CHA KEMRANJEN 1 Seluruhnya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT PUSKESMAS I KEMRANJEN FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KEMRANJEN



Disusun Oleh: Ahmad Agus Faisal



G4A015129



Isnaini Putri Sholikhah



G4A015204



Patminingsih



G4A016035



Perseptor Fakultas Perseptor Lapangan



: dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si : dr. Anggoro Supriyo



KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN



2017



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT PUSKESMAS I KEMRANJEN



FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KEMRANJEN



Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman



Disusun oleh: Ahmad Agus Faisal



G4A015129



Isnaini Putri Sholikhah



G4A015204



Patminingsih



G4A016035



Telah dipresentasikan dan disetujui : Tanggal Juni 2017 Preseptor Lapangan



Preseptor Fakultas



dr. Anggoro Supriyo NIP. 19710112 200212 1 002



dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si NIP. 198105112010121003



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat



yang



disebabkan oleh banyak faktor, sehingga memerlukan perhatian dari banyak pihak. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 % kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari + 80% kematian anak (Depkes, 2015). Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah sanitasi lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga faktor lain yang mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi (Depkes, 2015). Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, dapat terjadi gangguan gizi yang bersifat permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi. Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah gizi buruk dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019 (Depkes, 2015). Kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen diketahui terdapat 5 kasus pada 4 bulan pertama tahun 2017. Pola asuh, pola makan yang kurang baik dan penyakit infeksi pada balita dimungkinkan dapat menjadi faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk pada balita dan meningkatnya kasus gizi buruk.



2



B. Tujuan 1. Tujuan umum Melakukan analisis kesehatan komunitas mengenai faktor risiko gizi buruk di Desa Petaranganwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas. 2. Tujuan khusus a. Menentukan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas. b. Mencari alternatif pemecahan masalah gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas. c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko gizi buruk sebagai upaya promotif dan preventif terhadap penyakit gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.



C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat terutama faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit gizi buruk. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi masyarakat Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit gizi buruk, faktor risiko, dan cara untuk mencegah penyakit tersebut sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kejadian gizi buruk. b. Manfaat bagi puskesmas Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah gizi buruk sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah. c. Manfaat bagi mahasiswa Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah kesehatan diwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.



3



BAB II ANALISIS SITUASI



A. Gambaran Umum 1. Keadaan Geografi Kecamatan Kemranjen terletak di bagian selatan Kabupaten Banyumas yang dibatasi oleh Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Somagede pada bagian utara. Sementara itu, pada bagian selatan terdapat Kabupaten Cilacap, sebelah timur terdapat Kecamatan Sumpiuh, dan di sebelah barat terdapat Kecamatan Kebasen. Kecamatan Kemranjen memiliki 15 desa, yaitu Desa Alasmalang, Desa Grujugan, Desa Karanggintung, Desa Kecila, Desa Karangsalam, Desa Kebarongan, Desa Karang jati, Desa Kedungpring, Desa Nusamangir, Desa Pageralang, Desa Petarangan, Desa Sibalung, Desa Sibrama, Desa Sidamulya dan Desa Sirau.



Gambar 2.1 Peta Kecamatan Kemranjen



4



Batas wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen meliputi : a. Utara



: Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas



b. Selatan



: Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap



c. Barat



: Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas (Wilayah kerja Puskesmas 2 Kemranjen)



d. Timur



: Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas



Terdapat dua Puskesmas di Kecamatan Kemranjen yaitu Puskesmas 1 Kemranjen dan Puskesmas 2 Kemranjen.Wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah total 3.571.293 Ha. Wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen terdiri dari 8 desa binaan: 1. Desa Sibalung



: + 452.223 Ha ( 5.681 jiwa )



2. Desa Kecila



: + 417.517 Ha ( 6.131 jiwa )



3. Desa Kedungpring



: + 272.672 Ha ( 3.644 jiwa )



4. Desa Sibrama



: + 278.421 Ha ( 3.390 jiwa )



5. Desa Karangjati



: + 172.324 Ha ( 1.795 jiwa )



6. Desa Petarangan



: + 603.601 Ha ( 5.826 jiwa )



7. Desa Karanggintung



: + 480.725 Ha ( 4.279 jiwa )



8. Desa Karangsalam



: + 893.800 Ha ( 5.606 jiwa )



2. Keadaan Demografi a. Pertumbuhan penduduk Berdasarkan data Kecamatan dalam Angka Tahun 2016 didapatkan hasil registrasi Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen terdiri dari 36,352 jiwa yang terdiri dari



18,051 jiwa



laki-laki ( 49,65 persen ) dan 18.301 jiwa perempuan (50,34 persen) tergabung dalam 10.460 Rumah Tangga / Kepala Keluarga. Jumlah penduduk terbesar adalah Desa Kecila sebanyak 6.131 jiwa dan desa yang terendah adalah Desa Karangjati sebanyak 1.795 jiwa.



5



b. Kepadatan penduduk Penduduk di wilayah kerja Puskemas 1 Kemranjen untuk tahun 2016 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah perkotaan dan di dataran rendah. Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 988 jiwa setiap kilometer persegi. Desa terpadat adalah Desa Kecila dengan tingkat kepadatan



sebesar 1477 setiap kilometer persegi, sedangkan



kepadatan terendah pada Desa Karangsalam sebesar 623 setiap kilometer



persegi



dikarenakan



desa



terluas



serta



daerahnya



pegunungan. c.



Tingkat pendidikan Dari data Kemranjen dalam Angka tahun 2016 menunjukan jumlah penduduk



laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas



menurut pendidikan yang tidak / belum pernah sekolah sebesar 3.617 (10,62 %), tidak belum tamat SD sebesar 9712 ( 28,49 %) tamat SD/MI sebesar 13.315 (39,06 %) tamat SLTP/MTs/ sederajat sebesar 4433 ( 13 % ), tamat SMU/ MA/SMK sebesar 2562 ( 7,51 %), tamat Akademi/ Diploma sebesar 258 ( 7,57% ) dan tamat Universitas sebesar 187 (5,49 % ). B. Pencapaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat Program pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar harus dilakukan secara cepat, tepat, dan diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Tujuan dari program ini adalah untukmeningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Upaya Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas 1 Kemranjen diantaranya adalah sebagai berikut : 1.



Pelayanan Kesehatan Dasar Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara lebih cepat, tepat



6



dan lebih baik, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan sudah dapat diatasi. Berbagai pelayan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut : a.



Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Jumlah Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen pada tahun 2016 sebanyak 579 ibu hamil, adapun ibu hamil yang mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 522 atau 90,16 % ibu hamil. Dibandingkan tahun 2015 ibu hamil sebanyak 574 dan yang mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 547 atau 95,3 %. Disini terjadi penurunan sebesar 0,9 persen. Upaya-upaya telah dilakukan oleh Puskemas 1 Kemranjen yang dibantu bidan-bidan didesa, namun hal itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat



tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan



pada waktu hamil belum maksimal termasuk dalam memberikan motivasi kepada ibu hamil. Standart Pelayanan Minimal untuk cakupan kunjungan



K – 4 sebesar 95 %. Dengan demikian



Puskesmas 1 Kemranjen belum memenuhi standart pelayanan yang diharapkan. b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Jumlah sasaran ibu bersalin tahun 2016 sebanyak 531 orang. Sedangkan jumlah pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan tahun 2016 544 orang bersalin atau sebesar 102,45 %. Standart Pelayanan Minimal untuk pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2016 sebesar 90 %. Dengan demikian cakupan persalinan Nakes di wilayah Puskesmas 1 Kemranjen tahun 2016 telah memenuhi standart pelayanan minimal. c. Bayi dan Bayi BBLR Jumlah bayi lahir tahun 2016 sebanyak 561 bayi dan yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 54 bayi atau sebesar 9.6 persen dari bayi yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani sebanyak 54 atau 100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR



7



berdasarkan standart Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi target yang diharapkan. d. Pelayanan Keluarga Berencana Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2016 berdasarkan sumber Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kecamatan Kemranjen sebesar 6097. Jumlah PUS tertinggi di Desa Kecila sebesar 1029 PUS atau sebesar 16.87 % dari jumlah PUS yang ada. Peserta KB Aktif tahun 2016 sebesar 4725 atau 77.5 % dari Jumlah Pasangan Usia Subur yang ada dalam wilayah Kerja Puskesmas 1 Kemranjen. e. Pelayanan Imunisasi Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak 8 desa. Desa Universal Child



Immunization (UCI)



sebanyak 8 atau memenuhi Standart Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 100 %. Dengan Demikian Puskesmas 1 Kemranjen pada tahun 2016 telah memenuhi target SPM tersebut. f. Cakupan Pelayanan Nifas Cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas tahun 2016 adalah 104,1 persen. Standart Pelayanan Minimal sebesar 100% telah terpenuhi g. Cakupan Pelayanan Anak Balita Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan (minimal 8 kali) di Puskesmas 1 Kemranjen beserta jaringannnya sebesar 99,6%. Standar Pelayanan Minimal tahun 2016 sebesar 95 %, hal ini sudah mencapai target yang diharapkan. h. Cakupan Balita ditimbang Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama tahun 2016 adalah sebagai berikut : 1) Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak 2) Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak 3) Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak



8



4) Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak 5) KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak Berdasarkan



data



diatas,



maka



jangkauan



program



penimbangan (K/S) mencapai 100 % . Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 89,07 %. Efek penyuluhan (N/D) = 66,93 %. Tingkat partisipasi masyarakat dan efek penyuluhan bila dibandingkan dengan SPM masih dibawah standart. Hal ini disebabkan karena antara lain : anak setelah mencapai usia 3 > tahun sudah enggan ditimbang dan usianya sudah masuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Upaya yang ditempuh antara lain meningkatkan penyuluhan fungsi Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu Desa untuk mendapatkan peran serta masyarakat. i. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kasus gizi buruk selama tahun 2016 ada 15 kasus dan semuanya sudah ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ada. j. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2016 sebesar 100%. Hal ini sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal tahun 2016 sebesar 100 persen. 2.



Pelayanan Pengobatan / Perawatan Jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas 1 Kemranjen sebesar 25.750 di tahun 2016 Cakupan kunjungan pasien sebesar 72.96 persen dari jumlah penduduk, dari kunjungan pasien baru dan pasien lama. Jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 633 pasien atau sebesar 1.7 % dari jumlah penduduk. Penyakit tertinggi tahun 2016 di Puskesmas 1 Kemranjen adalah penyakit Infeksi Akut pada Saluran Pernafasan Bagian Atas sebanyak 6.136 penderita. Data 10 penyakit terbanyak tahun 2016 adalah sebagai berikut :



9



Tabel 2.1. Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2016 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 3.



NAMA PENYAKIT ISPA Dispepsia Demam yang tidak diketahui sebabnya Dermatitis Myalgia Hipertensi Nyeri kepala Diare dan Gastroenteritis Artritis Diabetes Mellitus



JUMLAH 6.136 2.512 2.149 1.706 1.348 1.619 1.378 1.315 778 772



Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular a. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio Kasus Polio di Puskesmas 1 Kemranjen tidak diketemukan /kosong. b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru Data yang diolah tahun 2016 kasus TB Paru (Klinis dan Positif) sebanyak 23 kasus, sedangkan yang sembuh 17 orang (73,91%), masih dalam pengobatan 5 orang, dan drop out 1 orang. Standart Pelayanan Minimal untuk kesembuhan penderita TBC BTA positif adalah >85%. Angka kesembuhan pasien pada akhir tahun 2016 masih di bawah target, yaitu 73,91%. Angka ini belum tercapai karena ada 5 pasien yang masih dalam masa pengobatan. Sedangkan dibandingkan target penemuan kasus yaitu 39 kasus, penemuan kasus TB Paru baru mencapai 59,25%. c. Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Pneumonia Kasus pneumonia balita di Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak 85 kasus dari target penemuan 217 kasus, atau tercapai 39,12%. Standart Pelayanan Minimal untuk balita dengan pneumonia yang ditangani 100 %sudah tercapai tetapi dalam hal penemuan kasus belum mencapai target. Jumlah perkiraan penderita pneumonia yaitu 10 % X jumlah balita (2.172)= 217 kasus. Kondisi tersebut dapat diatasi melalui pertemuan



10



pemantapan program dan pelatihan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit) untuk dokter, perawat dan bidan. d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV / AIDS Kasus HIV /AIDS di Puskesmas 1 Kemranjen tidak diketemukan / kosong,



Namun



Puskesmas



1



Kemranjen



selalu



mengupayakan



pencegahan dengan pendekatan kepada masyarakat dengan bimbingan atau penyuluhan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya kasus dan penularan di wilayah Puskesmas 1 Kemranjen. e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD. Kasus penyakit DBD tahun 2016 tidak diketemukan. Upaya Puskesmas untuk pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal yaitu 1) Peningkatan surveilance penyakit dan vektor, 2) Diagnosis dini dan pengobatan dini jika ada kasus 3) Peningkatan upaya pemberantasan vektor penularan DBD. Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD Puskesmas 1 Kemranjen beserta lintas sektor telah melaksanakan langkah-langkah konkrit antara lain : abatisasi selektif, penggerakan PSN dan penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan di setiap desa. f. Pengendalian Penyakit Malaria Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan



berbagai masalah sosial-ekonomi.



Penegakan diagnosis penderita secara tepat, lebih cepat dan lebih baik dalam pengobatan sesuai fakta yang ada merupakan hal penting dalam pemberantasan penyakit malaria. Saat ini tidak ditemukan kasus malaria. Namun Puskesmas harus tetap mewaspadai kemungkinan munculnya kembali penyakit tersebut dengan cara penyuluhan tentang pentingnya surveilan migrasi. g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Kejadian Luar Biasa (KLB) di tahun 2016 tidak ada.



11



4.



Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan. Pada tahun 2016 dari 9.430 rumah yang diperiksa sebanyak 1.913 rumah, yang memenui syarat kesehatan sebanyak 1.199 atau 62.7 persen dari jumlah rumah yang diperiksa. Dibanding tahun 2015 yang diperiksa sebanyak 800 dan yang memenuhi syarat sebanyak 531 rumah atau 66,4 persen. Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah binaan kami, mengingat hasil cakupan hanya berdasarkan pada jumlah rumah yang diperiksa (tidak seluruh rumah diperiksa). b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum Pada tahun 2016 jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang diperiksa kesehatannya sebanyak 30 tempat dari 30 tempat yang ada (100%). TTU yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 27 buah (90 %) dari jumlah yang diperiksa.



5.



Perbaikan Gizi Masyarakat Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama tahun 2016 adalah sebagai berikut : a. Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan (K/S) mencapai 100 % . Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 89,07 %. Efek penyuluhan (N/D) = 61,69 %.



12



BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH



A. Daftar Permasalahan Kesehatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas I Kemranjen



mengidentifikasi permasalahan dari segi angka rujukan RGD



terbanyak, sepuluh penyakit menular dan tidak menular. Berikut ini adalah data rujukan terbanyak dan sepuluh penyakit menular dan tidak menular, data rujukan terbanyak RGD (Ruang Gawat Darurat) di wilayahkerja Puskesmas I Kemranjen bulan Januari - April 2017. Tabel 3.1. Rujukan terbanyak di RGD Puskesmas Kemranjen I Januari - April 2017



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Penyakit Kasus Hipertensi + vertigo 9 Gastroenteritis 9 Kejang demam 7 Fraktur 7 SNH 6 CHF 6 Decomp cordis 4 Observasi febris tifoid 4 CKR 3 KAD 2 57 Total Sumber : data sekunder Puskesmas I Kemranjen.



Presentase 16% 16% 12% 12% 10.5% 10.5% 7% 7% 5% 4% 100



Tabel 3.2. Data Sepuluh Penyakit Tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen Bulan Januari - April 2017



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Penyakit



Kasus ISPA 1565 Dispepsia 1159 Kehamilan Normal 873 Demam 695 Batuk 691 Arthritis lain 652 Dermatitis 516 Nyeri kepala 447 Pemeriksaan umum 416 Hipertensi primer 400 7414 Total Sumber : data sekunder Puskesmas Kemranjen I.



Presentase 21 16 12 9 9 9 7 6 6 5 100%



13



Di bidang gizi, didapatkan data pada bulan April 8 kasus baru bayi dengan status gizi buruk. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian khusus terkait penanganan dan pencegahan terhadap komplikasi. Berikut ini adalah data permasalahan terbesar di Puskesmas I Kemranjen bulan Januari-April 2017.



Tabel 3.3 Data permasalahan terpilih di Puskesmas I Kemranjen bulan JanuariApril 2017



No 1. 2. 3. 4. 5. Sumber



Permasalahan ISPA Dispepsia SNH KAD Gizi Buruk



Jumlah 1565 1159



Prosentasi



6 2 5 : Data Sekunder Puskesmas Kemranjen I



57 % 42% 0.22% 0.07% 0.1%



B. Penentuan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria, yaitu: Tabel 3.4. Penentuan Prioritas Masalah (Metode Hanlon)



No Kelompok Kriteria



Penjelasan



1.



A



besarnya masalah (magnitude of the problem)



2.



B



kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya



3.



C



kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah



4.



D



PEARL factor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic, acceptability, resources availability, legality



Perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas I Kemrajen adalah sebagai berikut: 1. Kriteria A (besarnya masalah) Kriteria A untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Penyakit ditentukan



14



besarnya maslah melalui kategori presentase kasus. Kategori kasus yang dimaksud adalah sebagai berikut: Tabel 3.5. Kategori kasus pada Kriteria A



Skor



Persentase



1-2



0,01% - 0,09%



3-4



0,1% - 0,9%



5-6



1% - 9,9%



7-8



10% - 24,9%



9-10



Lebih dari sama dengan 25%



Tabel 3.6. Hasil Penilaian Kriteria A Hanlon Kuantitatif



No 1



ISPA



Kasus 1565



Presentase 57 %



Skor 10



1159 6



42%



10



3



Dispepsia SNH



0.22%



3



4



KAD



2



0.07%



2



5



Gizi Buruk



5*



0.1%



4



2



Penyakit



Sumber :Data Sekunder Puskesmas I Kemranjen



2. Kriteria B (kegawatan masalah) Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk masalah yang paling gawat. Kriteria B memiliki 3 (tiga) poin yang dinilai, yaitu kegawatan, urgensi, dan biaya.



15



Tabel 3.7. Poin-poin pada Kriteria B



No.



Sko r 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5



Poin



1



Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian)



2



Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)



3



Biaya (Kebutuhan biaya terapi)



Interpretasi Tidak gawat Kurang gawat Cukup gawat Gawat Sangat gawat Tidak urgen Kurang urgen Cukup urgen Urgen Sangat urgen Sangat murah Murah Cukup mahal Mahal Sangat mahal



Tabel 3.8. Hasil Penilaian Kriteria B Hanlon Kuantitatif



No



1. 2. 3. 4. 5.



Masalah



ISPA Dispepsia SNH KAD Gizi Buruk



Kegawatan



Urgensi



Biaya



1 2 5 5 3



1 2 5 5 5



2 2 3 3 5



Nilai ratarata 1.3 2 4.3 4.3 4.6



2. Kriteria C (Penanggulangan Masalah) Kriteria C menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia



mampu



menyelesaikan



masalah



makin



penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil. Tabel 3.9. Kategori kasus pada Kriteria C



Skor 2 4 6 8 10



Persentase Sangat sulit ditanggulangi Sulit ditanggulangi Cukup bisa ditanggulangi Mudah ditanggulangi Sangat mudah



sulit



dalam



16



Tabel 3.10.Hasil Penilaian Kriteria C Hanlon Kuantitatif



No 1. 2. 3. 4. 5.



Masalah



Nilai 4 4 6 6 6



ISPA Dispepsia SNH KAD Gizi Buruk



4. Kriteria D (P.E.A.R.L) Propriety



: kesesuaian (1/0)



Economic



: ekonomi murah (1/0)



Acceptability



: dapat diterima (1/0)



Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0) Legality



: legalitas terjamin (1/0)



Tabel 3.11. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif



No 1. 2. 3. 4. 5.



Masalah ISPA Dispepsia SNH KAD Gizi Buruk



P 1



E 1



A 1



R 1



L 1



Hasil 1



1 1 1



1 1 1



1 1 1



1 1 1



1 1 1



1 1 1



1



1



1



1



1



1



5. Penetapan nilai Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut : a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D



17



Tabel 3.12. Penetapan Prioritas Masalah KASUS



JUMLAH



%



A



ISPA



1565



57 %



Dispepsia



1159



SNH



B



Rerata



C



D



NPD



NPT



Prioritas



2



1.3



4



1



45.2



45.2



3



2



2



2



4



1



48



48



2



5



5



3



4.3



6



1



43.8



45.6



4



2



5



5



3



4.3



6



1



37.8



39.6



5



4



3



5



5



4.6



6



1



42



51.6



1



a



b



C



10



1



1



42%



10



2



6



0.21%



3



KAD



2



0.07%



Gizi Buruk



5



0.1%



Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah Gizi Buruk, Dispepsia, ISPA, Stroke Non Hemoragik, ISPA, dan Ketoasidosis Diabetikum. Sehingga, dalam hal ini peneliti memilih kejadian Gizi Buruk sebagai kasus untuk dilakukan analisis.



18



BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH A. Dasar Teori 1. Definisi Gizi Buruk Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang memiliki nutrisi di bawah rata-rata. Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) 2 SD



Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 – 60 bulan) atau Panjang Badan (0 – 24 bulan) menurut Umur (TB/U, PB/U) diperoleh kategori: 1) Sangat pendek : < -3 SD 2) Pendek



: -3 SD s.d. < -2 SD



3) Normal



: -2 SD s.d. 2 SD



4) Tinggi



: > 2 SD



Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi Badan atau Panjang Badan (BB/TB, BB/PB) diperoleh kategori: 1)Sangat kurus



: < -3 SD



2) Kurus



: -3 SD s.d. < -2 SD



3) Normal : -2 SD s.d. 2 SD 4) Gemuk



: > 2 SD



Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal. 3. Etiologi dan Faktor Resiko Masalah gizi merupakan masalah yang disebabkan oleh banyak faktor.



Menurut bagan yang diperkenalkan oleh UNICEF dan telah



disesuaikan dengan kondisi Indonesia terlihat kerangka pikir tahapan penyebab timbulnya kekurangan gizi ibu dan anak adalah penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah.



20



Gambar 4.1 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi, sumber UNICEF 1990 dan sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia



Faktor-faktor yang dianalisis dapat menyebabkan masalah gizi (Novitasari, 2012): a. Faktor langsung Dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling berpengaruh. Sebagai contoh, bayi dan anak yang tidak mendapat air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI yang tepat memiliki daya tahan yang rendah sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik. 1) Faktor makanan Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi seimbang, dan aman merupakan faktor penyebab langsung pertama. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan



21



oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi maknan keluarga. Khusus untuk bayi dan anak telah dikembangkan standar emas makanan bayi, yaitu: a)



inisiasi menyusu dini;



b) memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan; c)



pemberian makanan pendamping ASI yang berasal dari makanan keluarga, diberikan tepat waktu mulai bayi berusia 6 bulan; dan



d) ASI terus diberikan sampai anak berusia 2 tahun. 2) Penyakit infeksi Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, cakupan universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat memperngaruhi kejadian kesakiitan yang perlu ditunjang dengan tersedianya air minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung. b. Faktor penyebab tidak langsung 1) Sanitasi dan penyediaan air bersih 2) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kelurga dari mulai kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi udara dalam rumah yang baik, ruangan dalam rumah terkena sinar matahari dan lingungan rumah yang bersih. 3) Pola asuh bayi dan anak yang juga dipengaruhi oleh pengetahuan atau pendidikan kedua orang tua. 4) Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.



22



5) Kesehatan maternal saat ibu mengandung seperti asupan nutrisi, adakah penyulit persalinan atau komplikasi kehamilan. 6) Berat Badan Lahir Rendah 7) Kelengkapan imunisasi Pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, akses informasi dan tingkat pendapatan keluarga. Ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, yang tercermin dari rendahnya konsumsi pangan dan status gizi masyarakat. Oleh karena itu, mengatasi masalah gizi masyarakat merupakan salah satu tumpuan penting dalam pembangunan



ekonomi,



politik,



dan



kesejahteraan



sosial



yang



berkelanjutan. 5 pilar pendekatan analisis pangan dan gizi: a.



Gizi Masyarakat



b.



Akses Pangan



c.



Mutu dan Keamanan Pangan



d.



Perilaku Hidup Bersih dan Sehat



e.



Kelembagaan Pangan dan Gizi



B. Skema Kerangka Konseptual Faktor langsung a. Asupan makanan b. Penyakit infeksi Faktor Tidak Langsung a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.



Sanitasi dan penyediaan air bersih Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pola asuh bayi dan anak Pendidikan kedua orang tua Jangkauan dan kualitas fasilitas kesehatan Kesehatan maternal BBLR Kelengkapan imunisasi Status ekonomi Akses informasi



Kejadian gizi buruk pada balita di Wilayah Kerja



Puskesmas I Kemranjen



Bagan 4.1 Skema Kerangka Konseptual Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen



23



BAB V METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif ialah penelitian yang bertujuan mengkaji dan memahami fenomena tertentu secara holistik-kontekstual, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan. Disajikan dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang ada pada kehidupan nyata dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Sugiarto, 2017). Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur ialah teknik wawancara dimana susunan pertanyaan akan termuat pada panduan wawancara. Urutan pertanyaan untuk setiap narasumber akan berbeda tergantung pada respon setiap narasumber. Panduan wawancara akan berguna untuk memastikan bahwa informasi yang diperoleh dari setiap narasumber adalah hal yang serupa dan terarah. Panduan wawancara masih dapat dikembangkan oleh peneliti menjadi pertanyaanpertanyaan lain untuk mengeksplorasi topik dan mengendalikan wawancara (Rendra, 2010). B. Subyek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah keluarga dari pasien yang didiagnosis mengalami gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menentukan sejumlah kriteria responden. Adapun kriteria responden yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Ibu dari pasien yang didiagnosis mengalami gizi buruk dalam 3 bulan terakhir yaitu bulan Januari sampai dengan April 2017 baik yang sudah ditangani atau belum ditangani secara langsung oleh tenaga kesehatan. 2. Usia responden lebih dari 18 tahun. 3. Responden yang tidak memiliki gangguan pendengaran dan atau gangguan bicara.



24



4. Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani informed consent. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah non-probability sampling.



Non-probability sampling



merupakan cara



pemilihan sampel yang tidak berdasarkan peluang. Cara ini lebih praktis dan mudah dilakukan. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah judgmental sampling atau purposive sampling. Dengan metode ini, peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang dibutuhkan (Sarwono, 2006). Besar sampel pada penelitian bukan menjadi hal utama, karena dalam penelitian kualitatif informasi yang digali berfokus pada pendalaman atas fenomena yang dialami oleh responden (Sarwono, 2006). Dari jumlah sampel yang ditetapkan peneliti diharapkan sudah dapat menjelaskan permasalahan penelitian yang dibahas oleh peneliti hingga ditemukan data jenuh. Data dikatakan jenuh apabila tidak ada lagi informasi baru atau data baru yang relevan dengan hal yang diteliti. Kejadian akan muncul bila suatu teori sepenuhnya dapat menjelaskan banyak hal dalam data (Bungin, 2007). C. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di tiap rumah responden atau keluarga pasien yang telah didiagnosis mengalami gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen. Sebelumnya peneliti melihat alamat pasien untuk menemukan keluarga dari pasien dari data pelaporan balita dengan gizi buruk di Puskesmas I Kemranjen. D. Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari teks hasil wawancara dan diperoleh melalui wawancara dengan responden. Data sekunder merupakan data yang berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh peneliti dengan cara membaca, melihat dan mendengar (Sarwono, 2006). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendataan gizi balita di Puskesmas I Kemranjen.



25



E. Data Penelitian 1. Wawancara atau Interview Wawancara atau interview bertujuan untuk mencatat opini, perasaan, emosi, pengalaman, pengetahuan dan hal lain yang berkaitan dengan individu. Dengan melakukan wawancara, peneliti dapat memperoleh data yang lebih banyak sehingga peneliti dapat memahami budaya melalui bahasa dan ekspresi pihak yang diwawancarai, selain itu dapat melakukan klarifikasi atas



hal-hal yang



tidak diketahui (Chariri, 2009). Cara



melakukan wawancara adalah dengan melakukan percakapan terarah. Wawancara diawali dengan mengemukakan topik secara umum untuk membantu peneliti memahami perspektif makna responden. Hal ini sesuai dengan asumsi penelitian kualitatif, bahwa jawaban yang diberikan harus dapat membeberkan perspektif yang diteliti (Sarwono,2006).Peneliti menggunakan metode wawan cara semi terstruktur dengan panduan wawancara berupa pertanyaan. Panduan wawancara digunakan untuk membantu



peneliti



dalam



mengembangkan



pertanyaan



dan



mengarahkan responden kepada pokok bahasan. Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan wawancara pada penelitian ini kurang lebih 30-60 menit dan dimungkinkan untuk dilakukan proses wawancara dilain waktu apabila peneliti membutuhkan data lebih dalam lagi atau peneliti merasa data yang didapatkan sebelumya masih belum cukup. Proses wawancara akan direkam



menggunakan alat



perekam dan membuat



catatan



hasil wawancara. 2. Observasi Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik suatu peristiwa, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Salah satu hal penting dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan interaksi yang



kompleks dengan latar belakang sosial yang



alami



(Sarwono, 2006). Menurut Chariri (2009), dalam kegiatan observasi, peneliti harus terlibat dalam kegiatan sehari-hari subyek yang dipelajari, dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi mengenai subyek



26



penelitian. Data yang diobservasi pada penelitian ini adalah situasi dan ekspresi responden. Peneliti juga mengamati kesesuaian antara apa yang dikatakan/disampaikan oleh responden dengan bahasa tubuh responden. Penelitiakan mencatat situasi dan ekspresi responden pada buku catatan kecil.



Observasi terhadap



responden



akan dilakukan bersamaan



dengan jalannya wawancara. F. KredibilitasData Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut faham ‘positivisme’ dan disesuaikan dengan tuntutan ilmu pengetahuan. Dalam penelitian kualitatif,



validitas



dan



reliabilitas



sering



dinamakan



kredibilitas



(Moleong,2006). Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini adalah triangulasi waktu. Menurut Moleong (2006) dan Chariri (2009), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Artinya, dalam penelitian kualitatif, peneliti dapat menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator agar informasiyang disajikan konsisten. G. Analisis Data Analisis



data



mengorganisasikan



merupakan



upaya



yang



dilakukan



dengan



jalan



data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat



dikelola, menemukan hal yang penting



dan apa yang dipelajari dan



memutuskan apa yang dapat diceritakan ke orang lain (Moleong, 2006). Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut : 1. Transkrip Wawancara Merupakan catatan hasil wawancara antara peneliti dengan subyek penelitia 2. Pengkodean Data (Coding) dan Penemuan Tema Penelitian Datayang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian dikelompokkan ke dalam



tema tertentu dan



diberi kode untuk melihat kesamaan pola



temuan. Data kemudian dicoba dicari maknanya/ diintepretasikan.



27



3. Penyajian Data Data kemudian disajikan dalam hasil dan pembahasan penelitian yang lebih mendalam. Hasilnya kemudian dikaitkan dengan teori yang ada sehingga intepretasi data tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh teori tersebut. 4. Kesimpulan Data yang telah didapatkan kemudian disimpulkan untuk menghasilkan informasi yang jelas.



28



BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dimulai sejak tanggal 9 Juni sampai dengan 12 Juni 2017 setelah mendapat izin pelaksanaan penelitian dari Dokter Pembimbing Fakultas dan Dokter Pembimbing Puskesmas I Kemranjen. Peneliti mulai melakukan survey di Puskesmas I Kemranjen Kabupaten Banyumas, kemudian membuat daftar nama calon informan penelitian. Daftar nama didapatkan dari hasil laporan temuan kejadian balita dengan gizi buruk selama bulan Januari- Apriltahun 2017 dan ditemukan 5 laporan dimana kelima kasus tersebut langsung masuk ke dalam daftar nama calon informan penelitian. Peneliti kemudian menemui kelima calon informan untuk meminta persetujuan. Dari lima calon informan yang berhasil ditemui, 1 balita didapatkan telah pindah rumah mengikuti orangtuanya ke Jakarta. Peneliti hanya dapat menemui keempat calon informan. Sedangkan calon informan selanjutnya menyetujui mengikuti penelitian. Peneliti



memperoleh



data



penelitian



dengan



menggunakan



teknikwawancara semi terstruktur dengan bantuan alat perekam suara dan catatanlapangan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis menggunakananalisis data kualtatif. Proses analisis data yang dilakukan meliputi beberapatahapan yakni penulisan transkrip hasil wawancara dan catatan lapangan,kemudian peneliti membaca ulang guna menemukan ide yang dimaksud olehinforman berupa kata kunci. Kemudian peneliti mengelompokkan kata kunciyang serupa ke dalam kategori, kategori ke dalam sub tema, kemudianmenemukan tema utama dari sub tema. Hasil analisis tema kemudiandiintegrasikan dalam bentuk deskriptif. Proses pelaksanaan wawancara dirangkum dalam tabel 6.1



29



Tabel 6.1 Pelaksanaan Penelitian Informan Wawancara Tempat I Pertama Rumah Informan Kedua Rumah Informan II Pertama Rumah Informan Kedua Rumah Informan III Pertama Rumah Informan Kedua Rumah Informan IV Pertama Rumah Informan Kedua Rumah Informan



2.



Tanggal 9 Juni 2017 11 Juni 2017 9 Juni 2017 11 Juni 2017 9 Juni 2017 11 Juni 2017 11 Juni 2017 12 Juni 2017



Durasi 25:00 menit 30:00 menit 30:00 menit 30:00 menit 30:00 menit 20:00 menit 30:00 menit 20:00 menit



Karakteristik Informan a. Informan I Informan I dalam penelitian ini memiliki samaran X. Peneliti bertemu dengan Ny. X setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama kali antara peneliti



dan X dilakukan di rumah X. X tampak



berpenampilan sederhana layaknya ibu rumah tangga lainnya ketika di rumah.



Ia mengenakan kemeja dan rok sederhana serta mengenakan



jilbab. X tampak berusia sekitar 40 tahun dengan postur tubuh sedang, tidak begitu gemuk dan kulit sawo matang. Pertama kali datang menemui X, memasak di dapur



X mengatakan sedang



menyiapkan buka puasa. Peneliti mencoba



menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan X menanggapi dengan baik serta terbuka. Raut mukanya menunjukkan wajah ramah. X memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan. X mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas Puskesmas sehingga X merasa sudah biasa dan menerima dengan baik kedatangan dan maksud peneliti. X merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 4 tahun 4 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. X berumur 38 tahun dan bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan keseharian membuat gula jawa yang nantinya di jual ke warung dekat rumah dengan produksi sekitar 5 kilogram sekali produksi dan X biasanya hingga 2 sampai 3 kali



30



membuat gula jawa dalam satu minggu. Bahan gula jawa didapat dari nderes oleh suami di sekitar rumah. Pendidikan terakhir X adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Suami X berumur 45 tahun dan bekerja sebagai tukang kayu pesanan. Pendidikan terakhir suami X adalah Sekolah Dasar (SD). Suami X biasa menerima pesanan dari tetangga untuk membuat pintu, jendela dan almari. Namun pesanan tidak menentu, sedangkan bahan kayu didapat dari pemilik tokok kayu di dekat rumah yang nantinya dibayar bila sudah mendapat bayaran dari pemesan. Pernikahan X dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama A yakni anak kedua dan sebagai pasien gizi buruk dan B berjenis kelamin perempuan berusia 11 tahun. Anak pertama X saat ini bersekolah di SD Desa Karanggintung. X mengatakan pada saat melahirkan anak pertamanya dikatakan oleh bidan mengalami perdarahan dan sempat dirujuk ke RSUD Banyumas dan kemudia sehat tidak ada keluhan apapun. b. InformanII Informan II dalam penelitian ini memiliki samaran Y. Peneliti bertemu dengan Ny.Y pada siang hari setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama kali antara peneliti dan Y dilakukan dirumah Y. Y tampak berpenampilan sederhana mengenakan kemeja dan rok sederhana serta kerudung. Y berusia sekitar 34 tahun dengan postur tubuh sedang warna kulit coklat muda. Pertama kali datang menemui Y, Y sedang menggedong by. Y di depan rumahnya dan bermain bersama anak-anak yang lain. Peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan Y menanggapi dengan baik serta terbuka. Rautmukanya menunjukkan wajah ramah.Y memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan. Y mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas Puskesmas.



31



Y adalah seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 9 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. Y berumur 34 tahun dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir X adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Suami Y berumur 38 tahun dan bekerja sebagai penjual buah di pasar. Pendidikan terakhir suami Y adalah Sekolah Dasar (SD). Suami Y membeli buah untuk dagangan dari Gombong kemudian dijual di pasar Kemranjen. Pernikahan Y dengan suaminya dikaruniai empat anak. Anak pertama laki-laki bernama C SMP usia 14 tahun, D merupakan anak kedua usia 7 tahun, anak ketiga E 5 tahun, anak terakhir F 9 bulan. c. Informan III Informan III dalam penelitian ini memiliki samaran Z. Peneliti bertemu dengan Ny.Z setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama kali antara peneliti dan Z dilakukan dirumah Z. Z tampak berusia sekitar 37 tahun dengan postur tubuh sedang, kurus dan kulit sawo matang. Z tampak berpenampilan sederhana seperti ibu rumah tangga lainnya ketika dirumah. Ia mengenakan kemeja dan celana pendek sederhana. Pertama kali datang menemui Z,



Z mengatakan bahwa beliau



baru selesai menghadiri acara arisan di sekitar ligkungan rumahnya. Peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan Z menanggapi dengan baik serta terbuka. Z menunjukkan wajah ramah dan santai. Z memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan. Z mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas Puskesmas, sehingga Z merasa sudah biasa dan menerima dengan baik kedatangan dan maksud peneliti. Z merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 2 tahun 2 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. Z berumur bekerja



32



sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir Z adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Suami Z berumur 40 tahun dan bekerja sebagai buruh pabrik di Semarang. Suami Z biasanya pulang 1 bulan sekali. Pendidikan terakhir suami X adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pernikahan Z dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama H yakni anak kedua dan sebagai pasien gizi buruk serta anak pertama bernama G yang berjenis kelamin perempuan berusia 8 tahun. Anak pertama Z saat ini bersekolah di SD Desa Petarangan. Z mengatakan pada saat melahirkan anak pertamanya dikatakan oleh bidan lahir normal tidak ada kelainan. d. Informan IV Informan IV dalam penelitian ini memiliki samaran W. Peneliti bertemu dengan Ny. W setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama kali antara peneliti



dan W dilakukan di rumah W. W tampak



berpenampilan sederhana layaknya ibu rumah tangga lainnya ketika di rumah. Ia mengenakan kaos polos berwarna merah dan celana tiga perempat. Rambut W berwarna hitam, sebahu, dan diikat satu. W tampak berusia sekitar 35 tahun dengan postur tubuh sedang, tidak begitu gemuk dan kulit sawo matang. Peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan W menanggapi dengan baik serta terbuka. Raut mukanya menunjukkan wajah ramah dan menanyakan asal dari penelitia. W memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan. W merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 1 tahun 5 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. W berumur 34 tahun dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir W adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).



33



Suami W berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani. Pendidikan terakhir suami W adalah Sekolah Dasar (SD). Suami W menggarap tanah milik orang tuanya, dan hasilnya dibagi atau untuk keluarga W saja. Pernikahan W dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama (Samaran) K yakni anak pertama laki-laki berusia 8 tahun dan D berjenis kelamin perempuan berusia 1 tahun 5 bulan. Anak laki-laki pertama W saat ini bersekolah di SD Desa Kedung pring. 3. Faktor Risiko Kejadian Gizi buruk a. Informan I 1) Asupan Makanan a) Asupan ASI Eksklusif X



mengatakan



memberikan



ASI



eksklusif



dan



tetap



memberikan ASI sampai 2 tahun. Setelah 6 bulan ditambah dengan makanan sesuai panduan bidan desa dan beberapa kali ditambah susu formula bila memiliki uang untuk membeli. “Ya kalo ASI sih dikasih terus sampai umur 2 tahun, kalo yang Cuma ASI ya awal saja tuh 6 bulan apa ya mba. Iya 6 bulan. Habis itu kok anak saya mulai keliatan beda, sebenernya dari 3 bulan sudah keliatan beda, gak kaya bayi normal gitu mba. Dan saya ya tetep ngasih ASI saja sampai 6 bulan, kan katanya gak boleh.” (33) “ya kadang setelah itu (6 bulan) saya kasih susu formula mba, tapi ya gitu, kadang kadang gak bisa belinya. Kalo gitu ya gimana lagi ya mba, memang gak bisa ngasih susu formula terus terusan. Kalo susu ya beli aja yang gambar bendera yang bubuk itu, katanya sih buat nambah gizi” (34) b) Komposisi dan Porsi Makanan Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan X didapatkan bahwa X memberikan makanan kepada X seperti layaknya memberikan makanan kepada anak pertamanya. “makan nasi ya biasa.. mulai makan dari usia 7 bulanan, nasi lembek gitu mba dicampur sayur seadanya sama tahu



34



tempe yang sering, tapi kadang gak mau makan. Sukanya dari dulu ya makan telor asin, dulu dikit-dikit, kalo sekarang ya lumayan satu butir bisa habis. Tapi telor aja, gak pake nasi, suka gak mau kalo pake nasi sih” (23-24) c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik X tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi, sehingga Ibu X memberikan makanan kepada X sama seperti anak pertamanya tanpa ada perbedaan hanya menunya disesuaikan dengan kemauan A. “Kalau buat anak saya ini (A) sih saya gak tau pastinya mba, tapi kalo buat anak yang normal ya sedikit tahu saya. Paling 6 bulan awal tu pake ASI saja, habis itu bubur, terus nasi halus, habis itu ya kaya makan biasa, kaya kita. Tapi kalau buat anak saya ini ya saya gak paham, taunya ya itu, dikasih susu formula saja, kalau bisa beli.” (77) “dari puskesmas ya sudah pernah bantu mba, sampe ada bu dokternya kesini bareng petugas gizi sama bidan. Ya ngasih susu buat anak saya, katanya susu formula. Mau minum ya mau, tapi kadang satu gelas saja habisya sehari, paling banter ya setengah gelas gitu mba sekali minum” (78) X pernah mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas mengenai bagaimana caranya memberikan makanan. Akan tetapi X kurang paham pelaksanaanya dan kadang A tidak menyukainya. “kalau menu apa gitu ya saya gak paham mba, dari petugas juga sudah ngasih tau, kaya yang saya bilang tadi mba, makan bergizi kaya kita, lauk sayur, tapi saya ya bingung orang makanya juga susah tuh si anak saya, sukanya telur asin aja dari dulu, paling dikasih tahu kalo ditambah nasi sama sayuran. Ya saya kasih kalo mau.” (79) 2) Riwayat Penyakit a) Penyakit Infeksi pada Balita Berdasarkan wawancara yang dilakukan X mengatakan bahwa A tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.



35



“ya sakit biasa sih mba, kalo panas panas gitu ya paling habis imunisasi, tapi ya biasa saja. Kalo mencret gitu ya biasa anaklah mba. Batuk lama juga gak ada, Cuma pilek tuh yang agak sering. Tapi sih ya biasa kaya anak anak” (55) “Ya kalo sakit ya saya bawa ke bidan aja, kadang ya ilang sendiri ya gak dibawa ke bidan. Kalo ke puskesmas jarang mba, jauh sama kasian kalo dibawa-bawa jauh ini anak saya.” b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu X mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu X mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan pertama. Anak pertamanya saat ini sudah kelas 5 SD atau berusia 11 tahun, selisih kehamilan pertama dan kedua sekitar 7 tahun. “Pas saya hamil anak saya ini (A) saya sehat sehat saja kok mba, gak sakit apa apa. Kadang ya dikasih obat kalo habis ke bidan. Ya saya minum, tapi kalo bosen ya enggak saya minum, orang katanya vitamin, hehehe. ” (62) Persalinan juga tidak ada komplikasi apa pun menurut Ibu X, hanya berat badan lahirnya kecil. Namun menurut pernyataan Ibu X, memang di keluarga Ibu X memiliki riwayat berat lahir kecil, hanya saja di keluarga Ibu X pertumbuhannya tetap baik walaupun berat lahirnya kecil. “waktu lahir sih biasa mba, gak operasi Cuma dipacu aja. Lama katanya. Terus pas lahiran si adek tu gak nangis langsung, Cuma “hek” sekali katanya.” (12) “habis itu dirawat di RS Banyumas sampe 18 hari, katanya si paru parunya ada infeksi apa apa gitu kurang paham saya. Habis itu dikasih obat, dibawa pulang terus kontrol



36



berapa kali gitu, terus sudah tidak berobat lagi ke rumah sakit apa dokter” (13) 3) Riwayat Penyakit Keluarga X mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu X maupun keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang dialami A. “kalo di keluarga gak ada kok mba, ya nasib saya mba suruh sabar. Sehat sehat semua kok, saya juga pas tau juga kaget, kan anak yang pertama normal.” (88) X juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti. “ga ada sih, paling yang modelnya batuk 2atau 3 hari. batuk pilek biasa. Tapi ya jarang mba, kan jarang berobat juga, palinh ya beli obat warung sudah sembuh” (59) “ga ada” (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang menyebabkan pipis berwarna merah) (60) 4) Riwayat Imunisasi Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa X memberikan imunisasi yang lengkap bagi A ini. “kalo imunisasi ya rutin mba, kan sudah ada jadwalnya, itu di buku juga lengkap. Gak ada yang kosong (sembari menunjukan KMS). Kan ya gak bagus kalo imunisasinya gak lengkap, takut sakit apa apa” (82) 5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Menurut X, A tidak pernah bermain kotor kotoran terkait kondisinya, hanya berbaring di rumah saja. Rumah pasien beralaskan keramik, memiliki pencahayaan cukup dan memiliki jamban sendiri, namun rumah keluarga bergabung dengan tempat kerja suami, shingga banyak debu dari serpihan kayu.



37



“kalo main ya enggak, kan Cuma di kasur saja mba. Dari kecil dulu ya Cuma di kasur saja. Gak pernah main.” (66) “kalo cuci tangan ya pasti, terutama pas mau makan, habis dari WC” (67) “Alhamdulillah kalo WC sudah ada dari dulu mba, mas. Punya sendiri WCnya. Gak gabung gabung apalagi di kali” (68) 6) Status Ekonomi X bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memproduksi gula jawa rumahan dan suaminya bekerja sebegai tukang kayu pesanan. X mengatakan penghasilan keluarga kurang lebih satu juta rupiah. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sudah cukup, walaupun terkadang menghutang tetangga bila ada kebutuhan besar. “kalo penghasilan ya cukup mba, dicukup cukupin. Buat makan ya bisa sama buat terapi si A ya cukup. Yang kadang gak bisa ya beli susu formula itu mba, kadang ya gak bisa beli, kalo kaya gitu ya gimana lagi ya mba (sembari menganggukan kepala). paling ya kalau buat urusan apa gitu yang mendadak dan pas gak punya duit ya minjem sedikit ke tetangga” (52-54) 7) Perilaku Penanganan Penyakit a) Pengetahuan mengenai penyakit X tidak memiliki pengetahuan yang pasti mengenai hubungan penyakit saraf dengan kekurangan gizi yang dialami oleh A. “Kalo penyakit anak saya, saya sendiri juga gak paham. Orang sekolahnya gak tinggi. Cuma dulu katanya sih sakit sarafnya, pas kecil juga pernah melotot gitu matanya, nglirik ke atas, tapi gak demam. Itu juga Cuma dua kali pas masih umur 5 bulanan lah mba” (71) “ saya sih seringnya dikasih tau masalah kurus sama gizi aja, kalo masalah sarafnya tidak pernah mba seinget saya” (72-73) b) Perilaku penangan penyakit Cerebral palsy



38



X kurang memperhatikan pengobatan Cerebral Palsy A. X hanya terapi alternatif pijat terkait kesehatan A. “ Kalo buat sarafnya saya bawa ke cilacap mba mas, terapi. Bukan (saat ditanyakan fisioterapi). Terapi pijet namanya. Ya dipijet gitu mba, habis itu pulang. Cuma ya akhir akhir ini sudah gak kesana, kasian kalo naik motor jauh kesana. Pas kecil ya rutin tiap bulan. Cuma pijet aja mba, gak dikasih obat apa apa” c) Perilaku penangan kekurangan gizi X rutin meninmbang A di posyandu. “rutin banget Mba dibawa ke posyandu buat ditimbang, kanbiar tau naik apa turun, makananya bener apa enggak.” (37) X merasa sangat senang dengan pemberian susu dari Puskesmas yang diberikan selama 3 bulan dan mengharapkan bantuan tersebut terus diberikan karena terkadang tidak dapat membeli susu. “kalo susu ya pernah dikasih mba, katanya buat gizinya itu. Habis itu ya beli sendiri kalo punya uang. Gak ada lagi sih mba kalo buat gizinya, paling makan biasa aja yang dia suka.” (18-19) “Kalau ada ya saya mau mba. Tapi ya biasa aja sih yang saya liat, dikasih susu ya tetap seperti itu” 8) Perilaku terhadap sosial X mengatakan hubungan sosial keluarga baik. Hanya saja, anaknya tidak bisa bermain dengan anak seusianya. Terkadang keluarga atau tetangga yang bermain ke rumah. “kalo saya ya sedih mba melihat anak saya, tapi ya bagaimana lagi. Makanya sama tetangga ya biasa saja, kadang ya diomongin. Kadang ya merasa sedih sakit hati. Tapi ya sudah lah, sudah biasa, sudah empat tahun. Kalau adek ya gak bisa



39



main mba, paling sama mbanya (anak pertama) ini, suka diajak main, suka kadang tetangga lagi main, anaknya suka liat anak saya terus ya main, tapi ya Cuma di kasur aja mba gak kemana kemana. Kalo sehat ya pasti bisa lari-lari ya mba, (sembari tersenyum).” b. Informan II 1) Asupan Makanan a) Asupan ASI Eksklusif Ibu Y masih memberikan asupan ASI dan diberikan susu formula kadang kadang 2-3 kali sehari rata-rata sebanyak setengah botol. Pada 6 bulan pertama bayi mendapat ASI namun tidak ASI Eksklusif selama 6 bulan karena ibu mengaku ASI keluar namun tidak begitu banyak. “Dari kecil sudah minum susu. Sejak 6 bulan pertama ya sudah di bantu susu warung, jadinya dobel ASI dan susu itu. Ya biasanya susunya ½ botol ga mesti juga, tapi kadangkadang kalau ada, ya begitu lah mbak seadanya. Kalau pas ada ya dikasih, kalau ngga ya nunggu ada dulu hehe. Dia mau minum susu kok mbak. ” Ibu Y mengaku ASI Ibu tidak lancer “dulu itu saya bingung ASI saya keluar sedikit ga banyak lho mbak. Daripada anak saya nangis saya belikan susu itu. Saya juga bingung mbak kenapa ASInya ga keluar banyak. Padahal saya nggak sakit juga nggak kok mbak. Makan ya biasa, eh tapi dulu saya nggak terlalu doyan makan mbak. Ngga tau kenapa juga ini mbak. Ada yang ngasih tau saya karena makan saya kurang mbak. Jadi saya pas itu berusaha makan ditambah, tapi ya ga banyak juga mbak. Emang makannya segitu ” b) Komposisi dan Porsi Makanan Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Y, didapatkan bahwa Ibu Y memberikan makanan kepada Y seperti



40



layaknya memberikan makanan kepada anak pertama, kedua, dan ketiga Ibu Y memberikan makanan seadanya kepada Y. “sekarang makan nasi lembek” “ kadang ya sama sayuran, tempe, tahu. Seadanya lah mbak wong ya kaya gini adanya mbak, hehehe. Tapi ya ngga pake menu menuan, seketemunya. Harusnya kan pakai menu menuan ya. dulu saya dikasih tau sama orang puskesmas buat ngasih makan pake menu menu gitu. Tp ya gimana mbak. Makan ya biasa 3x. Kalau mau pakai menu-menuan ga sanggup mbak...” c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik Menurut Ibu Y tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi, sehingga Ibu Y memberikan makanan kepada Y seadanya. “dulu petugas puskesmas sudah kesini menjelaskan, tapi ya begitu lah mbak menu yang baik hehe begitu mbak, saya nggak terlalu ngerti” 2) Riwayat Penyakit a) Penyakit Infeksi pada Balita Berdasarkan wawancara yang dilakukan, Ibu Y mengatakan bahwa Y tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius. “ya sakitnya ya ini aja, pilek pilek biasa, sebentar sebentar sembuh mbak. Biasa mbak kayak anak lain sering pilek. Kalau diare ehmm malah kebebelen mbak ini pernah sekali. Kebebelen tiap saya kasih pisang mbak. Apa karena pisang itu ya mbak. Padahal saya ngasihnya pisang raja mbak disisir, tapi



41



malah bebelen. Apa kenapa ya mbak. Cuma anak saya aja apa yang lain juga ya mbak. Saya trus jarang kasih pisang mbak.” “ alhamdulillah mbak sehat hehe” b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu Y mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu Y mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan pertama, kedua dan ketiga. Anak pertamanya saat ini sudah SMP kelas 1, usia 14 tahun. Jarak anak pertama dan kedua 7 tahun, jarak anak kedua dan ketiga 2 tahun, jarak antara anak ke tiga dan keempat 5 tahun. “pas hamil sehat mbak ngga ada sakit apa-apa. Perdarahan ya ngga. ” “sama kaya hamil-hamil sebelumnya, tapi kok yang ini timbangannya susah naik” ”pas hamil makan ya biasa, ke bidan dikasih obat hamil itu disuruh minum saya minum juga” “ anak pertama saya 14 tahun, trus jaraknya sama yang kedua 7 tahun, trus sama adeknya 2 tahun, trus terakhir yang ini jaraknya 5 tahun” Tidak ada komplikasi apa pun dalam persalinan menurut Ibu Y. “waktu lahir sih normal keliatannya” “lahir di Puskesmas” “lahirnya pas bulan, lahirnya 3 kg, umur 2 bulan baru krasa anaknya kecil. Iya mbak lahir langsung nangis” c) Riwayat Penyakit Keluarga Ibu Y mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu Y maupun keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit apapun. “ ngga ada sakit di keluarga sakit lama gitu biasa-biasa aja mbak”



42



Ibu Y juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti. “nggak ada mbak, ya sakit biasa lah trus sembuh lagi. Mencret ya nggak.” “nggak ada” (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang menyebabkan pipis berwarna merah). 3) Riwayat Imunisasi Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa imunisasi lengkap bagi Y sesuai usia. “imunisasi ya lengkap mbak. Kurang yang 9 bulan nanti itu mbak 2 minggu lagi ” “lengkap mbak, ga pernah kelewat imunisasinya. Panas-panas ya nggak pernah lho mbak. Habis di imunisasi biasa aja lho sebenernya. Saya rutin bawa buat imunisasi mbak. ” 4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah Ibu Y beralaskan semen, atap genteng dan dinding masih amyaman bambu. Luas rumah tidak memadai untuk seluruh anggota keluarga. Ventilasi, penerangan masih belum baik sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit infeksi dengan mudah di antara seluruh anggota keluarga yang tinggal satu atap. “cuci tangan ya biasa mbak cuci tangan” “ kalau sumber airnya dari sumur mbak, iya itu ada sumur yang buat masak, nyuci sayur juga” “ jamban? Kakus oo ini mbak pake WC umum dibawah situ. Belum punya sih mbak jadi ya pake WC umum” 5) Status Ekonomi Ibu Y adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja menjual buah seperti jeruk dan salak ke pasar kemranjen. Penghasilan tidak menentu. “yang kerja ya bapak aja mbak jualan buah itu”



43



“kalau penghasilan berapa kira-kira nggak tau mbak, sehari ada trus habis lagi gitu terus mbak palingan. Hehe. Kayak gitu terus. ” Ibu Y mengaku bahwa ia memikirkan anak pertamanya lakilaki dan mulai sekolah SMP “anak saya sekolah SMP yang pertama. Apalagi dia laki-laki mbak. Saya kepikiran terus. Mau nggak dipikirin tapi nggak bisa. Dulu ada yang pernah ngasih tau saya jangan dipikirin banget gitu. Tapi ya gimana mbak orang anak udah mulai gede saya ya mikirin. Mana ini adeknya kan 3 juga mbak” 6) Perilaku Penanganan Penyakit a) Perilaku penangan kekurangan gizi Ibu Y rutin meninmbang Y di posyandu, namun kadang ibu mengaku malas membawa ke posyandu karena beberapa tetangga mencibirnya. “ya saya bawa terus mbak nimbang. Tapi kadang males mbak. Beratnya ga naik saya kadang dimarahin tetangga dihina. Kan saya ga enak, males saya kadang mbak. Biasa lah mbak orang susah gini. Saya itu diem aja mbak kalau kayak gini. Lha ya gimana saya udah kasih makan tapi ga naik beratnya susah. Orang-orang tetep nghina saya gitu mbak.” 7) Perilaku terhadap sosial Ibu Y tidak pernah membatasi interaksi sosial Y, bahkan Ibu Y sangat senang apabila Y kedatangan teman untuk bermain. “ya main biasa mbak anaknya, sama kakanya sama tetangga juga.” c. Informan III 1) Asupan Makanan a) Asupan ASI Eksklusif Z mengatakan memberikan ASI sampai sekarang. Z mengaku produksi ASI sedikit ,sehingga sebelum uisa 6 bulan sudah ditambah dengan makanan pendamping ASI seperti buah-buahan dan bubur instan. Hal ini dilakukan dengan alasan ingin memenuhi



44



kebutuhan pertumbuhan H. H beberapa kali juga diberikan susu formula bila memiliki uang untuk membeli. “Kalo ASI sih dikasih terus sampai sekarang, cuma ini ASI saya itu sedikit mba, saya rasa kok kurang buat F. Makanya saya kasih makanan tambahan sejak usia 4 bulan. Ya saya kasih pisang, buah-buahan, makanan bubur juga mba, bubur jadi gitu.” “ya kadang juga saya kasih susu mba, susu kotak cair itu mba, soalnya sejak usia 3 bulan kok mulai kecil, tapi ya gitu, kadang kadang aja saya ngasihnya mba, gak bisa belinya. Saya kasih susu kotak cair yang katanya sih buat nambah gizi”. b) Komposisi dan Porsi Makanan Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Z didapatkan bahwa Zmemberikan makanan kepada H seperti saat memberikan makanan kepada anak pertamanya. “makannya H ya nasi biasa, ya saya kasih sejak usia 4 bulan gitu mba. Kalo sekarang ya nasi lembek mba dicampur sayur seadanya sama tahu tempe yang sering, kadang ya daging. H ini agak susah mba kalau makan. Dari usia 4 bulan sudah saya kasih bubur juga mba, kadang ya pisang, buah juga. Kalau sekarang yasudah macam-macam makanannya. H juga suka roti sama makanan ringan juga mba, tapi ya sebenernya susah makan juga sih mba H ini, sedikit banget makannya.” c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik Z tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi, sehingga Z memberikan makanan kepada H sama seperti anak pertamanya tanpa ada perbedaan hanya menunya disesuaikan dengan kemauan H. “Kalau buat menu makanan pendamping anak saya ini saya kurang tau gimana cara membuat yang baiknya mba. Saya kasih aja semaunya H mba, kadang nasi kadang bubur, terus nasi halus, habis itu ya kaya makan biasa, kaya kita. Tapi kalau buat anak saya ini ya saya gak paham, taunya ya itu, dikasih susu formula saja,susu kotak itu mbaa, tapi yaa H ini susah mba makannya.”



45



“dari puskesmas ya sudah pernah bantu mba, petugas gizi sama bidan. Ya bilangin katanya makanannya disuruh bervariasi mba, tapi yaa tetep saya ngasihnya seadanya lah”. Z pernah mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas mengenai bagaimana caranya memberikan makanan yang baik. Akan tetapi Z kurang paham pelaksanaanya. “kalau menu apa gitu ya saya paham mba, dari petugas juga sudah ngasih tau, kaya yang saya bilang tadi mba, makan bergizi lah pokoknya. Kalo bisa ya ada terus lauk sayurnya, tapi makanya juga susah kadang mba, akhirnya yaa semaunya H lah mba, suka makan jajan “ 2) Riwayat Penyakit a) Penyakit Infeksi pada Balita Berdasarkan wawancara yang dilakukan Z mengatakan bahwa H tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius. “kalo sakit ya biasa sih mba, paling panas panas gitu ya. Cuma dulu waktu usia 2 bulanan itu sering batukbatuk mba. Kalo mencret alhamdulillah ngga ko mba.” “Kalo sakit ya saya bawa ke bidan aja mba , tapi kadang ya ilang sendiri. Kalo ke puskesmas jarang mba, jauh sih mba.” b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ny. Z mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu Satu mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan pertama. Ny Z hanya mengaku bahwa selama hamil berat badannya kurang sehigga disarankan oleh bidan untuk menambah konsumsi makanannya ketika hamil. Anak pertamanya saat ini sudah kelas 3 SD atau berusia 8 tahun, selisih kehamilan pertama dan kedua sekitar 6 tahun. “Pas saya hamil anak saya ini saya sehat sehat saja kok mba, gak sakit apa apa. Cuma ini saya emang kurus mba, sama bu bidan semat disuruh untuk menaikan berat badan saya mba, Kadang ya dikasih obat kalo habis ke bidan. Tapi ya gini mba, saya makan banyak juga tetep kurus, hhehe”



46



Persalinan juga tidak ada komplikasi apa pun menurut Ny.Z. “lahirnya sih biasa mba, gak operasi kok. Pokoknya normal lah mba, ndak kecil juga, beratnya 2,7 Kg apa ya mba, langsung nangis, sehat mba pokoknya.” c) Riwayat Penyakit Keluarga Ny. Z mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ny.Z maupun suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang dialami H. “kalo di keluarga gak ada kok mba, yaa ini H aja yang kecil, dulu ini anak pertama saya ga kecil kayak gini mba, tapi apa karena keturunan ya mba, ini dari ibu saya ya kurus, saya ya kurus, hhehehh” Ny Z juga mengatakan bahwa nenek H sering menderita batuk-batuk yang lama, batuk tidak kunjung sembuh. “ini sih mba, saya kan sebelumnya tinggal di rumah mertua, ya baru-baru ini mba pindahan, terus mertua saya itu memang batuk-batuk terus mba, ga sembuh-sembuh. Kalo H ya kadang-kadang aja batuknya, tapi dulu ya sering panas mba” “ga ada mba” (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang menyebabkan pipis berwarna merah) 3) Riwayat Imunisasi Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa



X



memberikan imunisasi yang lengkap bagi Z ini. “ini kalo imunisasi ya rutin kok mba, itu di buku juga lengkap, sudah terjadwal sih ya mba. Ini mba kalau mau lihat bukunya (sambil mengambilkan buku KIA). Khawatir kenapakenapa sih mba kalau ga imunisasi. 4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Menurut Ny Z, H memang suka bermain kotor-kotoran bersama teman-temannya. Keadaan lingkungan sekitar rumah H juga masih banyak yang terbuat dari tanah. Rumah pasien



47



masih terbuat dari tanah, belum kedap air, memiliki pencahayaan cukup dan belum memiliki jamban sendiri. “namanya ya anak-anak mba, kalo main ya kemanamana sama temen-temennya. Suka main tanah, kotor-kotoran.” “kalo cuci tangan ya pasti mba, apalgi pas mau makan, habis dari WC juga” “ini mba , kalo WC ya kami belum ada lah mba, masih pakai kolam, itu biasanya di kolam mba BAB.nya, WC umum ya terbatas” 5) Status Ekonomi Ny. Z bekerja sebagai ibu rumah tangga. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sudah cukup, walaupun terkadang sebatas hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “kalo penghasilan ya cukup lah mba, tapi ya cukupnya buat kebutuhan sehari-hari aja, kalo ada lebihnya ya paling dikit mba, namanya juga Cuma buruh pabrik mba” 6) Perilaku Penanganan Penyakit a) Pengetahuan mengenai penyakit Ny.Z



tidak



memiliki



pengetahuan



yang



pasti



mengenai dengan kekurangan gizi yang dialami oleh A. “Saya ya tahunya cuma ini anak saya kok berat badannya ga naik-naik ya mba, ga ada keluhan sakit serius sih mba, lha mikirnya saya ini ngga papa, wong dulu saya juga kecil, heheh” “ini kalo misal nimabnag gitu juga sering dibilangi mba, buat nambahin makanannya si F, dari pihak gizi puskesmas juga memberikan nasihat mba, buat ngasih F makanan yang bervariasi” b) Perilaku penangan penyakit infeksi sebelumnya Ny.Z mengaku tidak mengetahui cara penanganan penyakit infeksi sebelumnya , hanya memberikan obat dari bu bidan seadanya, Ny Z mengaku masih menganggap batuk-batuk itu sebagai hal yang bisa sembuh sendiri,



48



“ ya kalo misal dulu sakit gitu mba, pas panas pilek batuk gitu ya kalo ga sembuh ya saya bawa ke bidan, tapi biasanya sembuh sendiri ko mba, makanya jarang saya obati” c) Perilaku penangan kekurangan gizi Ny. Z rutin meninmbang F di posyandu. Ny.Z mengaku sering mendapat nasehat dari pihak gizi puskesmas mengenai cara pemberian makanan yang bergizi dan seimbang. “ini saya rutin banget mba buat nimbangin ke posyandu bu bidan mba, ya biar taulah ini anak saya gimana berat badannya naik apa engga, yaa meskipun nyatanya ini anak saya paling kecil sih mba diantara temen sebarengannya, tapi yaa saya tetep semangat aja buat nimbangin. Kalo udah kayak gini ya jadinya saya mba yang usaha, tak kasih susu juga lah meskipun ga rutin, tapi kalo bisa saya beliin mba” 7) Perilaku terhadap sosial Z mengatakan hubungan sosial antar keluarga baik. Ny Z mengaku senang kalau misal berhubungan dengan tetangga sekitar. F juga sangat senang bermain dengan teman-teman sebayanya. Ny Z mengaku tidak merasa tersinggung jika saat berkumpul banyak yang memberikan saran mengenai keadaan F. “ya kalo saya ya biasa aja mba sama tetangga sekitar, sering bnaget kadang kumpul kumpul gitu mba, ya kalau kumpul gitu kadang juga diomongin sih mba, tapi saya yaa ga pernah ambil hati mba, hhehhe, wong emang disarankannya baik, saya ya terima-terima aja.” d.



Informan IV 1) Asupan Makanan



a) Asupan ASI Eksklusif W mengatakan tidak memberikan ASI eksklusif karena pada saat usia 5 bulan menjalani ibadan puasa ramadhan dan akhirnya



49



memberikan susu formula, saat ini W masih memberikan ASI pada anaknya disertai susu formula. “Kalo 6 bulan pas sih enggak mas, kan waktu I usia 5 bulan tu masuk bulan puasa, jadinya ya saya mulai ngasih susu formula waktu itu, kasian soalnya ASI saya mulai sedikit saya kuatir kalo gak cukup. Tapi ya ASI sih masih dikasih mas. Sampe sekarang juga masih kok ngasih ASI. (33) b) Komposisi dan Porsi Makanan Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan W didapatkan bahwa W memberikan makanan kepada I seperti layaknya memberikan makanan kepada anak pertamanya. “Kalo makan anak saya mulai makan sesuai panduan dari bidan mas. Mulai umur 7 bulan mulai latian bubur, terus nasi. Kalo sekarang ya sudah makan semua, ciki, jajan, nasi ya dimakan. Tapi ya sedikit, paling kalo dulu pas bikin nasi lembek itu, baru 2 apa 3 sendok, ya sudah, gak mau. Malah kalo dipaksa suka muntah. Ya saya gak ngasih lagi, takut malah sakit kalo dikasih makan terus. ” (23-24) c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik W tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi, sehingga Ibu Satu memberikan makanan kepada W sama seperti anak pertamanya tanpa ada perbedaan hanya menunya disesuaikan dengan kemauan I. “Hahaha, ya gak apal mba. Ya cukup 4 sehat 5 sempurna. Terus ya ASI eksklusif sampe 6 bulan, terus habis itu latian makan, pisang, nasi, bubur gitu. Kalo makanya saya ya yang dimakan anak saya ini. Ibu gizi dari Puskesmas juga udah pernah ngasih tau mas, dibuku kan juga ada, terus saya pernah itu dikasih tau, kalori, karbohidrat, protein gitu, segini segini, tapi ya susah ya mba, gak bisa ngitungnya sama ya kadang gak sesuai sama yang saya masak, hehehe namanya juga orang desa” (77) 2) Penyakit Infeksi pada Balita Berdasarkan wawancara yang dilakukan W mengatakan bahwa I tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.



50



“Lah ini malah gak pernah sakit, beda mas sama anak adik saya, gendut dia tapi suka panas. Kalo anak saya panasnya cuma pas mau tumbuh gigi, yang belakang mau keluar ya panas, malah sekarang sudah pada ompong giginya” (55) “Batuk, pilek ya biasa aja mas, paling ya pilek pilek biasa, kalo agak lama dikit, 3 hari apa 2 hari belum sembuh, tak bawa langsung ke puskesmas, dikasih obat sama dokter, ya Alhamdulillah sembuh. Kadang kalo panas habis mau tumbuh gigi, tapi gak turun turun ya tak bawa ke bidan apa puskesmas, sembuh lagi, seneng lagi” 3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu Satu mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu Satu mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan pertama. Anak pertamanya saat ini sudah kelas 2 SD atau berusia 8 tahun, selisih kehamilan pertama dan kedua sekitar 6,5 tahun. “Hamilnya sehat mas, sehat banget, makan enak, gak sakit, gak ada apa apa, berat badan? Ya naik bagus kata bidan (saat ditanyakan terkait kenaikan berat badan saat hamil) ” (62) W mengatakan saat melahirkan mengalami komplikasi berupa persalinan tidak maju. W lalu dibawa ke RS Banyumas dan dilakukan persalinan dibantu vakum. Hal tersebut dilakukan pada kedua anak W. “Lahirnya RS Banyumas ini dua duanya. Saya kan lahiran di puskesmas, terus udah lengkap, disuruh ngejen gak bisa bisa keluar, terus ya akhirnya dirujuk sama bu bidan ke Banyumas. Di banyumas di vacum mba. Dua duanya ini anak saya vacum semua” (12) 4) Riwayat Penyakit Keluarga W mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu Satu maupun keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti yang dialami I. “gak ada mba yang suka sakit sakitan serumah. Palingan itu, anak adik saya yang rumahnya diatas tadi buat parkir itu, nah kalo dia ya sering panas panas gitu.” (88)



51



W juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti. “gak ada lho mba, sehat semua lah” (59) “ga ada” (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang menyebabkan pipis berwarna merah) (60) 5) Riwayat Imunisasi Berdasarkan



hasil



wawancara



dikatakan



bahwa



W



memberikan imunisasi yang lengkap bagi I ini. “Imunisasinya lengkap mba, saya rajin bawa ke posyandu, gak sampe telat. Semuanya lah pokoknya.” (82) 6) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Rumah pasien beralaskan keramik, memiliki pencahayaan cukup. W belum memiliki jamban keluarga di rumahnya. Jamban tersedia di rumah mertua W yang berjarak sekitar 20 meter dari rumah W. Sumber air berasal dari mata air desa dan harus mengambil air di mata air bersama warga lainya. “ya kaya anak kecil biasa mas, main main di rumah, malah dia aktif banget, main di luar ya main, biasa gak yang aneh aneh, blepotan gitu ya enggak. Gampang dia lah momongnya, jarang rewel, bayi ceria apa ya mba, tapi kurus terus yaa hahahaha (sembari menggendong anaknya)” (66) “kalau kaya cuci tangan ya iya mba, mas, tapi kan ya gak yang rutin pasti gitu, Cuma ya kalo kerasa kotor saja kalo gak ya kalo makan gitu.” (67) “ya begini sih mba, saya belum punya WC di rumah, kalau mau buang air ya ke tempat rumah mertua saya tuh diatas tadi, bareng sama keluarga orang tua sama adek saya mba mas, nanti lah bikin, biar gak repot. Nah yang masih repot sih masalah air sebenarnya, kan disini pakenya itulah namanya, yang sumur alami itu, “tuk”, nah mata air (setelah diberikan clue mata air). Tapi ya repot juga sih, kan itu air buat masak sama bikin minum, kalo nyuci ya di tempat orang tua yang airnya sudah ada dari dulu, hehehe. Pernah ya mba, pas hamil si anak pertama, jadi tu pas kemarau panjang, airnya di mata air tu sampe mau kering gitu, udah hamil besar, ngantri air, kan suami kerja ya, jadi ya saya yang ngantri, paling dapet satu ember kecil, lah susah.” (68)



52



7) Status Ekonomi W bekerja sebagai ibu rumah dan suaminya bekerja sebegai petani. W mengatakan penghasilan keluarga cukup untuk membeli kebutuhan keluarga, dan susu formula anaknya. “kan saya Cuma di rumah, kalo yang nyari uang ya bapak mba, petani mba, nggarap tanah orang tua sih masih, sambil coba cari tanah, kan masih lumayan murah lah. Hasilnya sih ya lumayan, kan tanah orang tua lumayan banyak, nah saya disuruh nggarap aja gitu, hasilnya ya kalo lebih dibagi sama orang tua, kalo gak ya gak. Cukupan mba alhamdulillah, biasanya ya berapa ya, hehehehe. Gak tau lah kalo uangnya, kan biasanya ya segitu lah, cukup kok tapi buat makan, kebutuhan anak, beli susu ya bisa, hahaha kalo anaknya lagi mau minum ya diminum, susah sih mas anaknya, suka makan ciki.” (52-54)



8) Perilaku Penanganan Penyakit a) Pengetahuan mengenai penyakit W mengetahui perkembangan gizi anaknya kurang baik, I mengalami peningkatan berat badan yang kurang baik, hanya 2 sampai 3 ons per bulan hingga pada bulan ke tujuh sudah dibawah garis merah pada KMS. W tidak mengerti penyebab pasti I mengalami gizi buruk, hanya mengetahui karena I susah makan. “wah kalo namanya sih katanya gizi buruk, lah tapi kan ya udah tak kasih ini itu mas, mungkin ya namanya susah makan ya bukan gizi buruk, hehehe. Kalo saya taunya dari pas timbang mas, pas timbang bulan 7. Taunya dari KMS mas, kan ada tuh, tuh mas lewat garis merah itu dibawahnya. Awalnya sih saya sudah curiga mas, soalnya tiap bulan tu naik, tapi dikit banget. Paling ya 2 ons 3 ons, jadinya ya pas bulan tuju itu udah dibawah garis, saya juga bingung ini anak kenapa, kayanya sih ya sama kaya adik saya yang laki laki dulu mas, katanya dulu gitu, perutnya malah buncit, badanya kurus, gak doyan makan, padahal udah disediaiin, dan pas kelas 3 SD badanya mulai gede gitu mas, malah sekarang badanya paling



53



gede, kaya tentara. Mungkin nanti anak saya kaya gitu ya mas.” (71) “kalo kenapa anak saya kaya gini, ya karena susah mas makanya. Saya sampe bingung itu, kenapa ya ini anak. Soalnya sudah tak kasih makan, tak kasih ini itu, sekarang malah sukanya chiki.” b) Perilaku penangan kekurangan gizi W rutin meninmbang A di posyandu. “Kalo urusan posyandu sama nimbang ya saya paling rajin mas, hehehehe. Kan saya tau tu anak saya timbanganya gak bagus, malah itu yang bikin saya penasaran, udah naik apa turun gitu timbanganya.” (37) W membelikan susu formula untuk anaknya, namun yang menjadi masalah adalah anak W tidak mau meminumnya dengan rutin. W merasa bingung dengan hal tersebut dan akhirnya hanya menuruti kemauan anaknya saja. “Kalo dari puskesmas ya gitu mba, saya dikasih penyuluhan, dikasih formulir gizi, ada takeranya, ada itunganya, ada menunya. Tapi ya kaya yang saya bilang tadi, anaknya kan yang gak mau, saya sih sudah berusaha ngasih susu mas, ngasih makan, ngasih apa aja. Semampu saya sih udah mas, tapi makan aja paling 2 sendok terus dilepeh, gak mau lagi, minum susu juga gitu, kalo lagi mau sih ya mau, seneng saya, tapi kalo lagi gak mau, duh bikin bingung, ya nunggu mau aja lah. Yang penting ya tetep usaha,nyari cara biar anak saya yang lucu ini mau makan lah mas, masalahnya sih ya gak makan itu mas. Pusing, hahahahaha” (18-19) 9) Perilaku terhadap sosial W mengatakan hubungan sosial keluarga baik. Anak anak bermain dengan ceria dan wajar, I juga tergolong anak yang aktif, terlihat saat peneliti mengunjunginya, awalnya terlihat malu, namun setelah itu kembali bermain dan beberapa kali mengajak bermain bersama. “Kalo anak saya yang kedua ini malah bagus mas anaknya aktif, kalo lagi main, udah gak bisa dicegah. Anaknya juga cepet paham, perkembanganya juga baik, mudengan, tuh mas disuruh ambil HP aja dia udah paham, main HP juga bisa, ya walopun pencet pencet tapi dia udah tau, terus kalo main sama



54



temenya ya gitu, loncat loncat, tapi kok ya kecil aja ya mas. Saya ya jadinya biasa aja mas, kan suka ada yang bilang gizi buruk gizi buruk, tapi ya kan bukan karena saya gak ngasih makan apa makananya kurang, si anak aja yang gak suka makan ya mas.” B. Pembahasan Cerebral palsy adalah kelainan neurologis permanen berupa gangguan sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan perubahan postur, keterbatasan gerak dan perkembangan. Selain itu, cerebral palsy dapat disertai dengan gangguan kognisi, gangguan sensasi, persepsi, komunikasi dan sering disertai dengan epilepsi (Kuperminc, 2008). Cerebral palsy dapat mengakibatkan perubahan status gizi pasien. Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah malnutrisi dan gangguan sistem endokrin. Pada pasien dengan serebral palsy, dapat terjadi malnutrisi terus menerus yang dikarenakan oleh defek sistem muskuloskeletal yang terjadi pada area oral dan faringeal sebagaimana fungsi normalnya sebagai organ yang berperan dalam proses menelan. Gangguan menelan ini mengakibatkan penurunan intake makanan. Sehingga dalam jangka waktu tertentu dapat terjadi malnutrisi. Selain itu, pada pasien dengan cerebral palsy ditemukan penurunan kadar hormon pertumbuhan (growth hormon). Sehingga, perkembangan tubuh pasien akan mengalami penurunan secara umum, terlebih sistem muskuloskeletal. Resiko komplikasi berupa pneumonia aspirasi oleh karena makanan dapat terjadi pasda pasien dengan cerebral palsy dan hal ini dapat mengakibatkan kesulitan pencapaian status gizi normal karena adanya faktor infeksi berulang (Kuperminc, 2008). A memiliki kelainan cerebral palsy yang diketahui sejak usia 3 bulan. Pasien mengalami tetraplegia spastik, disertai dengan gangguan postur, gerak dan kesulitan menelan makanan. Defek muskuloskeletal menyebabkan kesulitan menelan yang terus menerus. Berdasarkan penuturan A, anaknya memang sulit menelan sehingga A kesulitan memberikan makanan yang cukup kepada anaknya. A juga pernah



55



mengalami kejang yang dituturkan oleh A berupa mata melirik ke atas dan terjadi dua kali. Hal tersebut mengarah pada epilepsi yang sering menyertai pasien dengan cerbral palsy. Selain itu, cerbral palsy dapat memberikan resiko komplikasi berupa pneumonia aspirasi oleh karena makanan. A mengatakan anaknya sering batuk dan pilek. Hal ini belum dapat dipastikan merupakan pneumonia aspirasi akan tetapi dapat menjadi perkiraan salah satu penyebab susahnya A mencapai status gizi normal. Faktor resiko lain yang ditemukan adalah rendahnya pemahaman dan pendidikan orang A pada kondisi anaknya. Awalnya A rutin kontrol A ke RSUD Banyumas, namun hal tersebut tidak dilanjutkan sehingga secara medis perkembangan penyakit A tidak diketahui. A lebih memilih pengobatan terapi alternatif berupa pijat untuk mengobati anaknya. Pengobatan alternatif yang dilakukan beberapa bulan terakhir tidak dilanjutkan karena A merasa kasian apabila anaknya dibawa perjalanan jauh menuju cilacap untuk terapi. Selain itu, A hanya memberikan makanan sesuai dengan kesukaan A saja yakni telur asin. A menuturkan telur asin kadang dimakan bersama nasi dan kadang hanya telur asin saja. Sebelumnya A pernah mendapatkan pengarahan terkait pemenuhan gizi dari Puskesmas, namun A hanya menangkap untuk memberikan susu formula. A menuturkan hanya memberikan susu formula sebagai penambah makanan utama dan hal tersebut dilakukan bila A mampu membeli susu saja. Pengetahuan pemberian susu formula juga cukup rendah, A memberikan susu formula tanpa memperhatikan takaran susu yang ada. Faktor resiko tidak langsung lainya adalah faktor ekonomi. Dimana A bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan sampingan sebagai pembuat gula jawa dengan produksi 5 kg setiap produksi dan A memproduksi gula jawa dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Suami A bekerja sebagai tukang kayu pesanan dengan sumber bahan kayu membeli di toko kayu. Intensitas kerja suami A bergantung pada pesanan yang ada. A mengatakan penghasilan rata-rata keluarga adalah satu juta perbulan. Hal ini dikatakan A membuat dirinya hanya memberikan susu formula bila



56



sedang ada uang saja. Status ekonomi merupakan faktor penting untuk menunjang kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan gizi pasien gizi buruk. Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya masalah gizi buruk di Indonesia (Depkes, 2015). Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki banyak jumlah penduduk di bawah Garis Kemiskinan. Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (Riskesdas, 2013). Kondisi krisis ekonomi sejak tahun 1997 dan terus berkelanjutan sampai saat ini, menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat, terutama balita (Almatsier, 2004). Pada anak F, gizi buruk yang terjadi kemungkinan besar dikarenakan faktor ekonomi. Ibu F adalah seorang ibu rumah tangga, dan ayah F bekerja sebagai penjual buah dengan penghasilan yang tidak menentu. Ibu F mengatakan bahwa penghasilan suaminya cukup untuk makan sehari kemudian keesokan harinya harus mencari penghasilan lagi, begitu seterusnya. Apalagi jumlah anak dalam keluarga ini ada 4 orang anak. Faktor kemiskinan sebagai penyebab utama sulitnya kenaikan berat badan F, hal ini diperkuat oleh pengakuan ibu yang memberikan makanan kepada F seadanya, dan tempat tinggal yang masih jauh dari kriteria rumah sehat. Kemiskinan merupakan akar masalah terjadinya keadaan kurang gizi terlebih stunting yang merupakan keadaan kurang gizi yang sudah berlangsung lama (kronis). Kemiskinan adalah keadaan sebuah keluarga yang tidak sanggup memelihara dirinya dan keluarganya dengan taraf kehidupan, dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun



57



fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Keluarga miskin yang memiliki anak balita tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya,



dimana



anak



mengalami



penyimpangan



dari



pertumbuhan dan perkembangan normal (Almatsier, 2004). Menurut hasil Penelitian Fuada et.al, menyatakan faktor tingkat ekonomi (OR=1,44 CI 95% ; 1,272-1,637), merupakan faktor yang paling berhubungan dengan status gizi kronis pada anak balita di perkotaan, setelah dikontrol variabel pendidikan dan tinggi badan orang tua. Sedangkan faktor paling berhubungan dengan status gizi kronis pada anak di pedesaan adalah tingkat ekonomi (OR=1.45 CI 95% ; 1,293-1,636), setelah dikontrol variabel pemanfaatan pelayanan kesehatan, tinggi badan orang tua dan kecukupan energi protein. Perlu diketahui, status gizi kronis merupakan status gizi berdasarkan indikator TB/U yang menggambarkan status gizi masa lalu, oleh karenanya faktor tingkat ekonomi, terlihat lebih signifikan (Fuada et.al, 2010). Gizi buruk yang disebabkan oleh faktor ekonomi ini sulit diintervensi karena harus melibatkan banyak sektor. Selain diperlukan pembiayaan dari pemerintah untuk mempebaiki status gizi, juga diperlukan pemberdayaan kepada keluarga agar dapat meningkatkan status ekonomi sehingga dengan demikian kebutuhan pangan dengan gizi yang baik dapat diberikan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Informan III dan IV, didapatkan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk adalah pola pengasuhan anak dari orang tua. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, cara memberikan makan maupun pengetahuan tentang jenis makanan yang harus diberikan sesuai umur dan kebutuhan, memberi kasih sayang dan sebagainya (Supariasa et al,2002). Menurut Soekirman (2000), pola asuh gizi merupakan perubahan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang dan



58



sebagainya dan semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental. Pola asuh yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbunhan dan perkembangan balita sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi. Ibu harus memahami cara memberikan perawatan dan perlindungan terhadap anaknya agar anak menjadi nyaman, meningkat nafsu makannya, terhindar dari cedera dan penyakit yang akan menghambat pertumbuhan. Apabila pengasuhan anak baik makan status gizi anak juga akan baik. Peran ibu dalam merawat sehari-hari mempunyai kontribusi yang besar dalam pertumbuhan anak karena dengan pola asuh yang baik anak akan terawat dengan baik dan gizi terpenuhi. Masa balita merupakan masa emas dimana bisa menjadi penentu masa depan. Masa balita merupakan periode perkembangan otak dan kecerdasan yang pesat.Sebagai orang tua pengasuh harus mampu menjaga agar masa balita ini tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan balita menjadi terhambat pertumbuhan dan perkembangannya (Wake, et al, 2007; Attorp,et al 2014). Kadang ibu kurang menyadari bahwa anak yang tidak dapat bertambah tinggi badannya perlu diwaspadai sebagai gangguan pertumbuhan dan anak yang pendek menggambarkan status gizi yang jelek. Salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Attorp, et al (2014) mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan cara dan situasi makan. Praktek pola asuh dalam memberikan makanan pada anak meliputi pemberian makanan yang sesuai umur, kepekaan ibu mengetahui saat anak makan (waktu makan), upaya menumbuhkan nafsu makan anak dengan cara membujuk anak sehingga nafsu makan anak meningkat, menciptakan suasana makan anak yang baik, hangat dan nyaman (Arrendodo, et al 2011). Mengajak anak bermain sambil makan membuat anak meningkat nafsu makannya. Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi (Santoso dan Ranti, 1995 dalam Emiralda, 2008). Pemberian makan pada anak



59



sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat menikmatinya, tidak perlu membuat jadwal makan yang terlalu kaku karena mungkin saja anak belum merasa lapar sehingga tidak nafsu makan (Pudjiadi, 2005 dalam Emiralda, 2008). Pemberian makan sebaiknya juga tidak sekali sehari asal anak sudah makan. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur anak sehingga semakin bertambah usia anak, juga semakin tambah jumlah kebutuhan gizi yang diperlukan. C.



Prioritas Permasalahan Prioritas permasalahan pada faktor risiko terjadinya gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen selain dari penyakit yang mendasari adalah adanya pengatahuan yang kurang mengenai bagaimana cara pemberian makanan yang baik dan benar pada balita khususnya pemberian makanan untuk kepentingan tumbuh kejar pada balita yang sudah mengalami gizi buruk. Faktor pola asuh orang tua juga menjadi faktor resiko yang cukup berpengaruh pada kejadian gizi buruk terkair dengan asuhan keseharian dan pengawasan tumbuh kembang anak.



D.



Keterbatan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yangmenghambat dalam proses pengumpulan dan analisis data, yaitu : 1. Topik penelitian merupakan isu yang sensitif bagi informan, peneliti sempat kesulitan mencari informan yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Sehingga peneliti harus melakukan pendekatan secara personal kepada calon informan. 2. Penulisan catatan lapangan yang belum maksimal karena sulitnya membagi konsentrasi antara mendengarkan pernyataan informan dan mencatat bahasa non-verbal dari informan. 3. Hasil rekaman yang kurang jelas akibat banyak suara-suara selain dari informan dan peneliti menyebabkan peneliti kesulitan saat menuliskan transkrip wawancara.



60



4. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif pertama bagi peneliti sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam menganalisis data yang diperoleh dari hasil wawancara. 5. Informan penelitian merupakan figur dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah, sehingga peneliti harus menggunakan kata-kata yang mudah dipahami dalam berkomunikasi selama wawancara berlangsung.



61



BAB VII ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, factor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Kemranjen I Kecamatan Kemranjen adalah factor ekonomi, pola asuh, pengetahuan, dan penyakit bawaan. Masalah ekonomi cukup sulit untuk diintervensi dengan pendekatan masyarakat, sehingga pemecahan masalah yang dapat dibuat beberapa alternative adalah mengenai pengetahuan Ibu mengenai kebutuhan nutrisi pada anak baik dengan penyakit bawaan maupun tidak. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas alternative pemecahan masalah adalah dengan metode Rinke. Metode ini menggunakan dua criteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. 1. Kriteria efektifitas jalan keluar a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) : 1) Masalah yang dapat diatasi sangat kecil



(skor 1)



2) Masalah yang dapat diatasi kecil



(skor 2)



3) Masalah yang dapat diatasi cukup besar



(skor 3)



4) Masalah yang diatasi besar



(skor 4)



5) Masalah yang diatasi dapat sangat besar



(skor 5)



b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah): 1) Sangat tidak langgeng



(skor 1)



2) Tidak langgeng



(skor 2)



3) Cukup langgeng



(skor 3)



62



4) Langgeng



(skor 4)



5) Sangat langgeng



(skor 5)



c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah): 1) Penyelesaian masalah sangat lambat (skor 1) 2) Penyelesaian masalah lambat



(skor 2)



3) Penyelesaian cukup cepat



(skor 3)



4) Penyelesaian masalah cepat



(skor 4)



5) Penyelesaian masalah sangat cepat



(skor 5)



2. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah) a. Biaya sangat mahal



(skor 1)



b. Biaya mahal



(skor 2)



c. Biaya cukup mahal



(skor 3)



d. Biaya murah



(skor 4)



e. Biaya sangat murah



(skor 5)



Beberapa alternatif pemecahan masalah yang bias dilakukan diantaranya adalah penyuluhan mengenai pemberian nutrisi pada bayi dan balita secara umum dan spesifik pada balita dengan gizi buruk yakni berupa konseling personal. Pengetahuan mengenai pemberian nutrisi secara umum diharapkan dapat membuat ibu lebih awas mengenai status gizi anak agar tidak salah menjadi gizi berlebih atau gizi kurang. Penyuluhan secara umum dapat memberikan pemahaman secara langsung kepada masyarakat. Akan tetapi, saat ini terjadi kesulitan karena wahana seperti Posyandu yang biasanya efektif dapat menghimpun ibu dengan balita berjalan kurang efektif yang dikarenakan oleh bulan Puasa. Sedangkan pengetahuan mengenai pemberian nutrisi spesifik pada balita dengan gizi buruk diberikan agar ibu yang memiliki balita dengan gizi buruk mengetahui bagaimana usaha untuk mengejar pertumbuhan balita agar tidak terlalu lama berada dalam kondisi gizi buruk. Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi untuk ibu yang memiliki balita juga dapat menjadi alternative pemecahan masalah kejadian gizi buruk.



63



Selain itu menurut penelitian, sebagian besar ibu yang mengasuh anak mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana cara membuat makanan yang bergizi bagi anaknya, ibu hanya memberikan anaknya makanan sesuai dengan kebiasaan dan seadanya. Harapannya dengan pemberian salinan contoh resep makanan yang juga didapatkan dari salinan Pedoman Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 2016, ibu yang memiliki balita dapat mempraktikan apa yang didapatkan dari penyuluhan dan tidak lagi kebingungan dalam pengolahan makanan yang baik. Ibu juga bias mengkreasikannya sesuai dengan keinginan anaknya. Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi akan lebih efektif jika diberikan setelah dilakukan penyuluhan mengenai gizi balita secara personal (konseling). Penyuluhan kader posyandu atau bidan desa dapat menjadi alternative sehingga kader posyandu dapat memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat yang dinaunginya mengenai ilmu yang sudah didapatkan. Penyuluhan kader posyandu atau bidan desa dapat berimbas lebih luas karena cakupan kerja yang menyeluruh pada seluruh wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. Pemasangan poster mengenai gizi pada bayi dan balita bias dijadikan alternative dengan sasaran yang jauh lebih luas karena bias dibaca oleh semua orang, namun hanya pemasangan poster tidak menjamin adanya pemahaman atau transfer ilmu yang efektif kepada pembaca. Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk masalah pengetahuan ibu tentang nutrisi anak di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen adalah sebagai berikut: No



1



2



Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Efisiensi Keluar (C) M I V



Penyuluhan mengenai 4 pemberian nutrisi pada balita pada wilayah berisiko di posyandu balita Konseling mengenai 5 pemberian nutrisi pada bayi dan balita khusus gizi buruk



MxIxV/ C



4



4



3



16



Urutan Prioritas Pemecahan Masalah 3



5



4



4



25



1



64



3.



4. 5.



Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi untuk ibu yang memiliki balita Penyuluhan kepada kader posyandu dan bidan desa Pemasangan poster mengenai gizi pada bayi dan balita



4



3



3



3



12



4



5



4



3



3



20



2



3



3



2



3



6



5



B. Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan perhitungan prioritas pemecahan masalah dengan metode Rinke, diperoleh prioritas pemecahan masalah yaitu: Konseling mengenai pemberian nutrisi pada bayi dan balita khusus gizi buruk menempati peringkat satu, dan penyuluhan mengenai pemberian nutrisi kepada kader posyandu atau bidan desa pada urutan kedua.



65



BAB VIII RENCANA KEGIATAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh banyak faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 % kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari + 80% kematian anak (Depkes, 2015).Keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak diseluruh dunia. Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah sanitasi lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga faktor lain yang mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, cacingan dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi (Depkes, 2015). Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat bersifat permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi. Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah gizi buruk dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019 (Depkes, 2015).



66



Berdasarkan hasil Community Health Analysis di Kecamatan Kemranjen melalui pendekatan kualitatif, diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kejadi gizi buruk disana adalah karena adanya penyakit kongenital (yang mendasari), pola asuh, dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai cara pemenuhan gizi seimbang bagi anaknya. Diketahui berdasarkan data pendekatan kualitatif bahwa keluarga pasien memiliki PHBS yang tidak terlalu buruk dan pasien jarang mengalami infeksi berulang. Faktor tidak langsung yang dapat menyebabkan kejadian gizi buruk yang didapatkan adalah kurangnya pendidikan kedua orang tua dan status ekonomi keluarga menengah ke bawah. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperlukan konseling kepada informan secara khusus dan penyampaian materi gizi balita kepada kader dan bidan desa. Peningkatan pengetahuan dan intervensi berbasis masyarakat agar mengetahui mengenai gizi seimbang yang diperlukan bayi dan balita serta yang lebih penting adalah mengenai cara mencapai dan mempertahankan status gizi normal. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan penyuluhan mengenai hal tersebut. Pertumbuhan manusia paling pesat terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan dari mulai kehamilan sampai usia 2 tahun, sehingga pemberian gizi yang baik sangat diperlukan selama 1000 hari pertama kehidupan tersebut. Alasan ini yang mendasari pemberian materi pada kegiatan penyuluhan difokuskan kepada gizi bayi dan balita khususnya sampai usia 2 tahun. Berdasarkan hasil pendekatan kualitatif juga ditemukan bahwa ibu sebenarnya mengetahui bahwa anaknya harus mendapatkan gizi yang baik namun tidak mengerti bagaimana cara mengolah makanan yang tepat agar gizi anaknya bias terpenuhi. Hal ini mendasari pemberian handover resep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ibu dengan balita gizi buruk. Selain itu, pendayagunaan kader posyandu dan bidan desa sebagai pendamping masyarakat secara umum juga perlu ditingkatkan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih terkait pemberian gizi seimbang dan penanganan gizi buruk kepada masyarakat secara luas melalui wahana Posyandu. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pemberian dan penyegaran



67



materi gizi balita dan gizi buruk kepada bidan desa dan kader agar dapat disampaikan pada seluruh Posyandu di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen sehingga nantinya dapat tersebar luas kepada seluruh anggota posyandu balita dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. B. TujuanKegiatan 1. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pedoman gizi seimbang bagi bayi dan balita dan cara memenuhi gizi seimbang. 2. Memberikan motivasi kepada ibu dengan balita gizi buruk untuk melakukan penimbangan dan pemantauan gizi balita melalui posyandu dengan rutin. 3. Meningkatkan dan menyegarkan pengetahuan kader dan bidan desa terkait pemberian MP-ASI dalam pemenuhan gizi balita. 4. Menekan angka kejadian gizi buruk dan penanganan awalnya. C. Bentuk dan Materi Kegiatan Kegiatan akan disajikan dalam bentuk konseling kepada informan dan penyampaian materi tentang pedoman gizi seimbang pada bayi dan balita terutama cara untuk mencapai pemenuhan gizi seimbang dan pembagian handover contoh resep MP-ASI kepada kader posyandu dan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. D. Sasaran Informan penelitian, kader Posyandu, dan Bidan Desa di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. E. Pelaksanaan 1. Personil a. Kepala Puskesmas



: dr. Anggoro Supriyo



b. Pembimbing



: dr. Anggoro Supriyo



c. Pelaksana



:Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah, Patminingsih



2. Waktu dan Tempat Konseling Personal: a. Hari



: Rabu



b. Tanggal



: 21 Juni 2017



c. Tempat



: Ruang tamu rumah informan.



68



d. Waktu



: 13.00 – 17.00 WIB



3. Waktu dan Tempat Penyampaian materi gizi: a. Hari



: Kamis



b. Tanggal



: 22 Juni 2017



c. Tempat



: Aula Puskesmas 1 Kemranjen.



d. Waktu



: 11.30 – 12.30 WIB



F. Rencana Anggaran Handover resep



: 75.000



Total



: 75.000



G. Rencana Evaluasi Kegiatan 1. Input a. Sasaran : 70% dari keseluruhan kader dan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. a. Sumberdaya :ruangan, proyektor, laptop, speaker, pemateri, materi yang diberikan, dan handover resep MP-ASI. 2. Proses a. Keberlangsungan acara Evaluasi keberlangsungan konseling personal adalah tersampaikanya materi konseling dan handover resp MP-ASI kepada informan. Serta partisipasi aktif informan saat konseling berupa pertanyaan ataupun tanggapan terhadap materi yang diberikan. Evaluasi keberlangsungan acara penyuluhan gizi meliputi kehadiran para pengisi acara yaitu pemberi sambutan dan pemateri, pelaksanaan kegiatan, serta antusiasme peserta yang dinilai dari partisipasi aktif peserta untuk bertanya. Selain itu juga seluruh peserta yang hadir mendapatkan handover resep MP-ASI yang sudah disiapkan pelaksana kegiatan. b. Jadwal pelaksanaan kegiatan Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan tanggal, waktu, serta alokasi waktu pada saat berlangsungnya acara. Kegiatan konseling direncanakan pada Rabu, 21 Juni 2017 pukul 13.00-17.00



69



dan penyuluhan materi gizi direncanakan berlangsung pada hari Kamis 22 Juni 2017 pukul 11.30 WIB di Aula Puskesmas 1 Kemranjen, Kecamatan Kemrajen, Kabupaten Banyumas. Adapun alokasi waktu serta rincian kegiatan yang akan dilakukan dicantumkan dalam Tabel 8.1. Tabel 8.1. Jadwal Kegiatan Jam 11.30 – 11.15 11.15 – 11.30 11.30 – 11.45 11.45 – 12.15 12.15 – 13.30 13.30 – 13.40



Alokasi 5 menit 5 menit 5 menit 30 menit 10 menit 5 menit



Kegiatan Absensi Pembukaan Sambutan kepala Puskesmas Penyampaian materi Gizi Sesi Diskusi Penutupan



70



BAB IX PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN



A. Pelaksanaan Konseling tentang Gizi ditujukan kepada informan. Konseling yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan informan mengenai pemenuhan gizi seimbang bagi bayi dan balita. Pelaksanaan kegiatan konseling aktif dengan memberikan kesempatan kepada informan untuk menyampaikan masalah gizi yang dihadapi oleh balitanya, kemudian dilakukan pemberian informasi terkait pemberian gizi yang baik, dan pemberian handover resep MP-ASI yang dilaksanakan melalui tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan a. Perizinan Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada Kepala Puskesmas I Kemranjen, Petugas Gizi Puskesmas I Kemranjen, dan Pembimbing Fakultas. b. Materi Materi yang disiapkan adalah materi konseling tetang gizi seimbang dan handover resep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang didapatkan dari Buku Pedoman Gizi Seimbang Departemen Kesehatan RI 2016.



71



c. Sarana Sarana konseling yang digunakan yaitu ruang tamu informan, dan handover resep MP-ASI. Sarana penyuluhan yang digunakan adalah Aula Puskesmas 1 Kemranjen dan handover resep MP-ASI. 2. Tahap Pelaksanaan a. Judul Kegiatan “Konseling dan Penyuluhan Pedoman Gizi Seimbang bagi Balita” b. Waktu 1) Konseling personal: Selasa, 21 Juni 2017 pukul 13.00 -17.00 WIB 2) Penyuluhan Gizi : Kamis, 22 Juni 2017 pukul 11.30-12.40 WIB c. Tempat 1) Konseling personal



: Ruang tamu masing-masing informan



2) Penyuluhan gizi



: Aula Puskesmas 1 Kemranjen



d. Penanggung Jawab 1) dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si selaku pembimbing fakultas 2) dr. Anggoro Supriyo selaku Kepala Puskesmas I Kemranjen, sekaligus sebagai pembimbing lapangan 3) Ibu Chotimah selaku petugas gizi. 4) Pelaksana



Ahmad



Agus



Faisal,



Isnaini



Putri



Solikhah,



Patminingsih. e. Penyampaian Materi 1) Konseling tentang pedoman gizi seimbang bagi balita dilakukan kepada informan yang mencakup konseling megenai masalah gizi balita yang dihadapi informan dan



pengaruh status gizi bagi



72



kehidupan, prinsip gizi seimbang, pengelolaan pemberian makanan bergizi, dan cara monitoring status gizi pada bayi dan balita. Handover resep MP-ASI diberikan kepadaa informan. 2) Penyuluhan tentang gizi seimbang dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), serta penanganan yang harus dilakukan saat ada kasus gizi buruk (kewaspadaan gizi buruk) B. Evaluasi 1. Input a. Sasaran 1) Konseling Kegiatan konseling terlaksana dan mencapai target. Sebanyak 4 ibu selaku informan yang memiliki balita gizi buruk



terlihat



antusias saat diberikan kesempatan untuk berkonseling. Hal ini dapat dilihat dari perhatian selama konseling, interaksi aktif selama penyampaian masalah dan pemberian materi konseling. 2) Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan terlaksana namun tidak mencapai target. Sebanyak 37 pegawai puskesmas hadir, yang meliputi bidan, perawat, petugas gizi , dan petugas kesehatan lingkungan . Petugas Kader tidak ada yang hadir dikarenakan berbenturan dengan tradisi mudik dan lebaran. b. Sumber daya 1) Konseling dilakukan oleh Ahmad Agus faisal, Isnaini Putri Solikhah dan Patminingsih. Pelaksana kegiatan juga memberikan



73



handover resep MP-ASI ke seluruh peserta yang hadir. Sumber pembiayaan yang digunakan cukup untuk menunjang terlaksananya kegiatan dengan lancar. 2. Proses a. Keberlangsungan acara 1) Kegiatan konseling dilaksanakan di ruang tamu rumah masingmasing informan dan berlangsung kondusif, hanya terkadang ada beberapa informan yang tidak fokus karena anaknya menangis atau rewel. Acara konseling diawali dengan pemberian informasi pengantar mengenai MP-ASI, kemudian dilakukan konseling aktif, informan secara aktif memberikan tanggapan atas apa yang disampaikan pelaksana, informan mendapatkan handover resep MP-ASI 2) Kegiatan penyuluhan gizi seimbang, kewaspadaa gizi buruk , dan MP ASI dilaksanakan di Aula Puskesmas I Kemranjen, meskipun dari peserta ada yang datang terlambat namun kegiatan berlangsung kondusif dan antusias terlihat dari peserta, hal ini dibuktikan dengan adanya pertanyaan dari peserta dalam diskusi. b. Jadwal pelaksanaan kegiatan Kegiatan konseling kepada informan berhasil dilaksanakan pada hari Senin, 19 Juni 2017. Acara penyuluhan dimulai pukul 13.00 – 17.00 WIB. Sedangkan kegiatan penyuluhan materi gizi pada kader posyandu dan bidan desa dilaksanakan pada Kamis, 22 Juni 2017 pada pukul 11.00 – 10.30 WIB.



74



BAB X KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di wilayah



kerja



Puskesmas



I



Kemranjen



Kabupaten



Banyumas



menunjukkan bahwa kejadian gizi buruk menjadi prioritas masalah yang diambil. 2. Berdasarkan hasil pendekatan kualitatif didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen Kabupaten Banyumas adalah adanya penyakit bawaan yang dialami oleh pasien dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai cara pemenuhan gizi seimbang bagi anaknya. 3. Faktor risiko tidak langsung yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan kedua orang tua yang kurang dan status ekonomi menengah ke bawah. 4. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah melakukan konseling kepada informan dan penyuluhan kepada bidan atau kader Posyandu mengenai pedoman gizi seimbang bagi bayi dan balita serta pemberian handover resep makanan pendamping ASI (MP-ASI). B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian kuantitatif yang meneliti tentang pengetahuan masyarakat mengenai gizi seimbang pada bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen. 2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai kegiatan kesadaran gizi pada masyarakat Puskesmas I Kemranjen.



75



3. Perlu dilakukan optimalisasi posyandu dalam screening status gizi bayi dan balita.



76



DAFTAR PUSTAKA



Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Pustaka Umum Bungin,B.2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:53 hal. Chariri,A.2009.Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif. Paper disampaikan pada



workshop metodologi



kualitatif, Laboratorium



penelitian kuantitatif dan



Pengembangan Akutansi (LPA), Fakultas



Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang Depkes. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk. Jakarta: Kementeria Kesehatan Republik Indonesia. Depkes, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementeria Kesehatan Republik Indonesia. Fuada et.al. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan, Morbiditas dan Status Gizi Balita di Indonesia.Panel Gizi Makan. 34(2) hal 104-113. Moleong, J.L. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya,Bandung: 6; 330 hal. Novitasari, D. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. Rendra.2010.Beyond Bordes: Communication Modernity and History. STIKOM The Landon School of Public Relatations,London : 321-322 l. Riskesdas. 2013.Riset kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Balitbang Sarwono,J.2006.



Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Graha ilmu,



Yogyakarta: 209-210 hal. Sugiarto, E. 2017. Menyusun Penelitian Kualitatif: Skripsi dan tesis. Jakarta: Suaka Media. WHO. 2013. Guideline Update of The Management of Severe Acute Malnutrition in Infants and Children. Geneva: WHO.



77



Lampiran 1. Lembar Panduan Wawancara KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN PURWOKERTO Kampus Unsoed RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Jl. dr. Gumbreg No.1 Purwokerto 53123 Telp. (0281)641522 Fax. (0281)631208 Lembar Panduan Wawancara 1. Bagaimana asupan makanan yang diberikan pada balita Anda? 2. Apakah Anda mengetahui bagaimana asupan makanan yang baik? 3. Bagaimana riwayat kondisi kesehatan balita dan keluarga Anda? 4. Bagaimana riwayat kehamilan dan persalinan balita Anda? 5. Bagaimana Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) balita Anda? 6. Bagaimana perilaku penanganan penyakit yang terjadi pada balita Anda? 7. Apakah yang Anda ketahui mengenai penyakit yang diderita oleh balita Anda?



78



Lampiran 2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN PURWOKERTO Kampus Unsoed RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Jl. dr. Gumbreg No.1 Purwokerto 53123 Telp. (0281)641522 Fax. (0281)631208 Informed Consent



Kami dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, saat ini sedang malakukan penelitian dengan judul “Faktor Resiko Kejadian Gizi Buruk di Desa Pesantren Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen”. Penelitian ini diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan Community Health Analysis pada Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.



Kesediaan anda sangat berarti dalam



penyusunan penelitian ini. Atas kesediaan anda dan anak anda menjadi responden, kami ucapkan terimakasih.



Kemranjen, Juni 2017 Tim Peneliti Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah, Patminingsih



79



LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN Setelah membaca surat pemberitahuan dan mendengar penjelasan sebelumnya, maka saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama



:



Usia



:



Alamat



: Secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian “Faktor Resiko



Kejadian Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen”.



Kemranjen, Juni 2017



Informan



80



Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan



Gambar 11.1. Kegiatan Penyuluhan di Aula Puskesmas I Kemranjen



Gambar 11.2. Kegiatan Konseling ke informan



81



Lampiran 4. Handove Resep



82



83



84



85