyat dengan hakimnya adalah pejabat negara yang disebut jaksa. Di daerahdaerah yang jauh hakim peradilan padu adalah kepala adat, seperti halnya di Lampung Punyimbang Pepadun, yang maksudnya pemimpin peradilan adat.



SEMANTIK HUKUM Katidakjelasan atau ketidaksesuaian dari istilah hukum atau kaidah-kaidah hukum yang diuraikan di dalam suatu peraturan mungkin dapat terjadi di dalam praktik. Misalnya, dikarenakan sudah ada peraturan pokok tetapi belum ada peraturan pelaksanaan, atau masih terdapat hal-hal yang belum di atur, tidak sesuai dengan keadaan setempat atau terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan peraturan itu di lapangan



KAIDAH HUKUM Perbedaan kata-kata yang terurai dalam kalimat sastra umum dan yang terurai dalam bentuk kaidah hukum.



Kalimat sastra umum yang sifatnya menyatakan sesuatu perasaan atau fikiran, yang mungkin menunjukkan sebab dan akibat dari apa yang dialami



Kata-kata yang terurai dalam bentuk kaidah hukum, bukan hanya menyatakan dan memberikan penilaian tetapi juga bersifat imperatif. Jadi kaidah hukum itu mengandung kata-kata perintah dan larangan, apa yang musti dilakukan dan apa yang tidak musti dilakukan, tidak sedikit yang mengandung paksaan



KAIDAH HUKUM Kaidah hukum bukan hanya berbentuk kaidah perundangan, yang berwujud bahasa tulisan, tetapi juga berwujud bahasa lisan, bahasa yang tidak tertulis dan dalam bentuk perundangan, seperti terdapat dalam hukum adat atau hukum kebiasaan.



Adakalanya apa yang tersirat di dalam hukum adat itu tersirat dalam perundangan. Misalnya di dalam bagian umum IV penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain dikatakan : “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintah. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktik”.



KAIDAH HUKUM Dalam kalimat tersebut dipakai istilah semangat, istilah ini adalah istilah hukum adat yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia yang semangantnya lebih menunjukkan asas kekeluargaan dari pada asas perorangan, lebih mengutamakan tujuan yang baik, yang adil menurut kesadaran masyarakat yang hidup dari pada kaidah-kaidah hukum yang tertulis yang tidak dapat mengikuti perasaan hukum rakyat.



KONSTRUKSI HUKUM Sifat ilmu pengetahuan hukum



Dogmatis artinya berprasangka baik, berpedoman pada cara dan pendirian tertentu yang dianggap baik



Dogmatis dan Sistematis



Sistematis artinya kebulatan pengertian di mana yang satu bertautan dengan yang lain, ada hubungan fungsi antara yang satu dan yang lain, sehingga istilah-istilah yang dipakai memberikan kesatuan pengertian yang mudah dipahami.



KONSTRUKSI HUKUM Pengertian hukum yang dimaksud adalah konstruksi hukum(rechtsconstructie) yang merupakan alat-alat yang diapaki untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk bahasa dan istilah yang baik. Menyusun yang dimaksud ialah menyatukan apa yang termasuk dalam satu bidang yang sama, satu pengertian yang sama.



Istilah pencurian misalnya adalah suatu konstruksi hukum, yaitu suatu pengertian tentang semua perbuatan mengambil barang dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum (Pasal 362 KUHP). Jadi apakah perbuatan itu disebut maling, nyolong, nyopet, apakah ia mengambil benda berwujud atau tidak berwujud (aliran listrik), kesemuanya apabila dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hukum, maka perbuatan itu disebut pencurian.



KONSTRUKSI HUKUM



Bentuk kontruksi hukum yang lebih luas pengertiannya, apabila disebut peristiwa hukum (rechtsfeit), yang merupakan kenyataan hukum yang terjadi. Semua peristiwa (karena tangan manusia) yang diatur oleh hukum adalah peristiwa hukum, misalnya periatiwa penilaian umum adalah peristiwa hukum tatanegara, peristiwa sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah peristiwa hukum internasional, periatiwa pembunuhan adalah peristiwa hukum pidana, peristiwa hutang piutang adalah peristiwa hukum perdata dan sebagainya.



FIKSI HUKUM



Di dalam hukum perundangan misalnya dipakai istilah badan hukum (rechtpersoon) yang dikiaskan sebagai orang bukan manusia, maksudnya suatu badan pendukung hak dan kewajiban yang bukan manusia, misalnya perkumpulan perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan sebagainya. Sehingga di dalam ilmu hukum terdapat pengertian orang (persoon) yang asli, yaitu manusia pribadi dan manusia semu yaitu badan hukum. Begitu pula dengan istilah barang tetap seperti bidang tanah dan barang tidak tetap seperti perhiasan emas.



FIKSI HUKUM Fiksi Hukum



Tujuan



Kelemahan



Sesuatu yang khayal yang digunakan di dalam ilmu hukum dalam bentuk kata-kata, istilahistilah yang berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yang bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum.



Untuk menghemat kata-kata yang digunakan dalam merumus kaidah hukum, sehingga dari satu pengertian akan mengandung pengertian yang lebih luas.



Adanya fiksi hukum yang tidak terkontrol yang menyebabkan pembentukan hukum yang khayal dan banyak istilah-istilah dan kalimat-kalimat hukum yang sukar dimengerti masyarakat, akan menyebabkan tujuan hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan terancam hilang karena hal-hal yang fiktif.



FIKSI HUKUM Bentuk fiksi hukum di dalam peraturan perundang-undangan , misalnya Pasal 2 KUH Perdata dikatakan : “Anak yang ada di dalam kandungan seorang wanita, di anggap telah dilahirkan, jika kepentingan si anak menghendakinya”. Jadi, apabila bapak si anak wafat, anak yang belum lahir dari kandungan ibunya tidak akan kehilangan hak-hak nya. Misalnya, dalam hal warisan si anak belum lahir mempunyai hak atas warisan ayahnya. Tetapi, jika anak itu kemudian mati sewaktu dilahirkan maka anak itu di anggap tidak pernah ada.



PEMBENTUKAN HUKUM Kebutuhan pembentukan hukum perundangan dan keputusan –keputusan hukum untuk masyarakat modern harus menggunakkan istilah-istilah dan bahasa hukum yang modern, bahasa hukum yang bersifat nasional, bahkan yang bersifat internasional. Artinya, jika peraturan-peraturan kita itu dibaca orang-orang asing ia dapat mengerti maksudnya, sehingga dengan mengerti maksudnya diharapkan akan terwujud kepatuhan hukumnya.



Peraturan-peraturan hukum modern yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang atau keputusan-keputusan hukum yang di bentuk para hakim di muka pengadilan atau juga dalam lembaga-lembaga resmi atau swasta dapat dilihat dari segi politik dan teknik hukumnya. Politik Hukum yang dimaksud adalah kehendak yang tertera dalam kalimat-kalimat yang menetapkan tujuan dan isi peraturan itu. sedangkan Teknik Hukum yang dimaksud adalah cara perumusan kaidah-kaidahnya dengan menempatkan kata-kata dan kalimat-kalimat yang dibuat sedemikian rupa sehingga maksud dari pembentukan hukum (perundangan) itu jelas dapat diketahui di dalamnya.



PEMBENTUKAN HUKUM Faktor-Faktor yang menentukan pembentukan hukum dalam masyarakat modern



Segi Formal



Segi Material



Perundangan, administrasi negara, peradilan, adat, kebiasaan, dan ilmu pengetahuan



Kehendak pembuat dan pendapat umum



PENAFSIRAN HUKUM Tidak semua kata, istilah dan kalimat yang menunjukkan suatu kaidah hukum, baik yang dikemukakan dengan lisan atau dinyatakan tertulis dalam bentuk perundangan itu sudah jelas dan mudah dipahami, maka arti penting penafsiran hukum adalah untuk mancari arti, maksud dan tujuan dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam suatu kaidah hukum.



Penafsiran menurut Tata Bahasa Penafsiran menurut Sistem Beberapa cara penafsiran hukum



Penafsiran menurut Sejarah Penafsiran menurut Sosiologi Penafsiran secara Otentik



PENAFSIRAN HUKUM Penafsiran menurut Tata Bahasa



Mencari arti, maksud dan tujuan dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam suatu kaidah hukum, dengan memperhatikan apakah katakata itu kata kerja, kata benda, kata sifat atau keadaan, kata ganti, ataukah kata dasar, kata ulang, kata majemuk, atau kata depan, dan sebagainya. Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan :



Contoh



“Semua persetujuan yang di buat dengan sah berlaku sebagai undang-undang terhadap mereka yang membuatnya”. Dari kalimat tersebut kita ambil kalimat “persetujuan” yang di buat dengan “sah”. Maka apakah yang dimaksud dengan persetujuan dalam kalimat ini. Kata persetujuan adalah kata kerja berimbuhan dengan awalan per, kata dasar setuju dan akhiran an, sehingga manjadi kata benda persetujuan, yang mengandung arti apa yang telah disetujui, apa yang telah disepakati. Tetapi, apakah yang dimaksud dengan kata sah dalam pasal tersebut. Dalam hubungan ini tidak cukup penafsiran itu dilakukan menurut tata bahasa, melainkan masih harus dilihat sistematik penyusunan peraturannya.



PENAFSIRAN HUKUM Penafsiran menurut sistem



Sistem artinya suatu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur-unsur yang saling bertautan antara yang satu dan yang lain.



Misalnya, Pasal 1338 KUH Perdata di atas adalah salah satu pasal dari satu kesatuan pasal-pasal dalam buku keiga tentang perikatan, jadi pasal itu tidak berdiri sendiri. Oleh karena itu, untuk mencari apa yang dimaksud dengan kata sah atau lengkapnya “persetujuan yang di buat dengan sah”, msks dilihat pada pasal sebelumnya, yaitu Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan : “Untuk sahnya persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu : 1. 2. 3. 4.



Kesepakatan dan mereka yang mengikatkan dirinya;, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang halal.



Kemudian di dalam Pasal 1321 KUH Perdata dikatakan : “Bukan kesepakatan yang sah apabila kesepakatan itu terjadi karena kekhilafan, paksaan atau penipuan”.



PENAFSIRAN HUKUM



Penafsiran menurut Sejarah



Sejarah yang dimaksud adalah sejarah terjadinya peraturan tertentu dan apa yang merupakan latar belakang, maksud, dan tujuan peraturan itu ditetapkan atau dimasukkannya pasal-pasal tertentu ke dalam suatu peraturan. Jadi, yang dilihat bukan kata demi kata atau kalimat demi kalimat, melainkan kebulatan peraturannya atau pasal-pasalnya.



PENAFSIRAN HUKUM



Penafsiran menurut Sosiologi



Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang kemasyarakatan sedangkan peraturan hukum itu mempunyai tujuan kemasyarakatan (tujuan sosial), tetapi masyarakat terus berkembang sehingga apa yang menjadi tujuan sesuai dengan tujuan sosial pada masyarakat sekarang. Oleh karenanya, maka suatu peraturan tidak semata-mata harus ditafsrikan menurut tata bahasa, sistem, dan sejarahnya, melainkan juga harus ditafsirkan menurut kenyataan yang hidup dalam masyarakat. jika tidak demikian maka peraturan hukum itu menjadi benda mati karena tidak dapat melayani kebutuhan hukum masyarakat.



PENAFSIRAN HUKUM Penafsiran secara Otentik



Otentik berasal dari kata asing authentiek, yang di dalam bahasa Belanda dijelaskan sebagai volledig bewijs opleverend, maksudnya memberikan keterangan atau pembuktian yang sempurna, yang sah atau yang resmi.



Penafsiran otentik ini biasanya dilakukan oleh pembuat undang-undang sendiri dengan mencantumkan arti beberapa katakata yang digunakan di dalam suatu peraturan. Jadi, untuk mengetahui arti sesuatu istilah yang digunakan di dalam suatu peraturan dapat dilihat pada bab atau pasal tertentu yang telah menguraikan arti kata-katanya. Mislanya, di dalam KUH Perdata di dalam pasal-pasal 512-518 diterangkan tentang arti kata-kata barang bergerak, barang rumah tangga, perkakas rumah, barang yang guna nya agar rumah dapat di diami, suatu rumah dengan segala sesuatu yang ada di dalam nya.



LITERATUR



Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, Cetakan ke-5 , 2013.