Contoh Intisari Jurnal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTISARI JURNAL (FINA EKAWATI) 1. Pengaruh Penyuluhan Gizi Buah Sayur Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Anak-anak TK di Kota Depok a. Fenomena: 1) Masalah Obesitas atau kelebihan gizi terjadi karena salah satu faktor yaitu kurangnya mengkonsumsi serat, makan sayuran dan buah-buahan. Kurangnya asupan serat per hari dapat menyebabkan seseorang kekurangan vitamin dan mineral, dan saat ini banyak sekali dari anak-anak TK di Indonesia yang tidak suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. 2) Prevalensi Dari laporan Riskesdas 2013 proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur dan atau buah di Indonesia sebesar 93,5%, dengan melihat hasil tersebut dapat menggambarkan pola makan penduduk Indonesia kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Anak-anak TK lebih cenderung suka kepada makanan yang asin, gurih, manis, jajanan, fast food, junk food dan jajanan yang dijual sembarangan yang berada dikantin maupun diluar sekolah mereka, hal ini selaras dengan yang dilaporkan oleh Riskesdas 2013 bahwa perilaku konsumsi makanan berisiko pada penduduk umur ≥10 tahun paling banyak konsumsi bumbu penyedap (77,3%), diikuti makanan dan minuman manis (53,1%), dan makanan berlemak (40,7%). 2. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa terhadap Makanan Jajanan Sebelum dan Setelah Pemberian Edukasi Kartu Kwartet Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kota Makassar a. Fenomena: 1) Masalah Angka kejadian penyakit dan keracunan akibat makanan jajanan yang terjadi di kalangan anak usia sekolah saat ini meningkat. Anak usia sekolah memiliki kebiasaan jajan yang sulit untuk dihilangkan, sedangkan makanan jajanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan gizi akan mengancam kesehatan anak sehingga diperlukan kemampuan anak dalam pemilihan jajanan yang tepat. Pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak dalam masa tumbuh kembang tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna, karena sering timbul masalah seperti maraknya penggunaan zat-zat berbahaya dalam makanan, perilaku anak mengkonsumsi jajanan yang tidak aman dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap perilaku jajan anak. Penggunaan zat berbahaya dalam makanan dan perilaku jajan tidak sehat ini dapat mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak. Perilaku jajanan tidak sehat biasanya minim dalam hal kandungan gizinya yang berguna untuk tubuh, jajanan yang tidak sehat biasanya



terdiri dari kandungan gula atau pengganti gula yang tinggi (manis, penambahan perasa buah dsbnya), tinggi lemak (gurih, gorengan, berminyak), serta pewarna buatan yang beranekaragam. 2) Prevalensi WHO menjelaskan bahwa di antara sejumlah perilaku yang tidak sehat, pola makan merupakan salah satu faktor utama tingginya angka kematian yang diakibatkan oleh kanker dan jantung koroner (Wardle et al., 1997). Obesitas termasuk konsekuensi jangka pendek dari pola makan yang tidak sehat. Obesitas berpengaruh terhadap konsekuensi jangka panjang, seperti stroke, diabetes, jantung koroner, kanker, dan macam penyakit kronis lainnya. Permasalahannya jumlah orang yang mengalami obesitas juga semakin bertambah. Data yang dikumpulkan WHO (Sharma, 2011) menunjukkan bahwa 10% anak-anak di dunia mengalami obesitas dan pada umumnya obesitas menetap sampai usia dewasa. Menurut Data Riskesdas 2013, prevalensi obesitas pada anakanak (6-14 tahun) adalah 9,5% laki-laki dan 6,4% perempuan. Angka obesitas pada anak-anak di Indonesia hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10%. Semakin bertambahnya jumlah anak Indonesia yang mengalami obesitas disebabkan karena anak-anak juga suka makan di luar rumah, seperti rumah makan fastfood. Anak-anak di usia sekolah sudah mulai dapat memilih dan menentukan makanan yang disukai, serta suka sekali ‘jajan’. Jajan yang dibeli adalah seperti es, gula-gula atau makanan lain yang tinggi kalori dan lemak, serta rendah serat (Wijayanti, 2007). 3. Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Cuci Tangan Pakai Sabun pada Anak Kelas V Sekolah Dasar melalui Senam Cuci Tangan Pakai Sabun a. Fenomena: Kesadaran masyarakat Indonesia untuk cuci tangan pakai sabun (CTPS) terbukti masih rendah, hal ini terlihat Hasil Riskesdas tahun 2013, pada proporsi penduduk umur >10 tahun yang berperilaku cuci tangan dengan benar tercatat 47,0%. Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit diare terbukti dari beberapa riset menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara perilaku CTPS pada siswa SD dengan kejadian Diare. Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit diare hal ini didukung hasil penelitian (Rosidi, Handarsari, & Mahmudah, 2010) dan (Rompas, Tuda, & Ponidjan, 2013) menyimpulkan bahwa ada hubungan kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare. Penelitian yang dilakukan Windyastuti, Rohana, Santo (2013) mengungkapkan ada hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada anak usia sekolah di sekolah dasar negeri Mangkangkulon 03 Semarang, hal yang sama juga ditemukan (Utomo, Alfiyanti, & Nurahman, 2013) dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan antara perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan kejadian diare anak usia sekolah di SDN 02 Pelemsengir Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Penelitian



(Purwandari, Ardiana, & Wantiyah, 2016) ada hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan dan insiden diare. 4. Edukasi Kesehatan tentang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan Media Komik pada Siswa SD di Kabupaten Tana Toraja a. Fenomena: 1) Masalah Permasalahan kesehatan yang banyak terjadi pada masyarakat, yakni permasalahan kesehatan yang terjadi pada anak-anak diantaranya diare, rokok, TB Paru, cacingan, dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari riskesdas tahun 2013 bahwa diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia dan termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Indonesia. 2) Prevalensi Berdasarkan data United Nation Childer’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global tedapat 2 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya dikarenakan penyakit diare. 5. Paparan Cyberporn terhadap Perilaku KNPI (Kissing, Necking, Petting dan Intercouse) dan Masturbasi pada Remaja Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Pontianak Barat a. Fenomena: 1) Masalah Remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa. Oleh karena itu, remaja mudah terpengaruh oleh teman, lingkungan dan tidak jarang terjebak pada hal-hal yang negatif. Salah satunya menggunakan media internet untuk mengakses situs-situs porno atau di sebut cyberporn. Cyberporn merupakan bentuk pornografi yang diakses secara online melalui jaringan internet. Cyberporn mempunyai pengaruh besar dalam mendorong perilaku seksual pranikah. Cyberporn merupakan bentuk pornografi yang diakses secara online melalui jaringan internet. Cyberporn juga memberikan stimulus terhadap kesenangan seksual, seperti melihat gambar erotis, terlibat chatting tentang seks, saling tukar gambar atau pesan email tentang seks. 2) Prevalensi Menurut riset yang dilakukan oleh Information And Communication Technology (ICT), Indonesia merupakan negara yang masuk peringkat ketujuh pengakses situs porno terbesar didunia setelah Pakistan, India, Yunani, Turki, Algeria dan Maroko (Novita, 2012).Sebanyak 80% dari pengakses konten pornografi di Indonesia ialah remaja usia 15-30 tahun (Lubis, 2014). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kemunikasi dan Informasi menyatakan sebanyak 4.500 pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia, sebanyak 97% di antaranya pernah mengakses situs porno dan menonton video porno di internet (Darmawan, 2010).



Penelitian lain menyebutkan bahwa oleh 83,3% remaja Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Pontianak telah terpapar oleh pornografi melalui media elektronik sebesar 23,3% (Supriati, 2009). 6. Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak melalui Edukasi Kesehatan Reproduksi Berbasis Media pada Murid Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) a. Fenomena: 1) Masalah Indonesia saat ini dalam keadaan darurat kekerasan seksual terhadap anakanak. Sejauh ini upaya peningkatan edukasi kekerasan seksual masih sangat minim, sebab umumnya disekolah-sekolah masih belum mencantumkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulumnya dan sebagian masyarakat Kespro masih tabuh untuk dibicarakan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya penerapan Ipteks bagi masyarakat melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa Edukasi Kesehatan Reproduksi (Kespro) sejak dini dengan sasaran PAUD di Kota Kupang. 2) Prevalensi Data pengaduan sepanjang tahun 2017 pada Komisi (Komnas PA) mencapai 2.848 kasuskekerasan pada anak. Bentuk kekerasan seksual pada anak antara lain; perkosaan, pencabulan, inses dan yang paling mendominasi adalah sodomi. Total korban anak laki-laki sebagai sasaran predator mencapai 59%, sedangkan anak perempuan 41%. Rentang usia yang paling banyak menjadi korban adalah usia 6-12 tahun pada kelompok siswa/siswi TK dan SD dengan mayoritas pelaku kekerasan pada anak (80%) adalah orang Nasional Perlindungan Anak. 7. Media Komik Sebagai Alternatif Media Promosi Kesehatan Seksualitas Remaja a. Fenomena: 1) Masalah Remaja adalah kelompok usia rentan terhadap perilaku berisiko, termasuk perilaku seks pranikah, karena pada masa remaja terjadi berbagai perubahan baik secara fisik yaitu pematangan organ reproduksi, perubahan emosi yang menyebabkan menyebabkan perubahan sikap dan tingkah laku serta pola pikir remaja serta perubahan sosial. Pada masa ini remaja menjadi rentan terlibat dalam perilaku berisiko (termasuk perilaku seks pranikah). 2) Prevalensi Berdasarkan hasil survei SDKI 2017 menunjukkan 50% remaja pria mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah. Diketahui Data Center For Disease and Prevention (2015), prevalensi remaja yang melakukan seks pranikah sebesar 41%, dan angka ini menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini juga terjadi di Indonesia, didukung dengan survei yang ada menunjukkan bahwa prevalensi remaja yang melakukan seks pranikah sebesar 4,5% untuk laki-laki dan 0,7% untuk perempuan. Berdasarkan hasil survei SDKI 2012 Kader Kesehatan Remaja (KKR) menunjukan bahwa sekitar



9,3% atau 3,7 juta remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah.5 Angka ini meningkat pada survei SDKI tahun 2017, 50% remaja lakilaki dan perempuan 30% mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah.