CBR Psikologi Olahraga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CRITICAL BOOK REPORT Identitas Nama Mahasiswa NIM/Prodi Judul Buku Bab/Jlh Halaman Nama Pengarang Penerbit/Thn Terbit



: Viery Iamado Pasaribu : 6173311064 : Psikologi Olahraga : BAB 6 / 32 Halaman : Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dkk. : PT. BPK Gunung Mulia / 1989



Aspek Penilaian No 1



Aspek Isi Buku



BAB 6 : PENGALAMAN PSIKOLOGI OLAHRAGA DALAM PEMBINAAN ATLET – KHUSUSNYA BULUTANGKIS Pengalaman dasar – dasar psikologi untuk olahraga sebenarnya sudah lama dilakukan di Amerika, yakni ketika sekitar tahun 1920 Coleman Robert Griffith dari University of Illinois menerbitkan buku mengenai Psikologi dan Atletik. Buku ini dianggap sebagai buku dasar mengenai psikologi Olahraga sehingga menmpatkan Coleman R. Graffith sebagai “Father of Sport Psychology”. Robert N. Singer dari Florida State University mengatakan : Olahraga adalah kegiatan yang meliputi aspek fisik, teknik dan psikis. Dalam kegiatan olahraga yang besifat kompetitif (seperti bulutangkis : menang atau kalah), prestasi yang optimal adalah tujuan utama yang ingin diraih atau diperlihatkan oleh para atlet. Prestasi yang optimal itu merupakan pemunculan (aktualisasi) ketiga aspek diatas yakni : fisik, teknik, dan psikis. 1. Kondisi Fisik Adalah keadaan yang berhubungan dengan struktur morfologis dan antropometrik seseorang yang diaktualisasikan dalam prestasi. 2. Kemampuan Teknis Adalah potensi yang ssecara khusus dimiliki oleh seseorang dan yang bisa berkembang atau diperkembangkan untuk menghasilkan prestasi tertentu. 3. Psikologis Adalah struktur dan fungsi aspek psikis baik karakterologis (misalnya emosi, motivasi) maupun kognitif (intelektual) yang menunjang atau menghambat aktualisasi sesuatu potensi yang ada dan dilihat pada prestasi – prestasi yang dicapai. Suatu aspek yang juga penting untuk ditangani adalah aspek psikis, seperti kat William F. Straub : “the mind is sport science’s last frontier”. Psikologi di amalkan untuk menjadikan seorang atlet yang baik menjadi lebih



baik lagi dan mampu memperlihatkan prestasi setinggi – tingginya. Para ahli psikologi melakukan pengamatan atau mengumpulkan data kepribadian para atlet untuk dipergunakan oleh atau bersama pelatih dalam : 1. Pemilihan atlet, meliputi kepribadian pada umumnya termaksuk aspek kognitif – inteligentif. 2. Penempatan atlet sesuai dengan kekhusussan yang ada 3. Prosedur latihan secara psikologis 4. Perubahan kepribadian, aspek karakterologis, misalnya emosi. Dengan memahami betapa luas bidang cakup yang bisa digarap terhadap atlet, maka dapat dimaklumi pula banyaknya bidang psikologi yang bisa di manfaatkan untuk tujuan tersebut di atas yakni : 1. Psikologi perkembangan, yang meliputi pengetahuan mengenai masa masa dimana seorang atlet bisa memperlihatkan kemampuan melatih diri atau berprestasi secara optimal. 2. Psikologi kepribadian yang meliputi cara cara penyesuaian diri. 3. Psikologi belajar yang berhubungan dengan perencanaan. 4. Psikologi sosial yang memperhatikan hubungan antar perorangan dan dalam kelmpok. 5. Psikometri yang meliputi berbagai pengukuran terhadap status intelegensi seorang atlet baik inteligensi umum maupun khusus. Kalau ditinjau dari sudut atlet dan peranan para pembina atau pelatih, masalah masalah psikologi yang hadapi adalah: 1. Perlu mengidentifikasikan, dalam arti mengenal dan menilai dan menguraikan, kepribadian para atlet. 2. Menyesuaikan teknik teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan azas individual atau beda perorangan. 3. Bagaimana mengalihkan, “Performance potential” menjadi “performance realization” yang ada yang dimiliki atlet. Dalam hubungan ini pelatih mengatur : a. Lingkungan latihan dengan sarana dan prasarana b. Program latihan untuk peningkatan kondisi fisik c. Cara – cara pendekatan yang tepat



d. Penggunaan teknik dan strategi dalam pertandingan 4. Bagaimana membentuk regu yang “solid” dengan modal spirit yang kuat. 5. Mengidentifikasikan masalah masalah psikologis pada pribadi pribadi setiap atlet. 6. Motivasi. A. Dimensi dalam diri atlet yakni : a. Tingkatan Inspirasi. Dalam hal ini pembina atau pelatih harus mampu membantu pemain untuk memahami prestasinya secara obyektif – realistik. b. Kecemasan. Dalam hal ini pembina atau pelatih harus mampu membantu atlet untuk menentukan tingkatan motivasi yang ingin dicapai secara realistik. c. Kemmpuan dan tingkatan latihan. Latihan latihan yang terlalu berat dan jauh dari kemampuan dan prestasinya akan menambah kecemasan dan menurunkan tingkatan motivasi. B. Dimensi hasil penampilan Pengulangan yang positif sering dikaitkan dengan “hadiah” sebagai “perangsang” timbulnya motivasi yang kuat. Sebaliknya “hukuman” menghubungkan penampilan dan perasaan tidak enak sehingga tidak ingin melakukan lagi. “Hadiah” bisa diberikan dengan bergai cara. J.H. Oxendine (1968) membagi hadiah dalam 3 kelompok yakni : a. Simbolik, misalnya puji-pujian b. Material, misalnya uang c. Psikologik, misalnya penilaian bahwa dirinya telah berjasa atau bahwa dirinya bertambah maju. Hukuman bisa diberikan kepada para atlet agar mau mengubah diri dan tidak melakukan sesuatu yang kurang baik atau tidak diharapkan. Baik J.B. Oxendine maupun B. Rushall & D. Siedentop menekankan perlunya memperhatikan hal-hal tertentu agar hukuman bisa berfungsi positif dan efektif, yakni : a. Hukuman jangan terlalu sering dilakukan b. Hukuman harus betul-betul dirasakan sebagai sesuatu yang tidak enak bilamana harus dijalankan. c. Hukuman harusdijalankan dengan mengurangi keterikatan emosi sedikit mungkin. d. Hukuman harus khusus, disesuaikan dengan kesalahan. e. Hukuman harus diberikan secara konsisten.



C. Dimensi lingkungan – Suasana pertandingan Dari penelitian – penelitian yang dilakukan oleh N.B. Cotrell et al (1968) dan R. Martens & D.M. Landers (1972) diperoleh hasil bahwa menigkatkan motivasi para atlet bukan semata mata dipengaruhi oleh kehadiran penonton, tetapi justru oleh anggota-anggota tim lawannya yang melakukan penilaian dan yang mencemaskan. Kehadiran para pembina dan ofisial bisa merupakan tekanan atau beban yang menggoncangkan penampilan, tetapi juga bisa memberikan dorongan untuk menaikkan motivasinya. Sehubungan tingkatan motivasi dalam pertandingan, atlet harus mampu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan lawan, sehingga ia juga bisa menilai diri sendiri untuk menentukan tingkatan motivasinya selama bertanding, tanpa terlalu banyak dipengaruhi oleh suasana pertandingan. D. Dimensi tugas Keterangan – keterangan mengenai penampilan penampilan yang baik atau tidak baik harus disampaikan oleh pembina atau pelatih untuk memperbaiki kesalahannya, misalnya dalam memperkuat tenaga, mengarahkan pukulan supaya lebih akurat dengan tujuan bisa lebih meningkatkan motivasi. “Hawthorne effect”. Dalam latihan – latihan sering digunakan apa yang dikenal dengan Hawthorne effect, yaitu usaha – usaha untuk mengubah lingkungan pekerjaan (dalam hal latihan), agar terjadi perubahan – perubahan pada para atlet dan mempertimbangan produktivitas (motivasi). 7. Masalah Intelegasi. Dalam teknologi yang semakin maju, peralatan dan fasilitas yang semakin baik, kekuatan fisik dan kemampuan teknis dapat dikembangkan sebaik – baiknya. Mengenai intelegasi dan fungsinya pada atlet bulutangkis dapat diringkas sebagai berikut : I. Memahami Bulutangkis sebagai olahraga kompetitif. a. Ciri ciri permainan bulutangkis : speed, power, dan brain b. Penampilan dipengaruhi oleh perpaduan antara berbagai faktor yang saling menunjang. Yakni intelegasi II. a. Inteligasi adalah kemapuan global atau umum individu untuk bertindak secara terarah. c. Yang dibutuhkan atlet bulutangkis : intelegensi praktis, maupun bertindak cepat dan tepat III. Latihan yang terus menerus dan monoton (drilling, sequence dan lawan tanding yang sama)



IV.



V.



VI.



mengakibatkan. a. Gerakan reflektoris-otomatis b. Pola pukulan dan permainan yang tidak berkembang. c. Mudah dibaca lawan. Ffungsi intelegasi untuk : a. Penyusunan strategi bermain b. Melakukan tindakan seperti : mengubah pola permainan yang akan dilakukan untuk memenangkan pertandingan. Pembinaan pengembangan aspek intelegasi : a. Pendidikan formal : sekolah b. Pendidikan informal dan non formal : latihan c. Latihan khusus melalui profil atlet. d. Latihan – latihan tidak langsung : stimulasi kognitif : catur , halma, othello, dll. Atlet perlu memperhatikan : a. Pencatatan data pribadi meliputi prestasi, kegagalan, kelemahan, kekurangan. b. Memanfaatkan latihan dengan prinsip penigkatan : persiapan – perencanaan – pelaksanaan – penilaian. c. Latihan yang bervariasi dengan beban, derajat kesulitan yang bertingkat.



ASPEK PSIKOLOGI DALAM PEMBINAAN ATLET MUDA – KHUSUSNYA TENIS Dalam usaha membentuk seseorang atlet hingga berprestasi baik, mencapai rekor tinggi dan menjadi juara, potensi – potensi yang dimiliki hanya bisa dikembangakan sesuai dengan kerangka batasannya. Artinya, pelatih tidak mungkin menuntut prestasi yang melebihi batas potensinya yang ada. Tenis adalah permainan yang banyak faktor psikologisnya. Semua pemain tenis, menurut Shepeherd Mead (penulis buku tenis yang praktis : How to Succeed in Tennis, Without really trying), akan mengakui pernyataan “ Tennis is at least 50 percent psychological”. Unutk memenangkan suatu pertandingan dibutuhkan faktor penunjang, yakni berfungsinya aspek – aspek psikis, sehingga keseluruhan penampilan adalah perwujudan prestasi yang optimal. Faktor – faktor psikologis yang dimaksud adalah : I. Faktor Emosi Kondisi emosi adalah aspek yang sangat menakutkan para pelatih dan pembina, apalagi dalam permainan individu dan kompetitif seperti tenis. Puncak ketegangan dialami secara individu, sehari, dua hari, beberapa jam atau



beberapa menit sebelum pertandingan. Ketegangan emosi juga bisa muncul pada saat pertandingan, antara lain oleh menumpuknya perasaan takut kalah yang membayang-bayangi ketenangan bertanding. Untuk mengatasi ketegangan emosi dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Dicari sumber ketegangan dan dilatih cara – cara mengurangi ketegangan tersebut. 2. Latihan bertanding. Semakin sering menghadapi ketegangan, diharapkan semakin berkurang intensitas ketegangan yang dirasakan. II.



Motivasi Seorang atlet bisa mengungkapkan perasaan puas setelah memperlihatkan permainan dianggap sangat baik, sekalipun ia kalah. Apalagi bila mana yang digadapi adalah atlet dari kelas yang lebih tinggi. Dalam rangka pembinaan atlet muda, meningkatkan motivasi untuk menang dengan memberikan insentif material tidak bisa dianjurkan. Upaya yang baik dan lebih memacu motivasinya adalah pujian dan perasaan senang atau bangga terhadap prestasi yang telah diperlihatkan sebaik-baiknya tanpa mempergunakan kemenangan sebagai tolak ukurnya. Khususnya terhadap atlet muda sangat diperlukan untuk memupuk motivasi, sehingga ia akan bermain “all-out” dalam setiap pertandingan. III. Aspek Intelek Faktor penting yang sering menentukan kemenangan – apalagi dalam olahraga individual dan kompetitif seperti tenis – adala h intelegensi. Fungsi intelegensi “if you can’t beat ‘em with your recquet, brain – boggle’em.” Kalimat ini mengingatkan fungsi intelegasi untuk memenangkan pertandingan. Disini peranan dan fungsi pelatih menjadi lebih luas, karena pelatih tidak hanya bertugas membentuk seorang pemain tenis yang pandai dab hebat yang menguasai seluruh pukulan dasar, malainkan seorang pemain yang pandai menganalisa pemain lawan, mamanfaatkan kekuatan diri sendiri dan kelemahan lawan, agar pada akhirnya memenangkan permainan.



CATUR DAN PSIKOLOGI Disamping tingkah laku yang mudah diamati, pecatur melakukan kegiatan psikis : mungkin mempersiapkan langkahnya atau sedangnya menganalisa kemungkinan –



kemungkinan langkah yang akan dilakukan oleh lawan tandingnya. Dasar psikis dan hubungan dengan tingkah laku pecatur dapat digambarkan dengan skema : DASAR SPIKIS : a. Tegang – Takut Kalah b. Gelisah – Bermain Buruk c. Gerakan – Mempengaruhi Lawan d. Bberpikir – Terdesak Waktu e. Konsentrasi – Terancam Kalah Dari skema diatas ternyata bahwa faktor psikis yang mendasari semua tingkah laku pecatur sangat luas dan majemuk, dan dengan sendirian ikut mempengaruhi penampilan dan hasil akhir penampilannya, yakni prestasinya. Dua komponen yang sangat besar pengaruhnya yakni : 1. Komponen kognitif dan 2. Komponen karakterologis. Test psikologi yang diberikan dibuat untuk mengukur 4 komonen kognitif, yaitu : a. Daya ingat, meliputi kemampuan untuk mengingat posisi buah catur, angka – angka dan bangunan geometrik. b. Kemapuan konsentrasi, meliputi kemampuan memusatkan perhatian pada papan catur, melihat bebeapa hal serempak dan berurutan c. Kemampuan organisasi dan kombinasi, meliputi kemampuan menghubungkan urutan – urutan yang logis angka – angka dan kecepatan melakukan proses – proses intelektual yang abstrak dan konkrit. d. Imajinasi dan tipe –tipe psikologis. Dari hasil test psikologi itu, para pecatur bergelar master, memperlihatkan keunggulan kemampuan mengingat posisi buah catur, kemapuan melihat beberapa hal secara sempak serta kemapuan berfikir abstrak. Menurut Reuben Fine ada empat aspek intelegensi penting dalam permainan catur, yakni seperti test psikologi ketiga Guru Besar Rusia tersebut, meskipun dengan terminologi yang sedikit berbeda : 1. Daya ingat, 2. Visualisasi, 3. Organisasi dan 4. Imajinasi. Mengenai daya ingat itu mudah dipahami, karena pecatur harus mengingat bangunan – bangunan dan posisi – posisi buah catur sebagai bahan pemikiran untuk menentukan langkah – langkahnya. Aspek Visualisasi . sejak pecatur melangkahkan buah catur yang pertama ia melihat buah catur, ia mencari dan memvisualisasikan sesuatu. Kemampuan Mengorganisasi hal – hal yang terpisah menjadi suatu rangkaian atau kesatuan dengan kualitas



yang baik untuk melawan atau memenangkan pertandingan adalah aspek lain yang pening. Strategi dalam permainan catur menyerupai strategi militer. Yang dikejar adalah Raja, tidak dibunuh, melainkan dikurung sampai menyerah setelah menyingkirkan para pembantu untuk melindunginya. Aspek Imajinasi dalam permainan catur. Aspek ini berkaitan dengan kekuatan mengingat dan kemampuan mengevaluasikan. Dari uraian – uraian diatas beberapa hal yang menarik timbul : 1. Aspek kognitif – intelegentif yang berkaitan dengan faktor faktor konstitusi memeng menyebabkan perbedaan antara seorang pecatur dengan pecatur lain. 2. Kekuatan memunculkan aspek – aspek kognitif mengikuti proses perkembangan secara umum. Ada tipe – tipe permainan yang menjadi ciri pemainm mempunyai kekuatan dan kelebihan tersendiri disamping kelemahan – kelemahannya. Mengubah tipe permainan memang sulit, tetapi bukan sesuatu yang mustahil, karena dalam perubahan – perubahan hidup, seperti bertambahnya usia, tipe kepribadian dan permainan nya masih mungkin berubah. Yang penting bagi para pembina adalah menyesuaikan tipe permainan dengan aspek karakterologis yang menonjol agar bisa memperlihatkan hasil permainan yang optimal dan masih dalam batas –batas permainan yang sportif. Motivasi ada hubungan dengan tujuan, untuk apa atau untuk siapa ia bermain. Dipihak lain, tidak sedikit pemain yang bermain gigih, ulet dan penuh semangat karena ada motivasi pribadi yang kuat untuk memenangkan permainan, suatu motivasi intristik yang berpengaruh besar. Emosi acapkali berpengaruh besar dalam permainan catur. Langkah blunder merupakan momok yang paling ditakuti oleh pecatur. Motivasi dan kondisi ketegangan dan kecemasan adalah aspek – aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka pembinaan maupun persiapan pecatur agar bisa mencapai puncak penampilannya.



2



Penutup (Kesimpulan)