Buku Praktikum Keperawatan Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU PRAKTIK LABORATORIUM STANDAR OPERATING PROCEDUR (SOP) KEPERAWATAN BENCANA



Penyusun : Tim Keperawatan Bencana



NAMA MAHASISWA



:



.....................................................



NIM



:



.....................................................



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2021 1



JUDUL BUKU :



BUKU PRAKTIK LABORATORIUM STANDAR OPERATING PROCEDUR ( SOP ) KEPERAWATAN BENCANA



TIM PENYUSUN :



Ns. Endiyono, S.Kep, M.Kep NS. Sri Suparti, S.Kep, M.Kep



Edisi ke-3



Hak cipta © 2021 oleh Tim Keperawatan Bencana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto



Buku ini dipergunakan di lingkungan sendiri. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun tanpa seizin tertulis dari Tim Keperawatan Bencana Fakultas Ilmu Kesehatan UMP



2



Visi, Misi dan Tujuan Program Studi Ilmu Keperawatan SI-NERS Visi Program Studi Ilmu keperawatan SI-NERS Menjadi Program Studi Pendidikan S1-Ners yang unggul dalam keperawatan gawat darurat, modern dan islami peringkat 10 besar nasional tahun 2031 Misi Program Studi Ilmu keperawatan SI-NERS 1.



2. 3.



Menyelenggarakan pendidikan, penelitian, pengabdian dalam rangka menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kegawatdaruratan dan mampu berkompetisi di era globalisasi. Menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru di bidang keperawatan. Menerapkan prinsip dan nilai islami yang universal dalam ilmu keperawatan yang bermanfaat bagi masyarakat.



Tujuan Program Studi Ilmu keperawatan SI-NERS 1. 2. 3.



Menghasilkan perawat profesional yang memiliki kemampuan dalam penanganan kegawatdaruratan dan mempunyai kemampuan beradaptasi sesuai tuntutan zaman. Menghasilkan penelitian unuk meningkatkan ilmu keperawatan dan kualitas layanan kepada masyarakat. Menghasilkan Perawat yang mengaktualisasikan nilai islami dalam kehidupan dan pelayanan kesehatan masyarakat



3



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr.Wb



Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat yang diberikan sehingga Buku Parktik Keperawatan Bencana ini dapat tersusun. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini. Buku ini dibuat sebagai pedoman untuk mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam melaksanakan Praktek Keperawatan Bencana di laboratorium. Dengan terbitnya buku standar operating procedur ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan mampu melakukan pertolongan pada klien dengan kasus becana. Semoga dengan kehadiran buku ini dapat menyumbangkan kemajuan bagi dunia keperawatan pada umumnya, dan tak lupa sumbang saran kami butuhkan untuk penyempurnaan buku ini. Terima kasih



Wassalamu’alaikum Wr.Wb



Penyusun :



Ns. Endiyono,S.Kep, M.Kep



4



DAFTAR ISI



Halaman judul



…………………………………………………………



1



Visi & Misi



..............................................................



2



Kata pengantar



…………………………………………………………



3



Daftar isi



…………………………………………………………



4



Tata Tertib



…………………………………………………………



5



Ekstrikasi, Stabilisasi dan Transportasi



…………………………………………………………



6



Imobilisasi Spinal



…………………………………………………………



18



Kendrick Extrication Device



…………………………………………………………



26



Triage



…………………………………………………………



32



Daftar pustaka



…………………………………………………………



37



5



TATA TERTIB PENGGUNAAN LABORATORIUM



1. Seluruh mahasiswa yang akan memasuki laboratorium keperawatan harus mengenakan seragam lengkap dan name tag dan logonya serta wajib memakai sepatu. 2. Sebelum memasuki ruangan laboratorium keperawatan alas kaki harap dilepas. 3. Dilarang membawa tas ke ruang laboratorium keperawatan atau meletakan tas di tempat yang telah disediakan. 4. Pemakaian laboratorium keperawatan harus berhati-hati dalam mengoprasikan alat-alat dan manikin di laboratorium keperawatan (kerusakan akibat pemakaian diluar prosedur ditanggung oleh pemakai). 5. Pemakaian laboratorium keperawatan harus seijin ketua laboratorium keperawatan dan didampingi oleh instruktur praktek (dosen pengampu/laboran). 6. Dilarang duduk ditempat tidur 7. Dilarang menyalahgunakan pemanfaatan fasilitas yang tersedia 8. Dilarang corat-coret / mengotori seluruh inventaris laboratorium keperawatan yang ada. 9. Pemakai laboratorium keperawatan harus merapikan kembali seluruh alat dan manikin yang telah digunakan selama praktek termasuk tempat tidur. 10. Aspek penilaian yang digunakan buku pedoman ini adalah sebagai berikut : a. Mahasiswa harus 100 % kehadiran selama parktek b. Mahasiswa dinyatakan lulus keterampilan bila mendapatkan : 



Nilai A dengan kisaran 88 -100 : 90 % point







Nilai B dengan kisaran 76 - 87 : 80 % point







Nilai C dengan kisaran 60 - 75 : 75 % point



c. Mahasiswa dinyatakan tidak lulus bila kurang dari 75 % point dan bagi mahasiswa yang bersangkutan harus/wajib mengulang sampai batas waktu yang telah disepakati pada semester yang sama dengan mendapatkan bimbingan intensif yang terjadual.



6



EKSTRIKASI, STABILISASI DAN TRANSPORTASI



LATAR BELAKANG Ketika kita berada di tempat kejadian, penderita yang berada di tempat kejadian mungkin memerlukan penanganan atau evakuasi yang baik dan segera. Tapi pada keadaan tertentu sangat penting untuk bertindak secara cepat karena mungkin lingkungan akan membawa cedera yang lain bagi penderita maupun penolong. Jika kita memindahkan dan mengangkat penderita dengan tidak tepat, hal ini akan menyebabkan cedera lanjut baik untuk penderita maupun penolong sendiri. Dalam hal khusus, tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan memindahkan penderita, yang pasti adalah setiap sistem atau cara/teknik haruslah menerangkan kapan dan bagaimana penderita dipindahkan, dan bagaimana jika penderita dalam keadaan berbahaya karena seringkali keadaan dan cuaca yang menyertai penderita beraneka-ragam yang juga bisa memberikan pertimbangan lain untuk kita bergerak. Dalam BAB ini kita akan membicarakan garis–garis besar yang harus diperhatikan saat mengangkat dan memindahkan penderita yang cepat, tepat dan benar. PENGERTIAN Ekstrikasi adalah Menarik dan memindahkan untuk membebaskan korban dari keadaan yang sulit. Stabilisasi adalah Mengistirahatkan dan menangani korban sesuai dengan kondisi. Transportasi adalah Membawa korban kesarana medis yang sesuai dengan kondisi korban.



MEKANIK TUBUH Pengertian : Potensi seluruh kemampuan tubuh sebagai alat untuk mengangkat, memindahkan dan mencegah cedera. Tulang yang paling kuat di tubuh manusia adalah tulang panjang, dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur) dan otot–otot yang terdapat pada tulang–tulang tersebut merupakan otot paling kuat. Diantara kelompok otot yang ada, kelompok fleksor lebih kuat dibandingkan kelompok ekstensor. Maka, ketika kita mengangkat penderita atau membawa peralatan yang berat dengan tidak tepat, hal ini akan menyebabkan cedera atau bisa menyebabkan nyeri seumur hidup.



7



Prinsip dasar berikut untuk mencegah cedera: 1.



Rencanakan gerakan sebelum mengangkat penderita.



2.



Gunakanlah paha untuk mengangkat, bukan punggung.



3.



Usahakan berat benda sedekat mungkin pada tubuh.



4.



“Susunan” (Stack) – satukan gerak tubuh dalam satu kesatuan gerak. Bayangkan bahu kita sebagai satu susunan dengan panggul, dan tungkai.



5.



Kurangi jarak atau ketinggian, bila memindahkan sebuah benda.



Gunakan prinsip–prinsip di atas untuk memindahkan, menarik, menekan, membawa atau menggapai sesuatu benda. Kuncinya adalah garis lurus dari tulang belakang yaitu dengan menjaga kurva dari punggung bawah dalam garis normal dan pergelangan dan lutut dalam satu garis normal.



Cara mengangkat dalam satu garis normal



Cara mengangkat yang salah



Dalam hal lain kerjasama tim sangat diperlukan yaitu dengan berkomunikasi selama tugas dengan jelas dan sering. Gunakan komando yang dapat dimengerti oleh seluruh tim dan berkoordinasilah secara lisan dari awal sampai akhir. Oleh sebab itu mengenali kemampuan diri sendiri sangatlah membantu, dan jangan memaksakan diri untuk mengangkat karena akan membahayakan penderita, pasangan bahkan diri kita sendiri. Mintalah bantuan pada petugas lain. “ Mekanik tubuh yang tepat akan melindungi seseorang secara fisik ”



8



TEHNIK PEMINDAHAN DAN PENGANGKATAN KORBAN Secara umum, jika tidak ada keadaan yang mengancam baik bagi korban maupun penolong tindakan yang diberikan sebelum pemindahan penderita adalah stabilisasi perawatan. Namun jika kemungkinan sesuatu terjadi yang mengancam atau lingkungan yang tidak aman, maka kita diperbolehkan untuk memindahkan penderita. Bahaya terbesar dari pemindahan darurat adalah menambah cedera pada tulang belakang atau memperparah keadaan. Dan beberapa cara proteksi tulang belakang adalah dengan cara menarik penderita ke arah yang sejajar poros tubuh. Amankan tangan dan lengan penderita. Pindahkan penderita sejauh dan seaman mungkin dari tempat berbahaya.



Hal dasar yang harus selalu diingat dalam melakukan pengangkatan dan pemindahan penderita adalah: do not further harm (jangan membuat parah keadaan).



Cara mengangkat yang membuat parah keadaan



Teknik memindahkan penderita dapat dibagi atas : 1. Pemindahan darurat 2. Pemindahan non darurat



PEMINDAHAN DARURAT Pengertian : Pemindahan penderita ketika dalam keadaan yang membahayakan baik dari lingkungan maupun penderita itu sendiri.



9



JENIS-JENIS PEMINDAHAN DARURAT TARIKAN BAJU Kedua tangan penderita harus diikat untuk mencegah naik ke arah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat masukkan kedua tangan dalam celananya sendiri.



Tarikan Baju



TARIKAN SELIMUT Penderita diletakkan diatas selimut, bungkus penderita dengan selimut kemudian tarik



TARIKAN BAHU ATAU LENGAN Dari belakang penderita, kedua lengan penolong masuk dari bawah ketiak penderita, kemudian memegang kedua lengan bawah penderita.



JENIS LAINNYA :



Tarikan Sprei



Membawa dengan digendong



10



One-rescuer crutch



Membawa dengan membopong



Tarikan pemadam kebakaran



Fire fighter drag



PEMINDAHAN NON DARURAT Sebaliknya ketika tidak ada sesuatu yang mengancam jiwa, maka penderita hanya boleh dipindahkan ketika telah siap dievakuasi. Yaitu dengan melakukan stabilisasi dan perawatan penderita. Dan lakukan cara pemindahan non darurat dan cegahlah cedera lebih lanjut serta coba untuk menghindari sesuatu yang menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri pada penderita. Pemindahan non darurat umumnya membutuhkan perlengkapan yang tidak sedikit. Seperti, ketika kita mencurigai adanya cedera tulang belakang, maka harus dilakukan immobilisasi pada tulang belakang sebelum memindahkan penderita. Dalam keadaan ini sering dipakai alat bantu tambahan untuk memindahkan.



11



JENIS PEMINDAHAN NON DARURAT (NON EMERGENCY MOVE) PENGANGKATAN LANGSUNG dari lantai / tempat tidur. Pemindahan ini sulit jika berat badan penderita lebih dari 80 kg, atau penderita tidak kooperatif. Membutuhkan sedikitnya tiga orang. Jangan dilakukan bila ada kemungkinan cedera servikal Pengangkatan langsung PENGANGKATAN EKSTREMITAS Biasanya digunakan untuk memindahkan penderita dari kursi atau tempat tidur ke tandu atau lantai. Jangan dilakukan pada penderita dengan cedera anggota gerak.



PENGANGKATAN DENGAN LSB (LONG SPINE BOARD) Biasanya digunakan untuk mengangkat sekaligus memfiksasi penderita yang dicurigai cedera servikal atau tulang belakang. Pemindahan penderita ke atas LSB menggunakan teknik yang disebut “LOG ROLL”. Jangan sampai terlewatkan penggunaan strapping untuk stabilisasi penderita di atas LSB. Cara log roll



12



Pengangkatan dengan LSB



DIRECT GROUND LIFT Cara direct ground lift



POSISI PENDERITA Secara umum bagaimana kita memposisikan penderita tergantung pada bagaimana kondisi penderita. Penderita yang mengalami masalah dengan paru-paru cenderung akan mencari posisi yang nyaman sendiri. Contoh lainnya adalah : 1.



Penderita memperlihatkan tanda – tanda syok.



2.



Penderita dengan masalah pernafasan



3.



Penderita dengan nyeri abdomen umumnya ingin tidur miring dengan tungkai di tekuk.



13



4.



Penderita sadar, mual atau muntah



5.



Penderita trauma, khususnya penderita dengan cedera tulang belakang.



6.



Penderita tidak sadar diletakkan pada posisi pulih dan tidak ada kontra indikasi.



Sulit untuk menjelaskan semua jenis posisi karena aneka ragam-nya situasi dimana penderita berada. Keadaan di tempat kejadian dan kondisi penderita akan menentukan posisi yang dipilih. panduan dalam mengangkat penderita : 1.



Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.



2.



Nilailah beban yang akan diangkat secara bersama, dan bila merasa tidak mampu, jangan paksakan. Selalu komunikasikan secara teratur dengan pasangan kita.



3.



Regangkan kaki sejajar dengan bahu kita dan posisikan satu kaki sedikit di depan.



4.



Mulai dengan jongkok, jangan membungkuk saat mengangkat dan punggung harus selalu dijaga lurus.



5.



Tangan yang memegang menghadap ke depan. Jarak antara kedua tangan yang memegang (misal tandu) minimal 30 cm.



6.



Dekatkan tubuh dengan beban yang akan diangkat.



7.



Jangan memutar tubuh saat mengangkat.



Panduan di atas juga berlaku saat menarik atau mendorong penderita.



Cara mengangkat yang benar



14



Indikasi Pemindahan Korban 1.



Kebakaran atau suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya kebakaran. Dalam keadaan ini pertimbangkan hal-hal yang dapat mengancam bagi penderita dan penolong.



2.



Ledakan atau suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya ledakan.



3.



Ketidakmampuan penolong untuk melindungi penderita dari lingkungan yang berbahaya. Misalnya:  Bangunan yang tidak stabil  Mobil terguling  Huru – hara  Bahan – bahan kimia berbahaya (Haz-mat)  Bocornya bahan bakar  Cuaca yang berbahaya



4.



Pemindahan misal karena ingin mencapai penderita lain yang membutuhkan pertolongan.



5.



Ketika kesulitan dalam memberikan pertolongan karena lokasi atau posisi penderita.



Contoh : Penderita dengan henti jantung harus diletakkan di atas permukaan yang keras dan datar untuk melakukan RJP dengan tepat. Jika penderita dalam keadaan duduk di sofa atau terbaring di atas tempat tidur, kita harus melakukan pemindahan darurat.



PERALATAN PEMINDAHAN PENDERITA Beberapa perlengkapan termasuk tandu dan alat– alat lainnya dirancang untuk membawa penderita dengan aman. Untuk itu kita harus mengenal dan terbiasa dalam menggunakan alat – alat ini. Dan kita harus mengetahui keterbatasan dari peralatan yang digunakan. Berikut ini peralatan khusus yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan penderita :



TANDU SEKOP (SCOOP STERETCHER, ORTHOPAEDIC STRETCHER) Merupakan alat untuk mengangkat dan memindahkan yang efektif. Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat untuk membawa / transportasi tapi hanya untuk mengangkat dan memindahkan. Proses pengangkatan sebaiknya dengan empat petugas dengan masing – masing satu pada sisi tandu sekop ini mencegah kemungkinan tandu akan melengkung.



15



Scoop Stretcher



LONG SPINE BOARD Adalah bidai tulang belakang atau papan panjang kayu yang keras atau benda sintetis yang tidak menyerap darah dengan panjang sekitar 2 meter. Biasanya digunakan untuk mengangkat sekaligus memfiksasi penderita yang dicurigai cedera servikal atau tulang belakang. Setelah penderita difiksasi di atas LSB, penderita tidak boleh diturunkan sampai terbukti cedera yang dicurigai tidak terjadi. Oleh karena itu LSB sebaiknya harus terbuat dari bahan yang tidak mengganggu proses X– ray/roentgen.



Long Spine Board



BACK BOARD/ SHORT SPINE BOARD ATAU KED (KENRICK EXTRICATION DEVICE) SSB dan KED adalah dua alat yang berbeda secara bentuk namun mempunyai fungsi yang sama dua alat ini merupakan perlengkapan ekstrikasi, panjangnya sekitar 1 meter.



16



Kendrick Extrication Device



Digunakan pada penderita trauma terutama untuk memindahkan penderita dari dalam kendaraan yang dicurigai adanya cedera servikal dan tulang belakang. SSB atau KED diletakkan antara penderita dan tempat duduk kendaraan. Bila penderita sudah diamankan dengan memakai servikal kolar yang kaku, penderita dapat dipindahkan dari posisi duduknya di dalam kendaraan ke posisi terlentang di atas LSB. Berikut ini peralatan khusus yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan penderita :



TANDU BERODA Sering juga disebut sebagai “stretcher” atau brankar. Ada yang dapat dilipat saat pengiriman dan biasanya pada unit ambulans atau unit evakuasi.



Brankar



Hal–hal yang harus diperhatikan : 1. Penderita selalu diselimuti. 2. Jelaskan pada penderita/keluarga tujuan perjalanan 3. Sedapat mungkin lakukan strapping/fiksasi



17



Ketika mendorong brankar posisi kaki penderita di depan dan kepala di belakang. tujuannya agar penderita dapat melihat arah perjalanan brankar. Posisi dapat dibalik bila akan naik tangga atau kondisi jalan menurun. Sewaktu dalam ambulans posisi brankar terbalik dengan kepala di depan (dekat pengemudi), ini akan memudahkan kita melakukan tindakan. (bila perlu intubasi dsb). Sementara pada wanita in – partu, posisi brankar dalam ambulans boleh dibalik, supaya kita dapat membantu persalinan. Jangan meninggalkan penderita sendirian di atas brankar. Penderita mungkin berusaha membalik yang berakibat terbaliknya brankar. Selalu berjalan berhati – hati.



18



IMOBILISASI SPINAL Indikasi Untuk imobilisasi tulang belakang pasien dengan risiko atau aktual cedera spinal. Keputusan untuk mengimobilisasi tulang belakang biasanya berdasarkan pada mekanisme cedera bukan berdasarkan temuan fisik. Kecurigaan indeks tinggi harus disertakan pada mekanisme dan penampilan pasien berikut: 1. Kecelakaan kendaraan bermotor 2. Terjatuh 3. Trauma kepala, leher atau wajah 4. Trauma multipel 5. Trauma dengan riwayat kehilangan kesadaran, gangguan tingkat kesadaran, atau intoksikasi 6. Jika meragukan lakukan saja imobiliasi Indikasi Kontra dan Penyebab 1. Evakusi sebaiknya dilakukan sebelum imobilisasi dalam keadaan ada bahaya pada lingkungan sekitar seperti kebakaran atau gas beracun. 2. Keberadaan deformitas spinal sebelumnya sekunder karena kondisi seperti artritis atau ankylosing spondylitis kemungkinan membutuhkan modifikasi dalam pelaksanaan prosedur dalam meluruskan leher dan kepala dalam posisi normal bagi pasien. 3. Pengaturan kembali (realignment) kepala pada posisi netral direkomendasikan dan kemungkinan akan meningkatkan fungsi neurologis (Brunette & Rockwold, 1987). Jika manuver pengaturan kembali menimbulkan nyeri tambahan atau spasme otot atau gangguan jalan napas, maka manuver harus dihentikan segera dan pasien diimobilisasikan dalam posisi saat ditemukan. Jika kepala pasien benar-benar berubah atau tidak dapat digerakkan, pengaturan kembali adalah indikasi kontra, dan pasien harus diimobilisasi pada posisi saat ditemukan. 4. Penempatan pasien pada tandu (backboard) sebaiknya ditunda sampai dengan ancaman kehidupan (pada airway, breathing, circulation) teratasi dan survai sekunder telah dilakukan. Stabilisasi manual kepala atau stabilisasi sementara dengan isolasi atau gukungan handuk atau busa penyanggah (foam block) sebaiknya dilakukan selama upaya resusitasi awal. 5. Suction sebaiknya segera dilakukan pada saat melakukan imobilisasi atau pada saat pasien diimobilisasikan sebagian mengalami muntah. 6. Imobilisasi pasien yang berdiri kemungkinan disertai dengan penggunaan collar servikal atau tandu dalam posisi berdiri sebelum tandu diturunkan dan pasien dalam posisi rata (Crosby & Lewallen, 1995). Praktik yang lazim di RS adalah melakukan collar servikal dan membantu pasien berbaring pada tandu. 7. Teknik imobilisasi berikut ini tidak diperuntukkan bagi pasien dalam setting prehospital atau untuk fasilitas transportasi. Pasien-pasien ini selanjutnya memang akan dilakukan imobilisasi begitu tiba di RS.



19



Perlengkapan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Collar servikal kaku dengan ukuran yang sesuai bagi pasien Tandu panjang Verban atau pembalut leher khusus Isolasi lebar 2 – 3 inch (lebar 5 – 7,5 cm) Suction oral kontinyu berukuran besar Gulungan handuk, foam block, atau selimut untuk menyanggah kepala bagian samping Anggota tim 4 – 5 orang Catatan: Matras hampa udara digunakan untuk menggantikan tandu karena memberikan imobilisasi yang baik (Hamilton & Pons, 1996; Johnson, Hauswald, & Stockhoff, 1996) tetapi tidak semua negara menggunakanya.



Persiapan Pasien 1. Stabilkan kepala secara manual dalam posisi saat ditemukan, dan minta supaya pasien tidak bergerak. Suction oral berukuran besar harus tersedia dalam kasus pasien muntah. 2. Meminta pasien setenang mungkin agar tenaga bantuan kesehatan dapat melakukan pekerjaan denan baik. 3. Meminta pasien untuk memberitahukan kepada penolong sesegera mungkin jika pada beberapa manuver ada peningkatan nyeri leher, mati rasa atau kesemutan pada ekstremitas, atau kesulitan bernapas. 4. Kaji dan dokumentasikan status neurologis termasuk pergerakan dan sensasi seluruh ekstremitas. Langkah-langkah Prosedur 1. Kembalikan kepala pasien pada posisi netral dengan hati-hati mengikuti garis tarikan (in-line traction). Dorongan tarikan harus cukup kuat untuk menyanggah kepala. Tempatkan ibu jari di bawah mandibula dan jari telunjuk dan jari tengah pada oksipital untuk mencegah kompresi jaringan lunak dan pastikan pasien dipegang dengan kuat (lihat gambar 13). Stabilisasi manual ini harus dipertahankan hingga pasien aman diimobilisasi pada penyanggah tulang belakang (spine board) dengan collar servikal di tempatnya. 2. Pasangkan collar servikal kaku. Jika memungkinkan lepaslah perhiasan yang terdapat pada telinga dan leher sebelum pemasangan collar. Collar dengan ukun yang benar harus direntangkan dari bahu ke mandibula. Collar Stifneck harus sesuai ukuran dengan mengukur jarak antara bahu atas dan dagu bawah. Jarak ini harus sama dengan jarak antara ukuran bertanda hitam di belakang dan ujung bawah collar plastik yang kaku (Laerdal Medical, 1988) (lihat gambar 14). 3. Putar seluruh tubuh pasien ke posisi supinasi di sepanjang tandu. Pimpinan tim harus menjaga kepala tetap lurus dan mengkoordinas pergerakan tim. Tanda yang baik untuk menjaga posisi kepala adalah dengan melihat hidung sejajar dengan umbilikus. Sedikitnya tiga orang dibutuhkan untuk pergerakan ini: satu orang untuk membalikkan bahu dan paha,



20



4. 5. 6.



7.



8. 9. 10. 11.



satu orang memutar paha dan tungkai, dan satu orang untuk menempatkan tandu di bawah pasien. Angkat hel pelindung jika diindikasikan. Tempatkan bantalan di bawah kepala jika diperlukan untuk mencegah hiperekstensi ketika kepala diturunkan ke tandu. Amankan pergelangan kaki dan tungkai pada tandu dengan isolasi atau verband. Verband di pada level aksila, menyilang lengan atas, abdomen, panggul, paha distal, dan tungkai bawah. Satu penelitian menunjukkan penurunan bermakna adanya pergerakan lateral dengan adanya tambahan verband di sekitar abdomen namun tidak ada peningkatan hasil dengan pemasangan verband menyilang (Mazolewski & Manix, 1994) (lihat gambar 15). Setabilkan kedua sisi kepala dengan busa peyanggah (foam block) atau gulungan handuk dan pasang isolasi lebar 7,5 cm langsung pada kulit menyilang dahi pasien hingga tandu (lihat gambar 16). Penggunaan kantong pasir (sandbags) untuk stabilisasi kepala samping tidak diarankan karena berat kantong pasir meningkatkan pergerakan tandu miring ke samping. Hindari mengisolsi/memvervand menyilang rambut atau alis mata untuk mencegah ketidaknyamanan dan untuk meningkatkan kenyamanan imobilisasi. Mengisolasi atau memverband langsung pada kulit dahi berguna untuk meningkatkan imobilisasi. Jangan menempatkan isolasi atau verband menyilang dagu karena dapat menyebabkan aspirasi bila terjadi muntah (Emergency Nurses Association [ENA], 1995). Hentikan stabilisasi manual pada bagian ini. Kaji dan dokumentasikan status neurologis termasuk pergerakan dan sensasi seluruh ekstremitas. Pertahankan imobilisasi hingga tulang belakang menunjukkan kejelasan menurut pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan fisik ekstremitas. Lakukan suction di sepajang waktu dan siapkan untuk pengembalian pasien ke tandu bila terjadi muntah.



Pertimbangan Khusus Usia 1. Pengkajian nyeri pada anak-anak akan menyebabkan kendala tersendiri. Pertimbangkan mekanisme cedera dengan hati-hati untuk memtuskan kapan dilakukan imobilisasi (Carruthers, 1997). 2. Jika anak ketakutan atau melawan upaya imobilisasi kemungkinan meningkatkan pergerakan. Jika mungkin posisi orang tua atau penolong di atas tandu langsung berhadapan dengan anak; hal ini akan membantu anak menjadi tenang. Orang tua dapat juga membantu dengan imobilisasi kepala manual. 3. Anak-anak usia kurang dari 7 tahun memiliki kepala lebih besar dibandingkan dengan ukuran punggungnya. Sehingga, penempatan pada tandu standar kemungkinan akan menyebabkan fleksi berlebihan (Currant et al., 1995). Untuk mencapai posisi netral tempatlkan bantalan di bawah punggung atau bahu atau menggunakan tandu yang berkepala. Posisi optimal adalah bila meatus auditorius eksternal sejajar dengan bahu (Mintz, 1994) (lihat gambar 17). 4. Sediakan collar bayi dan anak-anak. Jika collar dengan ukuran sesuai tidak ada lipatan handuk di sekitar leher dapat membantu mencegah fleksi. Vervand menyilang dahi dan



21



kepala sangat penting dalam situasi seperti ini. Pastikan jika handuk di sekitar leher tidak terlalu tebal. 5. Penyokong kepala standar mungkin terlalu besar sehingga tidak efektif bagi anak-anak . Gulungan handuk atau selimut dapat digunakan sebagai penggantinnya. 6. Pasien lansia berisiko meningkatnya kerusakan kulit karena penipisan kulit, buruknya sirkulasi perifer, kehilangan bantalan subkutan, dan karena proses penyakit. 7. Pasien lansia dan pasien dengan penyakit kardiopulmoner kemungkinan mengalami gangguan pernapasan pada saat supinasi. Diperlukan pemantauan ketat untuk memastikan status ventilator adekuat. Komplikasi 1. Gangguan ebih lanjut pada tulang belakang atau korda spinalis sebagai akibat dari pergerakan. Pemakaian verband yang tidak benar meningkatkan risiko ini. 2. Gangguan pernapasan sekunder karena verband tebal menyilang dada, aspirasi karena muntah, ketidaksesuaian ukuran dan penempatan collar servikal atau fleksi leher berlebihan pada anak-anak (Bauer & Kowalski, 1988; Carruthers, 1997; Schafermeyer, 1991). 3. Nyeri berhubungan dengan tandu dan collar. Penggunaan matras hampa udara sebagai pengganti tandu lebih nyaman bagi pasien (Chan et al., 1996; Hamilton & Pons, 1996; Johnson, Hauswald, & Stockhoff, 1996). 4. Kerusakan jaringan sekunder karena kontak lama tulang-tulang yang menonjol dengan tandu atau collar servikal kaku. Untuk menghindari risiko ini perkecil waktu pada tandu dan berikan alas pada tulang yang menonjol. 5. Hipotensi supinasi pada pasien hamil (sekunder karena tekanan rahim yang sedang membesar pada vena kava inferior). Pendidikan Pasien 1. Jangan bergerak hingga cedera spinal tertanggulangi. 2. Segera melapor jika ada mual, kesulitan bernapas, peningkatan nyeri, kesemutan atau mati rasa.



22



Gambar 13. Stabilisasi kepala manual. Jari-jari diletakkan pada mandibula dan oksipital untuk mencegah terjadinya kompresi jaringan lunak dan memastikan pegangan benar-benar kuat pada pasien (Proehl, 1999).



Gambar 14. Dimensi kunci untuk pengukuran collar Stifneck (Proehl, 1999).



Gambar 15. Konfigurasi pemasangan verband yang dapat diterima (Proehl, 1999)



23



Gambar 16. Imobilisasi kepala dengan isolasi dan penyokong kepala samping (Proehl, 1999)



Gambar 17. Imobilisasi pada anak dengan bagian tandu yang mengakomodasi oksiput atau ada bantalan pada bahu bagian bawah (Proehl, 1999).



24



PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN PROSEDUR IMOBILISASI SPINAL N0



ASPEK YANG DINILAI



NILAI 0



1



1



Kembalikan kepala pasien pada posisi netral dengan hati-hati mengikuti garis tarikan (in-line traction). Dorongan tarikan harus cukup kuat untuk menyanggah kepala. Tempatkan ibu jari di bawah mandibula dan jari telunjuk dan jari tengah pada



oksipital untuk mencegah kompresi



jaringan lunak dan pastikan pasien dipegang dengan kuat (lihat gambar 1). Stabilisasi manual ini harus dipertahankan hingga pasien aman diimobilisasi pada penyanggah tulang belakang (spine board) dengan collar servikal di tempatnya. 2



Pasangkan collar servikal kaku. Jika memungkinkan lepaslah perhiasan yang terdapat pada telinga dan leher sebelum pemasangan collar. Collar dengan ukun yang benar harus direntangkan dari bahu ke mandibula. Collar Stifneck harus sesuai ukuran dengan mengukur jarak antara bahu atas dan dagu bawah. Jarak ini harus sama dengan jarak antara ukuran bertanda hitam di belakang dan ujung bawah collar plastik yang kaku (Laerdal Medical, 1988) (lihat gambar 2).



3



Putar seluruh tubuh pasien ke posisi supinasi di sepanjang tandu. Pimpinan tim harus menjaga kepala tetap lurus dan mengkoordinas pergerakan tim. Tanda yang baik untuk menjaga posisi kepala adalah dengan melihat hidung sejajar dengan umbilikus. Sedikitnya tiga orang dibutuhkan untuk pergerakan ini: satu orang untuk membalikkan bahu dan paha, satu orang memutar paha dan tungkai, dan satu orang untuk menempatkan tandu di bawah pasien.



4



Angkat hel pelindung jika diindikasikan.



5



Tempatkan bantalan di bawah kepala jika diperlukan untuk mencegah hiperekstensi ketika kepala diturunkan ke tandu.



6



Amankan pergelangan kaki dan tungkai pada tandu dengan isolasi atau verband. Verband di pada level aksila, menyilang lengan atas, abdomen, panggul, paha distal, dan tungkai bawah. Satu penelitian menunjukkan penurunan bermakna adanya pergerakan lateral dengan adanya tambahan verband di sekitar abdomen namun tidak ada peningkatan hasil dengan pemasangan verband menyilang (Mazolewski & Manix, 1994) (lihat gambar 3).



7



Setabilkan kedua sisi kepala dengan busa peyanggah (foam block) atau gulungan handuk dan pasang isolasi lebar 7,5 cm langsung pada kulit



25



menyilang dahi pasien hingga tandu (lihat gambar 4). Penggunaan kantong pasir (sandbags)



untuk stabilisasi kepala samping tidak



diarankan karena berat kantong pasir meningkatkan pergerakan tandu miring ke samping. Hindari mengisolsi/memvervand menyilang rambut atau alis mata untuk mencegah ketidaknyamanan dan untuk meningkatkan kenyamanan imobilisasi. Mengisolasi atau memverband langsung pada kulit dahi berguna untuk meningkatkan imobilisasi. Jangan menempatkan isolasi atau verband menyilang dagu karena dapat menyebabkan aspirasi bila terjadi muntah (Emergency Nurses Association [ENA], 1995). 8



Hentikan stabilisasi manual pada bagian ini.



9



Kaji dan dokumentasikan status neurologis termasuk pergerakan dan sensasi seluruh ekstremitas.



10



Pertahankan imobilisasi hingga tulang belakang menunjukkan kejelasan menurut pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan fisik ekstremitas.



11



Lakukan suction di sepajang waktu dan siapkan untuk pengembalian pasien ke tandu bila terjadi muntah.



KETERANGAN : 0



=



Tidak dilakukan sama sekali



1



=



Dilakukan tapi tidak sempurna



2



=



Dilakukan dengan sempurna



Purwokerto, ..................................... Evaluator



Nilai Batas Lulus : 75 % NILAI : Jumlah nilai yang didapat x 100 %



_____________________



Jumlah aspek yang dinilai



26



KENDRICK EXTRICATION DEVICE (KED)



A. Tujuan Umum Tujuan umum latihan adalah untuk latihan penyegaran penggunaan Kendrick Extrication Device (alat ekstrikasi Kendrik—KED). B. Tujuan Khusus Setelah dilakukan latihan, setiap mahasiswa mampu: 1. Mengidentifikasi setiap bagian KED, menjelaskan kegunaannya dan bagaimana menggunakannya. 2. Berpartisipasi dalam penerapan KED pada pasien. 3. Memindahkan pasien menggunakan KED dan spine board. C. Perlengkapan 1. KED 2. Collar cervikal 3. Kursi 4. Mobil/jika dibutuhkan D. Langkah-langkah Prosedur 1. Sebelum pemasangan KED, kaji denyut nadi, motorik, dan sesnsorik.



2. Mahasiswa mendemonstrasikan pemasangan collar servikal dengan benar. Menstabilkan kepala dan leher dalam keadaan netral, posisi lurus. Mengamankan jalan napas dan memasang collar servikal. a. Lakukan traksi manual dan pertahankan selama seluruh proses ekstrikasi. b. Pilih collar dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Collar harus pas dengan ukuran tubuh dan tidak memungkinkan terjadinya rotasi, fleksi, atau ekstensi leher.



27



c. Pada waktu mempertahankan traksi manual, collar harus ditempatkan pada dada pasien, kemudian geser collar ke atas hingga pas kokoh pada dagu. d. Selanjutnya, pertemukan kedua ujung pada titik kontak dan ikatkan menggunakan pengikar velcro.



3. KED ditempatkan di samping pasien, hati-hati sebaiknya tidak merubah posisi pasien. KED yang terletak di samping harus diposisikan di sekitar selangka (torso), di sekitar lipatan ketiak.



a. Pada waktu alat telah diposisikan dengan tepat, amankan pengikat torso (selangka) (untuk mengingat penempatan pengikat gunakan jembatan keledai: TEBAK KEPAK.



28



Pengikat tengah Pengikat bawah Pengikat kaki Pengikat kepala Pengikat akhir



b. Jika pengikat torso (selangka) telah aman, ikatkan pengikat kaki



c. Setelah pengikat kaki, amankan kepala dari KED. Ikatkan pengikat dahi dan pengikat dagu pada KED. Berikan ruang antara kepala pasien dan KED.



d. Jika kepala telah aman pasanglan pengikat akhir (top strap) dan pastikan pengikat akhir tidak terlalu tinggi dan pasien masih dapat bernafas dengan nyaman.



29



4. Jika pengikat telah terpasang dengan aman di tempatnya, pasien dapat digeser ke full spine board (dalam posisi duduk) dan kemudian berbaring rata pada spine board dengan melepaskan pengikat pada kaki. 5. Pasien harus dipastikan aman pada spine board. Jangan lupa mengkaji kembali denyut nadi, morik, dan sensorik. Sesudah itu pasien dapat diangkat dengan tangan menggunakan spine board atau ditempatkan pada E. Kesimpulan Pasien dengan dugaan cedera spinal pada posisi duduk perlu menggunakan spinal extrication device untuk imobilisasi tulang belakang servikal dan thorakal. Pengecualian terhadap aturan ini jika membahayakan penolong atau pasien. Penolong segera mungkin menangani pasien lainnya, sebelum pasien lainnya mengalami cedera karena tidak langsung ditolong.



30



PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETERAMPILAN PROSEDUR KENDRICK EXTRICATION DEVICE (KED) N0 A



ASPEK YANG DINILAI ALAT



NILAI 0



1



1. Kendrick Extrication Device Set 2. Collar Neck B



PRA INTERAKSI 1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2. Mencuci tangan 3. Meletakan alat di dekat pasien



C



TAHAP ORIENTASI 1. Memberikan salam teraupetik 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien / keluarga 3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan



D



TAHAP KERJA 1. Sebelum pemasangan KED, kaji denyut nadi, motorik, dan sesnsorik. 2. Mahasiswa mendemonstrasikan pemasangan collar servikal dengan benar. Menstabilkan kepala dan leher dalam keadaan netral, posisi lurus. Mengamankan jalan napas dan memasang collar servikal. a. akukan traksi manual dan pertahankan selama seluruh proses ekstrikasi. b. Pilih collar dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Collar harus pas dengan ukuran tubuh dan tidak memungkinkan terjadinya rotasi, fleksi, atau ekstensi leher. c. Pada waktu mempertahankan traksi manual, collar harus ditempatkan pada dada pasien, kemudian geser collar ke atas hingga pas kokoh pada dagu. d. Selanjutnya, pertemukan kedua ujung pada titik kontak dan ikatkan menggunakan pengikar velcro. 3. KED ditempatkan di samping pasien, hati-hati sebaiknya tidak merubah posisi pasien. KED yang terletak di samping harus diposisikan di sekitar selangka (torso), di sekitar lipatan ketiak. a. Pada waktu alat telah diposisikan dengan tepat, amankan pengikat torso (selangka) (untuk mengingat penempatan pengikat gunakan jembatan keledai: TEBAK KEPAK (Pengikat tengah, Pengikat bawah, Pengikat kaki Pengikat kepala dan Pengikat akhir). b. Jika pengikat torso (selangka) telah aman, ikatkan pengikat kaki



31



c. Setelah pengikat kaki, amankan kepala dari KED. Ikatkan pengikat dahi dan pengikat dagu pada KED. Berikan ruang antara kepala pasien dan KED. d. Jika kepala telah aman pasanglan pengikat akhir (top strap) dan pastikan pengikat akhir tidak terlalu tinggi dan pasien masih dapat bernafas dengan nyaman. 4. Jika pengikat telah terpasang dengan aman di tempatnya, pasien dapat digeser ke full spine board (dalam posisi duduk) dan kemudian berbaring rata pada spine board dengan melepaskan pengikat pada kaki. 5. Pasien harus dipastikan aman pada spine board. Jangan lupa mengkaji kembali denyut nadi, morik, dan sensorik. Sesudah itu pasien dapat diangkat dengan tangan menggunakan spine board atau ditempatkan pada E



TAHAP TERMINASI 1. Merapikan klien 2. Membereskan alat-alat 3. Mencuci tangan 4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan



KETERANGAN : 0



=



Tidak dilakukan sama sekali



1



=



Dilakukan sempurna



Purwokerto, ..................................... Evaluator



Nilai Batas Lulus : 75 % NILAI : Jumlah nilai yang didapat x 100 %



_____________________



Jumlah aspek yang dinilai



32



TRIAGE Definisi Triage adalah suatu proses yang dinamik, status atau keadaan pasien dapat berubah lebih baik maupun lebih buruk karena cederanya maupun sebagai dampak dari tindakan yang dilakukan. Triage harus dilakukan diulang-ulang selama masih dalam penanggulangan cederanya. Dapat dilakukan ditempat kejadian, didaerah triage sebelum dilakukan evakuasi, tiba di UGD, selama resusitasi maupun sesudahnya. Semua korban massal atau bencana harus dilakukan triage, kegiatan ini mungin sangat penting di dalam benca atau korban masal. Tujuan Tujuan dari triage supaya the right patient to the right hospital by the right ambulance at the right time. Triage dilakukan berdasarkan : 1. Airway, breathing, circulation, disability dan exsposure. 2. Beratnya cedera. 3. Jumlah pasien. 4. Sarana kesehatan yang tersedia. 5. Kemungkinan hidup pasien. Ada bermacam-macam system triage yang dipakai banyak pada korban masal yang memudahkan personil dengan cepat dapat melakukan : 1. Menilai tanda vital dan keadaan pasien. 2. Menilai kebutuhan medik dar pasien. 3. Menilai kemnungkinan hidup pasien. 4. Menilai sarana kesehatan yang ada ditempat. 5. Membuat prioritas penanggulangan pasien. 6. Memasang color tag sesuai dengan prioritas pasien.



Tipe Triage Ketika banyak pasien dengan keparagan luka yang tinggi datang ke rumah sakit, sistem triage harus dilakukan, prinsipnya pertama datang langsung diberikan tindakan, namun tidka mudah dilakukan di situasi bencana.



Ada dua sistem : 1.



Digunakan selama operasional sehari-hari di dalam emergency disaster.



2.



Digunakan selama bencana.



Pokoknya ataupun intinya sama, yaitu keduanya menentukan atau menetapkan bagaimana 33



mencapai hasil yang besar dan bagus untuk yang angka tinggi dalam bencana.



Tipe Triage dapat berupa : 1.



Simple Patient Triage Dasar triage ini adalah menanggulangi pasien ynag dapat meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. SIT dibagi menjadi tiga kategori : emergent, urgent dan non urgent.



2.



Routine Multiple Casuality Triage a. Simple Triage & RapidTreatment (START) START dikembangkan olej RS Hoag dan Newport Beach Fire Departement Amerika Serikat. START memungkinkan orang melakukan triage pada seorang pasien dalam 60 detik atau lebih cepat dengan mengevaluasi :respirasi, perfusi dan status mental pasien. Sistim ini ideal untuk incident korban masal tetapi tidak terjadi functional collaps RS. Ini memungkinkan perawat ambulance untuk memilah pasien mana yang perlu di evakuasi terlebih dahulu ke RS. Salah satu caranya adalah berteriak : ’siapa yang ingin ditanggulangi, ikuti saya’. Yang mengikuti ajakan itu berarti perfudi dan oksigenasi otak baik dan berarti airway, bretahing dan circulation baik. Yang tidak mengikuti perintah berarti ada maslaah dengan airway, bretahing dan circulation. b. Prinsip START Mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas yang tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan akurat mengklasifikasikan pasien ke dalam empat kelompok terapi : 1) Hujau Pasien sadar dan dapat berjalan (walking wounded) termasuk pasien yang histeris. 2) Kuning Semua pasien yang tidak masuk golongan merah dan hijau. Kelompok ini termasuk luka-luka tidak berbahaya seperti fraktur tulang pendek. 3) Merah (10-20 %) Semua pasien yang ada gangguan airway, bretahing, circulation, disability dan exsposure. Termasuk pasien yang bernafas setelah airwaynya di bebaskan, pernafasan > 30 x/menit, capillary refill > 2 detik dan juga pasien yang kesadarannya menurun. 4) Hitam Pasien yang meninggal.



34



Prosedur START a.



Pernafasan Menilai setiap pergerakan pernafasan yang adekuat setiap pasien. Jika pasien tidak bernafas, periksa objek atau benda asing yang menyebabkan obstruksi didalam mulut dan pindahkan gigi palsu. Jika upaya prosedur diatas tidak dapat memperbaiki pernafasan (kartu pasien hitam). Jika perbafasan korban diatas 30 x/menit (kartu pasien merah). Jika pernafasan kurang dari 30 x/menit, jangan berikan kartu pada saat ini. Lanjutkan penilaian perfusinya.



b.



Perfusi Metoda yang baik untuk menilai perfusi adalah dengan pemeriksaan CRT pada kuku, tekan kuku kemudian lepaskan selanjutnya warna akan kembali sormal sekitar 2 detik. Jika lebih dari 2 detik, pasien memperlihatkan tanda in adekuat perfusi (kartu merah) Jika warna kembali dalam 2 detik, pasien tidak diberikan kartu sampai di nilai kesadaran pasien. Jika CRT tidak dapat di nilai, palpasi pulsasi pada radial.



c.



Kesadaran Evaluasi kesadaran digunakan untuk pasien yang pernafasan dan perfusinya adekuat. Untuk pemeriksaan, gunakan perintah yang mudah ” buka dan tutup mata anda” atau ”genggam tangan saya”. Jika pasien tidak bisa mengikuti perintah sederhana (kartu merah). Jika pasien dapat mengikuti perintah sederhana (kartu kuning).



35



Bagan Alur START



36



Triage Scenario Kasus : Bis bermuatan 10 penumpang bertabrakan dengan kendaraan yang bermuatan 5 penumpang. Berikut beberapa korban di TKP. Anda merupakan Triage Officer saat ini lakukan triage untuk pasien-pasien tersebut merah, hijau, kuning dan hitam dengan mengikuti kriteria START. Anda mempunyai waktu 1 menit untuk menilai korban



Pasien A



Wanita 17 tahun dengan lukayang luas dan perdarahan pada kaki, pernafasan 20x/menit, nadi 65x/menit dan kesadaran histeris.



Pasien B



Pengemudi 51 tahun, terjepit didalam rongsokan mobil, jelas terlihat adanya cedera kepala dan terdapat pembengkakan pada otak. Pernafasan tidak ada, nadi tidak ada, kesadaran tidak ada respon.



Pasien C



Pria 60 tahun, mengeluh nyeri saat bernafas, terdapat luka memar dan bercak dada pada dada kiri. Pernafasan 35 x/menit, nadi 120 x/menit, kesadaran sadar



Pasien D



Anak laki-laki 3 tahun, berada di jok bagian belakang. Nafas tidak ada, nadi lemah dan kesadaran menurun.



Pasien E



Wanita 26 tahun, terdapat luka memar disekitar perut, berjalan di lokasi kejadian, pernafasan 24 x/menit, nadi 120 x/menit, kesadaran sadar.



Pasien F



Anak perempuan 6 tahun, menangis, tidak terdapat luka, pernafasan 25 x/menit, nasi 110 x/menit, kesadaran sadar.



Pasien G



Wanita 45 tahun, mengeluh nyeri di pergelangan tangan kiri, tampak perubahan bentuk yang jelas, pernafasan 30 x/menit, nadi pada pergelangan tangan tidak teraba, kesadaran sadar.



Pasien H



Wanita 19 tahun, tidak sadar, dengan perdarahan pada telinga, pernafasan tidak ada, nadi tidak ada, kesadaran tidak sadar.



Pasien I



Laki-laki 30 tahun, mengeluh nyeri dada di sekitar leher, berjalan di tempat kejadian, pernafasan 25 x/menit, nadi 95 x/menit, kesadaran sadar.



Pasien J



Laki-laki 60 tahun, mengeluh nyeri pada dada, pernafasan 40 x/menit, nadi 110 x/menit, kesadaran sadar.



Tugas : Buatlah prioritas triage pada 10 pasien diatas.



37



DAFTAR PUSTAKA



American Academy of Orthopedic Surgeons. (2013). Emergency care and transportation of the sick and injured, 10th ed. Rosemont, IL: Author. Caroline, N. L. (2018). Emergency care in the streets, 8th ed. Boston: Little, Brown. Emergency Nurses Association (2018). Emergency Nursing Core Curriculum (6 eds). Saunders : Elsevier Inc. Penelitian dan Pengembangan Yayasan Ambulan Gawat Darurat 118. (2018). Basic Trauma Cardiac Life Support. Yayasan Ambulan Gawat Darurat 118. Jakarta. Proehl, J. A. (2008). Emergency nursing procedures (4nd ed.). Philadelpia: W. B. Saunders Company. Porter, R. S. (2009). Musculoskeletal injuries. In B. E. Bledsoe, et al. (Eds.). Paramedic emergency care, 3rd ed. (pp. 499-519). Englewood Cliffs, NJ: Brady Communications. Selfridge-Thomas. Judi. (1997). Emegency nursing : an essential guide for patient care. Philadelpia. W.B. Saunders Company.



38