BIOASSAY [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIOASSAY Bioassay berasal dari kata bio (hidup) dan assay (kajian atau penetapan), jadi bioassay adalah kajian atau penetapan dalam atau terhadap makhluk hidup. Penelitian fitokimia yang menghasilkan aktivitas biologi baru dari suatu senyawa untuk obat-obatan atau pertanian telah dilakukan selama puluhan tahun. Herbal dan bahan obat alami mempunyai sejarah yang panjang. Hasil kajian ini merupakan hasil isolasi bahan alam atau hasil sintesis yang dicobakan pada mikroba dan invertebrate (brine shrimp, lalat, nematode dan cacing) secara in vitro dan pada hewan percobaan secara in vivo (mencit, tikus, kelinci, hamster), Sedangkan uji klinis terhadap manusia (human) atau in vivo tidak dibahas dalam kuliah ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan kerjasama multi disiplin ilmu yang meliputi biologi, kimia, farmasi, kedokteran, dan yang lainnya. Karena hingga menghasilkan produk ativitas tidak lepas dari identifikasi herbal, teknik pemisahan, penentuan struktur molekul, standardisasi dan uji aktivitas biologi secara in vivo atau in vitro. Isolasi senyawa bahan alam yang murni (pure) yang mempunyai aktivitas biologi akan menguntungkan dalam bioassay karena: 1. senyawa murni dapat ditentukan dosis akurat untuk uji terapi 2. untuk pengembangan assay selanjutnya, misalnya untuk skrining dan quality control 3. setelah mengetahui strukturnya dapat dilakukan sintesis, modifikasi struktur dan mengetahui mekanisme aksi secara rasional (QSAR), sehingga pengembangan obat baru yang mempunyai aktivitas biologi lebih mudah (Steven and Russel, Bioactive of Natural Product). Yang harus diperhatikan dalam menggunakan herbal adalah sangat variasi, yaitu 1. senyawa aktif tergantung pada letak geografi, musim, perbedaan morfologi, dan kondisi ekologi. 2. kadang-kadang herbal saling sinergis, 1antagonistic atau yang lainnya yang tidak dapat diprediksi dan dimodulasi bioaktivitasnya.



3. hilangnya bioaktivitas karena waktu pemetikan, pH, penyimpanan, pengoleksian dan preparasi Biasanya ahli biologi lebih mengetahui alelopati, tanaman yang mempunyai aktivitas herbisida atau bahkan hewan atau serangga menyukai tanaman tertentu. Apabila bahan alam berupa daun yang segar dapat dimakan langsung, disedu, diblender dan disaring, namun apabila ingin menyimpan maka perlu diangin-anginkan dulu kemudian disimpan ditempat kering dan suhu rendah. 1. EKSTRAKSI DAN ISOLASI Pemilihan solvent untuk ekstraksi sangat diperlukan karena solute atau komponen yang akan diekstrak tergantung pada polaritas pelarut, sebaiknya menggunakan pelarut murni, dan akan efisien bila digunakan ekstraksi bertahap dan kondisi lunak (mild). Apabila diinginkan semua bahan diekstraksi biasanya digunakan etanol dengan cara perkolasi. Ekstrak etanol ini digunakan untuk skrining dan standardisasi. Untuk pelarut non volatil ini, untuk mendapatkan ekstrak dilakukan liofilisasi. Untuk pelarut volatil dapat dilakukan dengan rotary vacuum evaporator. Keduanya metoda tersebut dilakukan untuk menghindari pemanasan agar khasiat bahan alam tidak berkurang.



Gambar 1. Freeze Dryer/Lyophilizer Kadar air perlu dilakukan karena air mempengaruhi berat, dengan cara menimbang 5-10 lebar daun kering lalu dipanaskan 50 oC, kemudian ditimbang lagi sampai berat konstan, kadar air kadang-kadang sampai 50%.



Ekstraksi dapat juga dilakukan dengan kloroform:air (1:1) dari ekstrak etanol (1), fraksi air (2) , fraksi kloroform (3) dan insoluble material (fraksi 4), lalu fraksi kloroform dipartisi lagi dalam metanol dan n-heksana (1:1) akan diperoleh fraksi metanol (5) dan fraksi n-heksan (6). Semua ekstraksi tersebut untuk simplisia kering, apabila material masih fresh (segar), maka pelarut yang ideal adalah metanol, setelh itu dipartisi dengan etilasetat, kemudian nbutanol. Apabila senyawa aktif sudah diketahui dapat dilakukan dengan ekstraksi cair superkritikal atau SFC (Supercritical Fluid Extraction), keuntungan ekstraksi ini adalah cepat, kekuatan solvent dapat dikontrol dengan pengaturan tekanan, inert dan tidak toksik serta tidak mahal menurut textbook biactive natural product.. Apabila dalam tiap tahap diperlukan perubahan pH agar lebih mudah diekstraksi, misalnya alkaloid. A. Ekstraksi simplisia berdasar polaritas



Bahan kering n- heksan/PE



Ampas



filtrat



DCM /kloroform/EA/Eter



Ampas



filtrat EtOH/MeOH



Ampas



filtrat



B. Ekstraski simplisia yang mengandung alkaloid



Basa



Asam



Bahan DCM



filtrat



Ampas



DCM



Ampas Dievaporasi + NH4OH



Dievaporasi + HCl encer



FO



filtrat



FA/Fa



FA/Fa



FO



Dibasakan Ekstraksi , DCM F.air



FA/FO



FA/FO



F. air



Gambar 2. Cara ekstraksi berdasarkan kepolaran dan ekstraksi alkaloid Untuk teknik isolasi senyawa murni dapat dilakukan dengan cara kromaografi: 1. LLC (CCC, DCCC, RLCC dan HSCCC)) 2. Kromatografi planar (PTLC, CTLC dan OPLC) 3. CC (gel filtration, FC dan VLC) 4. PPLC (LPLC, MPLC dan HPLC)



Untuk sample (preparat) dilihat dahulu kelarutannya, apabila larut maka dapat langsung digunakan, namun apabila tidak larut dapat dibuat suspensi (misalnya sukrosa atau laktosa). Apabila memerlukan pemanasan untuk melarutkan maka panaskan 90oC selama 10-15 menit dan disaring. Cara percobaan pada hewan dapat melalui : parenteral (anal, oral, sublingual), injeksi dan topical (dioleskan) dapat berupa krim, sedangkan untuk injeksi dapat dilakukan secara : 1. intravascular, intravena (pembuluh darah) 2. intramuscular 3. intradermal 4. predominal, intrperitonial (rongga perut) 2. Uji aktivitas biologi (farmakologi, fitokimia, jurnal natural product, jurnal farmakologi dan buku khusus bioactive Natural Product) No Abjad A B C D E F G H I J K L M



Biassay Skrining dengan brine shrimp (Artemia salina L.) Antibakteri Antikanker Analgesik Antidiare Pencahar (Laxantia) Diuretika/Antidiuretika Anti-inflamasi Antiluka terbuka Spermisida Antifertilitas Androgenic Batu kandung Kemih



No Abjad N O P Q R S T U V W X Y Z



Bioassay Hepatotoksik Antidiabetik Antitusif Antihipertensi Antioksidan Anti-Alzheimer Anti Parkinson Antiviral Antimalaria Insektisida Antifeedant Antikoagulan



A. Skrining dengan brine shrimp (Artemia salina Leach) Pemeriksaan ini merupakan uji awal atau pendahuluan ekstrak atau isolat ataupun hasil sintesis. Dalam uji ini menggunakan prinsip: Meyer dan Ferrigni yaitu senyawa aktif akan toksik bila konsentrasi tinggi dan untuk dosis yang sesuai dapat digunakan sebagai obat (kuliah bioassay S2 UI). Meyer menggunakan A. Salina sebagai uji pendahuluan karena : cepat, mudah, murah, tidak memerlukan laboratorium yang canggih (dapat



dilakukan di rumah) oleh chemist or botanist, hewan mudah diperoleh, sampel sedikit dan hasilnya dapat dipercaya (sensitif) dan sifatnya umum. Metoda Meyer



ini pertama klali digunakan oleh Institute Cancer di



Amerika (NCI) sebagai uji pendahuluan. Apabila dalam uji pendahuluan ada efek biologis, maka ada korelasinya dan dilakukan uji lanjutan. Brine Shrimp Lethality



Test (BSLT) digunakan untuk memperdiksi



aktivitas sitotoksisitas dan pestisida. Faktor yan sangat sulit ialah bila ekstrak atau fraksi tidak dapat larut dalam air, sehingga perlu dilakukan coprecipitate pvp (polyvinilpirolidone) atau juga digunakan DMSO (dimetilsulfoksida) tidak boleh lebih dari 1% (Mc. Lauglin, 1991), atau dapat juga digunakan etanol yang tidak lebih dari 0.1 ml. Telur Artemia salina dapat disimpan sampai puluhan tahun dalam lemari dingin. Telur inilah yang digunakan sebagai BSLT. Cara uji BSLT: - telur Artemia 0.5 g ditetaskan dalam media air laut (35% kadar garam), berisirkulasi udara yang baik dan pencahayaan yang terang dan suhu 24-26 o



C. Setelah 12- 48 jam telur menetas, salinitas dikurangi hingga 5%. Dan



cangkang telur akan mengambang di permukaan, larva diberi makan setelah umur 2 hari. Umur 3-5 hari untuk uji BSLT, tidak boleh umur 7 hari dan tidak boleh kurang dari 3 hari. -



untuk ekstrak kasar dibuat konsentrasi 10, 100 dan 1000



ppm (Steven and Rusell, bioactive natprod), -



untuk senyawa murni dibuat konsentrasi 1, 10 dan 100 ppm



(William NS, bioassay for activity) apabila tidak ada efek untuk konsentrasi yang kecil, atau mati semua untuk konsentrasi yang besar dapat dibuat variasi konsentrasi lagi. -



siapkan 10 vial (tabung reaksi) yang masing-masing diisi



dengan 5 ml air laut dan 5 ml larutan sampel dengan konsentrasi yang divariasi serta 10 ekor Artemia salina. Pilihlah Artemia yang sehat, yang aktif, apabila tidak aktif mungkin sakit dan yang mati akan ke atas atau kebawah tabung reaksi. Lakukan juga untuk kontrol dengan pelarut (etanol, atau DMSO). Waktu kontak dilihat ½ jam hingga 6 jam, selanjutnya perjam atau 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Replikasi sebaiknya 10 X, supaya deviasinya lebih baik, hitung LC 50 dengan SPSS



-



Karena Artemia langsung kontak dengan sampel, maka



dapat diketahui jumlah Artemia yang hidup dan jumlah yang mati, hambatan: bila sampel berwarna. Oleh karena itu perlu lampu. -



Meyer memodifikasi dengan kertas saring, sehingga dapat



memberi keuntungan untuk ekstrak yang berwarna, sehingga dapat diamati kematian Artemia dengan jelas, sedangkan hambatannya ialah selalu melarutkan (tidak punya larutan stock) -



Evaluasi: % kematian = [A-B/C] x 100%, dimana A = jumlah Artemia salina yang mati akibat kontak dengan sampel B = jumlah Artemia salina yang mati pada kontrol C = jumlah Artemia salina mula-mula



Bila tidak ada yang mati berarti, dosis kurang atau tidak toksik. Apabila sulit mendapatkan air laut dapat dilakukan dengan membuat air laut buatan (38 g garam laut dilarutkan dalam 1 l air) dan disaring. Untuk sampel yang tidak larut dapat disuspensi dengan DMSO tidak lebih dari 50 L (Ikram M.Said, UKM, Bangi, Malaysia) B. Efek antibakteri Obat untuk melawan bakteri patogen dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisida. Pada tahun 1994, Center of Disease Control melaporkan bahwa tahun tersebut merupakan era postantibiotic, yang tidak hanya mendeteksi mikroba dan menjaga penyakit dari mikroba tetapi juga menanggulangi resistensi antimikroba sendiri yang terjadi peningkatan populasi pasien yang immunocompromised (Willian NS, Bioassay for activity).



Mekanisme kerja antibakteri adalah: 1. mengganggu metabolisme sel bakteri (bakteriostatik) 2. menghambat sintesis dinding sel (plasma dinding sel pecah) 3. merusak keutuhan membran sel bakteri (pori menjadi besar) 4. menghambat sintesis protein (bahan pembentuk dinding sel) 5. menghambat sintesis asam nukleat (merusak DNA/RNA) Dalam assay antimikroba ada 2 macam metoda: 1. metoda pengenceran seri dan 2. metoda difusi Metoda pengenceran seri Membiakkan bakteri (inokulasi) dilakukan dalam media cair (Nutrient Broth, NaCl, NaHPO4) hingga pH 7.4. Diambil dengan ose bakteri dengan strain tertentu misalnya Staphyllococcus aureus (Gram positif), Escheichia coli, Klebsiela pneumoniae, Salmonella thyposa (Gram negatif), Mycobacterium



smegmatis (bakteri yang membuat makanan cepat asam) dan Candida albicans (fungi) dan dimasukkan dalam media cair, lalu diinkubasi 24 jam 37oC, apabila tumbuh bakteri maka media menjadi keruh (biasanya 10 9) maka perlu diencerkan, dilihat dengan mikroskop dan dihitung dengan counter colony atau hemocytometer hingga jumah bakteri 30 X 10 5 bakteri/ml yang baik 20-50 X 105 bakteri/ml. Dibuat seri larutan sampel bahan alam dengan konsentrasi 0, 10, 50, 100, 200 ppm atau senyawa murni 0, 5 10, 20, 50 ppm, masukkan dalam test tube 1 ml dan ditambah 1 ml bakteri, kemudian diinkubasi 24 jam 37oC (replikasi 10X). Diamati pertumbuhannya, apabila jernih, maka tak ada pertumbuhan bakteri, apabila keruh masih ada pertumbuhan bakteri. Maka dapat dihitung MIC (Minimum Inhibition Concentration) atau konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) yaitu konsentrasi minimum yang masih memberikan efek. Dapat juga dilihat MBC (Maximum Bactericide Concentration) atau Konsentrasi Bakterisida Maksimum yaitu konsentrasi maksimum yang menyebabkan bakteri mati semua. Metoda difusi Metoda ini yang paling sering digunakan untuk skrining ekstrak kasar bahan alam. Dalam teknik ini menggunakan plate agar atau potato dextrose agar (PDA), biasanya Nutrien Agar (NA), Brain Heart Infusion Agar (BHIA), dan Mueller Hinton Agar (MHA). Biasanya untuk agar tersebut sesuai dengan petunjuk produsen misalnya BHIA (Difco) 52 g/L H 2O steril dan campur hingga homogen, lalu diautoclave 15 menit 120 oC, kemudian didinginkan hingga 60o C dan dituangkan dalam cawan petri (petridish) 10-20 ml biarkan agar membeku. Plate agar diolesi kuman 20-30 x 10 5 bakteri/mL. Ambil kertas cakram atau antibiotic assay discs diletakkan pada agar plate pelan-pelan dan dengan hati-hati tetesi disc/kertas cakram dengan 10 L larutan uji dengan berbagai konsentrasi dan 1X replikasi (dapat juga dilakukan penetesan sampel ke discs dulu baru diletakkan pada agar plate dengan pinset steril). Lalu diamkan sebentar dan diinkubasi 24 jam 37 oC. Usahakan kuman ada ditengah-tengah discs atau dalam cakram. Diamati zona bening (zona hambatan pertumbuhan), apabila zona bening makin lebar maka



aktivitas antibakteri makin baik, boleh juga pengamatan berikutnya 48 jam dan 72 jam. Faktor-faktor yang mempengaruhi antibakteri: - medium harus menyokong pertumbuhan bakteri jangan yang menghambat bakteri karena akan mempengaruhi zona (media harus sesuai dengan yang disukai bakteri) - harus dengan kontrol positif - pH ada beberapa antibiotik yang bekerja pada pH> penisilin dan ada yang bekerja pada pH < tetrin - tidak boleh lebih dari 10 L - waktu inkubasi harus sesuai dengan kurva pertumbuhan bakteri : 20 – 24 jam - suhu inkubasi: 24, 37, 40oC - gunakan cakram rendah, sedang dan tinggi - gunakan kuman standar Internasional misal Escherichia coli (ATCC No.25922) Staphylococcus aureus (ATCC No.29213)



dan Streptococcus



pneumoniae (ATCC No. 6303), Candida albicans (ATCC No.10231). - antibiotik standar, dapat digunakan gentamisin atau yang menghambat dinding sel (penisilin, sephaloforin), merusak membran sel (nestatin ampoteristin), mempengaruhi protein sel (tetrin, kloramfenikol,, lincosin), mempengaruhi



RNA/DNA



(mitomisin,



rifampisin)



dan



mempengaruhi



metabolisme (sulfonamida, isoniasidhidrazin).



C. Efek antikanker Benjolan (tumor) atau tumor yang ganas (kanker) dapat diterapi dengan pembedahan, radiasi, imunoterapi, hormonterapi dan kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan harapan hanya merusak sel kanker tanpa mengganggu sel sekitarnya. Selama 25 tahun, National Cancer Institute (NCI) menskrining dan meneliti 35.000 spesies tanaman dari 1551 genus dan 114.000 ekstrak secara in vitro dan in vivo terdadap sistem tumor hewan. Program yang sama



juga dikembangkan di Cina, Perancis, namun dalam skala yang lebh kecil. Cancer cell line yang telah dikoleksi baik dari hewan dan manusia adalah L1210 (leukemia), P 388 (leukemia), Lewis lung carcinoma (paru-paru), colon 38 (usus), CD8f1 mamary atau ada juga MCF-7 (payudara) dan Casky (servik). Semuanya ini dikultur dan diberi kode seperti halnya bakteri, misalnya: Hep G2 (ATCC No.HB-8065), MDA MB-231 (ATCC No.HTB-28), PC-3 (ATCC No.CRL-1435) dsb. Sel kanker ini disimpan dalam N 2 cair (160oC), apabila akan digunakan maka ditawing dahulu (dicairkan) kemudian dikultur dan subkultur, baru dilakukan pengujian. Media pertumbuhan sel kanker dapat digunakan RPMI-1640 (Roswell Park Memorial Institute), bufer fosfat yang mengadung 15mM HEPES, NaHCO 3, Lglutamin, 10 mg penisilin, streptomisin, 10% fetal bovin serum dan aquabidest, pH diatur 7.3. Ekstrak yang tidak larut dalam air dapat disuspensi dengan DMSO (1% w/w dalam DMSO). 1. Uji dengan kentang merah atau bawang merah Uji awal yang paling murah dan sebagai uji pendahuluan adalah kentang merah yang dibuat bulat (dibor) direndam dalam kaporit agar kuman mati, kemudian dibilas air. Kentang diiris-iris 1 cm bulat diletakkan dalam cawan petri yang telah ditumbuhi Agrobacterium tumefacien (kerjanya mirip bakteri dan digunakan sebagai petunjuk antitumor), maka kentang akan timbul jonjotjonjot mirip tumor. Pemberian ektrak dapat dilakukan setelah timbul jonjot dengan berbagai konsentrasi dan diamati setelah 12 hari. 2. Uji in vitro dengan pewarnaan (kolorimetri) Pewarnaan dengan trypan blue (untuk mengetahui sel mati), atau dengan metoda kolorimetri dengan pewarnaan tetrazolium MTT [3-(4,5-dimethyltiazo2-yl)-2,5-(difeniltetrazolium bromida)] dan metoda yang cepat dan mudah dapat



dilakukan



dengan



MTS



[3-(4,5-dimethyltiazo-2-yl)-5-(3-carboxy-



methoxyphenyl)-2-(4-sulfophenyltetrazolium), dimana garam ini direduksi oleh sel hidup (sel kanker) memberikan warna formazan (memerlukan waktu yang agak lama)



Metode pewarnaan dengan pembacaan yang lebih cepat dapat dilakukan dengan Elisa Reader Plate, pembacaan 96 well dapat dilakukan dalam 1 menit. Pewwarna yang digunakan adalah Neutral Red. 3. Uji sel embrio dengan B[a]P Tujuan dari assay ini adalah a. Mencegah pembentukan karsinogen baru, b. Mencegah ikatan karsinogen dengan DNA (target) dan c. Mencegah perkembangan sel tumor. Kultur jaringan hewan (embrio) diletakkan dalam bejana kultur dan diinkubasi 18-24 jam. Kemudian diberi B[a]P suatu karsinogen yang mengikat DNA. DNA akan berikatan dengan benzopirena, baru diberi ekstrak tanaman dengan berbagai konsentrasi dan diinkubasi 24 jam 37oC, dan dipanen. Setelah medium dipindahkan pelet diekstraksi dengan kloroform, metanol dan air. Fraksi kloroform mengandung B[a]P sisa sedangkan fraksi air mengandung DNA dan DNA diisolasi. Uji positif jika tidak ada binding antara beinzopiren dan DNA (ditentukan dengan radiasi). 4. Uji dengan kultur sel kanker Sebagai conto sel leukemia P388 dikulutr (dibiakkan dalam media RPMI 1640) yang dilengkapi dengan 5% FBS (Fetal Bovin Serum) dan kanamisin (100 g/ml). Sel 3. 103 sel/well (sel/sumur) dikultur dalam mikroplate yang mengandung 100 L media pertumbuhan per sumur dan diinkubasi pada 37 oC dengan kelembaban 5% CO2 Sampel 10 L dengan berbagai konsentrasi dalam DMSO ditambahkan dalam kultur sehari setelah inkubasi. Pada hari ke-1 dilihat dengan mikroskop (kalau banyak yang mati) langsung dapat ditambah MTT, kalau masih belum banyak yang mati bisa dilanjutkan hari ke-2 dan ke-3 baru ditambah MTT 20 L per well media kultur, setelah 4 jam inkubasi ditambah 100 L larutan SDS (sodium dedosil sulfat) dalam 0,01 N HCl ke dalam tiap well dan kristal formasan dalam tiap sumur akan terjadi setelah pengadukan dengan mikropipet. Setelah 4 jam maka dilakukan pengukuran dengan optical density menggunakan mikroplate reader pada



dua daerah panjang gelombang (550 dan 700 nm). Setiap konsentrasi triplo atau lebih. 5. Uji Topoisomerase (DNA break) Membuat campuran reaksi yang terdiri dari 2 μL bufer A (30 mM Tris HCl, pH7.6, 3 mM pRYG DNA supercoil 0,25 μg/μL, marker DNA linier dan marker DNA nick d. Efek antiviral D. Efek Analgesik Rasa nyeri dapat dibuat dan sifatnya patologis (tidak normal), rangsang buatan dapat berupa panas, tekan, listrik dan zat kimia. A. Rangsang panas ada beberapa metoda 1. Woolfe-Mc. Donald, dalam metoda ini dibuat plate dari seng yang dipanasi 50-60oC yang diletakkan dalam kaca yang tidak beralas. Bila panas, lihat reaksi kaki belakang atau duanya bergerak dan lihatlah atau amati waktu berapa lama ia mulai mengangkat kaki. Hewan diberi obat (variasi dosis), lalu lakukan dengan cara yang sama seperti diatas, misal 2 menit tahan terhadap panas maka tahu efek analgesiknya, 2. Eddy Reinbach, dalam metoda ini hewan diletakkan dalam etil formiat dan aseton yang dipanaskan 55oC, selanjutnya sama seperti metoda sebelumnya 3. Grotto-Sulman, pada metoda ini hewan dimasukkan dalam kotak plastik, namun ekornya dimasukkan dalam water bath pada suhu tertentu (dapat divariasi), respons nyeri dapat dilihat dari pergerakan ekor, biasanya 3x bergerak diikuti gerakan cepat dan mencicit/menjerit selama 1-1.5 detik (kadang-kadang menggelepar, namun jarang sekali terjadi). Kemudian diberi obat dan dilakukan dengan metoda yang sama, amati selisih waktunya. B. Rangsang tekan dilakukan oleh Green dan Young, yang ditekan yaitu ekornya dengan tekanan tertentu, lalu dicatat waktu ada reaksi saat ekornya



ditekan. Kemudian diberi obat dan dilakukan dengan metoda yang sama, maka selisih waktu adalah efek analgesik C. Rangsang listrik (Rat Tail Flick), dilakukan oleh Nielson. Pada metoda ini ekor hewan (2.5 cm dari pangkal ekor). Rangsangan ini berdasarkan pada radiasi IR yang ditimbulkan oleh aliran listrik yang dihubungkan dengan analgesimeter. Rangsangan diberikan pada tengah ekor tikus. Tikus dimasukkan dalam kandang yang ekornya berada di luar kandang, tikus diharapkan tenang dan akan bergerak bila ada rangsangan maka ekor akan diangkat. Rangsang nyeri dapat diubahn menjadi waktu reaksi dan dapat dibaca pada analgesimeter secara digital. Kemudian hewan diberi obat (variasi konsentrasi) dan dicatat berapa waktu dia mengadakan flick, selisih waktu merupakan efek analgesik D. Zat kimia, ( dapat digunakan HCl, AcOH, KCl 2%, dan NaCl 4%) yang diinjeksikan secara subkutan atau intraperitonial (perut), maka tikus akan menggeliat. Apabila digunakan anjing, maka zat kimia yang digunakan adalah bradikinan yang diinjeksikan intraarteri atau intraabdominal, maka anjing akan melolong, meronta (makin besar hewan, biaya makin besar). Persyaratan hewan coba: - tikus jantan dengan strain yang sama - berat 150-200 g dan diaklamatisasi dahulu selama 1 minggu - hewan sehat dan aktif, serta umurnya sama - jumlah yang digunakan harus banyak supaya akurat dan dipuasakan sebelum disuntik analgesik. E. Efek antidiare Diare (bahasa Yunani= mengalir), pengeluaran banyak cairan >3X yang disebabkan karena gangguan penyakit tertentu atau gangguan lainnya. Proses terjadinya feses (tinja): makanan masuk lambung, dicerna menjadi bubur (chymus) dan masuk ke usus halus, kemudian diuraikan oleh enzym dan diserap, yang tidak diserap terdiri dari makanan serat yang tidak bisa dicerna ke colon dan air (90%). Di colon sisa makanan diuraikan oleh bakteri dan air diserap selama perjalanan sehingga menjadi lebih padat.



Pada keadaan diare: chymus yang lewat usus dipercepat, sehingga isi usus yang mengandung air keluar sebagai feses/tinja. Sebab-sebab diare: -



zat kimia



-



bakteri dan virus



-



kanker colon



-



radiasi



-



penyakit cacing



-



radang usus (colitis), karena logam berat



-



alergi makanan-minuman



-



kurang enzim, gangguan gizi



-



gangguan susunan syaraf (terkejut, takut dan cemas)



Kesemuanya itu merangsang saraf otonom pada dinding usus, sehingga timbul efek peristaltik lebih cepat. Pada diare hebat, disertai muntah-muntah sehingga kehilangan caira, K dan Na (hipokalimia, hiponatriemia) sehingga darah menjadi asam (asidosis), shock m dan mati. Apabila terjadi pada anak kecil lebih bahaya daripada orang dewasa. Gejala dehidrasi dapat diketahu dari: selalu ingin minum, bibir kering, kulit keriput, air seni berkurang, berat badan menurun dan gelisah. Kekurangan K mempengaruhi neuromuscular dengan gejala mengantuk, otot lemah dan sesak nafas. Obat diare: 1. menekan peristaltik (candu, dan sejenisnya) 2. menekan selaput lendir usus (astringent) 3. absorbent (pektin, karbon aktif, musilaginin) 4. spasmolitika (menghilangkan kejang-kejang: papaverin) Bioassay: Minyak jarak dengan dosis 2 ml/ekor, tikus putih jantan 200 g atau mencit 20 g. Mencit diaklimatisasi 1 minggu agar adaptasi, dipuasakan semalam, selama percobaan setiap tikus dalam kandang terpisah agar tahu feses yang terbentuk: -



ada kelompok uji



-



ada kelompok placebo/kontrol diberi pelarut saja



-



ada kelompok kontrol positif



Kandang diberi alas kertas yang bersih, setiap 1 jam diganti, dilihat dan diamati: respons positif, terjadi diare, dan negatif sehat baru diberi obat.



F. Obat pencahar (Laxantia) Obat yang dapat mempercepat gerakan peristaltik terhadap usus yang merupakan efek perangsangan pada usus sehingga BAB terjadi. Lawannya adalah konstipasi (sembelit), membuangan tinja tak lancar, tak teratur atau terhenti. Penyebab: -



kurang minum, ( diatasi minum air hangat sebelum sarapan)



-



makan terlalu sedikit, kurang serat,



-



stress (kejang, garakan usus bisa berhenti) tidak bisa menyerap kembali air di usus, sukar BAB



-



kurang gerak atau olah raga



-



diet khusus



Obat sembelit: a. senyawa yang dapat merangsang dinding usus b. senyawa yang memperbesar isi usus c. senyawa pelicin a. senyawa yang dapat merangsang dinsing usus - meningkatkan gerak peristaltik, sehingga peningkatan isi usus diperbesar - merangsang dinding usus besar (glikosida, aloevera untuk sembelit kronis) - merangsang dinding usus halus (minyak jarak) kerjanya mempercepat rangsangan usus halus sehingga resorbsi menurun (tak baik untuk sembelit kronis) b. senyawa yang memperbesar isi usus - Mg sulfat (garam Inggris), atau Na sulfat, garam ini ditahan oleh usus oleh karena itu garam ini akan menyerap air di luar, sehingga meningkatkan gerak peristaltik - gliserol



- diberi zat pengembang , misal agar-agar, CMC, xilosa. Untuk melindungi dinding usus dari rangsangan senyawa kimia maka penggunaan zat pengembang jangan berlawanan dengan zat-zat yang menimbulkan laxantia c. senyawa pelicin - kerjanya memperlunak tinja (pengemulsifikasi) - melicinkan misalnya parafin cair, gliserin (dalam bentuk peluru=supositoria), enema yaitu cairan yang disemprot yang mengandung sabun, mineral, zat yang memperkecil aktivitas permukaan. G. Efek diuretika Senyawa yang dapat memperbanyak volume urin (diuresis), dan akan mempengaruhi ginjal secara langsung, Fungsi ginjal, mengeluarkan zat asing/racun, sisa-sisa metabolisme (keluar dalam bentuk cair) Dan mengatur kesetimbangan dinamis antara ektrasel dan intrasel terutama Na/K Proses diuresis: bila ada obat diuretika maka akan kehilangan K/Na, ditandai dengan pusing, ritma jantung menurun, kejang otot, ngantuk, kolaps. Bioassay:  Tikus putih jantan 200 g, aklimatisasi 1 minggu  Larutan hidrochlorid acid 1.5 mg/kk bb  Puasa semalam  Ukur volume urin sampai dengan jam ke -4  Kelompok kontrol, kelompok uji dan kelompok standar H. Efek Antiinflamasi Inflamasi adalah respons fifiologis terhadap serangkaian proses reaksi kimia. Fungsi: -



melindungi tubuh dari infeksi



-



supaya tidak terjadi kerusakan jaringan



Jaringan yang mengalami kerusakan cenderung kurang sensitif atau memusnahkan.



Perusakan jaringan terjadi karena: luka, terbakar, bakteri, alergi, zat kimia dll. Proses inflamasi sangat kompleks dan banyak mekanismenya, namun tandatanda klinis yang dapat dilihat adalah: 1. Kalor (panas), 2. Trubor (kemerahan), 3. Tumor (bengkak), 4. Dolor (rasa nyeri), ini belum diketahui mekanismenya namun diduga karena peningkatan prostaglandin di daerah luka 5. Fungsi alesa (kehilangan fungsi) terjadi karena perusakan jaringan, sehingga merah, bengkak dan panas. Obat antiinflamasi biasanya harus melawan 1. efek yang menyebabkan atau melawan/membatasi kerja enzim proteolitik 2. melepaskan dipeptida dari plasma untuk melindungi jaringan dari rangsangan 3. mencegah terjadinya prostaglandin yang kerjanya mirip hormon Obat anti inflamasi: a. Steroid (kortikosteroid, kortison, fenil butazon) b. Non steroid (asam mefenamat) Mekanisme terjadinya: Jika ada luka, akan terjadi pelepasan serotonin, histamin, bradikinin, enzim, lisosom, lekotrin dan prostaglandin. Zat-zat ini akan mengalami 3 fase: 1. fase dilatasi (pelepasan visculer), memperlambat jaringan yang rusak, terjadi peningkatan volume darah setempat, panas, kemerahan 2. fase peningkatan (permeabilitas vaskuler) 3. fase oksidasi lekosit semua ini terjai secara simultan dan dapat diamati secara klinis Bioassay metoda Winter: 



Hewan diperlakukan seperti biasanya







Telapak kaki belakang tikus disuntik dengan 1% karagenin sebanyak 0.2 ml, zat ini menyebabkan terjadinya pembengkaan, ditandai, terjadi oedema







Kaki dicelupkan dalam air raksa







Setelah 1, 2 atau 3 jam kaki akan banyak cairan







Hewan uji diinjeksikan secara aseptis dengan larutan uji 0.2 ml







Untuk standar gunakan fenil butazon.



I. Efek antiluka terbuka Kulit adalah bagian tubuh yang paling luar fungsi utama adalah pelindung. Kulit terdiri dari: lapisan epidermis, lapisan dermis dan subkutan. Fungsi kulit: pelindung tubuh, tempat pembentukan pigmen, tempat terjadinya metabolisme, tempat pengaturan suhu tubuh, tempat pemberian dosis topical dan cermin keadaan jiwa. Pigmen dapat dipengaruhi oleh sinar matahari dan panas. Luka ada 2 macam : Luka terbuka dan luka tertutup Luka terbuka karena tersayat, tergores, robek, tertusuk, tertembak atau tergigit. Luka tertutup, luka ada di dalam sedangkan luar kuli masih utuh, misal luka memar Untuk luka terbuka ada di kulit atau di otot. Luka biasanya habis operasi, yang perlu diperhatikan adalah pemulihan sel-sel epitel. Misal: jari teriris pisau, maka penyembuhannya secara perlahan: ~ cairan radang akan timbul ~ sel epitel akan mengumpul dan menyebar di bagian bawah sekitar luka ~ akan dibentuk jala-jala kapiler ~ Jala-jala akan masuk ke bawah akan membentuk jaringan granulasi Bila luka, biasanya 1-3 hari pinggiran luka akan mendekat, sehingga permukaan luka lebih kecil, sel-sel tepi dari dermal bermitosis dan bergerak dari permukaan luka. Bila sudah 2 minggu pergerakan makin lambat. Bila setelah luka tidak terjadi penutupan berarti jaringan rusak, ada perubahan fisik. Penyembuhan luka:



-



Bila terjadi luka, maka darah dari pembuluh darah akan membeku dan mengeras dan terjadi konstriksi/penciutan pembuluh



darah



sehingga



terjadi



penyumbatan



intra



vaskular. -



Dalam beberapa jam sel-sel radang akan berkumpul di tempat luka (leukosit akan berpengaruh di daerah ini).



-



Setelah 18-24 jam, sel-sel leukosit akan masuk di daerah luka, hal ini berlangsung sampai luka tertutup dengan membentuk epidermis baru



-



Epidermis baru berubah menjadi epidermis dewasa dan membentuk lapisan tanduk



-



Hal ini terjadi bila bebas kuman



Faktor-faktor yang menyembuhkan luka: 1. sintesis kolagen akan lambat bila kurang vit C 2. hewan uji yang kurang protein akan lambat kecepatan penyembuhan lukanya 3. bila makanan ditambah metionin dan sistein kecepatan penyembuhan luka menjadi normal kembali Peranan logam dalam penyembuhan: 1. Cu dan Fe diperlukan untuk pembentukan kolagen 2. Cu dan kation bivalen merupakan faktor-faktor dalam metabolisme defiensi kolagen 3. Kekurangan Zn menyebabkan menurunnya epitelisasi pada anak-anak yang mengalami luka bakar 4. Bila terjadi pendarahan atau anemia tidak merubah tekanan oksigen dalam jaringan 5. Vasokonstriksi dan viseral darah meninggi menyebabkan perubahan yang nyata tekanan oksigen lokal 6. lingkungan akan mempengaruhi oksigen luka, maksudnya apabila ada 2 orang yang sama-sama luka penyembuhan akan berbeda 7. Kortizon dan hidrokortikoid merupakan 2 senyawa yang mempercepat penyembuhan luka



Untuk mempercepat penyembuhan luka telah dilakukan penelitian dengan memperhatikan faktor-faktor: panas, dingin, asam, radiasi dan basa. Untuk mempercepat penyembuhan luka diberi antibiotik dan antiseptik, garam-garam Zn yang digunakan secara topical dan oral karena sifatnya sebagai astringent misalnya ZnSO4 (dalam dosis yang kecil). Dari bahan alam aloevera, ekstrak darah, ekstrak placenta dan kulit babi Untuk penderita luka bakar biasanya dalam ruang yang disterilkan dengan radiasi Bioassay ~ Setelah aklimatisasi 2 minggu, punggung tikus dicukur 1 hari sebelum dilukai ~ Hewan dibius eter, dilukai, lingkaran luka 2,5 cm, kedalaman 2 mm atau dapat juga bentuk lingkaran 500 mm2 kedalaman 2 mm. Luka diusap alkohol dan betadin dan kulit digunting ~ Tutup luka dengan kasa steril yang diberi jelly steril (hewan kontrol) ~ Kasa diganti pada hari tertentu, 3, 6, 9....maksudnya untuk melihat luka juga diukur Pengukuran daerah luka: menggunakan sumbu ellips= [0,5xpanjang sumbu utama]x [0,5 x sumbu minor]. Sedangkan pengukuran keembuhan luka= luas luka daerah asli-luas daerah tersisa dibagi luas aerah asli kali 100% ~ Ekstrak tanaman dibuat preparat pengganti jelly Untuk kontrol positif dapat diberi bioplacenta atau salep mupirocin 2% analisis histopatolgi: bagian tengah luka diberi pewarnaan hematoxylineosin (H & E) menggunakan metode Masson trichrome. Nilai setiap jaringan 1 – 12. nilai satu berarti tidak ada penyembuhan dan nilai 12 berarti luka mengalami re-epitelisasi. J. Efek Spermisida/spermatosida Efek yang mematikan sperma (mencegah sperma hidup) dalam rangka program KB Hormonal: konrasepsi oral Ada cara lain yaitu dapat digunakan:



1. elektrolit : penggunaan elit-elit hipotonik dan hipertonis akan menyebabkan sperma tidak dapat bergerak karena kesetimbangan sperma telah dirusak 2. enzim-enzim inhibitor: Umumnya enzim inhibitor sifatnya spermatostatik, enzim ini akan merusak enzim-enzim yang diperlukan sperma untuk metabolisme. Namun enzim ini Sekarang tidak digunakan karena toksik 3. senyawa yang mengandung –SH: Kelompok ini hampir sama dengan enzim inhibitor, karena –SH membuat sperma tidak bergerak dan menghambat enzim sperma sehingga terjadi lisis. Kelomok ini bekerja dengan cara



mengoksidasi



kemudian



membentuk



merkaptan



atau



Kadang



mengalkilasi substrat-substrat yang penting atau mengalkilasi enzim 4. senyawa aktif permukaan: merupakan senyawa yang paling banyak digunakan saat ini, senyawa ini merusak lipoprotein (bagian luar sperma), sehingga



mengganggu



permeabilizas.



Akibatnya



komponen-komponen



intraseluler seperti sitokrom C, dan protein-protein penting lainnya keluar dari sperma 5. asam-asam: sebagai spermisida karena menggumpalkan protein Senyawa spermisida: 1. Asam 2. Alkohol (alifatis, poliol, fenol dan turunannya, β-naftol, polioksi etilena) 3. Na dimetilditiokarbamat Bioassay Mencit putih jantan usia 5.5 bulan (17-25 g) Tikus putih jantan usia 5 bulan (150-200 g) Tentukan dulu LD50 nya, caranya: Ekstrak diberikan secara intraperitonial (dosis 5, 50, 500, 5000, 15000) mg/kgbb amati setelah 24 jam. ~ Harus ada 50% yang mati, jika belum ada 50% mati amati berapa lama hingga 50% mati.



~ Hidup semua, atau mati semua, cari range agar tahu dosis yang tepat. Setelah itu tentukan ED50 nya, caranya : Mencit jantan dewasa diaklimatisasi 1 minggu, diberi dosis 0, 100, 200, 300 mg/kg BB. Waktu perlakuan 34 hari, dipilih karena waktu yg diperlukan pada spermatogenisis. Testis dipotong dilakukan sperma diambil lalu dilakukan uji morfologi, kecepatan gerak sperma dan motilitas. @ Tikus dibunuh, sperma diambil spermanya diencerkan dengan NaHPO 4 dan KH2PO4, glukosa dan akuades. @ diambil 0.05 mL dengan mikropipet lihat di mikroskop (uji 0.2 mL Eosin):hidup/mati ? kalau hidup percobaan dilanjutkan. Morfologi sperma diamati apa membran sempurna atau abnormal ? Kalau normal tak ada perubahan warna, sedangkan abnormal warna kepala sperma orange. @ Ekstrak spermisida diambil 0.05 mL diteteskan pada sperma tersebut dan diaduk selama 5 menit @ Efek spermisida : positif bila mati semua, negatif jika masih banyak yang hidup Untuk sperma orang dewasa subur diambil 2 mL (20 juta), mortilitas 50%, pH = 7.2- 8 Waktu tempuh sperma 7 – 7.2 detik. Morfologi sperma: pewarna Giemsa 3%, 100 sperma, deng Hand counter Untuk menentukan gerak sperma dengan kamar hitung hemacytometer Neubauer atau dengan Red Blast Cell. Yang dihitung yang mempunyai gerak progresif. Untuk melihat % sperma yang mortil/mati, pengamatan harus cepat. Motilitas sperma :a)>25,b) 5-25, c)50% maka disebut progresif, sedangkan untuk viabilitas (kemampuan sperma untk bertahan hidup) harus >70%. K. Efek Antifertilitas Senyawa yang dapat menyebabkan tidak terjadi kehamilan. Untuk mencit betina, efek antifertilitas dapat melalui: - hipotalamus - hipofise anterior



- ovarium - tuba falopii - uterus dan - vagina Hipotalamus dan hipofise dianggap sebagai satu kesatuan sebab fungsi hipofise langsung pada hipotalamus dengan perantaraan hormon releasing factors. Sulit dibedakan apakah senyawa bekerja di hipotalamus atau di hipofise, sehingga antifertilitas bisa bekerja dengan mekanisme mengganggu fungsi kerja hipotalamus dan atau hipofise. Ovarium, antifertilitas dapat bekerja pada ovarium dengan jalan menghambat ovulasi (misal fenosksi benzamin, senyawa yang mengandung gugus siano keton . Tuba falopii, bila sperma dan ovum bertemu, maka akan terjadi kehamilan. Antifertilitas



dengan



mengganggu



pada



saat



pembuahan,



sehingga



kemungkinan: 1. pembuahan tidak terjadi (infertil) 2. pembuahan terjadi, tetapi kemungkinan besar gugur 3. pembuahan terjadi, tetapi hidup cacat (teratogenik) 4. pembuahan terjadi, tetapi ada yang hidup dan ada yang mati Senyawa-senyawa yang mengganggu pergerakan tuba falopii kemungkinan besar menganggu implantasi. Pada in vitro, senyawa golongan steroid dapat mengganggu mortilitas tuba, namun pada in vivo belum diketahui dengan pasti. Uterus,



antifertilitas



yang



menghambat



implantasi



setelah



terjadinya



pembuahan (fertilisasi) disebut interseptis. Untuk terjadinya proses implantasi, perlu keseimbangan hormon yang tepat. Implantasi pada kelinci, marmot dan hamster tidak memerlukan ekstrogen tetapi pada tikus dan mencit perlu ekstrogen. Vagina, antibertilitas dapat berupa spermisida Ada beberapa mamalia yang tempat kerjanya sama tetapi mekanisme berbeda, misalnya pada tikus, mencit, hamster, kelinci dan marmot, karena siklus reproduksinya juga berbeda. Oleh karena itu bila senyawa mempunyai efek antifertilitas pada mencit belum tentu sama dengan hewan percobaan lainnya.



Mamalia yang bukan primata yang mengalami menstruasi maka siklus seksualnya disebut sebagai siklus estrus. Pada menstruasi melibatkan hormon



fosikulotropin



untuk



merangsang



perkembangan



folikel



dan



pengeluaran ekstrogen, dan ekstrogen memberikan umpan balik ke hipotalamus berupa signal/tanda bahwa folikel telah matang. Fertilitas dapat dihambat dengan mengganggu/ketidakseimbangan pada preovulasi, pre-implantasi dan post-implantasi. Antifertilitas dapat berupa: suntik, oral dan susuk. Bioassay Hewan mencit dewasa betina diaklimatisasi 7 hari, sebelum perlakuan dipuasakan 12 jam. Prinsip : 1. Apakah sudah terjadi kehamilan pada hari I, II dan III setelah pemberian sampel dosis oral setiap hari selama 6 hari. Menjelang kelahiran sekitar 15-21 hari tikus dibunuh dan dilihat: berapa jumlah bayi yang dikandung?? Berapa yang mati?? Berapa yang hidup normal atau hidup cacat?? 2. Apakah terjadi kehamilan bila sampel diberikan sebelum terjadi kehamilan L. Androgenik Istilah androgenik secara umum sama dengan hormon pada laki-laki dan secara alamiah juga ditemukan pada wanita. Fungsi utama dari hormon ini adalah merangsang perkembangan dan aktivitas hormon reproduksi. Androgen bertanggungjawab atas keaktifan dan agresivitas serta tingkah laku seksual pria. Tingkah laku pria dan wanita sangat erat dengan kerja hormon ini, namun mekanisme kerjanya belum diketahui. Jadi kalau hormon ini diberikan pada wanita maka wanita tersebut tingkah lakunya seperti pria atau sifat ke-pria-an tumbuh. Antiandrogen senyawa yang menyebabkan infertil pada laki-laki melalui androgen reseptor antagonis. beberapa pestisida dapat menurunkan kalitas sperma. Bioassay Tikus dewasa jantan diaklimatisasi 1 minggu, diberikan dosis untuk kontrol positif, feranimol 200 mg/kgBB. kontrol negatif dan perlakuan diberikan



selama 7 hari, semua obat dilarutkan dalam minyak. Setelah perlakuan hewan dibunuh, organ-organ penting ditimbang misalnya penis dan prostat ditimbang analisis serum dan hormon. Testis kanan dan kiri ditritmen lalu diisolasi RNA dan dilakukan analisis cDNA. Untuk uji dapat dilakukan juga pada burung, ikan dan ayam. Hewan dikebiri sebelum perlakuan. Amati pada hari ke 7, 14, 21 sampai 28 hari perubahannya. Untuk antiandrogen pada ikan dapat dilihat kualitas spermanya. M. Batu kandung kemih Batu kandung kemih disebabkan kumpulan senyawa yang terakumulasi pada kandung kemih. Batu kandung kemih dapat berupa senyawa asam urat, Caoksalat, karbonat, garam fosfat atau kolesterol. kelebihan senyawa-senyawa tersebut yang merupakan hasil metabolisme tidak keluar melalui urine. Asam urat merupakan produk metabolisme senyawa yang mengandung purin. Proses terbentuknya kadung kemih dimulai dari adanya inti kemudian membentuk batu, poses ini berlangsung lama. Bioassay Tikus jantan dewasa diaklimatissai selama 1 minggu Tikus dibedah, pada ureter diberi inti benang, lalu dijahit kembali. Perlakuan diperlukan waktu 1 bulan, tikus dibunuh dan inti diambil lalu ditimbang. Diamati berat inti,analisis senyawa kimia dibandingkan dengan kontrol. N. Hepatoprotector Hepatoprotection or antihepatotoxicity adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menjaga kerusakan hati. Herbal misalnya almond, kunyit, phyllantus dan silymrin. Kerusakan hti dapat disebabkan karena bahan kimia (poli aromatis hidrokarbon, NO, diazo dll), jamur (aflatoksinA-D), virus (hepatitis) yang berlangsung lama (kronis).



Bioassay Tikus jantan umur 2 bulan diaklimatisasi selama 1 minggu. Semua diinjeksi dengan CCl4 (1:9 olive oil) 5 mL/kg BB sebanyak 2X per minggu secara intraperitonial. Lama uji 12 minggu, untuk menginduksi kerusakan hati. Diperhatikan kerusakan hati dengan melihat histopatologi dengan mikroskop perbesaran 400x. O. Antiobesitas/hyperlipidemia Obesitas sekarang menjadi penyakit yang mengerikan akibat resiko yang ditimbulkan. Manusia obes meningkat tajam seiring dengan life style trend saat ini. Dinegara maju kenaikan orang obes 50% di USA dan Rusia. Obesitas



karena



gangguan



metabolisme/metabolic



syndrome



dapat



menyebabkan penyakit hipertensi, diabet tipe II dan CHD. Antiobes drug, amfetamin, dexfenfluramine dan fentermine. Orlisat 9Xenical, Roche), sirbutramin (Meridia) Mekanisme antiobes: 1. menghambat sintesis reseptor H1yg menyebabkan kenaikan BB 2. menghambat sintesis reseptor H3 Bioassay Tikus jantan aklimatisasi 1 minggu, uji toksisitas ekstrak/hasil sintesis cari LD50 Profil lipid dalam plasma/serum dianalisis Tikus diberi diet kolesterol tinggi (HFD) selama 29 hari Bahan untuk uji hiperkolesterolemik yaitu pakan standar AIN 93, asam cholat, minyak kambing, minyak babi, kuning telor bebek, dan bahan untuk analisis profil lipid dari DisSys Diagnostic System GmBH & Co, Holzheim Germany dengan nomor kit 10 130 021 (kolesterol), 0 350 022 (HDL) dan 10 571 021 (trigliserida) Treatment selama 2 minggu, dosis oral antiobes 30 mg/kg bb, drug, green tomato Berat badan dievaluasi, profil lipid dalam plasma, TC, HDL-C, LDL-C dn TG Ekstraksi lipid di liver



P. Antidiabetik Diabet adalah penyakit degenerati yang sistemik dan kronis karena abnormalitas metabolisme karbohidrat yg menyebabkan terganggunya produksi insulin. Ada 3 tipe diabet, yaitu Tipe I, tipe II dan diabet masa hamil. tipe I terjadi karena kerusakan sel beta pankreas sehingga tidak dapat memproduksi insulin. Biasanya karena faktor keturunan, terapi hanya dengan injeksi insulin. Tipe II disebabkan oleh gangguan sekresi insulin yang prograsif karena resistensi insulin. Biasanya dipicu oleh pola hidupyang kurang sehat dan kegemukan. terapi, olahraga, pola hidup seimbang, tidak merokok dan tidak konsumsi alkohol. Diabetes kehamilan terjadi pada saat wanita hamil dan akan menglihalng setelah melahirkan Biossay Bahan untuk pengujian in vivo adalah tikus putih (Ratus norvegicus) galur Wistar untuk pengujian terhadap efek hipoglikemik metoda MTT (untuk mengetahui ketahanan terhadap peningkatan kadar gula darah), jenis kelamin jantan, umur 2-4 bulan dengan berat badan 180-350g.Tikus diaklimatisasi dan diberi pakan standard, yaitu pakan tikus (AIN-93M) yang terdiri dari pati jagung, kasein dextrinized com starch, sukrosa, 40 % minyak kedelai, carboxy methyl cellulose (CMC), AIN mineral mix, 018% L-sistin, 1.0% AIN vitamin mix, kolin bitartrat, TBHQ dan pakan standart Comfeed Pars tabg terduru dari protein kasar 15%, lemak kasar 307%, serat kasar 6%, abu 7%, kalsium 0,091,1%, fosfor 0,08-0,09% terigu 35% dan ditambah air maximum 35%. Bahan kimia untuk analisis kadar glukosa serum digunakan glukosa kit (Gluzose GOD FS) dan untuk induksi diabetes digunakan STZ dengan dosis 5,5 mg/kgBB tikus Sebelum perlakuan tikus dipuasakan selama 16 jam, kemudian masing-masing



kelompok



mendapat



perlakuan



pemberian



tepung



glukomanan porang dengan dosis 0,3 gr/kgBB;hari; 0,4 gr/kgBB/hari; 0,5/kgBB/hari. Penentuan dosis ini be4rrdasarkan perhitungan perhitungan pemakaian glukomanan murni untuk manusia 3-5 gr/hari (Alonso et al, 2009, Sood et al, 2010) Pengambilan serum darah dilakukan setelah 1 jam pemberian pakan yaitu pada menit ke 0, 30, 60, 90 dan 120 menit secara retro ortibal plexus



sebanyak 1 mL. sampel darah yang diperoleh lalu disentifugasi dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Supernatant (serum darah) diambil 10µL lalu ditambahkan glukosa kit sebanyak 1 mL, kemudian diukur nilai absorbansinya pada 500 nm sehingga kadar glukosa darah dapat diukur.



Penelitian telah dilaksanakan di  Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah, mulai bulan Juni sampai Agustus 2011. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor, dengan perlakuan jenis insektisida (N 0 = tanpa ekstrak tanaman; N1 =  ekstrak babadotan 5 mL L-1; N2 =  ekstrak butrowali  5mL L-1; N3 =   ekstrak sirsak 5 mL L-1;  dan  N4 = Insektisida Deltametrin 0,5 mL L-1, sebagai pembanding).  Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 25 satuan percobaan. Bibit sawi yang berumur 3 minggu dan berdaun 3-5 helai diambil untuk penanaman.  Sawi  ditaman dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, pada setiap petakan berukuran  2 x 2 m2.   Tanaman sawi dipanen pada umur 30 HST (hari setelah tanam). Pembuatan insektisida nabati dilakukan dengan cara perendaman produk ekstrak yang difermentasi menggunakan EM4 (Asmara, 2000). Bahan yang diperlukan adalah  daun babadotan, butrowali, daun sirsak, gula merah dan EM4.  Cara pembuatan insektisida nabati  adalah sebagai berikut : 1).  Bahan-bahan sebanyak 1 kg dirajang atau dipotong kecil-kecil (1-2 cm); 2). Larutkan gula merah 1,72% dari bahan ke dalam 4,93% air, larutan gula merah ini disebut mollases; 3).  Bahan-bahan yang telah dirajang dimasukkan dalam toples, tambahkan larutan EM4 0,02% dari bahan, mollases 10 cc/liter air dan fermentasi selama 5 hari; 4). Saring hasil fermentasi menggunakan kain kasa untuk menghindari kemampetan pada nozel sprayer; Aplikasi insektisida dilaksanakan satu hari sebelum pengamatan, satu kali dalam seminggu dengan konsentrasi 5 mL L -1.   Insektisida Deltametrin 25 g L-1  (Decis 2,5 EC)  digunakan sebagai pembanding.  Bila hama ulat daun P. xylostela telah mencapai nilai  ambang ekonomi maka dilakukan penyemprotan dengan insektisida dengan dosis sesuai anjuran.  Nilai



ambang ekomomi untuk hama P.  xylostela adalah 1 ekor/ tanaman.   Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel pada tiap petakan yang ditentukan secara acak.   Variabel yang diamati meliputi:  Intensitas serangan hama P.  xylostela (%)(Direktorat  Jenderal Perlindungan Tanaman dan  Hortikultura, 2007)  dan bobot segar sawi. Jumlahn1v1 I =     —————- x 100%, ZN I=Intensitas serangan (%); ni=Jumlah tanaman/ bagian tanaman contoh pada skala vi; vi= Nilai skala kerusakan ke-I; Z=Nilai skala kerusakan tertinggi; N=Jumlah tanaman/bagian tanaman contoh yang diamati. Nilai skala untuk vi adalah sebagai berikut : 0 =  Tidak ada seran-gan terhadap tanaman atau bagian tanaman yang diamati; 1 = Luas  serangan < 25% bagian daun; 2 = Luas serangan > 25% -  50% bagian daun; 3 = Luas serangan > 50% -  75% bagian daun; 4 = Luas serangan > 75% bagian daun.



Q. Efek antimalaria Untuk pengujian aktivitas antimalaria secara in vitro digunakan secara tes mikro yang didasarkan atas tenik dari Reickmann dkk yang kemudian disempurnakan oleh WHO 1982. Bahan uji dilarutkan dalam DMSO, diencerkan sampai kadar tertentu dengan medium RPMI 1640 yang mengandung 10% serum manusia, 25 mM HEPES dan 25 mM NaHCO3. Larutan disterilkan dengan saringan diameter 0.45 μm dan diencerkan secara seri. Masing-masing plate sumur mikro diisi dengan larutn uji dan ditambahkan 180 μL suspensi 10% eritrosit dengan parasitemia 1% sehingga masing-masing sumur berisi 200 μL media yang mengandung serum dan bahan uji yang diteliti. Well plate mikro diletakkan dalam desikator kaca yang diberi lilin yang berguna untuk menghilangkan oksigen. Lilin dinyalakan, desikator ditutup secara sementara kran udara pada tutup desikator dibuka. Setelah lilin padam, kran udara ditutup, diinkubasi dalam inkubator CO 2 pada suhu 37 OC selama 48 jam. Setelah itu lempeng mikro dikeluarkan, sediaan uji dicampur



hingga homogen dan disentrifuse, filtratnya dibuangdan bagian yang pekat dibuat sediaan lapisan darah tetes tipis dengan 3x pengulanganlangan. Sediaan dikeringkan pada suhu kamar, difiksasi dengan metanol, kemudian setelah kering diwarnai dengan larutan giemsa 3% pada pH 6.9-7.2 selama. Evaluasi



dilakukan



dengan



cara



menghitung



persen



penghambatan



(parasitemia) terhadap pertumbuhan P. falciparum terhadap 5000 eritrosit (Noster, 1990) Persiapan medium pencuci, dibuat larutan yang terditi dari 10.4 g RPMI 1640, 5.96 g HEPES, 2.1 g Na bikarbonat, 0.05 g hypoxantin, 0.5 ml gentamisin dan akuabidese 960 ml. Kemudian larutan disterilisasi dengan filter berdiameter 0.22 μm, dimasukkan dalam botol dan disimpan pada suhu 4 oC. Apabila akan digunakan dimasukkan dalam inkubator suhu 37 oC dahulu. Pesiapan serum, diambil darah segar golongan O yang sudah ditambah antikoagulan, kemudian disentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm slama 15 menit pada suhu 5 OC. Plasma diambil dengan pipet Pasteur dan dipanaskan pada suhu 56 OC selama 30 menit, kemudian disentrifuga dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 OC untuk mengendapkan fibrin, sehingga didapatkan serum. Penyimpanan pada suhu -20 OC dan bila akan digunakan, lalu dihangatkan pada suhu 37 OC. Medium lengkap, medium lengkap adalah medium yang mengandung 10% serum manusia. Medium ini dibuat dengan cara mencampur 90 ml medium tak lengkap dengan 10 ml srum manusia. Medium ini digunakan untuk membiakkan P. falciparum. Persiapan



eritrosit



50%,



darah



manusia



dolongan



O



yanag



diberi



antikoagulan disimpan pada suhu 4 OC dapat digunakan tidak lebih dari 3 minggu. Darah dimasukkan dalam tabung dan disentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Plasma dipisahkan dan leukosit dibuang. Eritrosit dicuci dengan medium pencuci 1-2 x volume, disentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 OC. Proses ini dilakukan sebanyak 2x. Eritrosit yang telah dicuci (bebas dari leukosit) ditambah dengan medium



lengkap dengan volume yang sama untuk membuat eritrosit 50% dan disimpan pada suhu 4 0C. Eritrosit yang telah dicuci dapat digunakan tidak lebih dari 2 minggu. Cara membiakkan : Prosedur ini didasarkan pada metode Treger dan Jensen. Biakan dilakukan pada cawan petri dan dikerjakan secara aseptik. Parasit dipeoleh dari simpanan beku dan di-thawing dengan cara berikut ini: ~ tabung yang berisi parasit beku dicairkan hingga suhu 37



O



C, lalu



ditambahkan dengan volume yang sama NaCl 3.5% dan dipindahkan ke tabung sentrifuga menggunakan pipet Pasteur sambil dicampur perlahan ~ kultur disentrifuga dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 OC, supernatan dibuang ~ endapan disuspensikan dengan 5 ml medium tak lengkap, dicampur perlahan-lahan



dengan



pipet



Pasteur



kemudian



disentrifuga



dengan



kecepatan 1500 rpm selama 5 menit pada suhu 4 OC. Supernatan dibuang, pekerjaan ini dilakuan sebanyak 2x. ~ setelah endapan dicuci, sebanyak 4.5 ml medium lengkap dan 0.5 ml eritrosit 50% campur perlahan menggunakan pipet ~ kultur dipindahkan ke dalam cawan petri, dimasukkan dalam candle jar dan selanjutnya disimpan dalam inkubator yang suhunya 37



O



C. Selanjutnya



dilakukan penggantian medium, yaitu 4.5 ml medium lengkap setiap hari. Bila tingkat parasitemianya >2% dapat dilakukan sub-biakan. Sub-biakan: Eritrosit yang terinfeksi parasit malaria disentrifuga dengan kecepatan 1500 rpm 5 menit pada suhu 4 0C. Packed cells disuspensi dengan medium lengkap volume sama untuk membuat suspensi 50%, selanjutnya dibagi-bagi dengan cawan petri yang baru dan ditambah suspensi eritrosit 50% baru untuk membuat parasitemia 0.5 – 1%, kemudian ditambah medium lengkap dan diinkubasi kembali. Uji aktivitas in vitro Bahan uji dilarutkan dalam DMSO. Diambil 20 μL diencerkan dengan 180 μL medium



lengkap



sehingga



diperoleh



macam-macam



konsentrai



dari



pengenceran tersebut. Setiap konsentrasi diambil 50 μL dalam well mikro



plate ditambah 950 μL parasit P.falciparum strain 3D7 yang sensitif terhadap klorokuin dan diinkubasi 48 jam, replikasi 2x. Untuk kontrol negaatif digunakan 50 μL DMSO diencerkan dengan 950 μL medium sehingga diperoleh konsentrasi DMSO 0.5 %, sedangkan untuk kontrol positif digunakan klorokuin difosfat. Setelah 48 jam dipanen dan dibuat sediaan lapisan darah tipis (monolayer) yang diwarnai dengan giemsa 20% dalam aquades dan didiamkan selama 10 menit Evaluasi hasil uji antimalaria:



antioksidan, antiosteoporosis, antikoagulan, antihipertensi, antifidan, assay toksisitas serta assay Parkinson dan Alzheimer antibakteri antikanker antimalaria antioksidan insektisida antiobesitas