Klasifikasi Bioassay [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II. KLASIFIKASI BIOASSAY A. Bioassay Kualitatif Bioassay kualitatif merupakan cara pemeriksaan kualitatif obat/sediaan obat atau wadah obat (alat-alat infuse, injeksi) dengan memanfaatkan fenomena biologis yang timbul. Termasuk dalam bioassay kualitatif diantaranya: 1. Uji pirogen 2. Uji sterilitas 3. Uji mikrobia 4. Uji toksisitas 5. Penetapan angka antigen 1. Uji Piroqenitas -



Uji pirogenitas yaitu: uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu Sediaan Uji Steril bebas pirogen atau tidak



-



Cara pengujian: dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang disebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril



-



Hewan percobaan: kelinci (syarat: seminggu sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan bobot badan) Hewan percobaan tidak dapat digunakan jika: a. Tiga hari sebelumnya dipakai untuk pengujian pirogenitas, hasil negative b. Tiga minggu sebelumnya digunakan untuk pengujian pirogenitas sediaan uji tidak memenuhi syarat c. Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas tetapi respon rata-rata kelompok kelinci melebihi 1,2° -



Alat: 1. Termometer atau termometer listrik - ketelitian skala 0,1° - dapat dimasukkan ke dalam rektum kelinci sedalam ± 5 cm 2. Alat suntik (terbuat dan kaca atau bahan lain yang cocok, tahan pemanasan pada suhu 25°



-



Sediaan



uji:



dibuat



dari



zat



uji



dengan



melarutkan



atau



mengencerkannya menggunakan larutan natrium klorida P steril



bebas pirogen atau jika zat uji berupa larutan yang sesuai dapat langsung digunakan -



Pengujian, pengujian meliputi dua tahap yaitu: 1. Pendahuluan: hewan uji disuntik dengan larutan NaCI P steril bebas pirogen (10 mlIkgBB, Lv.) 1-3 han sebelum pengujian 2. Pengujian Utama: sediaan uji (dihangatkan, ± 38,5°) Disuntikkan perlahan ke dalam vena auricularis tiap kelinci dan dilakukan evaluasi



-



Penafsiran hasil ( penafsiran hasil dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi Ill atau IV). Penafsiran hasil dibedakan untuk: 1. hewan percobaan (kelinci) 2. sediaan uji



Persyaratan penafsiran hasil pembacaan suhu (respon) dibaca sesuai petunjuk dan dibandingkan dengan daftar pada tabel I.1. Tabel I.1 Jumlah kelinci 3 6 9 12



Sediaan uji memenuhi syarat jika jumlah respon tidak melebihi 1,20o 2,80o 4,50o 6,60o



Sediaan uji tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi 2,70o 4,30o 6,0o 6,60o



2. Uji SterilItas -



Maksud Uji: untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, ragilyeast yang hidup dalam sediaan zat yang diperiksa



-



Jumlah sampel: kecuali dinyatakan lain digunakan jumlah sampel seperti tertera dalam tabel 12. Table I.2 Jumlah wadah dalam bets 500



-



Jumlah bagian sampel 100% atau 4, diambil yang lebih besar 10 2% atau 20, diambil yang kecil



Sediaan Uji: dibuat menggunakan zat uji sejumlah tertera pada table 1.3 atau sisa pada membran penyaring 450 nm yang diperoteh sebagai berikut: 1. Zat uji berupa larutan atau cairan (> 10 ml) disaring lebih dahulu dengan penyaring membran



2. Zat uji berupa serbuk: dilarutkan atau menggunakan pelarut steril yang cocok 3. Larutan atau suspensi minyak: dikocok dahulu yang cocok, disaring melalui penyaring membrane Table I.3 Jumlah zat uji dalam wadah Cairan kurang dan 1 ml tidak kurang dari 1 ml tidak kurang dari 4 ml tidak kurang dari 4 ml tidak kurang dari 20 ml lebih dari 20 ml Padat kurang dari 50 mg



Jumlah zat yang diperlukan untuk Uji kuman Uji jamur dan ragi Semua isi Separo isi



Semua isi Separo isi



2 ml



2 ml



10% dari isi



10% dari isi



Semua isi



Semua isi



Separo isi



Separo isi



100 mg



100 mg



tidak kurang dari 50 mg tidak lebih dari 200 mg Lebih dari 200 mg -



Medium Perbenihan ( Ada dalam daftar Farmakope Edisi III)



-



Kuman Indikator 1. B. aerob



:-



2. B. anaerob



Bacillus substillis DKBS Sarcina lutea DKSL



:-



Bacteoroides vulgatus DKBV



-



Clostridium sporogenes DKCS



3. Ragi/yeast dan jamur: Candida albicans DKCA -



-



Uji Pendahuluan: (Fl ed. III) -



uji fertilitas medium perbenihan



-



uji efektifitas medium perbenihan



Penafsiran Hasil: Zat uji dinyatakan memenuhi syarat stenlitas, jika pada masing-masing tabung tidak terdapat pertumbuhan jasad renik



3. Uji Mikrobial Uli batas jas acterioloqical test) -



Uji dilakukan untuk: menetapkan banyaknya mikroba (jasad renik) aerob hidup yang terdapat dalam zat atau untuk menyatakan zat bebas cemaran jasad renik tertentu.



-



Pengujian meliputi:



a. Perhitungan



banyaknya



mikroba



aerob:



dihitung



jumlah



koloni



pertumbuhan bakteri tiap gram atau ml sediaan yang diuji b. Pengujian bebas jasad renik meliputi: -



uji bebas Staphyllococcus dan Pseudomonas 1. uji koagulasi (untuk Staphyllococcus aureus) 2. uji oksidase (untuk Pseudomonas aeruginosa)



-



uji bebas Salmonella dan Escherichia coil



Sediaan Uji dinyatakan bebas, jika tiap cawan uji tidak menunjukkan tanda-tanda seperti tertera pada persyaratan Farmakope Indonesia ed. III) 4. Uji Toksisitas -



Uji toksisitas (ketoksikan) secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Uji ketoksikan tak khas: uji ketoksikan akut, sub akut/sub kronis, kronis dan uji potensiasi 2. Uji ketoksikan khas, meliputi: uji keteratogenikan, kemutagenikan, kekarsinogenikan dan uji reproduksi



UJI KETOKSIKAN AKUT -



Ketoksikan akut: derajat efek toksik sesuatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat (24 jam)



-



Takrif: uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan atau dipejankan dengan dosis tunggai pada hewan uji tertentu, dan pengamatannya dilakukan selama 24 jam



-



Tujuan: -



untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau dosis toksik obat terkait pada 1 jenis hewan uji atau Iebih



-



untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul, adanya efek toksik yang khas, dan mekanisme yang memerantaral kematian



-



Data: -



Tolok ukur kuantitatif : kisaran dosis Ietal/toksik,



-



Tolok ukur kualitatif: gejala toksik, wujud, mekanisme efek toksik



Dosis letal tengah (LD-50) atau dosis toksik tengah (TD-50): suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu



senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan uji Beberapa metode yang digunakan untuk menghitung harga LD-50: 1. metode grafik Lithfield dan Wilcoxon 2. metode kertas garfik probit ogaritma (Miller -Tainter) 3. metode rata-rata bergerak Thompson-Weil 4. menurut Farmakope Indonesia Dasar: kekerabatan antara dosis dan % hewan yang menunjukkan respon Perhitungan harqa LD-50 menurut F. I: Log LD-50 = a-b( pi - 0,5) a



= logaritma dosis terendah yang menyebabkan jumlah kematian I 00% tiap kelompok



b



= beda logaritma dosis yang berurutan



pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i Syarat: 1. Menggunakan sen dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap 2. Jumlah hewan uji / biakan jaringan tiap kelompok harus sama 3. Dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek 0-100%, perhitungan dibatasi pada kelompok percobaan yang memberi efek 0-100% 5. Penetapan Hayati Antigen dan Zat Anti Antigen



: senyawa asing yang masuk/dimasukkan ke dalam tubuh dan menyebabkan timbulnya respon



Hewan percobaan : Kecuali dinyatakan lain, digunakan marmut atau mencit yang memenuhi persyaratan berikut: Marmut



: Sehat, bobot tidak kurang dr 250 g; untuk perc. kutit, digunakan marmut putih atau berwarna muda; untuk percobaan. Bebas keracunan, bobot tidak lebih dr 350 g.



Mencit



: Sehat, bobot tidak kurang dan 17 g dan tidak lebih dan 20 g, umur dan galur seragam



Syarat umum



: hewan belum pernah diberi zat yang dapat mengganggu percobaan



Sediaan baku



: Kecuali dinyatakan lain, digunakan baku yang tertera pada baku hayati dan satuan aktivitas



Penetapan hayati (PM.) antigen (Farmakope Indonesia ed. II) meliputi: 1. P. H. serum antitoksin difteri 2. P.R serum antirabies 3. P. H. serum antitoksin tetanus 4. P. H. serum antibisa ular monovalen 5. P.H. vaksin cholera 6. P.H. vaksin pertusis 7. P.H. vaksin polio 8. P.R toksin percobaan Schick B. Bioassay Kuantitatif Bioassay kuantitatif merupakan cara penetapan potensi obat dengan mengamati efek biologis. Efek bIogis mi digolongkan dalam dua bagian besar yaitu respon farmakotogis (respon yang terjadi atau mempengaruhi satu system tertentu pada tubuh organisme) dan respon biologis (respon terjadi atau mempengaruhi pada seluruh tubuh organisme). Contoh respon farmakotogis misatnya: efek hpoglikemik insulin, efek isoproterenol pada denyut jantung, efek norepinefrin pada tekanan darah dan efek oksitosin pada kontraksi otot uterus. Contoh untuk respon biologis adalah stimutasi pertumbuhan mikro-organisme karena pemberian vitamin. Pada bab ini akan dijelaskan tentang: 1. Hubungan dosis - respon secara kuantitatif 2. Efek quantal 3. Efek gradual 1. Hubungan Dosis-Respon Yaitu: hubungan antara jumlah obat dan besarnya efek (respon) yang ditimbulkan Syarat agar dapat dilakukan eveluasi hubungan dosis respon, efek obat harus memiliki 2 sifat yaitu: a. Harus dapat diukur (bila berupa data kualitatif harus diubah ke data kuantitatif)



b. Harus mempunyai nilai Nol pada saat Dosis = 0, sehingga perubahan dosis dapat diamati perubahan efeknya Penggambaran kurva: -



Dosis: digambar pada bagian absis (independent variable)



-



Efek: digambar pada sisi ordinat (dependent variable)



Setelah pemberian obat: Efek tergantung waktu dan dosis sehingga efek merupakan fungsi dari keduanya.



Respon farmakologi dapat dibedakan menjadi men 2: 1. Graded respon (respon bertingkat) 2. Quantal respon Respon Bertingkat -



Kenaikan dosis akan menyebabkan kenaikan respon individu secara teratur (pada satu sistem hayati)



-



D1



E1



-



D2



E2



-



Di



Ei



-



Dn



Emax



Emax = 50% respon 2 ED-50 50 = dosis yang memberikan efek separo dan Emax Efficacy obat : ukuran kemampuan intrinsik obat untuk menghasilkan efek (kemanjuran obat), penting dalam terapi Potency obat : -



menunjukkan besaran dosis



-



kurang penting dalam terapi (lebih penting efek)



-



dipengaruh oleh proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi



Suatu obat kadang memiliki efikasi lebih besar dibanding obat lain tetapi potensinya Iebih kecil,, namun bisa juga memiliki efikasi dan potensi yang lebih besar dibanding nding obat lain. lain



Misal :



obat B (obat-obat (obat basa lemah: morfin, digoxin, diazepam) obat A (obat-obat (obat obat asam lemah: asaa salisilat, parasetamol)



Metode pembuatan kurva dosis-respon dosis Abs is



Ordinat



Bentuk kurva



1.



Linier



% Emax



Hiperbola



2.



Linier



Absolute



Hiperbola



3.



Log



Absolut



Sigmoid



Gambar 1.



Gambar 2



Gambar 3.



C. Respon Quantal Pada respon quantal ada dua kemungkinan: yaitu ada atau tidak ada efek, disebut juga All or None effect dan sistem hayati yang digunakan adalah satu kelompok bukan perindMdu. Contoh: uji efek tidur untuk obat golongan Barbiturat, maka yang diperhatikan adalah efek bisa menidurkan atau tidak bisa, intensitas tidurnya tidak diperhatikan, sehingga data yang diperoteh diperoteh berupa frequensi tidur hewan uji (berapa jumlah hewan hew uji yang tidur dalam tiap kelompoknya).