Contoh Makalah Uinsu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HADIST “ AKHLAK TERPUJI 2” Dosen Pengampuh: Ibu Mayurida, M.Pd



Disusun Oleh : • Fani Pratiwi (0204202107) • Ali Syahbana (0204202117) • Rival Aqila Sani (0204203099)



Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Tahun 2020-2021 i



KATA PENGANTAR



Bismillahhirrohman nirrohim. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. Alhamdulillah alhamdulillhirobbilalamin, puji syukur saya ucapkan kepada Allah swt. Yang telah memberikan kesehatan dan umur yang panjang sehingga kami kelompok tujuh dapat menyelesaikan tugas makalah hadist yang berjudul Akhlak terpuji dengan dosen pengampuh Ibu Mayurida, M.Pd. dan tak lupa sholawat dan salam kami sanjungkan kepada kekasih Allah swt. Yaitu nabi besar Muhammad SAW. Yang menjadi suri tauladan kita, yang membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang menerang seperti saat ini. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen dan temen teman saya yang ikut serta dalam membantu menyusun makalah ini, kami dari kelompok tujuh mengaku masi banyak kesalahan dan kekurangan dalam menyusun makalah ini, baik kesalahan dari segi tata bahasa ataupun penulisan makalah, oleh karena itu kami menerima kritik atau saran dari teman-taman. Semoga makalah kami dapat menambah wawasan kita semua. Terimakasih. ☺



Medan, 19 April 2021



Penulis ii



DAFTAR ISI



Contents KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. ii DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iii BAB I .......................................................................................................................................................1 PENDAHULU .........................................................................................................................................1 A.



Latar Belakang .............................................................................................................................1



B.



Rumusan Masalah........................................................................................................................1



C.



Tujuan ..........................................................................................................................................1



BAB II .....................................................................................................................................................2 PEMBAHASAN ......................................................................................................................................2 A.



Hadist Menghormati Guru ...........................................................................................................2



B.



Hadist Menghormati Ilmu ............................................................................................................3



C.



Hadist Tidak Menyeka Pembicaraan ...........................................................................................4



D.



Hadist Tentang Akhlak Dalam Majelis Ilmu ...............................................................................5



BAB III ....................................................................................................................................................7 PENUTUPAN..........................................................................................................................................7 A.



Kesimpulan ..................................................................................................................................7



DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................8



iii



BAB I



PENDAHULU A. Latar Belakang Akhlak adalah tingkah laku yang melekat pada diri seseorang. Tingkah laku tersebut secara tidak disadari akan berwujud pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. pengertian akhlak secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khulqun), kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun). Akhlak menempati posisi yang snagat penting dalam islam. Akhlak merupakan “buah” pohon islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun syariah. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan ) Nabi Muhammad Saw. Dalam ajaran Islam, akhlak terbagi menjadi dua jenis, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Akhlak terpuji (akhlakul kharimah) adalah tingkah laku yang menimbulkan perbuatan baik, sesuai dengan akal sehat dan ketentuan syariat. Akhlak terpuji bersumber dari dua hal, yaitu agama dan tradisi (adat kebiasaan). Akhlak yang bersumber dari agama berasal dari ayat suci Alquran. Sementara tradisi atau adat kebiasaan yang bisa dijadikan sumber akhlak terpuji, tidak boleh bertentangan dengan agama.



B. Rumusan Masalah 1.



Sebutkan hadis menghormati guru?



2.



Sebutkan hadis menghormati ilmu?



3.



Sebutkan cara menghormati orang lain?



4.



Sebutkan hadis yang menjelaskan tentang akhlak?



C. Tujuan •



Agar dapat menyebutkan hadis tentang menghormati guru







Agar dapat menyebutkan hadis tentang menghormati ilmu







Agar dapat menyebutkan hadis tentang menghormati orang lain



1



BAB II



PEMBAHASAN A. Hadist Menghormati Guru Berbicara tentang pendidikan tidak terlepas dari peran guru atau pendidik sebagai golongan yang amat penting dalam membantu keberlangsungan pendidikan itu sendiri agar seorang terdidik dapat terbimbing dengan arah dan tujuan yang jelas. Menjadi seorang pendidik adalah suatu amanah yang tidak semudah katanya untuk dijalankan karena menghadapi berbagai karakter-karakter orang-orang yang dibina.Guru sejati adalah guru yang bisa membuat murid percaya akan kemampuannya sendiri dan bangga melihat perkembangan muridnya, sekecil apa pun. Guru merupakan orang yang harus dihormati karena jasanya yang begitu besar.



ْ‫ْفَ ُه َْو‬،‫ّللا‬ ِْ ‫عبدًاْآيَ ْةًْ ِمنْْ ِكت َا‬ َْ ْ‫صلَى‬ َِْ ْ‫ل‬ ُْ ‫لْ َرسُو‬ َْ ‫ْقَا‬:‫ل‬ َْ ‫عنْْأَبِيْأ ُ َما َم ْةَْقَا‬ ِ َ ْ‫ب‬ َ ْ‫علَ َْم‬ َ ْْ‫” َمن‬:ْ‫سلَم‬ َ ُْ‫ّللا‬ َ َ ‫علَي ِْهْ َو‬ َ ْ‫ّللا‬ ْ‫علَي ِه‬ َ ْ‫ْ َوالْيَست َأثِ َْر‬،ُ‫” َموال ْهُْالْيَنبَ ِغيْلَ ْهُْأَنْْيَخذُلَه‬. Dari sahabat Abi Umamah, beliau berkata: Rasulullah Saw., bersabda: “Barangsiapa mengajar satu ayat dari Kitabullah kepada seorang hamba, maka orang itu menjadi jujungan hamba tersebut, hamba tidak boleh merendahkan orang tersebut, dan tidak boleh mendahuluinya (harus memuliakannya)”. Penjelasnnya yaitu jika seseorang mengajarkan ataupun memberi satu ilmu kepada kita, kita harus menghormati dan menjujung tinggi orang tersebut (guru), begitulah ajaran rasulullah saw. Bersyukur akan kehadiran guru adalah keharusan atas segala pengorbanan dan jasa guru yang telah mendidik kita, karena tanpa bimbingan mereka kita tidak dapat berbuat sesuatu yang berarti baik di dunia maupun di akhirat nanti. Perbedaan ibu dan guru adalah, ibu mengeluarkan kita dari kegelapan rahim menuju kegelapan dunia sedangkan guru mengeluarkan kita dari kegelapan kebodohan menuju cahaya ilmu dunia hingga akhirat.



َ ُْ‫ضعُوا ِل ُمعَ ِلِّ ِميكُمْْ َولَيَلَواْ ِل ُمعَ ِلِّ ِميكُمْْ(ْ َروا ْه‬ (ْ‫الطب َرانِي‬ َ ‫ع ِلِّ ُمو َاوت ََوا‬ َ ‫تَعَلَ ُمو َاو‬ "Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR Tabrani).



2



B. Hadist Menghormati Ilmu Disela-sala kehidupan kita, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggerakkan hati kita untuk menghadiri majelis ilmu ini. Dan ini adalah bagian dari hidayah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:



‫ِّين‬ ِْ ‫ّللاُْبِ ِْهْخَي ًراْيُفَ ِقِّه ْهُْفِيْال ِد‬ َْ ْ‫َمنْْي ُِر ِْد‬ “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan menjadikan dia paham tentang agamanya.” (HR. Bukhari Muslim) Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, diinginkan keberuntungan, kesuksesan di dunia dan juga di akhirat, maka Allah akan menjadikan dia faqih, menjadikan dia paham tentang agamanya. Sebaliknya, kita pahami dari hadits ini bahwasannya orang yang Allah tidak kehendaki kebaikan pada dirinya, dijadikan dia tidak paham tentang agamanya. Maka nikmat yang luar biasa yang Allah berikan kepada seseorang dimudahkan hatinya untuk mendatangi majelis ilmu, berarti Allah menghendaki kebaikan, menginginkan dia paham tentang agamanya sehingga dimudahkan untuk menghadiri majelis ilmu. Sementara banyak di antara manusia yang lalai atau melalaikan ilmu ini, sibuk dengan dunia, sibuk dengan bisnisnya, dengan pekerjaannya, dengan kesibukan yang berlebihan sehingga seluruh waktunya digunakan hanya untuk dunia dan tidak meluangkan sebagian waktunya untuk akhiratnya dan juga untuk agamanya.



َ ْ‫للاُْلَ ْهُْ ِب ِْه‬ َ َْْ‫سلَك‬ ْ‫ط ِريقًْاْ ِإلَىْال َجنَ ِة‬ ْ ْ‫ل‬ َْ ‫س َه‬ ُْ ‫ط ِريقًاْيَلت َِم‬ َ ْ‫سْفِي ِْهْ ِعل ًما‬ َ ْْ‫َمن‬ "Barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim). Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan yang dia mencari ilmu di dalam jalan tersebut (baik maknanya di sini adalah menempuh sebuah jalan dari rumah menuju ke masjid untuk menghadiri majelis ilmu atau dia melakukan aktivitas yang di situ dia mendapatkan ilmu seperti membaca, maka semuanya adalah masuk di dalam sabda beliau menempuh sebuah jalan), (balasannya) Allah akan memudahkan dia jalan menuju surga.



3



Dan siapa di antara kita yang tidak ingin mudah masuk ke dalam surganya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:



َ ‫ارْ ِبال‬ ‫ت‬ ِْ ‫ش َه َوا‬ ُْ َ‫تْالن‬ ِْ َ‫َار ِْهْ َو ُحف‬ ِْ َ‫ُحف‬ ِ ‫تْال َجنَ ْةُْ ِبال َمك‬ “Surga itu dilingkari dengan sesuatu yang dibenci oleh manusia, adapun neraka maka dilingkari dengan syahwat.” (HR. Muslim) Keadaan surga yang demikian menunjukkan bahwasanya untuk sampai ke sana, ini bukan perkara yang mudah. Tapi ini dimudahkan bagi orang yang mau belajar ilmu agama. Semakin dia mendalami ilmu agama, semakin mudah dia masuk ke dalam surga. Karena dia akan mengetahui mana yang wajib, mana yang sunnah, mana yang diharamkan, mana yang makruh, mana yang diperbolehkan. Semuanya menjadi terang, semuanya menjadi jelas, sehingga dia hidup di dunia ini di atas cahaya. Berbeda dengan orang yang tidak mau belajar agama, maka dia seperti orang yang buta yang berjalan, tidak ada penuntunnya. Atau orang yang berjalan di malam hari, tidak ada cahayanya. Dia dalam keadaan bingung, dalam keadaan dia resah dan ketakutan. Oleh karena itu, Alhamdulillah yang telah memudahkan kita semuanya untuk bisa menghadiri majelis ilmu dan di antara bentuk syukur kita adalah konsentrasi dalam menghadiri majelis ilmu. kita niatkan menuntut ilmu agama adalah ingin mengamalkan, itu niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu agama. Ingin mengangkat kebodohan dari diri kita. Kebodohan dalam diri kita terlalu banyak, maka sedikit demi sedikit kita angkat, kita bersihkan. Dan dengan tujuan untuk mengangkat kebodohan dari orang lain, kita punya anak, kita punya istri, kita punya orang-orang yang kita akan ditanya oleh Allah dihari kiamat tentang mereka.



C. Hadist Tidak Menyeka Pembicaraan Memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara kepada kita tidak dibenarkan. Setiap orang memilki hak untuk didengarkan sehingga hak dia untuk berbicara tidak bisa dipangkas begitu saja tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan secara syar’i seperti menggunjing. Karena menggunjing dilarang dalam ajaran Islam. Memotong pembicaraan orang adalah perbuatan yang dilarang oleh rasulullah saw.



‫ك‬ ْ ‫ْفقدْألغَيتَ ْعلىْنف ِس‬،ْ‫نصتواْوْهمْيتكلَمون‬ َ‫إذاْقلت‬ ِ ِ َ ‫ْللناسْأ‬



4



“Jika engkau mengatakan ‘diamlah!’ kepada orang-orang ketika mereka tengah berbicara, sungguh engkau mencela dirimu sendiri” (HR. Ahmad). Fenomena memotong perbincangan sering terjadi disaat seseorang sedang berdebat atau berkomunikasi penuh emosi sehingga ada keinginan kuat untuk menyampaikan pendapatnya sebab dorongan hawa hafsu untuk didengarkan atas apa yang dipikirkannya serta bisikan syetan untuk tidak menghargai pendapat orang lain dan tidak mempedulikannya. Karena memang demikian maksud syetan yaitu untuk menciptakan perselisihan diantara manusia melalui interaksi antar mereka. Namun demikian, memotong pembicaraan orang lain bisa saja diperbolehkan meskipun ia tidak menggunjing asalkan sebelumnya sudah mengajukan izin dan diberikan. Sebagai contoh, seorang murid bermaksud menyela pembicaraan guru karena ada sesuatu yang ingin ditanyakan dengan sebelumnya memohon maaf. Jika guru memberikan ijin, maka apa yang dilakukan murid tersebut tidak salah.



D. Hadist Tentang Akhlak Dalam Majelis Ilmu Akhlak adalah tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan, baik perbuatan itu baik ataupun buruk. Dan dalam menentukan baik buruknya akhlak seseorang adalah dengan tolok ukur Al Quran dan Hadits, karena seperti yang sudah kita ketahui, ajaran islam ini adalah ajaran yang lengkap yang mengatur segala lini kehidupan kita.



‫سنُكُمْأَخ ََلقًا‬ ً ‫ْم ِنِّيْ َمج ِل‬ ِ ‫ْوأَق َربِكُم‬ ِ ‫إِ َن‬ َ ‫ساْيَو َمْال ِقيَا َم ِةْأَح‬ َ َ‫ْمنْأ َ ِحبِِّكُمْإِل‬ َ ‫ي‬ “Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat denganku yaitu orang yang paling baik akhlaknya.”[HR. Tirmidzi]



Ini adalah salah satu fadhilah atau keutamaan jika kita memiliki akhlak yang baik, dan ini keuntungan sangat besar, bayangkan, kita akan di cintai oleh manusia Agung ini dan kita pada hari kimat akan mendapatkan keutamaan lain yaitu dekat dengan Nabi.



5



ُْ‫ْالر ُجل‬ َ ‫ْ“الَْيُ ِقي ُم‬:ْ‫ُّْللاْصلىْللاْعليهْوْسلم‬ ِ َ ‫َْرسُول‬ َ ‫َو‬ َ ‫ْقَال‬:َ‫ع ِنْاب ِنْعُ َم َرْرضيْللاْعنهْقَال‬ .‫علَي ِه‬ َ ‫اْوت ََو‬ َ َ‫ْولَ ِكنْتَف‬، ِ ‫الر ُجل‬ َ َ ْ‫”ْ ُمت َْفَ ٌق‬.‫سعُوا‬ ُ ‫َْمنْ َمج ِل ِس ِهْث ُ َمْيَج ِل‬ َ ‫س ُحو‬ َ ‫سْفِي ِه‬ Dari Rasūlullāh



Ibnu



‘Umar



radhiyallāhu



Ta’ālā



‘anhumā



beliau



berkata:



bersabda: “Janganlah seseorang memberdirikan saudaranya dari tempat



duduknya kemudian dia gantikan posisi tempat duduk saudaranya tersebut, akan tetapi hendaknya mereka melapangkan dan merenggangkan.” (Muttafaqun ‘alaih). Al-Hāfizh Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Imām Bukhāri dan Imām Muslim.” Dalam hadits ini diajarkan adab kepada kita, yaitu sebagai berikut, adab yang berkaitan dengan orang yang datang terlambat di majelis. Berdasarkan hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa orang yang datang terlambat hadir di suatu majelis hendaknya duduk di tempat yang ia dapatkan/tempat yang masih kosong dan dia harus rela mendapatkan tempat yang bagaimana pun keadaannya karena dia memang datang terlambat. Jika seseorang datang terlambat, maka tempat duduk yang ia peroleh itulah yang harus ia terima. Tidak boleh baginya memaksakan diri untuk mendapatkan tempat yang baik dengan melewati orang-orang yang terlebih dahulu datang atau dengan cara menyuruh orang lain berpindah dari tempat duduknya untuk ditempati. Hal seperti itu dilarang di dalam Islam karena menunjukkan keangkuhan dan egoisme. Islam melarang sikap angkuh dan egois, Islam mengajarkan sikap tawādhū’ serta menghormati orang lain. Karena itu, kalau kita datang terlambat dan saudara-saudara kita telah lebih dahulu datang, maka kita tidak berhak untuk memintanya berpindah dari tempat yang ia tempati untuk kemudian kita tempati atau melangkahi mereka agar kita mendapatkan tempat yang sesuai dengan keinginan kita. Karena itu, perbuatan seperti di atas sangat dicela di dalam islam meskipun dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan, kehormatan, dan kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Maka, bukanlah hal yang sopan dan beradab apabila seseorang -meskipun memiliki kedudukan, kehormatan, dan kekayaan- terlambat menghadiri shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Ied, atau menghadiri majelis lain kemudian mereka memaksakan diri untuk mendapatkan tempat terbaik dengan cara melompati pundak-pundak orang yang lebih dahulu 6



hadir atau menyuruh mereka bergeser untuk diambil tempatnya. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap adab mulia yang diajarkan Islam dan bentuk jauhnya seseorang dari sikap tawaddu’ (rendah hati).



BAB III



PENUTUPAN A. Kesimpulan Dalam islam akhlak merupakan hal yang sangat diperhatikan, sehingga dalam islma akhlak terbagi atas dua akhlak terpuji dan akhlak tercela. Akhlak terpuji adalah akhlak yang disukai , disenangi oleh Allah swt bahakn dianjurkan dan diwajibkan. Akhlak tercela adalah akhlak yang dilarang dan diharamkan oleh Allah swt. Akhlak terpuji dan akhlak tercela begitu banyak, tetapi pada intinya niatkan hati kita hanya untuk beribadah kepada Allah swt.



7



DAFTAR PUSTAKA



http://boxuchul.blogspot.com/2012/03/akhlak-terpuji-dan-akhlak-tercela.html Buku modul Al-Hikmah akidah akhlak kelas x semester I & II Syeikh Ibrahim Jalhum. 2003. Pelita Muslimin. Bandung. Pustaka Setia



As-Sunnah



Petunjuk



Jalan



Bagi



Kaum



Mustofa H. 1997. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia Nata, Abuddin. 2010 .Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers Subaiti Musa. 2003. Akhlak Keluarga Muhammad SAW. Jakarta: lentera basritama



8