11 0 849 KB
Case Report Session
ABSES PERITONSIL
Oleh : Alania Rosari
0910312070
Nurul Maulidya H
0910313212
Preseptor : dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK RS Dr. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014 1
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Anatomi Tonsil Cincin Waldeyer adalah jaringan limfoid yang mengelilingi faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring, dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.1,7
Gambar 1. Anatomi tonsil
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm dan masing-masing tonsil mempunyai 10-30
2
kriptus yang meluas ke jaringan tonsil. Daerah kosong di atas tonsil disebut fosa supratonsilar. Tonsil dibatasi oleh:1,7
Lateral
: m. konstriktor faring superior
Anterior
: m. palatoglosus (plika anterior)
Posterior : m. palatofaringeus (plika posterior)
Superior
: palatum mole
Inferior
: tonsil lingual
Gambar 2. Anatomi tonsil palatina Fosa Tonsil Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring yaitu batas anterior oleh otot palatoglosus dan batas lateral atau dinding luar olehotot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, 3
tuba eustachius, dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.7 Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu:
Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden.
Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden.
Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.
Arteri faringeal asenden.
Gambar 3. Pendarahan tonsil
4
Aliran Getah Bening Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) di bagian superior di bawah M. sternokleidomastoideus yang berlanjut ke kelenjar toraks dan berakhir di duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen.7 Persarafan Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke V melalui
ganglion
sfenopalatina
dan
bagian
bawah
dari
saraf
glosofaringeus.7 Ruang Peritonsil Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring dan merupakan salah satu dari ruang leher dalam yang dibagi oleh Scott BA menjadi:6 1. Ruang yang mencakup seluruh panjang leher
Ruang retrofaring
Ruang bahaya
Ruang vaskular viseral
2. Ruang yang terbatas pada sebelah atas os. hioid
Ruang faringomaksila
Ruang submandibula
Ruang parotis
Ruang mastikator
Ruang peritonsil
5
Ruang temporal
3. Ruang yang terbatas pada sebelah bawah os. hioid
Ruang viseral anterior
Gambar 4. Potongan sagital ruang parafaring dan retrofaring
Dinding medial ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul tonsil yang terbentuk dari fasia faringobasilar dan menutupi bagian lateral tonsil.
6
Dinding lateral ruang peritonsil dibentuk oleh serabut horizontal otot konstriktor superior dan serabut vertikal otot palatofaringeal.4 Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabutserabut otot palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas secara horizontal menyeberangi ruang peritonsil kemudian menyatu dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut ligamen triangular atau ikatan tonsilofaring. Batas-batas superior, inferior, anterior, dan posterior ruang peritonsil juga dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.4 1.2
Definisi Abses peritonsil atau Quinsy adalah infeksi akut yang disertai dengan
terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m. konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini dapat menembus kapsul tonsil biasanya pada kutub atas. Abses peritonsil merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.1,4 1.3
Epidemiologi Abses peritonsil dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering terjadi
pada orang dewasa usia 20 sampai 40 tahun dan anak-anak. Penyakit ini merupakan infeksi ruang fasia kepala dan leher tersering pada anak dan menjadi komplikasi terbanyak dari tonsilitis akut. Insiden abses peritonsil di Irlandia Utara dilaporkan 1 per 10.000 pasien per tahun dengan rata usia 26,4 tahun.2,3,5 1.4
Etiologi Abses peritonsil terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebabnya sama dengan penyebab tonsilitis berupa kuman aerob dan anaerob seperti
7
Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran.1 1.5
Patofisiologi Infeksi dari kripta tonsil meluas ke kapsul tonsil dan melibatkan ruang
peritonsil. Infiltrasi supurasi jaringan peritonsil tersering mengenai daerah superior dan lateral fosa tonsilaris yang merupakan daerah jaringan ikat longgar, sehingga palatum mole pada sisi yang terkena akan tampak membengkak. Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian midtonsil dan inferior, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi.1,2,3 Infeksi dimulai sebagai selulitis dan berkembang menjadi abses. Pada stadium
infiltrat
(stadium
permulaan)
akan
tampak
permukaan
tonsil
membengkak dan hiperemis. Proses tersebut akan berlanjut dan terjadi supurasi, sehingga daerah tersebut menjadi lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus maka peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga terjadi trismus. Abses dapat pecah spontan dan terjadi aspirasi ke paru.1,3 1.6
Penegakan Diagnosis Diagnosis abses peritonsil dapat ditegakkan melalui: 1) Anamnesis1,2
Demam
Nyeri menelan yang hebat (odinofagia)
Nyeri alih ke telinga pada sisi yang sama (otalgia)
Muntah (regurgitasi)
8
Mulut berbau (foetor ex ore)
Banyak ludah (hipersalivasi)
Suara bergumam (hot potato voice)
Sukar membuka mulut (trismus)
Pembengkakan kelenjar submandibula disertai nyeri tekan
2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan sulit dilakukan akibat pasien kesulitan membuka mulut.Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemukan antara lain:1,3
Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan
Teraba fluktuasi
Kutub tonsil superior eritema
Uvula membengkak dan terdorong ke sisi kontralateral
Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak terdapat detritus, dan terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah
Gambar 5. Abses peritonsil
9
3) Pemeriksaan Penunjang
Biakan tenggorok dapat dilakukan, tetapi seringkali tidak membantu dalam mengetahui organisme penyebabnya. Hanna et al berpendapat bahwa untuk mengetahui jenis kuman pada abses peritonsil tidak dapat dilakukan dengan usap tenggorok.2,4
Pungsi abses merupakan tindakan untuk penegakan diagnosis yang tepat untuk memastikan abses peritonsil. Biakan dari pungsi atau drainase
menunjukkan
bakteri
penyebab
tersering
yaitu
Streptococcus pyogenes.Penelitian yang dilakukan oleh Sprinkle menemukan insidens tinggi dari bakteri anaerob yang memberikan bau busuk pada drainase.2,4
Pemeriksaan laboratorium darah rutin berupa faal hemostasis terutama adanya leukositosis sangat membantu diagnosis.4
Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen polos, ultrasonografi, dan tomografi komputer. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosis abses peritonsil secara spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Hasil yang didapatkan berupa gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic. Gambaran tersebut kurang terdeteksi bila volume relatif pus 50 tahun dengan tonsil yang melekat karena abses sangan mudah meluas ke leher dalam Beberapa jenis operasi tonsilektomi yang dapat dilakukan antara lain:1
Tonsilektomi a’chaud yaitu apabila tonsilektomi dilakukan bersama-sama dengan tindakan drainase abses.
14
Tonsilektomi a’tiede yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah tindakan drainase abses.
Tonsilektomi a’froid yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah tindakan drainase abses. Selanjutnya pasien diobati dengan antibiotik dan irigasi cairan garam
hangat. Antibiotik yang diberikan yaitu yang efektif melawan Streptococcus, Staphylococcus, dan anaerob oral.2 1.9
Komplikasi Komplikasi abses peritonsil di antaranya:1,4
Komplikasi segera berupa dehidrasi karena intake makanan yang kurang.
Abses pecah secara spontan denganaspirasi darah atau pus menyebabkan aspirasi paru, pneumonitis, abses paru, atau piemia.
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring menyusuri selubung karotis kemudian membentuk ruang infeksi yang luas, sehingga terjadi abses parafaring dan berlanjut ke mediastinum mengakibatkan medistinitis.
Pembengkakan di daerah supraglotis dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruang faringomaksilaris mungkin memerlukan drainase dari luar melalui segitiga submandibular.
Penjalaran infeksi ke intrakranial mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak. Apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan gejala sisa neurologis yang fatal.
Komplikasi lain seperti endokarditis, nefritis, dan peritonitis
15
1.10
Prognosis Prognosis abses peritonsil baik apabila dilakukan tatalaksana segera
ditambah dengan pemberian antibiotik yang adekuat.1
16
BAB II PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. YN
Umur
: 35 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Suku
: Minang
Alamat
: Ampang Karang Ganting No.42
No.MR
: 89.31.83
ANAMNESIS Seorang laki-laki Tn. YN umur 35 tahun dirawat di bangsal THT RSUP. DR. M. Djamil pada tanggal 23 Desember 2014, dengan: Keluhan utama : Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu.
Susah menelan sejak 2 hari yang lalu.
Suara bergumam sejak 2 hariyang lalu.
Sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu.
Mulut bau sejak 2 hari yang lalu.
Demam ada sejak 2 hari yang lalu.
Pasien mengeluhkan sukar makan sejak 2 hari yang lalu.
Leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu.
Air liur banyak sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tidur mendengkur ada.
17
Riwayat sesak napas tidak ada.
Riwayat sakit gigi tidak ada.
Pasien meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun bengkak semakin bertambah.
Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat keluar air dari telinga tidak ada.
Riwayat batuk dan pilek tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Pasien tidak menderita penyakit diabetes melitus
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada angggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat atopi dalam keluarga tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai buruh
Merokok sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Keadaan Umum: Sakit sedang Kesadaran
: CMC
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi
: 92 x/ menit
Frekuensi Nafas
: 23 x/menit
Suhu tubuh
: 38,6 oC
18
Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva
: tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Gigi dan mulut
: Karies (+), trismus (+)
Leher
: Tampak bengkak pada leher kiri
Paru
: Dalam batas normal
Jantung
: Dalam batas normal
Abdomen
: Dalam batas normal
Extremitas
: Akral hangat, perfusi baik
Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan
Kelainan
Daun Telinga
Dekstra
Kel. Kongenital
Tidak ada
Tidak ada
Trauma
Tidak ada
Tidak ada
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Kel. Metabolik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri Tarik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri Tekan
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang
Cukup lapang
Sempit
-
-
Hiperemis
-
-
Edema
-
-
Massa
-
-
Bau
-
-
Warna
Kecokelatan
Kecokelatan
Jumlah
Sedikit
Sedikit
Jenis
Kering
Kering
Putih
Putih
Cukup lapang (N) Dinding
Liang
Telinga
Sekret / Serumen
Sinistra
Membran Timpani Warna
19
Utuh
Perforasi
Refleks cahaya
+
+
Bulging
Tidak ada
Tidak ada
Retraksi
Tidak ada
Tidak ada
Atrofi
Tidak ada
Tidak ada
Jumlah perforasi
Tidak ada
Tidak ada
Jenis
-
-
Kwadran
-
-
Pinggir
-
-
Tanda radang
Tidak ada
Tidak ada
Fistel
Tidak ada
Tidak ada
Sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri ketok
Tidak ada
Tidak ada
+
+
Sama dg pemeriksa
Sama dg pemeriksa
Gambar
Mastoid
Rinne TesGarputala
Schwabach Weber
Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan
AD dan AS normal
Audiometri
Tidak diperiksa
Hidung Pemeriksaan
Hidung luar
Kelainan
Dextra
Sinistra
Deformitas
Tidak ada
Tidak ada
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Trauma
Tidak ada
Tidak ada
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
kongenital
20
Sinus Paranasal Pemeriksaan
Dextra
Sinistra
Nyeri tekan
Tidakada
Tidak ada
Nyeri ketok
Tidakada
Tidak ada
Rinoskopi Anterior Vestibulum
Vibrise
+
+
Radang
Tidak ada
Tidak ada
Cukup lapang
Cukup lapang
Sempit
-
-
Lapang
-
-
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Jenis
Tidak ada
Tidak ada
Jumlah
Tidak ada
Tidak ada
Bau
Tidak ada
Tidak ada
Ukuran
Eutrofi
Eutrofi
Warna
Merah muda
Merah muda
Licin
Licin
Edema
-
-
Ukuran
Eutrofi
Eutrofi
Warna
Merah muda
Merah muda
Licin
Licin
-
-
Cukuplapang (N) Kavum nasi
Sekret
Konka inferior
Konka media
Permukaan
Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan
Septum
Cukup lurus Licin
Licin
Warna
Merah muda
Merah muda
Spina
Tidak ada
Tidak ada
Krista
Tidak ada
Tidak ada
Abses
Tidak ada
Tidak ada
Perforasi
Tidak ada
Tidak ada
21
Massa
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
-
-
Ukuran
-
-
Permukaan
-
-
Warna
-
-
Konsistensi
-
-
Mudah digoyang
-
-
Pengaruh
-
-
vasokonstriktor
Gambar
Rinoskopi Posterior ( Sulit dilakukan ) Pemeriksaan
Kelainan
Dekstra
Cukup lapang (N) Sempit
Koana
Lapang Warna Edema
Mukosa
Jaringan granulasi Ukuran Warna Konkha inferior
Permukaan Edema
Adenoid Muara eustachius
Ada/tidak tuba Tertutup secret Edema mukosa
22
Sinistra
Lokasi Ukuran Massa
Bentuk Permukaan Ada/tidak
Post Nasal Drip
Jenis
Gambar
Orofaring dan Mulut Pemeriksaan
Kelainan
Dekstra
Sinistra
Palatum mole + Simetris/tidak
Asimetris
Asimetris
Arkus faring
Warna
Hiperemis
Hiperemis
Edema
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Bercak/eksudat Uvula Dinding Faring
Terdorong ke sebelah kanan
Warna
Sulit dinilai
Sulit dinilai
-
-
Ukuran
T1
Sulit dinilai
Warna
Merah muda
-
Permukaan
Licin
-
Muara kripti
Tidak melebar
-
Detritus
Tidak ada
-
Eksudat
Tidak ada
-
Perlengketan dg
Tidak ada
-
Hiperemis
Hiperemis
Permukaan Tonsil
pilar Peritonsil
Warna
23
Tumor
Gigi
Edema
Ada
Ada
Abses
Ada, fluktuatif (+)
Ada, fluktuatif (+)
Lokasi
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Tidak ada
Tidak ada
Ukuran
Tidak ada
Tidak ada
Permukaan
Tidak ada
Tidak ada
Konsistensi
Tidak ada
Tidak ada
Karies/radiks
Gigi 1-5
Gigi 16-11
Gigi 28-32
Gigi 17-21
Oral higene kurang
Oral higene
Kesan
kurang
Lidah
Warna
Merah muda
Merah muda
Bentuk
Simetris
Simertis
Deviasi
Tidak ada
Tidak ada
Masa
Tidak ada
Tidak ada
Gambar
Laringoskopi Indirek ( Sulit dilakukan) Pemeriksaan
Kelainan
Dekstra
Bentuk Warna Epiglottis
Edema Pinggir rata/tidak Massa
Aritenoid
Warna
24
Sinistra
Edema Massa Gerakan Warna Ventrikular Band
Edema Massa Warna Gerakan
PlikaVokalis
Pinggir medial Massa
Sinus piriformis
Massa Sekret Massa
Valekule
Sekret (jenisnya)
Gambar
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.
Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM 23 Desember 2014 Hb
: 11,8 gr/dL
Leukosit
: 20.100/mm3
Trombosit
: 333.000/mm3
GDS
: 98 mg/dL
25
PT
: 11,7 detik
APTT
: 36,9 detik
INR
: 1,03
DIAGNOSIS Abses Peritonsil Sinistra DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAN PENUNJANG Aspirasi Abses Peritonsil: Pus ± 4cc TERAPI
Umum o
Istirahat yang cukup
o
Jaga kebersihan mulut
o
Minum obat dengan teratur
Khusus o
Insisi dan drainasi abses peritonsil
o
IVFD RL 20 tetes/menit
o
Drip Tramadol 1 amp/kolf
o
Ceftriaxone Inj. 2x1 gr IV Skin test
o
Dexametason Inj. 3x1 amp
o
Betadine Gurgle 3x1 cup
o
Metronidazole IV 3x500 mg
o
Diet ML
PROGNOSIS
Qou ad Vitam
: Bonam
Quo ad Fungsionam
: Bonam
Quo ad Sanationam
: Bonam
26
RESUME (DASAR DIAGNOSIS) Anamnesis :
Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu.
Susah menelan sejak 2 hari yang lalu.
Suara bergumam sejak 2 hariyang lalu.
Sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu.
Mulut bau sejak 2 hari yang lalu.
Demam ada sejak 2 hari yang lalu.
Pasien mengeluhkan sukar makan sejak 2 hari yang lalu.
Leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu.
Air liur banyak sejak 2 hari yang lalu.
Pasien meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun bengkak semakin bertambah.
Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu.
Merokok sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari
Pemeriksaan Status Generalis: Gigi dan mulut
: Karies (+), trismus (+)
Leher
: Tampak bengkak pada leher kiri
Pemeriksaan Lokalis THT
:
27
Tenggorok :
Arkus faring tidak simetris, hiperemis, uvula terdorong ke sebelah kanan, tonsil T1-sulit dinilai, hiperemis, peritonsil abses (+), fluktuatif (+), dinding faring sulit dinilai.
Pemeriksaan Laboratorium
: Leukosit
: 200.100/mm3
Pemeriksaan Penunjang
: Aspirasi
: Pus ± 4 cc
Diagnosis Kerja
: Abses Peritonsil Sinistra
Diagnosis Banding
:-
Terapi
: o
Insisi dan drainasi abses peritonsil
o
IVFD RL 20 tetes/menit
o
Drip Tramadol 1 amp/kolf
o
Ceftriaxone Inj. 2x1 gr IV Skin test
o
Dexametason Inj. 3x1 amp
o
Betadine Gurgle 3x1 cup
o
Metronidazole IV 3x500 mg
o
Diet ML
Prognosis
:
Qou ad Vitam
: Bonam
Quo ad Fungsionam
: Bonam
Quo ad sanationam
: Bonam
Nasehat
: o
Istirahat yang cukup
o
Jaga kebersihan mulut
o
Minum obat dengan teratur
28
BAB III DISKUSI
Seorang laki-laki Tn. YN umur 35 tahun dirawat di bangsal THT RSUP. DR. M. Djamil pada tanggal 23 Desember 2014 , dengan diagnosis : Abses Peritonsil Sinistra Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Pasien susah menelan sejak 2 hari yang lalu, suara bergumam sejak 2 hariyang lalu, sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu, menurut literatur hal ini diakibatkan karena teriritasinya m. Pterigoid interna akibat abses peritonsil. Riwayat mulut bau dan hipersalivasi ada pada pasien ini sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam ada sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluhkan sukar makan sejak 2 hari yang lalu, leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang lalu. Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu kemudian pasien meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun bengkak semakin bertambah. Kedua hal ini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya abses peritonsil pada pasien ini. Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu, merokok sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari. Dari anamnesis yang didapatkan, gejala klinis pada pasien ini mengarah ke abses peritonsil dimana pada literatur dijelaskan bahwa gejala klinis pada absesperitonsil adalah odinofagia, foetor ex ore, hipersalivasi, dan kadangkadang terdapat trismus. Pada pemeriksaan fisik generalis ditemukan karies (+), trismus (+), dan tampak bengkak pada leher kiri. Sedangkan pada pemeriksaan status lokalis THT ditemukan 29
Arkus faring tidak simetris, hiperemis, uvula terdorong ke sebelah kanan,tonsil T1-sulit dinilai, hiperemis, peritonsil abses (+), fluktuatif (+), dinding faring sulit dinilai. Menurut dari literatur, abses peritonsil yang membesar dapat mendorong uvula ke arah kontralateral dan ditemukan tana-tanda inflamasi pada peritonsil. Untuk pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan leukositosis, ini menunjukan adanya aktivitas imun tubuh untuk abses peritonsil pada pasien ini. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan aspirasi dan didapatkan pus sebanyak ± 4cc. Terapi abses peritonsil bisa berupa medikamentosa dan operatif. Menurut sumber kepustakaan, pada stadiuminfiltrasi, dapat diberikan antibiotik dan obat simtomatik seperti analgetik. Obat kumur juga diperlukan untuk antiseptik rongga mulut. Pada pasien ini dilakukan terapi insisi dan drainasi abses peritonsil untuk mengeluarkan pus dari abses peritonsilnya. Pemberian terapi suportif seperti makanan lunak juga dianjurkan. Untuk prognosis pada dpasien ini adalah bonam. Karena semakin cepat abses peritonsil ditatalaksana dengan komprehensif akan semakin cepat penyembuhannya dan diharuskan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan hal utama dalam mencegah munculnya abses peritonsil.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. 2007. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Adams GL. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. 1997. Jakarta: EGC. 3. Tom LWC, Jacobs IN. Diseases of the Oral Cavity, Oropharynx, and Nasopharynx. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi 16. 2003. Ontraio: BC Decker Inc. 4. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 5. Hanna BC, et al. The Epidemiology of Peritonsillar Abscess Disease in Northern Ireland. J Infect. 2006; 52(4):247-53. 6. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of the Neck. In: Bayle BJ editor Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3rd ed. 2001. Philadelphia. 7. HTA Indonesia. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. 2004. Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
31