BST Astigmatisme Miopia Kompositus ODS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bed Site Teaching ASTIGMATISME MIOPIA KOMPOSITUS ODS



Oleh : Aufa Ummaimah Epiloksa



1940312074



Muhammad Husnul Ikhsan



1940312157



Preseptor : dr. M. Hidayat, Sp. M (K)



BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. 1 Pada kelainan refraksi terjadi tidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab terbanyak gangguan penglihatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kedua kebutaan yang dapat diatasi. 2



Media refraksi pada mata terdiri atas kornea, aquous humor, lensa, dan korpus vitreus. Pada mata normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang, sehingga bayangan benda dibiaskan tepat di makula lutea pada keadaan mata istirahat, yang disebut sebagai emetropia. Apabila bayangan benda dibiaskan tidak tepat di makula lutea pada keadaan mata istirahat disebut sebagai ametropia. Kelainan yang termasuk dalam ametropia yaitu miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisme. 2 Perkiraan prevalensi kelainan refraksi secara global berkisar antara 800 ribu hingga 2,3 juta kasus. Tidak ada data pasti prevalensi kelainan refraksi dari WHO dikarenakan populasi yang sangat besar, sehingga besarnya kemungkinan bias pada penelitian yang telah dilakukan.3 Miopia adalah salah satu kelainan refraksi apabila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan istirahat. Hal tersebut menyebabkan seseorang kesulitan untuk melihat jauh sehingga kelainan ini sering disebut dengan rabun jauh. Miopia merupakan kelainan mata yang tersering di seluruh dunia. Kejadian miopia yang terus meningkat dalam 50 tahun terakhir diperkirakan sudah mengenai 1,6 miliar penduduk di seluruh dunia. Menurut perhitungan WHO, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap miopia, jumlah penderita miopia akan semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.1,4 Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. 1



Prevalensi astigmatisme secara global diperkirakan mencapai 70%. Prevalensi astigmatisme bervariasi seiring bertambahnya usia, dimana lebih tinggi pada bulan pertama kehidupan ketika kelengkungan kornea sangat curam. Sebuah studi di Eropa menunjukkan prevalensi astigmatisme sebesar 23,9%.3,5 Terdapat tiga penatalaksanaan astigmatisme, yaitu penggunaan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy dan radial keratotomy.6 1.2 Batasan Masalah Makalah ini membahas tentang anatomi media refraksi, fisiologi refraksi, definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,



diagnosis



diferensial,



tatalaksana,



komplikasi



dan



prognosis



astigmatisme. 1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai astigmatisme. 1.4 Metode Penulisan Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai literatur. 1.5 Manfaat Penulisan Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang astigmatisme.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Media Refraksi1,3,4,6 Refraksi mata adalah perubahan jalan cahaya yang diakibatkan oleh media refraksi mata. Media refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, aqueous humor, permukaan anterior dan posterior lensa serta korpus vitreus. 1. Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang berfungsi sebagai pelindung yang dilalui oleh berkas chaya saat menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda mulai dari epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descemet dan endotel. 2. Aqueous Humor Aqueous humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang serta memiliki volume sekitar 250 µL. Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris dan memiliki kecepatan pembentukan rata-rata 2,5 µL. Kecepatan pembentukan aqueous humor ini memiliki variasi diurnal. Aqueous humor mengalir melalui pupil menuju bilik mata depan lalu melewati anyaman trabekular. Anyaman trabekular membentuk saringan-saringan yang memiliki pori-pori yang ukurannya semakin kecil ketika semakin mendekati kanal Schlemm. Aqueous humor akan mengalir ke dalam kanal Schlemm lalu saluran eferen dalam kanal tersebut akan mengalirkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor akan dikeluarkan dari mata ke dalam sistem vena korpus siliaris, koroid, dan sklera. 3. Lensa Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan siliare. Di anterior lensa terdapat aqueous humor, di sebelah posteriornya terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel (sedikit lebih



permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit masuk. Nukleus



lensa



lebih



keras



daripada



korteksnya. Sesuai



dengan



bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lamamenjadi lebih besar dan kurang elastik. 4. Korpus Vitreus Korpus vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois - normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. 2.2 Fisiologi Refraksi 1,6,7 Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (CN II), ke korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea hampir sama dengan aqueous humor, sedangkan daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata yang emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.



Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat melalui proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina. Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa. Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh. 2.3 Astigmatisme3,4 Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi pada 2 garis titik fokus yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea.



Gambar 2.1 Perbandingan mata normal dan mata penderita astigmatisme



2.3.1 Epidemiologi4 Astigmatisme adalah kelainan refraksi umum, terhitung sebanyak 13% dari semua kelainan refraksi. Prevalensi astigmatisme bervariasi menurut usia, dengan prevalensi tinggi (sekitar 20%) pada bulan-bulan pertama kehidupan ketika kelengkungan kornea sangat curam. Beberapa penelitian telah menemukan dominasi astigmatisme pada bayi adalah astigmatisme with the rule, yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea dibidang horizontal. Setelah berusia 40 tahun, poros astigmatisme bergeser, dari dominasi with the rule ke dominasi against the rule, mungkin karena perubahan kelengkungan kornea. 2.3.2 Etiologi 4 1. Kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80-90% dari astigmatisme. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anter-posterior bola mata. Perubahan lengkung ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut, peradangan serta pembedahan kornea. 2. Kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur seseorang maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisme. 2.3.3 Klasifikasi1,3,4 Berdasarkan posisi garis fokus di retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut : 1) Astigmatisme regular Didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak



lurus pada bidang lain sehingga pada salah satu



bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme regular dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu : i.



Astigmat Lazim (Astigmatisme with the rule)



Astigmatisme ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut satu sama lain secara horizontal (180° ±20° ) atau vertikal (90° ±20°) with in the rule astigmatism. Dimana meridian vertikal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian horizontal. Astigmatisme ini dapat dikoreksi –axis 180 atau +axis 90. ii. Astigmat tidak lazim (Against the rule astigmatism) Suatu kondisi dimana meridian horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian vertikal. Astigmatisme jenis ini dapat dikoreksi dengan +axis 180° ±20° atau –axis 90° ±20°. iii. Oblique Astigmatism Merupakan suatu astigmatisme regular dimana kedua principle meridian tidak pada meridian horizontal atau vertikal. Principle meridian terletak lebih dari 20° dari meridian vertikal atau horizontal. iv. Biobligue Astigmatism Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk sudut satu sama lain. 2) Astigmatisme Ireguler Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi yang tidak



teratur bahkan mempunyai perbedaan pada meridian



yang sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisme irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku. Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1.



Astigmatisme Miopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina sedangkan titik B berada tepat pada



retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya



bias terkuat sedangkan titk B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl – Y atau Sph –X Cyl + Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.



Gambar 2.2 Astigmatisme Miopia Simpleks 2. Astigmatisme Hipermetropia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titk A berada tepat pada retina sedangkan titik B berada di belakang retina.



Gambar 2.3 Astigmatisme Hipermetropia Simpleks 3. Astigmatisme Miopia Kompositus Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina sedangkan titik B berada diantara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph-X Cyl-Y.



Gambar 2.4 Astigmatisme Miopia Kompositus 4. Astigmatisme Hipermetropia Kompositus Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina sedangankan titik A berada diantara titik dan retina. Pola koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.



Gambar 2.5 Astigmatisme Hipermetropia Kompositus 5. Astigmatisme Mixtus Titik A berada di depan retina sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl –Y atau Sph –X Cyl +Y, dimana



ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi



hingga nilai X menjadi nol atau rotasi X dan Y menjadi sama - sama – atau +.



Gambar 2.6 Astigmatisme Mikstus Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri: a. Astigmatisme Ringan Astigmatisme



yang



ukuran



powernya



3,00 dioptri. Pada astigmatisme ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi. 2.3.



4 Patogenesis8 Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan



memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisme, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisme dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina. 2.3.5 Manifestasi Klinis1 Pada nilai koreksi astigmatisme kecil, hanya terasa pandangan kabur. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi



lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sering merasa sakit kepala, mata tegang dan pegal.



2.3.6 Diagnosis1,7,9 Diagnosis



astigmatisma



ditegakkan



berdasarkan



anamnesis



dan



pemeriksaan fisik. Karena astigmatisma adalah suatu kondisi dimana bias permukaan kornea tidak bulat, dapat menurunkan ketajaman visual dengan membentuk gambar yang terdistorsi karena gambar cahaya fokus pada 2 titik terpisah di mata. Maka manifestasi klinis astigmatisma adalah penglihatan yang kabur. Gejala lain yang umum adalah fenomena streak atau sinar di sekitar titik sumber cahaya, yang paling nyata dalam lingkungan gelap. Jika besarnya astigmatisma tinggi, hal itu dapat membayangi atau mencoreng tulisan dalam jumlah yang sangat tinggi, dapat menyebabkan diplopia. Pasien dengan astigmatisma, melihat segala sesuatu terdistorsi. Upaya untuk mengimbangi kesalahan bias oleh akomodasi dapat menyebabkan gejala asthenopic seperti sensasi terbakar di mata atau sakit kepala.



2.3.7 Teknik Pemeriksaan Refraksi10 1. Pemeriksaan Refraksi Objektif Pemeriksaan refraksi obyektif dilakukan menggunakan alat retinoscopy dan auto-refractor yang hasilnya dapat dilihat atau diukur langsung, tidak tergantung apa yang dikatakan oleh penderita kepada pemeriksa. Hasil pemeriksaan refraksi subyektif sangat tergantung yang dikatakan penderita kepada pemeriksa. Metode pemeriksaan subyektif antara lain menggunakan metode best vision sphere, sphero-sylindrical dan near refraction dengan menggunakan phoropter atau lensa coba (trial lens) yang dipakaikan pada penderita. Mengingat masing-masing metode memilki kelebihan dan kekurangan maka biasanya kedua jenis pemeriksaan tersebut dilakukan bersama. Pemeriksaan dengan retinoscopy dan auto-refrakter membutuhkan keahlian tingkat lanjut seorang ahli mata, dan alat phoropter termasuk alat yang berat, rentan dan mahal, maka yang akan dilakukan pada ketrampilan dasar pemeriksaan mata adalah metode pemeriksaan



yang paling umum digunakan yaitu secara subyektif menggunakan set alat trial lens.



1.1 Retinoskopi10,11,12 Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan bias mata (rabun dekat, rabun jauh, silindris) dan kebutuhan untuk kacamata. Tes cepat, mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama minimal dari pasien. Melalui



retinoscopy



dikenal



seberkas



cahaya



sebagai



intercept,



diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan pantulan berbentuk sama, yang disebut refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran antara intercept dan refleks retinoskopik menandakan hanya ada kelainan sferis, atau terdapat kelainan silindris tambahan dengan intercept yang bersesuaian dengan salah satu meridian utama.



Gambar 2.7 Refleks Retinoskopi pada Kelainan Sferis dan Astigmatisme Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan horizontal di mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari retina. Pemeriksa kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai gerakan dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan gerakan adalah kesalahan bias mata dan menunjukkan kekuatan lensa yang diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan / atau lensa kontak (practical opth).



Gambar 2.8. Retinoskopi menghasilkan pantulan cahaya pada saat pemeriksaan Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tidak dapat membaca, karena tidak dibutuhkan kerjasama dengan penderita.Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dilakukan di dalam kamar gelap. Jarak pemeriksa dengan penderita 67 cm. Sumber cahaya terletak di atas penderita agak kebelakang supaya muka penderita dalam keadaan gelap.Cahayanya ditujukan pada pemeriksa yang memegang cermin, oleh cermin ini cahaya dipantulkan kearah pupil penderita sehingga pemeriksa melalui lubang yang terdapat di tengah-tengah cermin dapat melihat reflek fundus di pupil penderita. Kemudian cermin digerak-gerakkan, perhatikan gerakan dari reflek fundus pada mata penderita. Arah gerak cermin sama dengan arah gerak reflek fundus. Gerak reflek fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin didapatkan pada myopia lebih dari 1 D.17 Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan kecepatan gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang tegas dan gerak cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila refleknya suram, pinggirnya tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan pada kelainan refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak, tanda ada astigmatisme. Sedangkan pada hipermetrop, miop, atau emetrop mempunyai pinggir yang melengkung (crescentie).



1.2 Autorefraktometer10,11,12 Autorefraktometer merupakan sebuah alat dengan sistem komputerisasi yang digunakan untuk pemeriksaan refraksi mata secara objektif dan peresepan kacamata atau lensa kontak. Prinsip kerja alat ini berdasarkan bagaimana perubahan cahaya masuk kedalam mata.



Autorefraktometer yang dapat dengan cepat menentukan refraksi objektif, tetapi alat ini kurang bermanfaat pada anak atau orang dewasa dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat. Teknik pemeriksaan refraksi dengan autorefraktometer sangat cepat, mudah, dan tidak nyeri.Sebelum pemeriksaan mata pasien diteteskan sikloplegik untuk menjaga agar muskulus siliaris dalam posisi yang relaks dan menghindari kesalahan diagnosis karena pseudomiopia. Pasien duduk dikursi dan dagu ditempelkan pada alat pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan satu mata terlebih dahulu, mata menghadap ke mesin dan mata pasien seperti melihat sebuah gambar yang jauh dari mesin tersebut. Gambar tersebut bergerak jauh dan dekat untuk melihat bagaimanakah proyeksi bayangan tersebut di retina. Dalam beberapa detik hasil pemeriksaan refraksi mata pasien dapat keluar dan kemudian hasil dicetak secara elektronik.



Gambar 2.9 Pemeriksaan dengan menggunakan autorefractometer



2. Pemeriksaan Refraksi Subjektif3 2.1 Pemeriksaan Visus Tajam penglihatan atau visus merupakan pengukuran objek terkecil yang dapat diidentifikasi seseorang dalam berbagai jarak yang diberikan terhadap matanya. Tes tajam penglihatan biasanya dicatat sebagai rasio atau fraksi yang membandingkan dengan standar pemeriksaan lain yang telah disepakati. Dalam pencatatan, angka pertama ditulis sebagai jarak antara pasien dengan tabel (biasanya yang dipakai adalah kartu Snellen), angka kedua sebagai jarak huruf yang dapat dibaca oleh seseorang dengan ketajaman mata yang normal. Tajam



penglihatan 20/80 mengindikasikan pasien dapat membaca huruf atau angka terkecil pada jarak 20 kaki, dimana pada normalnya dapat dibaca pada jarak 80 kaki. Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan pada jarak 20 kaki atau 6 meter. Pada jarak 6 meter karena 6 meter dianggap jarak yang paling ideal bagi seseorang untuk dapat melihat huruf ataupun angka tanpa mata harus berakomodasi. Cara melakukan pemeriksaan tajam penglihatan: 1. Tempatkan pasien pada jarak 20 kaki atau 6 meter. Selanjutnya pasien diminta untuk melihat papan Snellen. 2. Pemeriksaan dilakukan satu mata bergantian dan biasanya pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, Satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca. 3. Minta pasien untuk membaca baris huruf yang paling besar dan seterusnya ke baris dengan huruf yang lebih kecil. 4. Catat hasil pengukuran tersebut sebagai tajam penglihatan awal sesuai dengan hasil pemeriksaan. 5. Ulangi prosedur pemeriksaan untuk mata yang lain. 6. Apabila tajam penglihatan adalah 6/30 atau kurang dari itu, ulangi tes tersebut dengan menggunakan pinhole. Pinhole tersebut diletakkan di depan kacamata yang digunakan pasien. Jika visus membaik, berarti pasien memang mengalami gangguan refraksi. 7. Apabila pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen pada jarak 6 meter, penderita diminta menghitung jari pemeriksa. Pemeriksaan ini disebut sebagai pemeriksaan tajam penglihatan dengan hitung jari. Catatlah jaraknya apabila pasien dapat menjawab dengan benar. Contoh 2/60 yang berarti pasien hanya dapat melihat 2 meter, sedangkan orang normal dapat melihat dalam jarak 60 meter. Pemeriksaan hitung jari dimulai dari jarak 5 meter dan kemudian pemeriksa maju mendekati pasien.



8. Apabila pasien tidak dapat melihat dengan pemeriksaan menghitung jari, dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan pergerakan tangan pemeriksa. Contohnya pergerakan tangan 1/300, berarti pasien dapat melihat gerakan tangan pada jarak 1 meter sedangkan orang normal dapat melihatnya pada jarak 300 meter. Lakukan juga pemeriksaan proyeksi dengan menanyakan arah gerakan lambaian tangan apakah arah kanan ke kiri atau atas ke bawah. Jika pasien dapat menyebutkan arah gerakan tangan dengan benar, berarti proyeksi baik. 9. Apabila pasien tidak dapat melihat pergerakan tangan, gunakan senter apabila ia dapat mendeteksi ada atu tidak nya cahaya dan arah datangnya cahaya. Keadaan ini dicatat sebagai 1/~ (satu per tak terhingga) yang berarti pasien dapat melihat cahaya pada jarak 1 meter, sedangkan orang normal dapat melihatnya pada jarak tak terhingga. Pada keadaan ini juga dilakukan pemeriksaan proyeksi dengan menanyakan kepada pasien arah datangnya sinar. Bila pasien dapat menentukan arah sinar, berarti arah proyeksi baik. 10. Bila pasien tidak dapat melihat sinar, maka tajam penglihatan pasien tersebut dikatakan nol atau NLP (No Light Perception)



2.2 Trial Frame dan Trial Lens3 Tujuan melakukan pemeriksaan refraksi secara subjektif adalah untuk menentukan lensa bantu yang dapat memberikan penglihatan paling jelas dan paling nyaman untuk mengoreksi kelainan refraksi pada pasien. Alat yang perlu dipersiapkan yaitu: 1. Penggaris 2. Optotype Snellen 3. Set alat trial frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba) 4. Keratoskop Plasido 5. Kartu baca dekat Cara melakukan pemeriksaan yaitu: 1. Persiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype snellen. Tentukan dahulu ketajaman penglihatan masing-masing



mata, dengan menutup mata yang tidak diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukkan huruf-huruf pada optotype snelen mulai dari deretan huruf terbesar sampai deretan huruf terkecil yang masih dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan lengkap.



Gambar 2.10 Snellen Chart 2. Ukur jarak pupil (PD/Pupil Distance) kedua mata untuk mengukur jarak frame kanan dan kiri pada trial frame yang akan dipasangkan kaca mata atau lensa bantu koreksi nantinya. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea mata, kemudian ukur jarak antara kedua reflek tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk jarak pupil penglihatan jauh. 3. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah emmetropia atau hipermetropia dengan akomodasi. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang belum akan diperiksa. 4. Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa sferis positif (+)0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap. Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emmetropia. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa



mulai



dengan



memberikan



lensa



positif



(+)



0,25D,



berturut-



turutmeningkat 0,25D. Hal ini adalah usaha untuk membuat mata menjadi emmetrop dengan mengurangi akomodasi, sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas tanpa akomodasi. Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas menunjukkan besar kelainan hipermetropianya. 5. Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes pinhole dengan meletakkan pinhole didepan mata yang diperiksa. Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif (pasien dapat melihat lebih jelas), maka kemungkinan mata termasuk miopia. Untuk menilai besar miopia, dimulai dari lensa negatif (-)0,25D ,ditambahkan berturut-turut -0,25 sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6. Jadi, pemeriksaan refraksi yang memerlukan penambahan dan pengurangan kekuatan lensa hingga didapatkan visus terbaik dinamakan trial and errors.



Gambar 2.11 Pemeriksaan Refraksi Subjektif Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis kekuatan lensa yang pas untuk digunakan melihat dengan jelas, namun tidak semua lensa tersebut akan nyaman digunakan sebagai lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis kekuatan lensa yang memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat dipakai sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi penderita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis kekuatan lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat



membaca huruf tersebut. Jadi bila pasien miopia dikoreksi dengan -3,0D memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25D, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Sedangkan pada penderita hipermetropia, bila pasien dikoreksi dengan +3,0D memberikan tajam penglihatan 6/6, begitu juga dengan lensa +3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi +3,25. Ketepatan koreksi sangat ditentukan oleh ketepatan ukuran lensa bantu yang dapat membiaskan sinar tepat pada retina dengan akomodasi lensa yang minimal agar penderita dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Pemeriksaan refraksi harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kebosanan dari penderita yang akan mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-anak yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk membantu konsentrasinya dan orangtua yang cepat lelah sehingga pemeriksaan dapat diteruskan di lain waktu. Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan dengan metode



refraksi



spero-cylindrical



menggunakan



lensa



silindris



untuk



mengoreksinya. Selain itu dapat juga menggunakan keratoscop palsido. Pemeriksaan astigmatisme dengan keratoskop plasido bertujuan untuk mengetahui keteraturan permukaan kornea. Keratoskop plasido diletakkan kurang lebih 20 cm didepan mata orang yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus memandang lubang keratoskop. Dari lubang tersebut pemeriksa dapat melihat bayangan lingkaran pada kornea. Bila kornea bulat sempurna, yang tampak adalah lingkaran konsentrik. Bila ada meredian yang lebih melengkung daripada yang lain tegak lurus pada meredian I tadi, maka tampak lingkaran-lingkaran lonjong sehingga disebut sebagai astigmatisme reguler. Pada astigmatisme irreguler, bentuk bayang garis hitam putih yang tampak tidak teratur. Pemeriksaan adanya presbiopia berhubungan dengan keluhan membaca dekat dan usia lanjut, karena presbiopia biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun. Metode yang digunakan adalah near refraction dengan kartu baca dekat. Sebelumnya sesuaikan jarak pupil penglihatan dekat pada kaca mata coba. Berikan lensa spheris (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00D (usia 40 tahun), S+1,50D



(45 tahun) hingga S+3,00D (60 tahun). Minta penderita untuk membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (±30 cm). Mengingat pemeriksaan ini adalah subyektif, maka dapat terjadi kasus malingering terutama pada anak-anak yang hanya ingin memakai kaca mata sepeti orang tuanya atau pada orang dengan kelainan perilaku. Gunakan plano test pada lensa coba untuk mengetes adanya malingering dan lihat adanya perbaikan. Pindahkan anak lebih dekat dengan kartu snellen dan ulangi pemeriksaan tajam penglihatan. Bila tidak ada perbaikan maka dapat dikatakan penderita berpurapura mengalami kelaian refraksi. Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan meliputi identitas penderita, usia, jenis kelainan refraksi yang didapatkan pada mata kanan (OD/Oculi dextra) dan mata kiri (OS/Oculi sinistra), jarak pupil (PD) penglihatan jauh dan dekat dan besarnya koreksi yang diperlukan. 1) Pemeriksaan dengan Jackson Cross Cylinder Teknik yang digunakan saat ini untuk menentukan sumbu dan kekuatan komponen silinder dari kelainan refraksi adalah JacksonCross-Cylinder (JCC), juga disebut teknik flip-cross. Teknik ini tidak mengharuskan mata dalam keadaan berkabut untuk tampilan yang tepat. Bahkan teknik ini baik dilakukan jika circle of least confusions dipertahankan pada membran yang membatasi bagian luar retina. Lensa JCC adalah lensa yang memiliki lensa spherocylindrical yang memiliki komponen kekuatan sferis dan komponen kekuatan silinder dengan kekuatan dua kali lebih besar dari kekuaan lensa sferis, dan tanda yang berlawanan, seperti +0,50 OS dengan -1.00 DC. Hal ini menghasilkan daya bias meridian bersih 0,50 DC dalam satu meridian utama dan -0.50 DC pada meridian lainnya (hingga 50 DC). Crossed cylinder +0.25 OS dengan -0.50 DC (hingga 25 DC) atau +0.37 OS dengan -0.75 DC (hingga 37 DC), dan lain-lain, juga ada. Dengan demikian, dua sumbu utama dari lensa crossed cylinder menunjukkan kekuatan silinder yang sama dari tanda yang berlawanan. Meridian utama terdapat pada tepi lensa sehingga dapat terlihat oleh pemeriksa.



Langkah pertama dalam pemeriksaan refraksi cross-silinder adalah dengan mengatur lensa sferis untuk menghasilkan ketajaman visual terbaik tanpa akomodasi. Buramkan penglihatan yang akan diperiksa dengan lensa sferis positif saat pasien melihat grafik; kemudian kurangi kekaburan sampai ketajaman visual terbaik diperoleh. Jika terdapat astigmat, pengurangan keburaman menempatkan lingkaran yang tidak tampak jelas tepat pada retina. Hal tersebut dinamakan astigmat campuran. Kemudian, tampilkan 1-2 garis diatas dari ketajaman visual yang terbaik. Kemudian gunakan cross-silinder, pertama untuk perbaikan aksis silinder dan kemudian untuk perbaikan kekuatan lensa silinder.



Gambar 2.12 Sumbu lensa JCC dapat diubah tanpa dibalik dengan rotasi lensa JCC searah atau berlawanan dengan arah jarum jam. Pegangan JCC dirotasi 45 derajat searah jarum jam dari gambar A. Pada kondisi with-the rule atau against-the-rule okular astigmat, orientasi meridional lensa JCC pada gambar A dapat digunakan untuk menilai sumbu silinder, dan orientasi pada gambar B dapat digunakan untuk menilai kekuatan silinder. Garis vertikal dibawah AXC menunjukkan sumbu dari lensa silinder yang dikoreksi. Berikut ini langkah-langkah pemeriksaan refraksi cross-silinder: 1.



Atur lensa sferis dengan lensa sferis positif dengan kekuatan terbesar atau lensa sferis negatif dengan kekuatan terkecil sehingga diperoleh ketajaman penglihatan yang terbaik.



2.



Gunakan pemeriksaan dengan grafik huruf/angka 1 atau 2 baris diatas ketajaman visual terbaik pasien.



3.



Jika belum ada koreksi silinder, cari astigmat dengan crosssilinder pada aksis 90° dan 180°. Jika tidak ada, lakukan pada aksis 45° dan 135°.



4.



Perbaiki aksis



silinder. Posisikan cross-silinder dengan



aksis 45° dari meridian utama silinder yang sudah dikoreksi. Tentukan pilihan yang terbaik dengan membalikan crosssilinder, dan rotasikan aksis silinder terhadap aksis crosscylinder. Ulangi sampai 2 pilihan tampak sama. 5.



Perbaiki kekuatan silinder. Sejajarkan sumbu cross-silinder dengan meridian utama dari silinder yang sudah dikoreksi. Tentukan pilihan yang terbaik dengan membalikkan crosssilinder dan tambahkan atau kurangi kekuatan sesuai dengan posisi yang lebih disenangi dari cross-silinder. Imbangi perubahan posisi dari lingkaran yang tidak tampak jelas dengan menambahkan setengah dari lensa sferis pada arah yang berlawanan setiap kekuatan silinder diganti



6.



Perbaiki lensa sferis, aksis silinder, dan kekuatan silinder sampai tidak ada perubahan yang dibutuhkan.



2.3.8 Penatalaksanaan1,3,4,11 1) Koreksi lensa Astigmatisme dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatisme akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas. 2) Orthokeratology Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat



dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata. 3) Bedah refraksi Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari: 1. Radial keratotomy (RK) Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.



2. Photorefractive keratectomy (PRK) Prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.



2.3.9 Komplikasi 1 Astigmatisme yang tidak dirawat pada orang dewasa dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat dan terkadang sakit kepala. Rabun pada anak-anak memerlukan perhatian khusus dan penjagaan mata benar. Hal ini disebabkan karena apabila mata tidak dirawat dengan benar dapat menyebabkan terjadinya ambliopia (mata malas). 2.3.10 Prognosis 1 Kacamata dan kontak lensa dapat mengkoreksi penglihatan pasien menjadi 5/5. Operasi mata dapat memperbaiki kelainan mata pada orang yang memenuhi syarat. Sekitar 30 % dari semua orang memiliki silindris, dalam sebagian besar kasus kondisi tidak berubah banyak setelah usia 25 tahun. Astigmatisme progresif dapat terjadi pada trauma kornea , infeksi berulang dari kornea, dan penyakit degeneratif seperti keratoconus.



BAB III LAPORAN KASUS Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dilakukan pada: Rabu, 12 Agustus 2020 pukul 14.00 WIB di Poli Mata RSUP. Dr. M. Djamil Padang A. Anamnesis 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur/



: Tn AK/ Laki-Laki/ 22 Tahun



b. Pekerjaan/pendidikan



: Mahasiswa / S1



c. Alamat



: Jalan Abdul muiz jati V no 5F Padang



timur d. Agama



: Islam



e. Status Menikah



: Belum Menikah



2. Keluhan utama : Pandangan kedua mata kabur saat melihat jauh terutama sejak 2 bulan yang lalu. 3. Riwayat Penyakit Sekarang -



Penglihatan yang terasa semakin kabur saat melihat jauh semakin parah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan mata kabur dirasakan perlahan tanpa rasa nyeri dan pasien harus menyipitkan mata saat melihat jauh.



-



Pasien masih mampu untuk melihat dekat, penglihatan tidak disertai pandangan yang ditutupi bayangan awan.



-



Tidak ada penglihatan seperti tirai yang menutup



-



Penglihatan pasien pernah berbayang/ganda



-



Penglihatan seperti kilatan cahaya tidak ada



-



Pasien tidak rutin kontrol matanya ke spesialis mata.



-



Pasien ada mengeluhkan kepala sering sakit.



-



Pasien menggunakan kacamata sejak tahun 2013, terakhir pasien menggunakan kacamata dengan resep mata kanan S-4.50 dan mata kiri S3.50 namun lensa silindris dan axis pasien tidak ingat.



-



Pasien memiliki kebiasaan membaca diruang gelap, bermain Hp dan menatap layar monitor berjam-jam.



-



Pasien tidak ada riwayat penggunaan lensa kontak



4. Riwayat Penyakit Dahulu -



Riwayat trauma (+) pada mata kanan pernah terkena shuttlecock.



-



Setelah trauma tersebut penglihatan mata kanan disertai nyeri dan merah di mata cukup banyak, terlihat perdarahan sampai pertengahan pupil (hifema grade 2)



-



Riwayat operasi mata (-)



-



Riwayat Diabetes Melitus dan Hipertensi (-)



-



Riwayat Alergi (-)



5. Riwayat Penyakit Keluarga -



Riwayat penurunan penglihatan dan dapat dikoreksi dengan lensa spheris negatif pada 2 orang kakak pasien sejak remaja.



-



Ayah dan ibu tidak ada keluhan yang sama seperti pasien



-



Riwayat hipertensi dan diabetes (-)



-



Riwayat alergi (-)



6. Riwayat Kebiasan, Sosial, dan Lingkungan Rumah -



Riwayat merokok (-)



-



Riwayat konsumsi alkohol (-)



-



Lingkungan rumah baik dan sosial pasien baik.



B. Pemeriksaan Fisik 1.



Status Generalis Keadaan Umum



: Baik



Kesadaran



: CMC



Nadi



: 88x/ menit



Nafas



: 18x/menit



TD



: 120/70 mmHg



Suhu



: Afebris



TB



: 176 cm



BB



: 56 Kg



Edema



: tidak ada



Sianosis



: tidak ada



2. Status Oftalmikus STATUS OFTALMIKUS Visus tanpa koreksi Visus dengan koreksi Refleks fundus Silia/supersilia



Palpebra superior



Palpebra inferior



Margo Palpebra Aparat lakrimalis Konjungtiva Tarsalis Konjungtiva Forniks Konjungtiva Bulbii



OD



OS



4/60 S-4.50 C-0.25 (90◦) -> 20/20 + Trikiasis (-)



3/60 S-4.00 C-0.75 (90◦) ->20/20 + Trikiasis (-)



Madarosis (-) Edem (-)



Madarosis (-) Edem (-)



Hiperemis (-)



Hiperemis (-)



Massa (-) Edem (-)



Massa (-) Edem (-)



Hiperemis (-)



Hiperemis (-)



Massa (-) Ektropion (-)



Massa (-) Ektropion (-)



Entropion (-) Hiperlakrimasi (-) Hiperemis (-) Papil (-) folikel



Entropion (-) Hiperlakrimasi (-) Hiperemis (-) Papil (-)



(-) sikatrik (-) Hiperemis (-) Papil (-) folikel



folikel (-) sikatrik (-) Hiperemis (-) Papil (-)



(-) sikatrik (-) Hiperemis (-) injeksi siliar (-)



folikel (-) sikatrik (-) Hiperemis (-) injeksi siliar



injeksi konjungtiva (-) Putih Bening



Sklera Kornea Kamera Okuli



(-) injeksi konjungtiva (-) Putih Bening



Cukup dalam, Jernih, Kedalaman cukup, Jernih Anterior Iris Cokelat, ruggae (-) Cokelat, ruggae (-) Pupil Bulat , RF +/+. Ꝋ 3-4 mm, Bulat , FP +/+. Ꝋ 3-4 mm, Lensa bening bening Korpus vitreum Jernih Jernih TIO N(P) N(P) Posisi Ortho Ortho Gerakan Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah Pemeriksaan funduskopi direk tidak dilakukan karena protokol saat pandemi COVID-19 di RSUP. Dr. M. Djamil Padang C. Diagnosis Kerja -



Astigmatisme Miopia Kompositus ODS



D. Pemeriksaan Penunjang -



Funduskopi Indirek



E. Manajemen a. Edukasi -



:



Edukasi bahwa penyakit matanya dengan lensa bantu bukan menyembuhkan, tetapi hanya membantu pernglihatan agar lebih baik.



-



Kontrol ke spesialis mata 1 kali 6 bulan.



-



Edukasi cara membaca yang benar



-



Kacamata selalu dipakai kecuali saat mandi dan tidur



b. Kuratif



:



Pemberian lensa kacamata untuk membantu perbaikan penglihatan: OD: S-4.50 C-0.25 (90◦) OS: S-4.00 C-0.75 (90◦) F. Prognosis



1. Quo ad Visam ODS : Dubia ad Bonam 2. Quo ad Vitam ODS : ad Bonam 3. Quo ad Sanam ODS : Dubia ad Bonam 4. Quo ad Fungsionam ODS : Dubia ad Bonam



Resep Kacamata



:



Trifocus Bifocus Monofocus OD Vitrum



Vitrum



Spher



Cyldr



-4.50



-0.25



Axis



OS Prisma



Basis



Vitrum



Vitrum



Spher



Cyldr



-4.00



-0.75



Axis



Prisma



Basis



Color



Distant



Vitrol



Pupil



Pro Login



90◦



90◦



Quitat Pro domo Propi n Quitat Pro



: Tn. AK



Umur



: 23 Tahun



Alamat : Jalan Abdul Muiz Jati V no.5F Padang timur, Padang



Padang, 12 Agustus 2020



TTD Dokter



62



DAFTAR PUSTAKA 1.



Ilyas S.



Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa



Kedokteran. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2015.hal 73 2.



American Academy of Ophthalmology. Clinical optics. San Francisco: American Academy of Ophthalmology: 2014.



3.



Dunaway D, Berger I. Worldwide distribution of visual refractive errors and what to expect at a particular location. The International Society for Geographic and Epidemiologic Ophthalmology:2006



4.



WHO (2007). Vision 2020 The Right to Sight. World Health Organization Publication Data.



http://www.who.int/blindness/Vision2020_report.pdf



-



Diakses Oktober 2018.. 5.



Williams KM, Verhoeven VJM, Cumberland P et al (2015). Prevalence of Refractive Error in Europe: the European Eye Epidemiology Consortium. European Journal of Epidemiology; 30(4): 305-315.



6.



Goes JF. Refractive Errors Dalam The Eye In History. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Limited Publisher :2013



7.



Nana W. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya;2003.



8.



Kaimbo DKW. Astigmatism – Definition, Etiology, Classification, Diagnosis and Non Surgical Treatment, Astigmatism - Optics, Physiology and Management. China: Intech;2012. Hal 60-9.



9.



Guyton, Arthur C, John EH. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC;2008.



10. American Academy of Ophtalmology. Basic & Clinical Science Course 2003-2004. Section 3. Optics, Refraction, and Contact Lenses. 11. Jorge J, Queiros A, Almeida JB, Parafita MA. Retinoscopy/Autorefraction: Which Is the Best Starting Point for a Noncycloplegic Refraction. Optometry and Vision Science. 2005; 82(1):64–8. 12. Artini, Widya, Johan AH, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.