Calon Propen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Tanaman kremah (Alternanthera sessilis) dikenal dengan nama daerah



yang berbeda beda. Masyarakat Batak Toba menyebutnya sebagai Ormak, di Malaysia dikenal sebagai daun rusa, daun tolod,



kěrěmak, sayor



udang,



masyarakat Lampung menyebutnya sebagai Jukuk děmah , di masyarakat Sunda dikenal sebagai krěměk, tolod, tolod soyah, dan di masyarakat Jawa sebagai bayěm krěmah, krěmah, krěmi, matenan (Heyne, 1987). Tanaman kremah sering dimanfaatkan sebagai sayur atau lalab. Secara empiris, tanaman kremah yang ditumbuk dapat digunakan sebagai obat sakit kepala dan penurun demam. . Rebusan



tanaman kremah digunakan untuk



mengatasi kejang, buang air besar disertai darah dan lender dan mendinginkan badan (Heyne, 1987). Tanaman ini dilaporkan memiliki aktivitas



diuretik (Rao, 2008),



antihiperglikemik (Tan, 2013), hepatoprotektor (Lin SC, 1994), antioksidan (Borah,2011), anti-inflamasi (Sahithi,2011), sitotoksik (Balasuriya, 2007), antipiretik (Nayak, 2010), antidiare karena kandungan tanin dan flavonoid (Kumar dan Sanjib, 2013), antimikroba, dan membantu



penyembuhan luka



(Jalalpure, 2008). Ekstrak etanol herba kremah memilki aktivitas analgesik dan stimulasi sistem saraf pusat (Mondal, 2014). Ekstrak etanol daun kremah memiliki



1



aktivitas antihipertensi dan pada



dosis 400 mg/kg BB memberikan aktivitas



antihipertensi



1



2 terbaik dibandingkan dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB (Kamalanathan, 2015). Walaupun telah banyak dilakukan uji aktivitas mengenai tanaman dan ekstrak tanaman kremah, penelitian mengenai tingkat keamanan penggunaan tanaman kremah sebagai obat tradisional belum dilakukan. Informasi mengenai potensi efek toksik yang ada dalam tumbuhan kremah



dibutuhkan untuk



menjamin keamanan dalam penggunaannya. Uji toksisitas akut yang dirancang untuk menentuan LD 50 merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi keamanan obat baru terutama obat dari bahan alam. Nilai LD50 merupakan besarnya dosis yang menyebabkan kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal. Nilai LD 50 ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan sebagai indeks terapi obat (LD50/ DE50).Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut jika digunakan (Soemardji, 2002). Pada penelitian ini akan dilakukan uji toksisitas akut terhadap ekstrak etanol daun kremah yang diberikan dalam dosis tunggal pada mencit jantan dan mencit betina. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan dan nilai LD50 ekstrak etanol daun kremah. Hasil uji toksisitas akut akan memberikan gambaran tentang reaksi akut dari makhluk hidup biladiberi suatu bahan obat. Oleh karena itu,pada uji toksisitas akut selain penentuan nilai LD 50 diamati pula efek farmakologik, dan perubahan bobot badan hewan percobaan setiap hari selama 2 minggu sesuai dengan standar pengujian.



3 1.2



Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat diidentifikasi



adalah sebagai berikut: 1. Pada dosis berapa ekstrak etanol daun kremah dapat menyebabkan kematian pada 50% hewan uji? 2. Bagaimana tingkat keamanan ekstrak etanol daun kremah ? 1.3



Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dosis ektrak etanol daun



kremah



yang dapat



menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. 2. Mengetahui tingkat keamanan ekstrak etanol daun kremah. 1.4



Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai



toksisitas akut ekstrak etanol daun kremah dan tingkat kemanan penggunaan ekstrak etanol dan kremah.



1.5



Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan



berdasarkan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tumbuhan. 2. Ekstraksi Simplisia.



4 3. 4. 5. 6. 7.



Penapisan Fitokimia. Pemeriksaan Kadar Air Ekstrak. Pemeriksaan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Pengujian Toksisitas Akut dan Skining Farmakologi. Pengolahan dan Penyajian data. Data yang diperoleh kemudian diolah secara analisis dan hasil disajikan dalam bentuk tabel.



1.6



Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium



Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran dari bulan September hingga bulan Desember 2015.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Tinjauuan Tanaman Kremah Pada bagian ini akan dibahas mengenai klasifikasi tanaman kremah,



dekripsi tanaman, khasiat dan kandungan kimia tanaman kremah.



2.1.1



Klasifikasi Sistematika klasifikasi tanaman kremah adalah sebagai berikut :



Kingdom



:Plantae



Divisi



: Magnoliophyta



Kelas



: Magnoliopsida



Ordo



: Caryophyllales



Famil



: Amaranthaceae



Genus



: Alternanthera



Spesies



: Alternanthera sessilis (L) R.Br.Ex DC



Sinonim



: Alternanthera glabra Moq



Nama umum : kremah (Cronquist,Arthur, 1981 ; USDA, NRCS, 2015) Nama Daerah : Ormak (Batak Toba), Daun rusa, Daun tolod, K ěrěmak, Sayor udang (Malaysia), Jukuk děmah (Lampung), Krěměk, Tolod , Tolod soyah (Sunda), Bayěm krěmah, Krěmah, Krěmi, Matenan (Jawa) (Heyne, 1987).



5



6 2.1.2



Deskripsi Tanaman Tanaman kremah (Alternanthera sessilis (L) ) merupakan herba tahunan



atau semusim (jika kondisi buruk) dapat tumbuh didataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m dpl, berbatang banyak dan memiliki akar tunggang yang kuat. Seluruh batang terletak diatas tanah, bercabang dan berbuku –buku serta keluar akar dari buku- buku batang tersebut, panjang batang dapat mencapai satu meter. Daun



majemuk berhadapan, berbentuk



elips



berukuran panjang 2cm dan lebar 5mm, tulang daun menyirip dan berwarna hijau. perbungaan aksila, bunga majemuk, berbentuk bulat telur berukuran



kelopak bunga berwarna



putih, bunga



2-3,5 mm, benang sari sebanyak 5 buah ,



kepala sari sebanyak 3-5 buah dan berbentuk bulat serta biji berbentuk bulat , hitam dan berukuran 0,9-1,1 mm (Heyne, 1987 ; Backer C.A. dan Bakkuinzen, 1963).



2.1.3



Khasiat Tanaman Tanaman kremah banyak digunakan sebagai sayuran di Asia, dan kadang-



kadang dibudidayakan untuk digunakan dalam pengobatan herbal (Mondal, 2014). Rebusan herma tanaman kremah digunakan untuk mengatasi kejang, buang air besar disertai darah dan lender dan mendinginkan badan. Herba kremah yang ditumbuk dapat digunakan sebagai obat sakit kepala dan penurun demam. Kremah juga dimanfaatkan sebagai sayur dan pucuk tanaman kremah dikonsumsi sebagai lalab (Heyne, 1987).



7 Secara tradisional, daun kremah digunakan untuk mengatasi



penyakit



kulit, penyakit mata, luka dan sebagai antidote untuk gigitan ular (Gupta, 2004). Di Bangladesh dan negara-negara Asia Selatan lainnya, tanaman ini digunakan dalam pengobatan pembengkakan rematik dan mengatasi luka. Tanaman kremah juga dikenal sebagai stimulan dan digunakan untuk menghilangkan kelelahan, dan rasa kantuk. Selain itu tanaman kremah juga digunakan untuk pengobatan malaria, diare, disentri, pasca-persalinan, rabun senja, dan cacingan (Ghani, 1998). Di Bihar (India) , tanaman kremah segar segar ditumbuk dan digunakan untuk keseleo, luka bakar, dan eksim (Sahithi, 2011). Tanaman ini dilaporkan memiliki aktivitas



antioksidan (Borah,2011), anti-inflamasi (Sahithi, 2011),



sitotoksik (Balasuriya, 2007), antipiretik (Nayak, 2010), antidiare karena kandungan tanin dan flavonoid (Kumar dan Sanjib, 2013), antimikroba, dan membantu penyembuhan luka (Jalalpure, 2008). Ekstrak etanol herba kremah memilki aktivitas analgesik dan stimulasi sistem saraf pusat (Mondal, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Lin,SC (1994) menyatakan bahwa tanaman krema yang merupakan obat tradisional Taiwan memiliki aktivitas hepatoprotektif terhadap kerusakan hati. Penelitian yang dilakukan oleh Rao (2008) mengenai aktivitas diuretik tanaman kremah menyatakan bahwa pemberian ekstrak hidro-etanol daun kremah pada tikus menyebabkan terjadinya peningkatan ekskresi Na+, Cl- dan penurunan K+ dalam urine. Penelitian yang dilakukan Tan (2013) menyatakan bahwa fraksi etil asetat herba tanaman kremah (Alternanthera sessilis) mempunyai aktivitas



8 antihiperglikemik, menurunkan kadar trigliserida, dan kadar asam lemak bebas, serta meningkatkan kadar insulin. Ekstrak etanol daun kremah memiliki aktivitas antihipertensi dan pada dosis 400 mg/kg BB memberikan aktivitas antihipertensi terbaik dibandingkan dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB (Kamalanathan.2015).



2.14



Kandungan Kimia Tanaman ini dilaporkan mengandung lupeol, α dan β-spinasterol, β-



sitosterol, stigmasterol, dan campesterol (Jou, 1979 ; Sinha, 1984). Esktrak etanol herba kremah mengandung alkaloid, steroid, terpenoid, tanin, dan flavonoid (Mondal, 2014).



2.2



Ekstraksi Ekstraksi dari bahan tanaman adalah langkah pertama dalam pemanfaatan



senyawa bioaktif dari tanaman dalam penyusunan suplemen makanan atau nutraceuticals, bahan makanan, farmasi, dan produk kosmetik. Ekstraksi menggunakan pelarut merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk menyiapkan ekstrak dari bahan tanaman karena mudah dilakukan dan diggunakan secara luas (Dai dan Mumper, 2010). Ekstraksi merupakan metode penarikan metabolit sekunder dari simplisia tanaman dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Jenis pelarut dapat dibedakan berdasarkan sifat kepolarannya. Pelarut yang bersifat polar diantaranya air, etanol dan methanol, pelarut yang bersifat semipolar adalah aseton, dan etil asetat



9 sedangkan pelarut yang bersifat non-polar yaitu n-heksana, minyak tanah dan eter (Harborne, 1996). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang digunakan dihaluskan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Pada metode maserasi, bahan berupa serbuk simplisia yang halus, yang direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan segera larut. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, antara 4-10 hari. Rendemen harus dikocok berulang-ulang karena dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif pada simplisia ( Voight, 1984).



2.3



Skrining Fitokimia Skrining fitokimia merupakan langkah awal penentuan kandungan kimia



pada tanaman dan ekstrak secara kualitatif. Hasil analisis fitokimia secara kualitatif diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa dengan efek farmakologi tertentu dan dapat memacu penemuan obat baru (Sangi,dkk., 2008) Skrining fitokimia dilakukan pada tanaman yang berpotensi sebagai obat untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam bagian tertentu dari tanaman dan golongan senyawa aktif tersebut (Nohong, 2009). Skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan (akar, batang, bunga, buah, biji) atau tumbuhan. Metabolit sekunder yang dianalisis dalam skrining fitokimia adalah alkaloid,



10 flavonoid, tanin, saponin, kumarin, , steroid & triterpenoid, senyawa fenol dan polifenolat , minyak atsiri (terpenoid), senyawa glikosida dan sebagainya. Skrining fitokimia bertujuan untuk mengidentifikasi kandingan senyawa bioaktif dalam tumbuhan yang berguna untuk pengobatan. (Farnsworth, 1966). Alkaloid mengandung nitrogen dalam gugus sikliknya serta mengandung substituen yang bervariasi seperi gugus amina, amida, fenol, dan



metoksi



sehingga alkaloid bersifat semipolar . Alkaloid bersifat basa , tidak berwarna, dan biasnanya berbentuk kristal. Analisis alkaloid



dilakukan dengan penambahan



pereaksi Dragendroff. Alkaloid digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1996). Tanin dan flavonoid terdapat



merupakan senyawa polifenol yang



sejumlah gugus hidroksi sehingga bersifat polar (Markham, 1988;



Harbone, 1996). Flavonoid yang memiliki gugus hidroksi pada posisi orto dapat memberikan fluoresensi kuning intensif pada UV 366, jika bereaksi dengan asam borat. (Sjahid, 2008). Penambahan pereaksi FeCl3digunakan untuk analisis tanin dan polifenol. FeCl3 merupakan pereaksi umum untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin. Golongan tanin akan terhidrolisis dengan adanya penambahan FeCl3 sehingga menghasilkan warna biru kehitaman dan tanin terkondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman. Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin (Sangi, dkk., 2008). Glikosida tersusun dari bagian glikon



dan



aglikonyang



meliputi



senyawa-senyawa



alkoholik,



fenolik,



isotiosianat, flavonoid serta steroid sehingga mengakibatkan glikosida bersifat polar (Harbone, 1996). Saponin memiliki gugus gugus steroid dan triterpenoid



11 yang bersifat nonpolar , dan adanya ikatan glikosida menyebabkan saponin lebih bersifat polar (Harbone, 1996; Sangi, dkk., 2008). Triterpenoid bersifat nonpolar karena tersusun dari rantai panjang hidrokarbon C30. triterpenoid yang berstruktur siklik berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat dengan gugus–OH mengakibatkan senyawa ini bersifat semipolar (Harbone, 1996). Uji LiebermanBurchad untuk pendeteksian gugus steroid juga dapat dilakukan untuk mendeteksi senyawa glikosida yang memiliki gugus steroid pada bagian aglikon. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru yang ditimbulkan reaksi antara sterol tidak jenuh dengan asam (CH3COOH dan H2SO4) (Marliana dkk., 2005). Pada pengujian steroid dan triterpenoid, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut anhidirad asam asetat, hasil positif hanya untuk triterpenoid dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan (Sangi, dkk., 2008).



2.4



Tinjauan Toksikologi Toksikologi merupakan ilmu yang memperlajari pengaruh merugikan



suatu zat kimia atau bahan alami terhadap metabolisme. Semua zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian mengindikasikan bahwa zat tersebut bersifat racun, namun tidak semua zat yang beracun berbahaya tetapi ada yang bermanfaat tergantung jumlah dosis yang dikonsumsi dan frekuensi pemberian zat tersebut selama periode tertentu (Mulder, 2000). Toksikologi mencakup efek yang tidak diinginkan dari zat kimia terhadap semua sistem kehidupan. Toksikologi mengenai efek samping akibat terpapar zat



12 kimia dan obat pada manusia dapat digunakan sebagai pembuktian keamanan atau bahaya yang kemungkinan terjadi (Mulder, 2000). Kemampuan suatu senyawa yang dapat mengakibatkan kerusakan pada suatu organisme disebut toksisitas. Kandungan senyawa aktif dalam obat-obatan yang berbeda-beda mengakibatkan mekanisme kerja yang bervariasi. Senyawasenyawa memiliki profik toksisitas yang unik meskipun senywa tersebut memiliki efek terapeutik yang sama (Mulder, 2000).



2.4.1



Metode Uji Toksisitas Uji toksisitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui efek toksik



suatu zat pada organisme dan untuk mendapatkan data pada respon dosis yang khas dari zar tertentu. Hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan untuk membuktikan kemanannya pada manusia secara mutlak, tetapi dapat membantu identifikasi efe toksik tersebut bila terjadi pada manusia dan memberikan petunjuk mengenai adanaya toksisitas relatif suatu senyawa (Loomis, 1978). Pada dasarnya, metode uji toksisitas terdiri dari dua kelompok yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum digunakan untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada hewan percobaan. uji toksisitas khusus digunakan untuk mengevaluasi secara rinci efek khusus senyawa pada hewan percobaan (Wisaksono, 2002).



13 Pengujian toksisitas umum terdiri dari : 1. Uji toksisitas akut yang dilakukan dengan pemberian zat uji sebanyak satu kali pada hewan uji atau beberapa kali pemberian zat uji dalam jangka waktu 24 jam. 2. Uji toksisitas subkronik yang dilakukan dengan pemberian zat uji pada hewan uji setiap hari selama 90 hari 3. Uji toksisitas kronik yang dilakukan pemberian berulang zat uji pada hewan uji dalam jangka waktu sampai satu tahun atau lebih yang tergantung pada tujuan penggunaan zat uji dan spesies hewan uji yang digunakan (Wisaksono, 2002). Pengujian toksisitas khusus terdiri dari : 1.



Uji potensi merupakan uji toksisitas yang dilakukan untuk suatu zat dengan zat zat lain yang mungkin menyebabkan salah satu zat tersebut



2.



diperkuat efeknya. Uji reproduksi merupakan uji toksisitas untuk mengetahui efek



3.



kemampuan reproduksi hewan uji. Uji teratogenik merupakan uji toksisitas yang dilakukan untuk



4.



mengetahui efek zat uji terhadap janin hewan uji. Uji karsinogenik merupakan uji toksisitas yang dilakukan untuk



5.



menentukan kemampuan zat untuk dapat mengakibatkan tumor. Uji mutagenik merupakan uji toksisitas yang dilakukan untuk mementukan efek pada sistem kode genetik.



14 2.4.2



Rute Pemberian pada Uji Toksisitas Rute pemberian bertujuan agar zat uji dapat mencapai lokasi kerjanya



dan dapat menimbulkan efek. Dalam uji toksisitas, beberapa rute pemberian zat uji yang biasa digunakan yaitu: 1.



Peroral Pemberian secara peroral dilakukan dengan bantuan alat suntik yang



dilengkapi dengan jarum yang



berbentuk bola dan berujung tumpul. Jarum



tersebut dimasukkan ke dalam mulut secara perlahan lahan, kemudian diteruskan melalui langit-langit kebelakang sampai esofagus (Harmita dan Radji, 2005). 2. Intra vena Pemberian secara intravena dilakukan pada bagian tubuh yang berbeda untuk setiap hewan uji. Pada mencit, penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Mencit diletakkan pada tempat yang telah disediakan sehingga mencit tidak leluasa untuk bergerak dan ekor dijulurkan keluar. Ekor mencit dihangatkan dengan mencelupkannya dalam air hangat dan dilakukan penyuntikan pada daerah ekor mencit. Pada tikus penyuntikan dapat dilakukan dalam dua keadaan. Pada tikus yang tidak dianastesi, penyuntikan dapat dilakukan di daerah ekor, vena penis (tikus jantan) atau vena dipermukaan kaki bagian dorsal. Pada tikus yang dianastesi penyuntikan dilakukan pada vena femoralis. Pada kelinci dan marmot penyuntikan dilakukan pada vena marginalis (Harmita dan Radji, 2005). 3. Sub-kutan Pada mencit dan tikus penyuntikan secara subkutan dilakukan di area bawah kulit pada bagian tengkuk. Pada kelinci dan marmot dilakukan di area



15 bawah kulit pada bagian tengkuk atau sisi pinggang dengan cara mengangkat sebagian kulit dan



jarum ditusukkan menembus kulit sejajar dengan otot



dibawahnya (Harmita dan Radji, 2005). 4. Intra muskular Penyuntikan intra muscular dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep fermoris atau semi tendinosus paha belakang (Harmita dan Radji, 2005). 5. Intra peritoneal Pada semua hewan uji, penyuntikan secara intra peritoneal dilakukan pada perut sebelah kanan. Dilakukan dengan cara hewan dipegang pada punggung agar kulit abdomen menjadi tegang, posisi kepala lebih rendah dari abdomen dan penyuntikan membentuk sudut 100 C menembus kulit dan otot sehinga masuk ke rongga peritoneal (Harmita dan Radji, 2005). 6. Intra dermal Pada tikus dan marmut penyuntikan intra dermal dilakukan pada daerah perut dan tubuh belakang atau kaki belakang yang dilakukan dengan cara bulu dicukur terlebih dahulu dan jarum ditusukkan



pada kulit yang ditegangkan



(Harmita dan Radji, 2005). 2.5



Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut merupakanpengujian untuk mnegetahui efek toksik



yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji yang diberikan dalam dosis tunggal, atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam (Harmita dan Radji, 2005) Pada pengujian ini juga dapat diamati gejala toksik dan



16 perubahan patologi organ hewan uji (Arini, 1995). Pengujian toksisitas akut dilakukan selama 3-14 hari setelah pemberian zat uji dengan menggunakan dosis tunggal (Darmansyah, 1995). Penelitian mengenai uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan LD50 obat. LD50 obat didefinisikan sebagai dosis tunggal zat uji yang dapat membunuh 50% hewan uji secara statistik (Harmita dan Radji, 2005). Nilai LD 50 dapat digunakan untuk menentukan derajat toksisitas akut zat uji. Dalam penentuan LD50 secara umum digunakan mencit atau tikus sebagai hewan uji karena murah, mudah ditangani dan mudah didapatkan. Selain itu,



terdapat banyak data



toksikologi mengenai jenis hewan tesebut (Loomis, 1978). Ketepatan dari LD50 meningkat dengan naiknya penggunaan jumlah binatang per dosis dan dengan menurunkan rasio antara dosis satu dengan dosis berikutnya. Biasanya digunakan kira-kira 50 hewan uji dengan rasio dosis 1,2-1,5 (Harmita dan Radji, 2005). Weil (1952) mengusulkan menggunakan 4 hewan per dosis dengan rasio dosis 2,0 memberikan hasil yang sama dengan menggunakan jumlah hewan uji 10 ekor per dosis dengan rasio dosis 1,26. Kegunaan toksisitas akut adalah sebagai tolok ukur batas keamanan atau indeks terapi obat. Indek terapi obat merupakan kisaran dosis antara dosis yang dapat menimbulkan efek lethal dan dosis yang menimbulkan efek yang diinginkan (IT=LD50/ED50) (Loomis.1978). Nilai LD50 dapat digunakan sebagai klasifikasi obat menurut daya toksiknya.



17 Tabel 2.1 Klasifikasi Obat/Zat Kimia Berdasarkan Toksisitas Relatif Kategori Super toksik Sangat toksik Toksik Cukup toksik Sedikit toksik Tidak toksik



2.6



LD50 5 mg/kg BB atau kurang 5-50 mg/kg BB 50-500 mg/kg BB 0,5-5 g/kg BB 5-15 g/kg BB >15 g/kg BB (Harmita dan Radji, 2005)



Perhitungan LD50 Beberapa teknik untuk mennetukan nilai LD50 yaitu : 1.



“The normal population assumption” (log probabilitas) Metode ini merupakan metode yang sering digunakan. Pemberian dosis



dilakukan dengan perbandingan nilai yang ekuivalen secara logaritmik, kemudian dibuat plot grafik diatas kertas logaritma untuk menentukan nilai dosis tengahnya (Hayes, 2001). 2. Perhitungan LD50 Menurut Farmakope Indonesia m = a-b ( ∑pi-0,5) Keterangan : m = log LD50 a = log dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian kelompok



100 % tiap



18 b = perbedaan log dosis yang berurutan pi = jumlah hewa mati yang menerima dosis I dibagi dengan jumlah keseluruhan hewan yang menerima dosis Syarat : 1. Jumlah hewan percobaan sama 2. Menggunakan seri dosis dengan berkelipatan tetap 3. Dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek dari 0%-100% (Depkes RI, 1979). 3. Analisis Probit Analisis probit digunakan dalam berbegai eksperimen dalam bidang toksikologi untuk menganalisis respon dosis. Analisis probit dapat digunakan untuk mengubah data sigmoid menjadi data linear sehingga dianalisis hubungan regresi linear untuk menentukan LD50. Hal yang dilakukan yaitu mengonversi persen mortalitas menjdai nilai probit dengan menggunakan tabel probit. Kemudian dosis dikonversi menjadi bentuk logaritma dan dibuat grafik. Sumbu Y merupakan nilai probit mortalitas dan sumbu X merupakan nilai logaritma dosis. Dari kurva tersebut didapatkan persamaan linear dan dihitung nilai X pada Y-5 (Vincent, 2008). 2.7



Skrining Farmakologi Skrining farmakologi yang dilakukan terhadap obat atau senywa baru



bertujuan mendapatkan gambaran aktivitas farmakologi dari obat atau senywa



19 tersebut. Skrining farmakologi dilakukan pengamatan terhadap gejala toksik yang terjadi dan terdiri atas:



1. Aktivitas Motorik a. Aktivitas Spontan Aktivitas spontan merupakan reaksi yang dituntukkan hewan uji dimasukkan ke dalam botol dan menunjukkan rasa ingin tahu. b. Respon Nyeri Respon nyeri merupakan respon yang ditunjukkan bila pangkal ekor hewan uji dijepitkan dengan klem. c. Touch Respons Touch respons merupakan respon yang ditunjukkan hewan uji bila disentuhkan dengan pensil atau pinset pada bagian tubuhnya misalnya pada abdomen, tengkuk atau lipatan paha. d. Reaktivitas Reaktivitas merupakan pengamatan yang sama apabila dipindahkan dari wadah gelas ke atas meja. 2. Piroleksi Piroleksi merupakan keadaan berdirinya bulu tubuh hean uji. 3. Tremor Tremor merupakan keadaan menggigil atau bergetar (getaran bagian tubuh yang tidak terkendali).



20 4. Straub Straub merupakan keadaan sakit pada bagian tubuh tertentu berupa ekor yang membentuk huruf S. 5. Konvulsi Konvulsi merupakan keadaan kejang karena terjadi kontraksi hebat yang tidak terkendali. 6. Salivasi Salivasi merupakan keadaan sekresi saliva yang berlebihan. 7. Menggantung Menggantung merupakan aktivitas mencit atau tikus menggantung di kawat setelah pemberian zat uji. 8. Lakrimasi Lakrimasi merupakan keadaan dari proses ekskresi air mata yang disebabkan adanya iritasi pada mata (Turner, 1965).



BAB III METODE PENELITIAN



3.1



Alat Alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi meliputi alat maserasi, botol



penampung, mortar dan stamper, rotatory evaporator, cawan penguap, penangas air, dan timbangan analitik. Alat alat yang digunakan untuk penapisan fitokimia dan pemeriksaan profil kromatografi lapis tipis meliputi chamber KLT, pipa kapiler, lampu UV 254 nm dan 366 nm, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, plat tetes, plat KLT dan penangas air. Alat yang digunakan unuk pengujian toksisitas meliputi neraca analititik, timbangan mencit, gelas ukur, botol vial, syringe 1 ml, dan sonde oral untuk mencit.



3.2



Bahan



3.2.1



Bahan Tanaman Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun



tanaman kremah (Alternanthera sessilis Linn.) kering yang diperoleh dari Kebun Penelitian Manoko, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Lembang.



3.2.2



Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan yaitu amonia, kloroform, asam klorida ,



pereaksi mayer, pereaksi dragendorft, pereaksi besi (III) klorida, gelatin 1%,



21



22 serbuk magnesium, eter, vanillin 10% dalam asam sulfat pekat, pereaksi Lieberman-Burchard, etanol 70%, pulvis gummi arabicum (PGA), toluene.



3.2.3



Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih (Mus musculus) galur



Swiss webster berjenis kelamin jantan dan betina dengan berat badan antara 20-30 gram dan berumur 2-3 bulan sebanyak 60 ekor, diperoleh dari Laboratorium Farmasi Hewan Institut Teknologi Bandung. Sebelum digunakan untuk percobaan, semua mencit diadaptasikan terlebih dahulu selama kurang lebih dua minggu dan diamati kesehatannya. Mencit dinyatakan sehat dan dapat digunakan bila bobotnya tidak turun dan penampilan serta aktivitasnya normal. Mencit diberi makanan dan minuman berupa pakan khusus untuk ternak yang mengandung gizi lengkap.



3.3



Metode Penelitian Penelitian



ini



merupakan



eksprimental



laboratorium,



meliputi



pengumbulan bahan dan determinasi tanaman, ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, penapisan firokimia, pemeriksaan profil kromatografi lapis tipis, pengujian toksisitas akut dan analisis data secara statistika.



3.3.1



Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tumbuhan Bahan uji berupa simplisa daun kremah (Alternanthera sessilis Linn.)



yang diperoleh dari kebun Manoko Lembang, Jawa Barat dan dideterminasi di



22



23 Laboratorium TaksonomiTumbuhan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran.



3.3.2



Ekstraksi Simplisia Simplisia berupa daun kremah kering dihaluskan kemudian dimaserasi



menggunakan etanol 70% hingga seluruh serbuk simplisia terendam oleh etanol dalam botol maserasi. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan setiap 24 jam maserat dikumpulkan dan dilakukan remaserasi dengan etanol 70% yang baru. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotatory evaporator . Kemudian ekstrak tersebut diuapkan diatas penangas air menggunakan cawan penguap sehingga diperoleh ekstrak kental dan dapat dihitung randemen ekstraknya.



3.3.3



Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang



terdapat di dalam simplisia dan ekstrak daun kremah. Menurut metode Farnsworth (1966) penapisan fitokimia meliputi : 1. Alkaloid Serbuk simplisia dan ekstrak masing masing dibasahkan dengan ammonia dan digerus dalam mortar kemudian ditambahkan kloroform lalu digerus kuat kuat. Lapisan kloroform dipipet, kemudian ditambahkan asam



klorida 2N.



Campuran dikocok kuat hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ditambahkan pereaksi



24 Mayer, jika terdapat endapan putih atau kekruhan kemungkinan terdapat senyawa alkaloid. Bagian kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff, jika terjadi endapan berwarna jingga cokelat kemungkinan terdapat senyawa alkaloid. Bagian ketiga digunakan sebagai blangko. 2. Flavonoid Serbuk simplisia dan ekstrak masing masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan serbuk magnesium dan asam klorida 2N. Campuran dipanaskan di atas penangas air lalu disaring. Filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan amil alcohol dan dikocok kuat. Senyawa flavonoid. 3. Tannin Serbuk simplisia dan ekstrak masing masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian didihkan dalam penangas air lalu disaring. Kemudian filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%. Senyawa tanin ditunjukkan dengan terjadinya endapan putih. Ditandai dengan terbentuknya warna kuning hingga merah. 4. Polifenol Sejumlah serbuk simplisia dan ekstrak masing masing dimasukkan dalam tabung reaksi didihkan di atas penangas air selama 15 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan larutan peraksi besi (III) klorida. Senyawa fenolat ditandai dengan terjadinya warna hijau-biru hitam hingga hitam. 5. Saponin Simplisia dan ekstrak masing masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air dan dipananskan kemudian disaring. Setelah dingin filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi lain dan kuat kuat selama 30 detik.



25 Terbentuknya busa dengan tinggi sekurang kurangnya 1 cm dan stabil selama beberapa menit serta tidak hilang pada penambahan 1 tetes asam klorida encer menunjukkan adanya senyawa saponin. 6. Monoterpeoid dan Seskuiterpen Simplisia dan ekstrak maisng maisng digerus dengan penambahan eter kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering . Lalu ditetesi larutan vanillin 10% dalam asam sulfat pekat melalui pinggi cawan. Senyawa monoterpenoid dan seskuiterpen ditunjukkan dengan adanya warna-warna. 7. Steroid dan Triterpenoid Simplisia dan ekstrak maisng maisng digerus dengan penambahan eter kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering. Pereaksi Lieberman-Burchard ditambahkan ke dalam hasil pengeringan filtrat. Senyawa triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu sedangkan senyawa steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau-biru. 8. Kuinon Serbk simplisia dan ekstrak masing masing dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian didihkan diatas penangas air selama 15 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan larutan kalium hidroksida 5%. Senyawa kuinon ditandai dengan terjadinya warna kuning.



26 3.3.4



Pemeriksaan Kadar Air Ekstrak Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Destilasi Toluen. Sebanyak



2 gram ekstrak etanol daun kremah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu kemudian ditambahkan 200 ml toluene dan dipanaskan selama 2 jam. Setelah 2 jam destilasi dihentikan dan tabung penampung dibiarkan mendingin. Setelah air dan toluene terpisah sempurna volume air dibaca. Kadar air dihitung dalam persen.



3.3.5



Pemeriksaan Profil Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan menggunakan fasa



diam berupa silica gel GF 254 dan fase gerak n-heksan : etil asetat (6:4). Pelat silica gel disiapkan dengan ukuran 1 cm x10 cm kemudian ekstrak ditotolkan pada garis batas bawah dengan menggunakan pipa kapiler dan dikeringkan dalam suhu kamar hingga pelarut menguap. Kemudian pelat silica dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak yang telah dijenuhkan. Proses kromatografi dihentikan hingga fase gerak mencapai garis batas atas. Pola kromatografi diamati dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm dan Rf setiap bercak dihitung. Penampak bercak digunakan AlCl3 5% dalam etanol.



27 3.3.6



Pengujian Toksisitas Akut Pengujian toksisitas akut dilakukan dengan langkah-langkah sebagai



berikut: 1. Zat uji dibuat variasi dosis. Esktrak etanol daun kremah dibuat variasi dosis 1, dosis 2, dosis 3, dan dosis 4. Ekstrak dibuat suspense dengan menggunakan PGA 2% untuk masing-masing dosi dan dibuat sebanyak 10 ml. setiap zat uji dimasukkan ke dalambotol vial dan diberi label. 2. Hewan uji mencit jantan yang telah ditimbang berat badannya dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok dosis 1, dosis 2, dosis 3, dosis 4 dan kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. 3. Hewan uji mencit



betina



yang telah ditimbang berat badannya



dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok dosis 1, dosis 2, dosis 3, dosis 4 dan kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit betina. 4. Hewan uji dipuasakan selama 18 jam sebelum dilakukan pengujian dengan tetap diberi minum. 5. Setiap hewan uji dari tiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya,



suspensi



ekstrak



diberikan



secara



peroral



dan



setiapkelompok diberikan dosis yang meningkat. 6. Setelah pemberian suspense ekstrak diamati jumlah mortalitas dari tiap kelompok uji setiap ½ jam, 1 jam, 2 jam, 24 jam, 48 jam, 7 hari, dan 14 hari.



28 7. Dari data mortalitas dapat ditentukan nilai LD50. 8. Berat badan mencit ditimbang setiap hari. Dilakukanjuga pengamatan berupa timbulmya gejala-gejala toksik terutama pada efek motorik, gelantung, retablismen, katalepsi, fleksi, hafner, pineal, pernafasan, straub, sedative, tremor, konvulsi, piroleksi, salivasi, lakrimasi, urinasi abnormal, dan diare setiap ½ jam, 1 jam, 2 jam, 24 jam, 48 jam, 7 hari, dan 14 hari. 9. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara statistika.



DAFTAR PUSTAKA



Arini, S., Zunilda, dan Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi. Dalam: S.Ganiswarna (Editor). Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. 22. Backer, C. A., dan Bakkuinzen v/d Brink R.C.Jr.. 1965. Flora of Java. Volume 2. Groningen, Netherland: Wolters-Noordhoff N.V. Balasuriya, B. M. G. K., and Dharmaratne, H. R. W.. 2007. Cytotoxicity and Antioxidant Activity Studies of Green Leafy Vegetables Consumed in Sri Lanka. J Natn Sci Foundation Sri Lanka. 35: 255-258. Borah. A., Yadav, R. N. S., and Unni, B. G.. 2011. In Vitro Antioxidant and Free Radical Scavenging Activity of Alternanthera sessilis. Int J Pharm Sci Rev Res. 2: 1502-1506. Cronquist, A.. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plant. New York: Colombia University Press. Dai, J. dan Mumper, R., J.. 2010. Plant Phenolics: Extraction, Analysis and Their Antioxidant and Anticancer Properties [REVIEW]. Molecules. 15: 73137352. Darmansyah. 1995. Dasar Toksikologi . Dalam: S.Ganiswarna (Editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: FK Universitas Indonesia. 762765. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 910. Farnsworth, N. R.. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. No.3. Chicago: Reheis Chemical Company. 263-264. Ghani, A.. 1998. Medicinal plants of Bangladesh: chemical constituents and uses. Asiatic Society of Bangladesh. Gupta, A. K. 2004. Reviews on Indian Medicinal Plants. New Delhi: Indian Council of Medical Research. 75. Harmita, dan Radji, M. 2005. Analisis Hayati. Jakarta: Percetakan Ari Cipta. 4755.



Hayes, W., and Dipasquale, L. C.. 2001. Principle and Methods of Toxicology. London: The Gilette Company. 853-873. Heyne, K.. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta: Yayasan Sarana Warna. 740. Harbone, J. B.. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Jalalpure, S. S., Agrawal, N., Patil, M. B., Chimkode, R., and Tripathi, A.. 2008. Antimicrobial and wound healing activities of leaves of Alternanthera sessilis Linn. Int J Green Pharm. 2: 141-144. Jou, H. J., Lin, Y. M., Lin, Y. C., and Chen, F. C.. 1979. Constituents of Alternanthera sessilis. R. Br Huaxue. 1: 22–25. Kamalanathan, N.. 2015. Aktivitas Antihipertensi Ekstraketanol Daun Kremah (Alternanthera Sessilis Linn) Dengan Metode Non-Invasive Blood Pressure Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar [SKRIPSI]. Jatinangor: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Kumar, Yadav, S. and Sanjib.. 2013. Evaluation of Anti-Diarrhoeal Property of Crude Aqueous Extract of Alternanthera Sessilis Linn. International Journal Of Research Article Pharmaceutical Innovations. 3(3): 110-115. Lin, S. C., Lin, Y. H., Shyuu, S. J., and Lin, C. C.. 1994. Hepatoprotective effects of Taiwan folk medicine: Alternanthera sessilis on liver damage induced by various hepatotoxins. Phytother Res. 8(7) :391-398. Loomis, T. A. 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III. Penerjemah :Drs. Imono. A. Donatus. Semarang : IKIP Semarang Press. 76-91, 225-272. Marliana, S. D., Suryanti. V., dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 3(1): 26-31. Markham, K. R.. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. 15-17. Mondal, H., Saha, S., Awang, K., Hossain, H., Ablat, Abdulwali., Islam, Md Khirul., Jahan, Ismet Ara., Sadhu, Samir K., Hossain, Md Golam., Shilpi, Jamil, A., dan Uddin, and Shaikh, J. 2014. Central-stimulating and analgesic activity of the ethanolic extract of Alternanthera sessilis in mice. BMC Complementary and Alternative Medicine. 14:398.



Mulder, G. J., and Dencker, L.. 2006. Pharmaceutical Toxicology Safety Science of Drug. London: Pharmaceutical Press. 2-3. Nayak, P., Naya, S., Kar, D. M.,end Das, P.. 2010. Pharmacological evaluation of ethanolic extracts of the plant Alternanthera sessilis against temperature regulation. J Pharm Res. 3:1381-1383. Nohong. 2009. Skrining Fitokimia Tumbuhan Ophiopogon jaburan Lodd dari Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pembelajaran Sains. 5(2): 172-178. Rao, A., and Saraf, S.. 2008. Diuretic activity of Alternanthera sessilis R.Br. Ex D.C. an ethnomedicine of Chhattisgarh (India). Biosci Biotechnol Res Asia. 5:369-372. Sahithi, B., Rajani, G. P., Sowjanya, K., and Gupta, D.. 2011. Anti-inflammatory activity of ethanolic and aqueous extracts of Alternanthera sessilis Linn.Pharmacologyonline. 1:1039-1043. Sangi, M., Runtuwene., MRE H.E.I. Simbala.,V.M.A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. 1(1):47-53. Sjahid, L., R.. 2008. Isolasi dan Indentifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.) (Skripsi). Surakarta: UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Sinha P., Arora VK, Wahi SP.198. Chemical investigation on Alternanthera sessilis. Indian Drugs. 21:139–140. Soemardji, Andreanus A., Kumolosasi, Endang, dan Aisyah ,Cucu. 2002. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss Webster. Jurnal Matematika dan Sains .Vol. 7 No. 2.: 57 – 62 Tan, K. K., Kim, K. H. 2013.Alternanthera sessilis Red ethyl acetate fraction exhibits antidiabetic potential on obese type 2 diabetic rats. Evid Based Complement Alternat Med. 2013:1-8. Turner, R .A.. 1965. Screening Methods in Pharmaology. Edisi I. New York: Academic Press.



USDA, NRCS. 2015. The PLANTS Database (http://plants.usda.gov, 16 August 2015). National Plant Data Team, Greensboro, NC 27401-4901 USA. Vincent,K. 2008. Probit Analysis. Tersedia Online www.sfsu.edu/efc/classes/biol710/probit/ProbitAnalysis.pdf.



di



:



Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto. S..Yogyakarta. Weil, C. S. 1952. Table of Convencent Calculation of Median Effective Dose (LD50 or ED50) and Instruction for Their Use.Biometric. 8. Wisaksono,S.2002.Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia. Cermin Dunia Kedokteran. 135: 32-36.