Beragam Potensi Bahaya Kerja Di Industri Farmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Beragam Potensi Bahaya Kerja di Industri Farmasi Beragam potensi bahaya kerja di industri farmasi – Pada dasarnya potensi bahaya dikelompokan dalam bahaya mekanis, bahaya elektris, bahaya kimawi, bahaya radiasi, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan bahaya kebakaran atau ledakan. Bahaya mekanis di lingkungan industry farmasi antaa lainnya: 1. Bahaya kejatuhan benda asing, contohnya ditemukan di lingkungan pergudangan. Pekerjaan material handling digudang ialah contoh Kegiatan yang beresiko pada bahaya mekanis, karena itu personil gudang harus sudah menyadari serta secara berkelanjutan melakukan safety mekanisme material handling. Perlengkapan yang dipakai contohnya lifter, helm pelindung, rak dan lain-lain harus dipastikan memenuhi standard keselamatan. Personil yang kerja sudah terbiasa serta memakai APD yang ideal. Operator lifter harus sudah menjalankan pelatihan serta bersertifikat dari Departemen atau badan berkaitan. 2. Bahaya terkena bagian mesin yang bergerak. Dibagian produksi atau bagian teknik ada mesin mesin yang dengan sisi bergerak dengan mekanis, contohnya vanbelt, roda gigi, piston, punch & Dies, tuas dan lain-lain. Pergerakan ini bisa memunculkan resiko pada keselamatan operator contohnya terjepit, terpotong, tersrempet dan lainlain. Karena itu perlu dilihat jika semua bagian mesin yang berjalan itu harus ditutup agar tidak membahayakan operator, jika memungkinkan dipasang alat pengaman yang dapat mematikan mesin dengan otomatis jika cover di buka. Perlu juga diberikan papan peringatan agar operator sadar akan potensi bahaya bagian mesin yang bergerak. 3. Bahaya terkena uap atau cairan panas. Beberapa mesin yang yang dipakai di lingkungan produksi memakai pasokan steam untuk mengoperasikannya. Penyimpanan Purified Water serta Water for Injection ikut memakai sirkulasi dalam loop sistem yang dipanaskan pada suhu 70 – 90° C. Kesalahan mekanisme yang dikerjakan oleh operator atau kebocoran pada valve bisa menimbulkan kemungkinan terkena cairan panas. Peletakan safety valve yang sangat dekat dengan work station bisa melukai operator yang bekerja. Pipa utility yang tidak diberi insulasi serta penandaan yang ideal juga punya potensi memunculkan luka yang serius. Harus diberi peringatan yang jelas perlengkapan peralatan yang memunculkan bahaya panas contohnya hot plate diberi tulisan “AWAS PANAS” 4. Bahaya kerja diruang tertutup. Harus ada mekanisme ketat bila ada tangki yang langkah pembersihannya personil harus masuk kedalam. Pastikan jika bahan di dalam tangki tidak ada bahan yang bersifat toksis, serta personil kerja diperlengkapi dengan perlengkapan yang ideal dan melakukan semua safety mekanisme dengan benar, untuk memastikan hal tersebut personil itu tidak bisa bekerja seorang diri, harus didampingi oleh petugas lainnya dan dipastikan mekanisme LOTO (loct out tag out) telah dikerjakan dengan benar. Tetapi masih harus diupayakan supaya langkah pembersihan semacam ini dihindari, digantikan dengan sistem yang lebih



aman contohnya cara CIP serta SIP yang tidak hanya hasilnya lebih baik ikut lebih aman. 5. Kondisi udara dengan kelembaban sangat rendah. Harus ditata agar personil yang bekerja di ruangan produksi dengan kelembaban udara yang sangat rendah agar dengan periodik keluar dari ruangan serta minum air yang cukup supaya tidak mengalami dehidrasi. 6. Bahaya kebisingan. Suara mesin yang tingkat kebisingannya lebih dari 85 db peronel yang kerja harus memakai pelindung telinga. Bahaya ergonomis contohnya pergerakan yang salah. Harus diberi pemahaman pada operator mengenai dasar dasar ergonomis. Contohnya untuk mengangkat beban yang sangat berat sebaiknya memakai lifter. Mengangkat beban berat di atas 25 kg dengan punggung membungkuk bisa beresiko memunculkan cedera pada punggung. Operator yang duduk terus menerus dengan tempat meja keja sangat rendah dalam periode panjang bisa mengakibatkan perubahan bentuk tulang punggung (jadi bungkuk) dan lain-lain. Bahaya listrik yang diakibatkan dalam industri farmasi dibagi jadi 2 bahaya berasal dari sumber listrik serta bahaya elektro statik. Bahaya yang berasal dari sumber listrik biasanya disebabkan oleh : 1. Instalasi yang tidak memenuhi standard. Penggunaan kabel yang kualitasnya tidak sesuai standard, pemakian kabel yang tidak sesuai beban, tenaga instalatir yang tidak kompeten, sistem penyambungan yang tidak baik, skema grounding yang tidak sempurna ini semua begitu beresiko memunculkan bahaya listrik. 2. Kabel yang mengelupas. Terkelupasnya kabel bisa disebabkan factor usia, atau sebab pergerakan mekanis contohnya terjepit atau terlipat, atau juga bisa karena digigit oleh binatang pengerat. Untuk dibagian produksi harus dibiasakan buat operator dalam melakukan mekanisme pembersihan mesin harus sekaligus lakukan pengecekkan mesin, bila melihat kabel yang lecet atau sambungan yang kendor segra dilaporkan untuk dikerjakan perbaikan. Demikian pula petugas teknik harus secara periodik lakukan pengontrolan pada instalasi listrik mulai dari gardu induk, panel, jalur distribusi sampai ke mesin. 3. Kebocoran pipa steam atau utility yang mengakibatkan kerusakan kabel atau panel listrik hingga beresiko pada bahaya hubungan pendek atau bahaya terkena sengatan listrik. 4. Bahaya Electro statis. Electro statis ialah bahaya listrik yang jarang sekali disadari hingga terkesan kurang diperhatikan, walau sebenarnya tingkat bahaya yang diakibatkan besar sekali bahkan juga dapat fatal. Untuk tangki penyimpanan yang memiliki ukuran besar harus dilengkapi dengan sistem grounding yang baik, sebab proses pengeluaran isi tangki bisa memunculkan tegangan listrik statis. Demikian pula filter bag yang tidak bagus pada mesin fluid bed drayer bisa berpotensi memunculkan ledakan karena elektrostatis. Potensi bahaya radiasi diantaranya : 1. Skema pencahayaan yang kurang atau yang terlalu jelas 2. Bahaya sinar ultra violet pada pass box atau clean room



3. Radiasi sinar leser. Beberapa industry farmasi ada yang manfaatkan technology laser contohnya untuk sistem coding pada bahan kemas. Teknik coding dengan laser memang lebih irit akan tetapi karena tidak memerlukan tinta atau solvent, namun begitu beresiko terjadinya bahaya kebakaran dan bahaya radiasi. 4. Radiasi pada proses pengelasan. Personil yang mengelas harus memakai kacamata pelindung. 5. Radiasi sinar IR. Beberapa mesin diperlengkapi dengan sistem sensor yang memakai sinar infra merah, harus diyakinkan jika intensitas yang dipakai masih juga dalam batas aman 6. Radiasi sinar X. Beberapa industry farmasi mempunyai alat pendeteksi logam atau memantau isi kemasan dengan perlengkapan yang memakai sinar X. Mesti dipastikan jika intensitas yang dipakai masih dalam batas aman. Bahaya karena berhubungan dengan bahan kimia di industri farmasi diantaranya : 1. Bahaya terkena bahan iritasi atau korosif. Contohnya di laboratorium QC atau R&D atau personil produksi, seringkali memakai asam kuat seperti HCL, H2SO4, HNO3 dll yang bila terpercik dapat memunculkan luka iritasi atau korosif. Karena itu perlu langkah pengamanan yang mencakup training operator agar mengetahuai langkah kerja yang aman dan APD yang ideal mulai dari baju, sarung tangan, dan kaca mata khusus. Dan diperlengkapi shower pembasuh mata untuk mengantisipasi bila ada percikan yang mengenai mata. 2. Bahaya zat zat oksidator kuat Bahan bahan oksidator kuat sangatlah beresiko, sebab tidak hanya bahan ini berbentuk korosif bisa juga berpotensi menimbulan ledakan atau kebakaran. Asam kuat seperti peroksida pekat bila menetes di meja kayu palet atau tissue dapat menumbulkan terjadinya kebakaran. Peletakan bahan bahan ini harus dipastikan aman serta tidak terjadi kebocoran. Semua personil yang ikut serta harus diberitahukan langkah kerja yang aman dengan bahan ini. 3. Bahaya terkena bahan beresiko. Personil produksi atau QC bisa beresiko terkena bahan bahan yang beresiko. Bahan bahan yang dipakai dalam industry farmasi bila terkena dapat memunculkan masalah mulai dari yang paling mudah contohnya alergi serta gatal gatal, sampai bahan yang sangat beresiko contohnya bersifat karsinogenik. Karena itu tersedianya MSDS (material saftey data sheet) dari bahan bahan yang dipakai dalam industry farmasi baik bahan baku, reagen, bahan penolong, pelarut ataupun desinfektan wajib hukumnya, sebab ini bisa menjadi dasar dalam menyusunan mekanisme kerja dan tindakan perlakuan bila terjadi keadaan darurat. 4. Bahaya menghirup atau menelan bahan beresiko. Saat melakukan kegiatannya baik personil produksi ataupun laboratorium memiliki kemungkinan menelan atau menghirup bahan beresiko. Sistem diproduksi harus di kembangkan agar meminimalisir terjadinya debu contohnya dengan cara mengaplikasikan



produksi closed sistem, tata udara harus didesain agar bila dihasilkan debu dapat segera di hilangkan contohnya dilengkapi dust collector pada ruang berdebu atau sistem udara laminar hingga debu yang dibuat tidak mengarah ke operator. Masker kain bukan alat perlindungan yang sempurna pada resiko menghisap bahan kimia, masker kain hanya membuat perlindungan produk pada percikan ludah saat operator bernafas atau berbicara. Bila dibutuhkan APD yang ideal harus dipakai respirator yang dilengkapi dengan filter udara sesuai dengan kelas bahayanya. Industri farmasi yang meningkatkan produk produk bioteknologi sangatlah berpotensi memunculkan bahaya kerancuan baik pada keselamatan pekerja ataupun pada lingkungan. Proses pembuatan vaksin, proses pembuatan serum dan proses biosintesis memakai bioteknologi yang jika terjadi kegagalan sistem bisa jadi sumber kontaminan biologis. Standard yang tinggi untuk kelayakan proses baik yang menyangkut sarana serta perlengkapan, mekanisme ataupun personil yang bekerja harus diaplikasikan dengan baik serta tetap dikerjakan evaluasi menjadi upaya untuk meminimalisir resiko. Fasilitas laboratorium yang melakukan pengujian mikrobiologi harus mengaplikasikan prosedur yang ketat untuk menjamin keamanan pekerja serta lingkungan. Contohnya bahan bahan sisa pengujian sebelum dihilangkan harus dikerjakan mekanisme dekontaminasi terlebih dulu sebelum di kirim ke pengolahan limbah. Penyimpanan bibit strain bakteri untuk kepentingan pengujian harus pada tempat yang aman, dan secara periodik harus dikerjakan sanitasi/fumigasi.



Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :



1. Faktor Manusia Umur Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh UndangUndang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah. Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau



muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia ( Suma’mur PK., 1989:305 ). Jenis Kelamin Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang khusus.  Masa kerja Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja lama : < 10 tahun (MA. Tulus, 1992:121). Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentukbentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Perilaku



Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan. Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan. Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja. Peraturan K3 Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan



2.Faktor Lingkungan Kebisingan Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja (Tabel 3). Suhu Udara



Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang. Sedangkan menurut Grandjean dkondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit. Penerangan Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi bendabenda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan. Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45). Lantai licin Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.



3. Faktor Peralatan Kondisi mesin Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2 Ketersediaan alat pengaman mesin Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan



kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya. Letak mesin Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65). Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.



Akibat Kecelakaan Kerja Kecelakaan dapat menimbulkan 5 jenis kerugian, yaitu: Kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelalaian dan cacat, dan kematian. Heinrich (1959) dalam ILO (1989:11) menyusun daftar kerugian terselubung akibat kecelakaan sebagai berikut: 1. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka, 2. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa ingin tahu, rasa simpati, membantu menolong karyawan yang terluka, 3. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para pimpinan lainnya karena membantu karyawan yang terluka, menyelidiki penyebab kecelakaan, mengatur agar proses produksi ditempat karyawan yang terluka tetap dapat dilanjutkan oleh karyawan lainnya dengan memilih dan melatih ataupun menerima karyawan baru. 4. Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas pemberi pertolongan pertama dan staf departemen rumah sakit, 5. Kerugian akibat rusaknya mesin, perkakas, atau peralatan lainnya atau oleh karena tercemarnya bahan-bahan baku, 6. Kerugian insidental akibat terganggunya produksi, kegagalan memenuhi pesanan pada waktunya, kehilangan bonus, pembayaran denda ataupun akibat-akibat lain yang serupa, 7. Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan maslahat bagi karyawan, 8. Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran upah penuh bagi karyawan yang dulu terluka setelah mereka kembali bekerja, walaupun mereka (mungkin belum penuh sepenuhnya) hanya menghasilkan separuh dari kemampuan normal 9. Kerugian akibat hilangnya kesempatan memperoleh laba dari produktivitas karyawan yang luka dan akibat dari mesin yang menganggur. 10. Kerugian yang timbul akibat ketegangan ataupun menurunnya moral kerja karena kecelakaan tersebut, 11. Kerugian biaya umum (overhead) per-karyawan yang luka.



Pencegahan Kecelakaan



Suatu pencegahan kecelakaan kerja yang efektif memerlukan pelaksanaan pekerjaan dengan baik oleh setiap orang ditempat kerja. Semua pekerja harus mengetahui bahaya dari bahan dan peralatan yang mereka tangani, semua bahaya dari operasi perusahaan serta cara pengendaliannya. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja atau dijadikan satu paket dengan pelatihan lain (Depnaker RI, 1996:48). Pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab disuatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisa kecelakaan. Pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, alat kerja, perkakas kerja, dan manusia (Suma’mur PK., 1996:215). Menurut Bennett NB. Silalahi (1995:107) ditinjau dari sudut dua sub sistem perusahaan teknostruktural dan sosio proseksual, teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dari dua aspek, yakni aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) dan perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan). Menurut Julian B. Olishifski (1985) dalam Gempur Santoso (2004:8) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan, memberikan alat pengaman, memberikan pendidikan (training), dan Memberikan alat pelindung diri. Menurut ILO dalam ILO (1989:20) berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja bidang industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut: Peraturan Peraturan merupakan ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal yang seperti kondisi kerja umum, perancangan, kontruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan kesehatan. Standarisasi Yaitu menetapkan standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis peralatan industri tertentu seperti penggunaan alat keselamatan kerja, kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan. Pengawasan Untuk meningkatkan keselamatan kerja perlu dilakukan pengawasan yang berupa usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi. Hal ini dilakukan supaya peraturan yang ada benar-benar dipatuhi atau tidak dilanggar, sehingga apa yang menjadi sasaran maupun tujuan dari peraturan keselamatan kerja dapat tercapai. Bagi yang melanggar peraturan tersebut sebaiknya diberikan sanksi atau punishment.



Riset Teknis Hal yang termasuk dalam riset teknis berupa penyelidikan peralatan dan ciri-ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang perlindungan mesin, pengujian masker pernafasan, dan sebagainya. Riset ini merupakan cara paling efektif yang dapat menekan angka kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Riset medis Termasuk penyelidikan dampak fisiologis dan patologis dari faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan. Setelah diketahui faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan, maka seseorang dapat menghindari dan lebih berhati-hati dengan potensi bahaya yang ada. Riset Psikologis Sebagai contoh adalah penyelidikan pola psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan. Psikologis seseorang sangat membawa pengaruh besar dengan kecelakaan. Karena apa yang dirasakan/sedang dialami cenderung terus menerus berada dalam pikiran, hal inilah yang dapat mempengaruhi konsentrasi saat bekerja sehingga adanya bahaya kadang terabaikan. Riset Statistik Digunakan untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebabnya. Riset seperti ini dapat dijadikan sebagai pelajaran atau acuan agar dapat terhidar dari kecelakaan, kerena belajar dari pengalaman yang terdahulu. Pendidikan Hal ini meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang. Pemberian pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja pada usia sekolah diharapkan sebelum siswa terjun ke dunia kerja sudah memiliki bekal terlebih dahulu tentang bagaimana cara dan sikap kerja yang yang aman dan selamat, sehingga ketika terjun ke dunia kerja mereka mampu menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan celaka. Pelatihan Salah satu contoh pelatihan yaitu berupa pemberian instruksi praktis bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal keselamatan kerja. Perlunya pemberian pelatihan karena pekerja baru cenderung belum mengetahui hal-hal yang ada di perusahaan yang baru ditempatinya. Karena setiap tempat kerja mempunyai kebijakan dan peraturan yang tidak sama dengan tempat kerja lain. Bahaya kerja yang ada juga sangat berbeda. Persuasi



Penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan ”kesadaran akan keselamatan” dapat dijadikan sebagai contoh dari persuasi. Persuasi dapat dilakukan anatar individu maupun melalui media seperti poster, spanduk, dan media lainnya. Asuransi Dapat dilakukan dengan cara penyediaan dana untuk untuk meningkatkan upaya pencegahan kecelakaan. Selain itu asuransi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan beban korban kecelakaan karena sebagian dari biaya di tanggung asuransi. Tindakan Pengamanan oleh Masing-masing Individu. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kesadaran tiap individu terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Peningkatan kesadaran dimulai dari diri sendiri kemudian menularkannya kepada orang lain. A.



Definisi Keluhan atau Komplain



Berdasarkan kamus bahasa Indonesia “keluhan” berasal dari kata keluh yang berarti “terlahirnya perasaan susah”. Keluhan (complain) adalah sebuah kata yang sering berkonotasi negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Complain pada umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stres, frustasi, kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional). Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari ketidakpuasan yang dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan adalah hal yang tidak dapat diabaikan karena dengan mngebaikan hal tersebut akan membuat konsumen meraa tidak diperhatiakn dan pada akhirnya perusahaan akan ditinggalkan oleh pelanggan. Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan keidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan yang berpengaruh terhadap pelanggan. Prosesnya berawal dari konsumen merasakan ketidakpuasan setelah menerima pelayanan atau melakukan transaksi. B. Penyebab Terjadinya Komplain Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149) banyak hal yang dapat menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti : a.       Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan b.      Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan c.       Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan d.      Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan e.       Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll. C. Sistem Manajemen Komplain Manajemen penanganan komplain yang efektif membutuhkan prosedure yang jelas dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta didukung oleh sumber daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja kerja yang memuaskan. Karakteristik penilaian



manajemen komplain yang efektif menurut Tjiptono dan Anastasia (2003) adalah sebagai berikut : 1.      Komitmen Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi untuk mendengrkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka peningkatan produk dan jasa. 2.      Vesible Manajemen dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada pelanggan tentang prosedure penyampaian komplain dan pihk-pihak yang dapat dihubungi. 3.      Acessible Perusahaan menjamin bahwa pelanggan dapat menyampaikan komplain secara bebas, mudah, dan murah. 4.      Kesederhanaan Prosedure komplain sederhana dan mudah dipahami pelanggan 5.      Kecepatan Komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis dan diinformasikan kepada pelanggan. Setiap perkembangan atau kemajuan daam penanganan komplain yang sedang diselesaikan, dikomunikasikan kepada pelanggan yang bersangkutan. 6.      Fairness Setiap komplain mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-bedakan. 7.      Confidential Menghargai dan menjaga keinginan dan privasi pelanggan. 8.      Records Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap upaya perbaikan yang berkesinambungan. 9.      Sumber daya Perusahaan mengalokasikan sumber daya an infrastruktur yang memadai untuk pengembangan dan penyempurnaan sisitem penanganan komplain termasuk pelatihan tenaga kerja. 10.  Remedy Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti rugi) untuk setiap komplain ditetapkan dan diimplementasikan secara konsekuen. Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari Kawan Lama News, 2008) Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai berikut : 1.      Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir; 2.      Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu; 3.      Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain; 4.      Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik daripada mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf; 5.      Berikan tanggapan pribadi dan spesifik; 6.      Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah prinsip empati; 7.      Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus membuat referensi kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci alasannya;



8.      Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan yang komplain; 9.      Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat sehubungan dengan penyampaian komplain itu; 10.  Banyak keluhan menjai kabat baik. Itu tandanya pemberi komplain percaya pada pihak anda. Penanganan keluhan yang efektif memiliki dua kata kunci yaitu kecepatan penanganan atas keluhan dan penyelesaian keluhan. Barlow & Moller (1996) menambahkan beberapa langkah yang dilakukan oleh pelaksana penanganan keluhan agar Complain Handling tersebut efektif, yaitu : 1.   Mengucapkan terima kasih; 2.   Menjelaskan betapa kita menghargai keluhannya; 3.   Meminta maaf untuk kesaahan yang kita perbuat; 4.   Berjanji untuk melakukan sesuatu terhafap keluhan atau masalah tersebut secepatnya; 5.   Menanyakan mengenai informasi yang diperlukan; 6.   Mengoreksi kepuasan pasien; 7.   Memeriksa kepuasan pasien; 8.   Mencegah kesalahan yang akan datang Dalam kerangka pemikiran di atas dijelaskan tahapan dalam pengelolaan penanganan keluhan rumah sakit dimulai dari masukan (input) berupa keluhan pelanggan yang terdiri dari keluhan langsung an tidak langsung, jenis fasilitas yang disediakan serta SOP yang ada. Dari keluhan tersebut nantinya akan dilihat bagaimana pelaksanaan penanganan keluhan pelanggan yang dilakukan oleh petugas berdasaran SOP yang berlaku dan juga bentuk pengawasan serta evaluasi terhadap proses yang dilakukan. Dari proses penanganan keluhan yang dilakukan maka hasil akhir yang didapat adalah penanganan keluhan selesai. D.    Panduan dan Standar Operasional Prosedure Manajemen Komplain Menyampaikan keluhan merupakan hak paisen apabila dia mendapatkan pelayanan yang kurang maksimal atau merugikan pasien. Dalam menangani komplain atau keluhan pasien setiap rumah sakit memiliki ketentuan atau strukturnya sendiri dalam penanganannya. Yang perlu ditekankan adalah apabila Rumah Sakit menerima komplain dari pihak pasien maka harus segera ditindak lanjuti atau segera dipecahkan permasalahannya agar kemarahan klien tidak berlanjut. Berikut ini adalah contoh Panduan penanganan kasus keluhan dan SOP dalam manajemen komplain di Rumah Sakit.



PANDUAN MANAJEMEN KOMPLAIN DI RUMAH SAKIT A.    PENDAHULUAN Semakin meningkatnya tekanan untuk memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersifat patient-centered care, maka proses mencari serta merespon



terhadap feedback pelayanan dari pasien menjadi salah satu komponen penting dalam program manajemen risiko. Pasien memiliki hak untuk menyatakan keluhan atau mengajukan komplain ketika mereka merasa tidak puas dengan pelayanan/pengobatan yang diberikan, dan rumah sakit harus memiliki prosedur yang berlaku untuk menangani keluhan tersebut dalam waktu yang secepatnya. Selain itu, dengan melihat dan melacak kecenderungan jenis komplain, maka rumah sakit dapat mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi dan dapat dengan segera melakukan perbaikan untuk peningkatan mutu. Hal ini pada akhirnya dapat menghindarkan rumah sakit dari tuntutan-tuntutan hukum yang akan berakibat negatif bagi kinerja rumah sakit. Dari salah satu penelitian ditemukan bahwa komplain pasien/keluarga terhadap dokter yang merawat berhubungan dengan tuntutan-tuntutan hukum yang diajukan terhadap dokter yang merawat di kemudian hari. Dengan kata lain, dokter yang sudah menerima komplain dari pasien yang dirawat memiliki risiko besar untuk dituntut secara hukum oleh pasien yang dirawatnya. Pasien yang mengajukan keluhan/komplain dianggap memiliki rasa ketidakpuasan terhadap salah satu pelayanan yang dikomplain. Akan tetapi, bila rumah sakit merespon keluhan/komplain mereka secara profesional dan pasien/keluarganya merasa puas dengan hasil penyelesaian masalah, maka pasien/keluarganya tersebut dapat merasa puas dengan keseluruhan pelayanan yang mereka dapat. Keadaan inilah yang disebut sebagai “service recovery” atau pemulihan pelayanan. Apabila rumah sakit dapat meningkatkan proporsi respon positif dan meminimalkan respon negatif dari pasien/keluarganya yang mengajukan komplain, maka secara signifikan rumah sakit dapat mempertahankan “pelanggan”nya. Proses pemulihan pelayanan ini telah terbukti menjadi alat yg cost-effective dalam mempertahankan pelanggan. Setiap rumah sakit harus mengembangkan proses/prosedur dalam menanggapi keluhan dan komplain dalam rangka memenuhi peraturan perundang-undangan dan standar layanan  kesehatan nasional. Hak pasien yang salah satunya adalah boleh mengajukan komplain terhadap rumah sakit dan standar akreditasi baru yang mengharuskan setiap rumah sakit memiliki prosedur dalam menanggapi keluhan dan komplain pasien/keluarganya, mengharuskan adanya proses manajemen komplain di setiap rumah sakit. Selanjutnya, rumah sakit harus membuat, mereview serta memonitor kebijakan dan prosedur penanganan komplain secara teratur agar sesuai dengan regulasi dan standar nasional. RS      membuat panduan manajemen komplain dalam rangka usaha untuk menanggapi dan menyelesaikan komplain dengan cepat agar dapat terhindar dari konflik yang serius terhadap pasien. Setiap permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk diselesaikan dengan mengacu kepada panduan ini. B.     DASAR PERUNDANG-UNDANGAN a.   Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran b.   Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan c.   Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit C.    TUJUAN Panduan ini bertujuan agar jadi acuan bagi staff Rumah Sakit     (terutama bagian yang menagani keluhan/komplain) untuk menerima dan menindaklanjuti keluhan/komplain yang diajukan kepada rumah sakit.



D.    DEFINISI Ada dua istilah mengenai keluhan yang harus dibedakan sebagai langkah awal untuk menentukan proses manajemen komplain, yaitu keluhan (complaint) dan komplain (grievances). Keluhan ditujukan kepada keluhan pasien yang bisa diselesaikan dalam kurun waktu 24 jam atau saat itu juga dan melibatkan staff terkait/yang ada (perawat, petugas administrasi). Keluhan umumnya mengenai masalah kecil seperti kebersihan, makanan dan hal lain yang tidak memerlukan investigasi khusus dan tidak memerlukan jawaban khusus secara tertulis dari pihak rumah sakit. Meskipun demikian rumah sakit harus mendokumentasikan keluhan-keluhan kecil tersebut sebagai data yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa keluhan bisa diartikan sebagai keluhan ringan. Rumah sakit harus selalu mencoba menyelesaikan keluhan saat itu juga apabila memungkinkan. Bahkan, apabila staff menyadari adanya potensial keluhan yang cukup berat, maka lebih baik staff melakukan tindakan proaktif untuk tercapainya rekonsilisasi di kedua belah pihak.   Ketika pasien merasa keluhannya belum tertangani atau respon rumah sakit belum sesuai dengan yang diharapkan, maka mereka boleh mengajukan formulir pengajuan komplain. Komplain (grievances) dapat diajukan secara verbal atau tertulis, dapat diajukan setelah pasien keluar dari rumah sakit (tidak berhubungan dengan pembiayaan), dapat berupa masalah yang belum bisa diselesaikan dalam waktu singkat, dapat berupa pelanggaran terhadap hak pasien, atau melibatkan kebutuhan pasien terhadap respon yang diminta mengenai keluhan pasien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komplain (grievances) sama dengan keluhan sedang-berat. Beberapa contoh komplain (Vukson dan Turkey), antara lain: •         Fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan harapan pasien •         Staff tidak mengingatkan dokter yang merawat mengenai perhatian yang diperlukan pasien •         Pasien dipulangkan dari rumah sakit terlalu cepat •         Rumah sakit tidak melindungi kerahasiaan pasien •         Rumah sakit tidak meminta informed consent dari pasien •         Pasien merasa di perlakukan tidak wajar, ditelantarkan atau terdapat tindakan tidak etis lainnya Panduan manajemen komplain adalah tuntunan/petunjuk yang perlu diketahui dan dijalani oleh petugas dalam merespon keluhan pasien/keluarga. E.     PENANGANAN KOMPLAIN Rumah sakit harus memiliki sistem yang baik dalam menangani komplain yang ada. Harus terdapat kebijakan yang menaungi proses merespon komplain ini yang kemudian pelaksanaannya akan nyata dalam bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO). a.      Pemberitahuan Hak-Hak Pasien Saat pasien masuk ke rawat inap, sudah seharusnya mereka menerima penjelasan mengenai hak-hak mereka sebagai pasien. Sebagai salah satu hak pasien, mereka harus diberitahu bahwa mereka diperbolehkan untuk mengajukan komplain mengenai perawatan mereka dan pengajuan komplain tersebut tidak akan mempengaruhi proses perawatan selanjutnya.



Selain itu rumah sakit akan menjaga kerahasiaan dari komplain tersebut. Pasien juga diberitahu mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan bila mereka hendak mengajukan komplain dan siapa saja yang dapat dihubungi untuk masalah komplain tersebut. Setelah pasien/wakilnya menerima dan mengerti informasi yang jelas mengenai pengajuan komplain, mereka diminta untuk menandatangani formulir yang sudah disediakan. b.      Proses Penanganan Komplain Rumah sakit sebaiknya membentuk tim khusus penanganan komplain ketika akan membuat kebijakan serta sistem manajemen komplain. Tim tersebut terdiri dari petugas administrasi, staff pendamping pasien, manajer risiko, manajer mutu, tim hukum, dan perawat/staff lain yang berhubungan langsung dengan pasien. Komplain dapat muncul darimana saja, oleh karena itu harus dibuat prosedur pengajuan komplain yang jelas dan seragam baik pengajuan komplain secara verbal maupun tulisan sehingga semua komplain dapat ditangani dengan baik dan cepat. Pasien dapat mengajukan komplain kepada siapapun, dengan demikian semua staff terutama yang memiliki kontak langsung dengan pasien harus diberitahu mengenai proses penanganan komplain dan tahu siapa pihak yang dapat membantu untuk menindaklanjuti komplain tersebut. Selain itu staff juga harus diberikan pelatihan komunikasi dan empati dalam hal mendengar dan menerima komplain. Diharapkan pula agar dokter yang merawat tidak melakukan visit secara terburu-buru terhadap pasien yang berpotensial komplain untuk menghindari semakin meningkatnya ketidakpuasan pasien dan akhirnya dapat mengurangi risiko terkena tuntutan. Rumah sakit harus menentukan koordinator komplain seperti pendamping pasien, manajer risiko, manajer mutu yang bertugas menampung semua komplain yang diajukan dan menentukan apakah keluhan tersebut harus diselesaikan oleh rumah sakit itu sendiri atau oleh pihak lain seperti pihak asuransi dan penyedia layanan kesehatan lainnya. Selanjutnya, apabila komplain memang ditujukan untuk pihak di luar rumah sakit, maka koordinator segera menawarkan bantuan untuk menghubungkan pasien dengan pihak lain yang bersangkutan dalam menyelesaikan komplain tersebut. Apabila komplain memang ditujukan untuk rumah sakit yang bersangkutan, maka pasien atau keluarga yang mengajukan komplain harus menerima surat yang menyatakan secara resmi bahwa komplain mereka telah diterima dan akan ditindaklanjuti dengan sesegera mungkin. Harus ada satu orang khusus dari tim penanganan komplain yang bertanggung jawab terhadap proses investigasi dari setiap kasus dan sebaiknya dipilih staff yang sesuai dengan bidang yang terkait dengan keluhan yang disampaikan. Sebagai contoh, manajer risiko sebaiknya bertanggung jawab terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan litigasi, petugas privasi bertanggung jawab terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan isu kerahasiaan medis. Di dalam kebijakan rumah sakit mengenai penanganan komplain, harus ditentukan juga batasan waktu dalam merespon setiap komplain yang ada dan pasien maupun keluarganya juga harus diberitahukan batasan waktu tersebut. Selain itu harus pula dibuat prioritas-prioritas kasus yang harus segera ditangani (contohnya  komplain mengenai penelantaran ataupun salah tata laksana) sehingga bisa menurunkan risiko munculnya tuntutan-tuntutan lebih lanjut. Setiap komplain yang ditangani haruslah terdokumentasikan dengan baik termasuk didalamnya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan komplain tersebut. Pada kasus komplain yang berat



dimana waktu penyelesaian lebih dari 7 hari, maka rumah sakit wajib untuk memberikan notifikasi kepada pasien atau keluarganya yang menyatakan bahwa komplain tersebut masih diinvestigasi dan mereka akan segera memperoleh respon tertulis dari komplain yang diajukan sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. c.       Respon Tertulis Ketika komplain yang diajukan sudah dapat diselesaikan, rumah sakit harus memberikan respon tertulis kepada pasien yang berisikan tindakan-tindakan investigasi yang sudah dilakukan, hasil dari tindakan-tindakan tersebut, tanggal selesainya komplain diinvestigasi dan nama contact person yang dapat dihibungi. Respon tertulis tetap harus diberikan kepada pasien/keluarganya  meskipun staff telah bertemu dan membicarakan komplain tersebut  dan berhasil menemukan kesepakatan saat itu juga. Respon tertulis harus menggunakan kata-kata yang jelas dan dapat dimengerti oleh pasien/keluarganya, harus berisi langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi komplain, tidak menjanjikan sesuatu mengenai kinerja staff lainnya dan hanya menjelaskan tindakantindakan keluhan yang sudah dilakukan (bukan tindakan-tindakan yang direncanakan). Ketika ada informasi rahasia yang tidak bisa diungkapkan kepada pasien/keluarga, pada surat respons dapat ditulis “telah diambil langkah-langkah yang sesuai untuk...”. Apabila surat komplain disampaikan melalui email maka surat respon dapat dikirim pula melalui email. Surat respon dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadialan, oleh karena itu kebijakan rumah sakit harus merekomendasikan staf agar memberikan respon yang objektif dan hanya menyatakan fakta yang ada. Salinan surat respon harus diserahkan kepada departemen manajemen risiko sebagai data mereka. Komplain dianggap sudah tertangani apabila pihak yang mengajukan komplain merasa puas dengan respon yang diberikan atau rumah sakit telah mengambil tindakan yang sesuai dan tepat untuk menangani komplain tersebut, meskipun pasien atau keluarganya merasa tidak puas dengan respon yang diberikan. d.      Keluhan/Komplain dan Peningkatan Mutu Rumah sakit sebaiknya mengumpulkan setiap keluhan/komplain yang masuk bersama dengan respon tertulis yang diberikan, sebagai bagian dari program penilaian dan peningkatan mutu. Dengan pengumpulan data tersebut, rumah sakit bisa menemukan tren keluhan yang sering terjadi dan bisa mengevaluasi keluhan tersebut dengan menggunakan cara analisis efek atau root-cause analysis (RCA). Sebagai contoh, rumah sakit dapat mengumpulkan data keluhan dan komplain dari pasien/keluarganya secara elektronik dan menganalisa tren keluhan/komplain yang sedang terjadi. Dengan memecah data berdasarkan keluhan/komplain terhadap dokter yang melakukan perawatan, dapat diketahui dokter - dokter mana saja yang sering menerima keluhan/komplain dari pasien/keluarganya. Ketika rumah sakit dapat mengidentifikasi dokter-dokter yang banyak menerima keluhan/komplain, maka dokter tersebut diberikan peer counseling untuk menyelesaikan masalah yang ada. Konseling tersebut dilaksanakan secara privat dan tidak boleh diketahui oleh staff lainnya. Masalah lain yang sering menjadi komplain adalah waktu tunggu pasien untuk bertemu dokter. Dengan adanya bukti keluhan/komplain dari pasien/keluarga



mengenai waktu tunggu tersebut, maka rumah sakit harus segera mencari cara bagaimana mengurangi waktu tunggu tersebut. Sebagai kesimpulan, maka langkah-langkah yang dilakukan dalam hal manajemen komplain yaitu: •         Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang baik dan sesuai, prosedur-prosedur yang diperlukan dan proses untuk mengetahui dan merespon keluhan/komplain pasien. •         Setiap kebijakan yang dibuat harus disesuaikan dengan regulasi dan standar yang berlaku mengenai keluhan/komplain •         Lakukan wawancara terhadap pasien dan keluarganya serta staf untuk mengetahui apakah mereka mengetahui proses penanganan komplain •         Informasikan kepada pasien mengenai hak mereka pada waktu admisi termasuk di dalamnya hak mereka untuk mengajukan komplain. Pasien dan keluarganya juga harus diberitahu bagaimana cara mengajukan keluhan/komplain dan siapa yang harus mereka hubungi untuk masalah tersebut. •         Tentukan batasan waktu yang sesuai untuk menyelesaikan keluhan/komplain tersebut. Waktu maksimum yang ideal untuk penyelesaian keluhan/komplain adalah  tujuh hari. Apabila waktu yang diperlukan melebihi dari target, maka rumah sakit harus memberitahukan secara tertulis kepada pasien/keluarganya bahwa keluhan atau komplain yang diajukan masih dalam investigasi dan mereka akan segera mendapatkan respon final secara tertulis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. •         Pastikan bahwa respon tertulis yang disampaikan menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti, termasuk didalamnya informasi mengenai tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah. Perlu diingat untuk menghindari berjanji mengenai anggota staff yang lain dan beritahu hanya tindakan-tindakan yang akan  dilakukan. •         Edukasi semua staff, terutama mereka yang berhubungan langsung dengan pasien, mengenai proses pengajuan keluhan/komplain, dan tekankan kepada staff untuk berkomunikasi secara lembut dan menunjukkan empati terhadap keluhan/komplain mereka. •         Kumpulkan, telusuri dan lihat tren data mengenai keluhan dan komplain yang ada sebagai bagian dari program peningkatan mutu. •         Pertimbangkan untuk mengimplementasikan program pendampingan pasien bila belum ada di rumah sakit.



A.    PENANGANAN KOMPLAIN DI UNIT TERKAIT 1.      Setelah menerima komplain dari pasien/keluarganya, segera siapkan 2.      pertemuan untuk meresponnya. 3.      Apabila komplain terjadi pada jam kerja, maka kepala ruangan bertugas untuk menangani komplain tersebut. Apabila komplain terjadi di luar jam kerja dan staff unit setempat tidak dapat



menangani komplain yang ada, maka Manager of Duty (MOD) akan melayani komplain yang ada. 4.      Sebelum pertemuan, baca terlebih dahulu kronologis/status pasien sebelum menemui pasien/keluarganya 5.      Ucapkan salam terapeutik sebelum memulai pembicaraan 6.      Perkenalkan diri pada pasien/keluarga 7.      Ajak pasien / keluarga ke ruangan konsultasi / ruang Ka-Ru bila memungkinkan 8.      Persilahkan duduk dan siapkan minum air putih untuk menenangkan pasien 9.      Posisikan pasien/keluarga berhadapan dengan petugas dengan adanya pembatasan (meja) 10.  Atur jarak petugas dengan pasien/keluarga 11.  Tanyakan pada pasien masalah yang ingin disampaikan 12.  Dengarkan keluhan pasien dengan seksama dan tidak memotong pembicaraan (pasien dibiarkan mengeluarkan keluhan sampai selesai) 13.  Catat semua keluhan yang pasien/keluarga sampaikan dan simpulkan inti dari pokok masalahnya 14.  Petugas mendata komplain yang diajukan oleh pasien/keluarganya dalam lembar tanggapan keluhan pasien. Selanjutnya petugas akan memberikan data keluhan setiap bulannya kepada humas agar diolah untuk perbaikan mutu pelayanan RS.     15.  Pecahkan masalah jika memungkinkan, bila permasalahan berhubungan dengan kebijakan atau pasien/keluarga tidak merasa puas dengan pemecahan masalah yang sudah diberikan, lakukan penundaan dan sampaikan pada pasien/keluarga bahwa keluhan mereka akan disampaikan ke level yang lebih atas dan petugas RS akan segera menghubungi untuk pemecahan masalah lebih lanjut. 16.  Petugas ruangan mengantarkan pasien/keluarganya ke Customer Service untuk penanganan komplain lebih lanjut H. PENANGANAN KOMPLAIN DI CUSTOMER SERVICE (CS)-TIM MANAJEMEN KOMPLAIN 1.      Pasien/keluarganya yang akan mengajukan komplain (baik yang berasal dari unit atau langsung ke CS) harus terlebih dahulu mengisi formulir pengajuan komplain 2.      CS akan menyampaikan kepada tim manajemen komplain mengenai komplain yang masuk untuk segera ditindaklanjuti oleh tim pada hari itu juga. 3.      Tim manajemen komplain akan menentukan siapa perwakilan dari tim yang akan menjadi penanggung jawab kasus dan untuk selanjutnya orang tersebut yang akan menjadi pendamping pasien/keluarga yang mengajukan komplain. Perwakilan dari tim bertugas untuk mengkoordinasikan investigasi terhadap kasus dan berkolaborasi dengan berbagai pihak yang berkaitan untuk menemukan jalan keluar. Perwakilan tim juga bertugas 4.      untuk memberitahukan hasil investigasi secara lisan dan tertulis kepada pihak pasien/keluarganya. 5.      Apabila komplain tidak bisa diselesaikan pada hari itu juga, semua komplain harus diselesaikan dalam waktu 7 hari kerja. Apabila diperlukan waktu yang lebih dari ditentukan, maka harus ada pemberitahuan tertulis dari tim manajemen komplain kepada pasien/keluarganya.



6.      Apabila pasien merasa tidak puas dengan solusi dari tim manajemen komplain, maka komplain akan diajukan kepada direksi. Dalam hal ini, tim manajemen komplain akan bekerja sama dengan direksi untuk menemukan jalan keluar dari komplain yang diajukan. 7.      Customer Service mengumpulkan data komplain yang masuk dan melaporkan setiap bulan kepada tim manajemen komplain agar diolah untuk perbaikan mutu pelayanan RS.    .