Budaya Organisasi Dan Budaya Kualitas [PDF]

  • Author / Uploaded
  • arin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SISTEM MANAJEMEN MUTU BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA KUALITAS



Oleh : Arin Dian Safitri NIM.1631410037



Jurusan Teknik Kimia Poiteknik Negeri Malang 2017



A. Pemahaman Budaya Organisasi dan Budaya Kualitas Pemahaman budaya organisasi dimulai dari definisi budaya organisasi beserta aspek-aspek dan karakteristiknya, fungsi dan dinamika, pembentukan budaya organisasi dan kekuatan budaya organisasi yang akan diuraikan berikut ini. 1. Budaya Organisasi Keberadaan suatu organisasi atau perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan jangka panjang yang dilandasi untuk menghasilkan nilai-nilai tambah dan manfaat bagi stakehoulders yang meliputi para pemegang saham, karyawan, mitrakerja, dan masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan nilai-nilai tambah dan mafaat tersebut, perusahaan harus mempunyai visi, misi, tujuan, strategi, program kerja yang terencana dan terfokus, serta berkesinambungan. Dalam upaya memberikan kepastian akan pencapaian tujuan jangka panjang tersebut, perusahaan memerlukan daya dukung dalam bentuk empat pilar utama, yaitu sumberdaya manusia yang bermutu dan profesional, sistem dan teknologi yang terpadu, strategi yang tepat, serta logistik yang dibutuhkan. Dalam pengelolahan operasioanal perusahaan dalam jangka panjang dan kontinu, peran sumberdaya manusia mempunyai kedudukan strategis,



karena



merupakan



unsur



utama



dalam



sentral dan



menciptakan



dan



merealisasikan peluang bisnis. Dalam upaya pemberdayaan karyawan agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan suatu acuan baku diberlakukan dalam perusahaan. Acuan tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya bagi perusahaan. Menurut Moeljono (2005: 52), budaya organisasi merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisai yang dipelajari, ditetapkan serta dikembangkan secara kontinu, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berprilaku dalam berorganisasi untuk



mencapai tujuan perusahaan. Budaya organisasi adalah perwujudan sehari-hari dari nilai-nilai dan tradisi yang mendasari organisasi tersebut. Hal ini terlihat pada bagaimana karyawan berperilaku, harapan karyawan terhadap organisasi dan sebaliknya, serta apa yang dianggap yang wajar dalam hal bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaan. Budaya organisasi atau perusahaan mengandung beberapa aspek pokok (Bounds, 1994:100) seperti berikut. 1. Budaya merupakan konstruksi sosial unsur-unsur budaya seperti nilainilai, keyakinan dan pemahaman, yang dianut oleh semua anggota kelompok. 2. Budaya memberikan tuntutan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian . 3. Budaya berisi kebiasaan atau tradisi 4. Dalam suatu budaya, pola nilai-nilai, keyakinan, harapan pemahaman dan perilaku timbul dan berkembang sepanjang waktu . 5. Budaya mengarahkan perilaku: kebiasaan atau tradisi merupakan perekat yang mempersatukan suatu organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya berperilaku sesuai dengan norma. 6. Budaya masing-masing organisasi bersifat unik . Budaya organisasi atau perusahaan merupakan filosofis yang dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan dan diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi sebagai acuan ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi, misi, dan strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan profesional yang mempunyai integritas yang tinggi. Dari uraian tersebut dapat dismpulkan bahwa dapat melakukan akultrasi budaya organisasi, selain akan menghasilkan karyawan yang berkualitas, juga jadi penentu sukses perusahaan. Banyak perusahaan dengan budaya organisasi yang efektif dapat meningkatkan produktivitas, rasa ikut memliki perusahaan dari karyawan dan ahirnya meningkatkan keuntungan perusahaan.



Ada beberapa faktor penting yang menentukan perilaku manajemen suatu perusahaan, yaitu budaya organisasi, struktur, sistem, rencana, kebijakan formal, kepemimpinan, dan lingkungan perusahaan yang kondusif. Menurut penelitian John P. Kotter dan James L, Heskett(1992) membuktikan ada empat prinsip utama yang akan tercapai dengan budaya organisasi yang efektif, yaitu (1) budaya organisasi akan meningkatkan kinerja ekonomi jangka panjang, (2) akan menjadi suatu faktor dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan, (3) akan mengurangi penggunaan dana dalam jumlah yang besar, dan



(4)



para



karyawan



akan



makin



meningkat



profesional



dan



keterampilannya. Kesadaran para pemimpin dan karyawan terhadap budaya organisasi akan memengaruhi produktivitas perusahaan dan memberikan motivasi yang kuat untuk mempertahankan , memelihara, mengembangkan budaya organisasi, tersebut sehingga merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan perusahaan. Menurut Graves (dalam Moeljono , 2005: 9 ), terdapat tiga sudut pandang mengenai budaya organisasi, yaitu (1) Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan dan sebagainya; (2) budaya merupakan produk struktur dan funsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi



berbeda dengan organisais



terdesentralisasi; (3) budaya merupakan produk sikap dan perilaku seluruh orang dalam organisasi yang berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi. Menurut Robbins (dalam Moeljono, 2005: 11) ada tujuh karakterisik budaya organisasi, yaitu (1) inovasi dan keberanian mengambil resiko ; (2) mempunyai perhatian secara detil; (3) berorientasi pada hasil; (4) berorientasi kepada manusia; (5) berorientasi tim; (6) agresif; dan (7) stabil. Selain itu Schein (dalam Carrell et, al, 1997 ) memberikan beberapa karakteristik dalam mendefinisikan budaya organisasi, yaitu (1) values, the dominand values espoused by an organizationz (2) the philoshopy that guide and organizations policies towardsits employes and customers; (3) norms of behavior that involve



in working grub; (4) politics; (5) the rules of the game for getting alng in the organization; (6) the climate of work which conveyed by physical layout an the way people interact; (7) behavior of people when they interact such as the language and demeanor : the social interaction. Menurut Robbins



(dalam Moeljono,2005: 13) terdapat sepuluh



karakteristik yang dipakai sebagai acuan esensial dalam memahami dan mengukur keberadaan budaya (1) Individu, (2) Toleransi resiko, yaitu tingkat pengambilan resiko, invasi dan keberanian individu, (3) Arahan, yaitu kemampuan organisasi dalam menciptakan kreasi terhadap sasaran dan harapan kinerja, (4) Integrasi, yaitu kemampuan organisasi dalam melakukan koordinasi yang menjadi satu kesatuan gerak. (5) Dukungan manajemen, yaitu kemampuan manajemen dalam proses komunikasi, pembimbingan



dan



memberikan dukungan terhadap karyawan. (6) Kontrol, yaitu seberapa besar aturan, dan arahan supervisi yang mampu mengontrol perilaku kerja karyawan. (7) Identitas, yaitu seberapa kuat jati diri sosial organisasi dalam diri karyawan,(8) Sistem imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan berdasarkan atas kinerja, (9) Toleransi konflik, yaitu kesempatan karyawan untuk mengungkapkan konflik secara terbuka. (10) Pola komunikasi, yaitu pola seberapa jauh komunikasi yang dibangun organisasi membatasi hierarki secara formal. 2. Fungsi dan Dinamika Budaya Organisasi Menurut Robbins (dalam Moeljono,2005: 15), budaya organisasi mempunyai empat fungsi organisasi, yaitu (1) budaya mempunyai suatu peran pembeda dengan organisasi atau perusahaan lain; (2) membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota organisasi; (3) mempermudah tumbuhnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan indivudual; (4) kemampuan sistem sosial. Dalam hubungannya dengan aspek sosial, budaya berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat apa yang harus dikatakan dan dilakukan para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai



mekanisme membuat makna dan kendala yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan (Gordon, 1998). Budaya organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Menurut Atmossoeprapto(2001), ada beberapa unsur budaya organisasi, yaitu (1) lingkungan usaha, akan menentukan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai keberhasilan. (2) nilai-nilai yang merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi. (3) keteladanan, yaitu orang-orang menjadi teladan terhadap karyawannya karena keberhasilannya. (4) upacara-upacara, yaitu acara rutin yang diselenggarakan perusahaan dalam memberikan penghargaan para karyawannya yang berprestasi. (5) network, jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya. 3. Pembentukan Budaya Dalam pembentukan budaya organisasi dilakukan melalui proses penyesuaian yang dikenal dengan sosialisasi, yaitu proses adaptasi para karyawan kepada budaya organisasi. Menurut Robbins (2001: 522), proses sosialisasi merupakan konsep suatu proses yang terdiri dari atas tiga tahap, yaitu prakedatangan, pertemuan dan metamorfosis. Tahap prakedatangan terjadi sebelum proses seseorang anggota baru bergabung dengan suatu organisasi. Tahap pertemuan karyawan baru tersebut melihat seperti apakah organisasi tersebut sebenarnya dan menghadapi kemungkinan harapan dan kenyataan yang berbeda. Dalam tahap metamorfosis, perubahan relatif lama akan terjadi. Karyawan baru tersebut akan mengusai keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, dan berusaha berhasil dalam melakukan perannya dan penyesuian nilai serat norma kelompok kerjanya. Proses tiga tahap ini kan meningkatkan produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi dan keputusan untuk tetap bersama dalam organisasi tersebut. Budaya asli diturunkan dari filsafat pendiri organisasi. Selanjutnya, budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawan. Tindakan manajemen puncak dewasa ini menentukan perilaku yang dapat diterima. Bagaimana karyawan harus disosialisasikan, akan tergantung baik pada tingkat sukses yang dicapai dalam menyesuaikan nilai-nilai karyawan



baru dengan nilai - nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada referensi manajemen puncak mengenai metode - metode sosialisasi yang digunakan. Gambar berikut meringkaskan bagaimana budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan.



Gambar 15.1 Pembentukan Budaya Organisasi 4. Kekuatan budaya organisasi Setiap organisasi memiliki budaya sendiri yang sifatnya spesifik karena setiap organisasi mempunyai kepribadian yang khas. Budaya bisa stabil dan bisa tidak statis. Krisis kadang-kadang mendorong kelompok untuk mengevaluasi kembali beberapa nilai atau perangkat praktis. Tantangan bisa mengakibatkan penciptaan cara-cara baru. Keluar masukknya anggota utama, asimilasi yang cepat oleh karyawan baru, diversikasi kedalam bisnis yang sangat berbeda dan ekspansi geografis, dapat memperlemah atau mengubah budaya organisasi. Krisis dan keluar masuk anggota yang cukup cepat sejalan dengan kekurangan mekanisme yang otomatis, dapat menghancurkan suatu budaya organisasi. Namun sebaliknya, suatu budaya dapat tumbuh menjadi sangat kuat apabila terdapat banyak nilai-nilai pola perilaku, praktik bersama, serta tingkatan-tingkatan budaya yang terkait satu sama lain sangat erat. Kontinuitas kepemimpinan, keanggotaan kelompok yang stabil, konsentrasi geografis, ukuran kelompok yang kecil, dan keberhasilan yang berartii semua berperan pada munculnya budaya yang kuat (Santhe dalam Moeljono,2005: 22), beberapa komponen inti akan cenderung mempengaruhi budaya organisasi menurit Jusi (2001, 5 ) seperti gambar 15.2.



Gambar 15.2 Core Values Component Menurut Jusi, budaya yang kuat didukung sejumlah faktor, yaitu leadership, sense of direction, dimate, positif teamwork, value add system, enabling competences dan developed individual. Diantara faktor pendukung tersebut, ternyata faktor leadership sangat menonjol dalam arti komitmen, kesungguhan tekad dari pimpinan puncak, merupakan faktor utama yang sangat mendukung terlaksanya suatu budaya perusahaan. Menurut McKinsey & Company (dalam Peters and Waterman, 1986:10) ada tujuh variabel berpengaruh



terhadap kesuksesan suatu organisasi yang



terangkum dalam 7-S McKinsey, seperti gambar 15.3, yaitu sistem, struktur dan strategi, style, sistem, staff, skills dan shared values ( budaya organisasi yang merupakan sofware of organizations)



Struktur



Gambar 15.3 7- S McKinsey Framework Untuk membangun suatu budaya organisasi baru diperlukan sosialisasi budaya pada karyawan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dimulai berhasil, yaitu (1) cerita ; menjelaskan berdirinya organisasi, pelanggaran peraturan, relasi terhadap kesalahan masalalu dan mengatasi masalah organisasi. (2) Ritual memperkuat nilai-nilai utama organisasi . Tujuan apakah yang paling penting dan orang orang yang yang mana yang penting serta mana yang dapat dikorbankan (3) lambang materi; mengantarkan kepada karyawan siapa yang penting, sejauh Mana egalitarianisme yang diinginkan eksekutif dan jenis perilaku yang di munculkan. (4) Bahasa; suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya dalam hal memahami budaya organisasi secara lebih tepat . B. Budaya Kualitas dan Rekayasa Ulang Budaya Budaya kualitas adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas seacra terus-menerus ( Goersch dan Davis, 1997: 122). Budaya kualitas terdiri atas filosofi, keyakinan, sikap Norma, nilai, tradisi, prosedur dan harapan untuk meningkatkan kualitas. Karakteristik umum organisasi yang memilik budaya kualitas adalah sebagai berikut.



1. Perilaku sesuai dengan slogan. 2. Masukan dari pelanggan secara aktif diminta dan digunakan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus. 3. Para karyawan dilibatkan dan diberdayakan. 4. Perkerjaan dilakukan dalam suatu tim. 5. Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan, tanggung jawab kualitas tidak didelegasikanSumberdaya yang memadai disediakan diamanapun dan kapanpun dibutuhkan untuk menjamin perbaikan kualitas secara terus menerus. 6. Sumber daya yang memadai disediakan diamana pun dan kapan pun dibutuhkan untuk menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus. 7. Pendidikan dan pelatihan diadakan agar para karyawan pada semua tingkat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus. 8. Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan kualitas secara terus-menerus. 9. Rekan kerja dipandang sebagai pelanggan internal. 10. Pemasok diperlakukan sebagai mitra kerja. Komitmen management puncak terhadap kualitas perlu disampaikan dan didukung semua pihak dalam organisasi. Oleh karena orang cenderung dan mempelajari komitmen terhadap perubahan melalui pengalaman, simbolsimbol, dan perilaku yang tampak, dan pihak manajamen puncak harus menunjukkan perilaku dan aktivitas yang sesuai dengan harapan. Dalam kaitannya dengan perubahan budaya, ada suatu mekanisme suatu perubahan dari budaya tradisional ke budaya kualitas, seperti dijelaskan Tabel 15. 1. Berikut. Tabel 15.1 Mekanisme Perubahan Budaya



No



Fokus



Dari budaya tradisional



Manajemen



Budaya



Kualitas 1



Rencana



Anggaran jangka pendek



Isu-isu strategik depan



2



3



Organisasi



Pengendalian



Hirarkis berdasarkan rantai Partisipasi



dan



komando



pemberdayaan karyawan



Laporan varians



Ukuran



dan



informasi



kualitas untuk sel-control top-down dan bottom-up 4



Komunikasi



Top-down



Top-down dan bottom up



5



Keputusan



Ad hoc atau manajemen Perubahan yang terencana krisis



6



Manajemen



Parochial Kompetitif



Cross-funcion, integratif



fungsional 7



Manajemen



Fixing



atau



kualitas



manufacturing



one-shot Preventif berkelanjutan,



dan semua



fungsi dan kualitas Sumber: Ross, JE. (1994:42). Beberapa hal yang perlu dipahami dalam melkukan perubahan budaya adaah sebagi berikut : a. Pahamilah sejarah terciptanya budaya yang sudah ada Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya, tetapi disusun oleh manajemen lama untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul saat itu. Mungkin saja budaya tersebut menghambat daya saing perusahaan. Akan tetapi, seiring dengan perubahan waktu dan kondisi, mungkin saja kebijakan, tradisi, dan aspek lainnya yang saat ini diragukan malah lebih sesuai pada suatu saat nanti dan dalam kondisi yang berbeda. Oleh karena itu pahamilah sejarah terciptanya budaya yang sudah ada sebelum mencoba untuk mengubahnya. b. Jangan memusuhi sistem yang sudah ada, tetapi perbaikilah. Memusuhi sistem yang sudah ada tidak sama dengan memperbaikinya. Memusuhi sistem terjadi apabila perubahan dilakukan tanpa memahami mengapa sistem yang sudah ada berjalan seperti sekarang dan tanpa memahami secara sungguh-sungguh apa yang perlu diubah dan penyebab perubahan tersebut. Sebelum melakukan perbaikan sesuatu, sebaiknya



terlebih dahulu dipahami apa yang salah, penyebabnya, dan bagaimana melakukan perubahan agar dapat lebih baik. c. Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati. Faktor penghambat utama terjadinya perubahan dalam setiap organisasi adalah manusia. Sebagai akibatnya, para pendukung perubahan mudah mengalami frustasi dan beranggapan bahwa ‘’ kalau saja tidak ada orangorang ini, pasti segala sesuatunya berjalan lancar’’.



Akan tetapi,



organisasi merupakan kumpulan orang. Oleh karena itu, orang dan sistem perlu diberi perhatian. Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati. Cobalah mendengar apa yang dikatakan dan amatilah apa yang tidak dikatakan. Karyawan yang didengarkan pendapat dan perasaannya cenderung lebih bersedia berpartisipasi dalam perubahan daripada mereka yang tidak didengarkan. d. Libatkanlah setiap orang yang dipengaruhi oleh perubahan. Menolak perubahan adalah perilaku alamiah. Cara yang paling efektif untuk mengajak karyawan mengikuti perubahan adalah melibatkan mereka dalam perencanaan dan pelakasanaan perubahan. Selain itu, juga memberikan mereka kesempatan untuk mengungkapakan persoalan dan kekhaatirannya. Proses rekayasa ulang budaya adalah suatu proses internalisasi elemenelemen budaya positif dan mengurangu sejauh mungkin elemen-elemen budaya negatif. Untuk mengubah budaya organisasi dari yang tradisonal menjadi budaya kualitas diperlukan langkah-lankah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang Dibutuhkan Budaya organisasi menentukan bagaimana orang-orang di dalamnya berperilaku, menanggapi masalah, dan saling berinteraksi. Untuk mengetahui apakah suatu organisasi telah memiliki budaya kualitas, maka perlu dilakukan penilaian secara komprehensif apakah organisasi yang bersangkutan telah memiliki karakteristik-karakteristik budaya kualitas sebagai berikut. a. Komunikasi yang terbuka dan terus menerus.



b. Kemitraan internal yang saling mendukung. c. Pendekatan kerja sama tim dalam proses dan dalam mengatasi masalah. d. Obsesi terhadap kebaikan terus-menerus. e. Pelibatan dan pemberdayakan karyawan secara luas. f. Menginginkan masukan dan umpan balik pelanggan. 2. Menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan. Penilaian komprehensif terhadap budaya organisasi yang ada saat ini biasanya akan mengidentifikasi perbaikan-peraikan yang perlu dilakukan. Perubahan ini membutuhkan perubahan dalam status quo. Perubahan ini harus didaftar tanpa disertai keterangan atau penjelasan. 3. Mengembangkan suatu rencana, melakukan perubahan. Rencana untuk melakukan perubahan dikembangkan berdasarkan model: Siapa-apa-kapan-Di mana-Bagaimana. Masing-masing elemen ini merupakan bagian penting dari rencana. Bagian tersebut adalah sebagai berikut a. Siapa yang akan dipengaruhi perubahn tersebut? Siapa yang harus dilibatkan agar perubahan tersebut dapat berhasil? siapa yang mungkin akan menentang adanya perubahan? b. Tugas-tugas apa saja yang harus diselesaikan? Apa yang menjado hambatan utama? Proses dan prosedur apa yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? c. Kapan perubahan itu harus dilaksanakan? kapan perkembangnya harus diukur? kapan tugas-tugas yang berhubungan dengan perubahan itu harus diselesaikan? kapan pelaksanaanya dirampungkan? d. Dimana perubahan itu harus dilaksanakan? orang dan proses mana yang ajan dipepngaruhi? e. Bagaimana



perubahan



itu



seharusnya



dilakukan?



bagaimana



pengaruhnya terhadap orang dan proses yang ada saat ini? bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas, produktivitas dan daya saing? 4. Memahami proses transisi emosional



Mendukung perubahan memainkan peranan penting dalam pelaksanan perubahan. Keberhasilan pelaksaan terebut sangat tergantung pada kemampuan para pendukung di dalam memainkan perannya. Mereka harus memahami fasefase transisi emosional yang dilewati seseorang bila menghadapi perubahan, terutama perubahan yang tidak diharapkan. Transisi emosional terdiri atas tujuh fase, yaitu goncangan, penolakan, realisasi, penerimaan, pembangunan kembali, pemahaman dan penyembuhan. 5. Mengidentifikasi orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan Orang kunci adalah orang-orang yang dapt mempermudah pelaksanaan perubahan dan orang-orang yang dapat menghambat pelaksanaan tersebut. Orang kunci harus diidentifikasi,dlibatkan dan diberi kesempatan. Untuk meyampaikan pendapat dan permasalahannya. 6. Menerapakan pendekatan emosional dan intelektual. Orang cendrung bereaksi terhadap perubahan lebih banyak berdasarkan tingkat emosional daripada tingkat intelektual, paling tidak pada permulaannya. Oleh karena itu, para pendukung perubahan perlu menerapkan strtegi komunikasi yang rutin dan terbuka. Setiap orang, bahkan penentang yang paling keras, diberi kesempatan untuk menyampaikan persoalan dan keberatannya dalam forum terbuka, kemudian kebeatan tersebut dijawab dengan objektif, sabar dan tidak bersifat pembelaan . 7. Menerapkan strategi kemesraan Kemesraan merupakan tahap dimana suatu hubungan berjalan secara lamban, tetapi berarti, kearah yang diharapkan. Bila pendukung perubahan menganggap hubungannya dengan penentang potensial sebagai hubungan yang mesra, maka mereka akan melibatkan para penentang tersebut dengan lebih baik dan akhirnya dapat mengubah mereka menjadi pendukung perubahan. 8. Memberi dukungan



Strategi ini meliputi dukungan material, moral, dan emosional yang dibutuhkan orang dalam menjalin perubahan. Selain kedelapan langkah dalam pembentukan budaya kualitas diatas, ada enam tahapan dalam proses rekayasa ulang budaya. Proses rekayasa ulang meliputi berikut ini. a. Menjual konsep budaya yang memerlukan keterampilan . b. Menentukan sasaran atau cakupan pekerjaan yang akan diperbaiki c. Merumuskan budaya perusahaan d. Ekstraksi elemen budaya positif dan negatif e. Analisis kesenjangan, untuk menentukan strategi internalisasi yang harus di lakukan f. Pelakasanaan internalisasi budaya perusahaan. Budaya dalam total quality management mencangkup delapan unsur berikut. 



Unsur budaya 1 : Informasi kinerja dan kualitas Informasi mengenai kualitas harus digunakan untuk perbaikan dan bukan untuk mengadili atau mengawasi anggota. Ini berarti bahwa informasi mengenai kinerja dan kualitas harus disampaikan kepada mereka yang menggunakan untuk mengerti persoalan yang ada guna mencari solusi dan mengambil tindakan yang diperlukan demi perbaikan.







Unsur budaya 2 : Pemberian wewenang Kewewenangan harus berimabng dengan tanggung-jawab. Ini berarti karyawan yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan mencapai hasil tertentu harus diberi wewenang yang diperluakn untuk melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif.







Unsur budaya 3 : Penghargaan Harus ada penghargaan terhadap hasil yang dicapai. Hal ini berarti bahwa individu, tim dan seluruh anggota organisasi harus ikut mengeyam hasil jerih payahnya secara adil.







Unsur budaya 4: Kerjasama



Kerjasama, bukan persaingan, yang menjadi dasar bagi pekerja tim. Jadi, sejauh mungkin para anggota organisasi harus saling membantu dalam melakukan pekerjaannya. 



Unsur budaya 5 : Jaminan kerja Karyawan harus memperoleh jaminan keamanan kerja. Dalam hal ini karyawan harus mengetahui bahwa pekerjaan aman. Ini berarti bahwa mereka jangan sampai diberhentikan begitu saja seperti peralatan yang sudah usang.







Unsur budaya 6 : keadilan Harus terdapat keadilan. Setiap anggota organisasi harus mempunyai persepsi bahwa didalam organisasi terdapat iklim keadilan. Berdasarkan perilaku dan tindkan manajer pada semua tingkat.







Unsur budaya 7: Kompensasi Kompensasi harus adil. Hal ini berarti sistem gaji dan imbalan apapun harus wajar sesuai tugas, wewenang dan tanggung jawab.







Unsur budaya 8 : Rasa ikut memiliki Setiap anggota organisasi harus mempunyai rasa ikut memiliki organisasi. Ini dimaksudkan agar setiap anggota organisasi mempunyai kebanggaan akan pekerjaanya dan berusaha meningkatkan performansi demi pencapaian tujuan organisasi.



Gambar 15.4 Laverge point for change Dengan menggunakan budaya kualitas yang baru, terdapat banyak pengaruh yang dapat mengalami peruabahan yang meliputi delapan unsur yang saling berinteraksi, yaitu model perilaku kepemimpinan, peran manajemen, sistem penghargaan, tujuan operasi, susunan karyawan dan kriteria, pendidikan, latihan dan pengembangan karyawan, proses dan sistem keterlibatan karyawan. Pengaruh dan saling keterkaitan ke delapan unsur tersebut dalam mementuk budaya kualitas yang baru seperti pada gambar 15.4 C. Proses Transformasi Budaya Dalam proses transformasi budaya harus dilakukan secara hati-hati dan sangat cermat karena menyangkut hal yang sangat peka dari sudut pandang perilaku manusia. Nilai budaya adalah inti dari perilaku manusia yang menetukan



perilaku



organisasi.



Langkah-langkah



dalam



melakukan



transformasi budaya meliputi berikut ini. 



Asesmen Asesmen merupakan diagnosa untuk memahami bagaimana kondisi budaya perusahaan yang ada. Asesmen akan menghasilkan pemetaan budaya yang



memberikan arah bagi kebijkan yang diambil dalam transformasi budaya. Biasanya aesmen dilakukan dengan analisis SWOT. 



Inventarisasi nilai budaya Melakukan inventarisasi nilai budaya yang ada baik secara sampling, sensus, atau Delphi. Inventarisasi akan menghasilkan kodifikasi nilai-nilai budaya.







Menemukan keunggulan budaya yang sudah dimiliki Langkah ini untuk mengetahui sebrapa jauh budaya yang ada mendukung kemajuan organisasi dan memastikan agar organisasi dijaga kinerjanya. Simulasi mengaitkan keunggulan budaya atau dengan melakukan tukar pikiran (brainstorming) diantara para anggota organisasi, baik secara formal maupun informal. Perlu diundang juga narasumber untuk memastikan simulasi berjalan dengan seharusnya.







Evaluasi kontribusinya pada keunggulan perusahaan saat ini Yang sangat sulit diukur adalah kontribusi SDM pada keunggulan perusahaan dan mengukur kontribusi budaya organisasi pada keunggulan perusahaan. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi dan relevansi budaya organisasi pada keunggulan perusahaan







Rumuskan tantangan bisnis minimal limat tahun kedepan Merumuskan tantangan bisnis lima tahun kedepan yang dikorelasikan dengan visi organisasi







Rumuskan secara simulatif budaya yang diperlukan masa yang akan datang Dilakukan simulasi untuk merumuskan budaya yang diperlukan, islanya meletakkan future culture value sebagai present cultural value.







Bandingkan budaya yang ada dengan budaya yang diperlukan masa depan Dalam management strategis model ini disebut model kamparasi atau model kesenjangan dengan tujuan untuk melihat kesesuaian dan kesenjangan. Hasil proses ini adalah reformulasi dari nilai budaya yang sudah dirumuskan berdasarkan kesesuaian dengan keunggulan perusahaan saat ini dengan nilai yang relevan dengan keunggulan lima tahun ke depan atau present culture



value ditarik dari future culture value. Hasil akhirnya rumusan perpaduan antara dua kelompok nilai tersebut. 



Pengujian secara sampel yang representatif Nilai budaya tidak dapat dikembangkan secara serentak, melainkan kelompok demi kelompok. Untuk itu perlu di bentuk sampel yang merupakan role model bagi pelaksanaan budaya organisasi. Ada dua metode yang digunakan, yaitu survey of interpersonal values dan prototipe, yaitu cells development tools.



Setelah sampel dibentuk, dikukan pengujian



budaya tersebut. Tujuannya adalah jangan sampai terjadi gejolak suatu konflik yang tidak perlu karena adanya kejutan budaya dan untuk meminimalisir permsalahan agar seandainya terjadi ketidaksesuaian, dapat dilakukan adaptasi pada lingkungan yang manageable. 



Masukan nilai baru (jika mungkin satu persatu) Apabila berhasil dalam pengujian budaya, dijadikan sebagai medium pembiakan pertama untuk penyemaian budaya. Untuk itu, mulai ditanamkan nilai budaya kepada sel tersebut. Proses penyemaiannya agar dilakukan secara mandiri oleh sel atau sampel dengan tujuan agar proses pertumbuhannya berjalan secara alami, bukan karena aturan perusahaan. Injeksi nilai budaya dapat dilakukan secara bersamaan, dengan catatan, semamou melakukan penyerapan dan adaptasi. Apabila dirasa berat, maka injeksi nilai budaya dilakukan satu persatu.







Sesuaiakan, kuatkan dan jaga Budaya berkenaan dengan nilai. Sekali ia jadi dan tertanam, maka isu selanjutnya



bukanlah



menuai,



meainkan



bagaimana



melanjutkan



penyemaian, menguatkan proses pertumbuhan, benih budaya dan selanjutnya dijaga agar layu dan mati. Untuk menyemaikan ,menguatkan, dan menjaga terdapat beberapa mekanisme dan tools, diantaranya adalah peraturan perusahaan, sistem SDM, etika perusahaan, dan pelaksanaan GCG (Good Corporate Goverment). 



Lakukan oengendalian agar tidak terjadi komplikasi budaya atau keterkejutan budaya atau keterkejutan budaya



Dalam pengembangan budaya organisasi, yang penting setelah disemai dan tumbuh adlah dikendalikan. Sering kali kegagalan dalam pengembangan budaya oraganisasi bukan pada proses penyemaainnya , melainkan mengabakan pengendalian. Pengendalian dilakukan agar tidak terjadi konflikasi budaya dalam bentuk konflik antara budaya lama dengan budaya baru atau dengan budaya individu dengan budaya organisasi, kemudian untuk menjaga agar jika ada keterkejutan budaya tidak sampai merembet ke tempat tang lain, dan proses penyemaiannya menjadi seperti yang dikehendaki. Menurut



Yong (dalam Moedjono, 2005 : 21 ), dalam proses



pengembangan budaya organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu kebijkan perusahaan, gaya perusahaan dan jati diri perusahaan. Budaya organisasi akan membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, sehingga perlu tetap dipelihara keberadaan budaya organisasi tersebut. D. Revitalisasi Budaya Organisasi Dalam penilaian sebagai pembelajar budaya organisasi dapat dilihat permaslahannya penting bagi pembangunan indonesia adalah pembangunan harus diltakkan ditingkat organisasi, dibandingkan dengan tingkat personal. Namun demikian, karena indonesia sebagai sebuah nasion tidak memiliki budaya organisasi, maka seluruh organisasi di dalam lingkungan nassion indonesia secara umum mengalami disorientasi kultural. Kondisi ini dipersulit dengan intruksi budaya dari berbagai negara, kelompok, religi dan bahkan individu yang tidak cukup mempunyai nilai yang konstruktif. Berdasarkan hal tersebut, perlu melakukan revitalisasi budaya organisasi indonesia dengan mempertimbangkan faktor eksternal. 1. Strategi Revitalisasi Isu yang akan di kedepankan bukanlah merevitalisasi budaya bangsa indonesia, melainkan budaya organisasi di indonesia. Menurut moedjono (2005:59) langkah-langkah dalam melakukan strategi revitalisasi meliputi berikut ini a. Memetakan tantangan organisasi di indonesia



Tantangan pertama adalah perubahan ekonomi dunia. Peter Drucker (1996:768) Mengatakan “ i wish to argue that the world economy is not change is irreversible”. Perubahan ekonomi dunia sudah terjadi dan perubahan tersebut tidak dapat diubah-balikkan.



Tantangan kedua adalah



globalisasi dimana mengikondisikan globalisasi sebagai fakta dimana seluruh negara telah berada dalam sebuah kapal besar tanpa paksa. Kebocoran disalah satu lambung kapal akan segera menyebar ke seluruh kapal tanpa ada yang bisa membendung, efek rumah kaca dan pemanaan global, terorisme, AIDS, narkotika, dan perdagangan manusia adalah masalah global yang tidak bisa dibatasi, sebagaimana investasi dan perdagangan menyebar keseluruh dunia tanpa kenal bendera. China yang paling komunis menjadi sangat kapitalis dan menjadi ancaman seluruh negara kapitalis. Perubahan dan globalisasi dapat diatasi jika organisasi mempunyai keunggulan kompetitif yang akan memenagkan tiap negara dan organisasi dalam persaingan global. b. Merumuskan nilai budaya yang bersifat generik Nilai budaya generik dapat dijadikan sebagai nilai minimal dan dasar bagi setiap organisasi di indonesia. Porter (1998) meyatakan bahwa ukuran kompetitif sebenarnya sederhana, yaitu berkenaan dengan produktivitas. Maka produktivitas saat ini mencangkup dua jenis yaitu pertama makna produk yang berarti seberapa jauh sebuah produk dikelola secara efisien dan efektif, sedangkan kualitas produk harus diberikan produsen. Makna kedua adalah nilai, yaitu setiap produk yang diserahkan pada konsumen mempunyai nilai dan nilai tambah. Nilai adalah sesuatu yang dibutuhkan konsumen, sedangkan nilai tambah adalah sesuatu yang tidak diminta konsumen. Pusat pengembangan budaya organisasi centre for organizational culture development (COCD)



menemukan beberapa nilai budaya yang bersifat generik



dyang dapat diacu sebagai formula dasar nilai budaya organisasi untuk membangun keunggulan kompetetif yaitu : pertama adalah integritas. Integritas menunjukkan kepada diri, organisasi dan lingkungan bahwa



kita mempunyai identitas atau jatidiri. Identitas memberi makna pada kemanusiaan kita dan menjadikan kita mempunyai motivasi berkarya yang terbaik. Kedua adalah pembelajar. Kegagalan sebagian besar organisasi di indonesia dalam mempertahankan keberhasilannya ratarata diakibatkan rasa puas diri yang cepat yang tidak mau belajar, padahal duania berubah dengan cepat. Tanpa budaya pembelajar maka jangan adalah pembelajar. Kegagalan sebagian besar organisasi di indonesia



dalam



mempertahankan



keberhasilannya



rata-rata



diakibatkan rasa puas diri yang cepat yang tidak mau belajar, padahal duania berubah dengan cepat. Tanpa budaya pembelajar maka jangan berharap organisasi akan selamat ditengah persaingan yang ketat. Ketiga



adalah kejasama tim. Organisasi di indonesia kurang



mempunyai nilai yang memapukan sifat-sifat positif budaya Indonesia. Nilai tersebut adalah kerja sama tim, dimana sebuah tim yang diciptakan agar bisa menjadi sebuah institusi berkemampuan yang lebih lengkap. Dari nilai tiga utama tersebut dapat dikembangkan menjadi berbagai nilai yang lebih spesifik dari setiap organisasi. c. Membangun nilai-nilai budaya Indonesia adalah negara dengan masyarakat paternalistik, yaitu lebih banyak tergantung kepada pimpinan, terutama organisasi di lembaga pemerintah. oleh karena itu, langkah pertama membangun budaya di lembaga pemerintah. Beberapa waktu lalu Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara telah menetapkan budaya birokrasi. Namun, budaya tersebut sulit diterapkan karena pertama jumlahnya sangat banyak lebih dari 3o nilai), sulit diingat dan dilaksanakan. Kedua, metode perumusannya menggunakan metode brain-trust darai pakar dan tidak melibatkan



partisipasi



warga



birokrasi.



Ketiga,



metode



pengembangannya bersifat instruksi bukan partisipasi. Apabila suatu organisasi sudah mempunyai nilai budaya yang dirumuskan secara metodologis dan ilmiah, maka strategi



kedua



memaksa pimpinan untuk menjadi yang pertama dan terkonsisten untuk melaksanakan budaya tersebut, karena masih kuatnya paternalisktik.



Selain itu, salah satu tugas pimpinan adalah merumuskan nilai-nilai konstruktif



bagi



organisasi.proses



penyemaainnya



perlu



dikombinasikan dengan metode komunalitas. Pengalaman dari COCD menunjukkan bahwa kegagalan organisasi menyemaikan budaya karena cenderung menggunakan pendekatan yang mengacu pada masyarakat barat, yaitu individual, bukan komunal. E. Budaya perusahaan yang unggul ( good corporate culture) Sebelum membahas budaya perusahaan yang ungggul, terlebih dahulu dikemukakan tata kedua perusahaan yang baik (good corporate governance) ada beberapa definisi good corporate governance, yaitu seperti berikut. 1. Menurut organization for economi cooperation and development (2004), yaitu the structure trought which shareholders, directors, managers, set of the broad objective of the company the means of attaining those objectives and monitoring performance. 2. Menurut cadbury Committee (dalam Soekrisno Agoes, 2005: 10), A set of rules that define the realtionship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employes and other internal and external stakeholders, in respect to their rights and responsibility. 3. Menurut Donaldson dan Davis (dalam Sukriso Agoes, 2005 : 10 ), the structure whereby managers at organizational apex are controled through the board og the director its associated structures, executive’s incentive, and other schemes of monitoring and bonding. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada intinya adalah mengenai sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk tercapainya tujuan perusahaan.pengaturan hubngan dimaksud untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan, dan apabila terjadi penyimpangan segera diperbaiki. Untuk sebagi contoh, pada tahun 1998, di indonesia telah dibentuk Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Misi pembentukan lembaga tersebut



adalah melakukan tranformasi BUMN dari pola birokratis ke real organisasi. Proses ini sangat penting karena transformasi BUMN menjadi organisasi yang sudah di mulai sejak tahun 1980, ketika para manager profesional indonesia yang sebelumnya menjadi pimpinan di perusahaan-perusahaan multinasional, masuk ke BUMN dan melakukan trasformasi secara drastis. Paling tidak, transformasi BUMN dari perusahaan birokrasi yang berpenyakit, yaitu struktur organisasi besar dan gemuk, lamban, congkak, acuh pada pelanggan, dan seterusnya. Semua keadaan tersebut biasanya bermuara pada satu hal, yaitu terciptanya manajemen sebagai impak dari restrukturisasi organisasi. Transformasi korporasi dilakukan berdasarkan UU No. 19/2003 tentang BUMN pada penjelasan pasal 5 ayat 3 yang menyebutkan bahwa direksi selaku organ BUMN yang ditugasi melakukan pengelolaan perusahaan tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada penerapan pada prinsip-prinsip Good Corporate Governannce yang meliputi : (1) transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan. Transparansi menyangkut keterbukaan, baik terhadap prosedur, mekanisme, dan praktik serta hasil pengawasan (2) kemandirian (independency), yaitu keadaan diamana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak luar yang tidak sesuai dengan peaturan dan prinsip organisasi yang sehat. (3) Akuntabilitas (accountability), yaitu penjelasan fungsi , pelaksanaan dan pertangungan jawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan efisien. (4) pertanggung jawaban (responsibility), yaitu kesesuain dalam pengelolaan perusahaan pada peraturan dan perundang-undangan serta prinsipprinsip organisasi yang sehat. (5) kewajaran atau keadilan (fairness) yaitu, kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan pada peraturan dan perundangundangan serta prinsip organisasi yang sehat dan perlakuan yang adil dan berimbang pada seluruh stakeholders. Good governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses implementasinya yang baik. Good governance tidak hanya melibatkan pemerintah, melainkan juga pada pelaku pasar dan masyarakat. Good



governance tidak hanya melibatkan perintah , melainkan juga pada pelaku pasar dan masyarakat. Good governance memiliki delapan karakteristik utama, yaitu (1)



partisipasi, yaitu seluru bagian dalam masyarakat terlibat dalam



pengambilan keputusan melalui organisasi yang terbuka. (2) aturan hukum, yaitu pengakan hukum dilakukan secara adail dan tidak memihak, aparat penegaka hukum independent dan tidak korup serta perlindungan hak-hak azasi manusia. (3) transparansi, yaitu keputusan dan pelaksanaannya dilakukan dengan mengikuti aturan dan ketersediaan informasi yang dapat diakses oleh publik.(4) keresponsifan, yaitu semua institusi dan proses yang melayani kepentingan semua pihak diajalankan dengan kerangka waktu yang jelas. (5)Berorientasi konsensus, yaitu ada mediasi bagi kepentingan-keptingan yang beragam dalam masyarakat sehingga tercapai kesepakatan. (6) kederajatan dan keinklusifan yang mengandaikan seluruh elemen masyarakat terlibat dan memiliki peluang setara untuk pengambilan keputusan. (7) keefektifan dan keefisienan, yaitu proses dari berbagai lembaga mampu memproduksi hasil yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak dengan memperhatikan perlindungan lingkungan alam. (8) pertanggung jawaban, yaitu lembaga pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil harus memberikan pertanggung jawaban kepada publik. Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate govenance = GCG ) membantu perusahaan dari kondisi-kondisi yang tida menguntungkan, dan telah terbukti dapat meningkatkan kinerja sekitar 30 % diatas tingkat pengambilan yang normal(rate of return ). Penerapan GCG yang baik memberikan beberapa manfaat sebagai berikut : (1) Perbaikan dalam berkomunikasi, (2) minimalisasi potensi benturan, (3) fokus pada strategi utama, (4) peningkatan produktivitas dan efisiensi,(5) kesinambungan manfaat, (6) promosi citra perusahaan, (7) peningkatan kepuasan pelanggan, dan (8) memperoleh kepercayaan infestor. Sedangkan kegunaan GCG adalah (1) mudah memperoleh modal, (2) biaya modal lebih rendah, (3) memperbaiki kinerja perusahaan, (4) mempengaruhi agar saham dan (5) memperbaiki kinerja ekonomi.



Namun demikian, restrukturisasi manajemen dengan terbentuknya good corporate govenance tersebut sebagai prinsip dasar tata kelola usaha yang merupakan sisi luar keberhasilan ranformasi tersebut. Pada prinsipnya, tidak menuju pada upaya membangun manajemen yang unggul saja, tetapi pada sisi yang terdalam dari suatu perusahaan, yaitu membangun budaya yang unggul . tidak sekedar membangun keunggulan management dan kepemimpinan yang unggul, melainkan sebuah software yang ampu menjaga keunggulan tersebut. Hasil penelitian Haward bussiness school ( kotter dan Hesket , 1992) menunjukan bahwa budaya mempunyai dampak yang kuat dan makin besar pada prestasi kerja organisasi yang memberi emoat kesimpulan, yaitu (1) budaya perusahaan mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perushaan dalam jangka panjang, (2) budaya perushaan merupakan faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau kegagalan perushaan dalam dekade mendatang, (3) budaya perusahaan menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang dan budaya berkembang memudah dengan orang yang biajksan dan profesional, dan (4) walaupun budaya sulit diubah, tetapi dapat meningkatkan prestasi. Bayer (dalam Moeljono, 2005 : 9 ) mengatakan bahwa budaya yang kuat mengarah pada kinerja yang lebih tinggi sehingga yang lebih penting adalah melakukan penelitian lebih lanjut. Perspektif ‘’ penelitian lebih lanjut’’ penting paling tidak mempunyai tiga alasan, yaitu (1) meruapakn usaha besar yang berusaha memegang budaya perushaan dengan kinerja ekonomi jangka panjang, (2) menyoroti efek budaya yang kuat terhadap penjaran tujuan, motivasi dan kontrol, (3) merebut perhatian banyak orang. Perspektif ini menyatakan bahwa budaya yang kuat menyebabkan kinerja yang kuat, tetapi sebaliknya kinerja yang kuat dapat membantu menciptakan budaya yang kuat. Sementara itu , simposium cultural values and human progress tahun 1999 telah mengambil kesimpulan bahwa budaya menentukan kemajuan dari setiap masyarakat, negara, dan bangsa seluruh dunia, baik ditinjau disisi politik, sosial, dan ekonomi .



Setiap perusahaan di jepang mempunyai budaya perusahaan yang baik, kuat dan dapat diterapkan. Setiap anggota perusahaan menerapkan budaya tersebut diperusahaan, kemudia melebarkan ke keluarga, lingkungan sosial, dan akhirnya membentuk sebuah lingkaran besar budaya perusahaan. untuk menciptakan budaya perusahaan yang unggul good corparate culture ) harus memiliki tiga unsur utama, yaitu budaya yang baik, kuat, dan dapat dilaksanakan. 



Budaya yang baik Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dan dikembangkan dari nilai nilai yang ada dalam diri anggotanya. Dalam beberapa kasus yang ditangani oleh COCD, sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak memiliki budaya perusahaan, melainkan peraturan perusahaan. Kriteria pertama budaya perusahaan yang baik adalah budaya perusahaan bukan peraturan perusahaan. Kriteria kedua budaya perusahaan yang baik, yaitu sesuai dengan kemajuan perusahaan. Kriteria ketiga adalah nilai budaya yang dirumuskan sesuai dengan tantangan perusahaan.







Budaya yang kuat Budaya perusahaan harus mampu bekerja dalam perusahaan sendiri. Menurut Maeljono (2005:97), budaya perusahaan adalah sistem nilai nilai yang diyakini semua anggota perusahaan dan yang dipelajari, diharapkan serta dikembangkan secara kontinu, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Budaya yang kuat paling tidak adalah budaya yang mampu mengikat seluruh warganya menjadi sistem perekat. Budaya yang mampu menjadi perekat adalah budaya yang menjadi milik bersama dari seluruh anggota perusahaan. Ada dua cara untuk menentukan apakah suatu rumusan budaya kuat atau tidak, yaitu (1) dengan melakukan nilai secara berkala dan (2) apakah perusahaan cukup kompak atau tidak. Ukurannya adalah seberapa jauh komunikasi di tingkat manajemen puncak sampai pada tingkat paling bawah.







Budaya yang diterapkan Asip Hadipranata (dalam Moeljono, 2005:98) mengembangkan konsep tahapan imlementasi nilai budaya pada teknologi yang dikembangkan oleh COCD, yaitu (1) seluruh anggota organisasi merasa ada nilai diantara mereka yang di share secara bersama-sama, (2) seluruh anggota organisasi mempercayai nilai nilai apa yang mereka rasakan, (3) sseluruh anggota organisasi yakin nilai-nilai yang dipercaya mengandung kebenaran dan bermanfaat bila dilaksanakan, dan (4) seluruh anggota organisasi berniat untuk melaksanakan nilai budaya perusahaan. Untuk mempercepat dan mempertahankan proses implementsi nilai budaya, ada 5 hal yang dijadikan agenda (Moeljono, 2005:99): yaitu (1) konsistensi, dimana dari tingkat puncak sampai tingkat bawah harus konsisten menjalankan nilai budaya; (2) disiplin, yaitu tidak ada kata nanti untuk melaksanakan nilai budaya; (3) dirawat/dipelihara, yaitu perlu dipelihara dan dirawat agar kelak tidak terjadi penyimpangan ; (4) pewarisan dari generasi ke genarasi, khususnya nilai budaya yang menentukan nilai kompetitif perusahaan ; (5) diperkuat sistem, yaitu salah satu turunan budaya perusahaan adalah peraturan perusahaan. Budaya perusahaan harus menjadi jiwa dari sistem perusahaan.



F. Penolakan Terhadap Perubahan Budaya Umumnya, setiap perubahan ada yang menolak atau menentang dalam setiap organisasi. Penolakan terhadap perubahan merupakan perilaku organisasi normal. Dalam hal ini, suatu organisasi mirip dengan organisasi biologis. Dari perspektif budaya organisasi, mahluk asingnya adalah perubahan, dan organismenya adalah organisasi yang akan berubah. Perubahan terus-menerus mengandung makna perubahan terus-menerus. Untuk menjamin perbaikan terus-menerus, organisasi harus dapat mempermudah perubahan terus-menerus. Kebanyakan orang memahami dan menerima bahwa perubahan organisasi akan ditentang. Oleh karena itu, agar dapat menjadi agen perubahan yang efektif, seseorang harus memahami mengapa hal itu ditolak. Juran menggambarkan perubahan organisasi sebagai “pertentangan antar budaya “. Dalam setiap organisasi biasanya ada pendukung perubahan dan pertentangan. Para



pendukung perubahan berfokus pada manfaat perubahan yang diharapkan, sedangkan para penentang berfokus berfokus pada ancaman yang dirasakan atas status, keyakinan, kebiasaan, dan keamanan mereka. Kedua kelompok ini memiliki persepsi yang berbeda terhadap usulan perubahan yang sama, seperti tabel berikut. Tabel 15.2 Perbedaan Persepsi Terhadap Usulan Perubahan Usulan Perubahan



Persepsi Pendukung Perubahan



Persepsi Penentang Perubahan



Organisasi proses produksi



Meningkatkan produktivitas



Ancaman kehilangan pekerjaan



Memprakarsai keterlibatan dan pembederdayaan karyawan



Memusatkan sumber daya pada usaha perbaikan terusmenerus



Kehilangan kekuasaan



Melakukan kerja sama dengan pemasok



Kombinasi bisnis yang Merusak jaringan saling menguntungkan pengadaan yang sudah ada



Mengadakan program pendidikan dan pelatihan karyawan



Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja



Pemborosan



Bergabung dengan jaringan pemanufakturan



Meningkatkan daya saing, membayar biaya bersama, dan menggunakan sumber daya bersama



Pesaing akan merebut apa yang telah kita miliki



Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan perlu diterapkan langkahlangkah yang dapat mempermudah perubahan. Langkah-langkah ini dijelaskan sebagai berikut. 1. Mengadopsi Paradigma Baru yang Mendukung Perubahan Paradigma tradisional para pendukung perubahan adalah sebagai berikut.



a. Pendukung perubahan terlalu berfokus hanya pada hasil dan manfaat yang diharapkan. b. Pendukung perubahan sering kali tidak menyadari bagaimana para penentang potensial mempersepsikan perubahan yang dusulkan. c. Pendukung perubahan sering kali tidak sabar terhadap perhatian atau keprihatinan para penentang. Apabila perubahan akan terjadi, para pendukungnya harus memulai paradigma yang berbeda. Jika perubahan didukung, pertanyaan-pertanyaan berikut perlu mendapat perhatian siapa yang akan dipengaruhi oleh perubahan tersebut dan bagaimana pengaruhnya?. Bagaimana perubahan tersebut dirasakan oleh mereka yang terkena pengaruhnya?. Bagaimana persoalan orang yang dipengaruhi perubahan dapat dikurangi?. 2. Memahami Persoalan Para Penetang Potensial Memiliki sikap empati atau diri pada sisi pandang dan posisi para penentang. Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan terhadap perubahan, yaitu seperti berikut. a. Keterkejutan dan kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui. Bila perubahan yang inovatif atau secara radikal berbeda diperkenalkan tanpa pemberitahuan sebelumnya, maka para karyawan yang dipengaruhi perubahan tersebut khawatir akan implikasinya. b. Iklim ketidakpercayaan atau kecurigaan. Sikap saling curiga dapat mengakibatkan pelaksanaan rencana perubahan tidak berjalan lancar, sekalipun rencana tersebut sangat baik. c. Takut gagal. Perubahan pekerjaan yang bersifat intimidasi dapat menyebabkan para karyawan meragukan kemampuan mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri serta terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan pribadi karyawan. d. Kehilang status dan atau keamanan pekerjaan. Perubahan-perubahan administratif



atau



teknologi



yang



mengancam



kekuasaan



atau



mengeleminasi pekerjaan tertentu umumnya akan menjadi pemicu terbentuknya penolakan kuat.



e. Pekerjaan yang lebih banyak. Kadangkala perubahan berarti semakin banyak pekerjaan, paling tidak pada permulaannya. Hal ini karean orang harus mempelajari informasi lebih banyak atau meningkatkan keterampilan baru sebelum mengadakan perubahan. Untuk periode yang tidak diketahui lamanya, mereka bekerja lebih lama. f. Tekanan rekan kerja. Seseorang yang tidak secara langsung dipengaruhi oleh suatu perubahan bisa saja secara aktif menolaknya untuk melindungi kepentingan-kepentingan teman dan rekan kerjanya. g. Gangguan terhadap tradisi budaya atau hubungan kelompok. Bilamana seseorang ditransfer, dipromosikan, atau ditugaskan kembali, dinamika budaya dan kelompok akan mengalami ketidakseimbangan. h. Konflik pribadian. Kepribadian dari agen perubahan dapat mempengaruhi penolakan terhadap perubahan. Bila agen tersebut tidak sukai, maka penolakan yang timbul akan semakin besar. i. Kurangnya dan atau waktu yang tidak tepat. Perubahan yang dilakukan dengan cara yang tidak pantas atau dalam waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan penolakan. 3. Melaksanakan Strategi Mengembangkan Perubahan Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, Juran merekomendasikan strategi-strategi berikut untuk diterapkan. a. Libatkan para penolakan potensial. Dengan melibatkan mereka dalam tahap perencanaan perubahan, maka organisasi dapat menjamin bahwa mereka memahaminya dan memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pandangan dan persoalannya mengenai perubahan itu. Keterlibatan ini juga dapat menimbulkan rasa kepemilikan dalam perubahan, yang pada gilirannya dapat mengubah para penolak menjadi pendukung perubahan. b. Hindarilah kejutan-kejutan. Perubahan bersifat tidak diramalkan dan mengandung ketidakpastian. Hal ini menyebabkan orang menolak perubahan. Oleh karena itu, sebaiknya para penolak potensial dilibatkan dalam proses perubahan tersebut sehingga mereka tidak mengalami kejutan.



c. Mulailah secara perlahan pertama kali. Untuk mendapatkan dukungan dari para penolak potensial, organisasi perlu memberikan waktu kepada mereka untuk mengevaluasi usulan perubahan, mengungkapkan permasalahannya, mempertimbangkan manfaatnya, dan mencari cara untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. d. Mulailah dari yang kecil dan bersikaplah luwes. Perubahan akan dapat lebih diterima bila para pendukungnya mulai dari yang kecil dan bersikap luwes untuk meninjau kembali strategi yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. e. Ciptakan lingkungan yang positif. Lingkungan tempat terjadinya perubahan ditentukan oleh sistem kompensasi dan penghargaan serta contoh yang ditetapkan oleh para manajer. Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem



kompensasi dan penghargaan



yang dapat



mengimbangi resiko yang dihadapi, serta penghargaan atas ide-ide perbaikan, meskipun bila ide tidak berhasil. f. Masukkanlah perubahan tersebut. Perubahan akan dapat diterima dengan lebih mudah bila dimasukkan dalam budaya organisasi yang sudah ada. g. Berikan quad pro qua. Strategi mengandung pengertian bahwa bila memerlukan sesuatu, berikanlah pula sesuatu. Misalnya perubahan menuntut usaha exstra dari sebagian karyawan selama periode waktu tertentu, maka organisasi harus memberikan kompensasi tambahan atas perubahan itu. Dengan demikian, para karyawan tersebut akan merasa dihargai. h. Berikan tanggapan dengan cepat dan secara positif. Bila para penolak potensial mengajukan pertanyaan atau mengungkapkan persoalannya, maka para pendukung harus memberikan tanggapan secra cepat dan positif. Dengan demikian, persoalan yang ada dapat teratasi sebelum menjadi suatu masalah. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa setiap persoalan karyawan dianggap penting. i. Berjalan dengan pemimpin-pemimpin yang diakui. Dalam setiap organisasi ada orang yang dianggap sebagai pemimpin. Pemimpin ini bisa orang yang memiliki kedudukan tertentu ( penyelia, manajer madya, ketua tim, dan



lain-lain ) dan bisa juga pemimpin informal ( karyawan yang sangat dihargai karena pengalaman atau pengetahuan dan keterampilan yang tinggi ). Didukung dari para pemimpin ini sangat penting karena karyawan lain menjadikan mereka sebagai panutan. Cara terbaik untuk mendapatkan dukungan mereka adalah dengan melibatkan mereka dalam perencanaan perubahan dari tahap permulaan. j. Hargai dan Hormati setiap orang. Strategi ini sangat mendasari dalam segala aspek total kualitas dan membutuhkan perilaku yang menghargai sumber daya manusia sebagai sumber daya organisasi yang paling tinggi daripada yang lainnya. k. Bersikaplah konstruktif. Perubahan tidak dilakukan semata-mata hanya untuk berubah, tetapi dilakukan untuk perbaikan secara terus-menerus. Karena itu, harus dimulai secara konstruktif dari perspektif bagaimana perubahan tersebut dapat menghasilkan perubahan.