Contoh Essay Kontribusiku Untuk Indonesia [PDF]

  • Author / Uploaded
  • wahyu
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kontribusiku untuk Indonesia Setiap manusia membutuhkan pendidikan. Pendidikan harus bisa membentuk watak kepribadian serta peradaban guna menciptakan anak bangsa yang cerdas. Bukan hanya membentuk watak kepribadian anak bangsa yang cerdas saja. Akan tetapi pendidikan juga bertujuan untuk menjadikan anak bangsa menjadi cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Sukses terbesar dalam hidup saya bukan hanya memiliki pendidikan yang tinggi saja. Apa gunanya pendidikan yang tinggi tapi tidak bisa berkontribusi untuk negeri. Sukses terbesar saya adalah ketika lulus dengan IPK tinggi tapi bisa bermanfaat untuk bangsa ini. Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa menginginkan antara hard skills dan soft skills berjalan dengan seimbang. Agar nantinya ketika ia lulus nanti, ia tidak menjadi manusia yang abu-abu. Kemampuan menyeimbangkan ini dapat diperoleh mahasiswa melalui pembekalan secara formal dalam kurikulum pembelajaran, maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler ataupun pembelajaran di luar kampus. Sukses bukan hanya ketika ssesorang bisa lulus dengan gelar cumlaude, IPK tinggi tapi juga bisa memberi manfaat untuk negeri. Saya sebagai lulusan Ilmu Komunikasi ingin sekali menghapuskan kapitalisme media yang terjadi di negeri ini, khususnya pada dunia peretelevisian. Seperti yang diketahui bersama bahwa dunia pertelevisian saat ini memang sudah jauh berbeda dengan beberapa tahun silam. Di mana dahulu hanya ada stasiun televisi pemerintah yakni TVRI yang seluruhnya menayangkan acara dengan unsur pendidikan atau TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) yang orientasinya juga hampir sama dengan TVRI.



Ironisnya, lambat laun stasiun-stasiun televisi yang justru menyangkan acara-acara edukasi justru tergerus oleh revolusi zaman yang serba dinamis dan hedonis. Stasiun televisi tersebut kalah oleh tayangan-tayangan dari stasiun televisi swasta yang menayangkan acara hiburan. Hingga pada akhirnya konten-konten dari acara tersebut sama sekali tidak memiliki unsur edukasi. Jawabannya hanya satu, mengejar rating! Sebab semakin tinggi rating dari sebuah acara tersebut, semakin banyak pula pemasukan dari sponsor-sponsor di belakangnya. Wal hasil, acara pertelevisian saat ini memang hanya memikirkan nilai pasaran dari iklan. Semuanya hanya untuk kepentingan pada industri semata. Acara televisi hanya bersifat hedonis hingga akhirnya menjadikan penonton yang kurang bisa memfilter dirinya menjadi bersifat konsumtif. Padahal televisi sebagai media, harusnya juga memiliki fungsi informasi, edukasi dan kontrol sosial, bukan hanya memberi hiburan semata. Adapun televisi yang memuat berita-berita terkini, terkadang muatan beritanya mengandung unsur sarkasme. Seperti pada pemilu presiden yang terjadi pada beberapa tahun lalu misalnya. Beberapa media tersebut justru menjadi arena kepentingan parpol dalam menarik suara rakyat. Bahkan terkadang, tak jarang konten beritanya lebih mengutamakan opini daripada fakta. Ya, saat ini media pertelevisian hanya menjadi kancah kepentingan pemodal. Tidak ada tayangan yang bebas dan bertanggung jawab. Semua hanya mementingkan hiburan. Adanya Lembaga Sensor Film ataupun Komisi Penyiaran Indonesia tidak memberi pengaruh yang signifikan bagi tayangan-tayangan televisi di Indonesia. Karena bagaimanapun, hakikatnya memang diri kitalah yang harus memfilter diri kita untuk bisa memilih dengan cerdas tayangan mana yang memberi manfaat bagi diri kita sendiri. Sebab pemerintah tak mempunyai wewenang penuh terhadap penyiaran televisi di Indonesia. Kebebasan pers saat ini adalah reformasi, pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pembredelan seperti saat Orba di mana kebebasan pers benar-benar dikebiri.



Masyarakat sendirilah yang harusnya mampu mengontrol dan mengawasi tayangan-tayangan yang disiarkan di pertelevisian. Artinya, ada dan tidaknya acara-acara pertelevisian yang dianggap tak sesuai tergantung masyarakat yang menilainya. Karena kebebasan media itu sendiri bukanlah milik siapa-siapa. Bukan milik instansinya, pemerintah ataupun para pekerjanya, melainkan masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang mempunyai wewenang untuk mengadukan hal-hal yang dianggap tidak layak untuk ditayangka. Namun sebagai masyarakat yang cerdas kita harus mampu menyuarakan tindak pelanggaran yang terjadi pada tayangan-tayangan televisi yang dianggap meresahkan. Sebab dari tuntunan akan menjadi tontonan, ibarat menanam, seberapa banyak dan sedikit itulah yang akan didapat. Semakin sedikit tontonan yang tak bermutu semakin sedikit pula tindakan yang bisa ditiru. Sebaliknya, semakin banyak tontonan yang bermutu, semakin banyak kita berilmu. Sebagai sarjana Ilmu Komunikasi, menghadapi polemik yang terjadi pada media televisi saya merasa prihatin. Bagaimana bisa orang-orang yang berada di media, belajar bertahun-tahun id bangku kuliah, idealismenya terbeli oleh para pemilik modal ? Saya miris melihat hal yang demikian, saya ingin meberi kontribusi kepada masyarakat Indonesia agar lebih melek media. Media benar-benar telah merubah paradigma masyarakat. Kepentingan media sudah benar-benar menjadi kancah pemilik modal. Untuk itu, saya tidak ingin hanya duduk dim dan menyaksikan segala drama yang terjadi di balik ideologi yang menyokong media. Sebagai lulusan Ilmu Komunikasi, idealnya adalah saya harus mampu memberi kontribusi yang nyata bagi masyarakat Indonesia.