Borang Ukm [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

F1. UPAYA PROMOSI KESEHATAN & PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Judul Laporan : PENYULUHAN NAPZA DI POSYANDU REMAJA ANATAPURA BESUSU TIMUR Latar Belakang : Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat berbahaya. Selain NARKOBA, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) sudah sejak lama dikonsumsi manusia, baik dalam bentuk sederhana. Semakin lama pemakai narkoba makin meluas di berbagai belahan dunia, termasuk indonesia (Hakim, 2004 dalam Hutahuruk, 2007). Obat terlarang ini telah banyak beredar dan dipergunakan oleh berbagai kalangan terutama remaja. Dimana pada masa remaja ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap penyesuaian sosialnya (Makarao, 2003 dalam Hutauruk, 2007). Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Sekitar 4-5 juta orang menderita ketergantunan Napza dan segmen terbesar sekitar 55% sebagai penyalahguna adalah para remaja yang masih berstatus siswa SMA. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi



ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan. Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Dari hasil identifikasi masalah NAPZA dilapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman. Permasalahan : Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa di sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Selain itu, remaja memiliki karakteristik yang rentan terkena narkoba. Salah satunya remaja sangat mudah dipengaruhi kawan, rasa ingin tahu dan ingin coba-coba dapat mendorong mereka terjerumus dan terjebak oleh NAPZA. Perencanaan & Pemilihan Intervensi: Oleh Karena permasalahan yang terjadi di atas, maka diadakan kegiatan penyuluhan dengan materi bahaya NAPZA di kalangan remaja sebagai salah satu upaya promosi kesehatan. Pada



penyuluhan tersebut, diuraikan tentang definisi, jenis-jenis NAPZA, bahaya NAPZA, dan upaya menghindari NAPZA. Para remaja sangat penting untuk diberi penjelasan yang terus-menerus bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan jiwa, namun juga akan berdampak buruk terhadap kesempatan mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak dimasa depan. Untuk dapat menghindari napza, remaja diberi dorongan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan anti narkoba di sekolah atau mengikuti organisasi yang bersifat positif yang memiliki arah dan tujuan yang jelas untuk mengembangkan dan menyalurkan bakat dan minat. Banyak organisasi yang bersifat positif yang dapat diikuti kalangan siswa, seperti OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), Sanggar Seni, Pramuka, Kelompok Pencinta Alam, PMR (Palang Merah Remaja), dsb. Semua organisasi yang disediakan itu dapat diikuti oleh siswa sesuai dengan bakat dan minatnya. Selain itu, sangat diperlukan keikutsertaan orang tua dalam upaya menghindari NAPZA karena sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Pelaksanaan : Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 06 Maret 2021. Bertempat di Posyandu Remaja Anatapura Besusu Timur. Dimulai Pukul 16.00 WITA-Selesai. 1.



Tahap Perkenalan dan Penggalian Pengetahuan Peserta



Acara dibuka dengan perkenalan diri kemudian menyampaikan maksud dan tujuan dari penyuluhan. Selanjutnya memberi pertanyaan pembuka untuk menilai tingkat pengetahuan peserta (pretest) tentang materi penyuluhan yang akan disampaikan. 2.



Tahap Penyajian Materi



Materi penyuluhan disajikan dengan metode ceramah dan dialog interaktif. Penyuluhan dilakukan di dalam ruang kelas selama 15 menit dilanjutkan dengan sesi diskusi. Monitoring & Evaluasi : 1.



Evaluasi Struktur



Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelumnya. Materi dan alat bantu penyuluhan dibuat dan dipersiapkan untuk mempermudah jalannya penyuluhan. 2.



Evaluasi Proses



Dokter bersama tim promkes dari Puskesmas tiba di posyandu remaja pada pukul 16:20 WITA Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun tingkat pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi penyuluhan sebelum diadakannya penyuluhan. 3.



Evaluasi Hasil



Hampir sebagian besar remaja yang hadir kurang mengetahui materi penyuluhan yang akan disampaikan. Namun setelah penyuluhan, remaja yang hadir cukup antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan.



Judul Laporan : EDUKASI PROTOKOL KESEHATAN DALAM MASA PANDEMI CORONAVIRUS DISEASE 19 DI PUSKESMAS SINGGANI Latar Belakang : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory



Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penangulangan Wabah Penyakit Menular, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Untuk itu dalam rangka upaya penanggulangan dini wabah COVID-19, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya. Penetapan didasari oleh pertimbangan bahwa Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) telah dinyatakan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Selain itu meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara dengan risiko penyebaran ke Indonesia terkait dengan mobilitas penduduk, memerlukan upaya penanggulangan terhadap penyakit tersebut. Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020, WHO melaporkan 11.84.226 kasus konfirmasi dengan 545.481 kematian di seluruh dunia (Case Fatality Rate/CFR 4,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal 9 Juli 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 70.736 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 3.417 kasus meninggal (CFR 4,8%).



Permasalahan : Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau seluruh wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian semakin meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan menetapkan KKM COVID-19 di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 berdampak pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia, telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional. Terjadi peningkatan kasus COVID-19 di Kabupaten Poso setelah dinyatakan “New Normal” sesuai kebijakan pemerintah, dan masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai Pandemi COVID-19, serta protokol pencegahannya.



Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka diadakan edukasi protokol kesehatan terkait Coronavirus Diseases 2019 (COVID-19) di Puskemas Singgani Pelaksanaan : Penyuluhan mengenai edukasi protokol kesehatan terkait Coronavirus Diseases 2019 ini dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2021. Penyuluhan ini bertempat di Puskesmas Singgani Edukasi dilakukan saat waktu tunggu pasien di area tunggu dan berdasarkan jumlah kunjangan per hari, jarak duduk setiap pasien disesuaikan dengan aturan protokol kesehatan.



Monitoring & Evaluasi : 1. Kesimpulan Kegiatan berjalan dengan baik, warga kooperatif dan menyimak materi dengan baik selama kegiatan berlangsung. Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan kegiatan ini, diantaranya paradigma di masyarakat yang berasumsi bahwa covid-19 tidak ada hanya terkait isu politik-ekonomi, serta teori konspirasi.



2. Saran Diharapkan kedepanya, penyuluhan ini tetap dijalankan dan mendapat dukungan yang baik dari elemen-elemen masyarakat terutama di area wialayah kerja puskesmas singgani.



Judul Laporan : PENYULUHAN BAHAYA ROKOK DI POSYANDU REMAJA NAROSO BESUSU TENGAH Latar Belakang : Manusia telah lama menggunakan tembakau, tetapi pengaruh negatif mengkonsumsi rokok baru dirasakan belakangan ini. Masyarakat telah percaya bahwa tembakau tidak merugikan kesehatan dan perokok yang telah mengalami kecanduan bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang dapat memberi ketenangan. Seiring dengan makin maraknya pengguna/perokok, isu asap rokok dan perokok telah menjadi permasalahan nasional bahkan internasional, apalagi didukung oleh industri rokok yang semakin giat menggalakkan kegiatan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari hulu (agrobisnis tembakau, cengkeh, dan sebagainya), ke arah samping (industri kertas, cetakan, kemasan, dan sebagainya), ke arah hilir (aktifitas promosi dan pemasaran). Merokok merupakan penyebab utama terbesar kematian yang sulit dicegah dalam masyarakat. Pada tahun 1950, setiap tahun hanya ada sekitar 300.000 kematian akibat kebiasaan merokok. Angka ini melonjak menjadi 1 juta kematian pada tahun 1965; 1,5 juta pada tahun 1975, dan menjadi 3 juta pada tahun 1990-an. Dari 3 juta kematian



tersebut, 2 juta diantaranya terjadi di negara-negara maju dan sisanya (33,3%) terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Menurut Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau F.A.Moeloek, bahwaIndonesia merupakan negara perokok terbesar di lingkungan negara-negara ASEAN. Hal ini berdasarkan data dari The ASEAN Tobacco Control Report Tahun 2007, yang menyebutkan bahwa jumlah perokok di ASEAN mencapai 124.691 juta orang dan Indonesia menyumbang perokok terbesar, yakni 57.563 juta orang atau sekitar 46,16, persen. Pada tahun 2008, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ketiga sebagai pengguna rokok. Lebih dari 60 juta penduduk Indonesia mengalami ketidakberdayaan akibat dari adiksi nikotin rokok, dan kematian akibat mengkonsumsi rokok tercatat lebih dari 400 ribu orang per-tahun (Kompas, 2010). Kebiasaan merokok telah terbukti merupakan penyebab terhadap kurang lebih 25 jenis penyakit yang menyerang berbagai organ tubuh manusia. Penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah kanker mulut, esophagus, faring, laring, paru, pankreas, dan kandung kemih. Juga ditemukan penyakit paru obstruktif kronis dan berbagai penyakit paru lainnya, yaitu penyakit pembuluh darah. Apalagi kalau kebiasaan merokok ditambah lagi dengan meminum alkohol. Berbagai temuan ilmiah menunjukkan bahwa menghentikan kebiasaan merokok amat baik pengaruhnya terhadap pencegahan terjadinya penyakit-penyakit yang



telah diuraikan



terdahulu. Kebiasaan merokok juga membawa pengaruh buruk terhadap kebiasaan (habits) paraindivid, akan tetapi tidak berpengaruh erat dengan pembentukan kepribadian seseorang.Sifat rokok yang menyebabkan kecanduan (adiktif) secara permanen yang menyebabkan kebiasaan merokok menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk dihilangkan. Kebiasaan merokok menyebabkan seseorang menjadi lebih egois, hal ini dapat ditunjukkan dengan kebiasaan merokok didepan umum atau diruang publik. Perokok mengabaikan aturan-aturan (norma) dilarang merokok ditempat umum. Kebiasaan ini sangat merugikan kesehatan orang lain karena menjadikan orang lain sebagai perokok pasif yang jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan



perokok aktif. Resiko terkena penyakit lebih besar pada perokok pasif karena mereka tidak mempunyai filter dalam menyerap seluruh asap rokok yang dikeluarkan perokok aktif.



Kebiasaan mengisap rokok dapat disebabkan karena beberapa pengaruh, antara lain: 1)Pengaruh orangtua, dimana salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anakmuda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitumemperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras, akan lebih mudahuntuk menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumahtangga yang bahagia karena rokok dianggap mampu menghilangkan persoalan yang merekahadapi. Selain itu kebiasaan orang tua merokok dalam lingkungan rumah juga dapat menjadicontoh langsung bagi anak-anak untuk mengikuti pola hidup orang tuanya. 2)Pengaruh teman, dimana lingkungan pergaulan remaja akan memberi pengaruh yang sangat besarterhadap sikap dan perilaku remaja. 3)Faktor kepribadian, dimana orang mencoba untukmerokok karena alasan ingin tahu, ingin melepaskan diri dari rasa sakit, ingin membebaskandiri dari kebosanan, atau ingin dianggap sebagai pria dewasa. 4)Pengaruh Iklan, dimanaiklan-iklan di media massa dan elektronik menampilkan gambaran dengan sangat jelasbahwa perokok adalah lambang kejantanan dan glamour, membuat remaja seringkaliterpicu untuk mengikuti perilaku dalam iklan tersebut (Baer & Corado dalam Atkinson, 1999). Permasalahan : Akibat buruk kebiasaan merokok bagi kesehatan telah banyak di bahas. Hasil penelitiandi Inggris menunjukkan bahwa kurang lebih 50% para perokok yang merokok sejak remaja akan meningggal akibat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan kurang lebih 25 jenis penyakit dari berbagai organ tubuh manusia.



Penyakit tersebut, antara lain: kanker mulut, esophagus, faring, laring, paru, pancreas, kandung kemih, dan penyakit pembuluh darah. Hal itu dipengaruhi pula oleh kebiasaan meminum alkohol serta factor lain. (Aditama, 1995). Merokok merupakan penyebab 87% kematian akibat kanker paru. Pada wanita, kanker paru melampaui kanker payudara yang merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Hal ini disebabkan karena dalam tiga decade terakhir ini, jumlah wanita yang merokok semakin bertambah banyak. Merokok saat ini juga dianggap menjadi penyebab dari kegagalan kehamilan, meningkatnya kematian bayi, dan penyakit lambung kronis.Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal karena hemoglobin lebih mudah membawa karbondioksida membentuk karboksihemoglobin daripada membawa oksigen. Orang yang banyak merokok (perokok aktif) dan orang yang banyak mengisap asap rokok (perokok pasif), dapat berakibat paru-parunya lebih banyak mengandung karbon monoksida dibandingkan oksigen sehingga kadar oksigen dalam darah kurang lebih 15% daripada kadar oksigen normal. Penanggulangan masalah rokok memerlukan kerjasama yang baik dari semua pihak.Negara yang mempunyai program penanggulangan rokok adalah Australia, Kanada, Finlandia, Perancis, Hongkong, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Sudan, dan Thailand. (Aditama, 1995). Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan harga rokok dengan menaikkan pajak rokok. Tingginya pajak rokok dapat mempengaruhi kegiatan merokok dari golongan anak-anak dan remaja serta perokok dari golongan menengah kebawah. Upaya lain adalah memasang peringatan pada bungkus rokok. Peringatan untuk tidak merokok diberlakukan pada lingkungan-lingkungan tertentu, seperti lingkungan sekolah, gedung pemerintah, fasilitas kesehatan, atau dalam penerbangan tertentu. Mendirikan klinik berhenti merokok, seperti Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, dan lain-lain. Perencanaan & Pemilihan Intervensi: Oleh karena permasalahan diatas, maka kami bermaksud mengadakan penyuluhan kepada remaja mengenai bahaya rokok, sehingga dapat mengetahui dan memahami bahaya rokok bagi kesehatan dan kemudian membagikan ilmu yang telah didapat ke kerabat sekitar sehingga



diharapkan dapat menciptakan kesadaran massal terhadap bahaya rokok bagi kesehatan. Selama penyuluhan juga diajarkan kiat-kiat bagaimana cara bagi perokok aktif untuk berhenti merokok. Pelaksaan : Penyuluhan diadakan di Posyandu Remaja Naroso Besusu Barat dan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2021. Pukul Kegiatan 16:00 WITA-Selesai. Jumlah Remaja yang mengikuti kegiatan penyuluhan yaitu 25 orang, Penyuluhan dilakukan melalui penyampaian materi secara langsung dan menggunakan power point. Materi penyuluhan yang disampaikan berupa pengertian rokok, kandungan asap rokok, efek yang ditimbulkan asap rokok bagi organ, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok, kiat-kiat untuk lepas dari kebiasaan merokok, setelah penyampaian materi, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Selama proses penyampaian materi, remaja yang hadir sangat antusias dalam mendengarkan materi penyuluhan dan aktif dalam sesi tanya jawab, apalagi beberapa remaja yang hadir ternyata ada yang mantan prokok aktif dan atau memiliki anggota keluarga perokok, dengan diadakannya penyuluhan ini sangat memberikan banyak pengetahuan dan meningkatkan kesadaran baik diri sendiri maupun orang disekitar mereka untuk sadar akan bahaya rokok bagi kesehatan diri sendiri dan orang sekitar. Monitoring & Evaluasi : Melihat masih kurangnya pengetahuan remaja tentang bahaya rokok bagi kesehatan, maka perlu diadakan penyuluhan rutin dan dalam bentuk skala yang lebih besar dengan melibatkan pemerintah setempat bekerja sama dengan pihak puskesmas. Disamping itu selain mengadakan penyuluhan, perlu pula diadakan aksi nyata dalam menolak kegiatan merokok ditempat-tempat umum dan di dalam rumah, baik berupa promosi kesehatan melalui media cetak seperti poster dan iklan hingga aksi nyata dari pemerintah dalam mengurangi jumlah perokok. Sehingga bila dilihat, penyuluhan ini merupakan langkah awal yang nyata dalam menciptakan lingkungan udara yang sehat dan bersih dari asap rokok.



Judul Laporan : PENYULUHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN LOLU UTARA Latar Belakang : Penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) merupakan salah satu penyakit yang sudah populer dikalangan masyarakat. Penyakit DBD adalah penyakit yang berbahaya karena dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah. Setiap anggota keluarga dalam masyarakat memiliki resiko terserang penyakit ini mulai dari bayi sampai orang tua. Penyakit DBD ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas dirumah, sekolah, dan tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor dan lain- lain. Indonesia dalam peta wabah demam berdarah dengue ada di posisi yang memprihatinkan. Dalam jumlah angka kesakitan (morbidity rate) dan kematian (mortality rate) demam berdarah dengue di kawasan Asia Tenggara, selama kurun waktu 1985-2004, Indonesia berada di urutan kedua terbesar setelah Thailand (WHO 2004). Sampai sekarang belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit DBD dan belum ada obatobatan khusus untuk penyembuhannya, dengan demikian pengendalian DBD tergantung pada pemberantasan nyamuk dan memutuskan rantai penularanya itu dengan pengendalian vector. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) salah satunya. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan secara rutin terlebih setiap musim jangkitan DBD, kegiatan lain yang bisa dilakukan yaitu dengan fogging (pengasapan), abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur). Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya relatif masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Dalam sosialisasi pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD harus sering



dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya pencegahan Demam Berdarah (DBD). Permasalahan : Bagi sebagian besar warga dengan tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah masih minim. Selain itu status ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit karena pencegahan yang tidak dilakukan secara maksimal. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan penyuluhan mengenai Demam Berdarah. Penyuluhan tersebut menggunakan alat penyuluhan berupa pembagian leaflet kepada peserta, dimana pada penyuluhan ini disampaikan mengenai pengertian demam berdarah, gejala, pencegahan, serta hal-hal yang dapat diakibatkan oleh penyakit demam berdarah. Sehingga diharapkan dengan adanya penyuluhan ini tingkat pengetahuan warga terutama orang tua mengenai penyakit demam berdarah menjadi lebih tinggi sehingga dapat mencegah lebih awal. Pelaksanaan : Penyuluhan kesehatan mengenai Demam Berdarah ini dilaksanakan pada 20 Maret 2021, bertempat di salah satu rumah warga di kelurahan Lolu Utara. Penyuluhan ini diikuti oleh ibuibu dan kader-kader dari kelurahan tersebut. Penyuluhan ini dibawakan dengan pembagian leaflet bagi peserta kemudian disertai tanya jawab kepada peserta penyuluhan. Selama penyuluhan, pemateri menyampaikan informasi mengenai pengertian demam berdarah, gejala, pencegahan, serta hal-hal yang dapat diakibatkan oleh demam berdarah. Kemudian di akhir sesi, pemateri memberi kesempatan kepada peserta dan kader kesehatan setempat untuk bertanya seputar materi demam berdarah. Monitoring & Evaluasi : Melihat masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit demam berdarah dengue, maka perlu diadakan penyuluhan rutin dan dalam bentuk skala yang lebih besar dengan melibatkan pemerintah setempat bekerja sama dengan pihak puskesmas.



Disamping itu selain mengadakan penyuluhan, perlu pula diadakan aksi nyata ditempat-tempat umum dan di dalam rumah, baik berupa promosi kesehatan melalui media cetak seperti poster dan iklan hingga aksi nyata dari pemerintah dalam mengurangi jumlah warganya yang menderita demam berdarah dengue.



F2. UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN Judul Laporan : KUNJUNGAN RUMAH UNTUK PEMERIKSAAN AIR BERSIH Latar Belakang : Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia.Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat diantaranya tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan dan kehidupan sosial budaya.Faktor yang penting dan dominan dalam penentuan derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan yang mempunyai peranan cukup besar dalam kehidupan adalah air. Air adalah zat yang ada di alam yang dalam kondisi normal berada di atas permukaan bumi berbentuk cair dan akan membeku pada suhu pada nol derajat Celcius (0°C) dan mendidih pada suhu seratus derajat Celcius (100°C). Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk maka semakin naik pula laju pertumbuhan dan laju pemanfaatan sumber-sumber airnya. Beban pengotoran air juga bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan air bersih menjadi semakin langka. Karena itu pengelolaan sumber daya air menjadi sangat penting, pengelolaan sumber daya air ini sebaiknya dilakukan secara terpadu baik dalam pemanfaatan maupun dalam pengelolaan kualitas. Berdasarkan



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air yang disebut sebagai air bersih adalah air yang memenuhi syarat kesehatan dan harus dimasak terlebih



dahulu sebelum diminum Sedangkan yang disebut sebagai air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, seperti yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syaratdan Pengawasan Kualitas Air Minum. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat berharga, tanpa air tidak mungkin ada kehidupan di muka bumi ini. Salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan adalah air tanah atau air sumur Air sumur adalah air tanah dangkal sampai kedalaman kurang dari 30 meter, air sumur umumnya pada kedalaman 15 meter dan dinamakan juga sebagai air tanah bebas karena lapisan air tanah tersebut tidak berada di dalam tekanan.Untuk memenuhi kebutuhan air sumur yang bersih terdapat tiga parameter yaitu parameter fisik yang meliputi bau, rasa, warna dan kekeruhan.Parameter kedua adalah parameter kimia yang meliputi kimia organik dan kimia anorganik yang mengandung logam seperti Fe, Cu, Ca dan laini-lain.Parameter ketiga adalah parameter bakteriologi yang terdiri dari koliform fekal dan koliform total. Dalam parameter bakteriologi digunakan bakteri indikator polusi atau bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses dari manusia maupun dari hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama patogen penyebab infeksi saluran pencernaan. Air memegang peranan penting dalam penularan penyakit infeksi bakteri. Karena air mengandung bermacam-macam bakteri yang berasal dari berbagai sumber misalnya udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman atau hewan yang telah mati, kotoran manusia atau hewan dan bahan organik lainnya. Dalam rangka untuk mengetahui kualitas air sumur agar memenuhi syarat-syarat kesehatan maka diperlukan syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bersih Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan Yang Diperbolehkan



Bakteriologi a. Koliform Fekal



Jml/100 ml Sampel



50



-



b. Koliform Total



Jml/100 ml Sampel



10



-



Koliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air. Koliform dibedakan menjadi dua yaitu koliform fekal dan koliform total (Anonim, 2003). Untuk mengetahui jumlah koliform dalam pemeriksaan bakteriologi pada air sumur digunakan metode perhitungan angka paling mungkin atau nilai Most Probable Number (MPN) dengan metode tabung ganda terhadap koliform fekal dan koliform total. Pengujian ini dilakukan secara bertahap sehingga metode ini sesuai untuk dilakukan di laboratorium serta hasil lebih sensitif dan dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang sangat rendah dalam sampel air Parameter kimia dilakukan dengan mengukur kandungan logam Fe dan Ca yang menyatakan tingkat kesadahan air. Metoda yang digunakan untuk penentu kandungan logam tersebut dengan menggunakan AAS (Spektroskopi Serapan Atom) untuk Fe dan metoda titrasi dengan EDTA untuk menentukan Ca, hal ini dilakukan karena kedua metoda ini sudah baku untuk menentukan kualitas air minum. Permasalahan : Pemeriksaan kandungan air yang layak masih sangat jarang dilakukan. Hal ini membuat akses air minum yang layak masih sangat sulit untuk didapatkan. Masyarakat belum mendapatkan akses apakah air minum yang selama ini benar-benar layak atau tidak. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh karena itu tim melakukan pemeriksaan dan pendataan di kelurahan yang ada dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Singgani Palu. Dalam pemeriksaan ini dilakukan pendataan rumah tangga dan jumlah penduduk yang telah mendapatkan akses air bersih. Pelaksanaan :



Pendataan dilaksanakan sepanjang tahun 2021 dengan melaksanakan program pendataan dengan turun ke lapangan melakukan pemeriksaan kadar air dan akses air minum yang bersih kepada masyarakat. Monitoring & Evaluasi : Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan, diketahui pada beberapa daerah akses air minum layak sudah didapatkan secara menyeluruh oleh seluruh warga kelurahan tetapi pada beberapa tempat masih belum sampai setengah persennya. 1.Kesimpulan Pada beberapa kelurahan ketersediaan akses air minum yang layak dan berkelanjutan telah didapatkan oleh seluruh penduduk walaupun terdapat beberapa rumah warga yang tidak mendapatkan air yang benar-benar bersih. 2.Saran Sebaiknya



pemeriksaan



dan



pendataan



ketersediaan



air



mium



yang



layak



dan



berkesinambungan dapat dilakukan menyeluruh pada seluruh kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Singgani Palu



Judul Laporan : UPAYA PENINGKATAN TARAF KESEHATAN LINGKUNGAN DENGAN PENGGUNAAN JAMBAN SEHAT Latar Belakang : Permasalahan yang dialami Indonesia terkait dengan masalah air minum, hygiene, dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) pada tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar di sungai, sawah, kebun, dan tempat terbuka. Hanya 37% penduduk pedesaan mempunyai akses ke sanitasi yang aman menurut laporan Joint Monitoring Program.



Menurut World Bank Water and Sanitation Program pada tahun 2005, buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto. Kondisi seperti ini dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi local. Hal ini dibuktikan melalui hasil WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar. Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke air yang digunakan untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan higienis lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi nasional total berbasis masyarakat untuk menambah perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi. Hal ini sejalan dengan komitme pemerintah dalam mencapai target Millenium Development Goal’s (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses. Jamban sehat adalah pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan bila memenuhi persyaratan sebagai berikut : tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama kecoa dan lalat, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya, murah, dan dapat diterima pemakainya. Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda dengan di perkotaan, oleh karena itu tekonologi jamban di daerah pedesaan harus memenuhi persyaratan jamban sehat seperti yang tersebut diatas. Terdapat dua jenis jamban yang sering kita temui di masyarakat pedesaan, yaitu jenis cemplung dan leher angsa. Disebut cemplung karena kotoran tanpa melewati penghalang dari udara luar, hal itu memungkinkan hewan seperti lalat dan kecoa keluar masuk dari penampung kotoran. Jenis leher angsa merupakan



jenis yang paling direkomendasikan, karena pada jenis ini terdapat genangan air yang berfungsi untuk mencegah hewan masuk dan keluar dari penampungan kotoran. Permasalahan : a.



Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat



b.



Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat



c.



Kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat



Perencanaan & Pemilihan Intervensi : a.Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak BAB di sembarang tempat maka pemberian informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan mengenai dampak BAB sembarangan b.Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jamban sehat maka pemberian informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan dan menyebarkan leaflet mengenai arti penting jamban sehat c.Kurangnya kepemilikan jamban sehat oleh masyarakat maka pemberian informasi kepada masyarakat melalui penyuluhan langsung dan penyebaran leaflet didampingi pejabat setempat mengenai strategi pengadaan jamban sehat Pelaksanaan : Kegiatan ini dilaksanan pada tanggal 16 Maret 2021. Bertempat di Posyandu Lansia yang berlangsung pukul 09:00 WITA-Selesai melalui penyuluhan yakni tentang “Fungsi Jamban Sehat dalam Memutus Mata Rantai Diare” Monitoring & Evaluasi : 1.Evaluasi Proses Peserta yang hadir kurang lebih 15 orang. Pelaksanaan penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan dimana peserta memperhatikan materi yang disampaikan dan sebagian besar peserta aktif melontarkan pertanyaan.



2.Evaluasi Hasil Tujuan akhir dalam kegiatan penyuluhan ini adalah agar proses transfer informasi dapat terjadi, dan adanya respon timbal balik dari peserta penyuluhan terhadap materi penyuluhan.



Judul Laporan: PENCEGAHAN DBD DENGAN LANGKAH 3M Latar Belakang : Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemmorhargic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi akibat virus dengue yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses). Virus ini mempunyai 4 jenis serotipe yang akan masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina dan beberapa spesies lain. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi ini ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand. Saat ini DBD merupakan penyakit yang dapat dijumpai di sebagian besar negara di Asia. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1%. Demam Berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir dan telah menyebar di seluruh provinsi. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010, terlihat bahwa pada pola penyakit terbanyak pasien rawat inap di seluruh wilayah di Indonesia, DBD masuk kedalam urutan kedua dengan jumlah kasus pada laki-laki 30.232 kasus dan perempuan sebanyak 28.883 kasus. Selain itu, diperoleh jumlah yang meninggal sebanyak 325 orang (CFR sebesar 0,55%). Pada tahun 2011 Provinsi Jawa Tengah menempati urutan sebelas dengan insidensi rate kasus DBD 7,14 per 100000 penduduk dengan jumlah kasus demam berdarah sebanyak 2.346 kasus.



Perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas. Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang paling efektif untuk mencegah perkembang biakan nyamuk ini adalah dengan program pemberantasan sarang nyamuk. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui upaya-upaya pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD). Permasalahan : Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat permasalahan tentang bagaimana cara meningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah Puskesmas Singgani tentang penyakit Malaria mengenai penyebab, cara penularan, gejala klinis, pengobatan, dan pencegahannya serta meningkatan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga lingkungan bebas jentik nyamuk dengan cara langkah awal yaitu dengan langkah 3M (Menutup, Menguras, dan Menutup) Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Laporan ini disusun berdasarkan kejadian DBD yang ada tiap tahun, sehingga perlu dilakukan penyuluhan. Metode intervensi yang digunakan dengan tahapan berikut : 1.Memberikan pengetahuan tentang Demam Berdarah mengenai penyebab, cara penularan, gejala - gejala klinis, pengobatan, dan pencegahannya serta meningkatan kesadaran masyarakat



pentingnya menjaga lingkungan bebas jentik nyamuk dengan cara pencegahan terbentuknya jentik nyamuk melalui langkah 3M. 2.Memberitahu langkah-langkah pencegahan jentik nyamuk yaitu langkah 3M Pelaksanaan : Kegiatan ini dilakukan dengan penyuluhan pada tanggal 12 April 2021. bertempat di Puskesmas Singgani yang berlangsung pukul 08:30 WITA-Selesai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan penyuluhan mengenai demam berdarah dengue, edukasi cara pembersihan tampungan air, dan cara mencegah demam berdarah secara umum. Monitoring & Evaluasi : Untuk menilai apakah masyarakat memahami intervensi yang diberikan maka perlu adanya monitoring. Selain itu monitoring juga diperlukan untuk mengetahui apakah masyarakat menerapkan apa yang sudah diberikan dalam kegiatan sehari-harinya. Monitoring dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan kader, perawat atau tokoh masyarakat desa setempat untuk selalu dapat mengingatkan dan menggerakkan warga untuk dapat mencegah adanya DBD di sekitar wilayah kerja Puskesmas Singgani. Secara keseluruhan, intervensi yang diberikan berjalan cukup baik.



Judul Laporan : RUMAH SEHAT Latar Belakang : Rumah sehat adalah merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang  optimum. Untuk memperoleh  rumah  yang sehat ditentukan  oleh  tersedianya  sarana  sanitasi  perumahan. Sanitasi  rumah adalah  usaha  kesehatan  masyarakat  yang menitikberatkan  pada pengawasan  terhadap  struktur  fisik  dimana orang  menggunakannya  untuk tempat  tinggal  berlindung  yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga



merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif. Rumah Sehat adalah juga merupakan sebagai sarana atau tempat berlindung dan bernaung serta tempat untuk beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial budaya. Seperti dikutip dari Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007. Maka Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : Dapat Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-maing penghuni; Dapat Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup; Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang  gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu; Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah; Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko kecelakaanseperti terjatuh, keracunan dan kebakaran (Winslow dan APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan hal tersebut antara lain : 1.



Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat;



2.



Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api;



3.



Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya racun dan gas;



4.



Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh dan kecelakaan mekanis dapat dihindari;



Permasalahan :



Masih banyaknya penyakit dalam masyarakat salah satunya akibat tidak adanya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang rumah sehat. Padahal sebetulnya, beberapa penyakit dapat dicegah bila menerapkan prinsip rumah sehat. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh Karena permasalahan yang terjadi di atas, maka diadakan kegiatan mengunjungi rumah warga serta memberi penyuluhan tentang rumah sehat. Pelaksanaan : Pengunjungan rumah warga dilaksanakan pada tanggal 03 April 2021 dengan turun ke lapangan melakukan pemeriksaan rumah warga apakah sudah sesuai dengan kriteria rumah sehata atau belum serta memberi edukasi tentang manfaat dan kriteria rumah sehat. Monitoring & Evaluasi : Untuk menilai apakah masyarakat memahami intervensi yang diberikan maka perlu adanya monitoring. Selain itu monitoring juga diperlukan untuk mengetahui apakah masyarakat menerapkan apa yang sudah diberikan dalam kegiatan sehari-harinya. Monitoring dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan kader, perawat atau tokoh masyarakat desa setempat untuk selalu dapat mengingatkan dan menggerakkan warga untuk menerapkan prinsip rumah sehat di sekitar wilayah kerja Puskesmas Singgani. Secara keseluruhan, intervensi yang diberikan berjalan cukup baik.



Judul Laporan : MELAKUKAN KUNJUNGAN RUMAH UNTUK PEMERIKSAAN JENTIK BERKALA Latar Belakang : Dengue adalah penyakit virus mosquito borne yang persebarannya paling cepat. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi penyakit meningkat tiga puluh kali dan menyebar secara geografis ke negara yang sebelumnya belum terjangkit. Dari 2,5 miliar orang yang beresiko tertular, sekitar 1,8 miliar tinggal di negara-negara Asia Tenggara dan regio Pasifik Barat.1,3,4



Negara yang memiliki kerentanan terhadap serangan endemis dengue antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand dan Timor Leste. Hal ini disebabkan karena cuaca yang tropis dan masih merupakan area equatorial dimana Aedes aegepty menyebar di seluruh daerah tersebut. Pada tahun 2009, kasus Demam Berdarah di wilayah Indonesia mencapai 150 juta kasus yang mana hal ini menempatkan Indonesia menjadi negara dengan kasus DBD tertinggi di ASEAN. DBD disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Laju perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang cukup cepat merupakan salah satu penyebab penyakit DBD di Indonesia sulit diberantas. Nyamuk seringkali berkembang biak di tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, barang bekas, pot tanaman air dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi segala dampak yang bisa ditimbulkan nyamuk, masyarakat umum perlu mengetahui jenis, kehidupan, permasalahan yang disebabkan oleh nyamuk bahkan pengetahuan mengenai kepadatan jentik nyamuk sebagai langkah awal pencegahan terhadap dampak buruk akibat serangga (khususnya nyamuk) bagi kesehatan. Kegiatan pemantauan jentik nyamuk untuk mengetahui kepadatan jentik merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan guna menurunkan kejadian penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Dengan berbekal pengetahuan inilah masyarakat secara mandiri dapat melakukan upaya pengendalian jentik nyamuk. Permasalahan : Menurut data WHO 1955-2007, didapatkan lima puluh juta infeksi Dengue setiap tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang yang hidup di negara endemis. Insiden demam berdarah dengue di Indonesia termasuk tinggi. Jumlah penderita pada tahun 2004 periode Januari-April di 188 kabupaten/kota dari 12 provinsi sebanyak 53.719 kasus, 590 diantaranya meninggal dunia. Adapun ke 12 provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kasus demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Amparita masih merupakan permasalahan yang jelas. Hal ini terlihat dengan jumlah penderita DBD yang terkesan meningkat di musim pancaroba maupun di musim hujan, baik yang rawat jalan maupun rawat



inap. Insiden tertinggi yakni anak-anak. Sanitasi lingkungan yang tidak memadai dan daya tahan tubuh yang rendah saat musim hujan terutama pada anak-anak masih menjadi salah satu penyebab tingginya kunjungan pasien DBD di wilayah kerja Puskesmas Amparita. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan kegiatan intervensi DBD dengan melakukan kunjungan rumah untuk melakukan pemeriksaan jentik pada beberapa rumah warga yang positif terkena penyakit DBD dan disekitarnya. Pelaksanaan : Kegiatan ini dilakukan dengan kunjungan rumah pada tanggal 17 April 2020. Dokter dan Pegawai Puskesmas bagian kesling menilai dari tampungan air dari rumah apakah terdapat jentik atau tidak. Kunjungan ini disertai dengan penyuluhan mengenai demam berdarah dengue, edukasi cara pembersihan tampungan air, dan cara mencegah demam berdarah secara umum. Monitoring & Evaluasi : •Evaluasi Struktur Dokter dan petugas puskesmas lainnya datang tepat waktu dimana masyarakat pun bersedia dilakukan kunjungan pada rumahnya setelah mendapatkan penjelasan mengenai manfaat dan tujuan kegiatan ini. •Evaluasi Proses Pada kegiatan ini, jumlah rumah yang dikunjungi sebanyak 20 rumah. Pelaksanaan kunjungan rumah berjalan sebagaimana yang diharapkan, dimana masyarakat bersedia dilakukan kunjungan rumah dan menunjukkan tempat-tempat penampungan air disetiap rumah. •Evaluasi Hasil Seluruh rumah yang dikunjungi mendapat antusias baik dari warga bahkan warga dengan semangat mendapatkan edukasi tentang penyakit demam berdarah dan pencegahannya. Dari



hasil pantauan 20 rumah yang dikunjungi, 10 rumah diantaranya didapatkan jentik nyamuk pada penampungan air. Masyarakat juga mendapatkan edukasi tentang pencegahan penyakit demam berdarah dan koperatif untuk tindak lanjut pencegahan penyakit demam berdarah.



F3. UPAYA KESEHATAN IBU & ANAK SETRA KB Judul Laporan : PELAYANAN ANTENATAL CARE Latar Belakang : Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan rutin ibuhamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk memberikan informasitentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan (Backe et al, 2015). Setiap ibuhamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC komprehensif yangberkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada trimester pertama (sebelumusia kehamilan 14 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan14-28 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (28-36 minggu dansetelah 36 minggu usia kehamilan) termasuk minimal 1 kali kunjungan diantarsuami atau anggota keluarga. Kunjungan pertama ANC sangat dianjurkan padausia kehamilan 8-12 minggu (Backe et al, 2015; Kemenkes RI, 2015; PMK 97,2014). Pada tahun 2015, hampir seluruh ibu hamil (95,75%) di Indonesia sudahmelakukan pemeriksaan kehamilan pertama (K1) dan 87,48% ibu hamil sudahmelakukan pemeriksaan kehamilan lengkap dengan frekuensi minimal 4 kalisesuai ketentuan tersebut (K4) (Kemenkes RI, 2016). Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan wanitadalam menghadapi persalinan (NICE, 2012). Kesiapan persalinan adalahperencanaan awal dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantuperempuan, suami dan keluarga agar siap untuk



melahirkan dengan membuatrencana menghadapi komplikasi dan hal tak terduga (FCI, 2016; WHO, 2006). Kesiapan persalinan dapat dinilai di enam level yaitu level individu perempuan,suami atau keluarga, lingkungan, tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan dankebijakan. Pada level individu, perempuan hamil dan suaminya dapatmempersiapkan persalinan dan menghadapi komplikasi dengan mengenal tanda tanda bahaya yang mengindikasikan komplikasi yang mengancam jiwa ibu danbayi, mengidentifikasi penolong persalinan terlatih dan tempat persalinan,menyediakan tabungan dan mengatur transportasi, sedangkan pada level keluargadan lingkungan dapat mengidentifikasi pendonor darah (JHPIEGO, 2004; WHO,2006). Seorang wanita yang telah mempersiapkan keenam unsur kesiapanpersalinan yang telah di jelaskan WHO dikategorikan siap dan sebaliknya bilamempersiapkan kurang dari keenam unsur kesiapan persalinan dikategorikantidak siap (Gitonga, 2014). Permasalahan : Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih rendahnya wanita yang dikategorikan siap dalam kesiapan persalinan (Mutreja dan Kumar, 2015; Bintabara et al, 2015). Menurut Gebre et al (2015) salah satu faktor yangmendorong kesiapan persalinan adalah kunjungan ANC. Terdapat proporsikesiapan yang lebih tinggi pada wanita yang melakukan kunjungan ANC 4 kaliatau lebih dibandingkan yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali(Bintabara et al, 2015; Gitonga, 2014). Penyebab utama kematian neonatal di 20 negara dengan kematian ibu dan kematian bayi teratas di dunia, termasuk salah satunya Indonesia yaitu berat lahir rendah/ prematuritas (35,5%), asfiksia (24,3%) dan infeksi (22,7%) (ICM et al, 2016). Untuk Indonesia sendiri, 35,9% kematian neonatal disebabkan oleh gangguan/ kelainan pernapasan termasuk asfiksia (Kemenkes RI, 2010a). Rata-rata kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) secara Nasional tahun 2013 sebesar 10,2% dan untuk provinsi Sumatera Barat adalah 7,3% (Kemenkes RI, 2014). Kematian neonatal di kota Padang pada tahun 2015 tercatat bahwa 32% disebabkan oleh asfiksia dan 26,8 % oleh karena BBLR. Dari semua bayi yang ditimbang pada tahun 2015 di kota



Padang, ditemukan 371 (2,2%) bayi BBLR dan jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1,7%. Peningkatan kasus BBLR yang signifikan terlihat di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang yaitu dari 1,45 pada tahun 2014 menjadi 9,3% pada tahun 2015 (Dinkes, 2016; Dinkes, 2015). Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh karena latar belakang di atas, maka diperlukan suatu upaya antenatal care secara menyeluruh dan teliti pada setiap ibu hamil yang bertempat tinggal disekitar wilayah kerja Pusekesmas Singgani Palu, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Pelaksanaan : Telah dilakukan kegiatan antenatal care di poli KIA setiap hari selama jam kerja puskesmas, meliputi menimbang berat badan setiap kali kunjungan dan dicatat ,mengukur tekanan darah,nilai status gizi dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas(LILA), ninggi fundus uteri (puncak rahim): memantau perkembangan janin, pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid), mentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), pemberian Tablet zat besi, test Laboratorium (penyakit sifilis, Hepatitis B dan HIV), tatalaksana kasus dan temu wicara (konseling) , termasuk perencanaan persalinan. Monitoring & Evaluasi : Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali bulan depan jika vitamin habis atau jika ada keluhan. Minimal 4x kunjungan selama kehamilan.



Judul Laporan : PEMBERIAN TABLET ZAT BESI PADA IBU HAMIL Latar Belakang :



Zat besi merupakan mikro elemen esensial bagi tubuh yang diperlukan dalam sintesa hemoglobin. Mengkonsumsi tablet Fe sangat berkaitan dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Anemia defesiensi zat besi yang banyak dialami ibu hamil disebabkan oleh kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe yang tidak baik atau pun cara mengkonsumsi yang salah sehingga menyebabkan kurangnya penyerapan zat besi pada tubuh ibu (Yenni, 2007). WHO (2010), menyatakan 40% kematian di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar didunia terutama bagi WUS (Novita, 2012). Hasil penelitian Chi, dkk (2007), menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibuibu yang anemia dan 19,7% untuk ibu yang non anemia. Ridwan (2007) menyatakan bahwa kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. Program pencegahan anemia pada ibu hamil di Indonesia, dengan memberikan suplemen tablet Fe sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Kebanyakan ibu hamil yang menolak atau tidak mematuhi anjuran ini karena berbagai alasan. Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dikatakan baik apabila ibu hamil mengkonsumsi semua tablet Fe yang diberikan selama kehamilan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe merupakan faktor penting dalam menjamin peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil. Permasalahan : Anemia memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kematian di Indonesia dengan persentase mencapai 50-70%. Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia dapat berdampak terhadap janin,



seperti bayi lahir prematur, risiko bayi berat lahir rendah (BBLR), kelainan janin, serta meningkatnya risiko gawat janin. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh karena latar belakang di atas, maka diperlukan suatu upaya pemberian tablet zat besi pada setiap ibu hamil secara menyeluruh terutama pada ibu hamil dengan usia kehamilan trimester pertama yang bertempat tinggal disekitar wilayah kerja Pusekesmas Singgani Palu. Pelaksanaan : Telah dilakukan pemberian tablet zat besi pada ibu hamil saat pasien datang ke puskesmas untuk antenatal care di poli KIA setiap hari selama jam kerja puskesmas. Pemberian tablet zat besi terutama diberikan pada ibu hamil yang usia kehamilan trimester pertama dan ibu hamil yang memiliki hemoglobin kurang dari normal. Monitoring & Evaluasi : Pasien di anjurkan untuk memeriksa hemoglobin pada awal kehamilan dan saat mendekati tafsiran kelahiran. Pasien juga dianjurkan datang kontrol jika terdapat keluhan lemah, letih, lesu, lelah, lalai, maupun jika ada riwayat pengeluaran darah.



Judul Laporan : DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA Latar Belakang : Kanker serviks merupakan penyakit kanker perempuan yang menimbulkan kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang (Anwar, 2011). Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya adalah kanker serviks (cervical cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina) (Purwoastuti dan Walyani, 2015).



Kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus, mempunyai presentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks yaitu sekitar 99,7% (Tilong, 2012). Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat (IVA) yaitu pemeriksaan dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium . Frekuensi Penapisan seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negatif harus menjalani penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil tes IVA positif dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan kemudian (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Permasalahan : Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Penyakit kanker serviks dan payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar 0,8‰ dan kanker payudara sebesar 0,5‰. Jumlah prevalensi untuk provinsi Jawa Tengah yang terkena kanker serviks yaitu sebesar 1,2‰ diagnosis dokter dan data estimasi jumlah penderita kanker serviks 19.734 orang.(Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015). Kanker serviks bila ditemukan pada stadium dini mempunyai prognosis yang cukup baik. Namun, upaya skrining di kalangan wanita usia subur biasa dewasa ini terbatas dan belum mencapai kalangan yang tingkat sosial ekonomi rendah. Metode skrining dengan pap smear cukup mahal dan memerlukan teknologi yang canggih. Dewasa ini sekarang dikembangkan metode inspeksi visual dengan menggunakan cuka (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Oleh karena latar belakang di atas, maka diperlukan suatu upaya deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada wanita berusia subur yang sudah menikah secara menyeluruh yang bertempat tinggal disekitar wilayah kerja Pusekesmas Singgani Palu.



Pelaksaan : Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 19 April 2021 di Pusekesmas Singgani Palu pukul 08.00 WITA sampai selesai. Pemeriksaan dilakukan pada wanita berusia subur (15-49 tahun) dan sudah menikah secara menyeluruh yang bertempat tinggal di sekitar wilayah kerja Puskesmas Singgani Palu. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%). Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium Monitoring & Evaluasi : Frekuensi Penapisan seorang perempuan yang mendapat hasil tes IVA negatif harus menjalani penapisan minimal 5 tahun sekali. Mereka yang mempunyai hasil tes IVA positif dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani tes IVA berikutnya enam bulan kemudian



Judul Laporan : PENYULUHAN KELUARGA BERENCANA Latar Belakang : Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana olehpemerintah adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi padapertumbuhan yang seimbang. Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama yaitu pada tahun 70-an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna. pembatasan



yang



bisa



dilakukan



dengan



Perencanaan jumlah keluarga dengan penggunaan



alat-alat



penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Adapun beberapa jenis alat kontrasepsi, antara lain :



kontrasepsi



atau



1.Pil (biasa dan menyusui) yang mempunyai manfaat tidak mengganggu hubungan seksual dan mudah dihentikan setiap saat. Terhadap kesehatan resikonya sangat kecil. 2.Suntikan (1 Bulan dan 3 Bulan) sangat efektif (0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan. Alat kontrasepsi suntikan juga mempunyai keuntungan seperti klien tidak perlu menyimpan obat suntik dan jangka pemakaiannya bias dalam jangka panjang. 3.Implan (susuk) yang merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dilengan atas bawah kulit dan sering digunakan pada tangan kiri. Keuntungannya daya guna tinggi, tidak mengganggu produksi ASI dan pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan. 4.AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dalam rahim. Efek sampingnya sangat kecil dan mempuyai keuntungan efektivitas dengan proteksi jangka panjang 5 tahun dan kesuburan segera kembali setelah AKDR diangkat. 5.Kondom, merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada alat vital laki-laki saat berhubungan seksual. Manfaatnya kondom sangat efektif bila digunakan dengan benar dan murah atau dapat dibeli secara umum. 6.Tubektomi adalah prosedur bedah mini untuk memotong, mengikat atau memasang cincin pada saluran tuba fallopi untuk menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan. Manfaatnya sangat efektif, baik bagi klien apabila kehamilan akan terjadi resiko kesehatan yang serius dan tidak ada efek samping dalam jangka panjang. Permasalahan : KB atau yang disebut keluarga berencana adalah salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan masyarakat yang ditunjukkan untuk keluarga - keluarga Indonesia. Program ini ditunjukkan untuk pembatasan jumlah anak untuk membatasi jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat. KB (keluarga berencana) juga merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.



Banyak jenis – jenis KB yang terdapat di Indonesia misalnya seperti kontrasepsi tanpa alat (pil Kb ataupun pemotongan atau pengikatan saluran telur dan sperma) dan kontrasepsi dengan alat (spiral dan keluarga berencana) , KB juga terbukti aman untuk digunakan bila pemakai mengerti bagaimana cara menggunakan dan mengatur penggunaan KB tersebut, sehingga KB sangat aman dan bermanfaat bagi orang tua yang belum ingin memiliki anak ataupun menunda kehamilan tak terduga. Tetapi, di Indonesia KB belum efektif digunakan oleh masyarakat di seluruh di Indonesia, terutama daerah – daerah di pelosok di Indonesia yang belum mengerti atau belum bisa mendapatkan KB, sedangkan di daerah pelosok atau di desa – desa masih menerapkan banyak anak, banyak rezeki. Indonesia memang tidak mewajibkan semua penduduknya untuk harus mengikuti Program KB (keluarga berencana) ini. Namun, Indonesia hanya sebatas menganjurkannya tanpa aturan yang jelas. Oleh karena itu, Program ini kurang efektif untuk pengendalian jumlah penduduk sehingga jumlah penduduk indonesia masih meningkat pesat. Hanya sebagian orang – orang yang sadar akan masalah kebaikan KB ini, banyak masyarakat yang belum mengetahui keuntungan dan kegunaan KB, sedangkan KB sangat berguna untuk menghambat pertumbuhan anak yang banyak dan tidak terkendali. Kurangnya penyuluhan dan pembelajaran tentang KB di Indonesia membuat masyarakat buta akan pengetahuan tentang KB tersebut. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah diadakan kegiatan screening (penjaringan) berupa pemeriksaan ANC di KIA agar dapat dilakukan deteksi dini terhadap jumlah pertumbuhan penduduk. Upaya deteksi dini ini diharapkan dapat memberi data awal tentang permasalahan pelaksanaan KB yang dialami ibuibu di wilayah kerja puskesmas Singgani Palu untuk selanjutnya dilakukan intervensi dan penanganan serta penyuluhan. Pelaksanaan :



Kegiatan ini dilaksanakan di Poli KIA pada tanggal 6 Maret 2021. Setiap ibu yang datang menjalani pemeriksaan kesehatan ANC, pemeriksaan berat badan dan tinggi badan kemudian akan mendapatkan penyuluhan mengenai program keluarga berencana (KB). Monitoring & Evaluasi : 1.Evaluasi Struktur Persiapan kegiatan imunisasi dilakukan satu hari sebelumnya. Telah dilakukan koordinasi dengan Bidan – bidan KIA di Puskesmas Singgani Palu. 2.Evaluasi Proses Pelaksana kegiatan dilakukan satu kali oleh satu dokter dan bidan-bidan KIA. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan jadwal ANC yang telah ditentukan oleh Puskesmas Singgani Palu. 3.Evaluasi Hasil Telah dilakukan penyuluhan mengenai program KB Nasional, dengan mendapatkan respon yang baik dari peserta dilihat dari antusias peserta dalam mengajukan pertanyaan pada pemateri/dokter dan bidan.



Judul Laporan : EDUKASI INISIASI MENYUSU DINI (IMD), KEHAMILAN RESIKO TINGGI DAN UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI Latar Belakang : Derajat kesehatan masyarakat yang baik ditandai dengan rendahnya Angka Kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dan peningkatan status gizi masyarakat. Saat ini kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas dari program kesehatan nasional. Diharapkan nantinya terdapat penurunan AKI dan AKB sesuai dengan target nasional MDGs 2015. Kematian ibu erat kaitannya dengan kehamilan yang berisiko tinggi. Tinginya AKI disebabkan infeksi 54,49%, hipertensi 23,95%, perdarahan 17,22%, lain lain 4,04%. Masih rendahnya



deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat dan masih kurangnya kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan persalinan pada kehamilan risiko tinggi merupakan beberapa alasan tingginya AKI. Kondisi ini menggambarkan derajat kesehatan masyarakat khususnya status kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan terutama di wilayah-wilayah dengan kasus kematian ibu tinggi. Sedangkan kematian bayi berhubungan erat dengan kesehatan ibu ketika hamil, proses persalinan yang aman dan status gizi bayi tersebut. Pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai kehamilan risiko tinggi dan IMD sangat diperlukan bagi wanita usia subur mengingat pengetahuan yang baik akan mengarahkan pada tindakan dan kebiasaan-kebiasaan baik yang secara tidak langsung dapat menurunkan AKI dan AKB. Masyarakat harus memahami pentingnya merencanakan kehamilan dan persalinan agar ibu selamat dan bayi lahir sehat. Selain itu perlu ditumbuhkan motivasi untuk melaksanakan berbagai cara untuk merencanakan kehamilan tanpa komplikasi. Terkait dengan IMD dan ASI Eksklusif, penting bagi masyarakat untuk memahami apa manfaat dari IMD dan memahami cara serta termotivasi melaksanakan IMD dan ASI Eksklusif untuk bayinya. Permasalahan : Permasalahan yang ditemukan di masyarakat yaitu masih kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan pentingnya IMD. Selain itu juga masih kurang pemahaman mengenai kehamilan risiko tinggi dan bagaimana melakukan perencanaan persalinan yang baik sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan komplikasi persalinan. Pemberian penyuluhan IMD dan kehamilan risiko tinggi perlu dilakukan secara rutin dan berkala agar menjadi edukasi yang baik bagi masyarakat khususnya wanita usia subur dan juga ibu hamil. Di masa Pandemi dengan pertimbangan protokol kesehatan, program kegiatan penyuluhan yang sudah ada jadi terhambat. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi Penyampaian informasi kepada sasaran yang tepat dan dengan metode yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat secara umum. Sehingga dalam masa pandemi, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah edukasi saat kunjungan ibu hamil.



Edukasi kali ini dilakukan pada sasaran seluruh ibu hamil di wilayah kerja puskesmas Mapane. Kerjasama perlu dilakukan dengan ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), ibu-ibu kader Desa Mapane dan pengurus Desa Mapane sehingga tercipta kerjasama yang sinergis antar sektoral. Dengan terbatasnya jumlah sasaran per kunjungan, sehingga kegiatan direncanakan dilakukan setiap hari selasa, rabu, jumat, jam pelayanan Poli KIA di puskesmas periode 5 oktober 2020 – 30 januari 2021, dengan harapan seluruh ibu hamil yang datang mendapatkan informasi selama periode Media yang diberikan berupa slide berisi informasi penting sehingga dapat menarik perhatian para peserta dan informasi dapat tersampaikan dengan lebih baik. Materi IMD yang diberikan pada penyuluhan kali ini antara lain mengenai : 1.



Apa yang dimaksud dengan IMD?



2.



Bagaimana cara melaksanakan IMD?



3.



Apa manfaat IMD bagi bayi?



4.



Apa manfaat IMD bagi ibu?



Sedangkan materi mengenai kehamilan risiko tinggi dan upaya pencegahan komplikasi antara lain mengenai : 1.



Siapkan perencanaan persalinan sejak awal kehamilan dibantu oleh kader



PKK 2.



Lakukan minimal empat kali kunjungan pemeriksaan ke bidan selama masa



kehamilan 3.



Perhatikan gizi dan kesehatan selama kehamilan



4.



Pahami cara dan manfaat IMD danASI eksklusif



5.



Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan



6.



Kenali tanda-tanda persalinan



7.



Kenali tanda-tanda bahaya kehamilan dan persalinan



8.



Rencanakan KB yang akan digunakan setelah persalinan



9.



Dapatkan buku KIA



Pelaksanaan Kegiatan ini dilaksanakan di Poli KIA pada tanggal 1 Maret 2021 – 11 Mei 2021. Setiap ibu yang datang menjalani pemeriksaan kesehatan ANC, pemeriksaan berat badan dan tinggi badan kemudian akan mendapatkan edukasi IMD Dan kehamilan resiko tinggi dan upaya pencegahan. Monitoring & Evaluasi : Kegiatan edukasi berjalan sepenuhnya berjalan dengan lancar. Edukasi dilakukan oleh dokter internship dan juga bidan dari bagian Poli KIA Puskesmas Singgani. Dalam kegiatan edukasi kali ini masih ditemukan beberapa kekurangan, antara lain : 1. Keterbatasan jumlah sasaran, sehingga memerlukan banyak waktu dalam pelaksanaan 2. Efektifitas dari edukasi tidak akan sama seperti program penyuluhan yang ada sebelum pandemi. Dengan demikian, tentunya kegiatan edukasi per kunjungan ini diharapkan bisa menjadi alternatif sementara pengganti program penyuluhan KIA dalam masa pandemi. Semoga pandemi COVID-19 segera berakhir.



F4. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Judul Laporan : PEMBERIAN SUPLEMEN VITAMIN A PADA BALITA Latar Belakang : Vitamin A merupakan zat gizi essensial karena tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus didapatkan dari sumber di luar. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pada anak yang tercukupi kebutuhan vitamin A-nya, apabila mereka terkena diare, campak atau penyakit infeksi lainnya, maka penyakit-penyakit tersebut tidak akan mudah bertambah parah. Program penanggulangan Vitamin A di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995 dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian kapsul Vitamin A membantu menurunkan angka kesakitan dan angka kematian anak



(30-50%). Maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak. Permasalahan : Meski kekurangan vitamin A yang berat sudah jarang ditemui, namun kasus kekurangan vitamin A tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih didapatkan di lapangan, terutama pada kelompom usia balita. Padahal kekurangan vitamin A tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksakan kadar vitamin A dalam darah. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Berdasarkan permasalahan di atas, dan untuk mencegah bertambahnya angka defisiensi vitamin A, maka intervensi yang diberikan adalah dengan tetap melaksanakan program Suplementasi Vitamin A untuk balita yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitaimin A) Pelaksanaan : Kegiatan suplementasi vitamin A dilakukan pada tanggal 05 Mei 2021. Untuk memudahkan proses pelaksanaan, suplementasi dilakukan bersamaan dengan jadwal posyandu balita. Bertempat di posyandu Sintuvu Jaya A.



Kapsul Suplementasi Vitamin A



Kapsul Vitamin A yang digunakan dalam kegiatan suplementasi vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis tinggi. B.



Sasaran Suplentasi Vitamin A







Kapsul biru, untuk bayi usia 6-11 bulan







Kapsul merah, untuk balita usia 12-59 bulan



C.



Waktu Pemberian



Suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh anak balita umur 6-11 bulan, diberikan pada bulan Februari atau Agustus. Untuk anak balita umur 12-59 bulan pada bulan Februari dan Agustus. D.



Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A







Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi,dll)







Kader terlatih



E.



Cara pemberian



Sebelum dilakukan pemberia kapsul, tanyakan pada ibu balita apakah pernah menerima kapsul Vitamin A dalam satu bulan terakhir. Cara pemberian kapsul pada bayi dan anak balita : •



Berikan kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi dan kapsul merah (200.000 SI) untuk balita







Potong ujung kapsul dengan menggunakan gunting bersih







Pencet kapsul dan pastikan anak menelan semua isi kapsul (dan tidak membuang



sedikitpun isi kapsul) •



Untuk anak yang sudah bisa menelan dapat diberikan langsung satu kapsul untuk



diminum •



Untuk balita yang tidak datang ke Posyandu, vitamin diantar langsung oleh kader ke



rumah balita tersebut. Monitoring & Evaluasi : Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan pencatatan kasus xeroftalmia dan gangguan mata lain akibat defisiensi dan jika memungkinkan dilakukan pemeriksaan dan indeks serum retinol dalam darah.



Judul Laporan : KEGIATAN PENYULUHAN MENGENAI GIZI BALITA



Latar Belakang : Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi. Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun termasuk bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, balita mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya harus disesuaikan dengan. Kebutuhan zat gizi pada balita disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan disesuaikan dengan kelompok umur dan kemampuan anak menerima makanan yang diberikan. Anak usia di bawah lima tahun atau Balita termasuk golongan yang mudah kena penyakit. Pertumbuhan dan perkembangan pada golongan balita dipengaruhi oleh keturunan dan faktor lain yang terkait seperti faktor lingkungan, penyakit, keadaan gizi dan sosial ekonomi. Di negara berkembang, kesakitan dan kematian pada anak balita banyak dipengaruhi oleh status gizi. Dengan demikian status gizi balita perlu dipertahankan dalam status gizi baik, dengan cara memberikan makanan bergizi seimbang yang sangat penting untuk pertumbuhan. Menurut data tahun 2006 di Indonesia, jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,8 juta anak. Pada tahun 2007 ada penurunan, yaitu jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,1 juta anak. Dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu jumlah balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4 juta anak (Depkes, 2008). Balita sangat tergantung dengan pola asuh orang tua, sehingga pengetahuan ibu berperan dalam status gizi balita. Pola asuh terhadap anak berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan pola asuh yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizi. Permasalahan :



Sesuai dengan latar belakang di atas bahwa masih banyak balita gizi buruk di Indonesia pada tahun 200 terdapat 4,8 juta anak mengalami gizi buruk, pada tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 4,1 juta anak dan tahun 2008 juga mengalami penurunan 4 juta anak. Gizi balita sangat tergantung dengan pola asuh orang tua, sehingga pengetahuan ibu berperan dalam status gizi balita. Hal ini menyebabkan perlunya untuk memberikan penyuluhan mengenai gizi balita agar pengetahuan tentang gizi balita semakin meningkat dan terjadi penurunan gizi buruk di Indonesia. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Dalam mengatasi masalah gizi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan harus dilakukan secara komprehensif serta menyeluruh. Cara dan strategi yang dapat dilakukan berupa deteksi dini di posyandu dengan melakukan penimbangan balita serta melalui KMS (Kartu Menuju Sehat) sehingga bisa diketahui grafik pertumbuhannya. Upaya pemulihan gizi dengan mengadakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu terutama dalam memberi asupan gizi kepada anak. Selain hal tersebut, pemberian edukasi atau penyuluhan gizi kepada ibu bayi juga sangat penting untuk dilakukan. Pelaksanaan : Penyuluhan Gizi balita dilaksanakan di Posyandu Pratiwi pada tanggal 08 Mei 2021 yang bertepatan dengan hari posyandu pada pukul 10.00 WITA. Penyuluhan dilakukan setelah pemberian imunisasi dan vaksinasi. Penyuluhan dirangkaikan dengan diskusi dan tanya jawab antar pemateri dengan audience. Audience terdiri dari ibu-ibu peserta posyandu yang membawa bayinya untuk pemeriksaan rutin dan imunisasi. Monitoring & Evaluasi : 1.Evaluasi Struktur Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan satu minggu sebelumnya dengan mempersiapkan peralatan dan bahan penyuluhan. 2.Evaluasi Proses



Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peserta penyuluhan antusias mengikuti kegiatan penyuluhan dan sebagian besar peserta aktif dalam kegiatan ini dengan memberikan pertanyaan. 3.Evaluasi Hasil Lebih dari 75% peserta yang hadir mampu memberikan umpan balik kepada pemateri mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada peserta. Hal ini membuktikan bahwa peserta memperhatikan materi yang disampaikan oleh pemateri.



Judul Laporan : PENYULUHAN ASI EKSKLUSIF DAN MAKANAN PENDAMPING ASI Latar Belakang : Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang perlu dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita menjadi 2/3 dalam kurun waktu 1990-2015. Sebanyak lebih dari 50% kematian balita di Indonesia didasari oleh kondisi kurang gizi. Adapun salah satu cara intervensi yang efektif dalam menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI). Pada tahun 2007 delapan belas persen ibu di Indonesia memberi ASI eksklusif selama empat hingga enam bulan. Persentase itu jauh dari target nasional yaitu 80%. Rendahnya pemberian



ASI eksklusif ditengarai karena para ibu belum mengetahui manfaat ASI bagi kesehatan anak, bagi ibu, dan mengurangi pengeluaran keluarga untuk belanja susu formula, dukungan dari ayah juga memengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Keputusan ibu untuk menyusui dipengaruhi informasi anggota keluarga tentang manfaat menyusui, serta konsultan laktasi. Pemberian ASI secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari tiga puluh ribu balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2% dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. Pada bayi cukup bulan yang telah berusia 6 bulan, kandungan nutrisi ASI tidak cukup lagi memasok semua kebutuhan gizi bayi (bukan berarti bahwa tidak ada nilai gizi dalam ASI setelah bayi berusia enam bulan sebagaimana pendapat awam). Bayi cukup bulan akan mulai membutuhkan zat besi dari sumber lain pada usia 6 sampai 9 bulan. Beberapa bayi usia 8 sampai 9 bulan mungkin tidak lagi mendapat kalori yang ukup dari ASI, meskipun ada juga yang dapat terus tumbuh dengan baik hanya dengan ASI hingga usia satu tahun. Apabila bayi telah menunjukkan kesiapannya, tidak ada alasan untuk menunda pengenalan makanan padat. Berikut penjelasan mengenai isyarat bayi siap untuk makan. Ada sedikit perbedaan dalam mengenalkan jenis makanan atau urutan pemberiannya ketika bayi mulai makan makanan padat sekitar usia enam bulan. Alangkah bijaksana menghindari makanan yang sangat berbumbu atau sering menimbulkan alergi (misalnya putih telur dan stroberi) pada awal pemberian MP-ASI. Selalu pastikan suhu makanan tidak terlalu panas lalu biarkan ia memegangnya. Tidak ada urutan tertentu dan tidak perlu memberikan hanya satu jenis makanan untuk jangka waktu tertentu. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah tekstur, bentuk dan porsi makanan yang diberikan.



Permasalahan : Sebagai salah satu negara yang turut serta berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan global dan nasional, Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam MDGs 2015, dimana tujuan keempat dalam MDGs adalah menurunkan angka kematian anak. Tujuan keempat ini memiliki target menurunkan dua per tiga angka kematian anak ,antara tahun 1990 dan 2015, untuk angka kematian anak dibawah lima tahun (balita), dengan tiga indikator spesifik, yaitu: (1) Angka kematian anak dibawah lima tahun, (2) Angka kematian bayi, (3) Proporsi anak usia 1 tahun yang telah diimunisasi campak. Pada tahun 1990, angka kematian anak dibawah lima tahun (balita) di Indonesia adalah 97 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga berdasarkan MDGs 2015, pada tahun 2015 ditargetkan turun mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2007 angka kematian anak balita di Indonesia mencapai 44 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data tersebut Indonesia tergolong cukup berhasil dalam menekan angka kematian anak balita. Dengan kecenderungan laju yang ada, target sesuai MDGs dapat tercapai. Di samping angka kematian anak balita, perlu juga dilihat angka kematian bayi (AKB). Laju AKB juga menurun seiring angka kematian balita, namun cenderung melambat bila dibandingkan angka kematian anak balita. Pada tahun 1990, 70% kematian terjadi pada bayi, namun pada tahun 2005 proporsinya meningkat hingga 77%. Adapun permasalahan yang umum ditemui adalah tingkat pemberian ASI eksklusif yang rendah di masyarakat, adanya kasus gizi buruk pada bayi, serta kasus-kasus infeksi pada bayi dan anak, hal ini diduga diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat atas keuntungan ASI eksklusif serta pentingnya pemberian Makanan Pendamping ASI yang tepat untuk bayi. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud mengadakan penyuluhan kesehatan dengan materi ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Adapun materi yang disampaikan pada penyuluhan ini, meliputi Pengertian ASI Eksklusif, pentingnya ASI Eksklusif, keuntungan pemberian ASI Eksklusif, pentingnya pemberian makanan



pendamping ASI, kapan waktu yang tepat untuk memberikan MP-ASI, serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan makanan pendamping ASI. Pelaksanaan : Penyuluhan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), dilaksanakan pada tanggal 06 Mei 2021 di puskesmas Singgani Palu. Penyuluhan ini dibawakan dengan metode bincang-bincang disertai tanya jawab kepada peserta penyuluhan. Warga terlihat antusias selama penyuluhan dan sesi diskusi dilakukan. Monitoring & Evaluasi : Penyuluhan tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Amparita telah berjalan dengan lancar, hal ini terlihat dari antusiasme warga saat mengikuti penyuluhan, dengan demikian diharapkan melalui penyuluhan ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI sehingga dapat menurunkan angka gizi buruk pada bayi dan kasus-kasus infeksi pada bayi dan anak.



Judul Laporan : PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN ANTROPOMETRIK BALITA DI POSYANDU UNTUK MENILAI STATUS GIZI Latar Belakang : Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi atau zat gizi (Beck, 2000). Bila kebutuhan lebih besar dibanding masukan disebut status gizi kurang, bila kebutuhan seimbang dengan masukan disebut status gizi seimbang, dan bila kebutuhan lebih kecil dibanding masukan disebut status gizi lebih. Gangguan atau penyakit yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara masukan zat gizi dan kebutuhan tubuh disebut penyakit gangguan gizi atau nutritional disorders (Pudjiadi, 2003). Namun keadaan gizi kurang (undernutrition/malnutrition) atau gizi lebih (overnutrition), keduanya tidak selalu disebabkan oleh oleh masukan makanan yang tidak cukup atau



berlebihan. Keadaan demikian dapat juga terjadi karena kelainan dalam tubuh sendiri seperti gangguan pencernaaan, absorpsi, utilisasi, ekskresi, dan sebagainya ( Pudjiadi, 2003). Permasalahan gizi pada balita merupakan masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2008). Masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan ataupun pengamatan biasa serta seringkali tidak cepat dalam penanggulangannya, hal ini dapat memunculkan masalah besar (BAPPENAS, 2006). Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40,6% penduduk mengkonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4% pada balita, dan 41,2% pada anak usia sekolah (Riskesdas, 2010). Penyebab masalah pada status gizi anak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan bahan makanan, pola konsumsi dan pola asuh. Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam menyediakan makanan keluarga di pengaruhi oleh faktor budaya, sehingga akan memengaruhi sikap suka tidak suka seorang anak terhadap makanan. Pola makan anak juga dipengaruhi oleh media masa dan lingkungan. Aktivitas yang tinggi pada anak membutuhkan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas (Sudayasa, 2010). Penilaian status gizi yang berkesinambungan sangat dibutuhkan untuk mendeteksi kejadian masalah gizi lebih dini dan mengetahui kecenderungan pertumbuhan fisik penduduk, guna dapat melakukan tindakan intervensi dan pencegahan masalah gizi terutama pada balita. Permasalahan : Status gizi pada anak saat ini kurang menjadi perhatian, padahal gizi merupakan elemen penting dalam masa tumbuh kembang anak. Di samping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Kecerdasan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan berupa stimulasi, melainkan juga faktor gizi atau nutrisi. Untuk memperoleh anak yang cerdas dan sehat dibutuhkan asupan gizi atau nutrisi yang sehat dan seimbang dalam makanan seharihari. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara malnutrisi dengan tingkat inteligensi dan prestasi akademik yang rendah. Untuk negara-negara berkembang



dimana kejadian malnutrisi sering dijumpai, hal ini akan berdampak serius terhadap keberhasilan pembangunan nasional. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah diadakan kegiatan screening (penjaringan) berupa penyuluhan dan pemeriksaan antropometrik untuk mengetahui status gizi pada balita dan bayi agar dapat dilakukan deteksi dini terhadap ada tidaknya masalah gizi yang dialami. Upaya deteksi dini ini diharapkan dapat memberi data awal tentang permasalahan gizi yang dialami anak balita dan bayi di Posyandu Mawar 2 Kelurahan Baula untuk selanjutnya dilakukan intervensi dan penanganan baik pada masalah gizi kurang maupun gizi lebih. Pelaksanaan : Kegiatan ini dilaksanakan di Posyandu Murni pada tanggal 10 Mei 2021, pukul 09.30 WITA selesai. Setiap Orang tua yang datang membawa Balitanya diberikan penyuluhan tentang pemeriksaan antropometrik untuk menilai status gizi serta setiap Balita yang datang, menjalani pemeriksaan kesehatan dasar, pemeriksaan berat badan dan tinggi badan yang kemudian hasilnya dicatat untuk selanjutnya diolah dalam penentuan masalah status gizi. Pada kegiatan ini penentuan status gizi anak menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), dimana ukuran antropometri yang digunakan yaitu berat badan terhadap usia, kemudian hasilnya diplot pada kurva KMS. Monitoring & Evaluasi : 1.Evaluasi Struktur Dokter bersama tim medis lainnya datang tepat waktu di Posyandu dimana pada saat itu juga dilakukan penimbangan bayi dan balita. 2.Evaluasi Proses



Pelaksana kegiatan dilakukan satu kali oleh satu tim yang terdiri atas satu dokter, kader-kader, dan satu pemegang program gizi. Kegiatan penjaringan dilakukan sesuai dengan jadwal posyandu yang telah ditentukan oleh Puskesmas Amparita. 3.Evaluasi Hasil a.Telah dilakukan penyuluhan tentang pemeriksaan antropometrik untuk menilai status gizi pada orangtua yang membawa balitanya ke Posyandu. b.Telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dasar dan pemeriksaan status gizi di Posyandu dengan total balita sebanyak 15 orang, c.Dibutuhkan intervensi lebih lanjut terhadap anak yang mengalami gizi kurang. Penting memberikan pemahaman terhadap orang tua untuk meningkatkan asupan nutrisi bagi balita mereka demi tercapainya status gizi normal. d.Untuk mengatasi gizi kurang diperlukan perubahan sosial baik gaya hidup, aktivitas fisik, perilaku makan dan penyiapan lingkungan yang mendukung. Perubahan yang paling efektif dilakukan adalah sejak usia dini salah satunya pada saat balita, melalui monitoring dan evaluasi hasil penjaringan status gizi di posyandu. Makanan dengan kandungan gizi seimbang cukup energi dan zat gizi sesuai kebutuhan gizi anak sekolah sangat dianjurkan karena berguna untuk perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Dukungan media massa dalam hal informasi asupan gizi seimbang, peran kader untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan dalam memberikan edukasi tentang asupan gizi seimbang, serta keberpihakan organisasi profesi dan asosiasi/lembaga lainnya dalam kegiatan terkait dengan asupan gizi seimbang sebagai wujud nyata dukungan berbagai pihak kepada pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan gizi kurang.



Judul Laporan : KONSELING GIZI PADA PASIEN HIPERTENSI Latar Belakang :



Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dana tau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir ditiap negara, hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang paling sering dijumpai. The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000 kasus hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 5865 juta orang mengalami hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari tahun 19881999. Paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisinya dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg. Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan sekunder, hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu hipertensi akibat dari adanya penyakit sistemik lainnya seperti kelainan pembuluh ginjal dan gangguan kelenjar tiroid, penggunaan obatobatan tertentu (penggunaan pil KB) dank arena penyakit diabetes mellitus. Penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan. Pengendalian hipertensi dapat dilakukan dengan cara mengubah pola hidup, melakukan pemeriksaan rutin tekanan darah yang bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebh lanjut serta pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Pengendalian tekanan darah dapat dibantu oleh tenaga medis yaitu dengan melakukan konseling gizi. Konseling gizi merupakan salah satu cara untuk lebih memahami masalah kesehatan yang terjadi pada seseorang.



Pasien melakukan konseling gizi agar dapat mengenali masalah kesehatan yang terjadi pada dirinya, memahami penyebab dan cara pengendalian serta membantu pasien dalam memecahkan masalah sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku agar dapat menerapkan diet yang sesuai dengan kondisi pasien. Permasalahan : Telah ditemukan pasien yang memiliki tekanan darah yang cukup tinggi. Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 55 tahun, perokok, tidak pernah berolahraga dan gemar mengkonsumsi ikan asin. Pasien tidak memiliki keluhan/penyakit lainnya. Adanya peningkatan tekanan darah bias disebabkan oleh beberapa faktor: •



Jenis kelamin. Dimana jenis kelamin laki-laki lebih sering mengalami hipertensi



dibandingkan perempuan •



Obesitas, semakin meningkat



BB seseorang maka kemungkinan untuk terkena



hipertensi juga meningkat •



Kurang berolahraga, suka merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol akan



meningkatkan tekanan darah •



Pola makan yang suka mengkonsumsi makanan berlemak, tinggi garam dan rendah



serat merupakan faktor yang berperan cukup besar atas kejadian hipertensi. Dari beberapa faktor yang berperan terhadap hipertensi faktor pola makan dan jenis makanan adalah faktor yang paling berperan terhadap kejadian hipertensi. Oleh karena itu, pengaturan diet merupakan penatalaksanaan awal dari hipertensi. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Penggunaan obat-obatan penurunan tekanan darah digunakan jika dalam 3 kali pengukuran tekanan darah didapatkan hasil yang tinggi untuk systole >140 dan diastole >90. Sebelumnya tekanan darah pasien dikontrol dengan mengubah gaya hidup pasien (modifikasi gaya hidup) berupa pengaturan diet dan olahraga. Oleh karena ituperlu dilakukan intervensi yang bertujuan untuk:



1.



Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai pentingnya menjaga pola makan yang



benar untuk pasien hipertensi. 2.



Meningkatkan pengetahuan mengenai jenis makanan yang dianjurkan dan yang tidak



dianjurkan untuk pasien hipertensi 3.



Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai keharusan dalam hal kepatuhan



meminum obat Strategi pelaksanaan ini dapat dicapai dengan mengadakan konseling gizi khusus untuk hipertensi. Pelaksanaan : Konseling gizi pada pasien laki-laki dengan tekanan darah tinggi (150/90 mmHg) dilakukan pada tanggal 30 April di Poli Lansia Puskesmas Singgani Palu. Pada sesi konseling ini diberikan edukasi mengenai pentingnya pengaturan diet rendah garam, diet rendah lemak, tinggi serat, jenis makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan pada pasien. Pasien juga diberi kesempatan untuk bertanya jika ada info yang kurang jelas dan kesempatan untuk berbagai permasalahan yang mungkin dialamis seputar pengaturan diet tersebut. Pasien mendengarkan dengan antusias apa yang disampaikan oleh konselor dan diskusi tanya jawab juga berlangsung dengan baik. Monitoring & Evaluasi : Pasien diminta kembali setelah 10 hari menjalankan diet yang benar dan patuh dalam minum obat anti hipertensi. Dengan demikian diharapkan tekanan darah pasien terkontrol dan stabil sehingga terhindar dari komplikasi lanjut dari penyakit hipertensi.



F5. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR Judul Laporan :



PENYULUHAN PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI POSYANDU REMAJA SINTU JAYA BESUSU BARAT Latar Belakang : Infeksi menular seksual saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia baik di negara maju industri maupun negara berkembang, insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. Centre of Disease Control (CDC) pada tahun 2008 memperkirakan lebih dari 110 juta kasus IMS pada pada laki-laki dan perempuan di Unites States. Tahun 2010 diperkirakan terdapat 8,6 juta orang yang positif HIV (ODHA) di Asia Tenggara, termasuk 960.000 orang yang baru terinfeksi (kasus baru). World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 menyatakan terdapat lebih dari 1 juta orang menderita IMS setiap hari. Di Indonesia sendiri, kejadian infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah sifilis dan gonore. Jumlah kasus sifilis yang dilaporkan selama lima tahun terakhir yaitu 37.040, kasus duh uretra (Uretritis non-gonokokus) sebanyak 52.951 kasus, kasus pengeluaran duh vagina sebanyak 280.634 kasus, kasus ulkus genital sebanyak 8.695 kasus. Terdapat kecenderungan pada wanita antara tahun 2011 dan 2016, jumlah kasus wanita yang melaporkan mengalami pengeluaran duh vagina adalah 79. 268 kasus (Kemenkkes RI, 2017). Infeksi menular seksual disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang berbeda, virus, parasit, protozoa dan ektoparasit. Beberapa jenis IMS dapat menyebar melalui cara-cara non seksual seperti produk darah dan transfer jaringan. IMS juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama masa kehamilan dan persalinan. Beberapa faktor risiko penularan IMS yang telah diidentifikasi termasuk menyangkut kesehatan dan perilaku seksual seperti jumlah pasangan seksual dan usia berhubungan seksual pertama kali. Golongan usia dewasa muda memiliki tingkat risiko tertular IMS yang tinggi karena dapat terlibat hubungan seksual dengan beberapa orang dan sering kali tidak menggunakan kondom. Infeksi menular seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan perubahan perilaku seksual yang semakin bebas yang ditandai dari adanya kelompok perilaku-perilaku beresiko tinggi seperti: adanya wanita penjaja seks (WPS), pecandu narkotika, homoseksual atau perilaku seks bebas.



Menurut WHO terdapat beberapa cara pencegahan untuk menekan angka kejadian IMS dan HIV/AIDS yaitu dengan tidak melakukan seks pranikah pada remaja, mengurangi jumlah pasangan seksual (be faithful), menggunakan kondom saat berhubungan seksual, memutuskan rantai penularan infeksi, serta meningkatkan akses dan layanan pencegahan komprehensif. Layanan pencegahan IMS pada pusat pelayanan kesehatan yaitu pemberian kondom untuk pria maupun wanita, konseling pada pasien IMS yang berupa edukasi tentang pencegahan infeksi HIV pada seseorang yang berisiko terhadap penyakit tersebut, dan notifikasi pasangan seksual (Kemenkkes RI, 2016). Permasalahan : Remaja merupakan kelompok masyarakat yang sangat rentan terkena infeksi menular seksual. Apalagi dengan pengetahuan remaja yang kurang dalam hal sex education di zaman modern seperti ini. Maraknya pembelian kondom secara bebas, video yang dapat diakses bebas di dunia maya, serta minimnya pengetahuan remaja mengenai seks bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti seks bebas. Sehingga penyuluhan dilakukan agar remaja tahu betul apa dampak dari seks bebas yang bisa merugikan masa depan mereka. Perencanaan & Pemilihan Intervensi : Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu penyuluhan terbuka mengenai infeksi menular seksual. Penyuluhan ini dilakukan dengan mengunjungi Posyandu remaja sintu jaya besusu barat, untuk mengetahui apa saja yang mereka ketahui tentang infeksi menular seksual (IMS). Selain itu kegiatan ini dilakukan dengan memberikan penyuluhan mengenai penyakit menular seksual kepada para remaja sehingga mereka memahami pengertian IMS, gejala, pengobatan, dan pencegahan IMS serta mereka juga dapat memberikan informasi ini kepada keluarga maupun tetangga disekitarnya. Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah untuk terciptanya perilaku hidup sehat di kalangan remaja maupun keluarganya serta bebas dari seks bebas yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi menular seksual. Tujuan khusus adalah meningkatkan pengetahuan siswa/siswi tentang IMS dan tindakan pencegahannya sehingga mereka dapat memberikan informasi ini kepada keluarga maupun masyarakat disekitarnya.



Pelaksanaan : Kegiatan ini dilakukan di posyandu remaja sintu jaya besusu barat pada tanggal 30 Maret 2021 pukul 16:00 WITA sampai selesai yang dihadiri oleh seluruh Remaja di Posrem Sintu Jaya besusu barat. Monitoring & Evaluasi : Kegiatan penyuluhan IMS ini dilakukan untuk memberitahu sejak dini tentang sex education serta bahayanya seks bebas yang merupakan salah satu penyebab terbanyak penyakit IMS. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman siswa/siswi mengenai penyakit IMS dan apa yang harus segera dilakukan bila didapati temuan kasus IMS. Diharapkan dengan penyuluhan IMS dapat menjadikan para remaja lebih berhati-hati dari sumber infeksi menular seksual serta apa yang harus mereka perbuat jika mendapatkan kasus IMS disekitar mereka.



Judul Laporan : DETEKSI DINI HIV-AIDS PADA IBU HAMIL Latar Belakang : Human Immunodeficiency Virus merupakan golongan RNA spesifik yang menyerang sistem imun manusia, penurunan sistem imun pada orang yang terinfeksi HIV menyebabkan AIDS. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) ialah sekumpulan tanda atau gejala klinis pada penderita HIV akibat infeksi oportunistik karena penurunan sistem kekebalan tubuh (Kemenkes RI, 2014). HIV dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman, pemakaian jarum suntik secara bergantian, dan dari ibu hamil yang terinfeksi HIV ke bayinya (Efendi & Makhfudli, 2009). Berdasarkan data UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS) kasus HIV secara global mencapai 36.7 juta pada akhir tahun 2015, diperkirakan 77% dari 1,4 juta wanita hamil menerima pengobatan ARV untuk mencegah penularan HIV ke bayi dan 150 ribu kasus infeksi



baru HIV pada anak. Laporan kementrian kesehatan sampai pada September 2016 kasus penularan HIV dari ibu ke anak sebanyak 2.451 kasus dan jumlah kasus HIV pada anak