Contoh Kasus Amdal [PDF]

  • Author / Uploaded
  • desly
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Contoh Kasus Amdal



Contoh Kasus



A. KASUS Permasalahan AMDAL terus menyeruak akhir-akhir ini. Bukannya semakin hilang namun semakin tampak ketidaktransparanannya.Dokumen AMDAL terkesan dibuat dengan asal-asalan dan tidak memperhatikan dampak negatif dari berbagai kerusakan lingkungan.Seperti pada kasus di Kalimantan Selatan.



Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Bintang Reformasi Kalimantan Selatan, Riduansyah, meminta, Menteri Negara Lingkungan Hidup agar meningkatkan penertiban masalah lingkungan. Sebagai contoh, di tempat kelahirannya sendiri yaitu Kalsel, melalui gebrakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Kemeneg LH) terbongkar belasan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bodong, di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu). Sebagai tindaklanjut temuan tersebut, Kemeneg LH juga merekomendasi pembubaran Komisi Amdal kabupaten setempat, karena terkesan asal-asalan melakukan kajian serta diduga ada oknum yang terlibat atas terbitnya dokumen Amdal bodong itu. Namun hal ini menjadi tersendat karena adanya reshuffle kabinet yang mengganggu kerja Menteri Negara Lingkungan Hidup. Riduansyah menyayangkan pergantian Meneg LH yang sedang gencar-gencarmya melakukan penertiban lingkungan. Jumlah kasus dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) bodong di Kabupaten Tanahbumbu terus bertambah.Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel dan Kementerian Lingkungan Hidup, menemukan 39 kasus Amdal bodong milik puluhan perusahaan di Tanahbumbu. Berdasar investigasi, sebanyak 39 perusahaan tambang batu bara, perkebunan sawit dan perumahan di Tanbu terindikasi proses Amdal yang dimiliki, menyalahi ketentuan. Tim BLHD Kalsel dan Kemeneg LH menilai kasus itu tak jauh berbeda dengan 13 perusahaan sebelumnya. Standar mekanisme pengelolaan lingkungan tidak dipenuhi oleh perusahaan-perusahan tersebut. Hal itu karena cara perolehan dokumen Amdal dengan jalan mencurigakan. Menurut anggota Komisi III DPR-RI yang juga membidangi hukum itu, Amdal bodong tersebut sebagai bukti adanya perselingkuhan antara pejabat pemberi izin dengan perusahaan. “Perselingkuhan yang bukan saja berdampak pada kerusakan lingkungan, tapi juga pencitraan penegakkan hukum itu, jangan dibiarkan, Karena itu Polda Kalsel harus lebih tegas lagi



dalam



melakukan



pengusutan



dan



penindakan,”



tandasnya.



Dalam gebrakan pertama Kementerian Lingkungan Hidup di Tanbu beberapa bulan lalu, menemukan 13 dokumen Amdal bodong, kemudian terakhir sebanyak 39, sehingga berjumlah 52 dokumen Amdal bodong. Kalsel dengan luas wilayah sekitar 37.000 Km2 terbagi 13 kabupaten/kota, memiliki beragam kekayaan sumber daya alam, diantaranya berupa tambang batu bara, bijih besi dan lainnya. Namun lingkungan hidup Kalsel semakin parah, pasca kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang dilanjutkan dengan maraknya penambangan batu bara sejak belasan tahun terakhir. B. TINJAUAN TEORITIS Amdal atau Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan. Hal ini merupakan cara efektif untuk memberikan izin kepada perusaahaan. Dokumen AMDAL terdiri dari : • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL) • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Kegunaan AMDAL setidaknya dapat memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif terutama bagi lingkungan serta digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.



Prosedur AMDAL terdiri dari: • Proses penapisan (screening) wajib AMDAL Proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. • Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat Pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tsb, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL. • Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping) Proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan). Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Lama waktu maksimal untuk penilaian KAANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. • Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Bagi yang telah memiliki AMDAL tidak usah melengkapi dokumen UKL-UPL begitupun juga sebaliknya. C. PEMBAHASAN/ANALISIS Di Indonesia AMDAL )Analisis Mengenai Dampak Lingkungan memang harus diterapkan. Mengingat berbagai perusahaan industri yang didirikan di Indonesia memang selalu menghasilkan limbah yang tidak baik untuk lingkungan.Selain itu pembangunannyapun rata-rata menyapu bersih ruang hijau dan mematikan sekelompok habitat makhluk hidup lainnya. Dokumen AMDAL seharusnya menjadi dokumen wajib untuk setiap perusahaan agar mendapat perizinan dari pemerintah dalam menjalankan



usaha serta sebagai bukti bahwa perusahaanya tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Namun dari kasus di Kalimantan Selatan yang terkuak terdapat lebih dari 50 dokumen AMDAL “abal-abal” yang berhasil ditemukan oleh MENEGLH, ternyata masih banyak pihak yang menyepelekan tentang bahaya akan berbagai dampak negatif yang mungkin terjadi bagi lingkungan. Pengecekan langsung ke lapangan untuk melakukan pengujian tanpa melalui sidang komisi Amdal, merupakan cara yang efektif untuk mengetahui langsung ketidaktransparanan pengelolaan AMDAL ini. Standar mekanisme pengelolaan lingkungan tidak dipenuhi oleh perusahaan-perusahan tersebut. Hal itu karena cara perolehan dokumen Amdal dengan jalan mencurigakan. Proses pengerjaan dokumen amdal yang penuh manipulasi menuai banyak kritik dari para pemerhati lingkungan. Ditambah kurangnya sosialisasi membuat masyarakat yang seharusnya menjadi pemantau pelaksanaan tidak tahu menahu tentang dokumen tersebut. Di Indonesia hampir 84 persen dokumen amdal belum memenuhi syarat, 16 persen berkriteria baik, tapi belum memenuhi syarat ideal. Dokumen Amdal merupakan landasan bagi perusahaan sebelum menjalankan operasional. Jika dokumen Amdal menyalahi aturan yang ada, secara otomatis kerusakan lingkungan yang diakibatkan operasinya perusahaan semakin tidak terkendali. Bukan hanya lingkungan menjadi rusak namun juga menodai penegakan hukum. Polda Kalsel harus lebih tegas lagi dalam melakukan pengusutan dan penindakan agar hal ini tentunya tidak terjadi lagi. Tentu saja bisa dipastikan penggunaan dokumen AMDAL yang “bodong” ini bukan hanya ada di provinsi Kalimantan selatan saja , namun juga di berbagai provinsi yang belum terjamah oleh penyusutan hukum. D. Solusi Komisi yang bertugas untuk menangani pengeluaran dokumen AMDAL ini memang sangat merugikan, karena keberadaanya tidak berarti apa-apa dalam menangani permasalahan dalam menjaga lingkungan dan taat perizinan bagi perusahaan industri.Seharusnya memang moral yang harus dikedepankan, lagi-lagi Sumber Daya Manusia yang berkualitas bukan lagi jawaban namun lebih kepada keberdaan hati nurani untuk menjadikan lingkungan tetap lestari dan mampu menjaga keberlangsungan untuk generasi berikutnya. Perizinan untuk mengeluarkan dokumen serta perizinan AMDAL perlu ditingkatkan lagi.Tentunya dengan pihak pemrakarasa, komisi penilai



AMDAL yang berkualitas dan juga masyarakat yang mampu melihat dampak baik dan buruk dari pendirian suatu perusahaan.Bukan hanya sekedar izin saja namun juga lebih kepada pandangan untuk sama-sama menjaga alam Indonesia dan kehidupan manusia yang selanjutya. Gebrakan Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam mengatasi dokumen AMDAL yang “bodong” memang” sangat baik. Apalagi dalam prakteknya banyak yang menutup-nutupi penggunaan dokumen palsu ini.Sebagai tindaklanjut temuan tersebut, Kemeneg LH juga merekomendasi pembubaran Komisi Amdal kabupaten setempat, karena terkesan asal-asalan melakukan kajian serta diduga ada oknum yang terlibat atas terbitnya dokumen Amdal bodong itu. Penegakan hukum yang tegas dan tepat sasaran oleh polisi dan pejabat setempat dalam menangani kasus yang dikategorikan korupsi ini sangat diperlukan mengingat betapa banyaknya oknum yang terlibat. E. Kesimpulan dan Saran • AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan. Yang baik untuk mengkaji dampak kinerja perusahaan terhadap lingkungan. • AMDAL memiliki beberapa dokumen yag wajib di penuhi dan berkriteria serta secara sempurna penyusunan dan perizinannya sehingga dapat meminimalisir dampak negatif dari perusahaan yang memiliki kinerja buruk. • Kasus dokumen AMDAL yang asal-asalan merupakan bukti belum adanya kesadaran berbagai pihak dari komisi penilai AMDAL, pemrakarsa, dan mungkinmasyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dan generasi manusia berikutnya • Penyergapan oleh MENEG-LH membawa kasus dokumen AMDAL “bodong” ini kembali terkuak. Transparansi dalam pembuatan dokumen AMDAL ternyata perlu untuk mengetahui keabsahan dokumen tersebut • Penegakan hukum yang tegas dan total dapat dilakukan oleh polisi untuk meminimalisir peredaran dokumen AMDAL yang tidak memenuhi syarata tersebut. • Diketahui masih banyak dokumen AMDAL yang tidak memenuhi kriteria dan tidak ideal di berbagai propinsi di Indonesia. Ini sangat miris mengingat memang masalah lingkungan masih menjadi yang di nomerduakan di Indonesia. • Amdal atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hendaknya jangan dianggap enteng atau hanya dijadikan sebagai formalitas untuk memenuhi kewajiban hukum.



CONTOH KASUS INDUSTRI



AMDAL



KAWASAN



LINGKUNGAN KECIL



KASUS - Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. - Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). - Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. - “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa-apa. Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, - Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub-Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal. - Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. - Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi Amdal. - Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah.



- Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. - Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda. - Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. - Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. - Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industry berskala besar. (Kompas, 2 Agustus 2002)



Analisa Kasus - Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). - Secara umum Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam pemanfaatan. - Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan. - Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:



1) UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya. 2) UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang. 3) UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 4) UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah. 5) PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. 6) Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. 7) Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah. 8) Berbagai Peraturan Daerah yang relevan. Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan: (1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. (2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia. (3) Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri. (4) Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri. (5) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan. Peran Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri. Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:



(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. (2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan. (3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan. Berkaitan dengan pengawasan dalam Pasal 24 disebutkan: (1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut UU 23 Tahun 1997 juga menggunakan asas kerja sama (cooperation principle) dalam upaya preventif terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang tercantum pada pasal 9 ayat (2) yang berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan



dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 11 ayat (1): “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri”. Juga tercantum dalam Pasal 13 ayat (1): “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah tangganya.” Asas kerjasama ini penting mengingat lingkungan hidup merupakan permasalahan global dan lingkungan hidup adalah miliki kita bersama. Upaya preventif juga dilakukan melalui jalur perijinan antara lain: Pasal 15: (1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. (2) Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di Indonesia Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) diatur dalam PP No 27 tahun 1999. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. AMDAL sangat diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatanyang dinilai berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan. AMDAL sebagai salah satu instrumen proses penegakkan hukum administrasi lingkungan belum



terlaksana sebagaimana mestinya. Padahal pada instrumen ini dilekatkan suatu misi mengenai kebijakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam hal perizinan juga mengatur tentang pengelolaan limbah sebagaimana tercantum dalam pasal 16-17: Pasal 16 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. (2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain. (3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 : (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. (2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang. (3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerinta



Upaya Hukum Kasus Pencemaran Oleh Industri Kecil Di Semarang Dalam pasal 5 ayat (1) UUPLH mengakui hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Di samping kewajiban dalam pasal 6 UUPLH:



(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. (2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Menurut Suparto Wijoyo dengan melihat ruang lingkup pasal 5 ayat (1) UUPLH merupakan argumentasi hukum yang substantive bagi sesorang untuk melakukan gugatan lingkungan terhadap pemenuhan kedua fungsi hak perseorangan termasuk forum pengadilan. Dalam kasus pencemaran oleh kawasan industry kecil di Semarang ini memang belum ada upaya hukum yang dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya peran pemerintah salam hal pengawasan serta belum adanya keberanian masyarakat untuk mengangkat kasus ini. Walupun mereka merasakan dampak negatif dari pencemaran limbah tersebut. Namun masyarakat ataupun LSM dapat mengajukan upaya hukum dalam menyelesaikan kasus ini. Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, penegakkan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu : 1. Penegakkan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata Usaha Negara. 2. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata. 3. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana Sanksi Administrasi Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satu instrumen hukum yang berperan bila kita bicara tentang penegakkan hukum lingkungan adalah hukum administrasi. Instrumen hukum administratif berbeda dengan



instrumen lainnya, oleh karena penyelesaiannya adalah lembaga peradilan. Dengan demikian, efektivitasnya tinggi dalam pencegahan perusakan lingkungan. administratif tercantum dalam



di luar sangat Sanksi pasal:



Pasal 25 (1) Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang. (2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah Tingkat I. (3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang. (5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Berdasarkan ketentuan diatas pelanggar dapat diperingati agar berbuat sesuai izin dan apabila tidak, akan dikenakan sanksi yang paling keras pencabutan izin usaha perusahaan pengalengan ikan yang terbukti membuang limbah ke pesisir Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang. Selain itu pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya (lihat pasal 27 ayat 1,2,3 UUPLH). Upaya adminisrtatif adalah



upaya tercepat karena tidak memerlukan proses peradilan. Dalam kasus pengerusakan lingkungan upaya ini terasa lebih relevan mengingat pencemaran lingkungan hidup memerlukan upaya yang cepat agar kerugian yang ditimbulkan tidak terus bertambah Sanksi Perdata. Ketentuan hukum penyelesaian perdata pada sengketa lingkungan dalam UUPLH terdapat dalam pasal 30-39. Pada pasal Pasal 34 ayat (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pada ayat (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Selanjutnya pasal 34 tidak menetapkan lebih lanjut mengenai tata cara menggugat ganti kerugian. Pengaturan mengenai tanggunggugat dan ganti rugi masih berlaku pasal 1365 BW.



Syarat-syarat dalam pasal 1365 antara lain: Kesalahan Syarat kesalahan artinya pembuat harus mempertanggungjawabkan karena telah melakuakan perbuatan melanggar hukum. Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict liability). Karena terjadinya perbuatan melanggar hukum maka terjadi kesalahan dan pembuat harus mempertanggungjawabkan. Jadi misalnya kelompok masyarakat sekitar Pengambengan yang diwakili oleh LSM melakukan gugatan tentang perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran limbah, penggugat harus membuktikan adanya kesalahan dari pelanggar. Kerugian (Schade)



Syarat lain dalam 1365 BW adalah adanya kerugian (Schade). Dlam syarat ini harus dibuktikan adanya kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran. Pada putusan MA tanggal 2 Juni 1971 Nomor 177 K/Sip/1971 disebutkan: “Gugatan ganti rugi yang tidak dijelaskan dengan sempurna dan tidak disertai pembuktian yang meyakinkan mengenai jumlah ganti rugi yang harus diterima oleh pengadilan tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan” Mengenai Ganti Rugi juga diatur dalam pasal Pasal 34 UUPLH: ”Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.” Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict liability). Pengertian tanggungjawab mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini merupkan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Asas strict liability ini dituangkan dalam pasal 35: Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Hubungan Kausal Harus ada kaitan antara perbuatan yang melanggar hukum dengan terjadinya kerugian dengan kata lain, pembuangan limbah tersebut harus terbukti mengakibatkan adanya kerugian pengusaha berupa kematian tambak udang.



Relativitas Tuntutan supaya suatu ketentuan larangan berdasarkan unangundang atau suatu syarat dalam iizin dipenuhi, hanya dapat diajukan oleh seorang yang bersangkutan atau terancam suatu kepentingan yang dilindungi oleh ketentuan berdasarkan undangundang atau ketentuan perizinan. Mengenai siapa yang berhak melakukan gugatan. Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup seperti LSM berhak untuk melakukan gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 UUPLH: (1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat. (2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sanksi Pidana Dalam pemberian sanksi pidana UUPLH 1997 menetapkan sanksi maksimum, hal terebut tercantum dalam Pasal 41: Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dalam penerapan instrumen hukum pidana pada dasarnya bersifat sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), namun dalam penegakkan hukum lingkungan tidak selamanya bersifat



(ultimum remidium) karena tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia sudah pada tingkat memprihatinkan. Untuk adanya perbuatan pidana di bidang Lingkungan Hidup, menurut pasal 41 sampai Pasal 47 UUPLH ditentukan agar memenuhi syarat-syarat : a. adanya perbuatan yang memasukkan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup atau perbuatan yang menimulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/ atau hayati Lingkungan Hidup b. adanya penurunan kemampuan lingkungan sampai tingkat tertentu dalam menunjang pembangunan berkelanjutan atau Lingkungan Hidup kurang/ tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya c. adanya unsur kesalahan dari perilaku baik karena kesengaajaan atau kelalaian; d. adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan pelaku dengan penurunan kualitas Lingkungan Hidup sampai pada tingkat kurang / tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya; e. kesalahan pelaku bersangkutan dimaksudkan sebagai tidak pidana Dalam kasus Pencemaran di kawasan industri, pencemaran dilakukan bukan oleh individu saja tetapi oleh beberapa orang atau perusahaan, mengenai pencemaran yang dilakukan secara kolektif merujuk pada Pasal 46 UUPLH: (1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.



(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama. (3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap. (4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan. (5) Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undangundang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib sesuai pasal 47 UUPLH, yaitu berupa: (1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau (2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau (3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau (4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau (5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau



(6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun



BAB III Penutup Kesimpulan Dapat ditarik kesimpulan dari pembahasan kasus diatas adalah sebagai berikut: 1. Aspek Hukum mengenai pencemaran di kawasan Lingkungan Industri Kecil Semarang diatur dalam UUPLH No 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten untuk mengatur dan mengurus,dan menegakkan hukum. 2. Upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan berkaitan dengan kasus pencemaran di Lingkungan Industri Kecil adalah dengan penerapan instrumen hukum secara Administratif, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas. Saran 1. Segala bahan buangan yang beracun perlu pengolahan (treatment) dari Lingkungan Indutri Kecil tersebut terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai kondisi oseanografi yang memadai. Industri-industri yang mutlak harus didirikan di wilayah ini wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi 2. Perlunya ketegasan pemerintah dalam menangani kasus pencemaran lingkungan hidup. Apabila upaya admisnitratif kepada perusahaan mencemari diberikan sanksi pidana agar memberikan efek jera kepada pelakunya. 3. Selain kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran perencanaan dan monitoring/evaluasi. Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang menuju ke arah pembangunan berkelanjutan.



PENGERTIAN AMDAL Pengertian AMDAL menurut PP Nomor. 27 Thn 1999 yang berbunyi ialah bahwa pengertian AMDAL adalah suatu Kajian dari suatu dampak besar serta penting untuk melakukan pengambilan keputusan suatu usaha atau juga kegiatan yang direncanakan didalam lingkungan hidup yang diperlukan bagi suatu proses pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau juga kegiatan. AMDAL adalah suatu analisis yang melingkupi berbagai macam faktor seperti ialah fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi dan sosial budaya Alasan mengapa diperlukannya AMDAL ialah untuk diperlukannya suatu studi kelayakan dikarenakan didalam undang-undang dan juga peraturan pemerintah dan untuk menjaga lingkungan dari suatu operasi proyek kegiatan industri atau juga kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah suatu PIL (Penyajian informasi lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis dampak lingkungan), RPL ( Rencana pemantauan lingkungan), RKL (Rencana pengelolaan lingkungan)



MANFAAT AMDAL Dilihat dari fungsi atau kegunaan AMDAL yang sangat menjaga rencana usaha atau juga kegiatan usaha sehingga tidak merusak lingkungan. Manfaat AMDAL meliputi antara lain



Manfaat AMDAL bagi Pemerintah Mencegah dari pencemaran dan juga kerusakan lingkungan. Menghindarkan terjadinya suatu konflik dengan masyarakat. Menjaga agar pembangunan tersebut sesuai terhadap suatu prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Perwujudan mengenai tanggung jawab pemerintah didalam pengelolaan lingkungan hidup. Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa Menjamin adanya suatu keberlangsungan usaha. Menjadi suatu referensi untuk peminjaman kredit. Interaksi atau bersosial yang saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk dapat bukti ketaatan hukum. Manfaat AMDAL bagi Masyarakat Mengetahui sejak dari awal dampak terjadinya dari suatu kegiatan. Melaksanakan dan juga menjalankan kontrol. Terlibat pada suatu proses pengambilan keputusan. TUJUAN AMDAL Tujuan utama AMDAL adalah untuk menjaga dengan kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha atau juga kegiatan. Tujuan AMDAL adalah suatu penjagaan dalam rencana usaha atau juga kegiatan agar tidak memberikan suatu dampak buruk bagi lingkungan sekitar. berikut ini adalah tujuan amdal Sebagai bahan perencanaan pembangunan suatu wilayah Membantu suatu proses didalam pengambilan keputusan terhadap suatu kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha atau juga kegiatan Memberikan suatu masukan didalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha atau juga kegiatan Memberi masukan didalam melakukan penyusunan rencana pengelolaan serta juga pemantauan lingkungan hidup



Memberikan suatu informasi terhadap masyarakat dari dampak yang ditimbulkan dari adanya suatu rencana usaha atau juga kegiatan Tahap pertama ialah dari rekomendasi mengenai izin usaha Sebagai Scientific Document dan juga Legal Document Sebagai Izin Kelayakan Lingkungan



PARAMETER AMDAL



Seperti diketahui bahwa lingkungan merupakan suatu sistem dimana terdapat interaksi antara berbagai macam parameter lingkungan didalamnya. Misalnya suatu penentuan lahan (zoning) untuk pembangunan perumahan dapat menyebabkan erosi tanah ditempat lain karena adanya dislokasi bebatuan atau dapat menyebabkan hilangnya tingkat kesuburan tanah akibat terkikisnya lapisan atas lahan tersebut.



Parameter atau atribut lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis : Parameter terperinci yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan keadaan lingkungan di mana setiap perubahan dari parameter ini akan merupakan indikator dari perubahan-perubahan dalam lingkungan yang bersangkutan. Parameter umum yaitu suatu tinjauan singkat atas parameter lingkungan yang secara umum dapat menggambarkan sifat dari dampak-dampak yang potensial terhadap lingkungan. Parameter controversial yaitu parameter lingkungan yang karena usaha-usaha pembangunan fisik mendapat dampak lingkungan tertentu atas dampak yang terjadi ini kemudian timbul suatu reaksi yang bertentangan dari masyarakat umum.



Parameter lingkungan yang harus dianalisis pada operasi AMDAL, meliputi : A. Dampak lingkungan langsung : Faktor fisis biologis : Udara Air Lahan Aspek ekologi hewan dan tumbuhan



Suara SDA termasuk kebutuhan energi Faktor Sosial Budaya Taat cara hidup pola kebutuhan psikologis sistem psikologis kebutuhan lingkungan sosial pola sosial budaya Faktor Ekonomi Ekonomi regional dan ekonomi perkotaan Pendapatan dan pengeluaran sector public Konsumsi dan pendapatan perkapita



B. Dampak lingkungan langsung : Perluasan pemanfaatan lahan Pengembangan kawasan terbangun Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll.



Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat dikemukakan bahwa “Analisis Dampak Lingkungan” adalah suatu studi tentang kemungkinan perubahanperubahan yang terjadi dalam berbagai karakteristik sosial ekonomi dan biologis dari suaut lingkungan yang mungkin disebabkan oleh suatu tindakan yang direncanakan maupun tindakan pembangunan yang telah dilaksanakan dan merupakan ancaman terhadap lingkungan.



INTI AMDAL



Tiga nilai-nilai inti AMDAL : integritas-dalam proses AMDAL akan sesuai dengan standar yang disepakati.



utilitas - dalam proses AMDAL akan menyediakan seimbang, kredibel informasi untuk keputusan. kesinambungan - dalam proses AMDAL akan menghasilkan perlindungan lingkungan.



Apa maksud dan tujuan dari AMDAL? Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Itu tujuan langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal pembangunan. Tertinggi (jangka panjang) Tujuan AMDAL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.



Tujuan langsung AMDAL adalah untuk: memperbaiki desain lingkungan proposal; memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan tepat dan efisien; mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal; dan informasi memfasilitasi pengambilan keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapkan usulan tersebut.



Tujuan jangka panjang AMDAL adalah untuk: melindungi kesehatan dan keselamatan manusia; menghindari perubahan ireversibel dan kerusakan serius terhadap lingkungan; menjaga sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem; dan meningkatkan aspek-aspek sosial dari proposal.



PROSES DAN PROSEDUR AMDAL



Secara Umum Prosedur Amdal terdiri dari



:



Proses penapisan (screening) wajib AMDAL Proses pengumuman Proses pelingkupan (scoping) Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Persetujuan Kelayakan Lingkungan



Berikut kami sarikan masing-masing PROSEDUR AMDAL tsb:



Proses Penapisan:



Proses penapisan (Proses Seleksi) wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.



Proses Pengumuman



Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.



Proses Pelingkupan



Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait



dengan rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.



Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL



Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya. Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KAANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.



Persetujuan kelayakan lingkungan



Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu rencana usaha dan/atau kegiatan diterbitkan oleh:



Menteri, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai pusat; Gubernur, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai provinsi; dan Bupati/walikota, untuk dokumen yang dinilai oleh komisi penilai kabupaten/kota.



Penerbitan keputusan wajib mencantumkan: dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan; pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat.



AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal. AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:



jumlah manusia yang terkena dampak luas wilayah persebaran dampak intensitas dan lamanya dampak berlangsung banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak sifat kumulatif dampak berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak



Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:



a) Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 b) Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010



c) Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006 d)



Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008



CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA (TPA, BANTARGEBANG, BEKASI) CONTOH KASUS AMDAL LUAR NEGRI (TUMPAHAN MINYAK KAPAL SHOWA MARU DAN GULF WAR OIL SPILL)



CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA(TPA, BANTARGEBANG, BEKASI)



I. Pendahuluan Globalisasi ekonomi, politik dan sosial membawa hubungan antar negara semakin dekat dan erat serta membawa dampak yang positif maupun negatif bagi suatu negara. Salah satu akibat yang paling nyata dari globalisasi adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan multinasional didunia.Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar tidak lepas dari sasaran investasi perusahaan-perusahaan tersebut. Tetapi dengan masuknya perusahaan-perusahaan tersebut membawa akibat yang positif maupun negatif di indonesia.Salah satu akibat yang negatif hasil produksi dari perusahaan tersebut adalah banyaknya hasil produksi yang diproduksi tanpa memikirkan kendala yang akan dihadapi dikemudian hari. Pada dasarnya semua usaha dan pembangunan menimbulkan dampak dikemudian hari. Perencananaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting dikemudian hari, guna dijadikan pertimbangan apakah rencana tersebut perlu dibuat penanggulangan dikemudian hari atau tidak.Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, guna mencapai tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa indonesia. Pembangunan tersebut dari masa kemasa terus berlanjut guna memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Alam mempunyai hukumnya sendiri, segala sesuatu akan kembali kepada siklus alam walaupun bahan sintesis hasil rekayasa manusia seperti plastik, tetapi akan menimbulkan masalah yang sangat besar terhadap bahan tersebut dikemudian hari jika sudah tidak dimanfaatkan lagi.Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola hidup masyarakat, kecepatan teknologi dalam menyediakan barang secara melimpah ternyata telah menimbulkan masalah-masalah baru yang sangat serius yaitu adanya barang yang sudah terpakai dan sudah tidak digunakan dan mengakibatkan timbulnya sampah. II. Pokok Permasalahan



1. Bagaimana Dampak Sampah terhadap Lingkungan dan masyarakat? 2. Bagaimana sistem pengelolaan dan kebijakan pemerintah terhadap sampah di daerah bekasi dan sekitarnya? III. Data dan Fakta Bahwa,di kawasan Bantar Gebang Bekasi menyebutkan, akibat dijadikan kawasan tersebut sebagai TPA, warga di sekitar menderita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian selama kawasaan tersebut dijadikan TPA. Hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk,jumlah limbah domestik dari rumah tangga adalah sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000 ton/hari; lumpur dari septic tank sebesar 60.363,41 ton/tahun dan yang bersumber dari industri pengolahan sebesar 8.206.824,03 ton/tahun. penanganan kebersihan di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar : 128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah. Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan pihak swasta. Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain : 1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang. 2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary landfill”. 3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance. 4. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.



Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. IV. Analisa 1. Dampak Sampah terhadap Lingkungan dan masyarakat Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.Sesuai dengan ketentuan tersebut bahwa setiap orang berhak menolak dengan adanya hal-hal yang dapat merugikan kesehatan baginya. Dalam hal ini, Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan ahir. Dengan adanya tempat pembuangan sampah di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan dan lingkungan bagi warga sekitarnya. Seperti contoh yang terjadi di TPA bantar gebang, dengan adanya TPA maka warga sekitarnya TPA menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian di Bantar Gebang selama kawasaan tersebut dijadikan TPA. Dengan adanya TPA tersebut juga dapat merusak lingkungan dan ekologi disekitarnya. beberapa kerusakan lingkungan yang hingga kini tidak bisa ditanggulangi akibat sebuah kawasan ekologi dijadikan TPA antara lain: pencemaran tanah dimana Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak terhadap kualitas tanah (fisik dan kimia) yang berada di lokasi TPST dan sekitarnya. Tanah yang semula bersih dari sampah akan menjadi tanah yang bercampur dengan limbah/sampah, baik organik maupun anorganik baik sampah rumah tangga maupun limbah industri dan rumah sakit. Tidak ada solusi yang konkrit dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran tanah secara fisik akan berlangsung dalam kurun waktu sangat lama. 2. Sistem Pengelolaan Sampah Dan Kebijakan Pemerintah. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya.Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah harus dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat



ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber. Kedua, faktor penyebab secara EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya.Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber. Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam yaitu: a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus dilakukan b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah



c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar. Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan



Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Produk harus dapat terjual habis. Karena itu, untuk memenuhi kriteria tersebut diatas, teknologi yang layak dalam pengelolaan sampah di TPA bantar gebang dan untuk diterapkan adalah kombinasi dari berbagai teknologi serta penunjang lainya yaitu : Teknologi landfill untuk produksi kompos dan gas metan Teknologi anaerobik komposting dranco untuk produksi gas metan dan kompos Incinerator untuk membakar bahan anorganik yang tidak bermanfaat serta pengeringan kompos Unit produksi tenaga listrik dari gas metan Unit drainase dan pengolah air limbah Dalam menangani masalah sampah dikota jakarta, pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan-kebijakan, dimana masalah sampah tersebut juga merupakan masalah lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup merupakan masalah pemerintah dan juga masyarakat, namun perlu disadari untuk semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran (sampah) atau perusakan lingkungan telah dijadikan permasalahan, dimana faktor penyebabnya antara lain: Kurangnya kesadaran masyarakat. Kurangnya masyarakat dalam melakukan tindakan. Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menangani masalah lingkungan. Keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah. Dengan mencermati permasalahan yang terjadi maka pemerintah mencoba berbagai terobosan yang efektif dan efisien (tepat guna dan tepat sasaran). Sejauh ini, berbagai solusi terus-menerus diupayakan meskipun dalam perkembangannya berbagai kendala kerapkali dijumpai. Solusi-solusi yang sejauh ini telah diupayakan melalui sejumlah program kerja antara lain dalah pelaksanaan regionalisasi pengelolaan sampah melalui program GBWMC (Great Bandung Waste Management). Terdapat 4 poin dalam nota kesepahaman itu, yaitu : pengelolaan sampah bersama secara terpadu di kawasan Bandung metropolitan membentuk wadah yang mandiri dalam pengelolaan sampah terpadu percepatan pembentukan wadah mandiri dengan membentuk tim perumus yang terdiri dari 5 wilayah tersebut nota kesepahaman ini berlaku hingga terbentuknya wadah yang mandiri tersebut V. KESIMPULAN



Dalam tulisan ini dari uraian yang disampaikan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan adanya tempat pembuangan sampah di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan dan lingkungan bagi warga sekitarnya, disamping itu juga mempengaruhi atau merusak ekologi disekitarnya yang diantaranya adalah terjadinya pencemaran air, udara, tanah. Dan akibat dari pencemaran tersebut warga sekitar mudah terserang penyakit.



2. Sistem pengelolaan sampah yang digunakan ini sudah ketinggalan zaman yang salah satunya menggunakan landfill system dimana dalam sistem tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk sampah. Disamping itu pemerintah harus dapat membuat kebijakan baik internal maupun eksternal. Faktor Internal dimana minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri, rendahnya SDM. Sedangkan yang mempengaruhi faktor eksternal adalah minimnya lahan pembuangan sampah serta tidak ketatnya pemerintah baik pusat maupun daerah membuat aturan masalah sampah.



CONTOH KASUS AMDAL LUAR NEGRI (TUMPAHAN MINYAK KAPAL SHOWA MARU DAN GULF WAR OIL SPILL)



Tragedi minyak tumpah memanglah sebuah kecelakaan serius, akibat dari kecelakaan minyak tumpah ini bisa mencemari lingkungan darat dan laut dan mengancam banyak biota yang hidup di dalamnya, selain itu juga bisa mempengaruhi rantai ekosistem yang ada di perairan tersebut. Tumpahan minyak terburuk dalam sejarah, tumpahan minyak selama Perang Teluk memuntahkan 8 juta barel ke Teluk Persia setelah pasukan Irak membuka katup sumur minyak dan jalur pipa saat mereka mundur dari Kuwait pada tahun 1991. Ketebalan minyak



yang mencemari lautan bisa mencapai 5 inchi sebanyak 1.360.000 sampai 1.500.000 ton minyak.



Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain ituair laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dariatmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalamekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelamke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringantubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang,rumput laut dan lainlain). Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diseraplangsung oleh fitoplankton.



I.



Dasar Hukum Pencemaran di Laut



A.Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter atau yang lebih dikenal dengan London Dumping, adalahkonvensi Internasional yang ditandatangani pada tanggal 29 Desember 1972 danmulai berlaku pada 30 Agustus 1975 adalah konvensi internasional yangmerupakan perpanjangan dari isi pada Konvensi Stockholm. Konvensi ini padadasarnya secara garis besar membahas tentang larangan dilakukannya pembuangan limbah di lingkungan laut secara sengaja. Tujuan dari konvensi iniadalah melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari segala bentuk pencemaran yang menimbulkan kewajiban bagi peserta protokol untuk me ngambil langkah-langkah yang efektif, baik secara sendiri atau bersamasama,sesuai dengan kemampuan keilmuan, teknik dan ekonomi mereka gunamencegah, menekan dan apabila mungkin menghentikan pencemaran yangdiakibatkan oleh pembuangan atau pembakaran limbah atau bahan berbahayalainnya di laut. Peserta protokol juga berkewajiban untuk menyelaraskankebijakan mereka satu sama lain.



B.International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973/1978 Marpol adalah sebuah peraturan internasional yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran di laut. Setiap sistem dan peralatan yang ada dikapal yang bersifat menunjang peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas.Isi dalam marpol bukan melarang pembuangan zat-zat pencemar ke laut, tetapi



mengatur cara pembuangannya. Agar dengan pembuangan tersebut laut tidak tercemar (rusak), dan ekosistim laut tetap terjaga.Marpol memuat 6 (enam)



Annexes yang berisi regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap : 1. Oil (Minyak) 2. Nixious Liquid Substance Carried in Bulk (cairan Nox berbentuk curah) 3. Harmful Substance in Packages Form (barang-barang berbahaya dalam kemasan) 4. Sewage (air kotor/air pembuangan) 5. Garbage (sampah) 6. - Air Pollution (polusi udara)



C.The International Convention on Oil Pollution Preparedness Response and Cooperation Konvensi Internasional yang baru dikeluarkan oleh IMO mengenaikerjasama internasional untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi akibattumpahan minyak dan barang beracun yang berbahaya telah disetujui olehdelegasi negara anggota IMO pada bulan Nopember 1990 dan diberlakukan mulaitanggal 13 Mei 1995 karena sudah diterima oleh kurang lebih 15 negara anggota



.D.International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage (Civil Liability Convention) tahun 1969. The CLC Convention aplikasinya pada kerusakan pencemaran minyak mentah (persistent oil) yang tertumpah dan muatan kapal tangki. Konvensitersebut mencakup kerusakan pencemaran lokasi, termasuk perairan negaraanggota konvensi, sementara untuk negara bendera kapal dan kebangsaan pemilik kapal tangki tidak tercakup dalam lingkup aplikasi dari CLC Convention



E.United Nation Convention on the Law of the Sea UNCLOS 1982 merupakan salah satu ketentuan yang mengatur masalahlaut terlengkap dan berhasil disepakati oleh negara-negara. Hal ini terbukti sejak tahun 1994 UNCLOS 1982 mulai berlaku, pada tahun 1999 telah diratifikasi oleh130 negara dan piagam ratifikasi telah didepositkan ke sekretariat Jenderal PBBtermasuk Indonesia. UNCLOS 1982, terdiri dari 17 bab 320 Pasal, secara isi UNCLOS 1982tersebut mengatur hal-hal yang berkenaan dengan penggunaan istilah dan ruanglingkup, laut territorial, dan zona tambahan, selat yang digunakan untuk pelayaraninternasional, negara kepulauan, ZEE, landas kontinen, laut lepas, laut



lepas,rezim pulau, laut territorial setengah tertutup, hak negara tak berpantai untuk masuk dalam dan ke luar laut serta kebebasan melakukan transit, kawasan, perlindungan dan pelestarian laut, riset ilmiah kelautan, pengembangan alihteknologi kelautan, penyelesaian sengketa, dan bab ketentuan umum dan penutup



II.



KESIMPULAN



Penyebab kasus pencemaran laut tersebut secara umum adalah transportasiminyak, pengeboran minyak lepas pantai, pengilangan minyak dan pemakaian bahan bakar produk minyak bumi. Laut yang tercemar oleh tumpahan minyak aka n membawa pengaruh negatif bagi berbagai organisme laut. Pencemaran air laut o leh minyak juga berdampak terhadap beberapa jenis burung. Air yang bercampur minyak itu juga akanmengganggu organisme aquatik pantai, seperti berbagai jenis ikan, terumbu karang, hutanmangrove dan rusaknya wisata pantai. Dan tentu saja, pada akhirnya nelayan dan petani juga akan mengalami kerugian secara ekonomisDemikian makalah yang saya buat mengenai pencemaran laut dilihat dari sudut pandang hukum



Amdal Pembangunan Smelter dan Industri Turunan Tak Bisa Dibahas Penulis Redaksi 15 Mei 2019



Share



Syamsuddin (Suara NTB/nas) Mataram (Suara NTB) – Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) rencana pembangunan smelter dan industri turunannya di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tak bisa dibahas. Pasalnya, kawasan yang akan menjadi lokasi pembangunan smelter dan industri turunannya tersebut belum ditetapkan menjadi kawasan industri (KI).



Demikian disampaikan, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Syamsuddin, S. Hut, M. Si. PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) memang harus mengajukan Amdal ulang. Karena Amdal sebelumnya hanya untuk rencana pembangunan smelter dengan luas lahan sekitar 94 hektare. Namun sekarang, pembangunan smelter dan industri turunannya akan dibangun pada lahan seluas 850 – 1.200 hektare. Karena luas lahannya berada di atas 400 hektare, maka kawasan pembangunan smelter dan industri turunan tersebut harus ditetapkan menjadi Kawasan Industri (KI). ‘’Ditetapkan dulu jadi kawasan industri. Untuk kawasan itu ditetapkan Amdalnya, harus ditetapkan dulu menjadi kawasan industri. Tanpa itu, maka tak bisa dibahas Amdalnya. Karena menyalahi UU,’’ kata Syamsuddin dikonfirmasi Rabu (14/5) siang. Ia menjelaskan, regulasi yang mengatur yakni PP No. 142 Tahun 2015 tentang kawasan industri. Sehingga proses pembahasan Amdal pembangunan smelter dan industri turunan mengacu pada aturan tersebut. Untuk percepatan, kata Syamsuddin, sudah dilakukan diskusi dengan Tim Percepatan Pembangunan Smelter. Rencananya, akan dilakukan konsultasi dengan Kementerian Perindustrian. Di mana, usulan penetapan kawasan industri tersebut akan diajukan Kementerian Perindustrian. Sementara, PT. AMNT menyusun dokumen Amdal.



Baca juga: Lagi, PETI di Wilayah Selatan KSB Ditertibkan



‘’Makanya nanti akan paralel antara konsultasi ke Kementerian Perindustrian dengan AMNT menyusun dokumen Amdalnya dengan kawasan seluas yang dia minta,’’ katanya. Apakah proses ini akan memperlambat penyelesaian Amdal? Syamsuddin mengatakan, tidak akan memperlambat. Karena pengajuan kawasan pembangunan smelter dan industri turunannya menjadi kawasan industri ke Kementerian Perindustrian akan paralel dengan penyusunan dokumen Amdal oleh AMNT. ‘’Kalau ada komitmen dari kementerian bahwa kawasan ini dijadikan kawasan industri, maka selesai. Kalau tidak, maka regulasinya bertentangan. Makanya disinergikan antara PP No. 142 Tahun 2015 tentang kawasan industri dengan PP No. 27 Tahun 2011 tentang Izin Lingkungan,’’ terangnya. Ia menambahkan, Dinas LHK akan membantu percepatan pembahasan Amdal pembangunan smelter dan industri turunan tersebut. Untuk itu, penetapan kawasan itu menjadi kawasan industri harus segera diusulkan. Sesuai time schedule PT. AMNT, pembahasan Amdal harus tuntas pada Juli mendatang. Apabila Tim Percepatan Pembangunan Smelter bergerak ke



Kementerian Perindustrian, maka akan mempercepat proses pembahasan Amdalnya. ‘’Penyusunan amdal harus sesuai tata ruangnya. Dulu bukan kawasan industri. Sekarang kawasan 850 – 1.200 hektare akan menjadi kawasan industri. Harus ada penetapan dulu baru kita bahas. Kalau ada rekomendasi dari kementerian itu kawasan industri, bisa kita bahas,’’ tambahnya.



Baca juga: Kementerian ESDM Bangun Politeknik Pertambangan di NTB



AMNT rencananya akan membangun pabrik peleburan dan pemurnian dengan kapasitas sebesar 1,3 juta ton per tahun. AMNT sedang fokus menyelesaiakan masalah pembebasan lahan seluas 1.200 hektare yang akan menjadi lokasi pembangunan smelter dan industri turunannya. Termasuk menyiapkan ulang dokumen Amdal. Terkait progres pembangunan smelter, saat ini proses pengembangan sudah dalam tahapan Front End Engineering Design (FEED) yang dilakukan bersama Outotec sebagai salah satu teknologi provider terdepan dalam industri smelting dan refining. Fasilitas peleburan dan pemurnian emas dan tembaga dengan kapasitas 1,3 juta ton konsentrat tersebut dibangun di KSB, direncanakan awal 2020 sudah mulai konstruksi. Ditargetkan pertengahan 2022, smelter tersebut sudah selesai dibangun. Sebelumnya, Presiden Direktur PT. AMNT, Rachmat Makassau menyebutkan akhir 2019, progres pembangunan smelter secara keseluruhan sudah mencapai 25 persen. Kemudian tahun 2020, progresnya diharapkan mencapai 38 persen. Selanjutnya tahun 2021, progresnya diharapkan mencapai 70 persen. Commisioning akan mulai pertengahan 2022 – 2023. (nas)



Dokumen amdal studi_kasus_analisis_dampa 1. DOKUMEN AMDAL ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN KEGIATAN USAHA PENAMBANGAN GOLONGAN GALIAN C (PASIR dan BATU) PT. Puser Bumi Indonesia Graduate School of Environment Science Magister Program of Environmental Management Oleh: 1. Lighar Dwinda Prisbitari NIM: 13/354980/PMU/7905 2. Syampadzi Nurroh NIM: 13/354980/PMU/7908 3. Anwar Saimu NIM: 13/354980/PMU/7987 4. Mia Muthiany NIM: 13/354980/PMU/7998 5. Kartini NIM: 13/354980/PMU/7946 GRADUATE OF SCHOOL GADJAH MADA UNIVERSITY Y O G Y A K A R T A 2 0 1 4 2. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii PERNYATAAN ............................................................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. xix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................................. I-1 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................................ I-2 1.3. Perundangan-undangan ................................................................................ I-3 BAB II RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN 2.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun Andal.................................................... II-1 2.2. Uraian Rencana Usaha dan/atau Kegiatan .................................................... II-2 2.2. Alternatifalternatif yang Dikaji dalam Andal ............................................... II-16 BAB III RONA LINGKUNGAN HIDUP 3.1. Komponen Abiotik ......................................................................................... III-1 3.2. Komponen Biotik ........................................................................................... III-9 3.3. Komponen Sosekbudkemas........................................................................ III-14 BAB IV RUANG LINGKUP STUDI 4.1. Dampak Penting yang Ditelaah .................................................................... IV-1 4.2. Evaluasi Dampak Potensial .......................................................................... IV-8 4.3. Hasil Proses Pelingkupan........................................................................... IV-10 4.4. Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian ...................................................... IV-13 BAB V PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 5.1. Prakiraan Dampak Penting............................................................................ V-1 5.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak.................................................................... V-3 BAB V EVALUASI DAMPAK PENTING 5.1. Pemilihan Alternatif Terbaik.......................................................................... VI-2 5.2. Telaah sebagai Dasar Pengelolaan.............................................................. VI-2 5.2. Rekomendasi



Penilaian Kelayakan Lingkungan......................................... VI-12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 132 LAMPIRAN ............................................................................................................................... 133 3. xiii DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Undang-Undang terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman Provinsi DI Yogyakarta................................. I-3 Tabel 1.2. Peraturan Pemerintah terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta................................ I-4 Tabel 1.3. Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta .......... I-4 Tabel 1.4. Keputusan Terkait Lainnya dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yoyakarta...................................................... I-5 Tabel 2.1. Tim Pelaksana Studi AMDAL........................................................................... II-2 Tabel 2.2. Jumlah dan Kualikasi Tenaga Kerja Kegiatan Penambangan Galian Golongan C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia ................................. II-7 Tabel 3.1. Bentuklahan Wilayah Sleman......................................................................... III-2 Tabel 3.2. Data curah hujan Stasiun Pakem.................................................................... III-4 Tabel 3.3. Data curah hujan Bulanan Stasiun Kaliurang................................................ III-5 Tabel 3.4. Rata-rata Temperatur Rata-rata (oC) Di Kab. Sleman..................................... III-5 Tabel 3.5. Kualitas Udara Sekitar Rencana Penambangan PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman ...................................................... III-6 Tabel 3.6. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan........................................ III-9 Tabel 3.7. Hasil Pengamatan Flora Darat di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem................................................................................. III-10 Tabel 3.8. Hasil Pengamatan Semak, Palm, Liana, dan Rumput di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem .................................. III-11 Tabel 3.9. Jenis-jenis Fauna yang Ditemukan atau Terindikasi Hidup di Sekitar Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia......................................................... III-12 Tabel 3.10. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2010................................................................... III-15 Tabel 3.11. Sektor Menurut Mata Pencaharian ............................................................... III-16 Tabel 3.12. Jumlah Penduduk Menurut kriteria bekerja dan tidak bekerja di Kabupaten SlemanTahun 2010................................................................. III-17 Tabel 3.13. Data jumlah 10 besar penyakit di Wilayah Kerja Puskesma Pakem............. III-19 4. xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penampang Drainage Jalan Angkut........................................................... II-11 Gambar 2.2. Penampang Atas Sedimen Pond. .............................................................. II-11 Gambar 2.3. Penampang melintang A – B Sediment Pond ............................................ II-11 Gambar 2.4. Penampang Jalan Angkut .......................................................................... II-13 Gambar 2.5. Tahap–tahap



Kegiatan Penambangan....................................................... II-14 Gambar 3.1. Batas lokasi wilayah kajian proyek.............................................................. III-2 Gambar 3.2. Pola musim iklim di lokasi proyek................................................................ III-4 Gambar 3.3. Model Plot Jalur Berpetak Pengamatan keragaman Vegetasi Pada Areal Izin Usaha Pertambangan Golongan Galian-C PT. Puser Bumi Indonesia......................................................................... III-10 Gambar 3.4. Sebaran spatial sebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman .... III-14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Curriculum Vitae Tim Penyusun Andal ...................................................... L - 1 5. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) I - 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan bahan bangunan seperti pasir dan batu dewasa ini meningkat seiring dengan peningkatan teknologi dan kebutuhan pengembangan wilayah. Kegunaan pasir digunakan untuk pengembangan perumahan, bahan bangunan maupun industri. Pesatnya pembangunan di wilayah perkotaan sekitar Yogyakarta, Sleman, Muntilan, Magelang, Klaten, Boyolali, Semarang dan sekitarnya menjadikan kebutuhan akan bahan bangunan berupa pasir dan batu (Sirtu) yang termasuk Bahan Galian Golongan C sangat meningkat. Peraturan yang tertuang dalam regulasi dan ketentuan dari pemerintah lebih detail tentang segala bentuk rencana kegiatan pembangunan yang diprediksi akan memberikan dampak penting dan besar terhadap lingkungan, termasuk kegiatan pertambangan mineral dengan segala bentuk kegiatan yang terkait didalamnya adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan selanjutnya Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Mengacu pada perundang-undangan dan peraturan-peraturan tersebut, maka pihak manajemen PT. Puser Bumi Indonesia yang merupakan perusahaan swasta bergerak di bidang pertambangan umum merencanakan melakukan studi AMDAL atas rencana kegiatan pada areal Izin Usaha Tambang Golongan Galian-C di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. dengan luas 100 ha, yang izin eksplorasinya telah dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor :____________________________. PT. Puser Bumi Indonesia merencanakan melakukan kegiatan eksploitasi yang diharapkan kegiatan tersebut menjadi penggerak ekonomi wilayah sekitar khususnya, sumber penerimaan negara melalui devisa serta meningkatkan kualitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan kesempatan berusaha serta alih teknologi. Di samping dampak positif tersebut tentunya akan timbul dampak negatif, baik langsung maupun 6. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) I - 2 tidak langsung pada komponen lingkungan fisik kimia, biologi maupun sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat, karena usaha penambangan tersebut mempunyai interaksi yang kuat dengan lingkungan hidup. 1.2. TUJUAN DAN MANFAAT 1.2.1.



Tujuan Rencana kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia secara umum bertujuan untuk : a. Mengelola potensi sumber daya alam berupa pasir dan batu (SIRTU) yang terkandung di wilayah Kabupaten Sleman untuk kepentingan ekonomis; b. Memenuhi permintaan pasokan pasir dan batu lokal wilayah secara khusus dan nasional secara umum; c. Meningkatkan pendapatan perusahaan dari kegiatan penambangan pasir dan batu (SIRTU) yang dilaksanakan di lokasi penambangan tersebut; serta d. Meningkatkan penerimaan daerah dari sektor non migas melalui pajak perusahaan. 1.2.2. Manfaat Adapun manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia adalah :  Bagi Perusahaan : a. Keuntungan ekonomis bagi keberlanjutan usaha perusahaan; b. Memenuhi permintaan pasokan pasir dan batu dari industri-industri mitra yang membutuhkan; serta c. Meningkatkan pendapatan perusahaan dari usaha pertambangan.  Bagi Pemerintah : a. Penggerak percepatan pertumbuhan wilayah (growth development) b. Penggerak dan pendorong pengembangan sektor inti dan sektor strategis daerah (prime mover); serta c. Meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan royalti.  Bagi Masyarakat 7. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) I - 3 a. Meningkatkan tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial melalui penciptaan peluang kerja dan berusaha; serta b. Penyerapan tenaga kerja produktif di daerah sekitar kegiatan. 1.3. PERUNDANG-UNDANGAN Landasan hukum yang dipakai sebagai payung dalam menyusun dokumen AMDAL rencana kegiatan penambangan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia berupa peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah yang berlaku. 1.3.1. Undang – Undang Tabel 1.1. Undang-Undang terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman Provinsi DI Yogyakarta. No. Undang-Undang Tentang Alasan 1. Undang - Undang Dasar 1945 Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber daya Alam Payung hukum untuk mengelola dan memanfaatkan SDA secara adil, dan berkelanjutan. 2. No. 5 Tahun 1960 Pokok-pokok Agraria Terkait penguasaan dan pengelolaan tanah/lahan. 3. No. 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Upaya pengelolaan berlandaskan konservasi SDA 4. No. 23 Tahun 1992 Kesehatan Telaah gangguan kesehatan masyarakat dan tenaga kerja 5. No.5 Tahun 1994 Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Kehati Ketentuanketentuan konvensi bidang Kehati 6. No. 41 Tahun 1999 Kehutanan Acuan dasar pemanfaatan dan pengelolaan wilayah kawasan hutan 7. No.28 Tahun 2000 Bangunan Setempat Acuan pendirian bangunan 8. No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan Regulasi bidang ketenagakerjaan termasuk usaha pertambangan 9. No.7 Tahun 2004 Sumber daya Air Acuan Pengelolaan sumber daya air 10. No.16 Tahun 2004 Penggunaan Tanah Ketentuan dalam perolehan hak atas tanah 11. No.32 Tahun 2004 Kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Acuan pembagian kewenangan pemerintah 12. No.33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Acuan Pengelolaan keuangan Daerah 13. No. 26 Tahun 2007 Penataan Ruang Arahan Kesesuaian dan Penataan Ruang 14. No. 40 tahun 2007 Perseroan Terbatas Acuan untuk pihak Pemrakarsa dalam



mengalokasikan angg. Sebagai bentuk CSR 15. No. 22 Tahun 2009 Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umum untuk kegiatan proyek 16. No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pedoman Umum Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 8. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) I - 4 1.3.2. Peraturan Pemerintah Tabel 1.2. Peraturan Pemerintah terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta No. Peraturan Pemerintah Tentang Alasan 1. No. 20 Tahun 1990 Pengendalian Pencemaran Air dan Lampirannya Kegiatan Potensial menyebabkan perubahan kualitas air 2. No. 12 Tahun 2012 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Acuan dalam proses pelaksanaan Studi Amdal 3. No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Pedoman pelaksanaan Pengendalian pencemaran udara 4. No. 75 Tahun 2001 Perubahan UU Pertambangan Acuan pokok pertambangan 5. No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pedoman pelaksanaan kegiatan untuk meminimalisir pencemaran air 6. No. 34 Tahun 2002 Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Dasar pengelolaan kawasan hutan 7. No. 6 Tahun 2007 Penataan Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan Telaah penataan dan pemanfaatan wilayah hutan 1.3.3 Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri Tabel 1.3. Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri terkait dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta No. Keputusan/Peraturan Menteri Tentang Alasan 1. Kep. Menhut Nomor 54/KPTS/UM/2 Tahun 1972 Jenis Pohon Yang Dilindungi Keragaman jenis pada lokasi rencana usaha/ kegiatan 3. Kep. Menkes Nomor 718/MENKES Tahun 1987 Kebisingan dan Kesehatan Rencana usaha/kegiatan potensial menyebabkan kebisingan 4. Kep. MenKLH Nomor KEP-02/MENKLH/6 Tahun 1988 Pedoman Baku Mutu Lingkungan Pedoman pelaksanaan kegiatan untuk menjadi indikator baku mutu lingkungan 5. Peraturan Menteri Pertambangan dan Enegi Nomor 1211.K/008/M.PE/1995 Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Pedoman penanggulangan kerusakan lingkungan akibat Keg. Pertambangan 6. Kep. MenLH Nomor 13/MENLH/ 3 Tahun 1995 Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Pedoman pelaksanaan kegiatan untuk setiap tahap kegiatan 7. Men LH 48/MENLH/11/ 1996 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Pedoman pelaksanaan kegiatan agar tidak melebihi baku mutu lingkungan 8. Kep. Mendagri No. 130–67 Pengakuan Kewenangan Pedoman pemberian kewenangan 9. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) I - 5 No. Keputusan/Peraturan Menteri Tentang Alasan Tahun 2002 Kabupaten dan Kota kepada pemerintah kabupaten/kota 9. Kep. Men. LH No. 37 Tahun 2003 Metode Analisis Kualitas Air Permukaan Panduan pengukuran paramater kualitas air permukaan 10. Kep. Men. LH No. 115 Tahun 2003 Pedoman Penentuan Status Mutu Air Pedoman penetapan kualitas dan mutu air di sekitar lokasi sebelum pelaksanaan kegiatan 11. Permen LH No. 12Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib AMDAL Pedoman dan landasan hukum penyusunan studi AMDAL 1.3.4



Keputusan Terkait Lainnya Tabel 1.4. Keputusan Terkait Lainnya dengan Studi Amdal PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yoyakarta No. Peraturan Tentang Alasan 1. Kep.Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Nomor Kep.056/1994 Pedoman Mengenai Dampak Penting Pedoman penentuan dampak penting dalam penyusunan AMDAL 2. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep.299/II/1996 Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL Pedoman kajian sosial dalam penyusunan AMDAL 3. Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 693.K/008DDJP/1996 Pengendalian Erosi Pada Kegiatan Pertambangan Umum Acuan pengendalian erosi dalam kegiatan pertambangan 4. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 124/BAPEDAL/12/1997 Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL Pedoman kajian aspek kesmas dalam penyusunan AMDAL 5. Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 336.K/ 008/DDJP/1997 Jaminan Reklamasi Pedoman penarikan dan pemanfaatan jaminan reklamasi keg. pertambangan 6. Perda Kab. Sleman Nomor 20 Tahun 2003 Penyelenggara Pengelola Usaha Pertambangan Umum Kebijakan Pemda Morowali penyeleng- garaan usaha pertambangan umum 7. Perda Kab. Sleman Nomor 2 Tahun 2012 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Terkait dengan kebijakan alokasi ruang pada IUP tambang 8. Keputusan Gubernur Prov. DIY No.5 Tahun 2007 Upah Minimal Provinsi Pedoman sistem penggajian/ Penguapahan 9. Keputusan Bupati Sleman No.540.2/ SK.039/DESDM/III/ 2013 Pemberian izin Eksplorasi Kepada PT. PBI Menjadi payung hukum bagi Kegiatan PT. TBI 10. Instruksi Bupati Kab. Sleman Nomor 118 Tahun 2011 Perlindungan Kawasan Resapan Air Pedoman perlindungan sumberdaya air disekitar kawasan penambangan. 10. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 1 BAB II. RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN 2.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ANDAL 1. Pemrakarsa Nama Perusahaan : PT. Puser Bumi Indonesia Alamat Kantor Perusahaan : Jl. Teknika Utara No. 10, Pogung, Yogyakarta, Penanggung Jawab : Dr. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc Jabatan : Direktur Utama 2. Penyusun ANDAL Pelaksana : PT. Puser Bumi Indonesia Penanggung jawab : Dr. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc Alamat Kantor : Jl. Teknika Utara No. 10, Pogung, Yogyakarta Telp. (031) 3577256 – 3577561 Fax. (031) 3577256 11. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 2 Tabel 2.1. Tim Pelaksana Studi AMDAL No. N a m a Sertificate/Ijazah Keahlian Keterangan Lain 1. Anwar Saimu, S.T., M.Sc S2, Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada 2013 Ahli Lingkungan AMDAL A dan B Kompetensi AMDAL Ketua Tim 2. Syampadzi Nurroh, S.Hut, M.Sc S2, Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada 2013 Ahli Ilmu Lingkungan, AMDAL B Koord. Geofisik Kimia 3. Kartini, S.Hut., M.Sc S2, Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada 2013 Ahli Teknik Sumberdaya Air, AMDAL B Anggota Tim 4. Mia Muthiany, S.T., M.Sc S2, Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada 2013 Ahli Kimia Lingkungan Anggota Tim 5. Linghar Dwinda P, S.Hut, M.Sc. S2, Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada 2013



Ahli Geologi, AMDAL B Anggota Tim Asisten Peneliti : 10 orang Administrasi : 2 orang 2.2. Uraian Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 1. Status Studi AMDAL Studi AMDAL kegiatan penambangan Golongan Galian C yang akan dilaksanakan oleh PT. Puser Bumi Indonesia di Kabupaten Sleman Kecamatan Pakem merupakan proses kelanjutan dari studi kelayakan teknis dan ekonomis (feasibility study) yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis, kegiatan penambangan pasir dan batu di lokasi tersebut layak untuk dilanjutkan, mengingat kandungan pasir dan batu yang terkandung cukup memadai untuk ditambang hingga beberapa tahun mendatang. Teknis pelaksanaan penambangan akan mengikuti standar dan prosedur penambangan umum. 12. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 3 2. Kesesuaian Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan Rencana Tata Ruang Mengacu pada Perda tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sleman telah memberikan izin eksplorasi penambangan Galian C pasir dan baru kepada PT. Puser Bumi Indonesia dengan SK Bupati No: ________________tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Galian Golongan C Kepada PT. Puser Bumi Indonesia dengan luas areal 100 ha. Batas wilayah studi rencana kegiatan penambangan golongan PT. Puser Bumi Indonesia meliputi : a. Batas Proyek Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan penambangan pasir dan batu terletak, yaitu di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem. Luasan tapak proyek adalah 100 Ha berdasarkan luas Izin Usaha Pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Sleman. b. Batas Ekologi Batas ekologi dari kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia adalah batas yang masih dipengaruhi persebaran dampak melalui udara, air dan tanah. Persebaran dampak pencemaran udara yang dicermati adalah adalah wilayah permukiman yang meliputi desa-desa yang ada di sekitar lokasi kegiatan. Sedang pencemaran air khususnya air sungai adalah batas wilayah yang masih terjangkau penyebaran sedimen dan erosi. c. Batas Sosial Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar akibat rencana kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas sosial kegiatan 13. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 4 penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia adalah Desa Cangkringan Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. d. Batas Administrasi Batas administrasi rencana kegiatan penambangan PT. Puser Bumi Indonesia sebagai berikut : Desa : Cangkringan Kecamatan : Pakem Kabupaten : Sleman Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta 3. Hubungan Antara Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan Jarak dan Ketersediaan Berbagai Sumberdaya Sumberdaya air khususnya untuk kebutuhan air tawar dapat diperoleh di wilayah tersebut, mengingat pada wilayah tersebut terdapat sumber mata air yang berasal dari beberapa aliran sungai dan mata air karena daerah tersebut berbatasan dengan daerah resapan air (hutan). Demikian



pula kebutuhan lain seperti keperluan sehari-hari karyawan akan didatangkan dari wilayah sekitar Kecamatan Pakem. Energi listrik yang akan digunakan kawasan penambangan akan bersumber dari PLN dan genset milik PT. Puser Bumi Indonesia. Sedangkan sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja akan diprioritaskan bagi masyarakat Desa Cangkringan secara khusus dan masyarakat Kabupaten Sleman secara umum. 4. Tata Letak Usaha dan/atau Kegiatan Beberapa bangunan dan infrastruktur yang akan dibangun untuk menunjang aktivitas PT. Puser Bumi Indonesia dalam kegiatan penambangan di Kecamatan Pakem adalah: a. Pembangunan Stone Crosser dan Workshop Lokasi yang layak untuk Stone Crosser dan Workshop berdasarkan hasil orientasi dan survey berada di lokasi batas penambangan. 14. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 5 b. Pembangunan Sarana Penunjang dan Pendukung Sarana penunjang yang akan dibangun di Desa Cangkringan berupa sarana penunjang yang langsung berhubungan dengan kegiatan produksi. Sarana penunjang dimaksud, berupa :  Kantor seluas 100 m2  Bengkel seluas 100 m2  Garasi seluas 50 m2  Preparasi contoh seluas 200 m2  Bangunan Laboratorium seluas 50 m2  Rumah genset seluas 30 m2  Pompa dan dudukan tangki BBM seluas 20 m2  Pos keamanan seluas 30 m2. Adapun sarana dan perumahan di sekitar Desa Cangkringan yang akan dibangun, meliputi :  Barak poliklinik desa seluas 600 m2  Mess/base camp karyawan seluas 300 m2  Rumah genset seluas 50 m2  Jaringan air bersih 5. Tahap Pelaksanaan Usaha dan/atau Kegiatan Untuk menguraikan rencana kegiatan penambangan pasir dan batu oleh PT. Puser Bumi Indonesia secara jelas dan komprehensif maka akan diuraikan sesuai dengan tahap kegiatan yaitu kegiatan pra konstruksi, konstruksi, operasional dan pasca operasi. a. Tahap Prakonstruksi Pada tahap prakonstruksi, kegiatan yang dilakukan dengan survey studi kelayakan dan studi detail desain dan perizinan lokasi. 1) Studi kelayakan dan studi detail desain Studi kelayakan dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai cadangan, penambangan, sarana/infrastruktur yang diperlukan serta evaluasi ekonomis 15. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 6 dengan perhitungan target produksi 100 truck/hari pada lahan 100 ha. Asumsi I ha (10000 m2 tebal material 5 meter dari permukaan tanah menjadi 50.000 m2/ha. Sehingga deposit untuk masa usaha sebesar 5.000.000 m2. Produksi per hari 2 ret dengan kapasitas muatan 3 m2/unit truk dengan 100 truck hari menjadi 600 m2/hari. Sehingga umur tambang selama 22 tahun. 2) Perizinan Lokasi Kegiatan pengurusan izin dan telaah teknis lokasi penambangan dilakukan pada instansi yang terkait Dinas Pertambangan atau instansi teknis sesuai perundang-undangan yang berlaku. b. Tahap Konstruksi Kegiatan tahap konstruksi meliputi mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat berat dan material, pembangunan jalan, pembangunan dermaga dan sarana penunjang (seperti bengkel kerja, kantor, gudang, base camp, laboratorium, rumah genset, pompa BBM, barak poliklinik, mess, dan lain-lain). 1) Mobilisasi Tenaga Kerja Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kegiatan



penambangan pasir dan batu milik PT. Puser Bumi Indonesia, direncanakan suatu organisasi kerja. Dengan rencana produksi per tahun sekitar /tahun, tenaga non skill operasi produksi akan diserahkan kepada pihak ketiga (out sourching) dan tenaga kerja outsourching dapat diambil dari masyarakat setempat. Secara bertahap tenaga kerja setempat dilatih untuk memenuhi formasi apa yang dibutuhkan oleh perusahaan mengenai tenaga kerja. Seperti pada tenaga operator alat berat, workshop, bidang produksi dan pengapalan. Jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan oleh PT. Puser Bumi Indonesia untuk melakukan penambangan di Kecamatan Pakem. Berikut ini disajikan pada Tabel 2.2. di bawah ini mengenai organisasi kerja yang akan dibutuhkan sebagai keutuhan perusahaan. 16. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 7 Tabel 2.2. Jumlah dan Kualikasi Tenaga Kerja Kegiatan Penambangan Galian Golongan C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia No. Departemen Posisi Jumlah 1. Director Project Manager/Kepala Teknik Tambang 1 2. Geologist 1 5. Surveyor 1 7. Asst. Geologist 1 10. Spv Reklamasi dan Lingkungan 2 13. Foreman Reklamasi & Lingkungan 2 15. Crew Reklamasi & Lingkungan 6 24. Civil & Maintenance Kepala Civil & Maintenance 1 25. Spv Maintenance & Electric 2 26. Foreman Civil 1 27. Foreman Maintenance & Electrik 1 28. Crew Carpenter 6 29. Operator Alat Berat 14 30. Driver Dump Truck 100 31. HRD & Umum Kepala HRD & Umum 1 35. Kepala Security 1 36. Crew Security 10 37. Administrasi 6 39. Cleaning & Washing 4 41. Finance & Logistic Kepala Finance & Logistic 1 43. Adm Finance & Kasir 1 45. Administrasi 1 46. Fuel Man 3 47. Crew Logistic 3 48. Community Dev’/Public Relation Community Development 1 Jumlah 170 Sumber : PT. Puser Bumi Indonesia, 2013 2). Mobilisasi Alat dan Material Berdasarkan hasil observasi lapangan, bahwa pemrakarsa akan membuat jalan masuk sesuai kebutuhan dengan menggunakan lahan masyarakat setempat. Sedangkan untuk kegiatan mobilisasi jalan akan digunakan adalah jalan kolektor yang menghubungkan antara provinsi DIY , kabupaten Sleman, kecamatan Pakem hingga desa cangkringan Selama kegiatan penambangan berlangsung dengan mempertimbangkan kondisi lapangan maka disarankan untuk membangun sarana jalan perkerasan di areal 17. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 8 penambangan untuk kapasitas 12,5 ton. Dimana jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau antar ibukota dan jalan strategis provinsi. Peralatan utama yang akan akan dimobilisasi untuk digunakan selama kegiatan pertambangan adalah excavator, bulldozer, motor grader, wheel loader dan dump truck. Pemilihan besar dan kapasitas peralatan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kondisi variasi kualitas dan tebal deposit yang akan ditambang secara selektif. Berdasarkan perhitungan, jumlah alat berat yang digunakan dari mulai aktivitas clearing sampai pengangkutan pasir dan batu adalah sebagai berikut : a). Excavator hidrolik (6 Unit) Berdasarkan karakteristik lokasi penambangan dan bahan tambang, dan juga karena dilakukan beberapa eksploitasi pada saat bersamaan, dengan lokasi terpisah-pisah, maka untuk proses pengerukan digunakan excavator



hidrolik. Mengingat jumlah pengupasan maka dipertimbangkan untuk menggunakan excavator hidrolik berkapasitas 2 m3 jenis PC 200 atau Simibar/PC 300. b). Bulldozer (3 Unit) Untuk menimbun lapisan overburden dan membersihkan bahan tambang, meratakan area kerja dan jalan, akan digunakan 3 unit bulldozer jenis D 85 SS atau simibar. c). Wheel loader (6 Unit) Diperlukan 6 unit front loader tipe WA 350 yang akan digunakan untuk mengangkut bahan tambang di lokasi penambangan terbuka, untuk perbaikan dan perawatan jalan transportasi, membersihkan lereng dan sebagianya. d).Motor Grader (3 Unit) Digunakan untuk akses plant dan pemeliharaan jalan (street mantanance). Adapun kebutuhan sejumlah 3 unit type G 120 H e). Mobil penyemprot air (2 Unit) Untuk mencegah debu di lapangan pada saat pengupasan akan digunakan 2 unit mobil penyemprot air dengan tipe Hino 250 berkapasitas 10 ton. f). Dump Truck type Hino /CWB yang akan digunakan 100 unit 18. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 9 3) Pembangunan akses jalan Akses jalan masuk menuju tapak proyek yang disiapkan untuk 2 arah jalur pengangkutan dump truck berkecepatan maksimum 40 km/jam, dan kecepatan dump truck bermuatan di tikungan tidak boleh lebih dari 25 km/jam. Selama kegiatan penambangan berlangsung dengan mempetimbangkan kondisi lapangan maka disarankan untuk membangun sarana jalan perkerasan di areal penambangan untuk kapasitas 15 – 30 ton. Bentuk jalan hendaknya berjenjang dan setiap stage memiliki akses penghubung antara lokasi tambang dan lokasi penimbunan material dan waste. Jalan untuk pengangkutan dirancang sebagai berikut : a). Lebar jalan : 15 meter ( 2 arah/2 jalur) b). Kemiringan vertikal makasimum : I = 6 - 8 % c). Jari-jari bundaran putar balik R = 15 meter d). Panjang lereng landai L = 40 meter e). Panjang jalan : 12 km 4) Pembangunan sarana penunjang dan perumahan Di desa sekitar lokasi tambang sudah terdapat bangunan fasilitas umum seperti mesjid, pasar, sekolah dan fasilitas sosial lainnya. Oleh karena itu sarana penunjang yang akan dibangun di wilayah tersebut hanyalah sarana penunjang langsung berhubungan dengan kegiatan produksi. Sarana penunjang tersebut adalah : a). Bengkel (workshop), merupakan tempat perawatan dan perbaikan peralatan tambang sehingga alat-alat tersebut dapat beroperasi secara terus-menerus dan tidak mengalami penurunan produktivitas. Gudang berfungsi menyimpan suku cadang dan peralatan yang digunakan. Fasilitas bengkel dibangun dekat lokasi perkantoran. b). Sarana perkantoran, yang merupakan pusat pengendalian semua kegiatan penambangan, baik kegiatan administrasi maupun kegiatan operasional di lapangan. 19. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 10 c). Perumahan/mess, yang berfungsi sebagai tempat tinggal para pekerja selama kegiatan penambangan berlangsung. Lokasi perumahan yang ada cukup menampung sekitar 20 orang dengan fasilitas yang cukup baik. d). Pos keamanan, terletak di daerah yang menjadi jalan keluar masuk daerah tambang dekat perkantoran dan perumahan mess karyawan serta pada lokasi-lokasi yang dinilai kritis/perlu pengamanan e). Poliklinik, lokasinya di pintu masuk tambang, sedangkan keperluan P3K disediakan di dalam bangunan fasilitas yang ada, seperti kantor, bengkel, dan



fasilitas lainnya. Termasuk juga disipakan 1 mobil ambulance yang berfungsi sebagai poliklinik dan sebagai sarana mobil ambulance. f). Unit pemadam kebakaran/rescue, berupa pemadam kebakaran air yang berlokasi di dekat kantor dan perumahan karyawan. Fasilitas fire extinguisher juga tersedia di dalam setiap bangunan yang ada. g). Masjid/mushollah, yang berlokasi tepat ditengah-tengah perumahan dan kantor karyawan. h). Tangki bahan bakar dan garasi, berlokasi di dekat fasilitas genset, dekat perkantoran yang terdiri dari 4 buah tangki dengan kapasitas tamping sekitar 22.000 liter. i). Pembangkit listrik tenaga diesel, sumber daya listrik diambil dari 9 (sembilan) genset/generator dengan kapasitas total 339,10 KVA yang akan digunakan sebagai pembangkit energi listrik untuk semua fasilitas. j). Tempat pembibitan tanaman (nursery) untuk reklamasi bekas tambang, berlokasi dekat pintu masuk ke tambang dengan kapasitas sekitar 10.000 pohon dengan jenis yang bervariasi. k). Sedimentation pond, berfungsi untuk mengendalikan air permukaan memperkecil erosi dan pencemaran. Sediment pond berada di daerah sekitar stockpile disposal, temporary stockpile dan area pront penambangan. Sediment pond ini juga berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang bercampur dengan air dari front penambangan sebelum dialirkan ke sungaisungai. 20. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 11 200 – 300 meter Gambar 2.1. Penampang Drainage Jalan Angkut Keterangan: Lapisan Jalan Penampang drainage Penampang sump Gambar 2.2. Penampang Atas Sedimen Pond. Keterangan: = Aliran Air = Tempat Alat melakukan pengerukan dan pemuatan = Lebar alat + 2 (1/4 x Lebar alat) Gambar 2.3. Penampang melintang A – B Sediment Pond Keterangan: = Susunan Batu = Air terbentang = Aliran air kelaut 21. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 12 c. Tahap operasional 1) Clearing dan Striping Tanah Penutup Proses pengupasan dan penambangan tidak memerlukan peledakan untuk melubangi melainkan langsung dengan teknik pengerukan. Berdasarkan perbedaan topografi maka pengupasan yang dipakai yaitu teknik pengupasan dengan excavator hidrolik → pengangkutan dengan dump truck. Lapisan overburden dan mineral langsung dikeruk menggunakan excavator untuk selanjutnya loading. Teknik pengupasan yang dipakai adalah teknik pengupasan vertikal. Maka urutan proses pengupasan adalah dari bawah ke atas. Maka urutan penambangan adalah dari atas ke bawah. Yang perlu dipersiapkan untuk proses pengupasan adalah : a).Tinggi stage : 6-10 meter b). Lebar minimum : 30 meter – 35 meter c). Lebar kanal pembuka : 10 meter – 15 meter 2) Penambangan dan Pembangunan jalan Angkut Dalam kegiatan yang akan dilakukan per-block pengambilan pasir dan batu alam sampai ke dalam 6-10 dan dilaksanakan selama 1,5 tahun pada setip blok. Selama proses penambangan berada di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem akan terjadi lubang yaitu perubahan topografi lokal dan bersifat sementara. penambangan bisa dilakukan dari bawah atau dari atas, tergantung dari kondisi front yang ditambang. Penggalian/pemuatan menggunakan alat gali-muat excavator (back hoe) dan alat angkut dump truck. Pengangkutan berawal dari front tambang dan langsung



ditumpahkan ke stockpile. Jalan utama tambang (main haulage) yang menghubungkan jalan tambang dengan stockpile mempunyai jarak yang bervariasi tergantung pada lokasi yang ditambang. Kemiringan jalan disesuaikan dengan kemampuan dump truck, yaitu maksimum 8 %. Lebar jalan yang direncanakan adalah 15 meter dengan sudut elevasi jalan sebesar 1,5% dan pada sisi jalan dibuat parit. Berikut ini Gambar 2.4. mengenai rencana pembuatan jalan angkut di areal penambangan. 22. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 13 Gambar 2.4. Penampang Jalan Angkut Alat yang diperlukan untuk di front tambang adalah alat gali–muat, yaitu : excavator PC 200 dengan kapasitas bucket 0.8 m3 dengan kemampuan alat per jam sebesar 60 ton, sedangkan alat angkut pasir dan batu dari front tambang menggunakan dump truck 10 roda dengan daya angkut sebesar 20 ton dengan kapasitas per jam sebesar 40 ton dan untuk perawatan jalan menggunakan motor grader. Jumlah alat yang dibutuhkan untuk kegiatan dapat dilihat pada tabel kebutuhan berat. 23. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 14 3) Reklamasi lahan Setiap selesainya penambangan pada tiap blok, langsung dilakukan reklamasi dengan cara revegetasi dengan terlebih dahulu mengembalikan topsoil (tanah pucuk) yang telah dikupas sebelumnya. Tanah ini kemudian ditebarkan kembali ke area bekas tambang yang siap untuk direhabilitasi kembali. Tanaman yang digunakan menggunakan tanaman setempat yang memiliki sifat tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang berfungsi produktif. 4) Pengangkutan dan Pemuatan Hasil Tambang Alat bucket yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kombinasi alat muat Wheel Loader WA 180 kapasitas 2,50 m3 dan alat angkut dump truck dengan daya angkut 10 ton. Hasil tambang ini kemudian diangkut ke lokasi stockpile dan selanjutnya akan dibawa ke para konsumen yaitu tersebar di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah sebagian wilayah. 5) Operasional Sarana Penunjang Sarana penunjang yang penting dioperasikan di lokasi penambangan pada saat kegiatan operasi adalah bengkel, laboratorim, workshop, dan genset. Dalam operasional ini akan dibutuhkan bahan-bahan penunjang yang mendukung operasional berupa oli, pelumas, dan bahan lain yang dibutuhkan. d. Tahap Pasca Operasi Kegiatan pasca operasi yang diperkirakan sangat penting ditangani oleh PT. Puser Bumi Indonesia adalah kegiatan penanganan lingkungan dan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang. 24. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 15 1) Penanganan Lingkungan Lokasi penambangan PT. Puser Bumi Indonesia, di beberapa bagian berbatasan dengan kawasan lahan perkebunan/pertanian penduduk, kawasan hutan dan kawasan pertanian lahan kering. Settling pond yang akan dibuat untuk semua lokasi tambang pembuatannya disesuaikan kebutuhan lapangan dengan mengkondisikan topografi setempat. Untuk lokasi di stockpile, kondisi level permukaan tanah dibuat sedemikian rupa dengan bentuk melintang tinggi di tengah dan pada sisinya yang rendah dibuat parit kemudian dialirkan ke sump yang berukuran 6 x 6 x 2 m. Perawatan Settling pond i dan sump dijadwalkan



setiap 3 bulan sekali dengan mengeruk hasil pengendapan lumpur dengan menggunakan excavator PC 200 yang kemudian endapannya diangkut ke lahan bekas tambang dengan menggunakan dump truck. Selain penanggulangan sedimentasi, juga dilakukan pemantauan kondisi air di Settling pond, sump, dan sekitar lokasi proyek. 2) Reklamasi lahan/revegetasi lahan Reklamasi total di semua blok yang telah ditambang dilakukan dengan cara revegetasi total yang dimulai pasca tambang. Tanaman yang digunakan menggunakan tanaman setempat yang memiliki sifat tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang berfungsi produktif, seperti tanaman Sebastian Plum Cordia, pohon jati (Tectona grandis), Mahoni (Switenia macrophylla) dan jati putih (Gmelina arborea), dan lain-lain sesuai kebutuhan di lapangan. Di samping itu, juga menanam tanaman yang bersifat mengembalikan bahan organic dari top soil, misalnya tanaman albizia, kaliandra, dan lamtoro. Juga menanam tanaman penutup tanah seperti orok-orok (Crytalaria juncu). 2.3. Alternatif - Alternatif Yang Dikaji Dalam ANDAL Berdasarkan kajian teknis dan ekonomis, kegiatan penambangan pasir dan batu di lokasi tersebut layak untuk dilanjutkan, mengingat kandungan materiaalnya yang terkandung cukup memadai untuk ditambang hingga beberapa tahun mendatang. Teknis pelaksanaan 25. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) II - 16 penambangan akan mengikuti standar dan prosedur penambangan yang berlaku. Lokasi penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem merupakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. 26. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 1 BAB III. RONA LINGKUNGAN HIDUP Rona lingkungan hidup adalah gambaran awal kegiatan yang didapatkan berdasarkan data primer hasil survey dan data sekunder, serta hasil penelitian sebelumnya. Komponen rona lingkungan yang ditelaah dalam studi ini adalah komponen abiotik, biotik dan sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat. Komponen abiotik meliputi iklim dan kualitas udara, fisiologi dan geologi, hidrologi, kualitas air. Komponen biotik meliputi flora dan fauna darat dan air. Adapun komponen sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, agama, mata pencaharian, dan pendapatan penduduk. Komponen sosial budaya meliputi asal usul penduduk, adat istiadat, interaksi sosial budaya dan persepsi masyarakat terhadap proyek. Komponen kesehatan masyarakat meliputi kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. 3.1.Komponen Abiotik a. Geografis Wilayah Sleman sebagian besar terletak di lereng sayap Seletan dan Tenggara Gunungapi Merapi yang secara topografis mempunyai ketinggian bervariasi antara 114 – 1990 m.dpal. Batuan penyusun wilayah Sleman ini adalah endapan piroklastik berupa lahar dan endapan tefra berbagai ukuran mulai bom, lapilli, pasir (kasar, sedang, halus) hingga debu dengan abu volkanik. Berdasarkan Environment Geology Quadrant Map of Java (1993) menyatakan bahwa formasi batuan penyusun dan tipe batuan dominan adalah Andesit, Breksi, Konglomerat, Pasir Volkanik dan Tuf, mulai dari puncak hingga lereng bawah Gunungapi Merapi. Dari puncak Gunungapi sampai dengan daerah yang mempunyai elevasi terendah Wilayah Kabupaten Sleman tersusun atas beberapa bentuklahan yaitu



Kerucut gunungapi, Lereng atas. Berikut ini Gambar 3.1. wilayah batas izin usaha penambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Sleman 27. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 2 Bgunungapi, Lereng tengah gunungapi dan Lereng bawah Gunungapi Merapi. Berikut ini disajikan pada Tabel 1.1. mengenai bentuklahan dan Gambar 1.1. Lokasi proyek. Gambar 3.1. Batas lokasi wilayah kajian proyek. Tabel 3.1. Bentuklahan Wilayah Sleman. Nomor Unit bentuklahan Lereng (%) Ketinggian (m pal) 1 Kerucut Gunungapi > 40 2250-2911 2 Lereng Atas Gunungapi 20-40 1100 - 2250 3 Lereng Tengah 8-20 550-1100 4 Lereng Bawah 3-8 50-550 Sumber: Suharyadi 1994 Batas wilayah Kabupaten Sleman secara administratif memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Magelang Sebelah Selatan : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bantul Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Kabupaten Gunung Kidul RENCANA PENAMBANGAN PASIR & BATU 28. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 3 Penggunaan lahan dilokasi berbagai macam penggunaan lahan seperti hutan, kebun campuran, perkebunan, permukiman dan pekarangan, permukiman kota, pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. b. Kondisi Iklim Untuk menjelaskan keberadaan iklim kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia menggunakan data iklim (stasiun Pakem dan statiun Kaliurang) curah hujan daerah Sleman yang diwakili oleh Stasiun Klimatologi Pakem dan Kaliurang menunjukkan adanya variasi tebal hujan rata rata tahunan adalah 1983 mm. Berikut ini disajikan pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3. mengenai curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 1985 sampai tahun 1994. Data tersebut dapat mewakili keadaan kondisi iklim setempat karena datanya 10 tahun terakhir. Berdasarkan data statiun pakem curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir sebesar 1483 mm, sedangkan berdasarkan data statiun Kaliurang sebesar 1984 selama 10 tahun terakhir. Curah hujan tertinggi terekam pada bulan februari sebesar 332 mm/bulan di stasiun pakem dan di stasiun Kaliurang sebesar 314 mm/bulan. Dalam penentuan pola musim di daerah penelitian, dianalogikan dengan kriteria hujan menurut Mohr (1933) dalam Santosa (2010), yaitu: (a) bulan basah yang dianalogikan dengan musim penghujan, apabila curah hujan > 100 mm, dengan curah hujan lebih besar dari penguapan; (b) bulan lembab yang dianalogikan dengan transisi musim dari penghujan ke kemarau atau sebaliknya, apabila curah hujan 60 hingga 100 mm, dimana besarnya curah hujan sebanding dengan penguapan; dan (c) bulan kering yang dianalogikan dengan musim kemarau apabila curah hujan < 60 mm, dengan curah hujan lebih kecil dari pengupan. Merujuk pada kriteria tersebut, maka kondisi curah hujan dan pola musim di daerah proyek yang didasarkan pada data curah hujan rerata bulanan seperti disajikan dalam Gambar 3.2. dibawah ini. 29. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 4 Gambar 3.2. Pola musim iklim di lokasi proyek Berdasarkan pola musim iklim tersebut dislokasi proyek



terjadi musim hujan dimulai pada bulan Oktober sama Maret sedangkan musim kemarau dimulai pada bulan april sampai September. Pola musim ini berkaitan dengan pengelolaan dalam analisis dampak lingkungan sehingga penyesuian dengan kondisi iklim di daerah proyek sehingga dapat meminimalkan dampakdampak penting yang bersifat negatif. Tabel 3.2. Data curah hujan Stasiun Pakem Thn Stasiun Klimatologi Pakem 445 m pal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des 1985 0 - - 84 - 9 11 18 - 222 78 164 1986 338 220 111 - 65 131 25 20 6 301 318 53 1987 406 358 245 87 73 - 4 5 3 0 150 33 1988 267 420 211 11 21 11 0 3 4 114 0 3 1989 55 652 272 152 165 71 126 65 1 169 116 256 1990 341 513 298 113 118 41 30 14 13 44 148 730 1991 375 348 131 252 - 4 2 0 0 28 187 177 1992 146 147 131 420 163 34 16 30 77 231 151 144 1993 511 292 147 158 219 8 0 0 0 0 60 - 1994 332 241 419 22 0 0 0 0 0 0 63 250 Total 2771 2993 1966 1300 824 309 214 155 106 1111 1270 1811 14830 Rata2 277 332 218 144 103 34 21 15 12 111 127 201 1483 Sumber: BMKG Yogyakarta 30. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 5 Tabel 3.3. Data curah hujan Bulanan Stasiun Kaliurang Thn Stasiun Klimatologi Kaliurang Cepit 616 m. pal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 Total Rata2 - - 147 200 240 183 45 54 24 300 596 288 467 237 886 260 82 366 77 36 236 - 432 292 560 574 105 0 2 0 1 2 0 5 63 32 - 41 105 53 - - 13 6 25 366 112 177 452 545 243 191 280 259 163 65 19 184 436 305 434 345 225 349 46 104 75 77 27 115 5 230 167 224 11 24 94 94 0 0 7 189 602 398 145 542 225 108 - 14 100 319 236 429 622 184 0 98 488 218 160 0 5 4 15 326 251 130 225 249 63 4 4 1 - - - - 22 2356 2831 2678 1466 909 1015 474 559 579 1604 3195 2179 19845 294 314 268 147 101 127 47 62 64 200 355 218 1984 Sumber: BMKG Yogyakarta Mengenai data temperatur di kabupaten Sleman diperoleh dari BMKG Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh data rata-rata temperatur bervariasi antara 26,00 hingga 27,2 0C seperti disajikan pada Tabel 3.4. Data iklim merupakan rata-rata pengamatan rata-rata pengamatan periode tahun 1990 sampai 1994, yang meliputi, suhu udara. Berikut ini Tabel 3.4. mengenai rata-rata temperatur di Kabupaten Sleman. Tabel 3.4. Rata-rata Temperatur Rata-rata (oC) Di Kab. Sleman. Bulan 1990 1991 1992 1993 1994 Januari 26.9 26.9 26.2 26.3 26.0 Februari 27.6 27.2 26.2 26.3 26.2 Mret 26.6 26.3 26.9 26.4 26.0 April 26.5 27.5 27.0 26.9 27.0 Mei 26.3 26.0 27.7 27.0 25.9 Juni 26.1 26.5 27.2 27.3 25.2 Juli 27.3 27.0 26.2 26.1 24.7 Agustus 27.9 26.6 26.0 26.7 24.5 September 26.3 27.7 26.2 26.7 26.0 Oktober 29.0 26.8 26.2 26.5 27.2 Nopember 29.0 27.6 26.2 26.5 26.2 Desember 27.2 27.7 26.2 26.7 26.6 Rata-rata 27.2 27.0 26.5 26.7 26.0 31. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 6 Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,1°C pada bulan Juni sampai 28,6°C pada bulan Desember. Suhu udara minimum berkisar dari 23,1°C pada bulan April sampai 25,1°C pada bulan November dan Desember. Suhu udara maksimum berkisar 28,1°C pada bulan Agustus sampai 34°C pada bulan Maret. c. Kualitas Udara Parameter yang diteliti dan cara pengambilan sampel udara mengacu pada SNI 19- 7119.9-2005 tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien,



hasil analisis kemudian dibandingkan dengan baku mutu lingkungan udara berdasarkan PP no. 41 th 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Kadar debu di 4 titik pengamatan pada daerah yang diteliti masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yakni 0,23 mg/m3, demikian juga kadar emisi gas seperti SOx , COx dan HC, masih berada di bawah NAB yakni untuk SOx = 900 g/Nm3 dan NOx = 400 g/Nm3 dan COx = 30.000 g/Nm3 HC = 160 ug/Nm3 ). Hasil pengukuran kualitas udara rona lingkungan awal sekitar lokasi rencana kegiatan, disajikan pada Tabel 3.5. Dari tabel tersebut tampak bahwa kondisi semua parameter kualitas udara di sekitar wilayah studi mempunyai angka masih berada di bawah baku mutu lingkungan, sehingga dapat dikatergorikan masih baik. Tabel 3.5. Kualitas Udara Sekitar Rencana Penambangan PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Parameter Waktu Pengu- kuran Satuan BML TSP (Debu) 24 jam μg/m3 0,23 Kebisingan *) 5 menit dB(A) 55 & 70 Sulfur oksida (SOx) 1 Jam (g/Nm3) 900 Nitrogen ioksida (NOx) 1 Jam (g/Nm3) 400 Sumber: Baku Mutu Kebisingan menurut Keputusan Men.LH. No. Kep. 48/Men/LH/1996 32. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 7 Jika nilai-nilai pada Tabel di atas dikonversi menjadi nilai dalam skala indeks standar pencemar udara atau disingkat ISPU, perhitungan konversi berpedoman pada Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi ISPU. menggunakan persamaan: dimana : I : ISPU terhitung Ia : ISPU batas atas Ib : ISPU batas bawah Xa : Ambien batas atas Xb : Ambien batas bawah Xx : Kadar ambien nyata hasil pengukuran Hasil perhitungan menunjukkan angka-angka di atas masih masuk dalam kategori baik dimana nilai ISPU dalam range ini tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika. Nilai skala ISPU ini kemudian dikonversi menjadi Skala Kualitas Lingkungan untuk memprakirakan besarnya dampak rencana kegiatan terhadap lingkungan hidup disekitarnya., hasilnya disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan ISPU Kategori Skala Kualitas Lingkungan Kategori 1 – 50 Baik 5 Sangat baik 51 – 100 Sedang 4 Baik 101 – 199 Tidak sehat 3 Sedang 200 – 299 Sangat tidak sehat 2 Buruk > 300 Berbahaya 1 Sangat buruk Sumber: BAPEDAL Nomor 107/KABAPEDAL/11/1997 Berdasarkan Tabel 3.6. tampak bahwa kualitas udara dalam wilayah studi menunjukkan kondisi kualitas udara yang masih relatif alami. IbXb)-(Xx Xb-Xa Ib-Ia I  33. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 8 d. Analisa Hidrologi Setiap perubahan masing-masing bentuklahan tersebut ditandai oleh adanya tekuk lereng (nick point) yang pada umumnya merupakan tempat-tempat keluarnya mataair yang menjalur mengelilingi lereng atas, tengah dan bawah gunungapi berupa spring belts. Oleh karena itu dengan adanya sabuk mataair (sprink belt) tersebut menjadikan sayap selatan dan tenggara Gunungapi Merapi pada wilayahwilayah tertentu selalu mendapat suplai air dari mata air cukup besar untuk



mengairi sawah-sawah penduduk setempat. Karakteristik sungai dengan lebar antara 10 sampai 20 meter dengan debit aliran deras, air jernih karena bersumber dari mata air pegunungan di atasnya.tebing sungai yang landai dengan pinggir sungai yang merupakan habitat rerumputan dengan lebar antara 1 sampai 2 meter. Sedangkan sungai-sungai kecil lainnya dengan karakteristik tebing sungai umumnya agak curam sehingga banyak sekali dijumpai terjunan air disepanjang aliran sungai dengan air sungai umumnya lebih jernih dengan aliran kecil tergolong intermiten yang berair pada musim hujan saja. e. Kualitas Air Kegiatan penambangan terutama pada saat pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, prakonstruksi, konstruksi diduga akan dapat mengalami erosi bila musim hujan, yang berpotensi meningkatkan kadar total padatan terlarut, pH dan kekeruhan serta pencucian dan pelarutan beberapa logam tertentu kedalam badan air penerima limpahan di sekitar lokasi kegiatan, sebagai akibatnya dapat meningkatkan kekeruhan, BOD5, dan COD, serta dapat meningkatkan kadar logam atau bahan-bahan tertentu di dalam perairan, yang pada gilirannya akan menurunkan kualitas badan air penerima sehingga berpengaruh pada kesehatan masyarakat yang menggunakan badan air tersebut serta biota yang hidup di dalamnya, walaupun diketahui bahwa air itu sendiri juga memiliki kemampuan untuk membersihkan diri (water self furification). Makin besar debit air makin tinggi kemampuan dari badan air untuk membersihkan diri. 34. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 9 Kualitas air yang diamati adalah kualitas air sungai, dan air sumur gali. Untuk mengetahui kualitas air tersebut di sekitar lokasi wilayah studi, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air sungai dan air sumur warga. Berdasarkan hasil pengamatan kualitas air pada IUP PT. Puser Bumi Indonesia untuk komponen fisik-kimia secara umum berada dalam kisaran dibawah baku mutu lingkungan. nilai parameter berada dibawah nilai baku mutu lingkungan. 3.2.Komponen Biotik a. Flora Darat Kawasan hutan di Kabupaten Sleman seperti umumnya kawasan tropis di wilayah bagian tengah dan timur, terpengaruh erat dengan ekosistem daerah aliran sungai (DAS) yang terdiri atas beberapa bagian Sub DAS. Kawasan hutan Kabupaten Sleman berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 757/Kpts-II/1995 seluas 100 ha. Inventarisasi flora yang dilakukan di sekitar rencana lokasi penambangan Pasir dan Batu PT. Puser Bumi Indonesia dilakukan dengan metode kombinasi antara metode jalur dan transek garis berpetak (Line Transect) dengan cara menetapkan garis transek dengan arah memotong garis kontur dengan mempertimbangkan keterwakilan tipe komunitas yang diamati. Menurut Petunjuk Teknis Inventarisasi Flora, Balai KSDA III (1983), disebutkan penentuan intensitas sampling 2% untuk luas kawasan hutan atau lahan 1.000 – 10.000 ha, dan intensitas sampling 5% untuk luas kawasan kurang dari 1.000 ha. Dengan demikian maka luas sampling pengamatan yang dilakukan adalah ± 5 ha. Panjang transek 1.500 meter dan lebar transek 100 meter, sehingga plot yang dibuat sebanyak 5 buah dengan 4 lokasi seperti tersaji pada gambar berikut :



35. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 10 Arah Jalur Sepenjang 1.500 m A B C D A B C D 100 m 100 m 25 m 50 m 50 m 10 m 25 m 10 m Gambar 3.3. Model Plot Jalur Berpetak Pengamatan keragaman Vegetasi Pada Areal Izin Usaha Pertambangan Golongan Galian-C PT. Puser Bumi Indonesia Keterangan gbr 3.1. : A = Plot contoh tingkat Pohon ukuran 100 m x 100 m B = Plot contoh tingkat Tiang ukuran 50 m x 50 m C = Plot contoh tingkat Pancang ukuran 25 m x 25 m D = Plot contoh tingkat Semai ukuran 10 m x 10 m E = Plot contoh untuk Tumbuhan bawah ukuran 5 m x 5 m Hasil inventarisasi pada masing-masing transek yang dibuat pada saat studi, ditemukan sangat bayak jenis vegetasi yang termasuk kategori langka dan endemik pulau lokasi proyek. Tabel 3.7. Hasil Pengamatan Flora Darat di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem Titik 1 No Nama Jenis Bahasa Latin 1 Apu Gironniera subaequalis 2 Daun kecil Diospyros buxifolia 3 Eha Castanopsis buruana 4 Pandan-Pandan Pandanus sp 5 Jambu-Jambu Syzygium sp. 6 Kayu Angin Casuarina sumatrana 7 Palem Palmaceae sp 36. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 11 8 Pandan hutan Pandanus sp Titik 2 1 Kelapa Sawit 2 Eha Castanopsis buruana 3 Rotan Calamus z 4 Kayu besi - 5 Akasia Acasia mangium 6 Pulai Alstonia shcolaris Titik 3 1 Mirip Denge Paracroton pendulus 2 Daun kecil Diospyros buxifolia 3 Eha Castanopsis buruana 4 Jambu-Jambu Syzygium sp. 5 Kayu Angin Casuarina sumatrana 6 Pulai Alstonia shcolaris 7 Raha-raha waio Cryptocarya infectoria 8 Tirotasi Alstonia macrophylla Titik 4 1 Apu Gironniera subaequalis 2 Daun kecil Diospyros buxifolia 3 Eha Castanopsis buruana 4 Jambu-Jambu Syzygium sp. 6 Pulai Alstonia shcolaris 7 Biscofia Bischofia javanica 8 Pondo anyurung Actinodaphne multiflora 9 Tirotasi Alstonia macrophylla 10 Tolihe Gardenia anisophylla Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan Tabel 3.8. Hasil Pengamatan Semak, Palm, Liana, dan Rumput di Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem No Habitus ; Semak Bahasa Latin 1 Rodu Melastoma Sp. 2 Komba-Komba Euphatorium odoratum L. 3 Pandan-pandan Freycinetia sp. 4 Bambu tamiang Schizostachyium blumei Habitus ; Palm 1 Palm Hutan Palmaceae sp2 Habitus ; Liana 1 Bambu rambat Dinochloa sp Rumput 1 Teki Cyperus rotundus 2 Alang-Alang Imperata Cylindrica 3 Pakis tanah/ Paka Glechenia linearis Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan 2013 37. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 12 b. Fauna Darat Berdasarkan hasil pengamatan pada transek yang sama dengan flora dan wawancara dengan masyarakat serta studi pustaka, fauna yang ada di sekitar rencana lokasi Izin Usaha Penambangan PT. Puser Bumi Indonesia digolongkan ke dalam kelompok : a. Mamalia, b. Aves, c. Reptil, dan Amphibi serta d. Invertebrata. Tabel 3.9. Jenis-jenis Fauna yang Ditemukan atau Terindikasi Hidup di Sekitar Lokasi IUP PT. Puser Bumi Indonesia No Nama Ilmiah Nama Indonesia/Lokal Status Mamalia M E T P 1. Myotis adversus Kelelawar kecil abu J 2. Rattus rattus Tikus hutan J e Aves 1 Aecipter rhodogaster Tekukur e 2 Dicaeum sp. Burung cabe 3 Ducula aenea Peragam hijau E Reptil 1 Mabuya multifasciata Kadal 2 Phiton sp. Ular 3 Varanus bengalensis Biawak Amphibia 1



Bufo spp Katak Batu 2 Limnonectes modestus Katak sungai kecil 3 Polypedates leucomystax Katak pohon 4 Rana sp Katak Invertebrata 1 Kupu-kupu Ordo. Lepidoptera 2 Capung Ordo. Odonata 3 Semut merah Monomorium pharaonis 4 Semut hitam Componotus pennsylvnicus 5 Semut raja Polyrhachis hauxwelli 6 Semut hitam besar/Kolimondi Iridomyrmex anceps 7 Semut merah hitam besar Lobopelta ocillifera 8 8 Laba-laba janda hitam Lactrodectus mactans 38. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 13 No Nama Ilmiah Nama Indonesia/Lokal Status 9 9 Laba-laba kebun Argiope Aurelia 10 10 Laba-laba coklat Loxosceles reclosa Gert. 11 11 Kumbang kulit Phyllophaga portorice. 12 12 Jangkrik tanah Allonemobius fasciatus 13 13 Jangkrik pohon Neoxabea bipunclata G 14 14 Kecoak timur Blatta orientalis 15 15 Nyamuk hutan Aedes stimulans Walk 16 16 Belalang bertaji Melanoplus different. 17 17 Lalat belatung Dermatobia hominis L. 18 18 Kepik daun Halticus bractatus Say. 19 19 Kumbang scrabeid Phaneeus vindex 20 20 Belalang pronotum bertaji Melanoplus sanguinipes 21 21 Lalat perampok Laphira lata 22 22 Tabuhan Phanomeris pyillotomae 23 23 Kepik Pembunuh Melanolestes picipes 24 24 Kumbang tanah Callosoma scrutator 25 25 Laba-laba tanah Lycosa sp 26 26 Kaki seribu Polydesmid millipede * E = Endemisitas (E = Endemik Yogyakarta, e = Endemik Wallacea), T = Keterancaman (EN = Endangered, NT = Near Threatened, dd = Data Deficient, VU = Vulnerable), P = Keterlindungan (o = dilindungi) Berdasarkan hasil inventarisasi dan informasi masyarakat sekitar lokasi serta datadata penting lainnya yang dikumpulkan, keragaman jenis fauna di kawasan Izin Usaha Penambangan serta di desa terdekat dari kawasan tergolong keragaman tinggi. Gangguan dan ancaman terhadap kelestarian ekosistem kawasan hutan, dikawasan sekitar pertambangan selain aktivitas beberapa industri kayu, penambangan yang dilakukan oleh investor juga banyak disebabkan oleh alih fungsi kawasan oleh masyarakat untuk keperluan perkebunan dan pertanian intensif. 39. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 14 3.3.Komponen Sosekbud Kesmas a. Sosial: Kependudukan Wilayah konsesi penambangan material Pasir dan Batu PT. Puser Bumi Indonesia secara adminstratif lokasinya berada di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikut ini disajikan pada Gambar 3.4. mengenai sebaran spatial sebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman. Gambar 3.4. Sebaran spatial sebaran kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman Sumber: BPS Sleman Wilayah kajian proyek berada di Kecamatan Pakem Desa Cangkringan yang memiliki kepadatan penduduk 0-999. Hal ini mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk di daerah kajian rendah. Pertumbuhan penduduk di sekitar proyek tidak secepat di kecamatan lainnya. Berikut ini pada Tabel 3.10. mengenai luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan pendduduk per kecamatan pada tahun 2010. 40. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 15 Tabel 3.10. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2010 Sumber: BPS Sleman b. Ekonomi: Tingkat kesempatan kerja Seiring dengan



adanya kegiatan di daerah ini, kesempatan kerja bagi angkatan kerja semakin terbuka. Khususnya di Desa Cangkringan di Kecamatan Pakem, serapan tenaga kerja cukup signifikan, baik yang berasal dari desa setempat maupun dari desa tetangga. Secara otomatis dengan hadirnya PT. Puser Bumi Indonesia yang akan datang akan semakin membuka lapangan kerja. Jumlah angkatan kerja yang terserap lapangan kerja di Desa Cangkringan dapat digambarkan dari jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian. Beriku ini disajikan pada Tabel 3.11 mengenai sektor pekerjaan menurut mata pencaharian. 41. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 16 Tabel 3.11. Sektor Menurut Mata Pencaharian Sumber: BPS Sleman Berdasarkan tabel tersebut di atas, serapan tenaga kerja dari sektor Pertani pada tahan 2011 sebesar 28,26%. Jadi masih ada angkatan kerja yang bisa terserap di sektor pertambangan di estimasi bertambah 3 % yang awalnya pada tahun 2011 sebesar 2,47%. Angkatan kerja yang tidak terserap lapangan kerja pada umumnya masih bekerja di kebun masyarakat, maupun buruh harian pada kontraktor yang secara temporer mendapat pekerjaan konstruksi di daerah ini. Jumlah penduduk Kecamatan Pakem sebesar 34.665 jiwa sehingga dengan bertambahnya sebesar 2% makan mengurangi tenaga kerja yang tidak bekerja sebesar 100 jiwa orang. Hal ini cukup signifikan untuk mengurangi angka penganguran di daerah setempat. Diharapkan dengan beroperasinya kegiatan penambangan Pasir dan Batu di daerah ini, kesempatan kerja dan serapan tenaga kerja semakin meningkat khususnya di Desa Cangkringan dan di desa-desa tetangga sekitar lokasi tambang. Berikut ini disajikan pada 42. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 17 Tabel 3.12. mengenai angka jumlah penduduk yang berkerja dan tidak bekerja pada tahun 2010. Tabel 3.12. Jumlah Penduduk Menurut kriteria bekerja dan tidak bekerja di Kabupaten SlemanTahun 2010 sumber: BPS Sleman 1) Tingkat pendapatan masyarakat Sebagian besar penduduk Desa Cangkringan bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini terkait dengan kondisi daerah yang mempunyai ketersediaan lahan pertanian yang relatif luas. Di Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan masyarakat Desa Cangkringan, pendapatan masyarakat berkisar antara Rp 1.000.000- Rp 1.250.000 per bulan. Pendapatan tersebut bervariasi, tergantung jenis pekerjaan atau usaha yang dikelola, serta sekitar 35 % masyarakat di lokasi kegiatan memiliki pendapatan per bulan di bawah standar UMR (Provinsi Yogyakarta Tengah). c. Sosial Budaya 1) Nilai Budaya dan Adat Istiadat Pada lokasi rencana lokasi tambang ditemukan kenyataan bahwa nilai budaya dan adat istiadat setempat masih begitu kuat eksistensinya di masyarakat, baik dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungannya. Dalam hal hubungan manusia dengan Tuhannya, baik orang Jawa, maupun suku- suku minoritas yang lain sangat meyakini mengenai adanya kekuatan yang lebih tinggi yang mengatasi kekuatan manusia dan alam yaitu kekuatan Tuhan semesta alam. Oleh karena itu,



43. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 18 mereka meyakini bahwa manusia harus taat dan patuh terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Segala perilaku dan tindakan—terlepas itu kemudian ditaati atau dipatuhi- selalu didasari oleh kesadaran mengenai adanya Tuhan. Dalam hal hubungan manusia dengan manusia, di kalangan masyarakat di Desa Cangkringan masih menjunjung tinggi adat istiadat setempat seperti orang tua harus dihormati dan orang seusia harus saling menghargai. Adat istiadat seperti ini masih cukup melekat kuat baik di kalangan orang tua maupun di kalangan generasi muda. 2) Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan masyarakat yang terdapat di Desa Cangkringn meliputi kelembagaan masyarakat yang bersifat modern, sementara itu yang bersifat tradisional seperti misalnya lembaga adat. Kelembagaan masyarakat yang bersifat modern tersebut meliputi Pemerintah Desa, BPD, PKK dan Persatuan Pemuda/Karang Taruna, dan Kelembagaan Politik. Sementara lembaga yang bersifat tradisional seperti lembaga adat dan kelompok tani. d. Kesehatan Masyarakat Kondisi Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat Kondisi kesehatan lingkungan pada Desa Tanah Sumpu Kecamatan Pakem sesuai hasil wawancara sebagai berikut :  Sumber air yang digunakan masyarakat berasal dari sumur gali dan sumur pompa dengan jumlah masing-masing sumur gali sebanyak 120 unit dan sumur pompa sebanyak 40 unit  Perumahan warga pada umumnya permanen dan semi permanen  Pembuangan sampah RT dilakukan di tempat pembuangan sampah, dilahan kosong, dan dilahan pertanian  Jamban keluarga menggunakan jamban sendiri, jamban umum.  Sumber air untuk mencuci berasal dari sumur gali dan sumur pompa Untuk melihat pola penyakit yang ada di wilayah Kecamatan Pakem sesuai data sekunder dari 10.266 Jiwa, Laporan Tahun 2010 pada Puskesmas Pakem bahwa untuk 10 44. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) III - 19 besar penyakit. Berikut ini Tabel 3.13. mengenai data jumlah 10 besar penyakit di wilayah kerja puskesmas Pakem. Tabel 3. 13. Data jumlah 10 besar penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Pakem NO. URAIAN JUMAH KASUS 1 Inspeksi Saluran Pernapasan Atas 593 2 Gastritis 156 3 Karies Gigi 89 4 Malaria Klinis 74 5 Diare 49 6 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 41 7 Penyakit Pada Sistem Otot dan Jaringan Penyekat 35 8 Kecelakaan Ruda Paksa 31 9 Penyakit Mata Lainnya 14 10 Penyakit Kulit karena alergi 11 Jumlah 1.093 Sumber : Puskesmas Pakeman 2012 45. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 1 BAB IV. RUANG LINGKUP STUDI 4.1. Dampak Penting yang Ditelaah Potensi dampak penting dari kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem merupakan hasil telaahan terhadap kegiatan yang akan dilakukan pada seluruh tahapan kegiatan. Dampak penting yang diperkirakan timbul tersebut merupakan hasil dari rangkaian proses identifikasi dan pelingkupan dampak potensial dengan mendasarkan pada interaksi antara deskripsi rencana kegiatan dengan kondisi rona lingkungan hidup awal. Proses pelingkupan yang dilakukan untuk menelaah



dampak potensial dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Dampak Potensial Secara hipotetik, komponen lingkungan yang potensial terkena dampak proyek adalah sebagai berikut : a. Komponen fisik kimia 1) Perubahan Bentang Lahan Dampak terhadap komponen fisik kimia berupa perubahan bentang lahan merupakan dampak primer yang disebabkan oleh kegiatan penambangan terutama akibat kegiatan pembukaan lahan untuk badan jalan angkut material, pembersihan dan pengupasan tanah penutup pada tahap kegiatan penambangan. Perubahan bentang lahan ini akan berdampak terhadap perubahan jenis dan fungsi ekosistem (komponen biologi), dan peningkatan erosi. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen bentang lahan antara lain : Operasional : Pembukaan jalan angkut material, clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah 46. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 2 penutup proses penambangan pasir dan batu dan reklamasi Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/ revegetasi lahan bekas tambang 2) Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan Komponen udara akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang menyebabkan perubahan dan penurunan kualitas udara, yaitu dengan meningkatnya konsentrasi gas ambien, debu, maupun peningkatan kebisingan. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen udara dan kebisingan antara lain : Konstruksi : Mobilisasi alat dan material, pembuatan jalan angkut, dan pembangunan sarana penunjang dan perumahan. Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu, reklamasi, dan pengangkutan dan pemuatan hasil tambang. Dampak terhadap komponen udara dan kebisingan merupakan dampak primer, sedangkan dampak sekundernya adalah menurunnya kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. 3) Transportasi Komponen transportasi yang akan terkena dampak adalah peningkatan volume lalu lintas akibat kegiatan penambangan ini. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen transportasi antara lain : Konstruksi : Mobilisasi alat dan material Operasional : Kegiatan penambangan pasir dan batu serta pengangkutan dan pemuatan hasil tambang. 47. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 3 Dampak peningkatan volume lalu lintas akan mengakibatkan dampak turunan berupa potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas, penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan. Tetapi di sisi lain akan memberikan dampak positif. 4). Sedimentasi dan erosi Komponen erosi dan sedimentasi akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang menyebabkan meningkatnya laju erosi dan sedimentasi. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain : Konstruksi : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu). Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang Dampak peningkatan laju erosi dan sedimentasi akan mengakibatkan dampak turunan berupa terganggunya kehidupan flora fauna di sungai. 5). Penurunan kualitas air sungai Komponen perairan sungai yang akan terkena



dampak adalah akibat meningkatnya laju erosi dan sedimentasi dari kegiatan penambangan. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen perairan sungai antara lain : Dampak penurunan kualitas air sungai akan mengakibatkan dampak turunan berupa terganggunya kehidupan flora fauna di sungai. b. Komponen biologi 1) Tergangunya biota darat Komponen biota darat dijabarkan dalam kepadatan satwa dan vegetasi baik yang dilindungi maupun tidak. Dengan adanya kegiatan penambangan ini, dampak yang timbul terhadap biota darat adalah menurunnya populasi satwa liar dan dilindungi maupun vegetasi darat. 48. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 4 Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen biota darat tersebut antara lain : Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu), dan reklamasi, serta pemuatan hasil tambang ke kapal Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang 2) Tergangunya produktivitas lahan pertanian dan perkebunan Komponen produktivitas lahan ini merupakan aspek penting yang harus diperhatikan terutama jika terdapat aktivitas pertanian dan perkebunan masyarakat setempat. Dengan adanya kegiatan penambangan ini, dampak yang timbul terhadap komponen ini adalah menurunnya produktivitas lahan pertanian dan perkebunan warga. Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini tersebut antara lain : Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, reklamasi, serta penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) 3) Terganggunya biota perairan Terganggunya biota perairan berupa terganggunya kehidupan nekton di sungai. Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan ini adalah berupa menurunnya kuantitas biota perairan tersebut. Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen biota perairan antara lain : Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu, serta operasional sarana penunjang Pasca Operasi : Kegiatan rehabilitasi/penataan dan reklamasi lahan/ revegetasi lahan bekas tambang 49. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 5 Menurunnya biota perairan terutama nekton akan berdampak pada menurunnya pendapatan (mata pencaharian) sebagian masyarakat yang sehari-harinya menangkap ikan di perairan sekitar areal penambangan. c. Komponen sosial ekonomi budaya dan kesmas 1) Kesempatan kerja dan peluang berusaha Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak positif dengan terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat. Dampak ini merupakan dampak primer yang terjadi dalam tempo yang cukup lama. Kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen kesempatan kerja dan berusaha tersebut antara lain : Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan material, serta pembangunan sarana penunjang dan perumahan Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu, reklamasi, pengangkutan dan pemuatan hasil tambang, operasional



sarana penunjang. Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang. 2) Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD Komponen pendapatan masyarakat dan PAD dijabarkan ke dalam pendapatan, kesejahteraan, dan pemasukan ke kas daerah. Dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD merupakan dampak turunan dari kesempatan kerja dan peluang berusaha. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen pendapatan masyarakat dan PAD antara lain : Pra Konstruksi : Perizinan Lokasi 50. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 6 Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan material, serta pembangunan sarana penunjang dan perumahan. Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu, reklamasi, pengangkutan hasil tambang, operasional sarana penunjang. Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang. 3) Persepsi masyarakat Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada semua tahap kegiatan proyek. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain : Pra Kontruksi : Studi kelayakan dan detail desain serta perizinan lokasi Konstruksi : Kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi alat dan material, dan pembangunan sarana penunjang dan perumahan. Operasi : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu, reklamasi, operasional sarana penunjang. Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang. 4) Kesehatan masyarakat Komponen kesehatan masyarakat terutama disebabkan oleh perubahan kualitas llingkungan akibat kegiatan konstruksi dan operasional penambangan. Beberapa kegiatan yang menimbulkan dampak terhadap komponen ini antara lain : Konstruksi : Kegiatan mobilisasi alat dan material Operasional : Kegiatan clearing (pembersihan) dan stripping (pengupasan) tanah pucuk dan tanah penutup, penambangan pasir dan batu. Pasca Operasi : Kegiatan reklamasi lahan/revegetasi lahan bekas tambang 51. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 7 Selengkapnya dampak potensial yang berpengaruh terhadap komponen lingkungan terlihat pada Tabel 4.1. berikut ini. Tabel 4.1. Matriks Identifikasi Dampak Kegiatan Penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia di Kecamatan Pakem No Komponen lingkungan Komponen Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Operasi Pasca operasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A. GEOFISIK-KIMIA 1 Perubahan bentang lahan √ √ √ 2 Kerusakan Jalan √ √ √ 3 Kualitas udara dan kebisingan √ √ √ √ √ √ √ 4 Transportasi √ √ √ 5 Kualitas air sungai √ √ √ 6 Sedimentasi dan erosi √ √ 7 Gangguan lalu lintas √ √ 8 Runoff √ √ 9 Kualitas air permukaan √ √ 10 Kualitas air tanah √ √ 11 Iklim Mikro √ 12 Kualitas Tanah √ 13 Timbulan sampah dan sanitasi lingkungan B BIOLOGI 1 Vegetasi √ 2 Fauna √ 3 Biota perairan √ √ C SOSEKBUDKESMAS 1 Kesempatan kerja dan peluang berusaha √ √ 2 Pendapatan Masy dan PAD √ √ 3 Persepsi masyarakat √ √ √ √ 4 Gangguan Kesehatan Masyarakat √ √ √ √ √ √ Keterangan : 1. Perizinan Lokasi 2. Rekrutmen



Tenaga Kerja 3. Mobilisasi Peralatan 4. Land Clearing dan Stripping 5. Pembuatan Jalan Masuk 6. Pembuatan Barak dan Mess 7. Penambangan Pasir dan Batu 8. Pengangkutan material pasir dan batu 9. Penataan lahan (reklamasi) 52. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 8 4.2.Evaluasi Dampak Potensial a. Komponen fisik kimia 1). Perubahan bentang lahan Dampak terhadap perubahan bentang lahan disebabkan oleh kegiatan penambangan terutama dengan pembersihan dan pengupasan tanah penutup. Dampak ini berlangsung lama dan menyebabkan dampak lanjutan pada komponen lingkungan lain. Dengan menggunakan kriteria dampak besar dan penting maka dampak terhadap bentang lahan merupakan dampak negatif besar dan penting. 2). Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan Komponen udara akan mengalami dampak oleh aktivitas proyek, yang menyebabkan perubahan dan penurunan kualitas udara, baik konsentrasi gas ambien, debu, maupun meningkatnya kebisingan. Dampak ini berlangsung lama dan menyebabkan dampak lain berupa perubahan tingkat kesehatan masyarakat, sehingga dengan kriteria dampak besar dan penting, dampak ini tergolong dampak negatif besar dan penting. 3). Transportasi Komponen transportasi yang akan terkena dampak adalah peningkatan volume lalu lintas akibat kegiatan penambangan ini. Dampak ini berlangsung lama (selama kegiatan penambangan), jumlah manusia yang terkena cukup banyak, dan dampak ini berpotensi mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, kerusakan jalan, dan kemacetan lalu lintas, sehingga merupakan dampak negatif besar dan penting. Kecelakaan dan kemacetan tidak termasuk dampak besar dan penting karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif kecil (intensitas kecil) dan dapat ditanggulangi secara sederhana dengan pemasangan rambu-rambu lalu lintas sepanjang jalan. 4). Sedimentasi dan erosi 53. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 9 Komponen erosi dan sedimentasi tergolong dampak negatif besar dan penting karena berlangsung cukup lama (selama kegiatan penambangan berlangsung) dan cakupan wilayah yang terkena dampak ini cukup luas (termasuk sungai), serta mempengaruhi komponen lingkungan hidup lainnya. 5). Penurunan kualitas air sungai Komponen perairan sungai yang akan terkena dampak adalah akibat meningkatnya laju erosi dan sedimentasi daari kegiatan penambangan ini. Dampak ini berpengaruh luas dan berlangsung lama, berdampak pada komponen lain dan akan berbalik terhadap keberlanjutan rencana kegiatan, sehingga tergolong dampak negatif besar dan penting. b. Komponen biologi 1). Tergangunya biota darat Komponen biota darat dijabarkan dalam kepadatan satwa dan vegetasi baik yang dilindungi maupun tidak. Dampak terhadap biota darat ini akibat perubahan bentang lahan, sehingga sebagian vegetasi pada lahan tersebut mengalami distorsi. Karena fungsi ekosistem kawasan yang banyak, maka dampak yang muncul termasuk dampak negatif besar dan penting. 2). Terganggunya biota perairan Terganggunya biota perairan berupa terganggunya kehidupan nekton. Komponen ini merupakan salah satu rantai dalam ekosistem, meskipun tidak memiliki peran secara luas. Dampak terhadap biota perairan berdampak cukup luas sehingga dikategorikan sebagai dampak besar dan negatif penting. c. Komponen sosial ekonomi budaya dan



kesmas 1). Kesempatan kerja dan peluang berusaha Peluang bekerja dan berusaha merupakan dampak yang dapat berlangsung lama, jumlah manusia yang terkena dampak juga banyak, dan dapat berbalik selama ada penerimaan tenaga kerja dan peluang berusaha. Dampak ini akan menurun pada 54. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 10 peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga dampak ini tergolong dampak positif besar dan penting. 2). Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD Komponen pendapatan masyarakat dan PAD dijabarkan ke dalam pendapatan, kesejahteraan, dan pemasukan ke kas daerah. Dampak ini berlangsung lama, jumlah manusia yang terkena dampak cukup banyak, dan berbalik terhadap kegiatan proyek, sehingga dikategorikan sebagai dampak positif besar dan penting. 3). Persepsi masyarakat Komponen persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari kegiatankegiatan yang berlangsung pada semua tahap kegiatan proyek. Persepsi beragam ini merupakan turunan dari peningkatan pendapatan masyarakat dan perekonomian daerah. Dengan demikian dampak ini tergolong besar dan penting. 4). Kesehatan masyarakat Komponen kesehatan masyarakat terutama disebabkan oleh perubahan kualitas lingkungan akibat kegiatan konstruksi dan operasional penambangan serta pasca operasi. Dampak ini bersifat lama, akumulatif, berdampak luas, sehingga dikategorikan dampak negatif besar dan penting. 4.3.Hasil Proses Pelingkupan Dampak penting hipotetik Setelah dilakukan evaluasi terhadap potensi dampak dari kegiatan penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Puser Bumi Indonesia maka diperoleh dampak penting hipotetik antara lain : a. Komponen Geofisik kimia 1) Perubahan bentang lahan 2) Penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan 3) Gangguan lalu lintas 55. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 11 4) Sedimentasi dan erosi 5) Penurunan kualitas air sungai 6) Kerusakan Jalan 7) Kualitas tanah b. Komponen biologi 1) Tergangunya biota darat 2) Terganggunya biota perairan c. Komponen sosial ekonomi budaya dan kesmas 1) Kesempatan kerja dan peluang berusaha 2) Peningkatan pendapatan masyarakat dan PAD 3) Persepsi masyarakat 4) Kesehatan masyarakat Langkah-langkah pelingkupan mulai dari identifikasi dampak potensial menjadi dampak penting hipotetik disajikan pada Gambar 4.1. berikut ini. 56. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 12 Gambar 4.1. Diagram Alir Pelingkupan Dampak Hipotetik Penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN AWAL 1. Fisik Kimia 2. Biologi 3. Sosekbud 4. Kesmas DESKRIPSI RENCANA KEGIATAN : 1. Prakonstruksi 2. Konstruksi 3. Operasional 4. Pasca operasi METODE MATRIKS DAMPAK POTENSIAL FISIK KIMIA 1. Perubahan bentuk lahan 2. Kerusakan jalan 3. Kualitas udara dan kebisingan 4. Kualitas air 5. Erosi dan Sedimentasi 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Penurunan kualitas air tanah 8. Iklim Mikro 9. Run off 10. Kualitas tanah 11. Gangguan lalu lintas BIOLOGI 1. Vegetasi 2. Fauna 3. Biota air SOSEKBUD 1. Kesempatan Kerja dan Berusaha 2. Pendapatan Masyarakat dan PAD 3. Persepsi Masyarakat



KESMAS 1. Kesehatan Masyarakat 2. METODE 1. Diskusi 2. Studi Literatur 3. Penilaian Ahli DAMPAK PENTING HIPOTETIK FISIK KIMIA: 1. Perubahan bentuk lahan 2. Kualitas udara dan kebisingan 3. Gangguan lalu lintas 4. Erosi dan Sedimentasi 5. Kerusakan jalan 6. Penurunan kualitas air permukaan 7. Kualitas tanah 8. Timbulan Sampah dan Sanitasi Lingkungan BIOLOGI : 1. Vegetasi 2. Fauna 3. Biota air SOSEKBUD: 1. Kesempatan Kerja dan Berusaha 2. Pendapatan Masyarakat dan PAD 3. Persepsi Masyarakat KESMAS : 1. Kesehatan Masyarakat EVALUASI DAMPAK POTENSIAL IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL 57. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 13 4.4.Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian Batas wilayah studi rencana kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesiameliputi : 1. Wilayah Studi a. Batas Proyek Batas proyek adalah ruang dimana rencana kegiatan penambangan pasir dan batu terletak, yaitu di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem. Luasan tapak proyek adalah 100 Ha berdasarkan luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Bupati Sleman. Adapun batas proyek adalah : b. Batas Ekologi Batas ekologi dari kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesiaadalah batas yang masih dipengaruhi persebaran dampak melalui udara, air dan tanah. Persebaran dampak pencemaran udara yang dicermati adalah adalah wilayah permukiman yang meliputi desa-desa yang ada di sekitar lokasi kegiatan. c. Batas Sosial Batasan sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan kawasan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertata yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diperkirakan mengalami perubahan mendasar akibat rencana kegiatan nantinya. Kemungkinan yang akan terkena dampak dari adanya kegiatan tersebut adalah masyarakat di sekitar proyek. Cakupan batas sosial kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia adalah Kecamatan Pakem. 58. Dok. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) IV - 14 d. Batas Administrasi Batas administrasi rencana kegiatan penambangan PT. Puser Bumi Indonesia sebagai berikut : Desa : Cangkringan Kecamatan : Pakem Kabupaten : Sleman Provinsi : Daerah Istimewa Yogjakarta 2. Batas Waktu Kajian Batas waktu kajian kegiatan AMDAL penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia selama 6 (enam) bulan, mulai dari kegiatan persiapan studi, pengumpulan dan analisis data, analisis dan perumusan dampak, seminar-seminar studi hingga penyelesaian dan pengumpulan laporan hasil studi. Sementara itu, waktu kegiatan penambangan Golongan Galian C (pasir dan batu) PT. Puser Bumi Indonesia akan menyesuaikan dengan kandungan pasir dan batu yang terkandung di wilayah IUP yang izinnya telah dikeluarkan Bupati Sleman. 59. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 1 BAB V. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING 5.1. Prakiraan Besaran Dampak Kegiatan penambangan pasir dan batu PT. Puser Bumi Indonesia di Desa Cangkringan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, baik



yang bersifat positif maupun negatif serta bersifat penting maupun tidak penting. Besaran dampak ini akan dievaluasi menggunakan metode Leopold modifikasi. Skala kualitas lingkungan ditentukan berdasarkan besaran (Magnitude) dan tingkat kepentingan dampak (Importance). Berikut ini Tabel 5.1. mengenai besaran dampak yang diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Tabel 5.1. Skala besaran dampak No Skala Persentase (%) Keterangan Dampak 1 1 10-20 Sangat Kecil 2 2 20-40 Kecil 3 3 40-60 Sedang 4 4 60-80 Besar 5 5 80-100 Sangat Besar Prakiraan dampak besar dikaji berdasarkan tahapan- tahapan kegiatan penambangan, berikut ini hasil analisis tim memprakirakan dampak besar pada setiap tahap kegiatan. Berikut ini tahapan-tahapan pada setiap kegiatan hasil hipotetik prakiraan dampak: A. Tahap Pra Konstruksi 1. Perizinan Lokasi 2. Rekrutmen Tenaga Kerja B. Tahap Konstruksi 3. Mobilisasi Peralatan dan Material 4. Land Clearing dan Stripping 5. Pembuatan Jalan Masuk 60. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 2 6. Pembuatan Base camp C. Tahap Operasi 7. Penambangan Sirtu 8. Pengangkutan Material Sirtu D. Tahap Pasca Operasi 9. Penataan Lahan (Reklamasi dan Rehabilitasi) Berdasarkan hasil analisis prakiraan dampak besar, berikut ini disajikan pada Tabel 5.2. mengenai Prakiraan Dampak Besar pada setiap tahap kegiatan. Tabel 5.2. Prakiraan Dampak Besar pada setiap tahap kegiatan Kegiatan Psca Oprsi Komponen Lingkungan A 5 24233255223332345531553532334522555422555522 4 5 5 4 2 3 5 5 4 4 2 3 3 4 3 5 2 2 4 3 3 B BIOTIK 4 2 3 5 4 3 3 3 4 3 3 3 3 2 C SOSEKBUDKESMAS 2 4 4 5 3 4 4 5 3 3 4 5 4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 5 4 1 4 3 4 C KESEHATAN MASYARAKAT 4 2 2 3 2 2 3 3 4 5 2 5 5 2 5 6 No. RLA Pra Konstruksi Konstruksi Operasi 1 2 3 4 97 8 2 Kualitas udara dan kebisingan 7 Penurunan Kualitas dan kuantitas air tanah ABIOTIK (FISIK-KIMIA) 1 Perubahan bentuk lahan 2 Fauna darat 1 Vegetasi 3 Sikap dan Persepsi masyarakat 1 Kesempatan kerja & peluang berusaha 2 Pendapatan masy. & PAD 3 Biota Air Gangguan lalu lintas Erosi dan Sedimentasi Kerusakan jalan 3 4 5 8 Penurunan Kualitas Tanah 6 Penurunan kualitas & Kuantitas air permukaan 8 Timbulan Sampah dan Sanitasi Lingkungan 4 Gangguan Kesehatan masyarakat Sumber: Author By conducted 61. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 3 Berkaitan mengenai penjelasan pada setiap tahapan kegiatan akan dijelaskan dibawah ini dengan membandingkan data perhitungan pada rona awal lingkungan saat kajian dan penelitian dilakukan di lapangan. Berikut ini penjelasan pada setiap tahap kegiatan: 1. Tahap Pra-Kontruksi Pada tahap pra-kontruksi berdasarkan hasil hipotetik prakiraan dampak, kegiatan yang berdampak pada komponen SOSEKBUDKESMAS. Berikut ini Tabel 5.3. mengenai hasil analisis tim pada tahap pra-kontruksi. Setelah tahap perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang lingkup studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada rona awal lingkungan. Hal ini mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif maupun negatif. Tabel 5.3. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap Pra-Kontruksi A 5354535545544543B434343C2445344344333354D43



KESEHATAN MASYARAKAT 27 50 54 2 Pendapatan Masyarakat dan PAD 9 25 36 2 32 50 64 4 3 7 Penurunan Kualitas dan kuantitas air tanah 12 25 48 3 Penurunan kualitas & Kuantitas air permukaan 20 25 48 3 25 36 2 SOSEKBUDKESMAS 5 20 25 80 4 3 Biota air 12 25 1 Gangguan kesehatan masyarakat 12 25 48 1 Kesempatan Kerja dan Berusaha 8 25 32 2 20 25 80 4 3 3 Sikap dan Persepsi masyarakat 9 2 Fauna 12 25 48 3 1 Vegetasi 12 25 48 3 25 100 5 480 BIOTIK 8 Penurunan Kualitas Tanah 12 25 48 3 Kerusakan jalan 6 4 Erosi dan Sedimentasi 25 3 Gangguan lalu lintas 15 25 60 3 2 Kualitas udara dan kebisingan 20 25 80 4 maks % B ABIOTIK (FISIK-KIMIA) 1 Perubahan bentuk lahan 15 25 60 3 M x I No. KOMPONEN LINGKUNGAN Rona Lingkungan Awal Tahap Prakiraan Dampak Pra Konstruksi Penting M/I M x I M x I M x I Skala 1 2 Maks % A M x I M x I Skala Sumber: Author By conducted 62. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 4 Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap pra- konstruksi dengan 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Perizinan Lokasi dan kegiatan (2) mengenai Rekrutmen Tenaga Kerja. Berikut ini hasil analisis prakiraan dampak besar pada kegiatan tersebut. 1. Pra-kontruksi Kegiatan 1 (satu) a. Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (4/4) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4) b. Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4) 2. Pra-kontruksi Kegiatan 2 (satu) c. Kesempatan kerja dan berusaha (2/4) rona awal menjadi (4/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4) d. Pendapatan masyarakat dan PAD (3/3) rona awal menjadi (4/4) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (4) e. Sikap dan persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/4). prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan positif. berdasarkan skala baku mutu lingkungan dari skala (2) menjadi skala (3) Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap pra- konstruksi dengan 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Perizinan Lokasi dan kegiatan (2) mengenai Rekrutmen Tenaga Kerja. hasil yang diperoleh dari analisis prakiraan dampak besar pada kegiatan tersebut disimpulkan akan berdampak besar dan positif pada setiap kegiatan. 63. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 5 2. Tahap Kontruksi Pada tahap kontruksi berdasarkan hasil hipotetik prakiraan dampak, kegiatan yang berdampak pada seluruh komponen abiotik, biotik, sosekbud dan kesehatan masyarakat. Berikut ini Tabel 5.4. mengenai hasil analisis tim pada tahap kontruksi. Setelah tahap perhitungan rona awal lingkungan pada komponen tersebut yang telah dikaji di ruang lingkup studi mengenai dampak penting yang ditelaah berdasarkan data-data perhitungan pada rona awal lingkungan. Hal ini



mempertimbangkan hasil prakiraan yang berdampak positif maupun negatif. Tabel 5.4. Prakiraan Dampak Besar pada Tahap Kontruksi A 5 2 4 3 3 2 5 2 2 3 3 4 5 5 3 1 5 3 3 3 5 2 5 5 4 2 5 5 5 2 4 5 4 2 5 5 4 2 3 4 5 2 4 4 B BIOTIK 4 2 3 5 4 2 3 5 4 3 3 3 C SOSEKBUDKESMAS 2 4 3 3 3 3 D SOSEKBUDKESMAS 4 2 2 3 3 4 5 2 3 Gangguan kesehatan masyarakat 12 25 48 3 24 75 2 Fauna 12 25 48 3 2 Pendapatan Masyarakat dan PAD 9 25 10 8 Penurunan Kualitas Tanah 12 25 48 3 8 1 9 10 10 7 Penurunan Kualitas dan kuantitas air tanah 20 25 80 4 6 Penurunan kualitas & Kuantitas air permukaan 20 25 80 4 5 Kerusakan jalan 20 25 80 4 2 2 Kualitas udara dan kebisingan 20 25 80 4 10 25 40 2 3 Gangguan lalu lintas 15 25 60 3 54 Erosi dan Sedimentasi 25 25 100 1 Perubahan bentuk lahan 15 25 60 3 3 M x I ABIOTIK (FISIK-KIMIA) % A No. KOMPONEN LINGKUNGAN 20 25 80 1 Kesempatan Kerja dan Berusaha 8 25 32 2 Vegetasi 12 25 48 3 Timbulan Sampah dan Sanitasi Lingkungan 3 Biota air 12 25 48 3 4 3 Sikap dan Persepsi masyarakat 9 25 36 2 36 2 Tahap Prakiraan Dampak Konstruksi Penting 4 M x I Skala C Rona Lingkungan Awal maks % M x I M x I M x I M/I M x I Maks 25 36 2 10 40 225 40 25 25 40 2 Skala 1 2 214 50 28 32 100 32 2 9 25 40 3 32 25 25 25 32 2 36 29 25 10 40 8 2 2 232 Sumber: Author By conducted Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap konstruksi dengan 4 (empat) kegiatan yaitu kegiatan (1) mengenai Mobilisasi Peralatan dan Material, kegiatan (2) megenai Land Clearing dan Stripping; kegiatan (3) mengenai 64. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 6 Pembuatan Jalan Masuk; kegiatan (4) mengenai Pembuatan Base camp mengenai Berikut ini hasil analisis prakiraan dampak besar pada kegiatan tersebut. 1. Kontruksi Kegiatan 1 (satu) a. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. b. Gangguan lalu lintas (5/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. c. Penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. d. Gangguan kesehatan masyarakat (4/3) rona awal menjadi (2/4) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. 2. Kontruksi Kegiatan 2 (satu) a. Perubahan bentuklahan (5/3) rona awal menjadi (2/3) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. b. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. c. Sedimentasi dan erosi (5/5) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. d. Penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan (5/4) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. e. Penurunan kualitas dan kuantitas air tanah (4/5) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. f. Gangguan vegetasi (4/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. g.



Gangguan fauna (4/3) rona awal menjadi (2/5) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. 65. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 7 h. Gangguan biota air (4/3) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif. i. Gangguan kesehatan masyarakat (4/3) rona awal menjadi (3/2) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif. 3. Kontruksi Kegiatan 3 (tiga) a. Perubahan bentuklahan (5/3) rona awal menjadi (4/2) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif. b. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (3/3) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. 4. Kontruksi Kegiatan 4 (empat) a. Kualitas udara dan kebisingan (5/4) rona awal menjadi (3/1) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. b. Persepsi masyarakat (3/3) rona awal menjadi (3/1) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. c. Gangguan kesehatan masyarakat (4/3) rona awal menjadi (3/2) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak kecil dan negatif. d. Gangguan kesehatan masyarakat (5/4) rona awal menjadi (2/4) prakiraan dampak. Dengan perubahan tersebut maka berdampak besar dan negatif. Berdasarkan hasil prakiraan dampak besar maka dapat disimpulkan pada tahap konstruksi pengaruh dampak kegiatan pada masing-masing komponen berdasarkan skala baku mutu lingkungan, sebagai berikut disajikan pada Tabel 5.5. dibawah ini. 66. Dok, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) V - 8 Tabel 5.5. Dampak besar terhadap komponen lingkungan pada konstruksi A Besar Negatif Besar Negatif Besar Negatif Besar Negatif Besar Negatif Besar Negatif Besar Negatif Kecil Negatif Besar Negatif B Kecil Negatif - - Kecil Negatif C Kecil Negatif D Kecil Negatif 8 9 Penurunan Kualitas Tanah Timbulan Sampah dan Sanitasi Lingkungan 3 4 SOSEKBUDKESMAS SOSEKBUDKESMAS 2 2 Prakiraan Dampak PentingAwal Rona Lingkungan Keterangan ABIOTIK (FISIK-KIMIA) BIOTIK 3 2 1 1 Gangguan kesehatan masyarakat 1 Persepsi masyarakat 2 2 3 3 Biota air 3 3 2 2 Fauna 1 Vegetasi 3 2 2 7 Penurunan Kualitas dan kuantitas air tanah 4 2 6 Penurunan kualitas & Kuantitas air permukaan 4 2 5 Kerusakan jalan 4 4 Erosi dan Sedimentasi 5 2 2 3 Gangguan lalu lintas 3 2 2 Kualitas udara dan kebisingan 4 1 Perubahan bentuk lahan 3 SkalaSkala No. KOMPONEN LINGKUNGAN Sumber: Author By Conducted Berdasarkan skala baku lingkungan perubahan dari rona awal lingkungan yang diestimasi pada prakiraan dampak penting pada Tabel 5.5. menunjukan perubahan secara signifikan terhadap komponen lingkungan. Hal ini menjadi bahan pertimbangan pada Ababa selajutnya adalah evaluasi dampak penting, dimana keputusan pada hasil evaluasi mempengaruhi dokumen pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Sehingga prakiraan