Laporan Case Base Discussion Kasus Tn. D [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN CASE BASE DISCUSSION (CBD) ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D (64 TAHUN) DENGAN MASALAH NYERI KRONIS DI RUANG GERIATRI DASAR RS. KARIADI SEMARANG Disusun untuk Memenuhi Tugas Stase Mata Kuliah Keperawatan Gerontik Pembimbing akademik: Ns. Artika Nurrahima, Kep., M.Kep Pembimbing klinik: Ricka Sulistyawati, S. Kep, Ns



Disusun Oleh: Paula Deno Martrini Bay: 22020121210013 Kelompok V



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXVIII DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2022



A. Kriteria Pasien Nama Lansia



: Tn. D



Usia



: 64 Tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Suku



: Jawa



Pendidikan



: Tamat SMA



Pekerjaan



: Pensiunan PNS



Diagnosa Medis



: Henia Nucleus Purpose (HNP) Lumbal



Tanggal Masuk RS



: 23 Februari 2022



1. Data Subyektif Klien mengatakan bahwa: a. Nyeri pada area pinggang belakang sampai pada kaki b. Rasa nyeri bila kaki dan pinggang digerakkan c. Rasa sakit seperti di tekan 2. Data Obyektif: a. Saat pengkajian didapatkan data: KU Tn. D lemah, ekspresi wajah meringis, skala nyeri 5, terbaring ditempat tidur, aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga, kaki kiri sulit digerakkan. b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: -



Tekanan darah 143/80 mmHg,



-



Nadi 80 x/mnt,



-



Respirasi 22 x/mnt,



-



SPO2 98



-



Suhu 36 oC.



c. Pengkajian nyeri: Pengkajian PQRST : P



Nyeri saat dilakukan pergerakan



Q Nyeri seperti ditekan R Nyeri diarea pinggang belakang menjalar sampai kaki S



Skala nyeri 5 (nyeri sedang)



T



Nyeri hilang timbul



d. Berdasarkan pengkajian Barthel Index, total skor yang didapakan pada Tn. D adalah 4 yang berarti Tn. D mengalami tingkat Ketergantungan total e. Berdasarkan penialaian skor norton risiko rendah dekubitus f. Berdasarkan penilaian resiko jatuh dengan menggunakan skala



Morse Fall



Score, Tn D memiliki resiko jatuh rendah. 3. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017) a. Nyeri kronis berhubungan dengan dengan penekanan saraf (D.0078) b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang (D.0054) 4. Intervensi Melakukan range of motion (ROM) untuk mengatasi masalah nyeri pada Tn. D, (Risnah, HR, Azhar, & Irwan, 2019), (Permana, Nurchayati, 2015). B. Standar Operasional Prosedur 1. Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Poter & Perry, 2006). Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien harus melakukan pergerakan, hal tersebut juga bertujuan untuk menghilangkan kekakuan pada otot dan tulang. Pergerakan badan sedini mungkin dan nyeri yang dirasakan pada saat latihan gerakan sendi harus dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan (Kusmawan, 2008). 2. Manfaat (Anggriani, Zulkarnain, Sulaiman, & Gunawan, 2018) a. Mengkaji kemampuan otot, tulang, dan sendi dalam melakukan pergerakan b. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot c. Memelihara mobilitas persendian d. Merangsang sirkulasi darah e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur f. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan 3. Waktu dan frekuensi pelaksanaa ROM pasif (Anggriani et al., 2018) a. Idealnya latihan ini dilakukan sekali sehari



b. Lakukan masing-masing gerakan sebanyak 10 hitungan, latihan dilakukan dalam waktu 30 menit c. Mulai latihan secara perlahan, dan lakukan latihan secara bertahap. d. Usahakan sampai mencapai gerakan penuh tetapi jangan memaksakan gerakan e. Jangan memaksakan suatu gerakan pada pasien, gerakan hanya sampai pada batas yang ditoleransi pasien. f. Jaga supaya tungkai dan lengan, anggota badan menyokong seluruh gerakan. g. Hentikan latihan apabila pasien merasa nyeri, dan segera konsultasikan ke tenaga kesehatan h. Dilakukan dengan pelan-pelan dan hatihati dengan melihat respon/keadaan pasien 4. Prinsip ROM (Suratun, Heryati, Manurung, & Raenah, 2008) a. ROM harus di ulangi sekitar 8 kali dan di kerjakan minimal 2kali sehari b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehinga tidak melelahkan pasien c. Dalam merencanakan program latihan range of motion (ROM), perlu memperhatikan umur pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring d. ROM sering di programkan oleh dokter dan di kerjakan oleh ahli fisioterapi e. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, atau pergelangan kaki. f. Rom dapat dilakukan pada semua persendian yang di curigai mengurangi proses penyakit. g. Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan 5. Kontra indikasi ROM a. Klien dengan keadaan adanya trombus/emboli pada pembuluh darah. b. Klien dengan kelainan sendi/tulang c. Klien pada fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung d. Terdapatnya tanda – tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan. e. Pengukuran Range Of Motion (ROM) tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life threatening) f. Pasif Range Of Motion (ROM) dilakukan dengan hati-hati pada sendi – sendi besar, sedangkan aktif Range Of Motion (ROM) pada sendi pergelangan kaki dan kaki untuk meminimalisasi venous statis dan pembentukan trombus.



6. Gerakan ROM (Lukman & Ningsih, 2012) Gerakan Range Of Motion (ROM) bisa dilakukan pada leher, ektremitas atas, dan ekstremitas bawah. Latihan rentang gerak pada leher, meliputi gerekan fleksi, ekstensi, rotasi lateral, dan fleksi lateral. a. Gerakan ROM ekstermitas atas 1) Bahu: adduksi, abduksi, fleksi, ekstensi, dan hiperekstensi. 2) Siku: fleksi dan ekstensi 3) Lengan depan: pronasi dan supinasi 4) Pergelangan tangan: fleksi pergelangan, fleksi radialis, fleksi urinalis, hiperkestensi pergelangan 5) Ibu jari: fleksi, ekstensi, dan oposisi (ibu jari berhadapan dengan jari kelingking) 6) Jari-jari: abduksi, adduksi, fleksi, dan ekstensi b.



Gerakan ROM ekstermitas bawah 1) Kaki: fleksi, ekstensi, hiperekstensi, adduksi, abduksi, rotasi internal, dan rotasi ekstrenal 2) Lutut: fleksi, dan ekstensi 3) Pergelangan kaki: dorso fleksi, dan plantar fleksi 4) Telapak kaki: supinasi, dan pronasi



C. HASIL YANG DIDAPATKA PADA PASIEN Intervensi dilakukan sebanyak 3 kali selama 3 hari. Hasil intervensi yang dicapai dapat dilihat pada diagram dibawah ini:



Pengukuran skala nyeri selama intervensi 6 5



5



5



4



4



3 2 1 0



Hari 1



Hari 2



Hari 3



Diagram diatas menunjukan bahwa, selama pemberian intervensi skala nyeri yang dialami oleh pasien mengalami penurunan dari skala 5 menjadi skala 3 pada hari ketiga.



D. PEMBAHASAN Hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. D, diperoleh adanya masalah nyeri kronis dan gangguan mobilitas fisik akibat adanya penekanan pada saraf yang dialami. Nyeri kronis dan gangguan mobilitas fisik merupakan masalah utama yang dialami oleh pasien dengan Hernia Nucleus Purpose (HNP). Karena rasa nyeri, pasien enggan untuk melakukan gerakan tubuh atau aktifitas lainnya. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan agar tidak mengalami kekakuan pada otot. Dalam keadaan patologis, Range of Motion (ROM) dalam segmen ini akan mengalami gangguann dan memungkinkan terjadinya keterbatasan (hipomobile) maupun laksitas (hypermobile) pada segment tersebut. Pada kondisi-kondisi ganguan neurologis, pasien hampir tidak mampu menggerakan segmen nya sesuai ROM yang ada karena kelemahan otot. Imobilisasi lama menyebabkan adhesion pada kapsul sendi sehingga memungkinan terjadinya keterbatasan gerak akibat kontraktur jaringan lunak. ROM exercise dalam terapi latihan bertujuan untuk mengembalikan lingkup gerak sendi yang dimiliki oleh seorang pasien sehingga mampu mencegah terjadinya keterbatasan maupun mengembalikan lingkup gerak sendi yang optimal. Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh Tn. D perlu dilakukan latihan gerak ROM (range of motion). ROM merupakan upaya pengobatan yang penatalaksanaannya menggunakan latihan gerak baik secara aktif maupun secara pasif. ROM diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi gerak, mencegah komplikasi, mengurangi nyeri dan edema, dan melatih aktivitas akibat operasi. ROM diberikan pada bagian yang mudah kontraksi dan relaksasi sehingga pasien tidak mengalami kekakuan otot (Damping, 2012); sehingga pada kasus atau masalah yang dialami oleh Tn. D dapat di bantu dengan memberikan terapi non farmakologis yakni berkolaborasi



dalam



penberian ROM exercise dan Tens teraphy (Transculataneus Electrical Nerve Stimulation) yang bertujuan untuk membantu mengatasi kelemahan dan kekakuan otot yang terjadi.



REFERENSI Anggriani, A., Zulkarnain, Z., Sulaiman, S., & Gunawan, R. (2018). Pengaruh ROM (range of motion) terhadap kekuatan otot ekstermitas pada pasien stroke non hemoragik. Jurnal Riset



Hesti



Medan



Akper



Kesdam



I/BB



Medan,



3(2),



64–72.



https://doi.org/10.34008/jurhesti.v3i2.46 Damping, H. H. (2012). Pengaruh penatalaksanaan terapi latihan terhadap kepuasan pasien fraktur di Irina A Blu RSUP Prof. dr. r.d. Kandou Manado. Juiperdo, 1(1), 23–29. Kusmawan. (2008). Spesialis bedah. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Lestari, Y. E. D. (2014). Pengaruh rom exercise dini pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah (fraktur femur dan fraktur cruris) terhadap lama hari rawat di Ruang Bedah RSUD Gambiran Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(1), 34–40. https://doi.org/10.32831/jik.v3i1.43 Lukman, & Ningsih, N. (2012). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. Permana, Nurchayati, H. (2015). Pengaruh ROM terhadap intensitas nyeri pada pasien post op fraktur extermitas bawah. JOM, 2(2), 1327–1334. Poter, & Perry. (2006). Fundamental keperawatan (Ke tujuh). Jakarta: Salemba medika. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Risnah, R., HR, R., Azhar, M. U., & Irwan, M. (2019). Terapi non farmakologi dalam penanganan diagnosis nyeri pada fraktur :Systematic review. Journal of Islamic Nursing, 4(2), 77–87. https://doi.org/10.24252/join.v4i2.10708 Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E. (2008). Klien gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Buku kedokteran EGC.