9 0 119 KB
CRITICAK BOOK REVIEW MK. BK BELAJAR PRODI S1 BK-FIP Skor nilai :
MODEL PEMBELAJARAN PME (Planning-Monitoring-Evaluating)
NAMA
: SELVI
NIM
: 1203151052
KELAS
: BK REGULER E
DOSEN PENGAMPU
: Rina Suriyani, S.Pd., M.Pd.
MATA KULIAH
: PRAKTIKUM BK BELAJAR
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MARET 2021 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memeberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bias menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya.Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Habibillah
Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama dengan bahasa yang sangat indah.
Saya sangat bersyukur dalam pengerjaan tugas Critical Book Report (CBR),adapun
tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum BK Belajar. Apabila dalam penyusunan CBR ini terdapat kesalahan berupa kata atau makna saya selaku penulis meminta maaf sebesar-besarnya.Semoga kritikan dan saran yang pembaca berikan dapat membantu saya untuk lebih baik kedepannya.
Selanjutnya,saya berharap CBR ini dapat memberikan manfaat,menambah wawasan
dan menambah referensi pembaca tentang Bimbingan dan Konseling untuk penulis maupun para pembaca.
Batu Bara, Maret, 26, 2021
2
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………..3 BAB I.PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi pentingnya CBR……………………………………………………………….4
B. Tujuan penulisan CBR…………………………………………………………………………..4
C. Manfaat CBR…………………………………………………………………………………………4 D. Identitas buku yang direview………………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN
A. Ringkasan Isi Buku
a. Bab 1 ………………………………………………………………………………………..6
b. Bab 2…………………………………………………………………………………………8 c. Bab 3………………………………………………………………………………………...9
d. Bab 4 ………………………………………………………………………………………15 e. Bab 5 ………………………………………………………………………………………16
B. Kelebihan dan kekurangan buku………………………………………………………….18
BAB IV.PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………19 B. Rekomendasi ……………………………………………………………………………………..19
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR
Dengan adanya tugas CBR,penulis dapat menguji kemampuan dalam meringkas
dan menganalisis sebuah buku serta dapat meriview buku yang dianalisis . Melakukan Critical Book Review pada suatu buku dengan memriview dengan buku lain sangat
penting untuk dilakukan, dari kegiatan ini lah kita dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu buku. Dari mengkritik inilah kita mendapatkan informasi yang kompeten dengan cara menggabungkan informasi dari buku yang lain. Hal ini adalah
salah satu upaya KKNI untuk benar-benar menjadika mahasiswa menjadikan mahasiswa yang unggul dalam segala hal, salah satunya yaitu mengkritik buku.
B. Tujuan Penulisan CBR
Untuk menyelesaikan tugas CBR pada mata kuliah Praktikum BK Belajar dan
dapat mengkritisi buku tentang tenaga kependidikan yang ada di Indonesia serta dapat membandingkannya dengan buku lain yang berbeda namun dengan judul yang sama.Selain itu,tujuan penulisan CBR ini untuk melatih penulis berfikir kritis dan menambah wawasan.
C. Manfaat CBR
i. Menambah wawasan pengetahuan tentang Praktikum BK Belajar
ii. Mempermudah pembaca untuk memahami inti dari sebuah buku
iii. Melatih mahasiswa merumuskan serta mengambil kesimpulan dari buku yang dianalisis
iv. Melatih mahasiswa berpikir kritis dan berwawasan luas
4
D. Identitas Buku Yang Direview 1. Judul
: Model pembelajaran PME (planning-monitoring-evalutimng)
2. Edisi
:-
3. Pengarang
: Ihdi Amin,M.Pd. Prof. YL. Sukestiyarno, Ph.D Prof. Dr. St. Budi Waluya,M.Si Dr.Sc. Mariani,M.Si
5
4. Editor
: Ihdi Amin, M.Pd.
5. Penerbit
: Scopindo Media Pustaka
6. Kota terbit
: Surabaya
7. Tahun terbit
: 2020
8. ISBN
: 978-623-7729-48-8
BAB II PEMBAHASAN
A. Ringkasan Isi Buku BAB I MENGAPA PERLU MODEL PEMBELAJARAN PME? Kriteria-kriteria pembelajaran menurut Schunk (2012) ada tiga macam, (1)
pembelajaran harus melibatkan perubahan dalam perilaku atau dalam kapasitas
berperilaku; (2) pembelajaran dapat bertahan lama seiring dengan waktu perubahan
perilaku yang berlangsung singkat tidak termasuk produk dari pembelajaran; dan (3) pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Menurut Mujis dan Reynolds (2008),
sejumlah elemen harus dimiliki agar pengajaran berlangsung efektif. Elemen-elemen tersebut antara lain: (1) pelajaran secara keseluruhan harus dapat diinstrukturkan dengan baik, diamana tujuan-tujuan pengajaran itu dibeberkan dengan jelas, ditekankan poi-poin kuncinya, dan kemudian dirangkum pada akhir kegiatan pengajaran; (2) penyampaian pelajaran harus dilakukan dalam suatu alokasi waktu
yang tepat materi yang berbobot mudah disampaikan dengan cepat, dan yang
memiliki keterampilan tingkat tinggi disediakan waktu yang lebih lama; dan (3) materi perlu dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil. Berkaitan
dengan
tujuan
pembelajaran,
menurut
kurikulum
2013,
pembelajaran bertujuan mengembangkan bakat, minat dan potensi peserta didik
agar berkarakter, kompeten, dan literat. Menurut PERMENDIKBUD No 64 Tahun
2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, kurikulum 2013 menekankan empat macam kompetensi yang bersifat generic yang direpresentasikan
dalam sikap spiritual, sikap social, pengetahuan dan keterampilan. Ketercapaian kompetensi peserta didik dan tujuan pembelajran sangat dipengaruhi oleh guru dan model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang banyak digunakan pada pembelajaran matematika umumnya lebih menekankan pada aspek 6
pengetahuan factual, konseptual dan procedural. Dalam hal ini model pembelajaran
PME (planning-monitoring-evaluating) dirancang sebagai model pembelajaran yang
mengupayakan terjadinya situasi metakognitif pada saat kegiatan pembelajaran. Implementasi model pembelajaran PME secara efektif, dapat meningkatkan pengetahuan metakognitif peserta didik.
Hasil penelitian Amin dkk (2019) mengungkapkan bahwa implementasi RPP
model PME secara signifikan: (1) meningkatkan kinerja metakognitif peserta didik untuk membangun pengetahuan dasar melalui kegiatan eksplorasi dan elaborasi
pada fase planning. Kegiatan pemecahan masalah secara kolaboratif pada fase monitoring, dan kegiatan self-evaluation melalui pengisian LKK-PME pada fase evaluating; (2) meningkatkan kinerja metakognitif peserta didik, dan (3) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik secara kolaboratif.
Landasan formal pengembangan model pembelajaran PME ini adalah sebagai
berikut:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31
2. UUD Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
4. PERMENDIKBUD Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA
5. PERMENDIKBUD Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi yang mengamanatkan bahwa Kompetensi Inti (KI) pada tingkat pendidikan menengah SMA/MA/SMALB/Paket C
Sasaran utama pengembangan model ini adalah guru (khusunya guru
matematika SMA) dan seluruh pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan
keberhasilan pembelajaran kelas. Selanjutnya model pembelajaran PME juga dapat digunakan pada penelitian lanjutan yang secara spesifik mengkaji pengembangan
kemampuan berfikir metakognitif peseta didik. Sasaran lain dari pengembangan 7
model pembelajaran ini adalah peneliti bidang pendidikan yang ingin mengkaji lebih mendalam tentang kemampuan metakognitif peserta didik.
BAB 2 APA MODEL PEMBELAJARAN PME (PLANNING-MONITORING-EVALUATING)
Model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran,
yang meliputi seluruh perilaku pada semua bagian yang terlibat dalam pembelajaran,
saat model model tersebut diterapkan (Joyce et al, 2009: 30). Salah satu bentuk implementasi situasi metakoognitif dalam pembelajaran matematika yakni dengan
menerapkan model pembelajaran PME (Planning-Monitoring-Evaluating). Yang dimaksud dengan model pembelajran PME adalah model pembelajaran yang
menekankan pada penggunaan strategi metakognitif melalui kegiatan metakognitif
yaitu planning, monitoring, dan evaluating pada seluruh aspek pembelajaran. Model pembelajaran PME yang di kembangkan dalam tulisan ini menggambarkan suatu
lingkungan pembelajaran, yang meliputi seluruh perilaku pada semua bagian yang terlibat dalam pembelajaran, yang berproses secara beraturan dan digunakan untuk mengontrol kegiatan kognitif, serta untuk memastikan bahwa kemampuan
metakognitif terpenuhi. Arah pengembangan model yang diharapkan dari penelitian ini meliputi (1) struktur model, (2) system social, (3) peran/tugas guru, (4) system pendukung, dan (5) dampak instruksional dan pengiring (Joyce et al, 2009).
Struktur model berkenaan dengan scenario atau sintak pembelajaran
termasuk pengelolaan kelas dan teknik penilaian. System social berkenaan dengan interaksi yang terjadi antara guru, peserta didik, sumber belajar, dan media
pembelajaran yang digunakan. Peran dan tiugas guru berkenaan dengan sikap dan
peran guru dalam proses pembelajaran. System pendukung berkenaan dengan komponen-komponen pembelajaran lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Dan yang terakhir dampak instruksional dan pengiring berkenaan dengan manfaat langsung dan tidak langsung dari penerapan model pembelajaran. 8
BAB III LANDASAN MODEL PEMBELAJARAN PME
Pengembanagan modal pembelajaran PME didasarkan pada: (1) filsafat
konstruktivisme; (2) psikologi metakognisi dan kinerja metakognitif; (3)
pembelajaran dengan strategi metakognitif; dan (4)pemecahan masalah matematika, dan (5) gerakan.
1. Filsafat kontruktivisme
Prinsip dasar yang mendasari filsafat kontruktivisme adalah bahwa semua
pengetahuan itu dikontruksikan (dibangun) dan
bukan dipersepsi secara
langsung oleh indera. Kontruktivisme menyoroti interaksi orang dengan situasisituasi, kontruktivisme bertentangan dengan teori pengkondisian dan teori
pengolahan informasi. Dalam pendangan Bandura, kootruksivisme senada dengan teori kognitif social yang menyatakan bahwa orang, perilaku dan lingkungan berinteraksi secara timbal balik (Schunk, 2012; 323).
Kontruktivisme memiliki tiga perseptif yang berbeda; (1) kontruktivisme
eksogenus, menyatakan bahwa penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah kontruksi ulang dari dunia luar, (2) kontruktivisme endogenus,
menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya, tidak secara langsung dari interaksi dengan lingkungan;
dan (3) kontuktivisme dialektikal, yang menyatakan bahwa pengetahuan
diperoleh dari interaksi-interaksi antara orang-orang dan lingkungan mereka, namun kontruksi-kontruksi tidak selalu terikat dengan dunia luar maupun keseluran kegiatan pikiran (Schunk, 2012: 325).
Prinsip-prinsip pengajaran kontruktivis memiliki sejumlah konsekuinsi,
antara lain; (1) belajar selalu merupakan sebuah proses aktif; (2) belajar yang paling baik yaiti dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif melalui
pengalaman, refleksi dan metakognisi; (3) belajar adalah pencarian makna yag
memerlukan ide-ide besar dan eksplorasi; (4) kontruksi pengetahuan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kontruktivis social; (5) belajar harus selalu di konseptualisasikan, yang berarti belajar harus berhubungan 9
secara eksplisit dengan pengetahuan sebelumnya; dan (6) mengajar berarti
memberdayakan peserta didik dan memungkinkan peserta didik menemukan
dan melakukan refleksi terhadap pengalama-pengalaman realistis (Mujis & Reynolds, 2008)
Menurut Muijs & Reynolds (2008), elemen-elemen yang sering terdapat
dalam implementasi pengajaran kontruktivis antara lain: a) Mengaitkan ide-ide dengan pengetahuna
b) Proses modeling, melaksanakan dan menunjuukan mengenai proses yang di butuhkan.
c) Proses scaffolding memberi bantuan untuk mencapai tugas-tugas yang belom dikuasai.
d) Proses coaching, yakni memotivasi , menganalisis dan memberikan umpan balik kepada mereka
e) Artikulasi, yakni mendorong untuk mengartikulasikan ide, pikiran dan solusi mereka
f) Refleksi, membandingkan solusi dan juga dapat berarti membuat peserta didik memikirkan tentang cara menyelesaikan maslah
g) Kolaborasi, menekankan bagaimana dapat belajar dari orang lain h) Kegiatan eksplorasi dan pemecahan masalah i) Guru yang memiliki fleksibilitas dan adaptif. 2. Psikologi metakognisi dan kinerja metakognisi Psikologi metakognisi
Metakognisi berarti “berfikir tentang berfikir” atau “kognisi tingkat dua” yaitu
kemampuan refleksi diri dari proses kognitif yang sedang berlangsung,
merupakan suatu yang unik bagi individu, dan memainkan peran penting dalam
kesadaran manusia. Metakognisi juga berkenaan dengan mengetahui bagaimana berefleksi, bagaimana menarik kesimpulan hasil analisis, dan bagaimana
menempatkan apa yang telah diajarkan dalam praktik. Kuhn mendefenisikan
metakognisi sebagai kesadaran dan manajemen dari proses dan produk kognitif yang dimiliki seseorang (Kuhn, 2000). Sedangkan Schneider & Lockl (dalam Setya, 10
20110 mendefenisikan metakognisi sebagai pengetahuan atau aktivitas yang meregulasi kognisi.
Metakognisi mempunyai tiga fungsi, yaitu kesadaran, penilaian, dan
pengaturan pemikiran sendiri. Metakognisi memungkinkan seseorang untuk
mengontrol, mengatur atau mengarahkan kegiatan melalui pengaturan dan pemaksaan diri selama belajar dan dalam situasi yang berbeda (Okoza & Aluede, 2013). Ada tiga macam teori metakognisi yaitu
a. Teori tacit menyatakan bahwa kecerdasan dan performa diperoleh atau dibangun tanpa kesadaran eksplisit.
b. Teori informal sering disebut fragmentasi (tidak lengkap) menyatakan
bahwa individu menyadari beberapa keyakinan dan asumsi mereka tentag fenomena, namun belom dibangun struktur teoritis eksplisit yang mengintegrasikan dan membenarkan keyakinan itu.
c. Teori formal menyatakan bahwa individu memahami dengan sangat sitematis dari fenomena yang melibatkan struktur teoritis eksplisit.
Dari keseluruhan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa
metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan manajemen tentang proses kognitif dimana didalamnya memuat aktivitas pemantauan, refleksi diri dan
pengendalian diri, sehingga akan memunculkan kemampuan merencanakan
strategi, mengambil langkag-langkah penting dalam pemecahan masalah , merfleksi dan mengevaluasi hasil, serta memodifikasi pendekatan dirinya sesuai kebutuhan.
Kinerja metakognisi
Kinerja metakognitif, menurut Darling-Hammond (2002), dapat diukur
berdasarkan tingkat kemampuan pada keterlaksanaan sepuluh tahapan strategi metakognitif, yaitu:
a. Predicting outcomes, berarti peserta didik melakukan prediksi terhadap solusi dari masalah yang dihadapi.
11
b. Evaluating work, berarti peserta didik meriview pekerjaan mereka dan menentukan kelemahan dan tantangan pekerjaan dan pemikiran mereka.
c. Questioning by the teacher, berkaitan dengan pertanyaan guru ketika peserta didik bekerja.
d. Self-assesing, berarti peserta didik merefleksikan pembelajaran dan menentukan seberap baik mereka mempeljarinya.
e. Self-quetioning, berarti peserta didik menggunakan pertanyaanuntyk menecek pengetahuan mereka sendiri saat mereka sedang belajar.
f. Selecting strategies, berarti peserta didik memutuskan strategi yang mana yang digunakan untuk menyelesaikan tugas.
g. Using directed of selective thingking, berarti pesserta didik memilih
secara sadar mengikuti sebuah garis khusus pada pemikiran dan pendekatan struktur agar menemukan sebuah jawaban.
h. Using discourse, berarti peserta didik menduskusikan ide-ide mereka i. j.
dengan teman atau guru.
Critiquing, berarti peserta didik menyediakan umpan balik untuk peserta
didik yang lain tentang pekerjaan mereka dalam suatu cara yang membangun.
Revising, berarti peserta didik mengambalikan pekerjaan mereka setelah menerima umpan balik.
3. Pembelajaran matematika dengan strategi metakognitif Pembelajaran matematika
Proses belajar dan mengajar matematika dipengaruhi oleh bnayak faktor
diantaranya faktor peserta didik dan pengajar. Menurut Hudojo (1988) belajar
matematika akan berhasil bila proses belajarnya baik yaitu melibatkan intelektual
peserta didik secara optimal. Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik, yaitu menyangkut kesiapan dan kemampuan
peserta didik untuk mengkiti kegiatan belajar matematika. Lebih lanjut lagi
Hudojo (1988) menyatakan bahwa kemampuan pengajar dalam menyampaikan 12
matematika
dan
sekalgus
menguasai
materi
yang
diajarkan
sanggat
mempengaruhi terjadinya proses belajar mengajar. Ditegaskan oleh Mulyasa (2008) bahwa mengadakan variasi mengajar juga merupakan keterampilan yang harus dimiliki guru. Variasi belajar berfungsi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik. Variasi dalam pembelajaran ini berupa, variasi gaya
mengajar, variasi penggunaan media, variasi pola interaksi dan variasi dalam peggunaan model pembelajaran. Pengajaran yang efektif
Muijs & Reynolds (2008) berpendapat bahwa elemen-elemen utama
pengajaran langsung yang efektif, yaitu:
a. Pengajaran distrukturisasikan dengan jelas b. Presentasi yang terstruktur dan jelas
c. Pacing pelajaran yakni mengatur kecepatan melangkah atau memberikan materi pembelajaran
d. Modeling yakni mendemonstrasikan sebuah prosedur kepada peserta didik
e. Tanya jawab interaktif
Pengajaran dengan strategi metakognisi
Strategi metakognitif, adalah proses beraturan yang digunakan untuk
mengontrol kegiatan kognitif, dan untuk memastikan bahwa tujuan kognitif telah terpenuhi. Strategi metakognitif digunakan menjamin/memastikan bahwa
sebuah lingkupan tujuan pembelajaran itu terjadi atau telah terjangkau. Metakognisi memaikan peran kritis dalam kesuksesan pembelajran, sehingga
guru harus membantu peserta didiknya mengembangkan kemampuan metakognitifnya. Oleh karena itu, guru dituntut dapat mendorong pembelajar menjadikan pemikir-pemikir yang lebih strategis dengan membantu mereka focus pada jalan-jalan mereka memproses informamsi. 4. Pemecahan masalah matematika
Pemecahan masalah didefenisikan sebagai usaha untuk mencapai beberapa
13
hasil, ketika tidak ada metode yang dikenal untuk mencapainya. Pemecahan
masalah sebagai proses aktif, mencoba mengubah kedaan awal masalah menajdi
salah satu yang diinginkan. Pemecahan masalah merupakan bagian utama dari matematika yang memiliki banyak aplikasi dan sering aplikasi tersebut
merupakan masalah penting matematika (Ali et al., 2010). Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa proses metakognitif meningkatkan kinerja problem
solving (Krams=arski & Mevarech, 1997). Lin (dalam Yimer dan Ellerton., 2006) mengemukakan bahwa fungsi metakignitif internal pembelajaran menyediakan
kunci keberhasillan pembelajaran dalam situasi control peserta didik.
Pernyataan tentang keterkaitan antara kemampuan metakognitif dan kinerja pemecahan masalah. Akibat keterkaitan tersebut, maka dimungkinkan
melakukan penelaan mengenai dimensi penjenjangan kemampuan metakognitif peserta didik dikaitkan dengan kinerja pemecahan masalah. 5. Pemecahan masalah kolaboratif
Pada praktik dan penelitian pendidikan, pembelajaran kolaboratif sering
disandingkan dengan
istilah kooperatif sebagai sebuah metode yang
mengedepankan interaksi social. Peserta didik yang bekerja kelompok kooperatif,
menurut Slavin (2005) akan dapat belajar lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang diatur dalam kelas-kelas tradisional karena (1) tujuan kooperatif meciptakan norma-norma yang pro-akademik yang memiliki pengaruh kuat pada pencapaian prestasi peserta didik, (2) pada pemelajaran kooperatif interaksi
diantara peserta didik dalam menugas terjadi sendiri, sehingga mereka dapat
saling belajar bersama, (3) memunculkan aktifitas diskusi elaborasi kognitif melalui aktivitas menjelaskan materi kepada orang lain. 6. Pendidikan karakter
Model pembelajaran PME menawarkan proses penguatan nilai-nilai karakter
yang dilakukan melalui kegiatan pembiasaan pada proses pemelajran dan
pemberian tugas. Adapun penguatan tersebut adalah penguatan karakter 14
religious seperti berdoa, penguatan karakter nasionalisme seperti toleransi,
penguatan karakter gotong royong seperti kerja kelompok, penguatan karakter integritas seperti bertanggung jawab dan lainnya.
BAB IV PRODUK MODEL PEMBELAJARAN PME
Pada aspek efektifitas terhadap penerapan model pembelajran PME, hasil
penelitian Amin, dkk (2019) mengungkapkan bahwa penetapan RPP model pembelajaran PME secara signifikan;
1) Meningkatkan kinerja metakognitif peserta didik yang terjadi karena
pesserta didik harus melakukan kegiatan mandiri peserta didik (selfactivities) untuk membangun pengetahuan dasar mereka melalui kegiatan eksplorasi dan elaborasi pada fase planning, kegiatan pemecahan masalah secara kolaboratif pada fase monitoring, dan
kegiatan self-evaluation melalui pengisian LKK-PME pada fase evaluating
2) Meningkatkan kinerja metakognitif peserta didik yang mencakup predicting outcomes, evaluating wpork, questioning by the teacher.
3) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik secara kolaboratif.
Komponen-komponen model pemelajaran PME arah dan hasil pengembangan
mencakup (1) struktur model berkenaan dengan scenario atau tahapan pembelajran yang dapat mengoptimalkan kinerja metakognitif pesserta didik melalui kegiatan
planning yang berarti memilih strategi yang tepat dan menyediakan sumber
mempengaruhi kinerja. Monitoring berarti kemampuan memonitor kesadaran diri pada keseluruhan kegiatan pembelajran dan performa tugas. Dan yang terakhir
evaluating berrati mengevaluasi pemikiran peserta didik setelah kegiatan pembelajaran atau menyelesaikan tugas.
15
BAB V PETUNJUK PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PME Tahapan 1; kegiatan pendahuluan (start) a. Kegiatan
pengkondisian
pembelajaran
penyiapan sarana pembelajaran
(mengelola
kelas)
dan
b. Kegiatan penyiapan mental peserta didik dalam pembelajaran
c. Kegiatan mengukur pengetauan awal atau pesyaratan peserta didik
Tahapan 2; kegiatan inti
a. Fase planning, dilakukan kegiatan eksplorasi dan elaborasi pada topik baru melalui kegiatan;
1) Mendorong peserta didik untuk dapat berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya
2) Memfasilitasi peserta didik dalam mengamati berbagai gejala dan objek
3) Membimbing peserta didik mendapatkan sebuah overview tentang topik baru Selanjutnya
dilakukan
kegiatan
elaborasi
yaitu
upaya
melakukan penggarapan secara tekun dan cermat pengetahuan yang diperolehnya dari kegiatan eksplorasi melalui kegiatan;
1) Membimbing peserta didik mendiskusikan dan mendalami hasil-hasil eksplorasi
2) Menyajikan contoh-contoh kasus yang relevan memperkuat pemahaman peserta didik pada topik tersebut
3) Membimbing peserta didik menganalisis kekuatan atau kelemahan pemahaman yang telah dibangunnya.
b. Fase monitoring, dilakukan aktifitas pengujian dan perbaikan mellaui
kegiatan pemecahan masalah yang dirancang dalam tiga kerangka kerja pemecahan masalah meliputi planning, monitoring dan evaluating sebagai berikut;
16
1) Planning, setelah disajikan soal pemecahan matematika melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), peserta didik berupaya membnagun rencana dan strategi pemecahan masalah
2) Monitoring, peserta didik melaksanakan strategi yang telah dirancang
sekaligus
melakukan
pemantauan
secara
berkelanjutan pada pendekatan solusi yang dihasilan.
3) Evaluating peserta didik memverifikasi kewajaran hasil mereka
dan kebenaran perhitungan dan merefleksikan kualitas proses dan produk.
c. Fase evaluating, pada fase ini dilakukan kegiatan refleksi dan konfirmasi. Refleksi berarti menengok kembali kegiatan yang telah dilakukannya (kegiatan penilaian diri pada sebuah penalaran, produk
berfikir, dan progress tugas). Sedangkan konfirmasi berarti membuat
pembenaran, penegasan, dan pengesahan. Aktifitas evaluating meliputi;
1) Kegiatan konfirmasi melalui kegiatan
Menganalisis kekuatan atau kelemahan argument yang dikembangkan dalam penyelesaian masalah
Merevisi pada bagian-bagian yang dianggap masih lemah Membangun
pengetahuan
lebih
lanjut
untuk
menghasilkan produuk belajar yang lebih kongkrit dan kontekstual
2) Melakukan
evaluasi
Keterlaksanaan
diri
pengisian
Lembar
Planning-Monitoring-Evaluaing
berbasis kertas atau dengan aplikasi google form.
Kendali
(LL-PME)
Tahap 3; kegiatan penutup
Pada tahapan ini dilakukan dua kegiatan utama, yaitu mengukur
keterlaksanaan kegiatan PME dan pengkondisian untuk pembelajaran berikutnya. Aktivitas penutupan meliputi; 17
a) Penyiapan untuk pembelajaran berikutnya melalui pemberian
tugas terstruktur membuat overview/tulisan berkairtan denga topik berikutnya
b) Menutup pembelajaran dengan doa dan salam
B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Buku Kelebihan, dalam buku ini banyak menjelaskan tentang materi menurut para ahli
yang dimana semuanya itu dapat diakui kebenarannya. Buku ini juga menjelaskan materi mengenai pembelajaran PME yang cukup jelas dimana dapat dijadikan bahan kajian atau untuk referensi bagi para pengajar dalam menentukan model
pembelajaran. Materi disajikan dengan Bahasa yang jelas dan juga berurut sehingga para pembaca tidak bingung. Materi yang dijelaskan cukup menarik karena memang model pembelajan ini jarang kita temui dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Walaupun bab nya sedikit buku ini sudah merangkum atau menjelaskan dengan baik
tentang pembelajaran PME. Bahasanya mudah dipahami dan juga menggunakan jenis font yang pas. Disediakan juga beberapa table dan gambar untuk mempermudah pembacanya.
Kekurangan, pada buku ini ada beberapa materi yang dijelaskan secara berulang sehingga pembaca berulang.
18
mungkin akan merasa bosan dengan materi yang dibahas
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Berkaitan
dengan
tujuan
pembelajaran,
menurut
kurikulum
2013,
pembelajaran bertujuan mengembangkan bakat, minat dan potensi peserta didik
agar berkarakter, kompeten, dan literat. Menurut PERMENDIKBUD No 64 Tahun
2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, kurikulum 2013
menekankan empat macam kompetensi yang bersifat generic yang direpresentasikan
dalam sikap spiritual, sikap social, pengetahuan dan keterampilan. Ketercapaian kompetensi peserta didik dan tujuan pembelajran sangat dipengaruhi oleh guru dan
model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang banyak digunakan
pada pembelajaran matematika umumnya lebih menekankan pada aspek
pengetahuan factual, konseptual dan procedural. Dalam hal ini model pembelajaran PME (planning-monitoring-evaluating) dirancang sebagai model pembelajaran yang mengupayakan terjadinya situasi metakognitif pada saat kegiatan pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran PME secara efektif, dapat meningkatkan pengetahuan metakognitif peserta didik. B. Rekomendasi
Menurut yang say abaca dari buku profesi pendidikan dan tenaga
kependidikan, buku tersebut sangat layak digunakan untuk seorang mahasiswa
seperti kami khusunya pada jurusan kependidikan yang dapat dijadikan referensi dan diharapkan buku tersebut lebih memuat tentang pendidikan juga. Namun, saya sarankan untuk mencari buku atau referensi lain yang relevan untuk dijadikan suatu referensi dalam suatu kajian.
19
DAFTAR PUSTAKA Amin, Ihdi. Sukestiyarno. Waluyo, Budi. Mariani. 2020. MODEL PEMBELAJARAN PME (PLANNING-MONITORING-EVALUATING). Surabaya;Scopindo Media Usaha
20