Chapter 3, 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Batara Calvin Fristian Lumban Gaol Nella Estaurina Br. Sirait Tarida Kristina Saragih



Kelas/ Semester



: 3A-Theologia/ V



Mata Kuliah



: Hukum Gereja



Dosen Pengampu



: Sherly Masnidar Sembiring, M.Th. Laporan Bacaan



Chapter 3-4, “Ecumenical Church Polity” & “Basic Manifestations of The Church” Nama Pengarang



: Leo J. Koffeman



Judul Buku



: In Order to Serve, An Ecumenical Introduction to Church Polity



Penerbit



: LIT Verlag, Zweigniederlassung Zürich



Tahun Terbit



: 2014



Jumlah Halaman



: 274 halaman



Jumlah Halaman Bacaan



: 21 halaman (hal. 25-46) Pengantar Umum



Dalam hal ini, Koffeman mempunyai bahasan yang lain dari sebelum yakni “Hukum Gereja yang Ekumenis”. Hukum gereja sebagai suatu disiplin ilmu teologis yang ekumenis di dalam hakikat, “Church polity as a theological discipline is ecumenical in nature.” 1 Ia membagi bagaimana maksud dari “Hukum Gereja yang Ekumenis” yang merupakan sebuah hakikat. Bagaimana Hukum Gereja yang Ekumenis dibaginya ke dalam 5 pembahasan yakni, (1) Roh Kudus dan Sejarah Gereja; (2) Roh Kudus dalam Eklesiologi yang Ekumenis; (3) Dombois-3 tipe hukum gereja; (4) Konsekuensi-konsekuensi yang Metodis; (5) Hukum Gereja Dalam Praktek. Tujuan daripada Koffeman ialah bagaimana menghadirkan Hukum Gereja yang Ekumenis dan Ekumenis seperti apa yang dimaksudkan. Mengapa gereja harus memiliki perbedaan, padahal gereja adalah hasil dari karta Roh Kudus yang mempersaksikan keselamatan dari Yesus Kristus. Reader (pembaca) yang diharapkan oleh Koffeman adalah denominasi gereja. Adapun pendekatan yang Koffeman inginkan ialah mempercayai kehadiran Roh Kudus sebagai pemersatu di dalam komunitas. 1 Leo J. Koffeman, In Order to Serve, An Ecumenical Introduction to Church Polity, (Zweigniederlassung Zürich: LIT Verlag, 2014), 11



Gagasan Penulis Pernyataan Tesis Leo J. Koffeman dalam bukunya yang berjudul In Order to Serve: An Ecumenical Introduction to Church Polity, menurut penulis memiliki beberapa pendekatan tesis, yaitu: -



Hukum gereja yang ekumenis adalah program, yang harus terus menerus berjalan.



-



Hukum gereja yang ekumenis ada di dalam sebuah hakikat.



-



Gerakan Ekumenis merupakan gerakan yang berakar dalam misi Tuhan dan berorientasi terhadap kerajaan Allah yang akan datang. Rangkuman Gagasan Utama



Hukum gereja sebagai sebuah disiplin ilmu teologi yang ekumenis 2 dalam hakikatnya. Untuk mencapai sebuah gereja yang ekumenis tidaklah mudah karena adanya kebiasaan dan tradisi yang telah digunakan orang-orang teologis untuk merumuskan hukum gereja. Sehingga hal tersebut menjadi identitas di dalam gereja tersebut. Seorang ahli Hans Dombois (1907-1997) yang memberikan suatu sumbangan mengenai Das Recht der Gnade (The Law of Grace) dengan subjudul Ökumenisches Kirchenrecht (Hukum Gereja Ekumenis) di dalam tiga jilid bukunya (Dombois 1961, 1974, 1983) yang di dalamnya menyimpan sebuah pemikiran yang mencerminkan wawasan ekumenis yang masih berlaku, “his view reflect ecumenical isnsight which are still valid”. Pandangannya, hukum gereja yang ekumenis adalah sebuah program, yang maksudnya harus tetap berjalan meskipun tidaklah mudah atau mungkin. Ada dua titik keberangkatan yang menentukan dalam pendekatannya. a. His first point of departure, hukum gereja yang ekumenis tidak hanya masalah subjektif idealisme3 dan komitmen pribadi kepada ekumenis yang konsensus. Tujuan ekumenis dari hukum gereja adalah sebagai fakta sejarah, bahwa keesaan gereja tidak hanya sesuatu yang kita usahakan, tetapi juga sesuatu yang kita terima dan percaya.



2



Hal mengenai fakta sejarah sudah dimiliki di dalam akar-akar



Ecumenical berasal dari bahasa Yunani oikoumenè berarti [dunia yang dihuni] oikumenis: mewakili seluruh gereja-gereja sedunia. (lih. Henk Ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 121) 3 Idealisme adalah aliran yang dalam ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satusatunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami. (lih. David Moeljadi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2016))



gerakan oikumenis pada abad abad-abad lalu, sampai dengan Konferensi Pekabaran Injil seDunia di Edinburgh (1910).4 b. There is a second point of departure, Sejarah gereja, hukum gereja dan dalam kehidupan jemaat ekumenis yang terlibat di dalam gerakan yang berakar di dalam misi Tuhan (mission Dei) dan berorientasi terhadap kerajaan Allah yang akan datang (eskhaton). Karakterisasi gerakan ekumenis sebagai buah karya Roh Kudus, dalam kerangka eskatologis dari sejarah keselamatan. Melalui kasih karunia Roh Kudus gerakan yang menuju kesatuan akan dipelihara oleh-Nya. Dan gerakan menuju kesatuan itu disebut ‘Ekumenis’. Iman kepada kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah semua yang percaya kepada Yesus Kristus akan membawa kepada pemulihan kesatuan. Gereja harus menunjukkan sesuatu yang melambangkan keselamatan yang tentunya setelah kebangkitan Yesus Kristus dan kedatangan Roh Kudus. Sayangnya, gereja yang hadir mengatakan bahwa mereka adalah hasil dari bimbingan Roh Kudus, dan karena itulah banyak sekali hadir berbagai aliran gereja yang mengatakan bahwa hukum mereka adalah hukum yang ilahi. Roh Kudus dalam eklesiologi yang ekumenis ingin menjelaskan bahwa gereja yang tidak ekumenis bertentangan dengan kehendak Kristus dan menghalangi misi gereja. Oleh karena itu gereja harus berada dalam bimbingan Roh Kudus yang menuntun kepada kehendak Kristus dan misi gereja. Koffeman melihat bahwa gereja-gereja yang ada sekarang ini merupakan hasil dari Reformasi karena adanya praktek di dalam gereja (Hukum Gereja) yang jauh dari kata Alkitabiah. Pada bab 4, Koffeman membahas mengenai manifestasi dasar gereja, apa yang mau dikatakan olehnya adalah gereja termanifestasi dalam empat bentuk, yaitu: (1) Gereja universal; (2) Gereja Lokal;, (3) Gereja Tertentu; (4) gereja sebagai ‘ordo’. Dalam hal pengklasifikasian itu maksudnya ‘gereja Universal’ merujuk kepada Gereja Katolik Roma, ‘gereja lokal’ ke jemaat atau paroki, ‘gereja tertentu’ menjadi denominasi nasional, dan ‘gereja sebagai tatanan’ utnuk komunitas monastik. Bagi Dombois, perbedaan empat ‘manifestasi dasar’ lebih dari sekumpulan kategori empiris. Mereka (empat) saling membutuhkan. Dari empat perbedaan diatas dibedakan lagi menjadi pasangan-pasangan, yaitu gereja universal dan gereja local membentuk sepasang dan begitu juga gereja yang 4 Lih. Christiaan de Jonge, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah Dokumen-dokumen dan Tema-tema Gerekan Oikumenis, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 3.



lainnya. Menjadi orang Kristen pertama-tama menjadi bagian dari jaringan universal. Dalam hal ini dimaksud adalah baptisan. Baptisan adalah keunggulan sakramen ekumenis. Manifestasi dasar yang universal dan local dari gereja memberikan titik-titik penentu orientasi dalam pemerintahan gereja. Gereja-gereja arus utama Eropa adalah representasi khas dari manifestasi dasar gereja yang disebut di atas. Evaluasi dan Refleksi Kritis Berdasarkan apa yang diuraikan oleh Koffeman dengan mengacu kepada gagasan daripada Hans Dombois dalam buku tersebut maka pandangan dan refleksi kritis dari penulis adalah berupa upaya yang diusahakan untuk menjelaskan seberapa jauh Hukum Gereja yang Ekumenis dapat diadakan. Hukum Gereja yang Ekumenis bukan berarti gereja harus menjadi satu di dalam suatu nama, bisa saja yang ‘ekumenis’ arti suatu ajaran yang dirumuskan harus bisa dipakai untuk semua denominasi gereja yang mempercayai kehendak Kristus dan misi Allah di dalam menanti keselamatan. Maka dari itu, penulis berusaha menjabarkan bagaimana Hukum Gereja yang Ekumenis itu. Kehadiran Roh Kudus dan Sejarah Gereja akan membawa kita untuk melihat ke belakang bagaimana pertemuan-pertemuan untuk memulihkan gereja yang sudah terpecah belah. Namun yang lebih menantang bagaimana sistem di dalam Gereja Katolik Roma dijelaskan. Penjelasannya seperti sebuah piramida yang di atas akan memberi pencerahan kepada yang di bawah. Akan tetapi hal ini, tidak terlalu dapat dimengerti secara menyeluruh. Gereja-gereja arus utama membawa dampak terhadap bagaimana hukum gereja yang di kemudian hari berkembang. Mengenai buku ini, sudah cukup membawa kita untuk memahami sejauh mana Hukum Gereja yang Ekumenis yang dimaksudkan. Koffeman sudah baik untuk menjelaskan dan menguraikan gagasan di dalam subjudul dari bukunya In Order to Serve. Daftar Acuan Koffeman, Leo J., In Order to Serve, An Ecumenical Introduction to Church Polity, Zweigniederlassung Zürich: LIT Verlag, 2014 Napel, Henk Ten, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, Jakarta: Gunung Mulia, 2015 Moeljadi, David, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2016) Jonge, Christiaan de, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah Dokumen-dokumen dan Tematema Gerekan Oikumenis, Jakarta: Gunung Mulia, 2006