Bose Einstein [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STATISTIK BOSE-EINSTEIN



1.1 Sifat Dasar Boson Sifat sistem sub atomic yang tidak dapat dibedakan dapat dipahami dari konsep gelombang sistem. Panjang gelombang de Broglie sistem-sistem tersebut memenuhi



λ=h/mω



dengan m massa sistem dan



υ



laju sistem. Karena m



untuk sistem sub atomic sangat kecil maka panjang gelombang



λ



cukup besar.



Panjang gelombang yang besar menyebabkan fungsi gelombang dua sistem yang berdekatan menjadi tumpang tindih. Kalau dua fungsi gelombang tumpang tindih maka kita tidak dapat lagi membedakan dua sistem yang memiliki fungsi-fungsi gelombang tersebut. Kondisi sebaliknya dijumpai pada sistem klasik seperti molekul-molekul gas. massa sistem sangat besar sehingga



λ



sangat kecil. Akibatnya tidak terjadi



tumpang tindih fungsi gelombang sistem-sistem tersebut, sehingga secara prinsip sistem-sistem tersebut dapat dibedakan. Pada suhu yang sangat tinggi sistem sub atomic dapat berperilaku seperti sistem klasik. Pada suhu yang sangat tinggi kecepatan sistem sangat besar sehingga panjang gelombangnya sangat kecil. Akibatnya, tumpang tindih gelombang sistem-sistem menjadi hilang dan sistem menjadi terbedakan. Sistem kuantum yang akan kita bahas ada dua macam yaitu boson dan fermion. Boson adalah sistem yang memiliki spin kelipatan bulat dari



ℏ .



Sistem ini tidak memenuhi prinsip eksklusi Pauli sehingga satu tingkat energi dapat ditempati oleh sistem dalam jumlah berapa pun. Sebaliknya, fermion memiliki spin yang merupakan kelipatan ganjil dari



ℏ/ 2 . Sistem ini memenuhi



prinsip eksklusi Pauli. Tidak ada dua sistem atau lebih yang memiliki keadaan yang sama. 1



1.2 Konfigurasi Boson Statistik untuk menurunkan boson dinamakan statistik Bose-Einstein. Untuk menentukan fungsi distribusi Bose-Einstein, kita terlebih dahulu harus menentukan konfigurasi dengan probabilitas paling besar. Konfigurasi ini memiliki probabilitas yang jauh lebih besar daripada konfigurasi-konfigurasi lainnya sehingga hampir seluruh waktu sistem boson membentuk konfigurasi tersebut. Sifat rata-rata assembli dapat dianggap sama dengan sifat pada konfigurasi maksimum tersebut. Kita tetap membagi tingkat energi sistem-sistem dalam assembli atas M kelompok sebagai berikut : Kelompok-1 memiliki jumlah keadaan



g1



dan eneri rata-rata



E1



Kelompok-2 memiliki jumlah keadaan



g2



dan energi rata-rata



E2



gs



dan energi rata-rata



Es



Kelompok-s memiliki jumlah keadaan Kelompok-M memiliki jumlah keadaan



gM



dan energi rata-rata



EM



Kita akan menentukan berapa cara penyusunan yang dapat dilakukan jika :



2



Terdapat



n1



sistem di kelompok-1



Terdapat



n2



sistem di kelompok-2



ns



sistem dikelompok-s



Terdapat Terdapat



nM



sistem di kelompok-M



Jika ditinjau kelompok-1 di mana terdapat



g1



keadaan dan



n1



sistem. Mari kita analogikan satu keadaan sebagai sebuah kursi dan satu sistem dianalogikan sebagai sebuah benda yang akan diletakkan dikursi tersebut. Satu kursi dapat saja kosong atau menampung benda dalam jumlah beberapa saja. Untuk menghitung jumlah penyusun benda, dapat dilakukannya sebagai berikut :



3



Gambar 1.1 Penyusunan benda dan kursi analog dengan penyusunan boson dalam tingkat-tingkat energi. Untuk merepresentasikan sistem boson, bagian paling bawah harus selalu kursi. Dari gambar 1.1, apa pun cara penyusunan yang dilakukan, yang berada di ujung bawah selalu kursi karena benda harus disangga oleh kursi (sistem harus menempati tingkat energi). Oleh karena itu, jika jumlah total kursi adalah maka jumlah total kursi dapat dipertukarkan dengan harga



g1−1



g1



karena salah



satu kursi harus tetap di ujung bawah. Bersama dengan sistem banyak



n1



,



maka jumlah total benda yang dipertukarkan dengan tetap memenuhi sifat boson adalah (



g1−1 ¿+n1=g 1+ n1−1.



Akibatnya, jumlah cara penyusunan yang



dapat dilakukan adalah (g1 +n1−1)! .



4



Karenna sistem boson tidak dapat dibedakan satu degan lainnya, maka pertukaran sesame sistem dan sesame kursi tidak menghasilkan penyusunan yang



berbeda. Jumlah penyusunan sebanyak



g (¿ ¿ 1+n1−1 ) ! Secara emplisit ¿



memperhitungkan jumlah pertukaran antara sistem dan antar kursi. Jumlah pertukaran antar sistem adalah g1 ! . dalam



n1 !



dan pertukaran jumlah antar kursi adalah



Oleh karena itu, jumlah penyusunan yang berbeda untuk g1



n1



boson di



keadaan hanyalah



( g1 +n1−1)! (1.1) n1 ! g 1 !



Hal yang sama berlaku untuk kelompok-2 yang mengandung keadaan dengan populasi



n2



g2



sistem. Jumlah cara penyusunan yang berada



sistem-sistem, ke dalam keadaan-keadaan tersebut adalah (g2 +n2−1)! (1.2) g2 ! n2 ! Terakhir hingga kelompok energi ke-M, jumlah cara penyusunan yang berbeda untuk



nM



sistem dalam



gM



keadaan adalah



(g M + nM −1) ! (1.3) gM ! n M !



5



Akhirnya jumlah total cara penyusunan yang berbeda secara bersamaan sistem di dalam gM



dalam



g1



keadaan,



n2



sistem di dalam



g2 ,



….,



nM



n1 sistem



keadaan adalah



( g1 +n1−1)! ( g 2+ n2−1)! (g + n −1)! M (gs +n s−1)! × ×… × M M =∏ (1.4 ) n1 ! g 1 ! g 2 ! n2 ! gM ! nM ! ns ! gs ! s=1 Harus juga diperhitungkan jumlah cara membawa N sistem dari luar untuk didistribusikan ke dalam tingkat-tingkat energi di atas. Jumlah cara pengambilan N sistem adalah N! cara. Karena sistem tidak dapat dibedakan maka jumlah tersebut harus dibagi dengan N!, sehingga jumlah total cara membawa N sistem ke dalam tingkat-tingkat energi di dalam assembli adalah N!/N!=1. Akhirnya, kita dapatkan jumlah penyusunan sistem-sistem dalam assembli boson adala M



W =∏ s=1



(g s+ns −1)! (1.5) ns! gs!



1.3 Konfigurasi Maksimum Selanjutnya



kita



akan



menentukan



konfigurasi



dengan



peluang



kemunculan paling besar. Ambil logaritma ruas iri dan kanan persamaan (1.5)



M



∏ s=1



[



]



M M ( g s +n s−1)! (g + n −1)! =¿ ∑ ln s s =ln ∑ ln ( g s +n s−1 ) !−ln ns !−ln gs !(1.6) ns ! g s ! ns! gs! s=1 s=1 ln W =ln ¿



Kemudian kita gunakan pendekatan Stirling untuk melakukan penyederhanaan sebagai berikut :



6



ln ( g s+ ns−1 ) ! ≅ ( gs + ns−1 ) ln ( g s +n s−1 )−(gs +n s−1) ln g s ! ≅ g s ln g s−g s ln n s ! ≅ ns ln n s−n s Dengan pendekatan tersebut maka persamaan (1.6) menjadi : gs +¿ g s M



ln W =∑ [ ( g s+ ns−1 ) ln ( g s +n s−1 )−(gs + ns−1) ]−g s ln ¿ s=1



−ns ln ns + ns (1.7) Jumlah total sistem serta energi total assembli memenuhi M



M



s=1



s=1



N=∑ ns dan U=∑ ns Es



Untuk assembli yang terisolasi sehingga tidak ada pertukaran sistem maupun energi antara assembli dan lingkungan. Jumlah sistem maupun energi assembli constant. Pembatasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk diferensial berikut ini : M



δN =∑ δ ns =0(1.8) s=1



M



δU =∑ E s δn s=0(1.9) s=1



Konfigurasi



dengan



probabilitas



maksimum



diperoleh



dengan



memaksimumkan ln W. Dengan memperhatikan konstrain pada persamaan (1.8) dan (1.9) maka konfigurasi dengan probabilitas maksimum memenuhi



7



δ lnW + αδN + βδU =0



Selanjutnya



dengan



(1.10)



mengambil



diferensial



persamaan



(1.7)



diperoleh



M



W =¿ ∑ [ δ ( g s+ ns −1 ) ln ( g s +n s−1 ) −δ ( g s +n s−1)−δg s ln gs + δ g s−δ ns ln n s +δ n s ] (1.11) s=1



δ ln¿ Hitung suku per suku yang terkandung dalam persamaan (1.11)



i)



δ ( g s +ns −1 ) ln ( gs +n s−1 ) =



∂ ( g +n −1 ) ln ( g s+ ns−1 ) δn s ∂n 1 s s



[



¿ ln ( g s−1+n s ) + ( gs + ns−1 ) ×



]



1 δn s ( g s+ ns −1 )



¿ [ ln ( g s−1+n s )+ 1 ] δn s ∂ ( g +n −1 ) δ ns=δ ns ∂ ns s s



ii)



δ ( g s +ns −1 )=



iii)



δg s ln gs =



∂ g ln g s δ ns=0 ∂ ns s



iv)



δn s ln ns =



∂ 1 n ln ns δ n s= ln ns +n s × δ ns =[ ln ns +1 ] δ n s ∂n s s ns



[



]



Persamaan (1.11) selanjutnya menjadi M



M



s=1



s=1



δ lnW ≅ ∑ [ ln ( g s+ ns −1 ) +1 ] δ n s−δ n s−0+ 0− [ ln ns +1 ] δ n s+ δ n s=∑ [ ln ( g s +n s−1 )−ln ns ] δ ns



M



¿ ∑ ln s =1



Karena



[



]



gs +n s−1 δ n s (1.12) ns gs ≫1



dan



ns ≫ 1



maka



gs +n s−1 ≅ g s +ns



sehingga persamaan



(1.12) dapat disederhanakan lebih lanjut menjadi



8



M



δ lnW =∑ ln s=1



[ ]



gs + ns δ n s( 1.13) ns



Subtitusikan persamaan (1.8), (1.9), dan (1.13) ke dalam persamaan (1.10) diperoleh M



∑ ln s=1



[ ]



M M g s+ ns δ n s+ α ∑ δ ns + β ∑ E s δn s=0 ns s=1 s=1



Atau M



∑ s=1



{[ ] ln



}



gs +n s + α + β Es δ ns =0(1.14) ns



Kesamaan di atas harus berlaku untuk semua variasi



δ ns



. Ini dijamin ika



bagian di dalam kurung selalu nol, yaitu ln



[ ]



g s +n s + α + β Es =0 ns



g s +ns =exp ( −α−β Es ) ns gs +n s=n s exp (−α−β Es ) gs =ns [ exp (−α −β E s )−1 ] Dan akhirnya ungkapan untuk jumlah populasi pada tiap-tiap tingkat energi sebagai berikut n s=



gs (1.15) exp ( −α−β Es ) −1



9



Ternyata untuk assembli boson, parameter



β



juga berbentuk



β=



−1 . kT



Dengan demikian, bentuk lengkap fungsi Bose-Einstein untuk assembli boson adalah n s=



gs exp ( −α + E s / kT )−1



1.4 Parameter α Parameter



(1.16)



untuk foton dan fonon α



pada persamaan (1.16). ada satu kekhususan untuk



assembli foton (kuantisasi gelombng elektromagnetik) dan fonon (kuantitasi getaran atom dalam Kristal) dan ini berimplikasi pada nilai parameter



α.



Dalam suatu kotak, foton bias diserap atau diciptakan oleh atom-atom yang berada pada dinding kotak. Akibatnya, jumlah foton dalam satu assembli tidak harus tetap. Jumlah foton bias bertambah, jika atom-atom di dinding memancarkan foton dan bias berkurang jika atom-atom di dinding menyerap foton. Untuk sistem semacam ini pembatasan bahwa jumlah total sistem dalam assembli konstan sebenarnya tidak berlaku. Pada penurunan fungsi distribusi Bose-Einstein kita telah mengamsusikan bahwa jumlah sistem dalam assembli selalu tetap, yaitu



δN =0 . Konstrain ini dimasukkan dalam persamaan dengan



memperkenalkan faktor pengali Langrange



α . Oleh karena itu, agar konstrain



ini tidak diberlakukan untuk assembli dengan jumlah sistem tidak tetap, seperti foton dan fonon maka nilai



α



harus diambil nol. Dengan nilai ini maka fungsi



distribusi untuk sistem semacam ini menjadi n s=



gs (1.17) exp ( Es /kT ) −1



10



APLIKASI STATISTIK BOSE-EINSTEIN



2.1 Radiasi Benda Hitam Teori tentang radiasi benda hitam menandai awal lahirnya mekanika kuantum dan fisika modern. Benda hitam merupakan penyerap sekaligus pemancar kalor



11



terbaik. Benda hitam dapat dianalogikan sebagai kotak yang berisi gas foton. Jumlah foton dalam kotak tidak selalu konstan. Ada kalanya foton diserap oleh atom-atom yang berada di dinding kotak dan sebaliknya atom-atom di dinding kotak dapat memancarkan fotonn ke dalam ruang kotak. Karena jumlah foton yang tidak konstan ini maka faktor Bose-Einstein untuk gas foton adalah 1 E kT



e −1



Yang diperoleh dengan menggunakan α =0 Foton



adalah



kuantum



gelombang



elektromagnetik.



Ekstensi



foton



direspresentasikan oleh keberadaan gelombang berdiri dalam kotak. Karena gelombang elektromagnetik memiliki dua kemungkinan arah osilasi (polarisasi) yang saling bebas, maka kerapatan keadaan foton dalam kotak merupakan dua kali kerapatan gelombang stasioner, yaitu : g ( λ ) dλ=



8π dλ (1.18) 4 λ



Dengan demikian, jumlah foton dengan panjang gelombang antara



λ



sampai



λ+ dλ adalah n ( λ ) dλ=



g ( λ ) dλ (1.19) e E−kT −1



Karena energi satu foton adalah panjang gelombang antara E ( λ ) dλ=



E=hc /λ



λ sampai



maka energy foton yang memiliki



λ+ dλ adalah



hc n ( λ ) dλ λ



12



¿



8 πhc dλ (1.20) λ5 e E /kT −1



2.1.1



Hukum Pergeseran Wien



Gambar 1.2 adalah plot E( λ ¿ bahwa E( λ ¿



sebagai fungsi



mula-mula naik, kemudian turun setelah mencapai nilai



maksimum pada panjang gelombang mendiferensial E( λ ¿ terhadap



|



λ pada berbagai suhu. Tampak



λm



. Kita dapat menentukan



λ dab menyamakan



λm



dengan



λ dengan



dE ( λ) =0(1.21) dλ λ m



Gambar 1.2 Spektrum radiasi benda hitam pada berbagai suhu Berdasarkan persamaan (1.20) maka



13



E ( λ )=



8 πhc 5 λ







(1.22)



E kT



e −1



Untuk memudahkan diferensial persamaan (1.22) persamaan diatas kita misal x=λkT /hc . Dengan pemisalan tersebut maka dapat ditulis



E λ=8 πhc



5



kT hc



( ) x (e1−1) (1.23) 5



1 x



dE( λ) dE( λ) dx kT dE( λ) = = dλ dx dλ hc dx 5



kT kT ¿ 8 πhc hc hc



( )



( ) dxd ( x (e 1 −1) )(1.24)



Agar terpenuhi



5



1/x



dE =0 maka pada persamaan 1.24 harus memenuhi dλ



d 1 =0(1.25) 5 1 dx x ( e / x −1 )



(



)



Jika didiferensiasi secara seksama akan dapat hubungan berikut



( 1−5 x ) e1 / x −5=0 (1.26) Nilai x pada persamaan (1.26)dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Jika menggunakan instruksi Wolfram Research, maka solusi untuk x yang memenuhipersamaan 91.26) adalah 0,194197. Dengan demikian,



λm



memenuhi hubungan



14



λm kT =0,194197 hc Atau λm T =0,194197



hc (1.27) k



−23 dengan menggunakan nilai konstanta k =1,38x 10 J /K , h= 6,625 x



10−34 Js , dan c=3 ×10 8 m/ s maka kita peroleh λm T =2,8 ×10−3 mK (1.28)



Gambar 1.3 Spektrum energi radiasi matahari berdasarkan hasil pengukurandan prediksi dengan persamaan radiasi matahari (gari).



15



Gambar 1.4 Warna bintang menunjukan suhu bintang. Semakain menuju kewarna biru suhu bintang semakin tinggi. Sebaliknya suhu bintang semakin rendah apabila menuju ke warna merah. Persamaan (1.28) tidak lain daripada ungkapan hukum pergeseran Wien. Hukum ini menjelaskan hubungan antara suhu benda dengan gelombang dan intensitas maksimum yang dipancarkan benda tersebut. Makin tinggi suhu benda maka makin pendek gelombang yang dipancarkan benda tersebut, atau warna benda bergeser kea rah biru. Ketika pandai besi memanaskan logam maka warna logam berubah secara terus menerus dari semula merah, kuning, hijau dan selanjutnya ke biru-biruan. Ini akibat suhu benda yang semakin tinggi. Hukum pergeseran Wien telah dipakai untuk memperkirakan suhu benda berdasarkan spectrum elektromagnetik yang dipancarkan. Energi yang dipancarkan benda diukur pada berbagai panjang gelombang. Kemudian intensitas tersebut diplot terhadap panjang gelombang sehingga diperoleh selanjutnya diterapkan pada hukum pegeseran Wien guna memprediksi suhu benda. Pada astronom memperkirakan suhu bintang-bntang, berdasarkan spectrum energy yang dipancarkan oleh bintang-bintang tersebut.



2.1.2



Persamaan Stefan-Boltzmann



16



Sebuah benda hitam memancarkan gelombang, elektromagnetik pada semua jangkauan frekuansi dari nol sampai tak berhingga. Hanya intensitas gelombang yang dipancarkan berbeda-beda. Ketika panjang gelombang menuju nol, intensitas yang dipancarkan menuju nol. Juga ketika panjang gelombang menuju tak berhingga, intensitas yang dipancarkan juga menuju tak berhingga. Intensitas gelombang yang dipancarkan mencapai maksimum pada saat



λ=λm



Energy



diperoleh



total



yang



dipancarkan



oleh



benda



hitam



. dengan



mengintegralkan persamaan (1.20) dari panjang gelombang nol sampai tak berhingga, yaitu E=∫ E ( λ ) dλ 0



¿ 8 πhc ∫ 0



1 dλ (1.29) 5 hc/ λkT λ e −1



Untuk menyelesaikan persamaan integral (1.29) misalkan



y=hc / λkT . Dengan



pemisalan tersebut maka diperoleh ungkapan-ungkapan berikut ini : 1 kT = y λ hc 1 kT = 5 hc λ



5



( )y



λ=



5



hc 1 kT y



dλ=



−hc 1 dy kT y 2



17



Syarat batas yang berlaku bagi y. saat



λ=0



maka y=~ dan saat



λ=



maka



y=0. Dengan demikian, dalam variable y integral (1.29) menjadi 0



E=8 πhc ∫



¿ 8 πhc



¿ 8 πhc



kT hc



5



( )



kT hc



5



kT hc



4 0



hc kT



y5



−y



e −1



0



− y 5 dy ∫ e y−1



( )( ) ( )



(−hc/ kT y 2 ) dy



−y 5 dy ∫ e y−1 (1.30)



Persamaan (1.30) merupakan kerapatan energy foton di dalam kotak. Hubungan antara kerapatan energy yang diradiasi dengan energy foton dalam kotak adalah Erad =cE/ 4



kT ¿ 2 πh c hc 2



[



4



( )



¿ 2 πh c 2



k hc



4



( )



3



dy ∫ eyy−1 0



]



y 3 dy 4 ∫ y T (1.31) 0 e −1



Persamaan (1.31) sangat mirip dengan persamaan Stefan-Boltzman. Jadi pada persamaan (1.31) kita dapat menyamakan k σ =2 πh c hc 2



4



( )



y 3 dy ∫ e y−1 (1.32) 0



Dengan menggunakan instruksi matematika sederhana kita dapatkan y 3 dy ∫ e y −1 =6,49394 0



18



Selanjutnya



dengan −23



k =1,38 x 10



memasukkan −34



J /K , h=6,625 x 10



nilai



konstanta-konstanta 8



Js , dan c=3 × 10 m/ s



lain



kita dapatkan nilai



konstanta Stefan-boltzman. σ =5,65× 10−8 W /m 2 K 4



2.1.3



Cosmic Microwave Background (CMB) Salah satu gejala penting sebagai hasil peristiwa Big bang adalah



keberadaan radiasi yang bersifat isotropic (sama ke segala arah) di alam semesta dalam panjang gelombang mikro. Gejala ini selanjutnya dikenal dengan icosmic microwave background (CMB). Radiasi ini benar-benar isotropic. Penyimpangan dari sifat isotropic hanya sekitar seper seribu. Dua astronom muda, Arno Penzias dan Robert Wilson yang pertama kali mengidentifikasi gejala ini tahun 1965 dengan menggunakan antene horn yang dikalibrasi dengan teliti. Dengan anggapan bahwa alam semesta berupa benda hitam sempurna dan setelah dilakukan pengukuran yang teliti intensitas radiasi gelombang mikro ini pada berbagai panjang gelombang yang mungkin, selanjutnya hasil pengukuran di-fit dengan persamaan radiasi benda hitam (1.4) disimpulkan bahwa suhu rata-rata alam semesta sekarang adalah 2,725 K.



19



Gambar 1.5 CMB dengan persamaan radiasi benda hitam



Gambar 1.6 Variasi suhu alam semesta berdasarkan posisi Ada sekitar variasi suhu pada arah yang berbeda seperti ditunjukkan dalam gambar diatas. Bagian berwarna merah sedikit lebih panas dan bagian berarna biru sedikit lebih dingin dengan penyimpangan 0,0002 derajat.



2.2 Kapasitas kalor Kristal 20



Dalam Kristal-kristal atom bervibrasi. Jika diselesaikan dengan mekanika kuantum maka energy vibrasi atom-atom dalam Kristal terkuantisasi. Kuantisasi getaran atom tersebut disebut fonon. Energy fonon dengan bilangan kuantum n 1 En=(n+ ) ℏω . Karena jumlah fonon tidak konstan maka fungsi 2



adalah



distribusi untuk fonon diperoleh dengan mengambil



α =0 . Fungsi distribusi



tersebut persis sama dengan fungsi distribusi untuk foton. Karena frekuensi fonon umumnya merupakan fungsi bilangan gelombang, κ , maka secara umum energy toal yang dimiliki fonon dalam Kristal dapat



ditulis U=∑



ℏω(κ) (1.33) exp [ ℏω (κ)/kT ] −1



Jika fonon memiliki sejumlah polarisasi dan polarisasi kep memiliki frekuensi ω p ( κ ) , maka energy total fonon setelah memperhitungkan polarisasi tersebut adalah U=∑ ∑ p



κ



ℏ ω p ( κ) (1.34) exp [ ℏ ω p (κ)/kT ] −1



Penjumlahan terhadap Tetapi jika



κ



κ



dilakukan engan asumsi bahwa



κ



adalah integer.



adalah variable kontinu maka penjumahan terhadap



κ



dapat



diganti dengan integral dengan melakukan transformasi berikut ini



∑ →∫ g p ( κ ) dκ (1.35) κ



21



Tetapi karena terhadap κ



ω



merupakan fungsi



κ



maka kita dapat mengubah integral



menjadi integral terhadap ω dengan melakukan transformasi



∑ →∫ g p ( κ ) dκ →∫ g p ( ω ) dω(1.36) κ



Akhirnya kita dapat menulis menulis ulang persamaan (1.34) menjadi U=∑ ∫ g p (ω) p



ℏω dω(1.37) exp [ ℏω /k B T ] −1



Dari definisi energy dalam persamaan (1.37) maka kita dapat menentukan kapasitas panas yang didefinisikan sebagai berikut C v=



¿



dU dT



d ℏω g p (ω) dω ∑ ∫ dT p exp [ ℏω /k B T ] −1



¿∑ ∫ g p ( ω) p



d ℏω ℏωdω (1.38) dT exp [ ℏω /kT ] −1



{



}



Untuk menyederhanakan persamaan (1.38) mari kita lihat suku diferensial dalam persamaan tersebut. Untuk mempermudah kita misalkan



y=ℏω /kT . Dengan



pemisalan tersebut maka d d dy −ℏω d = = dT dy dT k T 2 dy d ℏω d 1 − ℏω d 1 = = y 2 y dT exp [ ℏω / kT ] −1 dT e −1 k T dy e −1



{



} { }



{ }



22



{



y



}



−ℏω 1 ℏω e = 2 y 2 2 y k T ( e −1 ) k T ( e −1 ) 2



¿



exp [ ℏω /kT ] ℏω 2 k T ( exp [ ℏω/kT ] −1 )2



Dengan demikian, kapasitas kalor dapat ditulis C v =∑ ∫ g p ( ω ) p



¿



{



}



exp [ ℏω /kT ] ℏω ℏωdω 2 k T ( exp [ ℏω /kT ] −1 )2



exp [ ℏω /kT ] ℏω g (ω) ω2 dω(1.39) 2 ∑∫ p 2 kT p ( exp [ ℏω/kT ] −1 )



2.2.1 Model Einstein Untuk mencari kapasitas kalor Kristal, Einstein mengusulkan model bahwa semua fonon berisolasi dengan frekuensi karakteristik yang sama,



ω0 ,



dengan asumsi ini maka dapat ditulis g p ( ω )=Nδ ( ω−ω0 ) (1.40)



Di mana



δ ( ω−ω0 )



merupakanfungsi data dirac. Dengan model ini kita



dapatkan kapasitas kalor Kristal untuk satu macam polarisasi saja sebesar exp [ ℏω /kT ] ℏ2 C v= 2 ∫ g ( ω ) ω2 dω 2 kT ( exp [ ℏω /kT ] −1 )



¿



exp [ ℏω /kT ] ℏ2 Nδ ( ω−ω0 ) ω2 dω 2∫ 2 kT ( exp [ ℏω /kT ]−1 )



23



2 exp [ ℏω /kT ] Nℏ ¿ ω 2 (1.41) 2 2 0 k T ( exp [ ℏω /kT ]−1 )



Untuk Kristal 3 dimensi, terdapat tiga arah polarisasi fonon yang mungkin (arah sumbu x, y, dan z). dengan menganggap bahwa ke tiga polarisasi tersebut memberikan sumbangan energy yang sama besar maka kapasitas kalor total menjadi tiga kali dari yang tampak dalam persamaan (1.41), yaitu menjadi



C v=



3 Nℏ k T2



2



[ ] ( [ ] ) exp



exp



ℏω kT



ℏω −1 kT



2



ω02 ( 1.42 )



Tinjau kasus-kasus khusus, yaitu ketika T → 0



→0



maka exp [



ℏ ω0 /kT ¿ ≫1



dan T → . dalam kondisi T



[ ]



ℏ ω0 sehingga exp [ ℏ ω0 /kT ¿−1≈ exp kT



akibatnya



C v=



3 Nℏ k T2



2



2



3 Nℏ ω0 kT



2



2



e



[ ] ( [ ]) exp



exp



−ℏω0 kT



ℏ ω0 kT



ℏ ω0 kT



2



ω 02



(1.43)



Perhatikan suku pembilang dan penyebut pada persamaan (1.43). jika T → 0



maka suku penyebut



T2 → 0



dan suku pembilang



exp



[ ]



−ℏω →0 kT



sehingga



kita dapat mengaproksimasi



24



exp



[ ]



ℏ ω0 ℏ ω0 ≈ 1+ kT kT



Dengan aproksmasi ini maka persamaan (1.42) dapat ditulis menjadi



C v=



3 Nℏ k T2



2



[ ] ( [ ] ) 1+exp



1+



ℏ ω0 kT



ℏ ω0 −1 kT



2



ω02



2



2 3 Nℏ ℏ ω 0 2 ≈ ω0 2 kT kT



( )



¿ 3 Nk =3 ( n N A ) k ¿ 3 n ( N A k ) =3 nR(1.44)



Dengan



NA



bilangan Avogadro, n jumlah mol d an R=



NAk



konstanta gas



umum. Hasil ini persis sama dengan teori klasik dari dulong-petit bahwa kapasitas kalor persatuan mol semua padatan adalah konstan, yaitu 3R. Gambar 1.7 adalah perbandingan hasil pengamatan kapasitas kalor intan (symbol) dan prediksi dengan model Einstein. Terdapat kesesuaian yang baik antara prediksi model tersebut dengan pengamatan, khususnya nilai kapasitas kalor yang menuju nol jika suhu menuju nol dan nilai kapasitas kalor menuju konstanta dulong-petit pada suhu tinggi.



25



Gambar 1.7 Kapasitas panas intan yang diperoleh dari pengamatan (simbol) dan prediksi menggunakan model kapasitas panas Einstein. Model Einstein dapat menjelaskan dengan baik kebergantugan kapasitas panas terhadap suhu. Sesuai dengan pengamatan experiment bahwa pada suhu menuju nol kapasitas panas menuju nol dan pada suhu tinggi kapasitas panas menuju nilai yang diramalkan Dulong-petit. Akan tetapi, masih ada sedikit penyimpangan antara data eksperimen dengan ramalan Einstein. Pada suhu yang menuju nol, hasil eksperimen memperlihatkan bahwa kapasitas panas berubah sebagai fungsi kubik 9 pangkat tiga) dari suhu, bukan seperti pada persamaan (1.42). oleh karena itu perlu penyempurnaan pada model Einstein untuk mendapatkan hasil yang persis sama dengan eksperimen.



2.2.2 Model Debeye Salah satu masalah yang muncul dalam model Einstein adalah asumsi bahwa semua fonon bervibrasi dengan frekuensi yang sama. Tidak ada justifikasi untuk asumsi ini. Asumsi ini digunakan semata-mata karena kemudahan mendapatkan solusi. Oleh karena itu hasil yang lebih tepat diharapkan muncul jika dianggap frekuensi fonon tidak seragam. Asumsi ini digunakan oleh Debeye untuk membangun teori kapasitas panas yang lebih teliti. Namun, sebelum masuk



26



ke teori Debeye kita akan terlebih dahulu membahas kerapatan keadaan untuk kisi g ( ω) .



dalam usaha mencari ekspresi yang tepat untuk



Frekuensi getaran kisi dalam Kristal secara umum tidak konstan, tetapi bergantung



pada



bilangan



gelombang.



Persamaan



yang



menyatakan



kebergantungan frekuensi dengan bilangan gelombang dinamakan persamaan ω=ω(κ) . Dari persamaan dispersi tersebut dapat diturunkan



dispersi,



persamaan kerapatan keadaan sebagai berikut g ( ω )=



V κ2 (1.45) 2 π 2 dω/dκ



Kebergantungan



ω



terhadap



κ



kadang sangat kompleks. Sebagai contoh,



untuk Kristal satu dimensi, kita peroleh persamaan dispersi



1−cos 2C ( )¿ m ¿¿



κa ¿2 ,



dengan m massa atom, C konstanta pegas getaran kisi, dan a jarak antar atom dalam kisi (periodisitas). Namuun, jika



κ



sangat kecil, atau panjang



gelombang yang besat ( κ=2 π / λ ¿ , jika dapatkan sebuah persamaan aproksimasi ω=v g κ (1.46)



Dengan



vg



disebut kecepatan grup. Dalam membangun model kapasitas panas,



Deybe mengambil asumsi sebagai berikut : i.



Frekuensi getaran kisi memenuhi persamaan dispersi



ω=v g κ



27



ii.



Ada sebuah frekuensi maksimum,



ωm



yang boleh dimiliki fonon



dalam kristal sehingga tidak ada fonon yang dimiliki frekuensi di atas ωm



.



Dari persamaan dispersi (1.46) kita dapatkan bahwa untuk



k=



ω vg



menjadi



ω







ωm



,



dan



dω =v g dk



sehingga kerapatan keaadaan pada persamaan (1.45)



g ( ω )=



Vω 2 2 πvg 3



. Akhirnya jika gabung dengan asumsi kedua tentan



adanya frekuensi maksimum getaran fonon diperoleh ungkapan umum untuk kerapatan keadaan sebagai berikut :



{



V 2 ω , ω ≤ ωm g ( ω )= 2 πv 3g (1.47) 0 ω> ωm



Gambar 1.8 Kurva kerapatan keadaan sebagai fungsi pada model Einstein dan Debeye



28



Perbedaan kurva kerapatan keadaan sebagai fungsi pada model Einstein dan Deybe diperlihatkan pada gambar 1.8. Berapa nilai Debye? Untuk menentukan



ωm



ωm



pada model



kita kembali pada defenisi bahwa



g ( ω)



adalah jumlah keadaan per satuan frekuensi. Karena frekuensi maksimum fonon adalah



ωm



maka integral



g ( ω)



dari frekuensi 0 sampai



ωm



memberikan



jumlah total keadaan yang dimiliki fonon, dan itu sama dengan jumlah atom, N . Jadi, ωm



∫ g(ω) dω=N 0



ωm



2 V ω ∫ 2 πg 3 dω=N 0 g



ωm



V ω2 dω=N 3∫ 2 πv g 0 3 V ωm =N 2 πv 3g 3



Yang memberikan ungkapan untuk frekuensi maksimum ω3m=



6 πv 3g N (1.48 ) V



Untuk kemudahan mari kita didefenisikan suhu Debye,



ΘD



, berdasarkan



hubungan ini K B Θ D=ћω m (1. 49) Dengan definisi di atas didapatkan



29



ΘD =







ћv g 3 6 π 2 N (1.50) KB V



Kita asumsikan bahwa kapasitar kalor kisi yang dihasilkan oleh tiap polarisasi fonon sama besarnya. Karena terdapat tiga polarisasi getaran yang mungkinan p dalam persamaan (1.39) mengahasilakan



maka penjumlahan terhadap indeks



tiga kali nilai per polarisasi. Akibatnya, tanda sumasi dapat diganti dengan tiga dan kita peroleh kapasitas panas yang disumbangkan oleh semua polarisasi menjadi, ћω



e kT −1 ¿ ¿ ¿2 ¿ ω2 dω ¿ ћω /kT e −1 ωm



3 ћ2 eћω /kT ¿ 2 ∫ g ( ω) 2 kT 0 ¿ ¿ ћω kT



e g ( ω) ¿ ∞ ћ2 C v =3 2 ∫ ¿ kT 0 e e



ћω/ kT



−1 ¿ ¿ ¿2 ¿



(¿¿ ћω /kT −1)2 ω2 dω+



2







ћω/ kT



ћ e ( 0) ¿ 2∫ kT ω m



2 ωm



¿



ћω /kT



3ћ V e 2∫ 3 ¿ kT 0 2 π v g



( )



30



e ћω/kT



e ω4 dω (1.51) (¿¿ ћω / kT −1)2 ωm



3 ћ2 V ¿ ∫¿ 2 π v 3g kT 2 0 Untuk menyelesaikan integral pada persamaan (1.51) kita misalkan x=ℏω / kT . Dengan permisalan tersebut maka



ω=



kT x ℏ



dω=



kT dx ℏ



Selanjutnya, syarat batas untuk x ditentukan sebagai berikut. Jika



x=0



ω=ω m



dan jika



x=



maka



ω=0



maka



ℏ ωm k ΘD = =ΘD /T . Dengan demikian, kT kT



bentuk integral untuk kapasitas panas menjadi 3 ℏ2 V C v= 2 π v 3g kT 2



3 ℏ2 V ¿ 3 2 2 π v g kT



Θ D /T



Θ D /T



∫ 0



∫ 0



ex



kT 4 kT x dx 2 ℏ ( e x −1 ) ℏ



ex x4



( e x −1 )



Berdasarkan definisi



2



( )



dx (1.52)



ΘD



pada persamaan (1.50) maka dapat ditulis



atau



Vk T 3 =3 Nk ( T / Θ D ) 3 3 . Subtitusikan hubungan 2 π vg ℏ



4



ΘD 3=6 π 2 ℏ 3 v 3g /k 3 V



3



ini ke dalam persamaan (1.52) maka diperoleh ungkapan kapasitas kalor dalam bentuk yang lebih sederhana sebagai berikut



31



T C v =9 Nk ΘD



3 ΘD / T



ex x4



( ) ∫ (e −1) dx (1.53) 0



x



2



Selanjutnya integral tidak bergantung lagi pada T dan hasil integral adalah sebuah bilangan. Jika menggunakan program Mathematic, maka diperoleh hasil integral pada persamaan (1.53) adalah ex x 4



π2 dx=¿ (1.54) 2 15 ( e x −1 )



∫¿ 0



Dengan demikian, untuk T → 0 diperoleh 9 π 2 Nk T Cv≈ 15 ΘD



3



( )



3



¿ A T (1.55) Dengan 2



A≈



9 π Nk (1.56) 3 15 ΘD



Persamaan (1.56) sangat sesuai dengan hasil eksperimen. Sebaliknya, untuk T→



maka penyebut pada persamaan (1.52) dapat diaproksmasi



x dan pada pembilang dapat diaproksimasi e ≈1



T C v =9 Nk ΘD



3 ΘD / T



( )



∫ 0



e x −1 ≈ x



sehingga



x4 dx ( x )2



32



T C v =9 Nk ΘD



3 ΘD / T



( )∫



x 2 dx=9 Nk



0



3



1 ΘD 3 T



3



( ) ( ) T ΘD



¿ 3 Nk (1.53) Yang juga persis sama dengan ramalan Dulong-Petit.



Gambar 1.9 Kapasitas kalor argon padat diukur pada suhu jauh di bawah suhu Debeye. Garis adalah hasil perhitungan menggunakan teori Debeye (kittel, hal 125) Gambar diatas adalah hasil pengukuran kapasitas panas argon padat (titik-titik) beserta kurva yang diperoleh menggunakan model Deybe. Tampakbahwa ramalan Deybe tentang kebergantungan kapasitas kalor pada pangkat tiga suhu sangat sesuai dengan hasil pengamatan. Teori Deybe dan Einstein hanya berbeda pada suhu rendah. Pada suhu agak tinggi, kedua teori tersebut memprediksi hasil yang sangat mirip dan pada suhu yang sangat tinggi ke dua teori memberikan prediksi yang sama persis sama dengan hukum Dulong-Petit. 2.3 Kondensasi Bose-Einstein



33



Gambar 1.10 Salah satu hasil pengukuran yang membuktikan fenomena kondensasi Bose-Einstein. Kita kembali melihat bentuk fungsi distribusi Bose-Einstein. Jumlah sistem yang menempati keadaan dengan energi N ( En ,T ) =



En



pada suhu T adalah



1 E −μ exp n −1 kT



Tampak jelas dari ungkapan di atas bahwa pada suhu yang sangat rendah sistemsistem akan terkonsentrasi di keadaan-keadaan dengan energi sangat rendah. Jika T →0



maka jumlah sistem yang menempati tingkat energi paling rendah,



tingkat energi kedua, ketiga, dan seterusnya makin dominan. Jumlah sistem yang menempati keadaan-keadaan dengan nilai energi tinggi makin dapat diabaikan. Hampir semua sistem akan berada pada tingkat energi terendah jika suhu didinginkan hingga dalam orde



10−14 K . Gambar diatas memperlihatkan



evolusi populasi boson pada tingkat energi terendah (bagian tengah kurva). Pada suhu T