Case Base Discussion [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Fiki
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KONFEREN/CASE BASED DISCUSSION PADA NY.S (67 Tahun) DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG GERIATRI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG



Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Praktik Klinik Stase Gerontik Pembimbing Klinik



: Dewi Restu Pujiastuti, S.Kep., Ns



Pembimbing Akademik : Nurullya R., Sp. Kep. Kom



Oleh: Fiki Rifada 22020117220131



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXI JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2018



LAPORAN KONFEREN/CASE BASED DISCUSSION A. IDENTITAS PASIEN Nama pasien (Inisial) : Ny. S No. RM : C684897 TTL/Usia : Semarang, 04 Mei 1951/ 67 tahun Jenis kelamin : Perempuan Tanggal masuk : 11 Juli 2018 Tanggal pengkajian : 23 Juli 2018 Ruang rawat : Geriatri Lt. Dasar Kamar 1.2 Diagnose medis : Diabetes Mellitus Tipe II B. Data Fokus DS:  Klien mengatakan masih lemas  Klien mengatakan tidak kuat untuk duduk  Klien mengatakan kaki sebelah kanan terasa sakit  Keluarga klien mengatakan dulu telapak kaki sebelah kanan klien pernah bengkak dan memerah ketika kadar gula darah klien tinggi namun sudah kempes namun kadang klien masih merasa sakit Klien mengatakan makan teratur tetapi ketika malam hari malas untuk makan







DO:   



   



Klien datang dengan riwayat hipoglikemia (GDS: 33 mg/dL) GDS 23 Juli 2018 pagi : 107 mg/dL Tanda-tanda vital (TD :140/100 mmHg (riwayat hipertensi stage II), Nadi : 88x/menit, RR:21x/menit, T: 36,8oC) Klien tampak lemah Total nilai indeks bartle 9 (ketergantungan sedang) Skor norton 13 (resiko kecil terjadi dekubitus), skore braden : 18 (beresiko) Pada kaki sebelah kanan tampak bekas memerah pada telapak kaki namun tidak



menimbulkan luka. C. Masalah keperawatan yang muncul 1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat 2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik D. Intervensi keperawatan 1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat Intervensi : Hypoglycemia Management: a. Pantau kadar glukosa darah



b. Pantau tanda dan gejala hipoglikemia (mis., gemetar, tremor, berkeringat, gugup, cemas, takikardia, berdebar-debar, menggigil, rasa kantuk, lemah, pusing, parastesia, kebingungan, koma) c. Berikan glukosa intravena, sesuai indikasi d. Mempertahankan akses iv, sesuai indikasi e. Memberikan umpan balik tentang ketepatan pengelolaan diri hipoglikemia 2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik Pressure ulcer prevention a. Gunakan alat penilaian risiko didirikan untuk memantau faktor risiko individu b. f. g. h. i. j.



(misalnya, skala Braden) Kaji status kulit setiap harinya Monitor setiap daerah yang memerah Ubah posisi tidur setiap 1 sampai 2 jam, sesuai indikasi Jaga agar seprai bersih dan kering Pantau mobilitas dan aktivitas individu Memberikan terapi latihan rentang gerak sendi aktif ekstremitas bawah (active lower range of motion) untuk mencegah neuropati perifer diabetikum



E. Penelitian yang menunjang Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surianti, Majid dan Puspitha pada tahun 2017 di RSUD Kab.Wajo, terkait efektivitas gerak sendi aktif ekstremitas bawah (active lower range of motion) terhadap pencegahan neuropati perifer pada pasien diabetes, dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa terdapat pengaruh terapi gerak sendi aktif ekstremitas bawah terhadap keluhan neuropati perifer pada pasien diabetes karena latian gerak sendi pada ekstremitas bawah dapat melancarkan peredaran darah sehingga memudahkan nutrien masuk kedalam sel serta dapat membantu meningkatkan sensivitas reseptor insulin sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Kerusakan sel saraf lebih jauh dapat dihindari serta memperbaiki fungsi endotel vaskular sehingga ulkus kaki diabetik dapat dihindari. Selain penelitian oleh Suranti dkk terkait efektivitas dari terapi gerak sendi aktif ekstremitas bawah (active lower range of motion) terhadap pencegahan neuropati sensorik pada pasien diabetes, beberapa penelitian lain yang mendukung dari pemberian terapi active lower range of motion untuk pencegahan neuropati perifer pada pasien diabetes ini adalah penelitian dari Widyawati, Irawati dan Sabri pada tahun 2010 mengenai latihan rentang gerak sendi bawah secara aktif (lower range of motion exercise)



terhadap tanda dan gejala neuropati diabetikum pada penderita DM tipe 2 yang hasil penelitiannya menujukkan terdapat perbedaan rerata skor keluhan polineuropati pada kelompok yang diberikan terapi lower range of motion exercise, kemudian penelitian dari Pristiani dkk tahun 2017 yang menyebutkan bahwa active lower range of motion berpengaruh terhadap sensitivitas sentuh kaki pada penderita DM tipe 2. Penelitian yang lainnya yaitu penelitian dari Hijriana, Suza dan Ariani pada tahun 2016 yang menyebutkan bahwa latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah dapat meningkatkan skor ABI (Ankle Brachial Index) yang merupakan indikasi untuk mendeteksi dini gangguan pembuluh darah ekstremitas, penyakit vaskular perifer, serta komplikasi lainnya pada pasien DM Tipe 2 dan hasil lainnya dari terapi active lower range of motion ini berpengaruh terhadap dapat peningkatan aliran darah ke arteri dan berefek positif pada metabolisme glukosa sehingga berefek pada keseimbangan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Pada beberapa penelitian yang telah disebutkan, dijelaskan bahwa pelaksanaan terapi active lower range of motion yaitu dengan pergerakan tungkai dan gerakan meregangkan otot-otot tungkai. Terkait intensitas latihan yang dilakukan tidak ada ketentuan pasti yang disebutkan dalam penelitian akan tetapi pada penelitian Widyawati disebutkan bahwa latihan active lower ROM diberikan dengan intensitas 2 kali sehari selama 6 hari (dalam 1 minggu) selama kurang lebih 1 bulan intensitas untuk masingmasing gerakan pada tiap sendi yaitu 10 kali. F. Hasil yang didapatkan dari pasien Sesuai dengan program latihan yang ditargetkan, pada hari pertama klien melakukan latihan gerak sendi aktif ekstremitas bawah (active lower range of motion) dengan menggerakan sendi kaki dengan masing-masing gerakan pada tiap sendi yaitu 10 kali yang dilakukan pada pagi dan sore hari dan dilakukan selama tiga hari pengelolaan. Selain pemberian terapi latihan gerak sendi bawah klien juga dilakukan intervensi terkait manajemen hipoglikemia dengan pemantauan nilai glukosa darah, pemberian glukosa intravena serta pemberian edukasi terkait manajemen penyakit DM kepada pasien dan keluarga selain itu terkait dengan resiko gangguan integritas kulit selain diberikan latihan terapi gerak sendi aktif ekstremitas bawah, klien juga dilakukan alih baring miring kanan dan kiri serta pemantauan kelembaban kulit. evaluasi pada tiap harinya, kadar glukosa



darah sewaktu klien stabil yaitu pada hari 1 107 mg/dL, hari ke 2 143 mg/dL, hari ke 3 151 mg/dL, kondisi klien mengalami pemulihan setiap harinya pada hari 2 klien tidak mengeluhkan lemas, tidak tampak mengantuk, klien sudah dapat miring kanan dan kiri serta duduk dengan bantuan, keluhan nyeri pada kaki kanan berkurang. Pada hari ketiga evaluasi akhir. Klien tampak lebih bugar, sudah tidak mengeluhkan nyeri pada telapak kaki kanannya namun klien masih belum dapat duduk secara mandiri. G. Pembahasan Neuropati diabetikum merupakan suatu kondisi kerusakan saraf akibat adanya gangguan metabolisme kadar gula darah (Silbernagl dan Lang, 2002; Lewis, et al., 2005; Lemone dan Burke, 2008 seperti dkutip oleh Widyawati, Irawaty, & Sabri, 2010). Frykberg (2006) dan Worley (2006) seperti dikutip oleh Widyawati, Irawaty, & Sabri, 2010 menjelaskan bahwa gangguan sensorik pada neuropati diabetikum akan menyebabkan



penurunan



sensasi



nyeri



pada



kaki.



Gangguan



motorik



akan



mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki dan menimbulkan deformitas sehingga merubah titik tumpu kaki, sedangkan gangguan yang bersifat otonomik akan menyebabkan penurunan sensasi pada saraf simpatis yang berdampak pada gangguan aliran darah ke kaki. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang muncul antara lain nyeri (pada malam hari), ujung kaki terasa dingin, denyut arteri melemah sampai hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan (Smeltzer dan Bare, 2003; Frykberg, 2006; Worley, 2006 seperti dikutip oleh Widyawati, Irawaty, & Sabri, 2010). Ketiga gangguan baik sensorik, motorik dan otonom mengakibatkan timbulnya ulkus diabetikum. Penderita DM yang mengalami ulkus diabetikum telah dibuktikan secara klinis memiliki riwayat neuropati perifer. Pencegahan dan penanganan neuropati diabetikum serta perbaikan sirkulasi perifer ditujukan untuk mencegah penderita DM mengalami ulkus diabetikum. Pada Ny.S dengan diagnosa medis Diabetes Melitus Tipe 2, mengalami ketidakstabilan kada glukosa darah pada tubuh, ditambah dengan klien memiliki riwayat hipertensi. Klien mengalami keluhan lemas pada tubuhnya setelah mengalami kondisi hipoglikemi ketika masuk rumah sakit, selain itu klien mengalami keluhan sakit pada bagian telapak kaki sebelah kanan dan tampak bekas memerah pada kaki, ditambah dengan kondisi bedrest yang dialami klien karena kelemahan yang dialami menyebabkan kemampuan mobilitas klien menjadi terhambat serta pergerakan sendi menjadi kaku. Hal



ini menjadi resiko kerusakan integritas kulit pada klien yang pada pasien DM resiko terjadinya neuropati diabetikum juga semakin besar. Dalam upaya penanganan dan pencegahan resiko kerusakan integritas kulit, dan resiko terjadinya neuropati diabetikum serta ketidakstabilan kadar glukosa yang dialami klien, perlu adanya penanganan yang tepat untuk dapat mengatasi hal tersebut. Selain dengan tindakan perawatan primer, pencegahan dan penanganan penyakit vaskular perifer antara lain dengan menurunkan tekanan darah, glukosa, dan kolesterol yang tinggi, diet rendah lemak total dan lemak jenuh, serta mengkonsumsi buah dan sayuran lebih tinggi yaitu juga dengan latihan fisik salah satunya yaitu dengan melakukan pergerakan pada beberapa bagian sendi ekstremitas bawah (Ronai & Sorace, 2009 seperti dikutip oleh Hijriana, Suza, & Ariani, 2016). Latihan rentang gerak sendi atau range of motion (ROM) termasuk dalam latihan jasmani pada penderita DM yang berfungsi melancarkan peredaran darah sehingga memudahkan nutrien masuk kedalam sel. Latihan jasmani secara langsung dapat membantu meningkatkan sensivitas reseptor insulin sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Kerusakan sel saraf lebih jauh dapat dihindari serta memperbaiki fungsi endotel vaskular sehingga ulkus kaki diabetik dapat dihindari (Yuni & Soebardi, 2009 seperti dikutip oleh ). Pada latihan ROM, pergerakan tungkai menstimulasi mekanisme “pompa vena” dimana latihan ROM meregangkan otot - otot tungkai dan menekan vena sekitar otot tersebut. Peregangan akan mendorong darah ke jantung sehingga tekanan vena menurun (Guyton & Hall, 2008 seperti dikutip olehh Majid & Puspitha, 2017). Mekanisme “pompa vena” antara lain dapat membantu melancarkan peredaran darah bagian tungkai/kaki, memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, dan mengatasi keterbatasan sendi. Menurut Goldsmith, Lidtke, & Shott (2002) seperti dikutip oleh Majid & Puspitha (2017), latihan ROM menurunkan tekanan kaki bagian plantar pada penderita DM dan dari hasil penelitian yang menunjang yang sudah disebutkan diatas menunjukkan bahwa active lower range of motion efektif dalam mengatasi keluhan dan pencegahan neuropati perifer pada pasien diabetes serta keseimbangan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.



Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan terapi active lower range of motion yaitu pada klien dengan gangguan atau penyakit yang memerlukan energi untuk metabolisme atau beresiko meningkatkan kebutuhan energi, pemberian latihan ini perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan metabolisme serta sirkulasi sehingga pemantauan tanda-tanda vital perlu diperhatikan sebelum dan sesudah terapi. Kemudian pada klien dengan gangguan persendian seperti inflamasi dan gangguan muskuloskeletal seperti trauma atau injuri respon nyeri klien harus diperhatikan karena latihan ini dapat meningkatkan stress pada jaringan lunak persendian dan struktur tulang (Potter & Perry, 2008 dan Ellis & Bentz). Pada hasil evaluasi akhir pada klien menunjukkan perbaikan kondisi walaupun tidak secara signifikan karena pemberian terapi active lower range of motion karena Latihan active lower range of motion harus dilakukan 3-5 kali seminggu selama kurang lebih 8 hingga 12 minggu atau 20 minggu serta melakukannya secara teratur dan komprehensif sehingga dapat membuat pengaruh yang signifikan.



DAFTAR PUSTAKA Ellis, J.R., & Bentz, P.M. (2007). Modules for Basic Nursing Skills. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hijriana, I., Suza, D. E., & Ariani, Y. (2016). Pengaruh latihan Pergerakan Sendi Ekstremitas Bawah Terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien DM Tipe 2. Idea Nursing Journal, VII(2). Majid, A., & Puspitha, A. (2017). The Effect Of Active Range Of Motion Exercise On Sensory Neuropathy In Diabetes Mellitus Patients. Indonesian Contemporary Nursing Journal, 1(2), 101–109. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2008). Clinical nursing skill. St.Louis: Mosby Inc. Pristiani, S. N., Hartoyo, M., & Nurullita, U. (2017). Pengaruh Latihan Active Lower Range Of Motion Terhadap Sensitivitas Sentuh Kaki Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kedungmundu Semarang. Widyawati, I. Y., Irawaty, D., & Sabri, L. (2010). Latihan Active Lower Range of Motion Menurunkan Tanda Dan Gejala Neuropati Diabetikum. Jurnal Ners, 5(2), 107 – 117.