11 0 514 KB
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama
: Ny. S
Umur
: 59 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku
: Jawa
Alamat
: Karangsono RT.2 RW.4 Jati, Jaten
MRS
: 6 Juli 2015
Agama
: Islam
Pekerjaan
: ibu rumah tangga
No. RM
: 183079
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA) A. Keluhan Utama Bengkak di bawah dagu B. Riwayat penyakit sekarang 1 bulan yang lalu pasien memeriksakan diri ke dokter gigi karena muncul bengkak di bawah dagu. Tanggal 19 Juli 2015 4 hari pasien di RSUD karena demam. Setelah pulang di rumah, pasien mengeluhkan bengkak yang masih ada di dagu lalu pasien memeriksakan diri ke dokter gigi. Di dokter gigi, pasien control sebanyak 4 kali tetapi bengkaknya semakin membentuk abses. Tanggal 5 Juli 2015 pasien memeriksakan diri ke poli bedah dan tanggal 6 Juli 2015 pasien dirawat di kantil 1 RSUD Karanganyar. C. Riwayat penyakit dahulu Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat alergi : disangkal Riwayat DM : diakui Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat sakit gigi : diakui D. Riwayat penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat alergi : disangkal
Riwayat DM Riwayat hipertensi Riwayat sakit gigi III.
IV.
: disangkal : disangkal : disangkal
ANAMNESIS SISTEM Sistem Cerebrospinal Sistem Cardiovascular
Gelisah (-), Lemah (-), Demam (-) Akral hangat (+), Sianosis (-), Anemis (-), berdebar-
Sistem Respiratorius Sistem Genitourinarius Sistem Gastrointestinal Sistem Musculosceletal
debar (-) Batuk (-), Sesak Napas (-) BAK (dbn) Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB (dbn) Badan terasa lemas (-), atrofi otot (-), kelemahan
Sistem Integumentum
otot (-) Sikatriks (-), keringat dingin (-)
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,2 C N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt Kulit : Dbn Kepala : mesosephal Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera ikterik ( - ) Telinga : Secret ( - ) Hidung : Secret ( - ) Mulut : Lidah Kotor tidak ada, ada gigi karies Tenggorokan : Sulit menelan dan sakit Thorax Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - ) Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - ) Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi: Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-) Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC V Perkusi : Redup Auskultasi : Regular, bising ( - ) Abdomen : Inspeksi : Perut sejajar dada. Palpasi : Hepar / lien tidak teraba, NT ( + ) Perkusi : Pekak alih ( - ) Auskultasi : Peristaltik baik
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-) . V. STATUS LOKALIS Telinga Inspeksi: Udem (-) Palpasi: Nyeri tekan MAE (-) Hidung Inspeksi: Deformitas (-), hematoma (-), secret dbn Palpasi : Krepitasi nyeri (-) Tenggorok Inspeksi: caries (+), pus (+), trismus (+), disfagia (+), udem (+) Palpasi: nyeri tekan (+) VI. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologis: Foto OPG tanggal 6 Juli 2015 Bentuk & struktur tulang mandibula dan masetter TMJ normal Multipel sisa-sisa karies gigi Kesan: Caries Cellulitis
Laboratorium tanggal 6 Julil 2015:
Darah Rutin Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit MCV MCH MCHC Eosinofil Basofil Limfosit Monosit GDS
Angka 10,3 28,9 25,09 642 3,25 88,8 31,7 35,7 0,9 0,5 7,3 3,8 231
Satuan gr/dl % 103ul 103ul 106ul Pf Pg % % % % % Mg/dl
Nilai Normal 12-16 37,00-47,00 5,0 – 10,0 150 – 300 4,00-5,00 82 – 92 27 -31 32 – 37 0,5 – 5,0 0–1 25– 40 3–9 70-150
Lab tanggal 7 Juli 2015 CT BT Kreatinin Ureum HbsAg (rapid) GDS
04.30 02.30 1,72 93,9 Non reaktif 173
menit menit Mg/dl Mg/dl
2–8 1–3 0,5 – 0,9 10 – 50 Non reaktif
Mg/dl
70-150
GDS tanggal 8 Juli 2015: 91 VII.
RESUME A. Anamnesis Pasien wanita berusia 59 tahun datang dengan keluhan : 1) Pasien mengeluhkan benjolan di bawah dagu 2) Nyeri, sulit menelan, sakit saat menelan, susah berbicara B. Pemeriksaan fisik Status generalis : Dalam batas normal Status lokalis Telinga: tidak ada udem dan nyeri tekan di MAE Hidung: tidak ada deformitas, krepitasi, nyeri, hematoma dan secret
C. D. E. F. G.
dbn Tenggorok: ada caries, pus, trismus, disfagia, udem dan nyeri tekan Diagnosis Kerja Abses Mandibula dekstra Diagnosis Banding Abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, angina ludovici Terapi Dilakukan operasi debridement Prognosis Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam Laporan Operasi (02-05-2015) Diagnosis pre-operasi : abses dan selulitis mandibula dekstra Diagnosis post-operasi : abses dan selulitis mandibula dekstra Teknik operasi : debridement
Follow Up 06/07/201
S/ Pasien mengeluh bengkak dan nyeri di P/
5
mandibula dekstra Rontgen OPG Gambar 1. Status Lokalis Pasien Post Debridement O/ Tatum vorte 3xCI T= 110/80
Raber drg
N= 80x/menit
Inj cefoperazone 2x1g
S =37
Inj ranitidine 2x1amp
Rr= 20x/menit
Inj santagesik 3x1amp Inj metronidazole 3x500mg
KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (+), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Abses mandibula dekstra & caries 07/07/201
dentis S/ pasien masih mengeluhkan tidak bias P/
5
menelan, sakit di benjolan, benjolan Tatum vorte 3xCI terasa kaku, gigi sakit, riwayat DM sudah Inj cefoperazone 2x1g 5 tahun
Inj ranitidine 2x1amp
O/
Inj santagesik 3x1amp
T= 130/80
Inj metronidazole 3x500mg
N= 80x/menit
Puasakan
S =36
Pre OP
Rr= 22x/menit KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (+), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/Abses Mandibula Dekstra
08/07/201
S/ Pasien masih mengeluhkan pipinya P/
5
sakit, susah bicara, susah menelan.
Tatum vorte 3xCI
O/
Inj cefoperazone 2x1g
T= 120/80
Inj ranitidine 2x1amp
N= 80x/menit
Inj santagesik 3x1amp
S =36
Inj metronidazole 3x500mg
Rr= 20x/menit GDS: 86 KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (+), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis A/ Pre OP hari H Abses Mandibula 09/05/201
Dekstra S/ Pasien masih mengeluhkan sakit di P/
5
pipi, susah menelan, susah berbicara, Tatum vorte 3xCI nyeri dan susah tidur
Raber drg
O/
Inj cefoperazone 2x1g
T= 120/80
Inj ranitidine 2x1amp
N= 92x/menit
Inj santagesik 3x1amp
S =36,3
Inj metronidazole 3x500mg
Rr= 20x/menit KU = Baik KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (-), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Post Op H+1 – Abses Mandibula 10/07/201
Dekstra S/ Pasien masih mengeluhkan sakit di P/
5
pipi, susah menelan bias berbicara sedikit Tatum vorte 3xCI dan masih agak nyeri
Inj cefoperazone 2x1g
O/
Inj ranitidine 2x1amp
T= 120/80
Inj santagesik 3x1amp
N= 100x/menit
Inj metronidazole 3x500mg
S =36,3
Gentamicin 2 x 80 mg
Rr= 20x/menit
Ekstrak C 2 x 20 mg Medikasi
KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (-), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Post Op H+2 – Abses Mandibula Dekstra 11/07/2015 S/ Pasien masih mengeluhkan nyeri di P/
area abses, abses udem berkurang, sudah Tatum vorte 3xCI bias berbicara lancer, masih sakit untuk Inj cefoperazone 2x1g menelan
Inj ranitidine 2x1amp
O/
Inj santagesik 3x1amp
T= 120/70
Inj metronidazole 3x500mg
N= 80x/menit
Inj Sharox 2 x 1500mg
S =36
Gentamicin 2 x 80 mg
Rr= 20x/menit
Ekstrak C 2 x 20 mg Medikasi
KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (-), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Post Op H+3 – Abses Mandibula 12/07/15
Dekstra S/ Pasien masih mengeluhkan nyeri di P/ area abses, abses udem berkurang, sudah Tatum vorte 3xCI bias berbicara lancer, masih sakit untuk Inj cefoperazone 2x1g menelan
Inj ranitidine 2x1amp
O/
Inj santagesik 3x1amp
T= 120/80
Inj metronidazole 3x500mg
N= 80x/menit
Gentamicin 2 x 80 mg
S =36
Ekstrak C 2 x 20 mg
Rr= 20x/menit
Medikasi
KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (-), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Post Op H+4 – Abses Mandibula 13/7/2015
Dekstra S/ Pasien masih mengeluhkan nyeri di P/ area abses, abses udem berkurang, sudah Tatum vorte 3xCI bias berbicara lancer, masih sakit untuk Inj cefoperazone 2x1g menelan
Inj ranitidine 2x1amp
O/
Inj santagesik 3x1amp
T= 130/80
Inj metronidazole 3x500mg
N= 92x/menit
Gentamicin 2 x 80 mg
S =36
Ekstrak C 2 x 20 mg
Rr= 20x/menit
BLPL
KU = Baik KS = CM (E4V5M6) K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-) Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-) C= BJ1/II reg murni Abd = NT (-), peristaltik (+) Eks = Akral hangat, edem (-) Status lokalis : A/ Post Op H+5 – Abses Mandibula
Dekstra
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ABSES MANDIBULA DEFINISI Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam
satu
kantung
yang
terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan
mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pus itu sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah (Fachruddin, 2007) Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain (Fachruddin, 2007) ANATOMI Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda (Calhoun, 2011). Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna (Calhoun, 2011). Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu: 1. Lapisan superfisial Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar
parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. 2. Lapisan media Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak
bagian
posterior
sampai
ke
esofagus
sedangkan
bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi. viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi musculus konstriktor dan musculus buccinator. 3. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan yang
berjalan
dari
dasar
tengkorak
sampai
divisiprevertebra,
vertebra torakal II dan bersatu
dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks (Ballenger, 1994).
Gambar 2. Potongan Obliq Leher
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. 1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari: a. ruang retrofaring b. ruang bahaya (danger space) c. ruang prevertebra. 2. Ruang suprahioid terdiri dari: a. ruang submandibula b. ruang parafaring c. ruang parotis d. ruang mastikor e. ruang peritonsil f. ruang temporalis. 3. Ruang infrahioid a. ruang pretrakeal (Pulungan, 2010).
Gambar 3. Ruang Leher
Ruang Submandibula Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior (Soetjipto, 2007). Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral badan
mandibula,
medial
oleh
perut
oleh
garis
inferior
dari
anterior musculus digastricus, posterior
oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes (Calhoun, 2001). Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula
dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Ruang berhubungan
dengan beberapa
struktur
submandibula
didekatnya, oleh karena
itu abses
submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya (Ariji, 2002).
Gambar 4. Ruang Potensial Leher 2: A. Potongan Aksial B. Potongan Sagital
EPIDEMIOLOGI Angka kejadian Abses submandibula berada di bawah abses peritonsil dan retrofaring. Namun dewasa ini, angka kejadiannya menduduki urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85% dari kasus disebabkan oleh infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka kejadian juga ditemukan lebih tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang kurang lengkap (Mazita, 2006). Pada kasus infeksi leher dalam rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan 22%. Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafaring 8 kasus, submandibula, sublingual dan submaksila
masing-masing 7 kasus dan retrofaring 1 kasus. kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%). Kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Lokasi abses lebih dari satu ruang potensial 29%. Abses submandibula 35%, parafaring 20%, mastikator 13%, peritonsil 9%, sublingual 7%, parotis 3%, infra hyoid 26%, retrofaring 13%, ruang karotis 11% (Huang, 20004). ETIOLOGI Abses mandibula dapat disebabkan oleh karena infeksi bakteri dalam gigi yang dapat menyebar ke sekitar gigi. Infeksi pada gigi sering disebut sebagai karies. Ada 3 faktor yang menyebabkan karies yaitu struktur gigi, bacteria dan pola makan. Bakteri penyebab karies terbanyak adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus. Karbohidrat yang melekat pada gigi terutama glukosa yang paling mudah diubah menjadi asam laktat akan merusak email dan dentin. Kerusakan email gigi akan memudahkan rusaknya dentin dan pulpa, bagian gigi yang akan rusak berwarna kehitaman. Sisa makanan akan mengumpul di lubang sehingga menmbah subur pertumbuhan bakteri. Bila karies mencapai pulpa akan dirasakan nyeri (De Jong, 2010) Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral dan atau di bawah lidah yang berfluktuasi, dan sering ditemukan trismus (Boscolo, 2009). PATOGENESIS
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Organisme atau benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat (De Jong, 2010) Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah pus menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat dalam pus.Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut (De Jong, 2010). Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut (De Jong, 2010). Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih
lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses (De Jong, 2010). MANIFESTASI KLINIS Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau dibawah lidah, mungkin berfluktuasi. Sering juga ditemukan trismus (sukar untuk membuka mulut) (Fachruddin, 2010). DIAGNOSIS Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang (Calhoun, 2001).
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik 2. Radiologis a. Rontgen jaringan lunak kepala AP b. Rontgen panoramik Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. c. Rontgen thoraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. d. Tomografi komputer (CT-scan) CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien . Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (Rambe, 2003). DIAGNOSIS BANDING Abses Peritonsil Abses Retrofaring Abses Parafaring Angina Ludovici (Fachruddin, 2010). KOMPLIKASI Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya (Pulungan, 2010). Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemi (Ariji, 2002). PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik (parenteral) Pemberian antibiotic dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, cefoperazone, ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 2. Evakuasi Abses Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi local untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narcosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Bila
abses
belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara
konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.
Gambar 5. Insisi Abses
3. Pertimbangan Trakeostomi Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi perlu dipertimbangkan. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda (Fachruddin, 2010). PROGNOSIS Pada didiagnosis
umumnya secara
prognosis
dini
dengan
abses
submandibula
penanganan
yang
baik
tepat
apabila dan
dapat
komplikasi
tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotic (Gomez, 2007). DAFTAR PUSTAKA Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. Odontogenic space:
infection
pathway
to
the
submandibular
imaging assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg.
2002; 31: 165–9 Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304
Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and for
implication
therapy. J antimicrob chemother 2002;50:805-10
Brunicardi, F.C., Anderson, D.K., Billiar, T.R., Dum, D.L., Hunter, J.G., Mathews, J.B., Podlock, R.E., 2010. The Appendix dalam Schwartz's Principles of Surgery9th Ed. USA:The McGraw Hill Companies. p: 2043-74. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition. USA:
Lippincott Williams and Wilkins. 2001.
705,712-3 De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC: Jakarta. Gómez CM, Iglesia V, Palleiro O, the
submandibular
region
López CB. secondary
Phlegmon to
in
odontogenic
infection. Emergencias 2007;19:52-53 Grace, P.A., Borley, N.R.
Apendisitis Akut dalam At A Glance.
Jakarta: Erlangga; 2006. p:106. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep infection:
neck
analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt
2004.860-4 Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Rongga Perut dan Saluran Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. h:660-61. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit Jilid II. EGC : Jakarta. Pulungan dari
MR.
Pola
Kuman
abses
leher
dalam.
Diunduh
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-
ABSES-LEHER- DALAM-Revisi. [Diakses tanggal 3 Juli 2015]
Rambe
AYM.
Abses
Retrofaring.
Fakultas
kedokteran
Bagian
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara. Diunduh USU digital library 2003. [Diakses tanggal 3 Juli 2015] Rizzo
PB,
Mosto
MCD.
Submandibular
space
infection:
a
potentially lethal infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33 Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48 Tjandra, J.J., 2006. The Appendix and Meckel’s Diverticulum dalam Textbook of Surgery 3rd Ed. UK: Blackwell Publishing Ltd. p:179. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck
abscess:
effectiveness
an
analysis
of
microbial
etiology
and
of antibiotics. Infection and Drug Resistance.
2008;1:1-8. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic origin:
CT
assessment
of
pathways
space involvement. AJNR Am Neuroradiol 1998;19:123
of
CASE REPORT Abses Mandibula Dekstra Oleh: Rezita Oktiana Rahmawati, S.Ked J510155079 Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari......................tanggal................2015 Pembimbing : dr. Bakri B Hasbullah, Sp.B
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan : dr. Bakri B Hasbullah, Sp.B
(.............................................)
Disahkan Ka Program Profesi : dr. Dona Dewi Nirlawati
(.............................................)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015
CASE REPORT Abses Mandibula Dekstra Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Stase Ilmu Penyakit Bedah
Oleh : Rezita Oktiana Rahmawati, S.Ked J 510155079 Pembimbing : dr. Bakri B Hasbullah, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015