Ca Mammae [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH Ca Mammae diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan co-assisten SMF Radiologi RSUP Dr. Sardjito, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada



Disusun oleh: MUHAMMAD YUSUF ZAWIR BIN ABD RAHIM 10/304766/KU/14169



PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN SMF RADIOLOGI RSUP Dr. SARDJITO UNIVERSITAS GADJAH MADA 2014



i



DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



3



A. Anatomi Payudara



3



B. Karsinoma Mammae



5



2.1. Etiologi, Faktor Resiko dan Patofisiologi



5



2.2. Manifestasi Klinis



7



2.3. Klasifikasi



7



C. Mammografi



10



3.1. Indikasi Pemeriksaan Mamografi



10



3.2. Tehnik Pembuatan Mamografi



11



3.3. Pembacaan Mamografi



13



3.4. Gambaran Normal Mamogram



15



3.5. Gambaran Kelainan Payudara



18



3.5.1. Kelainan Jinak



18



3.5.2. Kelainan Ganas



22



BAB III KESIMPULAN



28



DAFTAR PUSTAKA



29



ii



BAB I PENDAHULUAN



Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita baik di negara maju maupun negara berkembang, meliputi 16% dari semua kanker yang diderita oleh wanita. Pada tahun 2004, 519.000 wanita meninggal karena kanker payudara, dan meskipun kanker payudara dianggap sebagai penyakit negara maju, mayoritas (69%) dari semua kematian akibat kanker



payudara



terjadi



di



negara



berkembang



(WHO,



2004).



Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya sebanyak 350.000 diantaranya ditemukan di negara maju, sedangkan sisanya ditemukan di negara yang sedang berkembang. Seorang wanita yang hidup hingga usia 90 tahun memiliki satu dari delapan kemungkinan menderita kanker payudara. Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 perempuan didiagnosa menderita kanker payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit ini. Survival rates kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari 80% atau lebih di Amerika Utara, Swedia dan Jepang menjadi sekitar 60% di negara-negara berpenghasilan menengah dan di bawah 40% di negara-negara berpenghasilan rendah (Coleman et al., 2008). Tingkat kelangsungan hidup yang rendah di negara-negara kurang berkembang dapat dijelaskan oleh kurangnya program deteksi dini, sehingga proporsi perempuan dengan penyakit stadium akhir menjadi tinggi. Pada tahun 2000 insiden kanker payudara di Indonesia berdasarkan ASR adalah sebesar 20,6 (20,6 per 100.000 penduduk) dengan mortalitas sebesar 10,1 (10,1 per 100.000 penduduk) atau se banyak 10.753 orang. Sedangkan pada tahun 2005 mortalitas akibat kanker payudara menurut ASR adalah sebesar 10,9 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian sebanyak 12.352 orang. Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi Insiden kanker payudara meningkat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena meningkatnya angka harapan hidup, peningkatan urbanisasi dan adopsi gaya hidup Barat. Meskipun beberapa pengurangan risiko mungkin dicapai dengan pencegahan, strategi ini tidak dapat menghilangkan sebagian besar kanker payudara yang berkembang di negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana kanker payudara didiagnosis pada tahap sangat 1



terlambat. Oleh karena itu, deteksi dini untuk meningkatkan outcome kanker payudara dan kelangsungan hidup tetap menjadi landasan pengendalian kanker payudara. Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus menggunakan sinar X dosis rendah untuk mendeteksi secara dini keganasan pada payudara, bahkan sebelum adanya perubahan yang terlihat pada payudara atau benjolan yang dirasakan pasien. Mammografi dianggap sebagai senjata yang paling efektif untuk mengidentifikasi dan mendeteksi adanya kanker pada payudara, hal ini disebabkan tingkat akurasi yang mencapai hampir 80%-90% dari semua kasus kanker payudara. Mammografi tidak mencegah atau bahkan mengobati, namun dapat mengurangi resiko terjadinya kematian dengan mengidentifikasi keberadaan tumor pada jaringan payudara dalam tingkat yang masih dapat ditangani dengan lebih mudah. Sebelum tahun 1980, dimana pencitraan payudara belum banyak digunakan, pengobatan untuk kanker payudara dimulai pada tahap akhir dari penyakit dibandingkan dengan sekarang. Pencitraan Payudara telah meningkatkan deteksi tumor yang lebih kecil dari yang ditemukan pada pemeriksaan payudara secara klinis dan telah memungkinkan pasien untuk menghindari operasi yang tidak perlu. Selain itu, manfaat kedua diagnosis dini adalah bahwa pasien dengan kanker payudara dapat diberikan lebih banyak pilihan pengobatan,seperti lumpectomy dengan terapi radiasi yang merupakan pilihan dibandingkan mastektomi pada pasien tertentu.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A.



Anatomi Payudara Payudara terletak pada bagian anterior dinding thorax, mulai dari costae 2 atau 3 sampai



costae 6 atau 7, terletak diatas otot pektoralis mayor, otos pektoralis minor dan sebagian dari otot seratus anterior dan otot eksternus abdominal obliqua. Batas medial dari payudara menempati margo lateral dari sternum dan batas lateral dari payudara mengikuti garis anterior dari axila. Prosesus aksilaris dari payudara memanjang ke arah atas dan lateral menuju aksila dimana berhubungan dengan pembuluh darah aksila. Bagian payudara ini secara klinis signifikan karena tingginya insidens kanker payudara dalam drainase limfatik prosesus aksilaris.



Gambar 1.1. Anatomi Payudara



3



Gambar 1.2. Lobulus dan Duktus Laktiferus Payudara berbentuk kerucut, simetris, serta bervariasi dalam bentuk dan ukurannya yang dipengaruhi oleh genetik, umur, persentase lemak tubuh dan kehamilan. Payudara terdiri dari papila, areola, kulit, lemak subkutis, jaringan parenkim dan jaringan ikat. Tiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya. Jumlah jaringan lemak tersebut menentukan ukutan dan bentuk dari payudara. Setiap lobus dibagi menjadi lobulus yang berisi glandula mammae yang merupakan modifikasi dari kelenjar keringat. Diantara lobulus terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara. Tiap lobulus terdiri atas sejumlah asinus, atau kelenjar yang berada didalam jaringan ikat longgar dan berhubungan dengan duktus intralobularis. Tiap asinus tersusun atas dua tipe sel yaitu epitel dan mioepitel. Sel epitel merupakan sel sekresi. Sel epitel dikelilingi oleh sel mioepitel yang mengandung protein kontraktil yang mempunyai fungsi mekanik. Glandula mammae mensekresikan susu ke duktus mammaria yang bermuara ke duktus laktiferus. Lumen setiap duktus laktiferus meluas didekat puting membentuk sinus laktiferus. Puting payudara merupakan proyeksi silindris dari payudara yang mengandung jaringan erektil. Puting dikelilingi oleh areola yang berbentuk sirkular dan berpigmen. Permukaan areola tampak tidak rata karena terdapat kelenjar keringan yang letaknya dekat dengan permukaan.



4



B. Karsinoma Mamae Karsinoma mammae merupakan proliferasi malignan dari sel epitel yang melapisi duktus atau lobulus payudara, yang dapat disebabkan akibat interaksi dari faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan akumulasi progresif dari perubahan genetik dan epigenetik dari sel kanker payudara. Di dunia, kanker payudara merupakan kanker tersering yang terjadi pada wanita dan merupakan penyebab utama kematian pada wanita. Pada tahap awal, kanker payudara biasanya tidak menimbulkan gejala. Kanker payudara sering kali terdeteksi pertama kali sebagai abnormalitas pada pemeriksaan mamogram sebelum timbul keluhan pada pasien. Pendekatan umum untuk evaluasi kanker payudara telah diformulasikan sebagai tiga penilaian yaitu: pemeriksaan klinis, pencitraan (mamografi dan/atau ultrasonografi) dan biopsi jarum.



2.1. Etiologi, Faktor Resiko dan Patofisiologi Karsinoma invasif tumbuh melalui alterasi molekular pada level selular yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan penyebaran dari sel epitel payudara yang tidak terkontrol. Berbagai studi epidemiologi telah mengidentifikasi banyak faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan seorang wanita terkena kanker payudara. Kesamaan dari beberapa faktor resiko tersebut adalah efeknya pada kadar dan durasi pajanan terhadap estrogen endogen. Faktor resiko tersebut antara lain adalah: 



Menarche dini, nuliparitas, menopause lama yang meningkatkan lama pajanan terhadap estrogen pada wanita premenopause







Obesitas dan hormon replacement therapy yang meningkatkan pajanan estrogen pada wanita postmenopause. Peningkatan resiko pada wanita obes mungkin disebabkan karena konversi lemak menjadi estrogen.



Pajanan hormonal meningkatkan jumlah target sel potensial dengan menstimulasi pertumbuhan payudara selama pubertas, siklus menstruasi dan kehamilan. Pajanan hormonal juga merangsang proliferasi sel yang meningkatkan resiko terjadinya kerusakan dna. Setelah sel prakanker atau sel kanker hadir, hormon estrogen dapat menstimulasi pertumbuhan mereka,



5



termasuk pertumbuhan normal sel epitel dan sel stroma yang dapat membantu pertumbuhan sel kanker. Estrogen juga memiliki peranan langsung dalam karsinogenesis. Metabolit dari estrogen dapat menyebabkan mutasi dan menghasilkan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan dna pada sel. Selain itu, varian gen dalam sintesis estrogen dan metabolitnya dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Varian tersebut analog dengan alel sitokrom p-450 yang mengganggu metabolisme tamoxifen Selain faktor resiko diatas, riwayat keluarga juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara. Memiliki hubungan keluarga derajat pertama dengan penderita kanker payudara merupakan salah satu resiko terjadinya kanker payudara. 



Resiko terkena kanker payudara meningkat 4x lipat bila memiliki ibu atau saudara perempuan dengan kanker payudara.







Resiko menjadi 5x lipat lebih besar bila memiliki 2 atau lebih keluarga derajat pertama dengan kanker payudara.







Riwayat keluarga dengan kanker ovarium pada keluaga derajat pertama, terutama jika terjadi sebelum umur 50 tahun juga meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.



Walaupun 20-30% wanita dengan kanker payudara memiliki paling tidak 1 keluarga dengan riwayat kanker payudara, hanya 5-10% wanita dengan kanker payudara memiliki predisposisi herediter yang teridentifikasi. BRCA1 dan BRCA2 bertanggungjawab terhadap 38% kasus kanker payudara dan 15-20% kasus keluarga. Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13, bertanggungjawab terhadap mayoritas dominan autosomal kanker payudara. Kedua gen tersebut diduga merupakan gen tumor supresor yang mempertahankan integritas DNA dan regulasi transkripsional. Mutasi BRCA1, paling sering terjadi pada wanita ashkenazi jewish (8,3%), diikuti oleh wanita hispanik (3,5%), wanita berkulit putih non-hispanik (2,2%), wanita kulit hitam (1,3%) dan wanita asia (0,5%). Wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 memiliki resiko dengan estimasi sebesar 50-80% terkena kanker payudara.



6



2.2. Manifestasi Klinis Kebanyakan kanker payudara pada stadium awal tidak menimbulkan gejala, terlebih lagi jika ditemukan melalui skrining mamogram. Tumor yang besar dapat bermanifestasi sebagai massa yang tidak nyeri. Nyeri bukanlah gejala yang biasa terjadi pada kanker payudara. Hanya 5% dari pasien dengan keganasan payudara mengalami rasa nyeri. Tanda dan gejala yang mengindikasikan kemungkinan terjadinya kanker payudara antara lain adalah: 



Benjolan pada payudara







Perubahan bentuk dan ukuran payudara







Perubahan dan retraksi kulit (penebalan, pembengkakan, kemerahan)







Perubahan dan abnormalitas puting (ulkus, retraksi, discharge)







Pembesaran kelenjar getah bening pada ketiak



2.3. Klasifikasi Lebih dari 95% dari keganasan payudara merupakan adenokarsinoma yang terbagi menjadi karsinoma insitu dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ merupakan proliferasi neoplastik yang terbatas pada membran basalis duktus dan lobulus, sedangkan karsinoma invasif telah menembus membran basalis hingga ke stroma. Pada karsinoma invasif, sel-sel ganas berpotensi untuk menginvasi struktur vaskular hingga mencapai nodus limfe regional dan menyebar ke tempat lain. 2.3.1. Karsinoma In Situ a. Karsinoma Intraduktus In Situ Merupakan 15-30% karsinoma payudara pada populasi yang terskrining dengan baik. Hampir setengah keganasan payudara yang terdeteksi dengan mamografi merupakan karsinoma intraduktal. Sebagian besar karsinoma intraduktal terdeteksi dengan ditemukannya kalsifikasi pada mamografi. Selain itu, juga dapat terlihat fibrosis periduktus yang mengelilingi karsinoma intraduktus walaupun jarang terjadi. Terkadang, karsinoma intraduktus juga menyebabkan keluarnya discharge dari puting payudara. Karsinoma intraduktus terdiri dari populasi sel klonal ganas yang terbatas pada membran basalis duktus dan lobulus. Sel-sel mioepitelial tetap ada, walaupun dapat



7



berkurang jumlahnya. Karsinoma intraduktus dapat menyebar melalui duktus dan lobulus dan menyebabkan lesi yang ekstensif dan melibatkan seluruh bagian payudara.



b. Karsinoma Lobular In Situ Karsinoma lobular in situ terjadi pada 1-6% karsinoma payudara dan tidak menyebabkan kalsifikasi maupun reaksi stroma sehingga tidak terlihat gambaran perubahan densitas pada mamografi. Oleh karena itu, karsinoma lobular in situ biasanya terdeteksi melalui pemeriksaan biopsi.



2.3.2. Karsinoma Invasif Karsinoma invasif hampir selalu menimbukan massa yang dapat diraba yang terjadi akibat metastasis dari kelenjar getah bening aksila pada 50% pasien. Keganasan yang lebih besar dapat terfiksasi pada dinding dada atau menyebabkan retraksi kulit payudara. Jika keganasan terjadi pada bagian sentral dari payudara, dapat menyebabkan terjadinya retraksi puting payudara. Saluran limfatik juga dapat terlibat sehingga dapat menghambat drainase dari kulit dan menyebabkan limfeedema dan penebalan dari kulit. Pada kasus tersebut, penarikan kulit oleh ligamentum cooper menyebabkan tampilan kulit seperti kulit jeruk. Pada wanita yang lebih tua yang menjalani mamografi, karsinoma invasif sering terlihat sebagai massa radiodense. Kurang dari 20% pasien mengalami metastasis ke kelenjar getah bening. Karsinoma inflamasi merupakan istilah untuk tumor yang disertai dengan payudara eritem dan bengkak yang disebabkan karena invasi ekstensif dan obstruksi limfatik kulit oleh sel tumor. Keganasan yang mendasari biasanya difus infiltratif dan tidak membentuk massa yang dapat diraba. Terkadang keganasan payudara terlihat sebagai metastasis pada kelenjar getah bening aksila maupun metastasis di tempat lain sebelum terdeteksi pada payudara itu sendiri. a. Karsinoma Duktus Invasif Karsinoma duktus invasif merupakan 70-80% karsinoma invasif b. Karsinoma Lobular Invasif Biasanya bermanifestasi sebagai massa yang dapat diraba dan perubahan densitas pada mamografi dengan batas ireguler. Namun, pada ¼ kasus, tumor menginfiltrasi jaringan secara difus sehingga sulit terdeteksi dengan palpasi dan hanya menyebabkan sedikit perubahan pada pemeriksaan mamografi.



8



c. Karsinoma Medularis Merupakan karsinoma yang paling sering terjadi pada wanita berusia sekitar 60 tahun dan bermanifestasi sebagai massa berbatas tegas. Karsinoma ini dapat menyerupai lesi jinak secara klinis dan radiologis, dan dapat juga bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh dengan cepat. d. Karsinoma Mucinous (Colloid) Karsinoma mucinous terjadi pada wanita dengan usia rata-rata 71 tahun dan biasanya tumbuh dengan lambat selama bertahun-tahun. e. Karsinoma Tubular Biasanya terdeteksi sebagai gambaran densitas mamografi yang kecil dan ireguler pada wanita berusia 40an. f. Karsinoma Invasif Papiler Jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari seluruh karsinoma invasif g. Karsinoma Metaplastik Terdiri dari beberapa tipe jarang karsinoma payudara (1mm). Densitas jaringan fibroglandular pada mammogram sangat bervariasi. Pada wanita muda biasanya jaringan fibroglanduler sangat padat, sedangkan dengan bertambahnya umur maka parenkim akan lebih banyak mengandung jaringan lemak.



14



A



B



Gambar 3.4.1. Parenkim Payudara A) Dominasi jaringan lemak B) Dominasi jaringan fibroglandular Pada tahun 1976, Wolfe mengajukan pola parenkim mamogram sebagai indikator resiko kanker payudara. Klasifikasi gambaran mamografi payudara menurut Wolfe terbagi menjadi empat pola yaitu: 



N1  pola mengacu pada payudara dengan jaringan lemak berproporsi tinggi, sedikit peningkatan densitas dan tidak tampak bayangan duktus.







DY  pola mengacu pada jaringan payudara yang sangat padat, dengan jaringan kelenjar yang lebih dominan dan disebut dengan dysplastic breast







P1  mengacu pada payudara didominasi jaringan lemak dengan jaringan kelenjar terlihat di bagian anterior >25% volume payudara.







P2  mengacu pada payudara dengan pola jaringan kelenjar lebih dominan terlihat >25% volume payudara



Resiko terkena kanker payudara berhubungan dengan pola wolfe ditemukan rendah pada pola NI dan P1 dan tinggi pada pola P2 dan DY. Tabar (1997) mengklasifikasikan gambaran mamogram menjadi 5 pola berdasarkan proporsi dari densitas nodular, linear, jaringan fibroglandular dan jaringan lemak, yaitu: 



I : Proporsi seimbang dari seluruh komponen payudara dengan sedikit predominasi dari jaringan fibroglandular.







II : Predominasi dari jaringan lemak







III : Predominasi dari jaringan lemak dengan jaringan fibroglandular residual retroareolar 15







IV : Predominasi densitas nodular







V : Predominasi jaringan fibroglandular



Gambar 3.4.2. Pola I-V berdasarkan klasifikasi Tabar Pola I, II, III dianggap sebagai resiko rendah keganasan payudara sedangkan pola IV dan V dianggap sebagai resiko tinggi terjadinya keganasan payudara 3.4.2. Jaringan Ikat Struktur trabekular yang merupakan kondensasi dari jaringan ikat, terlihat sebagai linea opasitas tipis (< 1 mm) dengan densitas medium hingga tinggi. Ligamentum Cooper merupakan jaringan penyokong payudara yang memberikan karakteristik bentuk pada payudara, terlihat sebagai garis berlekuk di sekitar lobulus lemak sepanjang permukaan kulit – parenkim di setiap payudara. 3.4.3. Lemak Payudara disusun oleh lemak dalam jumlah yang besar, yang terlihat sebagai gambaran lusen pada mamogram. Lemak terdistribusi pada lapisan subkutan, diantara jaringan parenkim, dan di lapisan retromammary disebelah anterior otot pektoralis. 3.4.4. Nodus Limfe Nodus limfe ditemukan di aksila dan terkadang di payudara. 3.4.5. Vena Vena terlihat melintasi payudara sebagai opasitas linear uniform, dengan diameter sekitar 1-5 mm



16



3.4.6. Arteri Arteri terlihat sebagai densitas linear uniform yang tipis dan terlihat paling baik jika terjadi kalsifikasi seperti pada pasien dengan atherosklerosis, diabetes atau penyakit ginjal.



Gambar 3.4.3. Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan Sketsa Proyeksi Mediolateral



3.5. Gambaran Kelainan Payudara 3.5.1. Kelainan Jinak Payudara Massa jinak di payudara biasanya berbentuk bulat, oval, atau berlobus dan berbatas tegas, kecuali bila terjadi superposisi dengan jaringan fibroglanduler di sekitarnya. Gambaran halo sign yang merupakan garis tipis radiolusens di sekitar massa sering dikaitkan dengan lesi jinak. Gambaran lemak dalam massa juga menunjukkan lesi jinak. Kalsifikasi pada lesi jinak ukurannya relatif besar dengan bentuk kurviliner, popcorn atau eggshell, dan jarang berupa mikrokalsifikasi.



17



Gambar 3.5.1. Kalsifikasi Eggshell



Gambar 3.5.2. Kalsifikasi Popcorn



3.5.3. Kalsifikasi Kurvilinier 18



a. Kista Kista merupakan massa berbatas tegas tersering yang teridentifikasi pada mamografi. Kista tumbuh pada duktus lobularis terminal dan paling sering terjadi pada wanita usia 3050 tahun. Pada mamografi kista terlihat sebagai gambaran lesi dengan batas yang tegas (terkadang disertai halo) berdensitas rendah, berdiameter 1-3 cm dan terkadang multiple dan bilateral. Kalsifikasi dapat terjadi pada dinding kista. Diagnosis kista dapat dikonfirmasi dengan ultrasound yang dapat membedakan kista dari lesi padat.



Gambar 3.5.4 Gambaran kista pada mamografi



b. Fibroadenoma Fibroadenoma merupakan massa padat payudara yang paling sering di evaluasi pada pemeriksaan pencitraan payudara. Fibroadenoma biasanya tunggal namun dapat juga multiple dan biasanya terjadi pada wanita muda dengan insidens puncak pada usia 30-an. Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma terlihat sebagai massa berbatas tegas dengan ukuran yang beragam. Dengan pertambahan usia, fibroadenoma dapat mengalami kalsifikasi sehingga terlihat area kalsifikasi tebal dan kasar pada mamografi. Namun, fibroadenoma juga dapat menunjukkan kalsifikasi halus dengan gambaran pleomorfism yang dapat meningkatkkan kecurigaan pada keganasan.



19



Gambar 3.5.5. Fibroadenoma Dengan Kalsifikasi Ireguler dan Kasar



c. Tumor jinak Tumor jinak terdiri dari papilloma intraduktus dan tumor phyllodes. Papilloma soliter biasanya terjadi pada bagian retroareolar pada payudara dan dapat membentuk kalsifikasi seperti mulberi. Lesi ini berbeda dengan palpiloma multipel yang terjadi di bagian perifer payudara. papilloma soliter biasanya tidak memiliki potensi keganasan, sebaliknya papilloma multiple memiliki potensi untuk menjadi keganasan. Tumor phyllodes bervariasi dari jinak hingga ganas dan biasanya ditemukan pada dekade ke 5 dan 6. Pada pemeriksaan mamografi, papilloma dan phyllodes tumor terlihat sebagai massa bulat atau multilobular.



A



B



C



Gambar 3.5.6. Gambaran tumor phyllodes, massa berbatas tegas dan mulilobular A) Proyeksi MLO B) Proyeksi CC dan C) Papilloma Multiple 20



d. Lipoma dan Hamartoma Lipoma dan hamartoma (lipofibroadenoma) merupakan lesi yang mengandung lemak yang pada mammografi terlihat sebagai gambaran massa lusen (lipoma) dan massa dengan campuran radiolusen-radiodens dan tepi lusen (hamartoma). Hamartoma dapat mencapai diamester hingga 10 cm.



A



B



Gambar 3.5.7. A) Gambaran massa lusen pada lipoma B) Hamartoma 3.5.2. Kelainan Ganas Payudara



A



Tanda keganasan pada mamogram dibagi menjadi 2 yaitu tanda primer dan tanda sekunder. Tanda primer meliputi adanya massa dan kalsifikasi, sedangkan tanda sekunder berupa penebalan dan retraksi kulit, areola, dan puting, perubahan arsitektur payudara, gambaran duktus yang abnormal, perningkatan vaskularisasi dan limfadenopati.



3.5.2.1. Tanda Primer a. Massa Gambaran massa pada karsinoma payudara sangat bervariasi, cenderung berdensitas tinggi dan biasanya di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu: 21







Stellata Lesi stellata berhubungan dengan proliferasi jaringan fibrosa/jaringan ikat, bersifat



infiltratif dan disertai tanda sekunder berupa penebalan kulit, retraksi dan distorsi struktur payudara dan kalsifikasi. Lesi stellata terdiri atas masa tumor jaringan lunak di sentral dan spikula pada permukaan yang menyebar ke sekitarnya. Bagian sentral massa terlihat radioopak tanpa disertai bagian-bagian yang lusens sedangkan spikulanya tipis, radioopak dan menyebar ke segala arah terutama puting susu. Semakin besar tumor, akar spikula akan semakin panjang disertai dengan kalsifikasi yang kasar.



Gambar 3.5.8 Gambaran massa berspikula pada karsinoma duktus infiltratif 



Nodular Massa nodular atau Knobby lebih bersifat seluler, tumbuh sangat cepat dan biasanya



berbentuk massa kecil-kecil yang saling tumpang tindih sehingga membentuk lesi yang padat dengan gambaran radioopak dengan batas tak tegas. Lesi ini dapat membentuk gambaran spikula disertai penebalan dan retraksi kulit, juga dapat disertai kalisifikasi yang bersifat malignan.







Berbatas tegas Lesi radiopak berbatas tegas dapat berbentuk bulat, oval, atau berlobus-lobus dengan



batas tegas sebagian atau seluruhnya, kadang-kadang disertai halo sign. Halo sign merupakan tanda patognoomonik untuk lesi jinak tetapi beberapa lesi ganas seperti 22



karsinoma papiler, meduler dan mucinous, sarkoma, limfoma, leukimia, mieloma, metastasis juga sering disertai halo sign.



Gambar 3.5.9 Karsinoma Intrakistik Non-invasif massa berbatas tegas dengan mikrokalsifikasi ireguler



b. Kalsifikasi Mikrokalsifikasi dengan berbagai bentuk (pleomorfik) dan berkelompok dengan atau tanpa suatu massa merupakan tanda mamografi primer dari kanker payudara. Gambaran kalsifikasi terlihat pada lebih dari setengah kanker payudara. Sekitar 1/3 dari kanker payudara hanya bermanifestasi dengan gambaran kalsifikasi saja tanpa disertai dengan massa. Tanda kalsifikasi malignan sangat bervariasi baik distribusi ukuran, bentuk, densitas maupun jumlahnya. Bentuk kalsifikasi cendrung berkelompok, dengan jumlah dalam satu kelompok sangat bervariasi, dapat tunggal maupun multiple. Letaknya dapat didalam maupun di dekat massa dengan distribusi yang acak dan kadang-kadang sesuai dengan gambaran duktus mammaria. Ukuran kalsifikasi ganas biasanya lebih kecil dari kalsifikasi jinak dengan ukuran sekitar 0,08 – 5 mm dan rata-rata ukuran < 0,2 mm. Bentuk kalsifikasi pada keganasan dapat linier, bercabang-cabang, bulat, bersudut, atau granuler dengan batas kontur yang ireguler dan densitasnya lebih rendah dari kalsifikasi jinak.



23



Kalsifikasi pada keganasan disebabkan karena abnormalitas dari jaringan. Kalsifikasi dapat terjadi pada debris tumor yang telah mengalami nekrosis, dan bisa juga terjadi akibat cairan sekresi yang mengalami stagnansi karena terjebak diantara sel-sel kanker.



Gambar 3.5.10. Bentuk-Bentuk Mikrokalsifikasi



Gambar 3.5.11. Kalsifikasi linear



24



Gambar 3.5.12. Mikrokalsifikasi Malignan Pleomorfik



Gambar 3.5.13. Mikrokalsifikasi Bercabang, Tidak Teratur, Linier Pada Karsinoma Duktus In Situ 3.5.2.2. Tanda Sekunder Timbulnya tanda sekunder pada keganasan payudara disebabkan karena adanya perubahan dalam struktur payudara karena massa tumor. tanda sekunder tersebut antara lain: a. Penebalan dan retraksi kulit Retraksi kulit disebabkan oleh fibrosis dan pemendekkan ligamentum Cooper. Ketebalan kulit payudara normal bervariasi antara 1,5-3 mm dan simetris bilateral dengan bagian inframamaria biasanya lebih tebal. Penebalan kulit yang terlokalisasi biasanya terletak dekat tumor dan menunjukkan fase lanjut dari keganasan. b. Penebalan dan retraksi areola dan puting



25



Retraksi puting unilateral yang terjadi secara akut harus dicurigai sebagai keganasan. Retraksi ini disebabkan oleh perubahan dan pemendekkan duktus retroareolar sebagai akibat kanker retroareolar. c. Perubahan arsitektur payudara / distorsi struktur Distorsi struktur parenkim disebabkan karena peningkatan jaringan kolagen, periduktal dan sarkoma sehingga menyebabkan perubahan abnormal ligamentum cooper dan duktus mammaria. Pada payudara yang sangat padat seringkali distorsi struktur parenkim yang merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan dan harus tampak pada dua proyeksi yang berbeda.



Gambar 3.5.14. Distorsi Struktur Parenkim Akibat Sel Kanker Menarik Parenkim Ke Arah Sel Kanker d. Gambaran duktus abnormal Keganasan menyebabkan pemendekkan, distorsi dan dilatasi duktus mamaria dengan gambaran sebagian duktus-duktus yang menonjol dan berkelok-kelok atau pelebaran tunggal dari duktus. e. Peningkatan vaskularisasi Terjadi peningkatan vaskularisasi baik dari segi ukuran maupun jumlah vena (1,5 kali vena normal) f. Limfadenopati Peningkatan jumlah, densitas, dan ukuran kelenjar limfe aksilar menunjukkan adanya karsinoma metastasis. Kelenjar limfa abnormal biasanya ovoid, dan tidak ada bayangan lemaknya. 26



Gambar 3.5.14. Limfadenopati Aksilaris



27



BAB III KESIMPULAN



Mamografi merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menilai payudara. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining pada wanita tanpa keluhan dan pemerikaan diagnostik pada wanita dengan keluhan pada payudara dan wanita beresiko tinggi. Mamografi merupakan pemeriksaan yang sensitif dan akurat dalam menemukan keganasan payudara secara dini. Mamografi sebagai pemeriksaan skrining telah terbukti bermanfaat dalam menurunkan angka mortalitas kanker payudara. Mamografi dapat mendeteksi tanda keganasan pada payudara sebelum timbul suatu keluhan. Dengan deteksi dini, intervensi dapat dilakukan dengan cepat dan prognosisnya pun semakin baik sehingga menurunkan angka mortalitas kanker payudara. Pada pemeriksaan mamografi dinilai kesimetrisan payudara, ukuran, densitas, dan distribusi glandular. Bila terdapat suatu massa, dapat dinilai tepi, bentuk, densitas, lokasi dan jumlahnya. Lesi yang jinak biasanya menunjukkan gambaran massa bulat atau oval berbatas tegas dengan halo sign dan kalsifikasi yang kasar dan besar seperti kalsifikasi eggshell, popcorn dan kurvilinier. Sedangkan lesi ganas biasanya menunjukkan gambaran massa berspikula, bisa juga berlobus bahkan berbatas tegas dengan mikrokalsifikasi linier dan pleomorfik. Selain itu pada lesi ganas juga biasanya disertai dengan tanda-tanda sekunder seperti penebalan dan retraksi kulit dan puting, distorsi struktur payudara, gambaran duktus abnormal, peningkatan vaskularisasi dan limfadenopati.



28



DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim.



Breast



cancer



:



prevention



and



control.



Available



from:



http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index[cited 2011 May 23] 2. Coleman MP et al. Cancer survival in five continents: a worldwide population-based study (CONCORD). Lancet Oncol 9 : 730–56, 2008. 3. Anonim. Jika tidak dikendalikan 26 juta orang di dunia menderita kanker. Pusat komunikasi publik, Sekretariat Jenderal Kementrian kesehatan RI. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/34-press-release/1060jika-tidak-dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.pdf



[cited



2011



May 23] 4. Boyle



P,



Levin



B.



Word



cancer



report



2008.



Available



from



:



http://www.iarc.fr/en/publications/pdfs-online/wcr/2008/index.php [cited 2011 May 23] 5. Makes D : Mamografi payudara. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta. Departemen Radiologi FK UI RSCM. 2005. 6. James JJ et al. The Breast in Women’s Imaging. Grainger & Allison's Diagnostic Radiology, 5th ed. Philadelpia. Churcill Livingstone. 2008. 7. Meschan I, Bertrand ML. Radiologi of the breast. Roentgen Signs in Diagnostic Imaging second edition. Philadelpia. W.B Saunders Company. 1987:221-262. 8. Joseph N. Breast Mammography: Correlated Ultrasound, MRI, CT, and SPECTCT.2008. Available from : http://www.ceessentials.net/article40.html [cited 2011 May 23] 9. Brisson J, Diorio C, Masse B : Wolfe’s Parenchymal pattern and percentage of the breast with mammographic densities: redundant or complementary classification? Cancer Epidemiol Biomarkers 12:728-732, 2003. 10. Kerlikowske K et al: Longitudinal Measurement of Clinical Mammographic Breast Density to Improve Estimation of Breast Cancer Risk. J Natl Cancer Inst 99: 386 – 95, 2007. 11. Steen VA, Tiggelen RV: Short History of Mammography: A Belgian Perspective. JBRBTR 90: 151-153, 2007. 12. Michell MJ. The breast in Textbook of Radiology and Imaging Volume II seventh edition. Philadlpia : Churchill Livingstone. 2003: 1451-86.



29