Cabang-Cabang Khusus Filsafat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FILSAFAT CABANG-CABANG KHUSUS FILSAFAT DAN KAITANNYA DENGAN PSIKOLOGI



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Dosen: Dr. Fattah Hanurawan



Disusun Oleh : GALUH KIKIANY S. 201610500211006



PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016



CABANG-CABANG KHUSUS FILSAFAT DAN KAITANNYA DENGAN PSIKOLOGI Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala ilmu pengetahuan. Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta philosophy (Inggris). Dengan demikian filsafat berarti mencintai halhal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan. Sehingga, filsafat adalah ilmu yang mempelajari konsep dasar atau prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu yang di capai oleh manusia (Salam, 2000). Adapun cabang-cabang utama filsafat yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Sedangkan adapun cabang-cabang khusus filsafat, yaitu : 1. Filsafat Ilmu Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Cara kerja filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang spesifik dalam menggali dan meneliti dalam menggali pengetahuan melalui sebab musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang kepastian , kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada gejala – gejala



pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan,



sehingga kegiatan ilmu – ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masingmasing (Verhaak, dkk, 1995). Setelah psikologi berpisah dengan filsafat dan berdiri sendiri sebagai sebuah cabang ilmu yang baru; nampaknya psikologi, melalui berbagai penelitiannya berusaha memberikan gambaran bahwa psikologi mengikuti aturan-aturan penelitian yang berlaku dengan menggunakan cara yang sistematik dan metodologis sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan secara empirik. Filsafat ilmu, sebagai salah satu cabang filsafat, memberikan sumbangan besar bagi perkembangan ilmu psikologi. Sesuai dengan



perkembangan penelitian dari waktu ke waktu, psikologi mengalami penyempurnaan. Berbagai penelitan telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui sejauh mana peranan psikologi dalam khasanah kajian keilmuan. Demikian pula halnya dengan filsafat ilmu, yang mengarahkan pandangannya pada startegi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan umat manusia. Kajiankajian psikologi yang membahas tentang sikap dan perilaku manusia, cukup dihiasi oleh pengaruhpengaruh pandangan pemikir filsafat yang tidak lain juga telah mempengaruhi telaah keilmuan dari filsafat ilmu. Sebagai contoh obyek kajian dalam filsafat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi juga banyak dibicarakan dalam kajian ilmu psikologi. Seperti model-model epistemologi dalam filsafat ilmu (rasionalisme, empirisme, kritisme, positifisme, dan fenomenologi) juga banyak dibahas dalam aliranaliran psikologi yang cukup berpengaruh dalam arah pemikiran para ahli dalam bidang kajian keilmuannya (Setyaningtyas, 2013). 2. Filsafat Manusia Filsafat manusia (philosophy of man) adalah cabang filasafat yang mempelajari tentang hakekat manusia, dimana ruang lingkup pembahasan filsafat manusia meliputi hakekat struktur penyusun diri manusia (jiwa, raga atau keduanya), hakekat makna menjadi manusia dan tujuan hidup manusia (Hanurawan, 2012). Menurut Zainal Abidin, 2011 (dalam Siska, 2015) dalam filsafat manusia terdapat beberapa aliran. Tiap-tiap aliran memiliki pandangan tentang hakikat atau esensi manusia yang berbeda-beda. Dari sekian banyak aliran, terdapat dua aliran tertua dan terbesar, yaitu materialisme dan idealisme. Materialisme adalah ilmu filsafat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik. Ciri utama dari kenyataan fisik atau material adalah bahwa ia menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extansa), dan bersifat objektif. Karena menempati ruang dan waktu serta bersifat objektif, maka ia bisa diukur, dikuantifikasikan (dihitung), dan diobservasi. Jenis lain dari materialisme adalah naturalisme. Dikatakan naturalisme, karena isitilah materi diganti dengan istilah alam (nature) atau organisme. Materialisme atau naturalisme percaya bahwa setiap gejala dan setiap gerak dapat dijelaskan menurut hukum stimulus-respon. Contoh



tindakan agresif yang dilakukan oleh manusia tidak terjadi begitu saja, melainkan merupakan respons dari bagian-bagian tertentu didalam syaraf pusat manusia terhadap stimulus tertentu, sehingga tanpa dibendung, ia mampu melakukan tindakan agresif. Idealisme adalah bersifat spiritual (oleh sebab itu, aliran ini sering disebut juga spiritualisme). Para idealis percaya bahwa ada kekuatan atau kenyataan spiritual dibelakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan spiritual dibelakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan spiritual ini adalah berpikir (res cogitans). Karena kekuatan atau kenyataan spiritual tidak bisa diukur atau dijelaskan berdasarkan pada pengamatan empiris, maka kita hanya bisa menggunakan metafor-metafor kesadaran manusia. Jika kenyataan pada dasarnya bersifat spiritual atau nonfisik, maka hal-hal yang bersifat ideal dan normatif, seperti agama, hukum, nilai, cita-cita atau ide, memegang peran penting dalam kehidupan. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta agama dan nilai dalam kehidupan sosial dan pribadi, merupakan norma-norma yang menggerakkan perilaku manusia dan masyarakat manusia. Norma-norma atau nilai-nilai tersebut adalah panduan dan sekaligus sasaran kearah mana manusia hendak menuju atau kearah mana perilaku manusia diarahkan untuk mewujudkannya. Jika perilaku manusia diarahkan pada nilai-nilai atau norma-norma, maka hidup manusia adalah bertujuan (teleologis), yakni hendak menggapai dan sekaligus mengaktualisasikan nilai, norma, atau hukum. Perilaku manusia mengandung maksud dan tujuan, bukan semata-mata bergerak secara mekanis. Penggerak utama perilaku bukan kekuatan eksternal, melainkan internal, yakni jiwa, yang hendak mewujudkan dirinya dalam menggapai nilai-nilai pribadinya dan norma-norma atau hukum-hukum masyarakat dan agamanya. Dalam psikologi salah satunya filsafat manusia memiliki hubungan dengan psikologi behavioristik dimana dalam filsafat manusia menjalaskan pada aliran materialism bahwa setiap gejala dan setiap gerak manusia dapat dijelaskan menurut hukum stimulus-respon. Salah satu teori belajar yang menghubungkan antara stimulus dan respons adalah teori conditioning yang dikenalkan oleh Ivan Petrovich Pavlov, teori Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.



Sehingga pada teori ini menjelaskan bahwa perilaku yang muncul bukan perilaku yang begitu saja terjadi tetapi perilaku yang muncul diakibatkan oleh stimulus yang muncul sehingga otak atau syaraf merespon stimulus tersebut dan memunculkan perilaku dari respon stimulus. 3. Filsafat Pendidikan Filsafat pendidikan (philosophy of education) adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat pendidikan sebagai suatu proses transformasi pengetahuan kepada individu. Hakekat pendidikan sebagai objek dari filsafat pendidikan memiliki ruang lingkup kajian yang meliputi hakekat proses belajar, hakekat kedudukan individu dalam proses pendidikan, hakekat kedudukan guru dalam proses pendidikan dan hakeket metode belajar dalam memperoleh ilmu pengetahuan (Hanurawan, 2012). Filsafat pendidikan bersifat preskriptif, analitik dan spekulatif (Rukiyati & Purwastuti, 2015). Filsafat bersifat preskriptif artinya filsafat pendidikan mengkhususkan tujuan-tujuannya, yaitu bahwa pendidikan seharusnya mengikuti tujuan-tujuan itu dan cara-cara yang umum harus digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Filsafat pendidikan bersifat analitik tatkala filsafat pendidikan berupaya menjelaskan pernyataan-pernyataan spekulatif dan preskriptif, menguji rasionalitas ide-ide pendidikan, baik konsistensinya dengan ide-ide yang lain maupun cara-cara yang berkaitan dengan adanya distorsi pemikiran. Konsep-konsep pendidikan diuji secara kritis; demikian pula dikaji juga apakah konsepkonsep tersebut memadai ataukah tidak ketika berhadapan dengan fakta yang sebenarnya. Bersifat spekulatif artinya bahwa filsafat membangun teori-teori tentang hakikat manusia, masyarakat dan dunia dengan cara menyusunnya sedemikian rupa dan menginterpretasikan berbagai data dari penelitian pendidikan dan penelitian ilmu-ilmu perilaku (psikologi behavioristik). Pada psikologi behavioristik membahas bagaimana teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang di kenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar (Sutrisno, 2014) Sehingga filsafat pendidikan sebagai sesuatu cabang filsafat yang mempelajari hakekat pendidikan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan cabang psikologi yang biasanya dikenal dengan psikologi pendidikan karena memiliki peran penting dalam proses belajar



antara anak didik dan pendidik karena dalam psikologi pendidikan teori-teori tersebut terutama teori behavioristik dapat diterapkan dalam proses belajar.



4. Filsafat Sosial Politik Filsafat sosial politik (social and political philosophy) adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat kehidupan sosial politik manusia. Hakekat kehidupan sosial politik manusia sebagai objek dari filsafat sosial politik memiliki ruang lingkup kajian yang meliputi etika kehidupan sosial, etika berkehidupan bernegara atau etika berkehidupan politik, hakekat dinamika individualism dan sosialisme, hakekat Negara dan hakekat dasar aliran-aliran politik (Hanurawan, 2012).



REFRENSI



Verhaak, C., dkk. (1995). FIlsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Gramedia Hanurawan, F. (2012). Filsafat Ilmu Psikologi. Malang Rukiyati & Purwastuti, L. A. (2015). Mengenal Filsafat Pendidikan. Yogyakarta Salam, B. (2000). Sejarah Filsafat Ilmu & Teknologi. Jakarta; Rineka Cipta Setyaningtyas, A. F. (2013). Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi (Suatu Tinjauan Menurut Aliran Psikologi Modern). Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 87 ISSN 0215-9511 Siska, Y. (2015). Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta : Garudhawaca Sutrisno, A.N. (2014). Telaah Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Deepublish